Risiko Masuknya Virus PMK Melalui Importasi Ternak Ruminansia Besar Dari Brazil ke Indonesia - Ditkeswan, 31 Januari 2022
1. ▫ coba
This is your
presentation title
Drh. Tri Satya Putri Naipospos, MPhil, PhD
Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan
Masyarakat Veteriner dan Karantina Hewan
Risiko masuknya virus PMK
melalui importasi ternak
ruminansia besar dari
Brazil ke Indonesia
Potensi Impor Ternak
Ruminansia Besar Dari
Brazil ke Indonesia Dari
Perspektif Kesehatan Hewan
Jakarta, 31 Januari–1 Februari 2022
2. ▫ coba
Apakah importasi ternak
ruminansia besar yang berasal
dari negara yang masih memiliki
zona bebas PMK dengan
vaksinasi bisa dipastikan aman?
3. Pendahuluan
• Dalam Regulasi OIE, terdapat sejumlah restriksi untuk pergerakan internasional hewan
dan produk hewan dari negara atau zona dimana vaksinasi PMK dipraktikkan.
• Pergerakan internasional ternak hidup yang divaksinasi atau produknya direstriksi
karena kemungkinan menutupi klinis penyakit sebagai akibat dari vaksinasi dan risiko
ternak terinfeksi secara persisten di antara populasi ternak yang divaksinasi.
• Restriksi didasarkan atas kemungkinan bahwa ternak yang divaksinasi kemungkinan
mengandung virus PMK, dan dengan demikian dapat menimbulkan risiko ketika
diintroduksi ke negara atau zona yang bebas PMK tanpa vaksinasi.
• Oleh karenanya, pertanyaan yang sah adalah bagaimana risiko mengimpor hewan yang
divaksinasi atau produknya?
Sumber: Sutmoller & Olascoaga, 2003. The risks posed by the importation of animals vaccinated against foot and
mouth disease and products derived from vaccinated animals: a review. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz., 22 (3), 823-835.
3
4. Zonasi PMK di Amerika Selatan
1. Wilayah bebas tanpa vaksinasi: mencakup wilayah (negara dan zona) yang tidak
mempraktikkan vaksinasi, tetap tidak terpengaruh penyakit, dan mendapatkan
pengakuan internasional (Peru, Chile, Guyana, Suriname, Argentina, Brazil)
2. Wilayah bebas dengan vaksinasi: mencakup wilayah (negara dan zona) yang
mempraktikkan vaksinasi, tetap tidak terpengaruh penyakit, dan mendapatkan
pengakuan internasional (Columbia, Equador, Brazil, Bolivia, Paraguay, Uruguay,
Argentina).
3. Wilayah tidak bebas: mencakup wilayah (negara dan zona) dimana dapat diidentifikasi:
• Wilayah dengan sirkulasi virus endemik;
• Wilayah dengan kejadian sporadis karena introduksi dari sumber infeksi eksternal;
• Wilayah tanpa ada tanda-tanda sirkulasi virus (Columbia).
Sumber: Hemispheric program for the eradication of foot-and-mouth disease
(PHEFA). Action Plan 2010 – 2020. PANAFTOSA – PAHO/WHO.
4
5. Negara/zona bebas PMK dengan vaksinasi
• Restriksi perdagangan produk hewan dan produk samping yang digunakan oleh
beberapa negara didasarkan pada status kesehatan hewan di negara pengekspor.
• Status bebas PMK dengan vaksinasi diveto oleh negara-negara yang membayar harga
daging lebih tinggi, dan oleh negara-negara penting baik oleh kemampuan konsumsi
yang tinggi maupun kekuatan daya beli, seperti negara-negara Eropa, Jepang, Kanada
dan Amerika Serikat (negara-negara yang telah lama memberantas PMK).
• Dalam kasus di mana negara atau zona bebas PMK masih menerapkan vaksinasi,
pengakuan status bebas penyakit selalu menjadi tantangan besar bagi Sistim Kesehatan
Hewan negara tersebut, dibandingkan dengan daerah di mana vaksinasi tidak dilakukan.
