SlideShare a Scribd company logo
1 of 36
Download to read offline
Drh Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD
Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan
Masyarakat Veteriner dan Karantina Hewan
Tindakan pencegahan dan
pengendalian untuk meminimalkan
risiko penyebaran African swine
fever (ASF) di peternakan babi
skala kecil dan belakang rumah
Rapat Internal Pembahasan Update Pedoman Kiatvetindo ASF – 6 Juli 2020
2 2
Penyakit African swine fever (ASF)
• African swine fever (ASF) adalah penyakit hemoragik yang
sangat menular pada babi yang disebabkan oleh virus.
• Pertama kali ditemukan di Kenya 1921 dan penyakit terbatas
hanya menyebar di Afrika, sampai kemudian ditemukan di
luar Afrika (Portugal, Eropa) pada 1957.
• Penyakit menular di antara babi lewat oral dan nasal dan
dapat menyebar lewat caplak.
• Babi dapat juga terinfeksi lewat luka atau pakan yang
terkontaminasi.
• Umumnya 40-85% babi dalam kelompok terinfeksi dan yang
mati berkisar antara 20-100%. Babi yang bertahan
cenderung menjadi ‘carrier’ virus.
3 3
Kerugian ekonomi ASF
• ASF dapat menyebabkan kerugian ekonomi serius bagi
peternak, penurunan pendapatan pemerintah dan harga
daging babi yang lebih tinggi.
• Sebagai contoh, wabah di China pada 2018 menekan harga
daging babi di tingkat ritel sampai 47%. Populasi babi dan
konsumsi China sekitar setengah babi dunia.
• Meskipun tidak menular ke manusia dan tidak
mempengaruhi kesehatan masyarakat secara langsung,
tetapi daging dari babi sakit tidak aman untuk dikonsumsi.
• Karkas babi dengan gejala demam harus dikubur untuk
mencegah penyebaran virus lebih lanjut yang berasal dari
cairan tubuh babi.
4 4
Biaya pencegahan & pengendalian ASF
• Penyakit ini juga menimbulkan biaya ekonomi tinggi karena
tindakan-tindakan pencegahan dan pengendalian seperti:
– Babi ‘carrier’ harus dimusnahkan secara manusiawi dan peternak
harus mendapat kompensasi.
– Babi pengganti bagi stok yang sakit atau yang digunakan untuk
memulai kembali usaha budidaya babi harus disaring lewat uji.
– Semua peternakan babi diregistrasi pemerintah untuk
menstandarisasi praktik dan memudahkan menelusuri penyakit.
– Peternak harus dilatih dan dibuat patuh terhadap tindakan-tindakan
biosekuriti dan sanitasi untuk mencegah penyakit.
– Suatu sistim surveilans nasional diperlukan untuk menyediakan
informasi yang akurat tentang risiko dan prevalensi penyakit,
sehingga pemerintah dapat membuat kebijakan dan intervensi yang
tepat.
5 5
Biosekuriti
• Biosekuriti adalah kombinasi
dari semua tindakan yang
dilakukan produsen ternak dan
institusi pemerintah dalam
mengurangi risiko masuk dan
menyebarnya penyakit.
• Biosekuriti berlaku di setiap
tingkatan, dari tingkat
peternakan/kelompok ternak
sampai ke tingkat negara.
6 6
Dasar teknis biosekuriti
• Elemen dasar biosekuriti didapatkan dari:
– pengetahuan epidemiologi penyakit;
– durasi ekskresi patogen dari babi terinfeksi;
– rute utama ekskresi;
– daya tahan (survival) pathogen dalam lingkungan; dan
– rute infeksi.
• Sejumlah prinsip dasar biosekuriti dapat diaplikasikan untuk
semua sistim peternakan dan semua penyakit.
• Meskipun demikian, dalam upaya menangani tindakan
pencegahan dan pengendalian, tindakan biosekuriti yang
praktis perlu disesuaikan terhadap penyakit yang menjadi
target (dalam hal ini African swine fever) dan terhadap sistim
peternakan yang akan diimplementasikan (dalam hal ini skala
kecil dan belakang rumah).
7 7
Penularan ASF di peternakan
skala kecil dan belakang rumah (1)
• Kebanyakan
pada wabah yang
terjadi, peternak
seringkali
berupaya untuk
membatasi
konsekuensi
ekonomi penyakit
dengan menjual
babinya.
Sumber: Costard S. et al.
2015. Scientific Reports |
5:17074 | DOI:
10.1038/srep17074.
Urutan tahap infeksius dari penularan ASF
Perilaku peternak pada saat penjualan
darurat setelah penyakit terdeteksi (T)
• Memperkuat kemampuan peternak dan pedagang dalam melakukan
diagnosa klinis tidak cukup untuk mengurangi risiko penularan ASF
lewat penjualan darurat babi dari peternakan tertular.
8 8
Penularan ASF di peternakan
belakang rumah dan skala kecil (2)
• Diasumsikan bahwa begitu kasus klinis pertama muncul,
dibutuhkan waktu T (waktu untuk deteksi sampai penjualan) untuk
babi dijual, baik ke rumah potong, atau ke perantara (seperti
pedagang atau pasar), bergantung pada diagnosis klinis peternak
atau pedagang.
• Babi dikirim ke rumah potong adalah babi klinis ASF yang gejala
klinisnya diketahui (“klinis benar”), atau babi yang salah
diidentifikasi sebagai kasus klinis ASF (“klinis palsu”), karena
misalnya gejala klinis karena patogen lain.
• Babi yang diidentifikasi secara benar sebagai kasus klinis bukan
ASF (“klinis negatif”), baik terinfeksi atau tidak dan babi klinis ASF
tetapi gejala klinis tidak diketahui oleh peternak (“klinis tidak
terdeteksi”) dijual ke perantara lewat penjualan darurat.
Sumber: Costard S. et al. 2015. Scientific Reports | 5:17074 | DOI: 10.1038/srep17074.
9 9
Alur penularan ASF berdasarkan
karakteristik epidemiologi
1. Kontak langsung babi ke babi (Direct pig-to-pig
contact).
2. Konsumsi pakan sisa yang terkontaminasi (swill
feeding).
3. Kendaraan angkut dan fomit lainnya, pakaian, alas
kaki, peralatan.
4. Pekerja dan pengunjung.
5. Bubur limbah (slurry).
6. Material genetik.
7. Gigitan caplak.
10 10
1. Kontak langsung babi ke babi
a. Isolasi fisik kelompok
ternak
b. Introduksi babi baru ke
dalam kelompok ternak
c. Tidak ada pergerakan
(movement stand still)
d. Pemasaran ternak
e. Disposal karkas
f. Perkawinan alami (natural
mating)
11 11
1a. Isolasi fisik kelompok ternak
• Bertujuan untuk membatasi potensi peluang untuk babi
peka kontak fisik dengan babi yang terinfeksi.
• Bergantung kepada sistim produksi babi, kondisi geografi
lokal dan sosio-ekonomi serta kapasitas sumberdaya yang
bisa diinvestasikan, isolasi kelompok ternak dapat
dilakukan dengan mempertahankan jarak yang cukup antar
peternakan, dengan pagar sekeliling kelompok ternak dan
membuat pintu masuk tertutup ke wilayah peternakan.
• Dengan tindakan yang sederhana seperti kandang babi
yang permanen dan pintu masuk tertutup ke peternakan
dapat mencapai tujuan yang sama dan juga dapat
diimplementasikan di pedesaan dengan sumberdaya yang
sangat terbatas.
12 12
1b. Introduksi babi baru ke dalam
kelompok ternak (1)
• Tidak ada babi yang masuk atau meninggalkan peternakan
kecuali diperlukan, dan apabila diperlukan, tindakan
pencegahan memadai harus diadopsi untuk mitigasi risiko.
• Babi yang diintroduksi ke dalam kelompok ternak harus
berasal dari sumber yang dapat dipercaya dan tersertifikasi.
• Untuk mitigasi risiko penyebaran patogen, perhatian khusus
harus diberikan kepada pengelolaan transportasi ternak dan
prosedur pembersihan dan disinfeksi kendaraan angkut dan
area bongkar/muat ternak.
• Jumlah stok babi pengganti harus dibatasi dan status
kesehatannya harus dievaluasi cermat sebelum dibeli.
13 13
1b. Introduksi babi baru ke dalam
kelompok ternak (2)
• Babi baru yang dibeli harus ditahan minimum 30 hari di
karantina atau setidaknya secara fisik terisolasi dari
kelompok ternak lainnya.
• Frekuensi introduksi juga harus dibatasi.
• Selama masa karantina, kondisi babi harus dicek secara
cermat untuk deteksi dini dalam upaya mencegah introduksi
babi berpenyakit masuk ke dalam kelompok ternak.
• Surveilans klinis adalah alat yang paling efektif untuk alat
deteksi dini ASF. Namun mengingat kesamaan gejala klinis
dengan penyakit babi yang lain, surveilans klinis harus
ditambahkan dengan surveilans serologis dan virulogis.
14 14
1c. Tidak ada pergerakan
(movement stand still)
• Apabila babi ditujukan untuk pembibitan dan produksi, dan
babi tersebut ditujukan untuk peternakan lain, maka babi
harus tetap tinggal di dalam peternakan asal selama masa
30 hari sebelum dipindahkan atau sejak lahir jika umurnya
kurang dari 30 hari.
15 15
1d. Pemasaran ternak (1)
• Di beberapa daerah, pemasaran babi hidup sangat penting dalam
perdagangan lokal. Tempat dimana babi diperjualbelikan
merupakan titik percampuran babi yang nyata dan sumber
potensial untuk penyakit.
• Babi dibawa ke tempat jual beli oleh pemilik atau pedagang dan
tempat ini menjadi titik silang dimana produsen kecil dan
komersial, pedagang dan pemotong bertemu. Oleh karenanya,
pasar menjadi titik kritis penyebaran penyakit.
• Begitu babi dibawa ke tempat jual beli, babi tersebut bercampur
dengan babi lain dan tidak lagi memiliki status kesehatan yang
sama dengan peternakan asal. Oleh karenanya, untuk membatasi
risiko penyebaran, babi yang belum terjual di tempat jual beli tidak
dibolehkan untuk direintroduksi kembali ke peternakan asal,
kecuali apabila babi tsb telah melalui masa karantina yang sesuai.
16 16
1d. Pemasaran ternak (2)
• Tempat jual beli babi harus berada
dalam supervisi veteriner yang ketat
dan babi yang diperbolehkan untuk
dibawa ke tempat seperti ini hanya
apabila disertai dengan sertifikat
kesehatan hewan yang menyatakan
bahwa status kesehatan babi
tersebut baik.
• Namun demikian, pada saat terjadi
wabah dimana kasus ASF
terkonfirmasi, tempat jual beli babi
harus ditutup.
17 17
1e. Disposal karkas
• Kendaraan yang mengangkut babi mati merupakan risiko utama
untuk penularan penyakit.
• Kendaraan seperti itu tidak diperbolehkan masuk ke dalam
peternakan dan karkas babi mati harus dikumpulkan di luar pagar.
• Supir kendaraan harus mengikuti protokol biosekuriti yang ketat
dan tidak diperbolehkan masuk ke peternakan.
• Karkas babi domestik dan babi hutan yang mati di area terinfeksi
harus diproses di bawah supervisi resmi dan babi tersebut harus
dicek dan diuji untuk deteksi dini virus ASF.
• Karkas dan bagian-bagian yang dibuang dari babi yang dipotong
harus dimusnahkan dengan insinerasi atau dikubur pada suatu
tempat pembuangan akhir yang disetujui.
• Tidak ada bagian dari babi hutan, baik hasil perburuan atau yang
ditemukan mati, terbawa ke dalam peternakan.
18 18
1f. Perkawinan alami
• Perkawinan alami biasanya disediakan melalui babi
pejantan dari luar peternakan untuk mengawini induk babi
yang dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain.
• Pergerakan babi antar kelompok dianggap sebagai praktik
yang berbahaya, oleh karenanya di area yang berisiko
seharusnya praktik seperti itu tidak dilakukan.
19 19
2. Konsumsi pakan sisa yang
terkontaminasi (swill feeding)
• Pemberian pakan sisa adalah praktik yang berisiko tinggi bagi
beberapa penyakit, termasuk ASF.
