Tiga penyakit hewan penting yaitu African Swine Fever (ASF), Lumpy Skin Disease (LSD), dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) telah menyebar ke beberapa negara dan wilayah di Indonesia. Untuk mengendalikan penyebarannya diperlukan kerja sama antar instansi terkait melalui penguatan sistem surveilans, penerapan tindakan biosekuriti yang ketat, serta manajemen risiko dan komunikasi yang tepat.
Kajian singkat importasi sapi dari Spanyol dan Chili - Direktorat Kesehatan H...
JUDUL
1. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN PENYAKIT
AFRICAN SWINE FEVER (ASF), LUMPY SKIN DISEASE (LSD),
PENYAKIT MULUT DAN KUKU (PMK), dan AVIAN INFLUENZA
PADA BURUNG LIAR
Drh Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD
Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Karantina Hewan
RAPAT KOORDINASI KESEHATAN HEWAN DAN KESMAVET SEWILAYAH KERJA BALAI BESAR VETERINER MAROS
MAKASSAR, 21 – 23 FEBRUARI 2023
2. 01
02
03
04
PENYAKIT LINTAS BATAS (TRANSBOUNDARY ANIMAL DISEASES)
AFRICAN
SWINE FEVER
(ASF)
LUMPY SKIN
DISEASE
(LSD)
PENYAKIT
MULUT DAN
KUKU (PMK)
AVIAN
INFLUENZA
PADA
BURUNG
LIAR
3. “Penyakit-penyakit dengan dampak penting
terhadap ekonomi, perdagangan dan/atau
ketahanan pangan dari sekelompok negara,
yang dapat dengan mudah menyebar ke
negara lain, mencapai proporsi epidemi dan
membutuhkan kerja sama pengendalian dan
pemberantasan antara berbagai negara”
Sumber: Food and Agriculture Organization of the United Nations (1997)
PENYAKIT LINTAS BATAS
(TRANSBOUNDARY ANIMAL
DISEASES)
4. Proses wabah penyakit lintas batas (TAD)
(1)
Bebas penyakit
(2)
Kesiapsiagaan
(3) Introdruksi
penyakit
(4) Berkembang
& menyebar
(5) Respon &
penahanan
(6)
Pemberantasan
/Eliminasi
Manajemen
risiko
Penilaian
risiko
(7) Pengendalian
(endemik)
Komunikasi
risiko
• Negara-negara mungkin saja tidak mampu
memenuhi kewajibannya untuk mencegah
penyebaran TAD karena beberapa alasan.
Misalnya pengetahuan teknis dan ilmiah
tentang penyebaran penyakit seringkali
tidak lengkap dan tidak tepat.
Sumber: Presentation Nadav Galon, SE Asia OIE meeting, 11 June 2021.
• Dampak ekonomi yang paling langsung
dari TAD adalah hilangnya atau
berkurangnya efisiensi produksi, yang
mengurangi pendapatan peternak dan
timbulnya biaya sosial.
5. Jenis
dampak
ekonomi
TAD
Efek suplai pasar Efek permintaan pasar
Kenaikan harga
Pengurangan volume suplai domestik
Pengurangan produksi/kenaikan biaya
produksi
Penurunan harga domestik
Penurunan ekspor
Pelarangan atau pengetatan
pengendalian oleh negara pengimpor
Kenaikan biaya finansial
Kerawanan pangan
Masalah kesehatan
Degradasi lingkungan
Efek finansial Eksternalities
Pendapatan
peternak
T A D
Biaya
sosial
Sumber: Otte, M.J., et al., 2004. Transboundary Animal Diseases: Assessment of socio-
economic impacts and institutional responses. Livestock Policy Discussion Paper No. 9.
7. African swine fever (ASF)
• African swine fever (ASF) adalah penyakit yang sangat menular.
• Penyakit ini mempengaruhi babi domestik dan liar, dengan tingkat kematian seringkali
mendekati 100%.
• Menurut peringatan yang dikirim oleh Negara Anggota ke World Organisation for Animal
Health (WOAH) melalui portal data kesehatan WAHIS, perkiraan resmi jumlah hewan yang
telah mati atau yang telah disembelih karena ASF cukup besar.
• Misalnya, pada 2019, Vietnam melaporkan kehilangan sekitar 6 juta ekor babi,
jumlah total yang tidak hanya mencakup jumlah kematian di peternakan yang terinfeksi,
tetapi juga data penyembelihan preventif yang diterapkan untuk menahan penyebaran
penyakit.
Sumber: African swine fever threatens production systems (ideas4development.org)
8. Penyebaran global ASF
• ASF tidak pernah begitu menyebar luas seperti sekarang ini.
• Karena epidemiologinya yang kompleks, ASF telah meluas tanpa bisa dihentikan sejak 2018,
mempengaruhi 50 negara.
• Tidak ada negara yang aman dari ASF saat ini. Jumlah negara yag melaporkan wabah ke
WOAH terus bertambah, menjadi wabah penyakit hewan terbesar untuk generasi saat ini.
• Dengan tidak adanya vaksin yang efektif, pengendalian dan pemberantasan ASF menjadi
lebih menantang.