• Hal ini sebagian disebabkan oleh kesulitan untuk menunjukkan tidak adanya virus dalam
kelompok ternak yang divaksinasi secara masif dan sistematis (Moraes, 2018).
Sumber: de Oliveira et al., 2021. Risk of withdrawal of foot-and-mouth disease vaccine in Mato Grosso do Sul and consequent loss of herd immunity for
reintroduction of foot-and-mouth disease virus in the State. International Journal of Advanced Engineering Research and Science (IJAERS), Vol-8, Issue-11.
7. Negara produsen ternak
Ranking Brazil di dunia:
Eksportir daging sapi ke-1
Eksportir sapi ke-5
Produsen sapi ke-2
Produsen babi ke-4
Produsen daging babi ke-4
Brazil (2021)
252,7 juta
MS
Sumber: Presentation de Menezes and da Cunha (2021). Input-output analysis: the case of FMD in Brazil;
https://beef2live.com/story-brazil-cattle-outlook-annual-0-141973
Mato Grosso 31,7 juta
Goiás 22,8 juta
Minas Gerais 22,0 juta
Pará 20,9 juta
Mato Grosso
do Sul (MS)
19,4 juta
3
2
1
4
5
7
8. Di mana lokasi
sapi di Brazil?
• Brazil berpotensi meningkatkan produksi
sapinya secara signifikan berdasarkan luasan
padang rumput yang saat ini dimiliki tanpa
membuka lebih banyak hutan.
• Sapi potong di Mato Grosso do Sul (MS)
adalah kegiatan paling penting dalam
agribisnis produk domestik bruto (PDB)
Negara Bagian tersebut dan juga penting
untuk Negara Bagian lainnya di Brazil.
• Analisis “Animal Transit Guides” (GTA)
mengindikasikan pada 2015, MS mengirim
sekitar 484.527 hewan ke Negara Bagian lain.
Jumlah ekor sapi per hektar
Lautan
Atlantik
Lautan
Pasifik
9. Brazil Cattle Outlook Annual
• Negara Bagian Mato Grosso (MT), Goiás (GO),
dan Minas Gerais (MG) mempertahankan
posisinya sebagai 3 produsen ternak di Brazil,
dan bersama-sama merepresentasikan lebih
dari 35% total populasi ternak.
• Negara Bagian Mato Grosso (MT) dan Goiás
(GO) paling banyak menyuplai ternak sapi
untuk dipotong dan merupakan 2 top eksportir
sapi potong, sedangkan Minas Gerais (MG)
adalah produsen susu terbesar.
Sumber: https://beef2live.com/story-brazil-cattle-outlook-annual-0-141973
9
MT
GO
MG
10. Ekspor sapi hidup Brazil
• Ekspor sapi hidup Brazil terutama ke negara berkembang,
khususnya negara Timur Tengah.
• Pasar sapi hidup teratas Brazil dalam beberapa tahun terakhir
adalah 1) Turki, 2) Irak, 3) Libanon, 4) Mesir, dan 5) Jordan.
• Pada 2020, ekspor ke-5 pasar top negara tersebut menurun.
Turki, sebagai negara importir besar sapi hidup Brazil,
mengurangi pembeliannya sebesar 46%, Libanon mengurangi
impor hampir sebesar 59%, diikuti Irak sebesar 55,7%, Jordan
sebesar 51%, dan Mesir sebesar 37,3%.
• Pada saat yang sama, ekspor sapi hidup ke Saudi Arabia melonjak
lebih dari 5 kali.
Sumber: USDA GAIN. Date: August 26, 2021; Report Number: BR2021-0032
Report Name: Livestock and Products; Annual Country: Brazil.
10
11. Ekspor sapi hidup ke Timur Tengah
• Pada September 2020, sekitar 4.000 ekor sapi
dikapalkan dari pelabuhan Rio Grande di Rio Grande do
Sul ke Libanon dan 22.000 ekor ditujukan ke Turki.