• Terdokumentasi bahwa mayoritas wabah yang terjadi di zona
bebas ASF adalah sebagai hasil dari pemberian sisa-sisa
pakan dari babi terinfeksi ke babi yang peka.
• Suatu kampanye komunikasi yang ditujukan kepada pemilik
babi harus digencarkan untuk membuat mereka mengerti
bahaya dari praktik ini.
• Apabila tidak ada peraturan khusus dan di wilayah dimana
pemberian pakan sisa dipraktikkan, perlakuan terhadap pakan
sisa dengan memastikan bahwa pakan sisa tersebut telah
dipanaskan sampai pada temperatur lebih dari 70°C.
20 20
3. Kendaraan angkut dan fomit lainnya,
pakaian, alas kaki, peralatan (1)
• Virus ASF mempunyai kemampuan bertahan yang luar biasa
dalam lingkungan untuk beberapa hari, terutama jika terlindungi
oleh material organik. Resistensi virus terhadap inaktivasi berarti
bahwa penularan dimungkinkan lewat pakaian, alas kaki,
peralatan dan kendaraan yang terkontaminasi.
• Pengemudi dan kendaraan pengangkut babi ke peternakan,
pasar atau rumah potong, mengangkut pakan, atau
mengumpulkan karkas merupakan risiko utama penularan ASF.
• Kendaraan pengangkut babi harus dibersihkan dan didisinfeksi
segera setelah setiap kali mengangkut babi, dan jika diperlukan
sebelum memuat baru babi menggunakan disinfektan yang
secara resmi disetujui oleh otoritas berwenang dan menyediakan
dokumentasi bahwa operasi ini telah dijalankan.
21 21
• Penukaran peralatan antar peternakan harus dicegah.
• Seluruh instrumen dan peralatan yang mungkin kontak dengan
babi, juga yang digunakan untuk mengendalikan (restrain) babi,
harus digunakan hanya di peternakan dan dijaga tetap bersih.
• Dalam kasus dimana instrumen/peralatan harus diangkut ke
peternakan lain, harus dibersihkan dan didisinfeksi terlebih
dahulu, begitu juga apabila dikembalikan ke peternakan.
• Dalam membersihkan dan mendisinfeksi kendaraan, perhatian
khusus harus diberikan pada badan truk, tempat bongkar muat,
peralatan yang kontak dengan babi, kabin pengemudi, dan
pakaian/sepatu bot yang digunakan selama bongkar muat.
3. Kendaraan angkut dan fomit lainnya,
pakaian, alas kaki, peralatan (2)
22 22
3. Kendaraan angkut dan fomit lainnya,
pakaian, alas kaki, peralatan (3)
• Kendaraan yang digunakan untuk mengangkut babi harus dicatat
menyangkut tempat dan tanggal disinfeksi.
• Pengemudi harus secara ketat mengikuti protokol biosekuriti
peternakan apabila menangani babi, dan sebagai aturan,
pengemudi tidak diizinkan masuk ke peternakan, paling tidak di
area dimana babi dipelihara.
• Pemilik/pemelihara babi harus mengambil tindakan pencegahan
terhadap kontaminasi dari kendaraan dengan membangun area
pemuatan babi dan tidak membiarkan pengemudi masuk ke area
dimana babi dipelihara.
23 23
4. Pekerja dan pengunjung (1)
• Pengunjung harus dilarang untuk memasuki peternakan,
baik untuk peternakan komersial dan belakang rumah.
• Orang yang memasuki peternakan, termasuk peternak dan
pekerja kandang harus tidak kontak dengan babi yang lain
selama beberapa waktu. Apabila mereka kontak, tidak
diizinkan untuk masuk ke peternakan.
• Pengunjung, termasuk pekerja kandang, harus disediakan
pakaian dan alas kaki khusus untuk digunakan dalam
kandang dan ditinggalkan di peternakan.
• Pekerja kandang atau yang bersinggungan dengan kandang
harus tidak punya kontak dengan babi lain dan tidak
memiliki babi di rumahnya.
24 24
4. Pekerja dan pengunjung (2)
• Pekerja kandang harus diinformasikan secara baik
mengenai perannya yang potensial dalam penyebaran
penyakit.
• Peternak harus dicegah untuk mengunjungi peternakan lain
dan juga dicegah untuk membiarkan orang memasuki
peternakan.
• Peternak harus mempunyai pakaian dan alas kaki khusus
untuk digunakan apabila memasuki kandang babi.
25 25
5. Bubur limbah (slurry)
• Feses dari babi terinfeksi ASF mengandung jumlah virus yang
banyak. Oleh karena itu, disposal feses, material alas kandang
(bedding) dan bubur limbah (slurry) harus diperhatikan betul-betul
di area yang berisiko.
• Penyebaran bubur Iimbah ke lahan pertanian adalah praktik
berbahaya, virus dapat diintroduksi ke lingkungan dan dapat
menginfeksi babi hutan dan babi-babi yang hidup berkeliaran (free
ranging pigs).
• Daya tahan virus ASF di lingkungan bergantung pada musim,
temperatur dingin memfasilitasi daya tahan virus sedangkan sinar
matahari dan kekeringan mengurangi daya tahan virus.
• Peternakan babi komersial normalnya menyediakan tempat
penyimpanan dimana kotoran babi mendapatkan perlakuan
dengan disinfektan spesifik.
26 26
6. Material genetik
• Tidak ada bukti bahwa penularan ASF dapat terjadi dari induk ke
foetus selama kebuntingan, begitu juga penularan seksual pada
babi.
• Meskipun demikian, virus ASF diekskresikan dalam sekresi
genital dan virus ditemukan dalam semen dari seekor babi
pejantan yang terinfeksi secara eksperimental.
• Oleh karena itu, untuk memastikan ketentuan bahwa semen
yang digunakan adalah bebas ASF, maka diterapkan
persyaratan:
• Berasal dari babi pejantan yang dipelihara sejak lahir atau
setidaknya 3 bulan sebelum dikoleksi;
• Tidak menunjukkan gejala klinis ASF pada hari pengoleksian
semen.
27 27
7. Gigitan caplak
• Caplak Ornithodoros spp. ditemukan menginfestasi kandang babi
di Afrika dan Iberian Peninsula.
• Caplak seperti ini dapat menahan infeksi virus ASF sampai
beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah
mengonsumsi babi yang mengalami viremia dan di tingkat lokal,
keterlibatan caplak dapat mempertahankan penularan ASF
jangka panjang.
• Di Madagaskar, virus diisolasi dari caplak yang mengandung
virus tersebut setidaknya selama 4 tahun, sedangkan di Portugal
lebih dari 5 tahun.
• Karena hidup caplak yang lama dan kemampuannya untuk
bertahan tanpa makan, eradikasi caplak dari peternakan babi
yang sudah lama menjadi selalu tidak berhasil.
28 28
Tindakan pencegahan di
peternakan belakang rumah
• Peternakan belakang rumah (backyard farm) dengan biosekuriti
yang buruk sekarang ini memainkan peranan penting dalam
penyebaran virus di negara-negara endemis ASF.
• Pada sistim produksi babi belakang rumah, pemberian pakan
sisa-sisa dapur merupakan praktik umum dan tindakan
biosekuriti tidak mudah untuk diimplementasikan, karena
investasi infrastruktur yang minimal dalam tipe sistim seperti ini.
• Meskipun demikian, ada satu perangkat tindakan-tindakan
pencegahan dasar yang dapat diberlakukan di peternakan
belakang rumah dan jika ini diimplementasikan secara tepat
dan ketat maka tindakan tersebut efektif untuk meminimalkan
penyebaran ASF.
Sumber: Bellini S. et al. Acta Vet Scand (2016) 58:82.
29 29
Tindakan pencegahan dasar untuk
peternakan belakang rumah (1)
1. Tidak diberikan pakan sisa, tetapi apabila diberikan pakan
sisa maka harus dimasak pada temperatur paling tidak
90°C selama 60 menit, dengan terus diaduk.
2. Cegah pemberian pakan ke babi dengan hijauan makanan
ternak segar yang dipanen dari area yang berisiko terhadap
pendedahan virus ASF.
3. Pembelian babi dari sumber yang dipercaya dan disertifikasi
(peternakan komersial yang bebas virus ASF).
4. Pertahankan pelihara babi di dalam kandang.
5. Batasi akses ke kandang babi hanya pada orang yang
bertanggungjawab terhadap ternak babi.
Sumber: Bellini S. et al. Acta Vet Scand (2016) 58:82.
30 30
Tindakan pencegahan dasar untuk
peternakan belakang rumah (2)
6. Pekerja yang kontak dengan babi harus menggunakan
pakaian dan alas kaki khusus untuk kerja dan hanya
digunakan apabila bekerja dalam kandang dan ditinggalkan
dalam kandang setelah digunakan.
7. Pekerja tidak membawa makanan ke dalam kandang.
8. Pekerja yang kontak dengan babi harus mencuci tangan
dengan sabun sebelum memasuki dan meninggalkan
kandang.
9. Menggunakan disinfektan yang efektif untuk diletakkan di
jalan masuk kandang.
10. Tidak ada babi hutan liar atau bagian-bagian dari itu, yang
kontak atau terbawa ke dalam peternakan.
31 31
Tindakan pencegahan dasar untuk
peternakan belakang rumah (3)
11. Di area berisiko adanya virus ASF pada babi hutan liar,
dimana kontaminasi viral di lingkungan tinggi, disinfektan
yang efektif, seperti kalsium hidrat (kapur yang diairkan),
harus disebarkan dan setiap kali diulang, di sekeliling
kandang babi dan di jalan masuk.
12. Pemilik babi dan orang yang bertanggungjawab terhadap babi
harus mencegah diri untuk tidak mengunjungi peternakan lain.
13. Penukaran peralatan antar peternakan harus dicegah.
14. Tidak melakukan perkawinan alami dengan menggunakan
babi pejantan dari luar peternakan yang dipindahkan dari
satu lokasi ke lokasi lain untuk mengawini induk babi.
Sumber: Bellini S. et al. Acta Vet Scand (2016) 58:82.
32 32
Tindakan pencegahan dasar untuk
peternakan belakang rumah (4)
15. Kendaraan pengangkut babi harus dibersihkan dan
didisinfeksi segera setelah setiap kali mengangkut babi, dan
jika diperlukan sebelum memuat baru babi menggunakan
disinfektan yang secara resmi disetujui oleh otoritas
berwenang.
16. Penggunaan keranjang pengangkut babi yang terbuat dari
bambu atau bahan lain yang tidak bisa didisinfeksi
sebaiknya tidak dikembalikan ke peternakan, kecuali yang
terbuat dari kawat besi dan bisa didisinfeksi.
Sumber: Elaborasi dari Bellini S. et al. Acta Vet Scand (2016) 58:82.
33 33
Deteksi dini virus ASF
• Dinas yang bertanggungjawab terhadap urusan kesehatan
hewan harus diinformasikan jika ada kasus babi mati atau
sakit.
• Pemotongan di rumah (home slaughtering) harus ada dalam
supervisi veteriner dari dinas yang bertanggung jawab
terhadap urusan kesehatan hewan.
34 34
Kesimpulan (1)
• Mengingat situasi epidemiologi dan konsekuensi
ekonomi dari introduksi ASF, maka sangat penting bagi
daerah bebas untuk dipertahankan bebas dengan
mencegah introduksi penyakit.
• Untuk tujuan itu, biosekuriti memegang peranan kunci
dalam mencegah ASF, dan mengingat siklus
epidemiologinya, tindakan-tindakan sederhana terbukti
efektif untuk memitigasi alur penularan penyakit, begitu
juga untuk di peternakan belakang rumah.
35 35
Kesimpulan (2)
• Di negara-negara tertentu, pada kasus kejadian epidemi
penyakit, ada usaha untuk mencoba menurunkan risiko
lokal dari penyebaran lebih lanjut, dengan mengurangi
jumlah peternakan belakang rumah, terutama di wilayah
sekitar peternakan komersial, dan setelahnya melarang
tipe peternakan seperti itu.
• Mengingat relevansi sosio-ekonomi dari sektor belakang
rumah, pendekatan diskriminasi semacam ini perlu
dievaluasi secara hati-hati karena hal ini dapat
menyebabkan rendahnya kepatuhan terhadap tindakan
yang diberlakukan untuk mengendalikan penyakit ini.
36 36

