Dokumen tersebut memberikan ringkasan dan rekomendasi terkait pengendalian dan penanganan wabah African Swine Fever di Indonesia. Beberapa poin penting yang disarankan antara lain melakukan surveilans pasif, meningkatkan biosekuritas di peternakan babi, dan melakukan pemulihan produksi hanya setelah kandang dikosongkan selama 4-6 bulan beserta penggunaan babi sentinel.
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
Pengendalian dan Penanganan African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan - Presentasi Zoom, 18 Juni 2020
1. Pengendalian dan Penanganan
African Swine Fever (ASF)
Drh Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD
Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesmavet dan
Karantina Hewan
Rapat Koordinasi Penanggulangan
Kematian Ternak Babi
Presentasi Zoom, 18 Juni 2020
2. Peta populasi babi per kabupatan
di Indonesia (2017) Kab/Kota Babi (ekor)
Kep. Mentawai 24.918
Tanah Datar 5
Pasaman 6
Pasaman Barat 136
SUMBAR 25.065
Sumber: BPS Sumbar (2019)
3. Rekomendasi pengendalian ASF
• Surveilans pasif harus lebih ditingkatkan untuk deteksi
dini dan pengendalian daripada surveilans aktif
• Komunikasi risiko
• Kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) untuk
peternak babi (materi KIE / layanan teknis / asosiasi
produsen)
• Pelibatan otoritas desa dalam melaporkan setiap kali ada
kematian babi
• Pengembangan rekomendasi kebijakan yang layak dan
dapat diterapkan
• Tidak melakukan ‘stamping out’ di daerah yang sudah tertular
vs di daerah yang bebas jika deteksi dini dapat dilakukan
4. Rekomendasi penanganan oleh
Dinas Provinsi dan Kabupaten/Kota
• Pembatasan pergerakan babi hidup (termasuk babi jantan untuk
pemacek), produk babi dan fomit lainnya dari area tertular ke
area yang tidak diketahui statusnya (dianggap bebas)
• Perkuat penemuan kasus penyakit di area tertular dengan
meningkatkan surveilans pasif
• Jika kasus terdeteksi secara dini, laksanakan 3D yang tepat
(Depopulasi, Disposal dan Dekontaminasi)
• Bangun unit respon cepat di setiap kecamatan tertular
• Lakukan pelatihan untuk petugas Dinas / peternak / masyarakat
• Buat profil populasi babi di setiap kabupatan
• Lakukan komunikasi risiko berkelanjutan di tingkat kecamatan di
area terinfeksi
5. Surveilans pasif dan
aktif untuk tindakan
di lapangan
AKSI
Komponen
surveilans
Pelaporan
penyakit
Investigasi
Epidemiologis
Analisis Data
Komunikasi
Informasi
Pengumpulan
Data & Sampel
6. Faktor risiko penyebaran ASF
Faktor risiko utama pada peternakan
babi rakyat diinduksi oleh ORANG:
• pergerakan ilegal daging babi
terinfeksi
• pemberian sisa-sisa pakan (SWILL)
• terduga kasus tidak dilaporkan
(UNDER REPORTING)
• penjualan darurat (EMERGENCY
SALES)
Sumber: Bellini et al. Acta Vet Scand (2016) 58:82
7. Biosekuriti vs (Vaksinasi)
• Tidak ada vaksin dan tidak ada pengobatan tersedia
(babi terinfeksi/yang divaksinasi tidak menghasilkan
antibodi yang bisa menetralisasi virus)
• Oleh karena itu tindakan bosekuriti menjadi esensial,
sebagai contoh: hindarkan pemberian sisa-sisa pakan
(swill feeding), gunakan pakaian kandang, karantinakan
babi yang baru datang dan pemisahan antara kelompok
babi yang berbeda
BIOSEKURITI adalah tindakan paling penting
dalam pengendalian dan penanganan ASF
8. Sisa-sisa untuk makanan babi
(PIG SWILL)
Jangan berikan sisa-sisa
(sampah) untuk makanan babi
kecuali dengan memasaknya
pada temperatur paling tidak 90°C
selama 60 menit, dengan diaduk
terus (OIE TAHC Artikel 15.1.22.)