• Kelompok ternak berasal dari peternakan Estância del
Sur yang berlokasi di Capão do Leão, dekat Pelotas.
• Anak sapi merupakan hasil silangan (crossbreeds) dari
bangsa sapi Eropa seperti Angus dan Brangus, berumur
antara 7 – 12 bulan, berat 250 kilo, dan tidak dikastrasi.
• Perjalanan memerlukan waktu 28 hari.
Sumber: Southern Brazil leads in exports of live cattle: US$ 111 million in seven months — MercoPress
11
• Antara Januari dan Agustus 2020, Brazil mengekspor sapi hidup ke negara-negara
Timur Tengah sekitar 237.400 ekor. Pelabuhan utama pengapalan sapi hidup di Brazil
adalah Rio Grande, Paranaguá, dan Santos.
12. Ekspor sapi hidup ke Vietnam (2021)
• Pada bulan September 2021, pengapalan sapi hidup
pertama dari Brazil ke Vietnam, sekitar 14.000 sapi
dikirim dari pelabuhan Vila Do Conde ke pelabuhan
Thi Vai di Vietnam.
• Sapi-sapi ini tidak diekspor untuk tujuan perbibitan,
tetapi lebih untuk peternakan feedlot sebagai sapi
bakalan untuk mensuplai daging untuk populasi
Vietnam yang hampir mencapai 100 juta orang.
12
Sumber: Brazil's first live shipment of cattle to Vietnam arrives after nearly 30 days at sea - ABC News
• Perjalanan membutuhkan waktu hampir 30 hari, dengan tingkat mortalitas sapi rendah
sekitar 0,2%.
• Harga sapi Brazil ini sangat kompetitif, lebih murah dari sapi Australia. Vietnam
mengimpor sapi dari Australia sekitar 300.000 ekor per tahun.
13. Impor sapi hidup Brazil
• Volume impor sapi hidup Brazil sangat kecil, terutama
untuk perbaikan genetik untuk perbibitan.
• Sekitar 88% impor disuplai oleh Amerika Serikat.
• Pada 2020, Brazil mengimpor 36 unit sapi dari AS,
begitu juga dalam proporsi yang sama pada 2021.
• Brazil telah lama menjadi importir genetik sapi dan
pasar tradisional AS untuk ekspor genetik ternak.
• Perbaikan genetik melalui inseminasi buatan adalah
teknik yang digunakan di Brazil untuk meningkatkan
produktivitas.
Sumber: USDA GAIN. Date: August 26, 2021; Report Number: BR2021-0032
Report Name: Livestock and Products; Annual Country: Brazil.
13
14. Matto Grosso do Sul (MS)
• Negara Bagian Matto Grosso do Sul (MS) adalah
produsen utama sapi Brazil dan penyuplai anak sapi
dan sapi potong ke Negara Bagian lain, mewakili 10%
dari populasi sapi nasional (21,5 juta ekor).
• MS berbatasan dengan Paraguay dan Bolivia — dua
negara dimana peternakan merupakan kegiatan
ekonomi yang relevan, seperti halnya Negara Bagian
lain yang penting untuk pemeliharaan sapi potong dan
sapi perah nasional (Mato Grosso, Goiás, Minas
Gerais, São Paulo and Paraná).
• Panjangnya perbatasan internasional meningkatkan
risiko masuknya virus, dan penyebaran dari MS ke
Negara Bagian lainnya dapat terjadi dengan cepat,
karena arus hewan yang signifikan dari Negara Bagian
ini ke wilayah lainnya di Brazil.
14
16. Sejarah PMK di Brazil
• Wabah PMK pertama di belahan bumi Amerika tercatat hampir di
saat yang sama pada 1870 di Amerika Serikat (AS), Argentina dan
Uruguay, dan beberapa tahun kemudian di Paraguay.
• Wabah telah dikaitkan dengan sapi yang diimpor dari Eropa.
• Wabah PMK di Brazil telah ada dalam industri daging selama lebih
dari seabad.
• Wabah PMK pertama kali dilaporkan di Uberaba, Minas Gerais,
pada 1895.
