SlideShare a Scribd company logo
1 of 43
Download to read offline
Pentingnya Biosekuriti dalam
Pencegahan Penyakit Menular
di Balai Pembibitan Ternak
Drh Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD
Bimbingan Teknis Kompetensi Biosekuriti
BPTUHPT Siborongborong
Kamis, 20 Oktober 2022
Topik presentasi
Pendahuluan
Biosekuriti
eksternal
Biosekuriti
internal Penutup
01
03
02
04
Pendahuluan
01
Pencegahan penyakit
• Pencegahan penyakit menular pada babi penting untuk kesejahteraan
hewan dan produktivitas ekonomi.
• Pencegahan penyakit menular juga penting untuk keamanan pangan dan
kesehatan masyarakat apabila menyangkut patogen yang zoonotik.
• Biosekuriti mencakup semua aspek pencegahan patogen yang masuk dan
menyebar dalam kelompok hewan.
• Dengan muncul & munculnya kembali penyakit yang sulit dikendalikan
seperti African swine fever (ASF) atau porcine epidemic diarrhoea (PED),
persepsi tentang pentingnya kesehatan babi dan hubungannya dengan
biosekuriti telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Sumber: Alarcon L.V. Biosecurity in pig farms: a review. Porcine Health Management volume 7, Article number: 5 (2021)
Biosekuriti
• Biosekuriti dapat didefinisikan sebagai penerapan tindakan-tindakan dalam
bentuk:
• BIOSEKURITI EKSTERNAL yang bertujuan mengurangi probabilitas
introduksi patogen ke peternakan;
• BIOSEKURITI INTERNAL yang bertujuan untuk mengurangi penyebaran
lebih lanjut patogen di dalam peternakan
• Ide utamanya adalah untuk menghindari penularan, baik di antara peternakan
atau di dalam peternakan.
• Pengetahuan tentang epidemiologi penyakit tidak selalu tersedia, tetapi karena
cara penularan patogen terbatas pada beberapa yang sudah diketahui, maka
adalah mungkin untuk menerapkan biosekuriti yang efektif meskipun dengan
beberapa kesenjangan dalam pengetahuan kita tentang penyakit tertentu.
Sumber: Alarcon L.V. Biosecurity in pig farms: a review. Porcine Health Management volume 7, Article number: 5 (2021)
Biosekuriti adalah elemen kunci dari
segitiga pengendalian penyakit
BIOSEKURITI
SEGITIGA
PENGENDALIAN
PENYAKIT
• Biosekuriti, pengobatan/vaksinasi dan
manajemen peternakan yang baik
adalah tiga sisi dari segitiga pengendalian
penyakit (disease control triangle).
• Implementasi aktual dari tindakan-
tindakan biosekuriti yang dipilih
melibatkan aspek ekonomi, sosiologi
dan bahkan psikologi.
Penyakit menular pada babi di Indonesia
• Penyakit menular pada babi yang dilaporkan di Indonesia:
- Classical swine fever (CSF)
- Porcine reproductive respiratory syndrome (PRRS)
- African swine fever (ASF)
- Porcine epidemic diarrhoea (PED)
- Penyakit bakterial:
- Leptospirosis
- Salmonellosis
- Porcine cysticercosis
- Trichinellosis
Penularan penyakit
Penularan horizontal
Langsung Tidak langsung Udara
• Kontak langsung
• Jalur droplet
• Perkawinan
• Kelahiran
• Sekresi
• Ekskresi
• Vektor
• Lingkungan
• Jalur droplet,
• Debu
Penularan vertikal
• Infeksi-fetus
• Susu
• Kolostrum
Tahapan produksi babi
• Pembiakan (breeding)
• Kebuntingan (gestation)
• Kelahiran (farrowing)
• Penyapihan (weaning)
• Babi muda (feeder)
• Babi pengganti (replacement)
Rancangan program biosekuriti
• Untuk rancangan program biosekuriti yang
efektif, DOKTER HEWAN harus
mengetahui:
• bagaimana penyakit ditularkan;
• risiko penyakit dan pentingnya;
• tindakan-tindakan mitigasi risiko
mana yang dianggap lebih efektif; dan
• bagaimana mengevaluasi biosekuriti
dan cara memperbaikinya.
Sumber: Alarcon L.V. Biosecurity in pig farms: a review. Porcine
Health Management volume 7, Article number: 5 (2021)
Korelasi tingkat biosekuriti dan
skala peternakan
Tingkat
biosekuriti
Peternakan
skala besar
Peternakan
skala menengah
Peternakan
belakang rumah
J
Jumlah peternakan
02
Biosekuriti eksternal
Biosekuriti eksternal
• Konsep biosekuriti eksternal dapat
dipahami secara intuitif sebagai
pemblokiran suatu peternakan dari
“bahaya yang datang dari dunia luar”.
• Ini menunjukkan bahwa tindakan-
tindakan yang ditujukan untuk
biosekuriti eksternal adalah
hambatan fisik atau aturan yang
melarang introduksi hewan, orang
atau kendaraan.
Introduksi hewan pengganti
• Dari banyak literatur dibuktikan bahwa probabilitas tertinggi introduksi patogen
baru adalah introduksi hewan.
• Secara alami, sistim produksi perlu mempertahankan produktivitas sesuai dengan
standar yang diinginkan, dan untuk itu diperlukan penggantian bibit (replacement).
Dalam banyak kasus, pembaruan keseluruhan populasi bibit dilakukan setiap 2–
2,5 tahun.
• Pergantian bibit dapat dihasilkan secara internal, di mana beberapa turunan betina
diseleksi sebagai pengganti induk babi yang ada atau dibeli dari sumber eksternal.
• Penggantian internal mungkin lebih tepat untuk beberapa peternakan yang
beroperasi dengan sistim tertutup (closed system) dan bergantung pada pejantan
(semen) untuk perbaikan genetik.
• Eradikasi penyakit yang endemik di peternakan seringkali sulit ketika penggantian
internal digunakan. Alasan serupa berlaku untuk penggunaan semen yang
diproduksi di peternakan.
Pergantian bibit eksternal
• Dalam sistim produksi lain, pergantian bibit eksternal lebih disukai untuk
bisa mengendalikan semua aspek manajemen dan kesehatan dari ternak
betina muda (gilt) pengganti.
• Dalam kasus ini, implikasi dari fakta ini adalah ganda:
• Pertama, semakin tinggi frekuensi pemasukan baru, semakin tinggi
probabilitas masuknya patogen; dan
• Kedua, semakin tinggi tingkat pergantian, semakin sulit untuk
mempertahankan kekebalan kelompok (herd immunity) terhadap
patogen yang endemik di peternakan.
• Dalam hal ini, harus ditambahkan juga kebutuhan untuk dosis inseminasi,
jika dibeli dari sumber eksternal, juga dapat menjadi risiko untuk introduksi
patogen baru.
Babi betina muda pengganti
• Dengan asumsi bahwa banyak peternakan harus bergantung pada sumber
pengganti eksternal, cara bagaimana ternak-ternak baru dikelola akan
menjadi kunci keberhasilan.
• Saat ini, cara yang paling efisien dalam mengatur produksi adalah pada
kelompok (batch) perkawinan (mating) / kelahiran (farrowing) (biasanya setiap
minggu atau setiap 3 minggu).
• Idealnya, pengaturan ini membutuhkan pemasukan pengganti dengan periode
yang sama dengan kelompok farrowing (setiap minggu atau setiap 3 minggu).
• Pada sistim ini, salah satu penghambat yang digunakan adalah menetapkan
daftar persyaratan kesehatan hewan untuk sumber babi betina muda (gilt).
Daftar ini harus mengklasifikasikan penyakit berdasarkan risiko yang
ditimbulkan bagi peternakan dan harus menunjukkan uji verifikasi yang harus
dilakukan (bisa dilakukan dengan Analisa Risiko).
Kandang karantina
• Kandang karantina harus didesain untuk menjadi unit biokontainmen, yaitu
dirancang untuk menghindari limpahan (spillover) patogen yang tidak diinginkan
yang terbawa oleh hewan yang masuk. Oleh karena itu, hubungan langsung
antara unit karantina dan peternakan utama harus diblokir.
• Ini berarti menempatkan kandang karantina jauh dari unit utama peternakan dan
memperlakukan karantina seakan-akan seperti masih “dunia luar”; artinya
mengelolanya sebagai fasilitas independen.
• Karantina harus dikelola dengan sistim “all-in/all-out” yang ketat untuk
menghindari potensi penularan patogen antara kelompok babi betina muda yang
berbeda.
• Risiko berkaitan dengan pemasukan babi betina muda dapat dikurangi dengan
menurunkan frekuensi pemasukan kelompok baru. Konsekuensi mengelola
kelompok perbibitan adalah bagaimana mengalokasikan ternak di ruang yang
tersedia. Semakin besar kelompok, semakin besar ruang yang diperlukan untuk
setiap kelompok.
Lokasi kandang karantina
• Lokasi kandang karantina dinyatakan harus dibangun tidak kurang dari
1.000 m dari unit babi lainnya.
• Ini dianggap jarak yang aman untuk penularan sebagian besar patogen
yang ditularkan lewat udara (airborne) (tetapi tidak semua), dan untuk
penularan oleh rodensia, lalat dlsbnya