More Related Content

What's hot

Risiko Virus ASF, Rute Masuknya dan Dampak Ekonomi - Kementan, Tangerang, 14...
Risiko Virus ASF, Rute Masuknya dan Dampak Ekonomi  - Kementan, Tangerang, 14...Risiko Virus ASF, Rute Masuknya dan Dampak Ekonomi  - Kementan, Tangerang, 14...
Risiko Virus ASF, Rute Masuknya dan Dampak Ekonomi - Kementan, Tangerang, 14...Tata Naipospos
 
Persyaratan Negara Asal Bahan Pakan Asal Hewan (BPAH) - Bimtek Auditor Ditkes...
Persyaratan Negara Asal Bahan Pakan Asal Hewan (BPAH) - Bimtek Auditor Ditkes...Persyaratan Negara Asal Bahan Pakan Asal Hewan (BPAH) - Bimtek Auditor Ditkes...
Persyaratan Negara Asal Bahan Pakan Asal Hewan (BPAH) - Bimtek Auditor Ditkes...Tata Naipospos
 
Posedur Stamping Out (Babi Domestik) - Jakarta, 24-25 Oktober 2019
Posedur Stamping Out (Babi Domestik) - Jakarta, 24-25 Oktober 2019Posedur Stamping Out (Babi Domestik) - Jakarta, 24-25 Oktober 2019
Posedur Stamping Out (Babi Domestik) - Jakarta, 24-25 Oktober 2019Tata Naipospos
 
FGD Surveillans PMK - Pusvetma, Surabaya, 18 Januari 2021
FGD Surveillans PMK - Pusvetma, Surabaya, 18 Januari 2021FGD Surveillans PMK - Pusvetma, Surabaya, 18 Januari 2021
FGD Surveillans PMK - Pusvetma, Surabaya, 18 Januari 2021Tata Naipospos
 
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006Tata Naipospos
 
Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BUSKPIM, KKP, 12 Juni 2014
Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BUSKPIM, KKP, 12 Juni 2014Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BUSKPIM, KKP, 12 Juni 2014
Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BUSKPIM, KKP, 12 Juni 2014Tata Naipospos
 