• Wabah di Peru dan Bolivia tercatat dimulai pada 1910; di Chile pada
1920-an; dan di Venezuela, Colombia and Ekuador pada 1950-an.
• Tiga strain virus PMK berhasil diisolasi di Brazil terakhir (O, A, dan C).
Sumber: Costa R. et al. (2011). The Impacts of Foot and Mouth Disease
Outbreaks on the Brazilian Meat Market.
16
17. Programa Nacional de Controle e
Erradicação de Febre Aftosa (PNEFA)
• Pada pertengahan 1980-an, produsen ternak Brazil melakukan investasi dalam metoda
produksi yang lebih canggih dan vaksinasi hewan dengan tujuan memberantas PMK.
• Jumlah kasus PMK di Brazil menurun sejak 1980-an.
• Sejak 1998, pemerintah Brazil secara aktif mengimplementasikan upaya untuk
memberantas PMK lewat penerapan Programa Nacional de Erradicação da Febre
Aftosa (PNEFA).
• Program nasional pengendalian dan pemberantasan PMK (PNEFA) diimplementasikan
sejak 2001, telah menghasilkan pengakuan oleh OIE terhadap area yang luas di wilayah
Brazil sebagai bebas PMK dengan vaksinasi.
• Namun, pengakuan sebagian besar area ini ditangguhkan karena wabah PMK di Mato
Grosso do Sul pada 2005.
17
18. Evolusi wabah PMK dan cakupan
vaksinasi di Brazil (1985-2006)
1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
2500
2000
1500
1000
500
0
Jumlah
wabah
Cakupan
vaksinasi
100
90
80
70
60
50
10
Jumlah wabah Cakupan vaksinasi
Dengan produksi
vaksin oil-adjuvant
pada skala komersial
dan aplikasi luas
dalam kampanye
vaksinasi masal
sistematik pada sapi
dan kerbau, menjadi
salah satu alat yang
paling relevan yang
digunakan untuk
mengeliminasi PMK
di Brazil.
18
19. Wabah PMK terakhir di Brazil
• Dalam lebih dari 15 tahun terakhir, 2 wabah besar terjadi di Brazil.
• Wabah yang paling merugikan dan terakhir terjadi pada bulan September
2005, awalnya di Mato Grosso do Sul.
• Dalam waktu 3 bulan kemudian, wabah muncul di Negara Bagian tetangga
yaitu Paraná.
• Pengumuman wabah PMK berdampak negatif terhadap ekspor daging Brazil,
terutama daging sapi dan babi.
• Beberapa negara pengimpor daging sapi dan babi mulai melarang impor dari
Brazil, termasuk Rusia yang pada saat itu merupakan importir daging nomor
satu Brazil.
Sumber: Costa R. et al. (2011). The Impacts of Foot and Mouth Disease Outbreaks
on the Brazilian Meat Market.
19
20. Program Pencegahan dan Pemberantasan
PMK Nasional (PNEFA) 2017 - 2026
• Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Mulut dan Kuku (PNEFA)
adalah program kesehatan hewan pertama dan terbesar di Brazil.
• Diskusi utama tentang kesehatan hewan di negara ini dan kebijakan kesehatan
yang paling penting dengan fokus pada PMK.
• Untuk mengimplementasikan PNEFA 2017–2026, Brazil membutuhkan studi
untuk membantu proses keputusan mengenai ketersediaan sumber daya untuk
memperkuat sistim kesehatan hewan resmi, dan untuk menjelaskan
kemungkinan dampak dari perubahan struktural ini pada sektor daging sapi
dan kelembagaan yang berkomitmen terhadap kebijakan kesehatan hewan.
Sumber: de Menezes et al., 2020. Network Analysis of Cattle Movement in Mato Grosso Do Sul
(Brazil) and Implications for Foot-and-Mouth Disease. Frontier in Veterinary Science.