• Namun, beberapa patogen virus seperti virus Aujeszky’s disease (AD), virus
penyakit mulut dan kuku (PMK) atau virus porcine reproductive respiratory
virus 2 (PRRSV2) atau bakteria seperti Mycoplasma hyopneumoniae telah
dilaporkan dapat ditularkan atau potensial untuk ditularkan melalui udara
ke jarak yang jauh (lebih dari 20 km untuk virus PMK, 9 km untuk virus
Aujeszky’s disease, PRRSV2 atau M. hyopneumoniae).
Sumber: Alarcon L.V. Biosecurity in pig farms: a review. Porcine Health Management volume 7, Article number: 5 (2021)
Lama masa karantina
• Masa karantina bergantung pada 3 elemen yaitu:
a) masa inkubasi penyakit;
b) durasi periode penularan untuk penyakit; dan
c) waktu yang dibutuhkan untuk menetapkan diagnosis.
• Hewan di karantina harus diperiksa, lebih baik kalau setiap hari, untuk setiap
kemungkinan adanya tanda penyakit.
• Penting untuk memiliki rencana kontigensi jika terjadi hasil positif untuk
penyakit yang tidak diinginkan. Rencana kontingensi ini dapat berkisar dari
(1) memperpanjang isolasi hewan pengganti sampai babi betina muda tidak
lagi menjadi ancaman, (2) mengeluarkan hanya individu yang positif, dan (3)
memperpanjang karantina untuk hewan yang lain dengan monitoring
berkelanjutan dan melakukan depopulasi hewan (apabila diperlukan) dan
monitoring peternakan tujuan.
Orang dan kendaraan
• Orang dan kendaraan dapat menjadi jalur penting untuk introduksi
penyakit baru ke dalam peternakan.
• Sesuai operasinya, peternakan menerima banyak kunjungan dan
kendaraan baik pekerja peternakan, dokter hewan, pekerja reparasi,
pengangkutan bahan pakan, hewan mati dlsbnya.
• Fomit yang terbawa oleh orang (sepatu bot, pakaian, dll.) atau bahkan
orangnya sendiri, melalui kulit yang terkontaminasi, dapat menyebarkan
berbagai patogen babi seperti Salmonella, virus PRRS, PED, virus TGE.
• Orang juga dapat bertindak sebagai pengantar penyakit yang umum bagi
manusia and hewan. Seperti dalam kasus influenza. Faktanya, virus H1N1
klasik atau introduksi asli H3N2 bersumber dari manusia, sama seperti
virus pandemi H1N1 2009 (dikaji oleh Rajao et al.).
Peran manusia
• Penularan patogen dari orang ke babi utamanya
terkait dengan peran manusia sebagai fomit
(pakaian, sepatu bot, rambut, dlsb.) (dengan
pengecualian beberapa penyakit seperti
influenza).
• Metoda penghambat yang sangat efektif adalah
penggunaan pakaian, sepatu bot, sarung
tangan dlsb., untuk standar biosekuriti yang
tinggi ditambah kewajiban mandi (shower)
sebelum memasuki peternakan.
• Penggunaan pakaian, sepatu bot dan peralatan
yang eksklusif dengan mencuci tangan adalah
tindakan minimum yang wajib.
Risiko dari kunjungan ke peternakan
• Risiko yang terkait dengan kunjungan ke
peternakan dapat diminimalkan dengan
kombinasi tindakan-tindakan penghambat
(barrier measures) dan peraturan yang
membatasi jalur masuk ke peternakan.
• Orang atau kendaraan yang diizinkan masuk ke
peternakan hanya yang esensial/penting,
meskipun penerapan praktis dari prinsip ini
sebenarnya jauh lebih rumit.
• Daftar orang yang bisa atau yang tidak bisa
masuk ke peternakan harus dielaborasi dalam
bentuk peraturan untuk masuk ke peternakan.
Area bersih dan area kotor
• Tindakan penting untuk membatasi pengunjung dan kendaraan di peternakan
adalah dengan menetapkan batasan yang jelas dari area bersih dan area
kotor.
• AREA BERSIH berada di dalam perimeter peternakan, termasuk kandang,
perkantoran dan area penghubung, dan semua area dan peralatan yang
kontak dengan babi.
• AREA KOTOR adalah area yang mungkin mengandung sumber infeksi untuk
babi yang ada di peternakan, secara praktis dikatakan segala sesuatu yang ada
di luar area bersih dapat dianggap sebagai area kotor.
• Pintu masuk, ruangan pengganti, dan ruang mandi (shower) mungkin menjadi
antarmuka (interface) antara area bersih dan kotor.
• Tidak ada yang diizinkan untuk melintasi area kotor menuju area bersih tanpa
didekontaminasi.
Aturan masuk ke fasilitas
• Aturan perlu ditetapkan bagi orang yang akan memasuki fasilitas yang
mengalokasikan hewan.
• Aturan minimum yang dapat diterima adalah mengganti pakaian dan
sepatu bot untuk penggunaan eksklusif di peternakan, mencuci tangan
dan tidak berbagi material antar peternakan. Penggunaan sarung tangan,
dan juga topi disarankan.
• Apabila material harus dibagikan, sebaiknya dipaparkan dengan iradiasi UV
atau merendamnya dalam cairan desinfektans. Ini dapat berkisar dari
pemutih encer sampai desinfektan komersial.
• Tingkat biosekuriti yang lebih tinggi mencakup kewajiban mandi (shower).
Dengan mandi dan mengganti pakaian luar seluruhnya dapat mengurangi
penularan virus PMK antara babi oleh orang yang terkontaminasi.
Bongkar muat ternak
• Bongkar muat ternak adalah salah satu yang paling kritis menyangkut
kontak hewan yang ada di peternakan dengan kendaraan atau orang dari
luar peternakan.
• Pendekatan terbaik dalam meminimalkan risiko adalah membangun
dermaga bongkar muat (loading/unloading dock).
• Struktur ini harus memiliki area kotor (di luar peternakan) di mana truk
dapat parkir. Area kotor ini mengarah ke koridor yang dapat dikelola (cukup
sempit untuk memungkinkan ternak lewat satu per satu) yang memiliki
gerbang.
• Gerbang harus cukup rendah untuk mengizinkan hanya hewan melintas
tetapi tidak untuk orang berdiri. Biasanya hal ini dicapai dengan cara
membuat pintu bergeser (sliding door) atau dengan mekanisme yang sama.
• Dari gerbang ke dalam harus dianggap “area bersih”.
Penularan patogen dari lingkungan
• Jalur penularan patogen lain yang terkait dengan lingkungan termasuk
rodensia, vektor mekanik seperti lalat, dan hewan lain (baik liar atau
milik lingkungan peternakan) atau burung.
• Rodensia dapat menjadi pembawa (carrier) berbagai patogen yang
mempengaruhi babi, seperti Salmonella serovars, Leptospira, Yersinia
pseudotuberculosis, Toxoplasma gondii, Campylobacter spp., Brachyspira
spp., Lawsonia intracellularis atau virus encephalomyocarditis.
• Umumnya tikus (mice) memiliki radius aksi 25 – 150 m dan karenanya
perannya dalam penularan antar peternakan terbatas. Meskipun demikian,
tikus (rat) individu dapat bergerak sejauh 3 km dalam satu malam.
• Anjing dan kucing dapat menjadi sumber sejumlah patogen untuk babi,
meskipun hewan-hewan ini seharusnya tidak ada di peternakan babi.
Penularan patogen dari lingkungan
• Lalat dapat bertindak sebagai vektor mekanik, meskipun radius terbangnya
2-3 km dan kisaran suhu yang sempit untuk lalat mampu bertahan hidup,
sehingga membatasi perannya sebagai penyebar mekanik jarak jauh.
• Namun, beberapa studi menunjukkan adanya virus PRRS yang infeksius
dalam proporsi lalat rumah yang ditangkap 1,7 km dari sumber peternakan.
Penularan belum terbukti lebih jauh dari ratusan meter. Ada bukti peran
lalat dalam penularan patogen lain seperti Streptococcus suis atau
Brachyspira spp.
• Burung juga terlibat dalam penyebaran beberapa patogen seperti
Salmonella, Lawsonia intracellularis, Brachyspira hyopdiseneteriae dan E. coli
dan mungkin bertindak sebagai reservoir yang melestarikan sirkulasi di
peternakan.
Bahan pakan
• Bahan pakan itu sendiri secara umum tidak menimbulkan risiko karena
kondisi higienis dalam produksinya, tertutama jika perlakuan terhadap
dengan pemanasan (heat-treated).
• Misalnya: pembuatan pelet menghilangkan virus PED dari bahan pakan
yang terkontaminasi.
• Namun demikian, patogen yang berbeda dapat mengkontaminasi dan
bertahan dalam bahan pakan dan diintroduksi ke peternakan. Contohnya:
virus PED, virus ASF, Senecavirus A (SVA), virus CSF, Pseudorabies virus
(PRV), dan virus PMK terdeteksi dalam tepung kedelai (konvensional dan
organik), suplemen vitamin, lysine dan choline (Dee et al., 2016).
Air minum
• Air minum yang digunakan di peternakan juga bisa menjadi introduksi
sumber patogen.
• Penyakit yang secara klasik terkait dengan kontaminasi air adalah
leptospirosis. Leptospira dari tikus dan hewan lainnya mengkontaminasi air,
atau bahkan tikus dapat dicerna oleh babi.