Zona Bebas PMK di Brazil - Jakarta, Februari 2018
Zona Bebas PMK di Brazil - Jakarta, Februari 2018Zona Bebas PMK di Brazil - Jakarta, Februari 2018
Zona Bebas PMK di Brazil - Jakarta, Februari 2018Tata Naipospos
 
Bab vii kesehatan dan sanitasi
Bab vii kesehatan dan sanitasiBab vii kesehatan dan sanitasi
Bab vii kesehatan dan sanitasiRMontong
 
Risiko Masuknya Virus PMK Melalui Importasi Ternak Ruminansia Besar Dari Braz...
Risiko Masuknya Virus PMK Melalui Importasi Ternak Ruminansia Besar Dari Braz...Risiko Masuknya Virus PMK Melalui Importasi Ternak Ruminansia Besar Dari Braz...
Risiko Masuknya Virus PMK Melalui Importasi Ternak Ruminansia Besar Dari Braz...Tata Naipospos
 
Bimtek Karantina Mitigasi Risiko Karkas, Daging dan Jeroan - BUTTMKP, Bekasi,...
Bimtek Karantina Mitigasi Risiko Karkas, Daging dan Jeroan - BUTTMKP, Bekasi,...Bimtek Karantina Mitigasi Risiko Karkas, Daging dan Jeroan - BUTTMKP, Bekasi,...
Bimtek Karantina Mitigasi Risiko Karkas, Daging dan Jeroan - BUTTMKP, Bekasi,...Tata Naipospos
 
Penyusunan Analisis Risiko Pemasukan Hewan dan Produk Hewan: Avian Influenza ...
Penyusunan Analisis Risiko Pemasukan Hewan dan Produk Hewan: Avian Influenza ...Penyusunan Analisis Risiko Pemasukan Hewan dan Produk Hewan: Avian Influenza ...
Penyusunan Analisis Risiko Pemasukan Hewan dan Produk Hewan: Avian Influenza ...Tata Naipospos
 
Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...
Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...
Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...Tata Naipospos
 
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...Tata Naipospos
 
Pentingnya Azas Regionalisasi Dalam Meningkatkan Perdagangan Indonesia di Sub...
Pentingnya Azas Regionalisasi Dalam Meningkatkan Perdagangan Indonesia di Sub...Pentingnya Azas Regionalisasi Dalam Meningkatkan Perdagangan Indonesia di Sub...
Pentingnya Azas Regionalisasi Dalam Meningkatkan Perdagangan Indonesia di Sub...Tata Naipospos
 
Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021
Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021
Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021Tata Naipospos
 
Menyikapi Pemasukan Ternak/Produk Hewan Berbasis Zona - Puslitbangnak, Bogor,...
Menyikapi Pemasukan Ternak/Produk Hewan Berbasis Zona - Puslitbangnak, Bogor,...Menyikapi Pemasukan Ternak/Produk Hewan Berbasis Zona - Puslitbangnak, Bogor,...
Menyikapi Pemasukan Ternak/Produk Hewan Berbasis Zona - Puslitbangnak, Bogor,...Tata Naipospos
 
Penyakit-Penyakit Yang Wajib Dilaporkan (Notifiable Diseases) - Ditkeswan, 1 ...
Penyakit-Penyakit Yang Wajib Dilaporkan (Notifiable Diseases) - Ditkeswan, 1 ...Penyakit-Penyakit Yang Wajib Dilaporkan (Notifiable Diseases) - Ditkeswan, 1 ...
Penyakit-Penyakit Yang Wajib Dilaporkan (Notifiable Diseases) - Ditkeswan, 1 ...Tata Naipospos
 
Tinjauan Keswan Terhadap Impor Sapi dan Daging Dari Brazil - USM-ISPI - 25 Me...
Tinjauan Keswan Terhadap Impor Sapi dan Daging Dari Brazil - USM-ISPI - 25 Me...Tinjauan Keswan Terhadap Impor Sapi dan Daging Dari Brazil - USM-ISPI - 25 Me...
Tinjauan Keswan Terhadap Impor Sapi dan Daging Dari Brazil - USM-ISPI - 25 Me...Tata Naipospos
 

What's hot (20)

Risiko Virus ASF, Rute Masuknya dan Dampak Ekonomi - Kementan, Tangerang, 14...
Risiko Virus ASF, Rute Masuknya dan Dampak Ekonomi  - Kementan, Tangerang, 14...Risiko Virus ASF, Rute Masuknya dan Dampak Ekonomi  - Kementan, Tangerang, 14...
Risiko Virus ASF, Rute Masuknya dan Dampak Ekonomi - Kementan, Tangerang, 14...
 
Persyaratan Negara Asal Bahan Pakan Asal Hewan (BPAH) - Bimtek Auditor Ditkes...
Persyaratan Negara Asal Bahan Pakan Asal Hewan (BPAH) - Bimtek Auditor Ditkes...Persyaratan Negara Asal Bahan Pakan Asal Hewan (BPAH) - Bimtek Auditor Ditkes...
Persyaratan Negara Asal Bahan Pakan Asal Hewan (BPAH) - Bimtek Auditor Ditkes...
 
Posedur Stamping Out (Babi Domestik) - Jakarta, 24-25 Oktober 2019
Posedur Stamping Out (Babi Domestik) - Jakarta, 24-25 Oktober 2019Posedur Stamping Out (Babi Domestik) - Jakarta, 24-25 Oktober 2019
Posedur Stamping Out (Babi Domestik) - Jakarta, 24-25 Oktober 2019
 
FGD Surveillans PMK - Pusvetma, Surabaya, 18 Januari 2021
FGD Surveillans PMK - Pusvetma, Surabaya, 18 Januari 2021FGD Surveillans PMK - Pusvetma, Surabaya, 18 Januari 2021
FGD Surveillans PMK - Pusvetma, Surabaya, 18 Januari 2021
 
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006
 
Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BUSKPIM, KKP, 12 Juni 2014
Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BUSKPIM, KKP, 12 Juni 2014Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BUSKPIM, KKP, 12 Juni 2014
Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BUSKPIM, KKP, 12 Juni 2014
 
Zona Bebas PMK di Brazil - Jakarta, Februari 2018
Zona Bebas PMK di Brazil - Jakarta, Februari 2018Zona Bebas PMK di Brazil - Jakarta, Februari 2018
Zona Bebas PMK di Brazil - Jakarta, Februari 2018
 
Bab vii kesehatan dan sanitasi
Bab vii kesehatan dan sanitasiBab vii kesehatan dan sanitasi
Bab vii kesehatan dan sanitasi
 
Risiko Masuknya Virus PMK Melalui Importasi Ternak Ruminansia Besar Dari Braz...
Risiko Masuknya Virus PMK Melalui Importasi Ternak Ruminansia Besar Dari Braz...Risiko Masuknya Virus PMK Melalui Importasi Ternak Ruminansia Besar Dari Braz...
Risiko Masuknya Virus PMK Melalui Importasi Ternak Ruminansia Besar Dari Braz...
 
Bimtek Karantina Mitigasi Risiko Karkas, Daging dan Jeroan - BUTTMKP, Bekasi,...
Bimtek Karantina Mitigasi Risiko Karkas, Daging dan Jeroan - BUTTMKP, Bekasi,...Bimtek Karantina Mitigasi Risiko Karkas, Daging dan Jeroan - BUTTMKP, Bekasi,...
Bimtek Karantina Mitigasi Risiko Karkas, Daging dan Jeroan - BUTTMKP, Bekasi,...
 
Buku penyakit ternak
Buku penyakit ternakBuku penyakit ternak
Buku penyakit ternak
 
Penyusunan Analisis Risiko Pemasukan Hewan dan Produk Hewan: Avian Influenza ...
Penyusunan Analisis Risiko Pemasukan Hewan dan Produk Hewan: Avian Influenza ...Penyusunan Analisis Risiko Pemasukan Hewan dan Produk Hewan: Avian Influenza ...
Penyusunan Analisis Risiko Pemasukan Hewan dan Produk Hewan: Avian Influenza ...
 
Kesehatan ternak kambing
Kesehatan ternak kambingKesehatan ternak kambing
Kesehatan ternak kambing
 
Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...
Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...
Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...
 
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...
 
Pentingnya Azas Regionalisasi Dalam Meningkatkan Perdagangan Indonesia di Sub...
Pentingnya Azas Regionalisasi Dalam Meningkatkan Perdagangan Indonesia di Sub...Pentingnya Azas Regionalisasi Dalam Meningkatkan Perdagangan Indonesia di Sub...
Pentingnya Azas Regionalisasi Dalam Meningkatkan Perdagangan Indonesia di Sub...
 
Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021
Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021
Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021
 
Menyikapi Pemasukan Ternak/Produk Hewan Berbasis Zona - Puslitbangnak, Bogor,...
Menyikapi Pemasukan Ternak/Produk Hewan Berbasis Zona - Puslitbangnak, Bogor,...Menyikapi Pemasukan Ternak/Produk Hewan Berbasis Zona - Puslitbangnak, Bogor,...
Menyikapi Pemasukan Ternak/Produk Hewan Berbasis Zona - Puslitbangnak, Bogor,...
 