20
21. Strategi vaksinasi PMK di Brazil
• Vaksinasi hanya wajib (mandatory) untuk sapi dan kerbau:
o umur di bawah 24 bulan dilakukan 2 kali setahun, termasuk direkomendasikan
vaksinasi segera setelah ternak lahir; dan
o umur di atas 24 bulan, dilakukan setahun sekali.
• Negara Bagian bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan dan melaksanakan
kampanye vaksinasi di tingkat Negara Bagian. Bulan dimana tahapan vaksinasi
dilakukan bervariasi menurut Negara Bagian.
• Pada setiap tahap, pemilik ternak harus membuktikan telah membeli vaksin dalam
jumlah yang sesuai dengan kelompok ternaknya, dan mendeklarasikan bahwa vaksinasi
telah dilakukan dengan meregistrasikannya ke Unit Veteriner Lokal (LVU).
• Pemilik ternak yang gagal mematuhi akan dikenakan denda dan pelarangan
melalulintaskan dan menjual ternaknya.
Sumber: Guidelines for Inspecting the Sale of Foot and Mouth Disease Vaccine and for the
Control and Evaluation of Vaccination Stages. 2nd edition. MAPA 2019.
21
22. Pengorganisasian geografis untuk
pemberantasan PMK (5 blok)
Blok I
Blok II
Blok III
Blok IV
Blok V
1. Blok I – Wilayah Amazon: Acre dan Rondônia
2. Blok II – Wilayah Amazon: Amazonas, Amapá,
Pará dan Roraima;
3. Blok III – Wilayah Timur laut: Alagoas, Ceará,
Maranhão, Paraíba, Pernambuco, Piauí dan Rio
Grande do Norte;
4. Blok IV – Wilayah Tengah: Bahia, Distrito
Federal, Espírito Santo, Goiás, Minas Gerais, Rio
de Janeiro, São Paulo, Sergipe dan Tocantins;
5. Blok V – Wilayah Tengah-Selatan: Mato Grosso,
Mato Grosso do Sul, Paraná, Rio Grande do Sul
dan Santa Catarina.
22
23. Lini waktu situasi PMK di Brazil
Wabah PMK
terakhir di Brazil
(Mato Grosso do
Sul)
Santa Catarina
sebagai zona
bebas PMK
tanpa vaksinasi
2022
2021
2020
2019
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
Paraná, Rio Grande
do Sul, dan bagian
dari Amazonas dan
Mato Grosso sebagai
zona bebas PMK
tanpa vaksinasi
PNEFA (2017–2026)
dimulai di seluruh
wilayah Brazil
(penggunaan bivalen
vaksin tipe O dan A)
Zona bebas
PMK dengan
vaksinasi
ditetapkan
Program Hemispherik
Eradikasi PMK
(PHEFA) 1988–2009
di Amerika Selatan
berakhir
Rencana Aksi
baru 2011–2020
PHEFA
23
Hampir seluruh
Negara Bagian (23) di
Brazil dinyatakan
sebagai zona bebas
PMK dengan vaksinasi
24. Pengajuan 3 zona bebas PMK dengan
vaksinasi untuk diakui OIE pada Mei 2021
• 3 zona bebas PMK dimana vaksinasi tidak
dipraktikkan:
• Paraná (dalam warna merah muda);
• Rio Grande do Sul (dalam warna hijau
muda); dan
• zona di Blok I – Acre dan Rondônia +
sebagian Amazonas dan Mato Grosso
(dalam warna biru).
• Zona-zona yang sudah diakui sebagai zona
bebas PMK dengan atau tanpa vaksinasi
(dalam warna hijau dan kuning).
24
25. Penilaian OIE Ad hoc Group terhadap 3 zona
bebas PMK yang diusulkan (2020)
1) Situation PMK dalam 12 bulan terakhir
• Wabah terakhir terjadi pada bulan 2006 di Paraná, pada 2001 di Rio Grande do Sul
dan pada 1999 di zona Blok 1.
2) Penghentian vaksinasi dan pemasukan hewan yang divaksinasi dalam 12 bulan terakhir
• Vaksinasi terakhir pada Mei 2019 di Paraná, April 2020 di Rio Grande do Sul dan
November 2019 di zona Blok 1.