• Sebagian besar patogen yang mengikuti siklus penularan feses-oral memiliki
potensi untuk terbawa melalui air.
• Skor kerentanan biosekuriti yang dikembangkan untuk PRRS, hasilnya
menunjukkan bahwa kerentanan terkait dengan penularan oleh udara dan
air, dan pergerakan orang/hewan (Silva et al., 2018).
• Oleh karena itu kualitas bakteriologi dari air harus dicek secara regular,
setidaknya satu kali dalam setahun.
03
Biosekuriti internal
Biosekuriti internal
• Tujuan biosekuriti internal adalah untuk
mengurangi kemungkinan penyebaran patogen
ketika peternakan telah terinfeksi.
• Tindakan biosekuriti dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
a) tindakan-tindakan yang berkaitan dengan
manajemen kelompok;
b) higiene umum dari fasilitas;
c) pembersihan dan disinfeksi (cleaning and
disinfection); dan
d) personil.
Tindakan-tindakan yang berkaitan dengan
manajemen kelompok
• Tujuan utama dari tindakan-tindakan ini adalah mengendalikan arus ternak
untuk mencegah babi-babi dari kelompok umur yang berbeda bercampur.
• Biasanya, dianggap penting untuk menghindari pergerakan terhadap aliran
produksi. Ini dapat dicapai dengan penerapan sistim “all-in/all-out” yang ketat
dengan pembersihan dan disinfeksi fasilitas unruk kelompok ternak baru.
• Tindakan ini dilaporkan efektif untuk mengurangi sirkulasi patogen dan
mengurangi jumlah dan variasi aplikasi obat di peternakan.
• Contoh: di peternakan babi di Jepang di mana sistim “all-in / all-out” diterapkan
di semua tahapan produksi, ditemukan adanya penggunaan antimikroba yang
lebih rendah untuk pengobatan pneumonia dan penyakit oedema.
• Contoh lain: di Perancis, pengurangan prevalensi Salmonella terjadi pada babi
yang dikirimkan ke RPH juga diamati ketika tindakan ini dilakukan.
Tindakan-tindakan yang berkaitan dengan
manajemen kelompok (lanjutan)
• Fakta penting lainnya yang perlu dipertimbangkan
ketika menerapkan tindakan-tindakan manajemen
adalah induk babi bertindak sebagai reservoir untuk
banyak patogen yang ada di peternakan.
• Dari akhir tahun 1970-an, sistim peringatan dini
(early weaning systems) mulai dipelajari berdasarkan
ide bahwa patogen tertentu ditularkan dari induk
babi ke anak babi pada waktu-waktu tertentu.
• Pemisahan anak babi dari induknya lebih awal
akan mencegah penularan, dan konsekuensinya akan
mengurangi atau bahkan mengeliminasi adanya
penyakit-penyakit tertentu.
Tindakan-tindakan berkaitan dengan fasilitas
dan pembersihan dan disinfeksi
• Fasilitas harus berkontribusi untuk mengurangi penularan penyakit, atau setidaknya tidak
memfasilitasi penyebarannya.
• Aspek yang sangat mendasar untuk memulainya adalah DISAIN. Peternakan yang didisain
dengan buruk atau tidak direncanakan dengan baik, relatif umum bagi hewan untuk
bergerak antara unit-unit yang berbeda untuk pemuatan (loading), pembongkaran
(unloading) atau antara fase produksi, sehingga hewan dari umur yang berbeda dapat
melakukan kontak.
• Penting bahwa fasilitas memungkinkan organisasi kerja yang benar dan sampai batas
tertentu, berkontribusi untuk menghormati pemisahan antara berbagai kelompok umur
yang ada di peternakan.
• Ini dapat dicapai dengan penghalang fisik (physical barriers) seperti pintu, bak cuci kaki
(foot baths), atau area perantara untuk cuci tangan dan mengganti sepatu bot.
• Kadang-kadang area yang berbeda dapat dicat dengan warna dan pakaian dan sepatu
bot yang berbeda dengan warna yang sesuai untuk membuat pelanggaran non-kontak
antara berbagai tahap produksi lebih sulit dilakukan.
Tindakan-tindakan higienis
• Elemen yang paling dasar dari tindakan higienis adalah
pembersihan (cleaning) dan disinfeksi (disinfection) dari
kandang.
• Sama dengan yang dilakukan dengan kendaraan
pengangkut (truk), kandang harus dibersihkan terlebih
dahulu dengan menghilangkan sisa/reruntuhan organik,
kemudian baru dicuci dengan air sabun, dan setelah
dibilas dan dikeringkan, dilakukan disinfeksi.
• Contoh: Penelitian di Uganda pada 276 peternakan
ditemukan pengurangan seropositif Streptococcus suis
dengan penggunaan desinfektan di peternakan (Dione et
al. 2018). Patogen ini tereliminasi dengan cepat dengan
menggunakan senyawa phenyl, chlorine dan iodine.
Tindakan-tindakan higienis (lanjutan)
• Tindakan higienis mendasar kedua adalah
pemberian vaksin dan obat-obatan. Jarum
suntik harus diganti antara individu babi,
meskipun ini sangat sulit dilakukan pada saat
melakukan praktik.
• Seringkali para pekerja melihat penggantian
jarum hanya buang waktu. Untuk mengajari
mereka pentingnya praktik ini adalah penting.
• Hal minimum yang dapat diterima adalah
menggunakan jarum individu untuk induk
babi dan mengganti jarum untuk setiap ‘litter’
atau kandang.
Tindakan terkait personil
• Personil yang bekerja di peternakan adalah elemen kunci untuk menjaga
biosekuriti internal.
• Perannya ganda:
• melaksanakan aturan-aturan; dan
• dapat bertindak sebagai sarana untuk penyebaran patogen di dalam
peternakan.
• Personil harus mengetahui betul pekerjaan mana yang ditugaskan dan apa
rutinitas kerjanya. Sebagai contoh: pekerja di area penggemukan tidak
boleh pergi ke area persalinan (maternity). Seringkali kode warna untuk
dinding dan pakaian khusus dapat membantu tujuan ini.
• Hal ini jelas membutuhkan perencanaan tambahan untuk pembersihan
dan penggantian serta area dimana perubahan harus dirancang.
Bak pencelup kaki (food bath)
• Hanya dengan berjalan melalui bak pencelup kaki (food bath) dan tidak
menghilangkan feses dari sepatu bot sebelum memasuki cairan disinfektans
tidak mengurangi jumlah patogen yang melekat.
• Oleh karena itu direkomendasikan terlebih dahulu untuk:
• bersihkan sepatu bot dalam pencucian awal menggunakan sikat dan air
sabun; dan
• diikuti dengan perendaman sepatu bot yang sudah bersih ke dalam cairan
desinfektan selama setidaknya 5 menit dan menutupi tidak kurang dari 15
cm dari sol sepatu bot.
• Hal ini efektif untuk tindakan disinfeksi dan tidak menyia-nyiakan cairan
desinfeksi di bak pencelup kaki.
• Cairan disinfeksi harus diganti sebaiknya setiap hari dan penggantian setiap 3
hari merupakan rutinitas yang paling tidak dapat diterima.
Pagar keliling dan area parkir
• Pagar keliling dengan pintu tertutup permanen yang hanya dapat dibuka
dari dalam peternakan adalah pemisahan utama antara ‘dalam” dan “luar”
peternakan.
• Penggunaan lain dari pagar adalah untuk membatasi akses satwa liar
seperti babi hutan, yang merupakan risiko serius untuk beberapa penyakit
seperti CSF, ASF dlsbnya.
• Material pagar harus dipilih untuk tujuan ini, karena babi hutan dapat
dengan mudah menghancurkan pagar kawat biasa.
• Di luar itu, penghalang untuk mencegah evakuasi harus dibangun di bawah
pagar.
• Area parkir di luar peternakan harus diterapkan untuk semua operasi
yang tidak memerlukan pintu masuk ke peternakan dengan kendaraan.
Penutup
04
Kesimpulan
• Biosekuriti telah menjadi elemen penting dari
produksi ternak, terutama di peternakan babi
dengan sistim intensif.
• Pencegahan terhadap introduksi patogen baru dan
membatasi penyebarannya akan berkontribusi
pada peningkatan kesejahteraan babi,
produktivitas peternakan, dan juga berkontribusi
pada kesehatan masyarakat.
• Pengetahuan yang lebih baik tentang epidemologi
penyakit babi akan berkontribusi pada disain
program biosekuriti yang lebih baik.
“Kita tidak kekurangan ilmu pengetahuan di
peternakan, tapi kita kurang edukasi. Saat ini
perlu ada pergeseran budaya di peternakan di
mana kita fokus pada orang-orang yang terlibat
dalam setiap kejadian di peternakan dan setiap
orang bertanggung jawab untuk mempertahankan
standar biosekuriti yang tinggi di setiap kejadian."
-Andrea Pitkin, DVM, PIC USA
CREDITS: This presentation template was
created by Slidesgo, including icons by Flaticon
and infographics & images by Freepik
Does anyone have any questions?
addyouremail@freepik.com
+91 620 421 838
yourcompany.com
Terima kasih!