9. Sumber dan jalur utama penularan selama
berlangsungnya wabah ASF pada babi domestik
Sumber dan penularan virus Jumlah %
Penjualan babi sakit 1 0,3
Bertetangga dengan peternak babi belakang rumah
yang terinfeksi
5 1,7
Kontak langsung dengan orang (makan di peternakan) 1 0,3
Kontak selama transportasi, pengapalan, lalu lintas 108 38
Babi liar terinfeksi ASF 4 1,4
Pemberian pakan sisa (swill feeding) 100 35
Tidak dapat ditentukan 65 23
Total 284 100
Sumber: Scientific Opinion on African swine fever (EFSA Journal 2014;12(4):3628)
10. Tipe peternakan babi yang berbeda
• Peternakan babi belakang rumah / peternakan komersial /
babi yang bebas berkeliaran (lihat foto)
• Opsi biosekuriti & pengisian kembali (restocking) berbeda
• Rantai pasar (value chain) berbeda untuk tipe peternakan
yang berbeda, lingkungan dan sosio-budaya berbeda
11. Contoh rantai pasar
ternak babi di Bali
Sumber: Sukanata I.W. (2017).
Manajemen pemasaran ternak babi untuk
meningkatkan pendapatan peternak.
• Tidak ada RPH resmi, biasanya
babi dipotong oleh pemotong
atau pedagang babi guling
٧ ٧
12. Daya tahan hidup (survival) virus ASF
dalam lingkungan yang berbeda
• Virus ASF
sangat resisten
terhadap
lingkungan
• Virus dapat
bertahan untuk
jangka waktu
lama dalam
lingkungan
Media Kondisi Survival
Darah
4 ℃ 18 bulan
Temperatur normal 15 minggu
56 ℃ 70 menit
60 ℃ 30 menit
Papan terkena
darah
- 70 hari
Daging
- 18 ℃ >1000 hari
4 ℃ 150 hari
Sumsum - 4 ℃ 188 hari
Feses / urin
4 ℃ 160 hari
Temperatur normal 11 hari
daging, darah, jaringan, feses/urin, begitu juga di peternakan,
pasar, rumah potong, kendaraan dan lingkungan lainnya
13. Epidemiologi ASF di lapangan
Virus ASF dapat menyebar
ke babi yang sehat melalui
banyak cara dari:
• kontak dengan babi yang
sakit atau fesesnya
• babi hutan
• caplak
• daging babi terinfeksi
yang diberikan ke babi
Belum dipahami alur
penularan mana yang
paling penting
Swill
Feces
Direct
contact
Ticks
Bush
pigs
Warthogs
Sisa
pakan
Babi
hutan
Feses
Caplak
Warthog
Kontak
langsung
14. Pengamatan keberadaan babi hutan
di Indonesia
• Sus verrucosus (bagong/goteng /babi
kutil) - endemik di Jawa
• Sus barbatus (babi berjenggot/nangoy) -
hidup di Sumatera dan Kalimantan
• Sus scrofa (babi celeng/bijung/botol) -
terdapat di seluruh kepulauan yang ada
di Indonesia
• Sus celebensis (babi rusa) - hidup di
Sulawesi dan sebagian Papua
Dugaan
ASF pada
babi hutan
(8/12) di
Aceha
a media reports
Sumber: Perbakin (Sep 2015)
15. Biosekuriti untuk peternakan babi
rakyat dan skala kecil
• Lokasi dan pemagaran
peternakan babi
• Pekerja dan pengunjung
• Kendaraan dan peralatan
• Pengendalian hama
• Introduksi babi yang sehat
• Pemisahan kelompok umur
• Pembersihan dan disinfeksi
16. Disposal tidak sesuai prosedur
Implikasi nyata terhadap epidemiologi
dan pengendalian penyakit
vASF stabil pada karkas
(babi mati) selama 3-5 minggu
17. Penggunaan keranjang angkut babi
• Penggunaan keranjang yang terbuat
dari bambu atau bahan lain yang
tidak bisa didisinfeksi sebaiknya tidak
dikembalikan ke peternakan, kecuali
yang terbuat dari kawat besi dan bisa
didisinfeksi
18. Bagaimana menghancurkan virus ASF?
• Panas (70°C, 30 menit)
• Sinar matahari
• Disinfektans yang cocok untuk ASF:
• 2% soda kaustik (sodium hidrat)
• Deterjen dan Substitusi Fenol
• Sodium atau Kalsium hipoklorit (2-3%)
• Senyawa yodium
• Bersihkan sebelum disinfeksi!