• Terlepas dari konteks yang menakutkan ini, pengendalian global terhadap penyakit ini
dimungkinkan dengan upaya dan kolaborasi yang berkelanjutan di tingkat nasional, regional
dan internasional, sebagaimana dibuktikan oleh negara-negara yang telah berhasil
memberantas penyakit tersebut.
Sumber: African swine fever - WOAH - World Organisation for Animal Health.
9. Situasi ASF dunia (2021-2023)
Sumber: AFRICAN SWINE
FEVER (ASF) – SITUATION
REPORT 27 03/02/2023
• Secara global, sejak
2021 sampai 2
Februari 2023, ASF
telah dilaporkan oleh
40 negara,
mempengaruhi lebih
dari 827.000 ekor
babi dan lebih dari
23.000 babi hutan
liar, serta kehilangan
jutaan ekor babi.
10. Situasi ASF di Indonesia (Sep 2020 – Jan 2023)
2020 2021 2022 2023
Jumlah kasus 77.035 96.556 6.099 305
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
11 provinsi
12 provinsi
6 provinsi
2 provinsi
Sumber: i-SIKHNAS, Direktorat Kesehatan Hewan
1. Sumatera Utara 10. Jawa Tengah
2. Sumatera Barat 11. DI Yogyakarta
3. Sumatera Selatan 12. Jawa Timur
4. Riau 13. Kalimantan Barat
5. Bangka Belitung 14. Kalimantan Tengah
6. Jambi 15. Kalimantan Timur
7. Lampung 16. Nusa Tenggara Timur
8. Banten 17. Bali (tidak dilaporkan)
9. Jawa Barat 18. Papua Barat
19. Sulawesi Selatan
19
Provinsi tertular ASF (warna merah):
11. Perlu transparansi tentang situasi penyakit
• ASF adalah penyakit yang masuk daftar WOAH (WOAH listed disease).
• Penyakit ini wajib (mandatory) bagi Otoritas Veteriner Nasional dinotifikasi ke WOAH
untuk setiap kasus ASF secara tepat waktu.
• Negara Anggota dapat juga mendeklarasikan secara sendiri (self-declare) bahwa tidak
ada ASF di wilayah negara (zona) secara sukarela (voluntary).
• Menjaga transparansi situasi global ASF adalah kunci untuk memfasilitasi
penerapan tindakan-tindakan awal yang dapat menghentikan penyebaran penyakit.
Sumber: African swine fever threatens production systems (ideas4development.org)
12. Belum ada vaksin yang disetujui WOAH
• Dengan tidak adanya vaksin yang tersedia saat ini, hanya tindakan-tindakan
biosekuriti yang ketat yang dapat membatasi penyebaran penyakit, misalnya:
❑ tindakan pencegahan tambahan yang berkaitan dengan pengangkutan ternak dan
produk hewan;
❑ manajemen hewan yang mati;
❑ tindakan-tindakan pengendalian sanitasi di pasar hewan; dan
❑ peningkatan kesadaran tentang penggunaan limbah dapur untuk pakan ternak.
• Peternak babi dan profesional ternak babi di Indonesia tidak siap untuk menerapkan
tindakan-tindakan yang disebutkan di atas, dan kelembagaan Kesehatan Hewan Nasional
(Veterinary Services) tidak didukung oleh peraturan perundangan yang tepat, juga tidak
memiliki sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi wabah semacam ini.
Sumber: African swine fever threatens production systems (ideas4development.org)
13. Sistim surveilans untuk
deteksi dini ASF
• Sistim surveilans untuk deteksi
dini ASF terdiri dari beberapa
komponen yang saling
mendukung satu sama lain dan
harus mendapatkan dukungan
laboratorium yang efektif.
• Sistim surveilans juga perlu
melekat pada program
manajemen darurat ASF yang
didukung oleh pemangku
kepentingan utama terkait.
Sistim surveillans
deteksi dimi ASF
Babi
hutan
Babi
domestik
Peternakan
Surveilans
sindromik
Rumah
Potong
Pelaporan
pasif
Inspeksi
perbatasan
Inspeksi
Survei
Mortalitas
Inspeksi
rutin
Produk babi
Babi hidup
Survei
Dokter hewan
Lain-lain
Peternak
Pemeriksaan
karkas
Pra-
pemotongan
Inspeksi
karkas
Sumber: WOAH. Surveillance for early detection
for African swine fever virus (in Asia).
14. Tindakan pengendalian menghentikan penyebaran ASF
• Selama wabah dan di wilayah yang terkena dampak, pengendalian penyebaran ASF bisa sulit
dan harus disesuaikan dengan situasi epidemiologi yang spesifik.
• Tindakan-tindakan pengendalian umum yang dapat diimplementasikan, termasuk:
❑ deteksi dini dan pemusnahan hewan secara manusiawi (dengan pembuangan karkas
dan limbah yang tepat);
❑ pembersihan dan disinfeksi secara menyeluruh;
❑ zonasi/kompartementalisasi dan pengendalian lalu lintas;
❑ surveilans untuk deteksi dini dan investigasi epidemiologis;
❑ tindakan-tindakan biosekuriti di peternakan; dan
❑ pengetahuan tentang peran potensial penyebaran virus termasuk dinamika pergerakan
babi hutan.