Penyakit-Penyakit Yang Wajib Dilaporkan (Notifiable Diseases) - Ditkeswan, 1 ...
Penyakit-Penyakit Yang Wajib Dilaporkan (Notifiable Diseases) - Ditkeswan, 1 ...Penyakit-Penyakit Yang Wajib Dilaporkan (Notifiable Diseases) - Ditkeswan, 1 ...
Penyakit-Penyakit Yang Wajib Dilaporkan (Notifiable Diseases) - Ditkeswan, 1 ...
 
Tinjauan Keswan Terhadap Impor Sapi dan Daging Dari Brazil - USM-ISPI - 25 Me...
Tinjauan Keswan Terhadap Impor Sapi dan Daging Dari Brazil - USM-ISPI - 25 Me...Tinjauan Keswan Terhadap Impor Sapi dan Daging Dari Brazil - USM-ISPI - 25 Me...
Tinjauan Keswan Terhadap Impor Sapi dan Daging Dari Brazil - USM-ISPI - 25 Me...
 

Similar to PENYAKIT BABI

Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...Tata Naipospos
 
Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...
Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...
Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...Tata Naipospos
 
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...Tata Naipospos
 
Risiko Masuknya AFS ke Indonesia - Direktorat Kesehatan Hewan, Solo, 31 Oktob...
Risiko Masuknya AFS ke Indonesia - Direktorat Kesehatan Hewan, Solo, 31 Oktob...Risiko Masuknya AFS ke Indonesia - Direktorat Kesehatan Hewan, Solo, 31 Oktob...
Risiko Masuknya AFS ke Indonesia - Direktorat Kesehatan Hewan, Solo, 31 Oktob...Tata Naipospos
 
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...Tata Naipospos
 
African swine fever: Pembelajaran dari wabah di China dan Vietnam - Seminar A...
African swine fever: Pembelajaran dari wabah di China dan Vietnam - Seminar A...African swine fever: Pembelajaran dari wabah di China dan Vietnam - Seminar A...
African swine fever: Pembelajaran dari wabah di China dan Vietnam - Seminar A...Tata Naipospos
 
Workshop Pembebasan Hog Cholera - Direktorat Kesehatan Hewan, Batam, 26-27 Ag...
Workshop Pembebasan Hog Cholera - Direktorat Kesehatan Hewan, Batam, 26-27 Ag...Workshop Pembebasan Hog Cholera - Direktorat Kesehatan Hewan, Batam, 26-27 Ag...
Workshop Pembebasan Hog Cholera - Direktorat Kesehatan Hewan, Batam, 26-27 Ag...Tata Naipospos
 
Penyakit Hewan Yang Ditularkan Melalui Media Pembawa Lain dan Dampak Yang Dit...
Penyakit Hewan Yang Ditularkan Melalui Media Pembawa Lain dan Dampak Yang Dit...Penyakit Hewan Yang Ditularkan Melalui Media Pembawa Lain dan Dampak Yang Dit...
Penyakit Hewan Yang Ditularkan Melalui Media Pembawa Lain dan Dampak Yang Dit...Tata Naipospos
 
Bahan Penyusunan Masterplan Pengendalian & Pemberantasan Classical Swine Feve...
Bahan Penyusunan Masterplan Pengendalian & Pemberantasan Classical Swine Feve...Bahan Penyusunan Masterplan Pengendalian & Pemberantasan Classical Swine Feve...
Bahan Penyusunan Masterplan Pengendalian & Pemberantasan Classical Swine Feve...Tata Naipospos
 
Risiko Masuknya African Swine Fever dan Potensi Kerugiannya - Ditkeswan-FAO I...
Risiko Masuknya African Swine Fever dan Potensi Kerugiannya - Ditkeswan-FAO I...Risiko Masuknya African Swine Fever dan Potensi Kerugiannya - Ditkeswan-FAO I...
Risiko Masuknya African Swine Fever dan Potensi Kerugiannya - Ditkeswan-FAO I...Tata Naipospos
 
Pencegahan dan Pengendalian CSF - Inception Workshop CSF, Ditkeswan-AIPEID, 2...
Pencegahan dan Pengendalian CSF - Inception Workshop CSF, Ditkeswan-AIPEID, 2...Pencegahan dan Pengendalian CSF - Inception Workshop CSF, Ditkeswan-AIPEID, 2...
Pencegahan dan Pengendalian CSF - Inception Workshop CSF, Ditkeswan-AIPEID, 2...Tata Naipospos
 
Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022
Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022
Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022Tata Naipospos
 
Upaya Mempertahankan Daerah Bebas Rabies - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pang...
Upaya Mempertahankan Daerah Bebas Rabies - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pang...Upaya Mempertahankan Daerah Bebas Rabies - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pang...
Upaya Mempertahankan Daerah Bebas Rabies - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pang...Tata Naipospos
 
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...Tata Naipospos
 
FOWL CHOLERA dan CORIZA
FOWL CHOLERA dan CORIZAFOWL CHOLERA dan CORIZA
FOWL CHOLERA dan CORIZANandaNandomo1
 
Pengendalian_Penyakit_ppt.ppt
Pengendalian_Penyakit_ppt.pptPengendalian_Penyakit_ppt.ppt
Pengendalian_Penyakit_ppt.pptItangPurnama1
 
pengendalian-penyakit1.ppt
pengendalian-penyakit1.pptpengendalian-penyakit1.ppt
pengendalian-penyakit1.pptLukman Nurdiana
 
Risiko Impor Daging Kerbau dan Perlindungan Peternak - LSM PATAKA, Jakarta, 1...
Risiko Impor Daging Kerbau dan Perlindungan Peternak - LSM PATAKA, Jakarta, 1...Risiko Impor Daging Kerbau dan Perlindungan Peternak - LSM PATAKA, Jakarta, 1...
Risiko Impor Daging Kerbau dan Perlindungan Peternak - LSM PATAKA, Jakarta, 1...Tata Naipospos
 
Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...
Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...
Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...Tata Naipospos
 

Similar to PENYAKIT BABI (20)

Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
 
Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...
Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...
Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...
 
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
 
Risiko Masuknya AFS ke Indonesia - Direktorat Kesehatan Hewan, Solo, 31 Oktob...
Risiko Masuknya AFS ke Indonesia - Direktorat Kesehatan Hewan, Solo, 31 Oktob...Risiko Masuknya AFS ke Indonesia - Direktorat Kesehatan Hewan, Solo, 31 Oktob...
Risiko Masuknya AFS ke Indonesia - Direktorat Kesehatan Hewan, Solo, 31 Oktob...
 
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
 
African swine fever: Pembelajaran dari wabah di China dan Vietnam - Seminar A...
African swine fever: Pembelajaran dari wabah di China dan Vietnam - Seminar A...African swine fever: Pembelajaran dari wabah di China dan Vietnam - Seminar A...
African swine fever: Pembelajaran dari wabah di China dan Vietnam - Seminar A...
 
Workshop Pembebasan Hog Cholera - Direktorat Kesehatan Hewan, Batam, 26-27 Ag...
Workshop Pembebasan Hog Cholera - Direktorat Kesehatan Hewan, Batam, 26-27 Ag...Workshop Pembebasan Hog Cholera - Direktorat Kesehatan Hewan, Batam, 26-27 Ag...
Workshop Pembebasan Hog Cholera - Direktorat Kesehatan Hewan, Batam, 26-27 Ag...
 
Penyakit Hewan Yang Ditularkan Melalui Media Pembawa Lain dan Dampak Yang Dit...
Penyakit Hewan Yang Ditularkan Melalui Media Pembawa Lain dan Dampak Yang Dit...Penyakit Hewan Yang Ditularkan Melalui Media Pembawa Lain dan Dampak Yang Dit...
Penyakit Hewan Yang Ditularkan Melalui Media Pembawa Lain dan Dampak Yang Dit...
 
Bahan Penyusunan Masterplan Pengendalian & Pemberantasan Classical Swine Feve...
Bahan Penyusunan Masterplan Pengendalian & Pemberantasan Classical Swine Feve...Bahan Penyusunan Masterplan Pengendalian & Pemberantasan Classical Swine Feve...
Bahan Penyusunan Masterplan Pengendalian & Pemberantasan Classical Swine Feve...
 
Risiko Masuknya African Swine Fever dan Potensi Kerugiannya - Ditkeswan-FAO I...
Risiko Masuknya African Swine Fever dan Potensi Kerugiannya - Ditkeswan-FAO I...Risiko Masuknya African Swine Fever dan Potensi Kerugiannya - Ditkeswan-FAO I...
Risiko Masuknya African Swine Fever dan Potensi Kerugiannya - Ditkeswan-FAO I...
 