More Related Content

What's hot

Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Tata Naipospos
 
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...Tata Naipospos
 
06. proses kejadian dan riwayat alamiah penyakit
06. proses kejadian dan riwayat alamiah penyakit06. proses kejadian dan riwayat alamiah penyakit
06. proses kejadian dan riwayat alamiah penyakitSyahrum Syuib
 
Kajian singkat Lumpy Skin Disease - Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019
Kajian singkat Lumpy Skin Disease -  Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019Kajian singkat Lumpy Skin Disease -  Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019
Kajian singkat Lumpy Skin Disease - Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019Tata Naipospos
 
Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...
Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...
Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...Tata Naipospos
 
Surveilans Berbasis Risiko - BVet Lampung, Bandar Lampung, 2 April 2014
Surveilans Berbasis Risiko - BVet Lampung, Bandar Lampung, 2 April 2014Surveilans Berbasis Risiko - BVet Lampung, Bandar Lampung, 2 April 2014
Surveilans Berbasis Risiko - BVet Lampung, Bandar Lampung, 2 April 2014Tata Naipospos
 
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...Tata Naipospos
 
Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019
Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019
Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019Tata Naipospos
 
MALARIA - epidemiologi penyakit menular
MALARIA - epidemiologi penyakit menularMALARIA - epidemiologi penyakit menular
MALARIA - epidemiologi penyakit menularBernike Zega
 
Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...
Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...
Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...Tata Naipospos
 
Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...
Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...
Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...Tata Naipospos
 
Bentuk Desain Penelitian Epidemiologi
Bentuk Desain Penelitian EpidemiologiBentuk Desain Penelitian Epidemiologi
Bentuk Desain Penelitian EpidemiologiWiandhariEsaBBPKCilo
 
Pemeriksan laboratorium imunologi
Pemeriksan laboratorium imunologiPemeriksan laboratorium imunologi
Pemeriksan laboratorium imunologitristyanto
 
Inseminasi Buatan
Inseminasi BuatanInseminasi Buatan
Inseminasi BuatanRizza Muh
 
Konsep dasar epidemiologi
Konsep dasar epidemiologiKonsep dasar epidemiologi
Konsep dasar epidemiologiAnggita Dewi
 
Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...
Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...
Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...Tata Naipospos
 
Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021
Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021
Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021Tata Naipospos
 
Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...
Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...
Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...Tata Naipospos
 

What's hot (20)

Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
 
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...
 
06. proses kejadian dan riwayat alamiah penyakit
06. proses kejadian dan riwayat alamiah penyakit06. proses kejadian dan riwayat alamiah penyakit
06. proses kejadian dan riwayat alamiah penyakit
 
Kajian singkat Lumpy Skin Disease - Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019
Kajian singkat Lumpy Skin Disease -  Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019Kajian singkat Lumpy Skin Disease -  Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019
Kajian singkat Lumpy Skin Disease - Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019
 
Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...
Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...
Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...
 
manajemen kesehatan ternak
manajemen kesehatan ternakmanajemen kesehatan ternak
manajemen kesehatan ternak
 
Surveilans Berbasis Risiko - BVet Lampung, Bandar Lampung, 2 April 2014
Surveilans Berbasis Risiko - BVet Lampung, Bandar Lampung, 2 April 2014Surveilans Berbasis Risiko - BVet Lampung, Bandar Lampung, 2 April 2014
Surveilans Berbasis Risiko - BVet Lampung, Bandar Lampung, 2 April 2014
 
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...
 
Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019
Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019
Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019
 
MALARIA - epidemiologi penyakit menular
MALARIA - epidemiologi penyakit menularMALARIA - epidemiologi penyakit menular
MALARIA - epidemiologi penyakit menular
 
Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...
Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...
Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...
 
Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...
Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...
Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...
 
Bentuk Desain Penelitian Epidemiologi
Bentuk Desain Penelitian EpidemiologiBentuk Desain Penelitian Epidemiologi
Bentuk Desain Penelitian Epidemiologi
 
Pemeriksan laboratorium imunologi
Pemeriksan laboratorium imunologiPemeriksan laboratorium imunologi
Pemeriksan laboratorium imunologi
 
Inseminasi Buatan
Inseminasi BuatanInseminasi Buatan
Inseminasi Buatan
 
Rantai Penularan Penyakit
Rantai Penularan PenyakitRantai Penularan Penyakit
Rantai Penularan Penyakit
 
Konsep dasar epidemiologi
Konsep dasar epidemiologiKonsep dasar epidemiologi
Konsep dasar epidemiologi
 
Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...
Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...
Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...
 
Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021
Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021
Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021
 
Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...
Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...
Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...
 

Similar to Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Ternak - BPTUHPT Siborong-borong, Toba, Sumut, 20 Oktober 2022

Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...Tata Naipospos
 
Bab viii pengendalian dan penanggulangan penyakit
Bab viii pengendalian dan penanggulangan penyakitBab viii pengendalian dan penanggulangan penyakit
Bab viii pengendalian dan penanggulangan penyakitRMontong
 
Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022
Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022
Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022Tata Naipospos
 
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...Tata Naipospos
 
AT Modul 3 kb 4
AT Modul 3 kb 4AT Modul 3 kb 4
AT Modul 3 kb 4PPGhybrid3
 
Kajian Awal Terhadap Aspek Keamanan Vaksinasi Avian Influenza - CIVAS, Presen...
Kajian Awal Terhadap Aspek Keamanan Vaksinasi Avian Influenza - CIVAS, Presen...Kajian Awal Terhadap Aspek Keamanan Vaksinasi Avian Influenza - CIVAS, Presen...
Kajian Awal Terhadap Aspek Keamanan Vaksinasi Avian Influenza - CIVAS, Presen...Tata Naipospos
 
Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Untuk Meminimalkan Risiko Penyebaran ASF...
Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Untuk Meminimalkan Risiko Penyebaran ASF...Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Untuk Meminimalkan Risiko Penyebaran ASF...
Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Untuk Meminimalkan Risiko Penyebaran ASF...Tata Naipospos
 
AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3PPGhybrid3
 
Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...
Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...
Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...Tata Naipospos
 
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006Tata Naipospos
 
Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...
Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...
Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...Tata Naipospos
 
Respon Laporan Surveilans PMK 2021 dan Potensi Ancaman PMK Bagi Indonesia - P...
Respon Laporan Surveilans PMK 2021 dan Potensi Ancaman PMK Bagi Indonesia - P...Respon Laporan Surveilans PMK 2021 dan Potensi Ancaman PMK Bagi Indonesia - P...
Respon Laporan Surveilans PMK 2021 dan Potensi Ancaman PMK Bagi Indonesia - P...Tata Naipospos
 
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3PPGhybrid3
 
Materi ajar berbasis problem based learning m5 kb3 dk
Materi ajar berbasis problem based learning m5 kb3 dkMateri ajar berbasis problem based learning m5 kb3 dk
Materi ajar berbasis problem based learning m5 kb3 dkDediKusmana2
 
AT Modul 5 kb 3
AT Modul 5 kb 3AT Modul 5 kb 3
AT Modul 5 kb 3PPGhybrid3
 
Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...
Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...
Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...Tata Naipospos
 
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang Peternakan
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang PeternakanPeranan Bioteknologi Terhadap Bidang Peternakan
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang PeternakanTrias Nurwana
 
Flu Burung dan Fenomena Pandemi Influenza - Starbuck, 10 April 2007
Flu Burung dan Fenomena Pandemi Influenza - Starbuck, 10 April 2007Flu Burung dan Fenomena Pandemi Influenza - Starbuck, 10 April 2007
Flu Burung dan Fenomena Pandemi Influenza - Starbuck, 10 April 2007Tata Naipospos
 
Surveilans dan Monitoring Vaksinasi Untuk Pengendalian PMK - RAKOR BVet Bukit...
Surveilans dan Monitoring Vaksinasi Untuk Pengendalian PMK - RAKOR BVet Bukit...Surveilans dan Monitoring Vaksinasi Untuk Pengendalian PMK - RAKOR BVet Bukit...
Surveilans dan Monitoring Vaksinasi Untuk Pengendalian PMK - RAKOR BVet Bukit...Tata Naipospos
 

Similar to Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Ternak - BPTUHPT Siborong-borong, Toba, Sumut, 20 Oktober 2022 (20)

Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...
 
Bab viii pengendalian dan penanggulangan penyakit
Bab viii pengendalian dan penanggulangan penyakitBab viii pengendalian dan penanggulangan penyakit
Bab viii pengendalian dan penanggulangan penyakit
 
Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022
Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022
Manajemen Kedaruratan PMK - MEAT & LIVESTOCK AUSTRALIA (MLA) - 2 Juni 2022
 
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
 
AT Modul 3 kb 4
AT Modul 3 kb 4AT Modul 3 kb 4
AT Modul 3 kb 4
 
Avian influenza
Avian influenzaAvian influenza
Avian influenza
 
Kajian Awal Terhadap Aspek Keamanan Vaksinasi Avian Influenza - CIVAS, Presen...
Kajian Awal Terhadap Aspek Keamanan Vaksinasi Avian Influenza - CIVAS, Presen...Kajian Awal Terhadap Aspek Keamanan Vaksinasi Avian Influenza - CIVAS, Presen...
Kajian Awal Terhadap Aspek Keamanan Vaksinasi Avian Influenza - CIVAS, Presen...
 
Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Untuk Meminimalkan Risiko Penyebaran ASF...
Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Untuk Meminimalkan Risiko Penyebaran ASF...Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Untuk Meminimalkan Risiko Penyebaran ASF...
Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Untuk Meminimalkan Risiko Penyebaran ASF...
 
AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3
 
Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...
Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...
Opsi Pengendalian dan Manajemen Risiko African Swine Fever - Ditkeswan, Denpa...
 
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006
 
Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...
Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...
Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...
 
Respon Laporan Surveilans PMK 2021 dan Potensi Ancaman PMK Bagi Indonesia - P...
Respon Laporan Surveilans PMK 2021 dan Potensi Ancaman PMK Bagi Indonesia - P...Respon Laporan Surveilans PMK 2021 dan Potensi Ancaman PMK Bagi Indonesia - P...
Respon Laporan Surveilans PMK 2021 dan Potensi Ancaman PMK Bagi Indonesia - P...
 
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3
 
Materi ajar berbasis problem based learning m5 kb3 dk
Materi ajar berbasis problem based learning m5 kb3 dkMateri ajar berbasis problem based learning m5 kb3 dk
Materi ajar berbasis problem based learning m5 kb3 dk
 
AT Modul 5 kb 3
AT Modul 5 kb 3AT Modul 5 kb 3
AT Modul 5 kb 3
 
Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...
Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...
Faktor Risiko Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 26 Sept...
 
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang Peternakan
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang PeternakanPeranan Bioteknologi Terhadap Bidang Peternakan
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang Peternakan
 
Flu Burung dan Fenomena Pandemi Influenza - Starbuck, 10 April 2007
Flu Burung dan Fenomena Pandemi Influenza - Starbuck, 10 April 2007Flu Burung dan Fenomena Pandemi Influenza - Starbuck, 10 April 2007
Flu Burung dan Fenomena Pandemi Influenza - Starbuck, 10 April 2007
 
Surveilans dan Monitoring Vaksinasi Untuk Pengendalian PMK - RAKOR BVet Bukit...
Surveilans dan Monitoring Vaksinasi Untuk Pengendalian PMK - RAKOR BVet Bukit...Surveilans dan Monitoring Vaksinasi Untuk Pengendalian PMK - RAKOR BVet Bukit...
Surveilans dan Monitoring Vaksinasi Untuk Pengendalian PMK - RAKOR BVet Bukit...
 

More from Tata Naipospos

Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024Tata Naipospos
 
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...Tata Naipospos
 
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024Tata Naipospos
 
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023Tata Naipospos
 
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023Tata Naipospos
 
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...Tata Naipospos
 
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...Tata Naipospos
 
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...Tata Naipospos
 
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...Tata Naipospos
 
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...Tata Naipospos
 
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...Tata Naipospos
 
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...Tata Naipospos
 
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023Tata Naipospos
 
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...Tata Naipospos
 
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023Tata Naipospos
 
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...Tata Naipospos
 
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...Tata Naipospos
 
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...Tata Naipospos
 
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...Tata Naipospos
 
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...Tata Naipospos
 

More from Tata Naipospos (20)

Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
 
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
 
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
 
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
 
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
 
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
 
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
 
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
 
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
 
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
 
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
 
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
 
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
 
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
 
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
 
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
 
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
 
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
 
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
 
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
 

Recently uploaded

PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 

Recently uploaded (20)

PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 

Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Ternak - BPTUHPT Siborong-borong, Toba, Sumut, 20 Oktober 2022