Sumber: African swine fever - WOAH - World Organisation for Animal Health
15. ASF pada babi hutan
• Manajemen kepadatan populasi babi hutan
liar (wild boar) dan interaksinya dengan
produksi babi yang memiliki biosekuriti
rendah adalah penting.
• Pengetahuan dan manajemen babi hutan liar,
serta koordinasi yang baik antara penanggung
jawab kesehatan hewan, satwa liar dan
kehutanan diperlukan untuk keberhasilan
dalam mencegah dan mengendalikan ASF.
17. Lumpy skin disease (LSD)
• Lumpy skin disease virus (LSD) adalah penyakit sapi yang ditandai dengan demam,
benjol-benjol pada kulit, selaput lendir dan organ internal, pembesaran limfonoda, edema
kulit, dan kadang-kadang disertai kematian.
• Penyakit ini penting secara ekonomi karena dapat menyebabkan:
• pengurangan temporer dari produksi susu;
• sterilitas temporer atau permanen pada sapi jantan;
• kerusakan kulit; dan
• kadang-kadang kematian.
• Bos taurus umumnya lebih rentan terhadap klinis penyakit daripada Bos indicus.
• Kerbau Asia (Bubalus spp.) juga dilaporkan rentan.
Sumber: Lumpy Skin Disease - WOAH - World Organisation for Animal Health
18. Karakteristik LSD
• Virus LSD tidak zoonotik, sehingga manusia tidak dapat terkena dampak penyakit ini.
• Penyakit dapat menyebar dengan cepat, dan cara penularan yang utama melalui vektor
arthropoda.
• Tingkat morbiditas selama wabah LSD bervariasi antara 10 – 20%, meskipun telah
dilaporkan di beberapa tempat setinggi 45%, dan tingkat mortalitas 1 – 5% dianggap biasa.
• LSD tidak menyebabkan penyakit kronis. Penyakit tidak menjadi laten, dan timbulnya
kembali penyakit tidak terjadi.
• Tidak ada status ‘carrier’. Sekali hewan sembuh, hewan terlindungi dengan baik dan tidak
dapat menjadi sumber infeksi bagi hewan lain.
• Pada hewan terinfeksi yang tidak menunjukkan gejala klinis, virus dapat tetap berada dalam
darah selama beberapa minggu dan akhirnya menghilang.
Sumber: faq-lsd-faired-v2-4forpublication.pdf (woah.org)
19. Peta status LSD berdasarkan laporan ke WOAH (2022)
Negara anggota dan zona yang diakui bebas PPR Negara dan zona tanpa status resmi LSD
Tidak dinotifikasi
20. LSD di Indonesia (Februari s/d Desember 2022)
• Februari 2022:
• Riau
• Maret dan April 2022:
• Sumatera Barat
• Jambi
• Aceh
• Sumatera Utara
• Agustus 2022:
• Jawa Tengah
• Desember 2022:
• Jawa Timur
April ‘22 Juli ‘22 Oktober ‘22
April ‘22
Jumlah
hewan
terinfeksi
LSD
20
40
Sumber: Yuni Yupiana (Direktorat Kesehatan Hewan). An update on LSD situation and
its control. Virtual LSD Update Meeting for South-East Asia, 16 December 2022.)
0
Riau
Jateng Jatim
Aceh.
Sumbar
Jambi
Sumut
21. Distribusi spasial kasus LSD (s/d Desember 2022)
Sumber: Yuni Yupiana (Direktorat Kesehatan Hewan). An update on LSD situation and
its control. Virtual LSD Update Meeting for South-East Asia, 16 December 2022.)
Provinsi Kasus # hewan
Sumatera Utara 901 8.118
Aceh 1.610 5.223
Sumatera Barat 802 2.239
Riau 282 663
Jawa Tengah 87 271
Jambi 74 165
Jawa Timur 2 5
Jumlah 3.758 16.684
22. Situasi LSD di Indonesia (Feb 2022 – Feb 2023)
Sumber: i-SIKHNAS, Direktorat Kesehatan Hewan
2022 2023
Jumlah kasus 17.333 7.811
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
20.000
Provinsi tertular LSD (warna merah):
1. Aceh 6. Jambi
2. Sumatera Utara 7. Jawa Barat
3. Riau 8. Jawa Tengah
4. Sumatera Barat 9. DI Yogyakarta
5. Bengkulu 10. Jawa Timur
10
23. Potensi faktor risiko LSD
Tipe Faktor Status
Berhubungan dengan
hospes
Spesies
Gender
Umur
Jenis
Sapi lebih rentan dari kerbau
Keduanya rentan
Lebih muda rentan daripada tua
Persilangan lebih rentan dari asli
Berkaitan dengan agen
penyakit
Keropeng mengering
Pembekuan dan pencairan
Dalam darah sapi terinfeksi
Dalam semen
Dalam saliva
Dalam fomit
Virus LSD bertahan hidup
Virus LSD stabil
Virus LSD bertahan 8,8 hari dan viral DNA bertahan 16,3 hari
Virus LSD bertahan kira-kira 22 hari
Virus LSD bertahan kira-kira 11 hari
Virus LSD bertahan dalam waktu tidak terbatas
Lingkungan dan manajemen Iklim hangat dan lembab Proliferasi nyamuk, lalat dan caplak
Faktor Musim basah
Pelanggaran di karantina
Kelimpahan Insekta penghisap darah
Masuknya hewan tiba-tiba ke dalam kawanan
Sumber: Das M., et al, 2021. An updated review on lumpy skin disease: a perspective