Sumber: Alcrudo T. B. Regional Office
for Europe and Central Asia FAO.
19. Bagaimana babi domestik/babi hutan
terinfeksi?
• Kontak langsung dengan
babi sakit atau darah
terinfeksi
• Perkawinan babi (misal:
penggunaan babi
pemacek)
• Kontaminasi dengan fomit
(peralatan, kendaraan,
pakaian, sepatu….)
• Makan sampah
• Mencari-cari sesuatu dari
bangkai babi
• Lalat atau insekta
20. Pemulihan produksi (recovery)
• Pemulihan produksi (recovery) mengacu pada proses
reintroduksi babi hidup untuk pembibitan setelah semua kandang
telah dibersihkan, didisinfeksi, fasilitas direnovasi, dan ada
perbaikan tindakan manajemen setelah meletupnya wabah ASF
di peternakan tersebut
• Masa kosong kandang mengacu pada interval dari waktu ketika
semua babi telah dikeluarkan dan kandang telah dibersihkan,
didisinfeksi pertama kali untuk reintroduksi babi bibit
• Berdasarkan karakteristik biologik virus ASF, maka masa kosong
kandang dianjurkan selama 4 - 6 bulan.
• Waktu yang lebih akurat dan spesifik lagi bisa ditetapkan dengan
melakukan penilaian risiko (risk assessment)
Sumber: China Technical guide for resuming production of infected swine fever farms
21. Pengisian kembali (restocking)
dengan penempatan babi sentinel
• Seleksi babi sentinel harus benar-benar diperoleh dari sumber
yang bersih dan sehat
• Babi potong (feedlot): tempatkan dalam setiap kandang 1 - 2 ekor
babi sentinel yang diberi makan selama 21 hari
• Babi bibit (breeding farm): 10 - 20% babi sentinel dari kapasitais
penuh yang pernah dicapai yang diberi makan selama 42 hari
• Sebelum babi sentinel dimasukkan, babi harus tidak menunjukan
abnormalitas klinis dan hasil uji sampling negatif
• Setelah 21 hari untuk peternakan babi potong atau 42 hari untuk
babi bibit, apabila babi sentinel tidak ada abnormalitas dalam
pengamatan klinis dan uji sampling negatif, maka peternakan
dapat mempersiapkan diri untuk memulai kembali produksinya
Sumber: China Technical guide for resuming production
of infected swine fever farms
22. Penutup (1)
• Surveilans pasif adalah metoda yang paling efektif untuk deteksi
dini dan pengendalian (iSIKHNAS?)
• Menemukan dan melakukan disposal terhadap bangkai babi
yang mati adalah esensial untuk mencegah penularan
• Biosekuriti di lokasi peternakan dan rantai pasar babi adalah
sangat penting dan merupakan satu-satunya pencegahan untuk
penyakit tidak menyebar lebih lanjut dan menghentikan wabah
• Pengisian kembali (restocking) baru bisa dilakukan setelah
biosekuriti benar-benar dilakukan dan kandang dikosongkan
selama 4 - 6 bulan
• Apabila digunakan babi sentinel, maka produksi bisa dimulai
kembali setelah tidak ada abnormalitas klinis dan uji sampling
negatef (21 hari untuk babi potong dan 42 hari untuk babi bibit)
23. Penutup (2)
• Pembelajaran dari pengalaman Uganda:
– Kebanyakan tindakan-tindakan biosekuriti tidak
diimplementasikan oleh sebagian besar peternakan babi
skala kecil dan simpul-simpul lainnya dari rantai pasar (pig
value chain) (Dione et al., 2015).
– Peningkatan tindakan biosekuriti di peternakan dalam waktu
2 minggu dapat mengurangi kemungkinan kejadian wabah
ASF dalam kelompok sebanyak 74% (Barongo et al., 2016)