  • 1. Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Menular di Balai Pembibitan Ternak Drh Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD Bimbingan Teknis Kompetensi Biosekuriti BPTUHPT Siborongborong Kamis, 20 Oktober 2022
  • 4. Pencegahan penyakit • Pencegahan penyakit menular pada babi penting untuk kesejahteraan hewan dan produktivitas ekonomi. • Pencegahan penyakit menular juga penting untuk keamanan pangan dan kesehatan masyarakat apabila menyangkut patogen yang zoonotik. • Biosekuriti mencakup semua aspek pencegahan patogen yang masuk dan menyebar dalam kelompok hewan. • Dengan muncul & munculnya kembali penyakit yang sulit dikendalikan seperti African swine fever (ASF) atau porcine epidemic diarrhoea (PED), persepsi tentang pentingnya kesehatan babi dan hubungannya dengan biosekuriti telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sumber: Alarcon L.V. Biosecurity in pig farms: a review. Porcine Health Management volume 7, Article number: 5 (2021)
  • 5. Biosekuriti • Biosekuriti dapat didefinisikan sebagai penerapan tindakan-tindakan dalam bentuk: • BIOSEKURITI EKSTERNAL yang bertujuan mengurangi probabilitas introduksi patogen ke peternakan; • BIOSEKURITI INTERNAL yang bertujuan untuk mengurangi penyebaran lebih lanjut patogen di dalam peternakan • Ide utamanya adalah untuk menghindari penularan, baik di antara peternakan atau di dalam peternakan. • Pengetahuan tentang epidemiologi penyakit tidak selalu tersedia, tetapi karena cara penularan patogen terbatas pada beberapa yang sudah diketahui, maka adalah mungkin untuk menerapkan biosekuriti yang efektif meskipun dengan beberapa kesenjangan dalam pengetahuan kita tentang penyakit tertentu. Sumber: Alarcon L.V. Biosecurity in pig farms: a review. Porcine Health Management volume 7, Article number: 5 (2021)
  • 6. Biosekuriti adalah elemen kunci dari segitiga pengendalian penyakit BIOSEKURITI SEGITIGA PENGENDALIAN PENYAKIT • Biosekuriti, pengobatan/vaksinasi dan manajemen peternakan yang baik adalah tiga sisi dari segitiga pengendalian penyakit (disease control triangle). • Implementasi aktual dari tindakan- tindakan biosekuriti yang dipilih melibatkan aspek ekonomi, sosiologi dan bahkan psikologi.
  • 7. Penyakit menular pada babi di Indonesia • Penyakit menular pada babi yang dilaporkan di Indonesia: - Classical swine fever (CSF) - Porcine reproductive respiratory syndrome (PRRS) - African swine fever (ASF) - Porcine epidemic diarrhoea (PED) - Penyakit bakterial: - Leptospirosis - Salmonellosis - Porcine cysticercosis - Trichinellosis
  • 8. Penularan penyakit Penularan horizontal Langsung Tidak langsung Udara • Kontak langsung • Jalur droplet • Perkawinan • Kelahiran • Sekresi • Ekskresi • Vektor • Lingkungan • Jalur droplet, • Debu Penularan vertikal • Infeksi-fetus • Susu • Kolostrum
  • 9. Tahapan produksi babi • Pembiakan (breeding) • Kebuntingan (gestation) • Kelahiran (farrowing) • Penyapihan (weaning) • Babi muda (feeder) • Babi pengganti (replacement)
  • 10. Rancangan program biosekuriti • Untuk rancangan program biosekuriti yang efektif, DOKTER HEWAN harus mengetahui: • bagaimana penyakit ditularkan; • risiko penyakit dan pentingnya; • tindakan-tindakan mitigasi risiko mana yang dianggap lebih efektif; dan • bagaimana mengevaluasi biosekuriti dan cara memperbaikinya. Sumber: Alarcon L.V. Biosecurity in pig farms: a review. Porcine Health Management volume 7, Article number: 5 (2021)
  • 11. Korelasi tingkat biosekuriti dan skala peternakan Tingkat biosekuriti Peternakan skala besar Peternakan skala menengah Peternakan belakang rumah J Jumlah peternakan
  • 13. Biosekuriti eksternal • Konsep biosekuriti eksternal dapat dipahami secara intuitif sebagai pemblokiran suatu peternakan dari “bahaya yang datang dari dunia luar”. • Ini menunjukkan bahwa tindakan- tindakan yang ditujukan untuk biosekuriti eksternal adalah hambatan fisik atau aturan yang melarang introduksi hewan, orang atau kendaraan.
  • 14. Introduksi hewan pengganti • Dari banyak literatur dibuktikan bahwa probabilitas tertinggi introduksi patogen baru adalah introduksi hewan. • Secara alami, sistim produksi perlu mempertahankan produktivitas sesuai dengan standar yang diinginkan, dan untuk itu diperlukan penggantian bibit (replacement). Dalam banyak kasus, pembaruan keseluruhan populasi bibit dilakukan setiap 2– 2,5 tahun. • Pergantian bibit dapat dihasilkan secara internal, di mana beberapa turunan betina diseleksi sebagai pengganti induk babi yang ada atau dibeli dari sumber eksternal. • Penggantian internal mungkin lebih tepat untuk beberapa peternakan yang beroperasi dengan sistim tertutup (closed system) dan bergantung pada pejantan (semen) untuk perbaikan genetik. • Eradikasi penyakit yang endemik di peternakan seringkali sulit ketika penggantian internal digunakan. Alasan serupa berlaku untuk penggunaan semen yang diproduksi di peternakan.
  • 15. Pergantian bibit eksternal • Dalam sistim produksi lain, pergantian bibit eksternal lebih disukai untuk bisa mengendalikan semua aspek manajemen dan kesehatan dari ternak betina muda (gilt) pengganti. • Dalam kasus ini, implikasi dari fakta ini adalah ganda: • Pertama, semakin tinggi frekuensi pemasukan baru, semakin tinggi probabilitas masuknya patogen; dan • Kedua, semakin tinggi tingkat pergantian, semakin sulit untuk mempertahankan kekebalan kelompok (herd immunity) terhadap patogen yang endemik di peternakan. • Dalam hal ini, harus ditambahkan juga kebutuhan untuk dosis inseminasi, jika dibeli dari sumber eksternal, juga dapat menjadi risiko untuk introduksi patogen baru.
  • 16. Babi betina muda pengganti • Dengan asumsi bahwa banyak peternakan harus bergantung pada sumber pengganti eksternal, cara bagaimana ternak-ternak baru dikelola akan menjadi kunci keberhasilan. • Saat ini, cara yang paling efisien dalam mengatur produksi adalah pada kelompok (batch) perkawinan (mating) / kelahiran (farrowing) (biasanya setiap minggu atau setiap 3 minggu). • Idealnya, pengaturan ini membutuhkan pemasukan pengganti dengan periode yang sama dengan kelompok farrowing (setiap minggu atau setiap 3 minggu). • Pada sistim ini, salah satu penghambat yang digunakan adalah menetapkan daftar persyaratan kesehatan hewan untuk sumber babi betina muda (gilt). Daftar ini harus mengklasifikasikan penyakit berdasarkan risiko yang ditimbulkan bagi peternakan dan harus menunjukkan uji verifikasi yang harus dilakukan (bisa dilakukan dengan Analisa Risiko).
  • 17. Kandang karantina • Kandang karantina harus didesain untuk menjadi unit biokontainmen, yaitu dirancang untuk menghindari limpahan (spillover) patogen yang tidak diinginkan yang terbawa oleh hewan yang masuk. Oleh karena itu, hubungan langsung antara unit karantina dan peternakan utama harus diblokir. • Ini berarti menempatkan kandang karantina jauh dari unit utama peternakan dan memperlakukan karantina seakan-akan seperti masih “dunia luar”; artinya mengelolanya sebagai fasilitas independen. • Karantina harus dikelola dengan sistim “all-in/all-out” yang ketat untuk menghindari potensi penularan patogen antara kelompok babi betina muda yang berbeda. • Risiko berkaitan dengan pemasukan babi betina muda dapat dikurangi dengan menurunkan frekuensi pemasukan kelompok baru. Konsekuensi mengelola kelompok perbibitan adalah bagaimana mengalokasikan ternak di ruang yang tersedia. Semakin besar kelompok, semakin besar ruang yang diperlukan untuk setiap kelompok.
  • 18. Lokasi kandang karantina • Lokasi kandang karantina dinyatakan harus dibangun tidak kurang dari 1.000 m dari unit babi lainnya. • Ini dianggap jarak yang aman untuk penularan sebagian besar patogen yang ditularkan lewat udara (airborne) (tetapi tidak semua), dan untuk penularan oleh rodensia, lalat dlsbnya • Namun, beberapa patogen virus seperti virus Aujeszky’s disease (AD), virus penyakit mulut dan kuku (PMK) atau virus porcine reproductive respiratory virus 2 (PRRSV2) atau bakteria seperti Mycoplasma hyopneumoniae telah dilaporkan dapat ditularkan atau potensial untuk ditularkan melalui udara ke jarak yang jauh (lebih dari 20 km untuk virus PMK, 9 km untuk virus Aujeszky’s disease, PRRSV2 atau M. hyopneumoniae). Sumber: Alarcon L.V. Biosecurity in pig farms: a review. Porcine Health Management volume 7, Article number: 5 (2021)