of Southeast Asian countries. J Adv Biotechnol Exp Ther. 2021 Sep; 4(3): 322-333
24. Apa keuntungan vaksinasi LSD?
• Vaksinasi adalah alat yang paling efektif untuk pengendalian LSD
dan potensial untuk pemberantasan.
• Vaksinasi LSD lebih mudah diimplementasikan dan lebih efektif
daripada tindakan-tindakan lain (misal: pemusnahan
total/stamping out) dan dalam banyak kasus, vaksinasi lebih
murah.
• Vaksinasi LSD mengurangi jumlah total hewan yang rentan dalam
populasi, sehingga mencegah masuk dan menyebarnya penyakit.
• Vaksinasi memproteksi hewan dari terinfeksi LSD sehingga
mencegah kerugian ekonomi langsung dan tidak langsung.
Sumber: faq-lsd-faired-v2-4forpublication.pdf (woah.org)
25. Vaksin LSD yang digunakan di Indonesia
Nama vaksin Tipe vaksin Strain virus Sumber Volume
Mevac TM Homologous Live attenuated
Neethling strain virus
Mesir 20 ml
100 ml
Lumpyvax® Homologous Live attenuated
Neethling strain virus
Afrika Selatan 20 ml
100 ml
26. Kapan dan bagaimana sapi divaksinasi LSD?
• Vaksinasi tahunan sapi dewasa akan memproteksi hewan dari LSD.
• Hanya vaksinasi hewan sehat dengan vaksin hidup (live vaccine).
• Anak sapi dari hewan yang divaksinasi atau induk yang terinfeksi secara alami harus
divaksinasi biasanya pada umur 3 – 6 bulan.
• Anak sapi dari induk yang tidak divaksinasi dapat divaksinasi pada umur berapa saja.
• Hewan yang baru dibeli harus divaksinasi 28 hari sebelum introduksi ke dalam kelompok.
• Hewan harus divaksinasi 28 hari sebelum ditransportasikan atau dipindahkan ke tempat
lain.
• Dosis dan protokol yang sama seperti untuk sapi harus diterapkan pada kerbau domestik.
• Sapi betina dewasa bunting atau sapi betina muda adalah aman untuk divaksinasi.
Sumber: faq-lsd-faired-v2-4forpublication.pdf (woah.org)
27. Strategi vaksinasi LSD berdasarkan status penyakit
No. Status LSD Strategi vaksinasi untuk LSD
1. Endemik Vaksinasi tahunan
2. Terinfeksi baru Vaksinasi profilaksis populasi yang rentan (Gelaye & Lamien, 2019;
Kitching, 2003).
3. Bebas LSD Jika wilayah tersebut nyata-nyata bebas LSD tetapi kasus LSD terlihat di
wilayah-wilayah terdekat, maka tidak ada vaksinasi yang
direkomendasikan tetapi lakukan:
• karantina ketat;
• pelarangan impor dari wilayah yang terkena dampak;
• surveilans aktif dan pasif; dan
• pemeriksaan laboratorium regular terhadap hewan yang dicurigai.
Sumber: Jyoti S. et al. Global Epidemiology of Lumpy Skin Disease from 2005-2020.
28. Status LSD Indonesia
• Sesuai dengan Artikel 11.9.3. WOAH Terrestrial Animal Health Code, suatu negara atau zona
yang mempraktikkan vaksinasi tidak dipertimbangkan sebagai negara atau zona bebas LSD.
• Negara atau zona yang melaksanakan vaksinasi LSD harus menjalankan perdagangan hewan
yang mematuhi ketentuan yang berlaku untuk negara atau zona yang tidak bebas LSD,
seperti yang tercantum dalam Artikel 11.9.6. untuk sapi dan kerbau rawa hidup.
• Dalam kebanyakan kasus, dosis tunggal vaksin hidup LSD yang dilemahkan (live attenuated)
dapat memberikan proteksi yang memadai kepada hewan yang divaksinasi setelah 3 minggu
vaksinasi dan setidaknya selama 1 tahun.
• Vaksinasi tahunan (annual vaccination) direkomendasikan di negara-negara yang terkena
dampak, dan kampanye vaksinasi yang diharmonisasikan di seluruh wilayah negara dapat
memberikan proteksi terbaik.
Sumber: faq-lsd-faired-v2-4forpublication.pdf (woah.org)
29. Monitoring efikasi kampanye vaksinasi LSD
• Surveilans klinis aktif (active clinical surveillance) adalah alat yang sangat efektif untuk
menilai efikasi kampanye vaksinasi.