Pencegahan dan Pengendalian CSF - Inception Workshop CSF, Ditkeswan-AIPEID, 2...
Pencegahan dan Pengendalian CSF - Inception Workshop CSF, Ditkeswan-AIPEID, 2...Pencegahan dan Pengendalian CSF - Inception Workshop CSF, Ditkeswan-AIPEID, 2...
Pencegahan dan Pengendalian CSF - Inception Workshop CSF, Ditkeswan-AIPEID, 2...
 
Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022
Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022
Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022
 
Upaya Mempertahankan Daerah Bebas Rabies - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pang...
Upaya Mempertahankan Daerah Bebas Rabies - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pang...Upaya Mempertahankan Daerah Bebas Rabies - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pang...
Upaya Mempertahankan Daerah Bebas Rabies - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pang...
 
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...
 
FOWL CHOLERA dan CORIZA
FOWL CHOLERA dan CORIZAFOWL CHOLERA dan CORIZA
FOWL CHOLERA dan CORIZA
 
Pengendalian_Penyakit_ppt.ppt
Pengendalian_Penyakit_ppt.pptPengendalian_Penyakit_ppt.ppt
Pengendalian_Penyakit_ppt.ppt
 
pengendalian-penyakit1.ppt
pengendalian-penyakit1.pptpengendalian-penyakit1.ppt
pengendalian-penyakit1.ppt
 
Risiko Impor Daging Kerbau dan Perlindungan Peternak - LSM PATAKA, Jakarta, 1...
Risiko Impor Daging Kerbau dan Perlindungan Peternak - LSM PATAKA, Jakarta, 1...Risiko Impor Daging Kerbau dan Perlindungan Peternak - LSM PATAKA, Jakarta, 1...
Risiko Impor Daging Kerbau dan Perlindungan Peternak - LSM PATAKA, Jakarta, 1...
 
Avian influenza
Avian influenzaAvian influenza
Avian influenza
 
Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...
Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...
Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...
 

More from Tata Naipospos

Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024Tata Naipospos
 
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...Tata Naipospos
 
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024Tata Naipospos
 
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023Tata Naipospos
 
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023Tata Naipospos
 
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...Tata Naipospos
 
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...Tata Naipospos
 
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Tata Naipospos
 
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...Tata Naipospos
 
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...Tata Naipospos
 
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...Tata Naipospos
 
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...Tata Naipospos
 
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...Tata Naipospos
 
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023Tata Naipospos
 
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...Tata Naipospos
 
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023Tata Naipospos
 
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...Tata Naipospos
 
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...Tata Naipospos
 
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...Tata Naipospos
 
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...Tata Naipospos
 

More from Tata Naipospos (20)

Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
 
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
 
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
 
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
 
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
 
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
 
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
 
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
 
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
 
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
 
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
 
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
 
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
 
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
 
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
 
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
 
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
 
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
 
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
 
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
 

Recently uploaded

Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 

Recently uploaded (20)

Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 

PENYAKIT BABI

  • 1. Drh Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Karantina Hewan Tindakan pencegahan dan pengendalian untuk meminimalkan risiko penyebaran African swine fever (ASF) di peternakan babi skala kecil dan belakang rumah Rapat Internal Pembahasan Update Pedoman Kiatvetindo ASF – 6 Juli 2020
  • 2. 2 2 Penyakit African swine fever (ASF) • African swine fever (ASF) adalah penyakit hemoragik yang sangat menular pada babi yang disebabkan oleh virus. • Pertama kali ditemukan di Kenya 1921 dan penyakit terbatas hanya menyebar di Afrika, sampai kemudian ditemukan di luar Afrika (Portugal, Eropa) pada 1957. • Penyakit menular di antara babi lewat oral dan nasal dan dapat menyebar lewat caplak. • Babi dapat juga terinfeksi lewat luka atau pakan yang terkontaminasi. • Umumnya 40-85% babi dalam kelompok terinfeksi dan yang mati berkisar antara 20-100%. Babi yang bertahan cenderung menjadi ‘carrier’ virus.
  • 3. 3 3 Kerugian ekonomi ASF • ASF dapat menyebabkan kerugian ekonomi serius bagi peternak, penurunan pendapatan pemerintah dan harga daging babi yang lebih tinggi. • Sebagai contoh, wabah di China pada 2018 menekan harga daging babi di tingkat ritel sampai 47%. Populasi babi dan konsumsi China sekitar setengah babi dunia. • Meskipun tidak menular ke manusia dan tidak mempengaruhi kesehatan masyarakat secara langsung, tetapi daging dari babi sakit tidak aman untuk dikonsumsi. • Karkas babi dengan gejala demam harus dikubur untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut yang berasal dari cairan tubuh babi.
  • 4. 4 4 Biaya pencegahan & pengendalian ASF • Penyakit ini juga menimbulkan biaya ekonomi tinggi karena tindakan-tindakan pencegahan dan pengendalian seperti: – Babi ‘carrier’ harus dimusnahkan secara manusiawi dan peternak harus mendapat kompensasi. – Babi pengganti bagi stok yang sakit atau yang digunakan untuk memulai kembali usaha budidaya babi harus disaring lewat uji. – Semua peternakan babi diregistrasi pemerintah untuk menstandarisasi praktik dan memudahkan menelusuri penyakit. – Peternak harus dilatih dan dibuat patuh terhadap tindakan-tindakan biosekuriti dan sanitasi untuk mencegah penyakit. – Suatu sistim surveilans nasional diperlukan untuk menyediakan informasi yang akurat tentang risiko dan prevalensi penyakit, sehingga pemerintah dapat membuat kebijakan dan intervensi yang tepat.
  • 5. 5 5 Biosekuriti • Biosekuriti adalah kombinasi dari semua tindakan yang dilakukan produsen ternak dan institusi pemerintah dalam mengurangi risiko masuk dan menyebarnya penyakit. • Biosekuriti berlaku di setiap tingkatan, dari tingkat peternakan/kelompok ternak sampai ke tingkat negara.
  • 6. 6 6 Dasar teknis biosekuriti • Elemen dasar biosekuriti didapatkan dari: – pengetahuan epidemiologi penyakit; – durasi ekskresi patogen dari babi terinfeksi; – rute utama ekskresi; – daya tahan (survival) pathogen dalam lingkungan; dan – rute infeksi. • Sejumlah prinsip dasar biosekuriti dapat diaplikasikan untuk semua sistim peternakan dan semua penyakit. • Meskipun demikian, dalam upaya menangani tindakan pencegahan dan pengendalian, tindakan biosekuriti yang praktis perlu disesuaikan terhadap penyakit yang menjadi target (dalam hal ini African swine fever) dan terhadap sistim peternakan yang akan diimplementasikan (dalam hal ini skala kecil dan belakang rumah).
  • 7. 7 7 Penularan ASF di peternakan skala kecil dan belakang rumah (1) • Kebanyakan pada wabah yang terjadi, peternak seringkali berupaya untuk membatasi konsekuensi ekonomi penyakit dengan menjual babinya. Sumber: Costard S. et al. 2015. Scientific Reports | 5:17074 | DOI: 10.1038/srep17074. Urutan tahap infeksius dari penularan ASF Perilaku peternak pada saat penjualan darurat setelah penyakit terdeteksi (T) • Memperkuat kemampuan peternak dan pedagang dalam melakukan diagnosa klinis tidak cukup untuk mengurangi risiko penularan ASF lewat penjualan darurat babi dari peternakan tertular.
  • 8. 8 8 Penularan ASF di peternakan belakang rumah dan skala kecil (2) • Diasumsikan bahwa begitu kasus klinis pertama muncul, dibutuhkan waktu T (waktu untuk deteksi sampai penjualan) untuk babi dijual, baik ke rumah potong, atau ke perantara (seperti pedagang atau pasar), bergantung pada diagnosis klinis peternak atau pedagang. • Babi dikirim ke rumah potong adalah babi klinis ASF yang gejala klinisnya diketahui (“klinis benar”), atau babi yang salah diidentifikasi sebagai kasus klinis ASF (“klinis palsu”), karena misalnya gejala klinis karena patogen lain. • Babi yang diidentifikasi secara benar sebagai kasus klinis bukan ASF (“klinis negatif”), baik terinfeksi atau tidak dan babi klinis ASF tetapi gejala klinis tidak diketahui oleh peternak (“klinis tidak terdeteksi”) dijual ke perantara lewat penjualan darurat. Sumber: Costard S. et al. 2015. Scientific Reports | 5:17074 | DOI: 10.1038/srep17074.
  • 9. 9 9 Alur penularan ASF berdasarkan karakteristik epidemiologi 1. Kontak langsung babi ke babi (Direct pig-to-pig contact). 2. Konsumsi pakan sisa yang terkontaminasi (swill feeding). 3. Kendaraan angkut dan fomit lainnya, pakaian, alas kaki, peralatan. 4. Pekerja dan pengunjung. 5. Bubur limbah (slurry). 6. Material genetik. 7. Gigitan caplak.
  • 10. 10 10 1. Kontak langsung babi ke babi a. Isolasi fisik kelompok ternak b. Introduksi babi baru ke dalam kelompok ternak c. Tidak ada pergerakan (movement stand still) d. Pemasaran ternak e. Disposal karkas f. Perkawinan alami (natural mating)
  • 11. 11 11 1a. Isolasi fisik kelompok ternak • Bertujuan untuk membatasi potensi peluang untuk babi peka kontak fisik dengan babi yang terinfeksi. • Bergantung kepada sistim produksi babi, kondisi geografi lokal dan sosio-ekonomi serta kapasitas sumberdaya yang bisa diinvestasikan, isolasi kelompok ternak dapat dilakukan dengan mempertahankan jarak yang cukup antar peternakan, dengan pagar sekeliling kelompok ternak dan membuat pintu masuk tertutup ke wilayah peternakan. • Dengan tindakan yang sederhana seperti kandang babi yang permanen dan pintu masuk tertutup ke peternakan dapat mencapai tujuan yang sama dan juga dapat diimplementasikan di pedesaan dengan sumberdaya yang sangat terbatas.
  • 12. 12 12 1b. Introduksi babi baru ke dalam kelompok ternak (1) • Tidak ada babi yang masuk atau meninggalkan peternakan kecuali diperlukan, dan apabila diperlukan, tindakan pencegahan memadai harus diadopsi untuk mitigasi risiko. • Babi yang diintroduksi ke dalam kelompok ternak harus berasal dari sumber yang dapat dipercaya dan tersertifikasi. • Untuk mitigasi risiko penyebaran patogen, perhatian khusus harus diberikan kepada pengelolaan transportasi ternak dan prosedur pembersihan dan disinfeksi kendaraan angkut dan area bongkar/muat ternak. • Jumlah stok babi pengganti harus dibatasi dan status kesehatannya harus dievaluasi cermat sebelum dibeli.
  • 13. 13 13 1b. Introduksi babi baru ke dalam kelompok ternak (2) • Babi baru yang dibeli harus ditahan minimum 30 hari di karantina atau setidaknya secara fisik terisolasi dari kelompok ternak lainnya. • Frekuensi introduksi juga harus dibatasi. • Selama masa karantina, kondisi babi harus dicek secara cermat untuk deteksi dini dalam upaya mencegah introduksi babi berpenyakit masuk ke dalam kelompok ternak. • Surveilans klinis adalah alat yang paling efektif untuk alat deteksi dini ASF. Namun mengingat kesamaan gejala klinis dengan penyakit babi yang lain, surveilans klinis harus ditambahkan dengan surveilans serologis dan virulogis.
  • 14. 14 14 1c. Tidak ada pergerakan (movement stand still) • Apabila babi ditujukan untuk pembibitan dan produksi, dan babi tersebut ditujukan untuk peternakan lain, maka babi harus tetap tinggal di dalam peternakan asal selama masa 30 hari sebelum dipindahkan atau sejak lahir jika umurnya kurang dari 30 hari.
  • 15. 15 15 1d. Pemasaran ternak (1) • Di beberapa daerah, pemasaran babi hidup sangat penting dalam perdagangan lokal. Tempat dimana babi diperjualbelikan merupakan titik percampuran babi yang nyata dan sumber potensial untuk penyakit. • Babi dibawa ke tempat jual beli oleh pemilik atau pedagang dan tempat ini menjadi titik silang dimana produsen kecil dan komersial, pedagang dan pemotong bertemu. Oleh karenanya, pasar menjadi titik kritis penyebaran penyakit. • Begitu babi dibawa ke tempat jual beli, babi tersebut bercampur dengan babi lain dan tidak lagi memiliki status kesehatan yang sama dengan peternakan asal. Oleh karenanya, untuk membatasi risiko penyebaran, babi yang belum terjual di tempat jual beli tidak dibolehkan untuk direintroduksi kembali ke peternakan asal, kecuali apabila babi tsb telah melalui masa karantina yang sesuai.
  • 16. 16 16 1d. Pemasaran ternak (2) • Tempat jual beli babi harus berada dalam supervisi veteriner yang ketat dan babi yang diperbolehkan untuk dibawa ke tempat seperti ini hanya apabila disertai dengan sertifikat kesehatan hewan yang menyatakan bahwa status kesehatan babi tersebut baik. • Namun demikian, pada saat terjadi wabah dimana kasus ASF terkonfirmasi, tempat jual beli babi harus ditutup.
  • 17. 17 17 1e. Disposal karkas • Kendaraan yang mengangkut babi mati merupakan risiko utama untuk penularan penyakit. • Kendaraan seperti itu tidak diperbolehkan masuk ke dalam peternakan dan karkas babi mati harus dikumpulkan di luar pagar. • Supir kendaraan harus mengikuti protokol biosekuriti yang ketat dan tidak diperbolehkan masuk ke peternakan. • Karkas babi domestik dan babi hutan yang mati di area terinfeksi harus diproses di bawah supervisi resmi dan babi tersebut harus dicek dan diuji untuk deteksi dini virus ASF. • Karkas dan bagian-bagian yang dibuang dari babi yang dipotong harus dimusnahkan dengan insinerasi atau dikubur pada suatu tempat pembuangan akhir yang disetujui. • Tidak ada bagian dari babi hutan, baik hasil perburuan atau yang ditemukan mati, terbawa ke dalam peternakan.
  • 18. 18 18 1f. Perkawinan alami • Perkawinan alami biasanya disediakan melalui babi pejantan dari luar peternakan untuk mengawini induk babi yang dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain. • Pergerakan babi antar kelompok dianggap sebagai praktik yang berbahaya, oleh karenanya di area yang berisiko seharusnya praktik seperti itu tidak dilakukan.