  • 19. Lama masa karantina • Masa karantina bergantung pada 3 elemen yaitu: a) masa inkubasi penyakit; b) durasi periode penularan untuk penyakit; dan c) waktu yang dibutuhkan untuk menetapkan diagnosis. • Hewan di karantina harus diperiksa, lebih baik kalau setiap hari, untuk setiap kemungkinan adanya tanda penyakit. • Penting untuk memiliki rencana kontigensi jika terjadi hasil positif untuk penyakit yang tidak diinginkan. Rencana kontingensi ini dapat berkisar dari (1) memperpanjang isolasi hewan pengganti sampai babi betina muda tidak lagi menjadi ancaman, (2) mengeluarkan hanya individu yang positif, dan (3) memperpanjang karantina untuk hewan yang lain dengan monitoring berkelanjutan dan melakukan depopulasi hewan (apabila diperlukan) dan monitoring peternakan tujuan.
  • 20. Orang dan kendaraan • Orang dan kendaraan dapat menjadi jalur penting untuk introduksi penyakit baru ke dalam peternakan. • Sesuai operasinya, peternakan menerima banyak kunjungan dan kendaraan baik pekerja peternakan, dokter hewan, pekerja reparasi, pengangkutan bahan pakan, hewan mati dlsbnya. • Fomit yang terbawa oleh orang (sepatu bot, pakaian, dll.) atau bahkan orangnya sendiri, melalui kulit yang terkontaminasi, dapat menyebarkan berbagai patogen babi seperti Salmonella, virus PRRS, PED, virus TGE. • Orang juga dapat bertindak sebagai pengantar penyakit yang umum bagi manusia and hewan. Seperti dalam kasus influenza. Faktanya, virus H1N1 klasik atau introduksi asli H3N2 bersumber dari manusia, sama seperti virus pandemi H1N1 2009 (dikaji oleh Rajao et al.).
  • 21. Peran manusia • Penularan patogen dari orang ke babi utamanya terkait dengan peran manusia sebagai fomit (pakaian, sepatu bot, rambut, dlsb.) (dengan pengecualian beberapa penyakit seperti influenza). • Metoda penghambat yang sangat efektif adalah penggunaan pakaian, sepatu bot, sarung tangan dlsb., untuk standar biosekuriti yang tinggi ditambah kewajiban mandi (shower) sebelum memasuki peternakan. • Penggunaan pakaian, sepatu bot dan peralatan yang eksklusif dengan mencuci tangan adalah tindakan minimum yang wajib.
  • 22. Risiko dari kunjungan ke peternakan • Risiko yang terkait dengan kunjungan ke peternakan dapat diminimalkan dengan kombinasi tindakan-tindakan penghambat (barrier measures) dan peraturan yang membatasi jalur masuk ke peternakan. • Orang atau kendaraan yang diizinkan masuk ke peternakan hanya yang esensial/penting, meskipun penerapan praktis dari prinsip ini sebenarnya jauh lebih rumit. • Daftar orang yang bisa atau yang tidak bisa masuk ke peternakan harus dielaborasi dalam bentuk peraturan untuk masuk ke peternakan.
  • 23. Area bersih dan area kotor • Tindakan penting untuk membatasi pengunjung dan kendaraan di peternakan adalah dengan menetapkan batasan yang jelas dari area bersih dan area kotor. • AREA BERSIH berada di dalam perimeter peternakan, termasuk kandang, perkantoran dan area penghubung, dan semua area dan peralatan yang kontak dengan babi. • AREA KOTOR adalah area yang mungkin mengandung sumber infeksi untuk babi yang ada di peternakan, secara praktis dikatakan segala sesuatu yang ada di luar area bersih dapat dianggap sebagai area kotor. • Pintu masuk, ruangan pengganti, dan ruang mandi (shower) mungkin menjadi antarmuka (interface) antara area bersih dan kotor. • Tidak ada yang diizinkan untuk melintasi area kotor menuju area bersih tanpa didekontaminasi.
  • 24. Aturan masuk ke fasilitas • Aturan perlu ditetapkan bagi orang yang akan memasuki fasilitas yang mengalokasikan hewan. • Aturan minimum yang dapat diterima adalah mengganti pakaian dan sepatu bot untuk penggunaan eksklusif di peternakan, mencuci tangan dan tidak berbagi material antar peternakan. Penggunaan sarung tangan, dan juga topi disarankan. • Apabila material harus dibagikan, sebaiknya dipaparkan dengan iradiasi UV atau merendamnya dalam cairan desinfektans. Ini dapat berkisar dari pemutih encer sampai desinfektan komersial. • Tingkat biosekuriti yang lebih tinggi mencakup kewajiban mandi (shower). Dengan mandi dan mengganti pakaian luar seluruhnya dapat mengurangi penularan virus PMK antara babi oleh orang yang terkontaminasi.
  • 25. Bongkar muat ternak • Bongkar muat ternak adalah salah satu yang paling kritis menyangkut kontak hewan yang ada di peternakan dengan kendaraan atau orang dari luar peternakan. • Pendekatan terbaik dalam meminimalkan risiko adalah membangun dermaga bongkar muat (loading/unloading dock). • Struktur ini harus memiliki area kotor (di luar peternakan) di mana truk dapat parkir. Area kotor ini mengarah ke koridor yang dapat dikelola (cukup sempit untuk memungkinkan ternak lewat satu per satu) yang memiliki gerbang. • Gerbang harus cukup rendah untuk mengizinkan hanya hewan melintas tetapi tidak untuk orang berdiri. Biasanya hal ini dicapai dengan cara membuat pintu bergeser (sliding door) atau dengan mekanisme yang sama. • Dari gerbang ke dalam harus dianggap “area bersih”.
  • 26. Penularan patogen dari lingkungan • Jalur penularan patogen lain yang terkait dengan lingkungan termasuk rodensia, vektor mekanik seperti lalat, dan hewan lain (baik liar atau milik lingkungan peternakan) atau burung. • Rodensia dapat menjadi pembawa (carrier) berbagai patogen yang mempengaruhi babi, seperti Salmonella serovars, Leptospira, Yersinia pseudotuberculosis, Toxoplasma gondii, Campylobacter spp., Brachyspira spp., Lawsonia intracellularis atau virus encephalomyocarditis. • Umumnya tikus (mice) memiliki radius aksi 25 – 150 m dan karenanya perannya dalam penularan antar peternakan terbatas. Meskipun demikian, tikus (rat) individu dapat bergerak sejauh 3 km dalam satu malam. • Anjing dan kucing dapat menjadi sumber sejumlah patogen untuk babi, meskipun hewan-hewan ini seharusnya tidak ada di peternakan babi.
  • 27. Penularan patogen dari lingkungan • Lalat dapat bertindak sebagai vektor mekanik, meskipun radius terbangnya 2-3 km dan kisaran suhu yang sempit untuk lalat mampu bertahan hidup, sehingga membatasi perannya sebagai penyebar mekanik jarak jauh. • Namun, beberapa studi menunjukkan adanya virus PRRS yang infeksius dalam proporsi lalat rumah yang ditangkap 1,7 km dari sumber peternakan. Penularan belum terbukti lebih jauh dari ratusan meter. Ada bukti peran lalat dalam penularan patogen lain seperti Streptococcus suis atau Brachyspira spp. • Burung juga terlibat dalam penyebaran beberapa patogen seperti Salmonella, Lawsonia intracellularis, Brachyspira hyopdiseneteriae dan E. coli dan mungkin bertindak sebagai reservoir yang melestarikan sirkulasi di peternakan.
  • 28. Bahan pakan • Bahan pakan itu sendiri secara umum tidak menimbulkan risiko karena kondisi higienis dalam produksinya, tertutama jika perlakuan terhadap dengan pemanasan (heat-treated). • Misalnya: pembuatan pelet menghilangkan virus PED dari bahan pakan yang terkontaminasi. • Namun demikian, patogen yang berbeda dapat mengkontaminasi dan bertahan dalam bahan pakan dan diintroduksi ke peternakan. Contohnya: virus PED, virus ASF, Senecavirus A (SVA), virus CSF, Pseudorabies virus (PRV), dan virus PMK terdeteksi dalam tepung kedelai (konvensional dan organik), suplemen vitamin, lysine dan choline (Dee et al., 2016).