• Karena manifestasi klinis LSD yang sangat karakteristik, maka pemeriksaan fisik yang
dilakukan oleh dokter hewan yang terlatih dianggap sebagai alat yang efektif untuk
surveilans klinis aktif.
• Surveilans pasif (passive surveillance) memberikan dukungan tambahan jika tingkat
kesadaran untuk mengidentifikasi gejala klinis LSD yang khas adalah tinggi, dan peternak,
dokter hewan lapangan dan lainnya yang melakukan kontak dengan sapi bersedia untuk
melaporkan setiap kasus yang mencurigakan.
• ELISA antibodi dapat digunakan untuk monitoring pasca-vaksinasi pada 2 – 3 bulan setelah
vaksinasi, dengan mempertimbangkan bahwa bisa saja tingkat antibodi pada sejumlah
hewan mungkin rendah dan tidak terdeteksi oleh ELISA.
Sumber: faq-lsd-faired-v2-4forpublication.pdf (woah.org)
30. Exit strategy
• Dalam semua kasus, vaksinasi perlu dihentikan (exit strategy) agar memenuhi syarat untuk
mendapatkan kembali status bebas LSD di tingkat negara (atau zona).
• Keputusan penghentian vaksinasi bergantung pada situasi LSD di wilayah negara/zona dan risiko
(diestimasi melalui ‘risk assessment’ yang spesifik).
• Tabel di bawah ini menunjukkan periode waktu yang diperlukan untuk mendapatkan status
bebas LSD, di mana selama periode tersebut tidak ada kejadian LSD, vaksinasi dilarang di
negara/zona tertentu, dan kegiatan surveilans telah diterapkan.
Metoda pengendalian
Surveilans
klinis saja
Surveilans klinis, virulogis
dan serologis
Vaksinasi saja 3 tahun 2 tahun
‘Stamping out’ dan vaksinasi 26 bulan 14 bulan
Sumber: LSDVG.pdf (fao.org).
32. Penyakit mulut dan kuku (PMK)
• Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit virus pada ternak yang parah dan
sangat menular yang memiliki dampak ekonomi yang signifikan.
• Penyakit menyerang sapi, kerbau, babi, domba, kambing dan ruminansia berkuku belah
lainnya.
• Hewan yang dipelihara secara intensif lebih rentan terhadap PMK daripada hewan yang
dipelihara secara tradisonal.
• PMK jarang berakibat fatal pada hewan dewasa, tetapi seringkali ada kematian yang tinggi
pada hewan muda karena miokarditis atau apabila induk sapi terinfeksi oleh penyakit maka
produksi susu berkurang.
• PMK menyebabkan kehilangan produksi yang parah, dan sementara sebagian besar hewan
yang terkena dampak mengalami kesembuhan, penyakit ini sering membuat hewan lemah
dan kekurangan tenaga.
Sumber: Foot and mouth disease - WOAH - World Organisation for Animal Health
33. Wabah PMK harus dilaporkan ke WOAH
• PMK adalah penyakit yang masuk daftar WOAH (WOAH-listed disease) dan setiap kejadian
wabah harus dinotifikasi ke WOAH.
• Ada 7 strain virus PMK (A, O, C, SAT1, SAT2, SAT3, dan Asia1) yang endemik di berbagai
negara di seluruh dunia.
• Setiap strain memerlukan vaksin yang spesifik untuk menyediakan kekebalan bagi hewan
yang divaksinasi.
• Semua 7 serotipe ditemukan juga pada satwa liar, meskipun satwa liar tidak berperan
signifikan dalam mempertahankan penyakit.
• Saat ini, satwa liar yang terkonfirmasi sebagai reservoir adalah hanya kerbau Afrika
(Syncerus caffer).
• PMK tidak mudah menular ke manusia dan bukan merupakan risiko kesehatan masyarakat.
Sumber: Foot and mouth disease - WOAH - World Organisation for Animal Health
34. Peta status resmi PMK menurut WOAH (2022)
Negara dan zona yang diakui sebagai bebas PMK tanpa vaksinasi
Negara dan zona yang diakui sebagai bebas PMK dengan vaksinasi
Negara dan zona tanpa status resmi PMK
Suspensi status resmi PMK
Status Indonesia disuspensi
berlaku mulai 12 April 2022.
35. Jumlah kasus PMK (1 Mei 2022 – 17 Februari 2023)
65.722
255.725
155.296
53.255
25.387 20.709
10.618 4.165 7.903 2.834
0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
Mei 2022 Juni 2022 Juli 2022 Agustus 2022 September
2022
Oktober 2022 November
2022
Desember
2022
Januari 2023 Februari 2023
Provinsi tertular PMK (warna merah): 29
36. Vaksinasi PMK sebagai strategi pengendalian
• Vaksinasi tetap dianggap sebagai opsi sebagai bagian dari strategi pengendalian yang
efektif untuk PMK dan keputusan menggunakan vaksinasi adalah tanggung jawab nasional.
• Vaksinasi rutin terhadap PMK digunakan:
❑ di banyak negara atau zona yang diakui sebagai bebas PMK dengan vaksinasi;
❑ di negara-negara di mana PMK endemik; dan
❑ di negara-negara di mana ada risiko dari virus yang bersirkulasi di negara-negara
tetangga atau zona berdekatan.