  • 19. 19 19 2. Konsumsi pakan sisa yang terkontaminasi (swill feeding) • Pemberian pakan sisa adalah praktik yang berisiko tinggi bagi beberapa penyakit, termasuk ASF. • Terdokumentasi bahwa mayoritas wabah yang terjadi di zona bebas ASF adalah sebagai hasil dari pemberian sisa-sisa pakan dari babi terinfeksi ke babi yang peka. • Suatu kampanye komunikasi yang ditujukan kepada pemilik babi harus digencarkan untuk membuat mereka mengerti bahaya dari praktik ini. • Apabila tidak ada peraturan khusus dan di wilayah dimana pemberian pakan sisa dipraktikkan, perlakuan terhadap pakan sisa dengan memastikan bahwa pakan sisa tersebut telah dipanaskan sampai pada temperatur lebih dari 70°C.
  • 20. 20 20 3. Kendaraan angkut dan fomit lainnya, pakaian, alas kaki, peralatan (1) • Virus ASF mempunyai kemampuan bertahan yang luar biasa dalam lingkungan untuk beberapa hari, terutama jika terlindungi oleh material organik. Resistensi virus terhadap inaktivasi berarti bahwa penularan dimungkinkan lewat pakaian, alas kaki, peralatan dan kendaraan yang terkontaminasi. • Pengemudi dan kendaraan pengangkut babi ke peternakan, pasar atau rumah potong, mengangkut pakan, atau mengumpulkan karkas merupakan risiko utama penularan ASF. • Kendaraan pengangkut babi harus dibersihkan dan didisinfeksi segera setelah setiap kali mengangkut babi, dan jika diperlukan sebelum memuat baru babi menggunakan disinfektan yang secara resmi disetujui oleh otoritas berwenang dan menyediakan dokumentasi bahwa operasi ini telah dijalankan.
  • 21. 21 21 • Penukaran peralatan antar peternakan harus dicegah. • Seluruh instrumen dan peralatan yang mungkin kontak dengan babi, juga yang digunakan untuk mengendalikan (restrain) babi, harus digunakan hanya di peternakan dan dijaga tetap bersih. • Dalam kasus dimana instrumen/peralatan harus diangkut ke peternakan lain, harus dibersihkan dan didisinfeksi terlebih dahulu, begitu juga apabila dikembalikan ke peternakan. • Dalam membersihkan dan mendisinfeksi kendaraan, perhatian khusus harus diberikan pada badan truk, tempat bongkar muat, peralatan yang kontak dengan babi, kabin pengemudi, dan pakaian/sepatu bot yang digunakan selama bongkar muat. 3. Kendaraan angkut dan fomit lainnya, pakaian, alas kaki, peralatan (2)
  • 22. 22 22 3. Kendaraan angkut dan fomit lainnya, pakaian, alas kaki, peralatan (3) • Kendaraan yang digunakan untuk mengangkut babi harus dicatat menyangkut tempat dan tanggal disinfeksi. • Pengemudi harus secara ketat mengikuti protokol biosekuriti peternakan apabila menangani babi, dan sebagai aturan, pengemudi tidak diizinkan masuk ke peternakan, paling tidak di area dimana babi dipelihara. • Pemilik/pemelihara babi harus mengambil tindakan pencegahan terhadap kontaminasi dari kendaraan dengan membangun area pemuatan babi dan tidak membiarkan pengemudi masuk ke area dimana babi dipelihara.
  • 23. 23 23 4. Pekerja dan pengunjung (1) • Pengunjung harus dilarang untuk memasuki peternakan, baik untuk peternakan komersial dan belakang rumah. • Orang yang memasuki peternakan, termasuk peternak dan pekerja kandang harus tidak kontak dengan babi yang lain selama beberapa waktu. Apabila mereka kontak, tidak diizinkan untuk masuk ke peternakan. • Pengunjung, termasuk pekerja kandang, harus disediakan pakaian dan alas kaki khusus untuk digunakan dalam kandang dan ditinggalkan di peternakan. • Pekerja kandang atau yang bersinggungan dengan kandang harus tidak punya kontak dengan babi lain dan tidak memiliki babi di rumahnya.
  • 24. 24 24 4. Pekerja dan pengunjung (2) • Pekerja kandang harus diinformasikan secara baik mengenai perannya yang potensial dalam penyebaran penyakit. • Peternak harus dicegah untuk mengunjungi peternakan lain dan juga dicegah untuk membiarkan orang memasuki peternakan. • Peternak harus mempunyai pakaian dan alas kaki khusus untuk digunakan apabila memasuki kandang babi.
  • 25. 25 25 5. Bubur limbah (slurry) • Feses dari babi terinfeksi ASF mengandung jumlah virus yang banyak. Oleh karena itu, disposal feses, material alas kandang (bedding) dan bubur limbah (slurry) harus diperhatikan betul-betul di area yang berisiko. • Penyebaran bubur Iimbah ke lahan pertanian adalah praktik berbahaya, virus dapat diintroduksi ke lingkungan dan dapat menginfeksi babi hutan dan babi-babi yang hidup berkeliaran (free ranging pigs). • Daya tahan virus ASF di lingkungan bergantung pada musim, temperatur dingin memfasilitasi daya tahan virus sedangkan sinar matahari dan kekeringan mengurangi daya tahan virus. • Peternakan babi komersial normalnya menyediakan tempat penyimpanan dimana kotoran babi mendapatkan perlakuan dengan disinfektan spesifik.
  • 26. 26 26 6. Material genetik • Tidak ada bukti bahwa penularan ASF dapat terjadi dari induk ke foetus selama kebuntingan, begitu juga penularan seksual pada babi. • Meskipun demikian, virus ASF diekskresikan dalam sekresi genital dan virus ditemukan dalam semen dari seekor babi pejantan yang terinfeksi secara eksperimental. • Oleh karena itu, untuk memastikan ketentuan bahwa semen yang digunakan adalah bebas ASF, maka diterapkan persyaratan: • Berasal dari babi pejantan yang dipelihara sejak lahir atau setidaknya 3 bulan sebelum dikoleksi; • Tidak menunjukkan gejala klinis ASF pada hari pengoleksian semen.
  • 27. 27 27 7. Gigitan caplak • Caplak Ornithodoros spp. ditemukan menginfestasi kandang babi di Afrika dan Iberian Peninsula. • Caplak seperti ini dapat menahan infeksi virus ASF sampai beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah mengonsumsi babi yang mengalami viremia dan di tingkat lokal, keterlibatan caplak dapat mempertahankan penularan ASF jangka panjang. • Di Madagaskar, virus diisolasi dari caplak yang mengandung virus tersebut setidaknya selama 4 tahun, sedangkan di Portugal lebih dari 5 tahun. • Karena hidup caplak yang lama dan kemampuannya untuk bertahan tanpa makan, eradikasi caplak dari peternakan babi yang sudah lama menjadi selalu tidak berhasil.
  • 28. 28 28 Tindakan pencegahan di peternakan belakang rumah • Peternakan belakang rumah (backyard farm) dengan biosekuriti yang buruk sekarang ini memainkan peranan penting dalam penyebaran virus di negara-negara endemis ASF. • Pada sistim produksi babi belakang rumah, pemberian pakan sisa-sisa dapur merupakan praktik umum dan tindakan biosekuriti tidak mudah untuk diimplementasikan, karena investasi infrastruktur yang minimal dalam tipe sistim seperti ini. • Meskipun demikian, ada satu perangkat tindakan-tindakan pencegahan dasar yang dapat diberlakukan di peternakan belakang rumah dan jika ini diimplementasikan secara tepat dan ketat maka tindakan tersebut efektif untuk meminimalkan penyebaran ASF. Sumber: Bellini S. et al. Acta Vet Scand (2016) 58:82.
  • 29. 29 29 Tindakan pencegahan dasar untuk peternakan belakang rumah (1) 1. Tidak diberikan pakan sisa, tetapi apabila diberikan pakan sisa maka harus dimasak pada temperatur paling tidak 90°C selama 60 menit, dengan terus diaduk. 2. Cegah pemberian pakan ke babi dengan hijauan makanan ternak segar yang dipanen dari area yang berisiko terhadap pendedahan virus ASF. 3. Pembelian babi dari sumber yang dipercaya dan disertifikasi (peternakan komersial yang bebas virus ASF). 4. Pertahankan pelihara babi di dalam kandang. 5. Batasi akses ke kandang babi hanya pada orang yang bertanggungjawab terhadap ternak babi. Sumber: Bellini S. et al. Acta Vet Scand (2016) 58:82.
  • 30. 30 30 Tindakan pencegahan dasar untuk peternakan belakang rumah (2) 6. Pekerja yang kontak dengan babi harus menggunakan pakaian dan alas kaki khusus untuk kerja dan hanya digunakan apabila bekerja dalam kandang dan ditinggalkan dalam kandang setelah digunakan. 7. Pekerja tidak membawa makanan ke dalam kandang. 8. Pekerja yang kontak dengan babi harus mencuci tangan dengan sabun sebelum memasuki dan meninggalkan kandang. 9. Menggunakan disinfektan yang efektif untuk diletakkan di jalan masuk kandang. 10. Tidak ada babi hutan liar atau bagian-bagian dari itu, yang kontak atau terbawa ke dalam peternakan.
  • 31. 31 31 Tindakan pencegahan dasar untuk peternakan belakang rumah (3) 11. Di area berisiko adanya virus ASF pada babi hutan liar, dimana kontaminasi viral di lingkungan tinggi, disinfektan yang efektif, seperti kalsium hidrat (kapur yang diairkan), harus disebarkan dan setiap kali diulang, di sekeliling kandang babi dan di jalan masuk. 12. Pemilik babi dan orang yang bertanggungjawab terhadap babi harus mencegah diri untuk tidak mengunjungi peternakan lain. 13. Penukaran peralatan antar peternakan harus dicegah. 14. Tidak melakukan perkawinan alami dengan menggunakan babi pejantan dari luar peternakan yang dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain untuk mengawini induk babi. Sumber: Bellini S. et al. Acta Vet Scand (2016) 58:82.
  • 32. 32 32 Tindakan pencegahan dasar untuk peternakan belakang rumah (4) 15. Kendaraan pengangkut babi harus dibersihkan dan didisinfeksi segera setelah setiap kali mengangkut babi, dan jika diperlukan sebelum memuat baru babi menggunakan disinfektan yang secara resmi disetujui oleh otoritas berwenang. 16. Penggunaan keranjang pengangkut babi yang terbuat dari bambu atau bahan lain yang tidak bisa didisinfeksi sebaiknya tidak dikembalikan ke peternakan, kecuali yang terbuat dari kawat besi dan bisa didisinfeksi. Sumber: Elaborasi dari Bellini S. et al. Acta Vet Scand (2016) 58:82.
  • 33. 33 33 Deteksi dini virus ASF • Dinas yang bertanggungjawab terhadap urusan kesehatan hewan harus diinformasikan jika ada kasus babi mati atau sakit. • Pemotongan di rumah (home slaughtering) harus ada dalam supervisi veteriner dari dinas yang bertanggung jawab terhadap urusan kesehatan hewan.
  • 34. 34 34 Kesimpulan (1) • Mengingat situasi epidemiologi dan konsekuensi ekonomi dari introduksi ASF, maka sangat penting bagi daerah bebas untuk dipertahankan bebas dengan mencegah introduksi penyakit. • Untuk tujuan itu, biosekuriti memegang peranan kunci dalam mencegah ASF, dan mengingat siklus epidemiologinya, tindakan-tindakan sederhana terbukti efektif untuk memitigasi alur penularan penyakit, begitu juga untuk di peternakan belakang rumah.
  • 35. 35 35 Kesimpulan (2) • Di negara-negara tertentu, pada kasus kejadian epidemi penyakit, ada usaha untuk mencoba menurunkan risiko lokal dari penyebaran lebih lanjut, dengan mengurangi jumlah peternakan belakang rumah, terutama di wilayah sekitar peternakan komersial, dan setelahnya melarang tipe peternakan seperti itu. • Mengingat relevansi sosio-ekonomi dari sektor belakang rumah, pendekatan diskriminasi semacam ini perlu dievaluasi secara hati-hati karena hal ini dapat menyebabkan rendahnya kepatuhan terhadap tindakan yang diberlakukan untuk mengendalikan penyakit ini.
  • 36. 36 36