  • 29. Air minum • Air minum yang digunakan di peternakan juga bisa menjadi introduksi sumber patogen. • Penyakit yang secara klasik terkait dengan kontaminasi air adalah leptospirosis. Leptospira dari tikus dan hewan lainnya mengkontaminasi air, atau bahkan tikus dapat dicerna oleh babi. • Sebagian besar patogen yang mengikuti siklus penularan feses-oral memiliki potensi untuk terbawa melalui air. • Skor kerentanan biosekuriti yang dikembangkan untuk PRRS, hasilnya menunjukkan bahwa kerentanan terkait dengan penularan oleh udara dan air, dan pergerakan orang/hewan (Silva et al., 2018). • Oleh karena itu kualitas bakteriologi dari air harus dicek secara regular, setidaknya satu kali dalam setahun.
  • 31. Biosekuriti internal • Tujuan biosekuriti internal adalah untuk mengurangi kemungkinan penyebaran patogen ketika peternakan telah terinfeksi. • Tindakan biosekuriti dapat dikelompokkan sebagai berikut: a) tindakan-tindakan yang berkaitan dengan manajemen kelompok; b) higiene umum dari fasilitas; c) pembersihan dan disinfeksi (cleaning and disinfection); dan d) personil.
  • 32. Tindakan-tindakan yang berkaitan dengan manajemen kelompok • Tujuan utama dari tindakan-tindakan ini adalah mengendalikan arus ternak untuk mencegah babi-babi dari kelompok umur yang berbeda bercampur. • Biasanya, dianggap penting untuk menghindari pergerakan terhadap aliran produksi. Ini dapat dicapai dengan penerapan sistim “all-in/all-out” yang ketat dengan pembersihan dan disinfeksi fasilitas unruk kelompok ternak baru. • Tindakan ini dilaporkan efektif untuk mengurangi sirkulasi patogen dan mengurangi jumlah dan variasi aplikasi obat di peternakan. • Contoh: di peternakan babi di Jepang di mana sistim “all-in / all-out” diterapkan di semua tahapan produksi, ditemukan adanya penggunaan antimikroba yang lebih rendah untuk pengobatan pneumonia dan penyakit oedema. • Contoh lain: di Perancis, pengurangan prevalensi Salmonella terjadi pada babi yang dikirimkan ke RPH juga diamati ketika tindakan ini dilakukan.
  • 33. Tindakan-tindakan yang berkaitan dengan manajemen kelompok (lanjutan) • Fakta penting lainnya yang perlu dipertimbangkan ketika menerapkan tindakan-tindakan manajemen adalah induk babi bertindak sebagai reservoir untuk banyak patogen yang ada di peternakan. • Dari akhir tahun 1970-an, sistim peringatan dini (early weaning systems) mulai dipelajari berdasarkan ide bahwa patogen tertentu ditularkan dari induk babi ke anak babi pada waktu-waktu tertentu. • Pemisahan anak babi dari induknya lebih awal akan mencegah penularan, dan konsekuensinya akan mengurangi atau bahkan mengeliminasi adanya penyakit-penyakit tertentu.
  • 34. Tindakan-tindakan berkaitan dengan fasilitas dan pembersihan dan disinfeksi • Fasilitas harus berkontribusi untuk mengurangi penularan penyakit, atau setidaknya tidak memfasilitasi penyebarannya. • Aspek yang sangat mendasar untuk memulainya adalah DISAIN. Peternakan yang didisain dengan buruk atau tidak direncanakan dengan baik, relatif umum bagi hewan untuk bergerak antara unit-unit yang berbeda untuk pemuatan (loading), pembongkaran (unloading) atau antara fase produksi, sehingga hewan dari umur yang berbeda dapat melakukan kontak. • Penting bahwa fasilitas memungkinkan organisasi kerja yang benar dan sampai batas tertentu, berkontribusi untuk menghormati pemisahan antara berbagai kelompok umur yang ada di peternakan. • Ini dapat dicapai dengan penghalang fisik (physical barriers) seperti pintu, bak cuci kaki (foot baths), atau area perantara untuk cuci tangan dan mengganti sepatu bot. • Kadang-kadang area yang berbeda dapat dicat dengan warna dan pakaian dan sepatu bot yang berbeda dengan warna yang sesuai untuk membuat pelanggaran non-kontak antara berbagai tahap produksi lebih sulit dilakukan.
  • 35. Tindakan-tindakan higienis • Elemen yang paling dasar dari tindakan higienis adalah pembersihan (cleaning) dan disinfeksi (disinfection) dari kandang. • Sama dengan yang dilakukan dengan kendaraan pengangkut (truk), kandang harus dibersihkan terlebih dahulu dengan menghilangkan sisa/reruntuhan organik, kemudian baru dicuci dengan air sabun, dan setelah dibilas dan dikeringkan, dilakukan disinfeksi. • Contoh: Penelitian di Uganda pada 276 peternakan ditemukan pengurangan seropositif Streptococcus suis dengan penggunaan desinfektan di peternakan (Dione et al. 2018). Patogen ini tereliminasi dengan cepat dengan menggunakan senyawa phenyl, chlorine dan iodine.
  • 36. Tindakan-tindakan higienis (lanjutan) • Tindakan higienis mendasar kedua adalah pemberian vaksin dan obat-obatan. Jarum suntik harus diganti antara individu babi, meskipun ini sangat sulit dilakukan pada saat melakukan praktik. • Seringkali para pekerja melihat penggantian jarum hanya buang waktu. Untuk mengajari mereka pentingnya praktik ini adalah penting. • Hal minimum yang dapat diterima adalah menggunakan jarum individu untuk induk babi dan mengganti jarum untuk setiap ‘litter’ atau kandang.
  • 37. Tindakan terkait personil • Personil yang bekerja di peternakan adalah elemen kunci untuk menjaga biosekuriti internal. • Perannya ganda: • melaksanakan aturan-aturan; dan • dapat bertindak sebagai sarana untuk penyebaran patogen di dalam peternakan. • Personil harus mengetahui betul pekerjaan mana yang ditugaskan dan apa rutinitas kerjanya. Sebagai contoh: pekerja di area penggemukan tidak boleh pergi ke area persalinan (maternity). Seringkali kode warna untuk dinding dan pakaian khusus dapat membantu tujuan ini. • Hal ini jelas membutuhkan perencanaan tambahan untuk pembersihan dan penggantian serta area dimana perubahan harus dirancang.
  • 38. Bak pencelup kaki (food bath) • Hanya dengan berjalan melalui bak pencelup kaki (food bath) dan tidak menghilangkan feses dari sepatu bot sebelum memasuki cairan disinfektans tidak mengurangi jumlah patogen yang melekat. • Oleh karena itu direkomendasikan terlebih dahulu untuk: • bersihkan sepatu bot dalam pencucian awal menggunakan sikat dan air sabun; dan • diikuti dengan perendaman sepatu bot yang sudah bersih ke dalam cairan desinfektan selama setidaknya 5 menit dan menutupi tidak kurang dari 15 cm dari sol sepatu bot. • Hal ini efektif untuk tindakan disinfeksi dan tidak menyia-nyiakan cairan desinfeksi di bak pencelup kaki. • Cairan disinfeksi harus diganti sebaiknya setiap hari dan penggantian setiap 3 hari merupakan rutinitas yang paling tidak dapat diterima.
  • 39. Pagar keliling dan area parkir • Pagar keliling dengan pintu tertutup permanen yang hanya dapat dibuka dari dalam peternakan adalah pemisahan utama antara ‘dalam” dan “luar” peternakan. • Penggunaan lain dari pagar adalah untuk membatasi akses satwa liar seperti babi hutan, yang merupakan risiko serius untuk beberapa penyakit seperti CSF, ASF dlsbnya. • Material pagar harus dipilih untuk tujuan ini, karena babi hutan dapat dengan mudah menghancurkan pagar kawat biasa. • Di luar itu, penghalang untuk mencegah evakuasi harus dibangun di bawah pagar. • Area parkir di luar peternakan harus diterapkan untuk semua operasi yang tidak memerlukan pintu masuk ke peternakan dengan kendaraan.
  • 41. Kesimpulan • Biosekuriti telah menjadi elemen penting dari produksi ternak, terutama di peternakan babi dengan sistim intensif. • Pencegahan terhadap introduksi patogen baru dan membatasi penyebarannya akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan babi, produktivitas peternakan, dan juga berkontribusi pada kesehatan masyarakat. • Pengetahuan yang lebih baik tentang epidemologi penyakit babi akan berkontribusi pada disain program biosekuriti yang lebih baik.
  • 42. “Kita tidak kekurangan ilmu pengetahuan di peternakan, tapi kita kurang edukasi. Saat ini perlu ada pergeseran budaya di peternakan di mana kita fokus pada orang-orang yang terlibat dalam setiap kejadian di peternakan dan setiap orang bertanggung jawab untuk mempertahankan standar biosekuriti yang tinggi di setiap kejadian." -Andrea Pitkin, DVM, PIC USA
  • 43. CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including icons by Flaticon and infographics & images by Freepik Does anyone have any questions? addyouremail@freepik.com +91 620 421 838 yourcompany.com Terima kasih!