• Di negara-negara bebas PMK, penggunaan mekanisme deteksi dini dan respon cepat yang
efektif, pengendalian lalu lintas yang ketat dan pemusnahan hewan yang terinfeksi dan yang
kontak ketika wabah terjadi harus lebih menjadi opsi daripada vaksinasi.
Sumber: https://www.woah.org/fileadmin/Home/eng/Media_Center/docs/pdf/Disease_cards/Q_A-FMD-EN.pdf
37. Penggunaan vaksinasi untuk PMK
• Tergantung pada situasi PMK, strategi vaksinasi dapat dirancang untuk mencapai cakupan
massal atau ditargetkan ke sub-populasi atau zona tertentu.
• Program vaksinasi yang dilakukan pada populasi target harus memenuhi beberapa kriteria
kritis, terutama:
❑ cakupan harus minimal 80%;
❑ kampanye vaksinasi harus diselesaikan dalam waktu sesingkat mungkin;
❑ vaksinasi harus dijadwalkan untuk memungkinkan intervensi dari kekebalan maternal;
❑ vaksin harus diberikan dalam dosis yang tepat dan dengan rute yang benar;
• Vaksin yang digunakan harus memenuhi standar WOAH tentang potensi dan keamanan, dan
strain vaksin harus cocok secara antigenik (vaccine matching) dengan virus yang bersirkulasi
di lapangan.
Sumber: Foot and mouth disease - WOAH - World Organisation for Animal Health.
38. Vaksin impor yang telah disetujui digunakan di Indonesia
No. Nama produk Jenis vaksin Strain Negara asal
1. Atfopor® Vaksin inaktif O3039, O1 Manisa, dan A22 Iraq Perancis
2. CaVac FMD Vaksin inaktif O/Mya98/XY/20120, O/GX/09-7 China
3. Aftomune® Vaksin inaktif O1 Campos dan A24 Cruzeiro Brazil
4. Aftogen® Oleo Vaksin inaktif O1 Campos Argentina
5. Aftosa Vaksin inaktif O1 Campos dan A24 Cruzeiro Argentina
6. Rakhsa Ovac Monovalent Vaksin inaktif O1 Manisa India
7. Schelcovo FMD Monovalent Vaksin inaktif O/TUR/5/09 Rusia
8. Decivac FMD DOE Vaksin inaktif O/TUR/5/09 Jerman
9. Monovalent Futvac FMD Vaksin inaktif IND/O/R2/75 India
10. Aftovac® Oleosa Vaksin inaktif O1 Campos dan A24 Cruzeiro Brazil
Sumber: Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 738/Kpts/PK.300/M/10/2022
tentang Jenis Vaksin Penyakit Mulut dan Kuku (tanggal 3 Oktober 2022).
39. Monitoring pasca vaksinasi (MPV)
• Monitoring pasca vaksinasi (MPV) adalah bagian penting dari setiap
kampanye vaksinasi dan dilakukan untuk menilai efektivitas vaksinasi
dengan:
❑ mengukur respon kekebalan pada hewan yang divaksinasi
(tingkat individu); dan
❑ proporsi hewan dalam populasi target yang memiliki kekebalan
terhadap PMK (tingkat populasi).
• MPV juga dapat menginformasikan perubahan yang harus dilakukan
terhadap kampanye dengan membantu mengidentifikasi di mana
vaksinasi gagal mencapai tingkat cakupan vaksinasi atau tingkat
proteksi yang memadai, dan dapat menjadi bagian dari investigasi
terhadap penyebab kegagalan vaksinasi yang sebenarnya.
Sumber: OIE, 2018. Manual 3. Foot and Mouth Disease vaccination and post-vaccination monitoring.
40. NSP antibodi
• Monitoring pasca vaksinasi (MPV) juga dapat menggunakan
pengujian ternak yang divaksinasi untuk antibodi terhadap non-
structural proteins (NSP).
• Keberadaan antibodi NSP mengindikasikan bahwa seekor hewan
telah terpapar infeksi virus PMK.
• Keberadaan antibodi NSP dalam populasi mengindikasikan
bahwa ada infeksi sebelumnya atau yang sedang berlangsung
pada populasi tersebut, meskipun tidak ada bukti klinis penyakit.
• Jika vaksin belum dimurnikan secara memadai sesuai dengan
standar internasional, atau vaksinasi berulang, mungkin ada respon
antibodi NSP yang dapat dideteksi.
Sumber: OIE, 2018. Manual 3. Foot and Mouth Disease vaccination and post-vaccination monitoring.
41. Informasi yang diperlukan untuk penilaian risiko PMK
• Informasi harus dikembangkan dan dibangun antara berbagai
jejaring untuk memfasilitasi pengumpulan, penyatuan, analisis, dan
berbagi data yang relevan untuk penilaian risiko PMK sebagai
berikut:
❑ Kejadian wabah;
❑ Program vaksinasi dan cakupan;
❑ Hasil monitoring pasca vaksinasi (MPV);
❑ Hasil program sero-surveilans;
❑ Hasil analisis genotipe dengan hubungan antara berbagai
laporan kejadian wabah yang berbeda;
❑ Hasil dari studi imunigenisitas; dan
❑ Pola pergerakan/lalu lintas ternak domestik (value chain).
43. Avian influenza (AI)
• Avian influenza (AI) adalah penyakit virus yang sangat menular yang menyerang unggas
domestik dan liar.
• Virus-virus AI telah banyak diisolasi, meskipun lebih jarang dari spesies mamalia termasuk
manusia.
• Penyakit yang kompleks ini disebabkan oleh virus-virus yang dibagi menjadi beberapa subtipe
(H5N1, H5N3, H5N8 dll.) yang karakteristik genetiknya berkembang pesat.
• Strain virus-virus AI ini umumnya dapat diklasifikasi menjadi 2 (dua) kategori sesuai dengan
tingkat keparahan penyakit pada unggas:
❑ virus AI yang patogenitasnya rendah (low pathogenicity avian influenza/LPAI) yang
biasanya menyebabkan sedikit atau tidak ada gejala klinis;
❑ virus AI yang patogenisitasnya tinggi (high pathogenicity avian influenza/HPAI) yang dapat
menyebabkan gejala klinis yang parah dan kemungkinan tingkat kematian yang tinggi
Sumber: Avian Influenza - WOAH - World Organisation for Animal Health
44. Pola musiman global avian influenza pada unggas
• Data untuk analisis pola musiman AI
diambil dari WOAH antara tahun
2005 dan 2019 dari 76 negara yang
terdampak dengan total 18.620
wabah pada unggas.
Bulan
Indeks
untuk
jumlah
wabah
• Grafik di atas menunjukkan pola musiman global HPAI pada unggas dan kotak merah
nomor 2 menunjukkan penyebaran terendah (September), kotak merah nomor 3 mulai
naik (Oktober) dan kotak merah nomor 1 mencapai puncak (Februari).
Sumber: HIGH PATHOGENICITY AVIAN INFLUENZA (hpai) – Situation Report (woah.org).
1 2 3
45. Avian influenza pada burung liar
• Avian influenza (AI) pada burung liar (wild bird) mengacu
pada infeksi virus-virus avian influenza Tipe A.
• Virus-virus AI dapat menginfeksi saluran pernafasan dan
pencernaan burung dan telah diidentifikasi pada lebih dari
100 spesies burung liar yang berbeda di seluruh dunia.
• Burung air liar (wild aquatic birds) termasuk camar, tern, dan
burung pantai, dan burung air liar (waterfowl) seperti bebek,
angsa (geese), dan angsa (swan) dianggap sebagai reservoir
alami untuk virus AI.
• Sebagian besar burung liar yang terinfeksi virus AI tidak
menunjukkan gejala (asimptomatik).
Sumber: Current Bird Flu Situation in Wild Birds | Avian Influenza (Flu) (cdc.gov)
46. Wilayah yang melaporkan AI pada unggas & burung liar
Wilayah melaporkan kejadian pada unggas
Wilayah melaporkan kejadian pada burung liar
Bukan lagi zona terinfeksi HPAI seperti yang dinyatakan oleh WOAH
47. Apa peran burung liar dalam penyebaran AI?
• Burung-burung liar yang bermigrasi (migratory wild birds) terutama unggas air (waterfowl)
adalah hospes dan reservoir alami dari virus-virus AI.
• Di dalam organ pernafasan dan pencernaan, burung liar dapat membawa strain virus AI yang
berbeda.
• Jika burung liar hanya menunjukkan sedikit atau tidak ada gejala virus AI, ada kesempatan
bagi burung liar tersebut untuk menyebarkan virus di antara negara-negara yang
bertetangga atau melalui jarak jauh, sepanjang jalur migrasi (migratory pathway).
• Paparan langsung dari unggas yang diternakkan ke burung liar adalah kemungkinan
penularan yang paling mungkin. Oleh karena itu, sangat penting untuk membatasi paparan
tersebut ke burung liar untuk mengurangi risiko introduksi AI ke dalam flok.
Sumber: Avian Influenza - WOAH - World Organisation for Animal Health.
48. Mengapa kita perlu cermati AI pada burung liar?
• Wabah strain virus AI dari subtipe H5N1 yang terjadi baru-baru ini telah menimbulkan
kekhawatiran pada konservasi satwa liar karena dampak yang tidak biasa pada burung liar,
termasuk beberapa spesies yang terancam punah (endangered species), dan penularan ke
mamalia.
• Gelombang penyebaran infeksi terbaru di mulai pada Oktober 2021, dan hingga saat ini
ribuan wabah (termasuk unggas dan burung liar) telah terdeteksi di seluruh dunia.
• Sebagian besar kejadian dilaporkan di Amerika Utara (56%) dan Eropa (34%).
• Selain kematian besar-besaran pada burung laut (seabird), burung air, dan raptor, begitu
juga ada laporan terinfeksi pada mamalia liar seperti rubah, berang-berang, dan anjing laut
yang relatif tidak biasa untuk strain H5.
Sumber: avian-influenza-and-wildlife-risk-management-for-people-working-with-wild-birds.pdf (woah.org)
49. Avian influenza kembali jadi perhatian internasional
• Para ilmuwan di seluruh dunia memonitor dengan cermat penyebaran virus AI, karena kasus
terus bermunculan secara global, termasuk pada mamalia.
• HPAI yang dikenal sebagai H5N1 terus menyebar sejak 2021.
• Sejak itu, AI telah mencapai setiap benua, kecuali Australia dan Antartika.
• H5N1 menyebar secara luas pada burung liar dan unggas selama 25 tahun tetapi bagaimana
perpindahan (spill over) ke mamalia harus dimonitor secara cermat.
• Kasus avian influenza pada mamalia dalam tabel berikut:
Negara Spesies terkena Tanggal dilaporkan
Spanyol Cerpelai (mink) 24 Januari 2023
Inggris Rubah dan berang-berang 22 Desember 2022
Sumber: Avian Influenza - WOAH - World Organisation for Animal Health.
51. Surveilans dan rencana respon darurat
• Dalam mempersiapkan diri untuk potensi wabah HPAI outbreaks pada burung liar, para
ilmuwan, pengelola satwa liar dan lembaga kesehatan hewan harus bekerja sama dalam
meningkatkan upaya surveilans (termasuk meningkatkan kesadaran dan memungkinkan
adanya mekanisme pelaporan) dan menyiapkan rencana respon darurat yang memungkinkan
dilakukannya investigasi dan meminimalkan risiko penyebaran.
• Koordinasi dengan para ilmuwan dan otoritas pemerintah di negara-negara tetangga dan
khususnya mereka yang berbagi jalur terbang burung yang bermigrasi (migratory bird
flyways) sangat dianjurkan.
• Situs-situs di mana burung liar berkumpul mungkin berisiko terpapar melalui burung yang
bermigrasi atau introduksi yang tidak disengaja oleh aktivitas manusia (misalnya: pemburu,
peneliti dan turis) dan harus berada dalam keadaan waspada yang meningkat.
Sumber: avian-influenza-and-wildlife-risk-management-for-people-working-with-wild-birds.pdf (woah.org)
avian-influenza-and-wildlife-risk-management-for-people-working-with-wild-birds.pdf (woah.org).
52. Rekomendasi WOAH dalam konteks AI burung liar
1. Otoritas Veteriner diwajibkan untuk melaporkan virus-virus HPAI yang terdeteksi pada
unggas, burung liar atau spesies bukan unggas (non-poultry) ke WOAH.
2. Otoritas Veteriner diwajibkan untuk melaporkan virus-virus LPAI yang menunjukkan
kemampuan untuk menginfeksi dan menyebabkan konsekuensi yang parah pada manusia.
3. Pelaporan virus-virus AI lainnya pada satwa liar ke WOAH adalah sukarela (voluntary) dan
sangat dianjurkan.
4. Jika ada bukti burung liar yang mengalami sakit yang tidak biasa dan/atau kematian
(terutama burung akuatik dan raptor) atau mamalia (terutama carnivora), otoritas
kesehatan hewan lokal dan konservasi satwa liar harus menotifikasi segera untuk
memastikan agar investigasi yang tepat dapat dilakukan. Apabila strain HPAI atau LPAI
yang berisiko terdeteksi, maka Otoritas Veteriner Nasional harus menotifikasi ke WOAH.
Sumber: WOAH, IUCN, SSC, WHSG. Avian influenza and Wildlife Risk management for people working with wild birds.
53. Penutup
• Besarnya biaya pencegahan dan pengendalian untuk mengatasi krisis yang disebabkan TAD
melalui deteksi dini wabah penyakit dan implementasi mekanisme respons cepat termasuk
sistim surveilans veteriner nasional tidak dapat dibandingkan dengan biaya sosial, ekonomi dan
lingkungan yang diakibatkan oleh bencana wabah TAD (ASF, LSD dan PMK).
• Pelaporan awal (early reporting) kejadian wabah TAD ke WOAH dimaksudkan untuk melindungi
dan meningkatkan reputasi suatu negara termasuk Indonesia dan memberikan jaminan
pengamanan yang dapat lebih dipercaya kepada negara mitra dagang.
• Peningkatan kapasitas dan kapabilitas Indonesia dalam mengikuti dan mematuhi standar-
standar internasional WOAH terutama dalam konteks pengendalian wabah TAD (ASF, LSD dan
PMK) harus mengacu kepada penilaian indikator yang ditentukan dalam “Performance of
Veterinary Services” (PVS) yang dirancang oleh WOAH.
• Notifikasi kejadian avian influenza secara transparan akan membantu para pengendali wabah
dalam memonitor, memahami dan mengendalikan penyebarannya secara lebih baik.
54. • Apa yang bisa dijadikan pembelajaran
buat kita ke depan?
Penyebaran African swine fever (ASF) Penyebaran Lumpy skin disease (LSD)
Penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK)
Apr 2022-Feb 2023 (11 bulan): 2 menjadi 29 provinsi
Sep 2019-Feb 2023 (29 bulan): 1 menjadi 19 provinsi Feb 2022-Feb 2023 (13 bulan): 1 menjadi 10 provinsi