• Vaksinasi telah dilarang sesuai peraturan perundangan pada 31 Oktober 2019 di
Paraná, dan pada 29 April 2020 di Rio Grande do Sul dan zona Blok 1.
3) Batas-batas dari ke-3 zona didasarkan pada hambatan alam dan pembagian
administrastif. Semua zona juga berbatasan dengan negara dan zona yang secara resmi
diakui bebas PMK.
Sumber: Report of the Virtual Meeting of the OIE Ad Hoc Group on the Evaluation of Foot And Mouth Disease
Status and Endorsement of Official Control Programmes of Members. 12 October to 4 November 2020 25
26. Penilaian OIE Ad hoc Group tentang
surveilans PMK di Brazil
• Sistim surveilans di Brazil didasarkan atas kombinasi surveilans serologis dan surveilans
klinis sistematik pada peristiwa pertanian dan peternakan, di rumah potong hewan,
selama inspeksi pergerakan/lalu lintas hewan.
• Survei serologis berdasarkan risiko (risk-based) dilakukan di 3 zona yang diusulkan. Di 3
zona tersebut, munisipalitas dikategorikan sebagai risiko tinggi atau rendah berdasarkan
kepadatan ternak, pergerakan keluar dan masuk ternak dan cakupan vaksinasi.
• Peternakan dan sapi di municipalitas yang berisiko tinggi merupakan populasi target.
• Pengambilan sampel acak 2 tahap digunakan untuk memilih peternakan dan ternak
dalam peternakan yang diseleksi.
• Tingkat kepercayaan yang memadai dapat menunjukkan bahwa tidak ada bukti
penularan virus selama 12 bulan terakhir.
Sumber: Report of the Virtual Meeting of the OIE Ad Hoc Group on the Evaluation of Foot And Mouth Disease
Status and Endorsement of Official Control Programmes of Members. 12 October to 4 November 2020 26
27. Penilaian OIE Ad hoc Group tentang
surveilans PMK di perbatasan
• Brazil juga meningkatkan kegiatan surveilans di perbatasan
internasional dari ke-3 zona yang diusulkan, salah satunya program
suveilans perbatasan (border surveillance) di Rio Grande do Sul.
• Kemitraan pemerintah-swasta (public-private partnership) yang
kuat meliputi ketersediaan dana dari sektor swasta untuk ganti rugi
(indemnities) jika terjadi PMK.
• Kombinasi strategi surveilans di Brazil dinilai memadai untuk
menunjukkan tidak adanya infeksi virus PMK pada hewan yang
tidak divaksinasi dan penularan virus PMK pada hewan yang
sebelumnya divaksinasi di 3 zona yang diusulkan.
Sumber: Report of the Virtual Meeting of the OIE Ad Hoc Group on the Evaluation of Foot And Mouth Disease
Status and Endorsement of Official Control Programmes of Members. 12 October to 4 November 2020
27
28. Status PMK di Brazil
Zona bebas PMK dengan vaksinasi
Zona bebas PMK tanpa vaksinasi
Zona tanpa status resmi OIE untuk PMK
Sumber: MAPA
• Zona bebas PMK tanpa vaksinasi
+ Santa Catarina (Feb 2007)
+ 3 zona: Paraná; Rio Grande do Sul; dan 1 zona (Blok
1) termasuk Acre dan Rondônia dan 14 munisipal di
Amazonas dan 5 munisipal di Mato Grosso (Agu
2020).
• Zona bebas PMK dengan vaksinasi
+ Alagoas, Amapá, Amazonas, Bahia, Ceará, Espíritu
Santo, Goiás, Mato Grosso, Mato Grosso do Sul,
Maranhão, Minas Gerais, Pará, Paraíba,
Pernambuco, Piauí, Rio de Janeiro, Rio Grande do
Norte, Roraima, São Paulo, Sergipe, Tocantins dan
Distrito Federal (Agu 2010, Sep 2017 dan and Sep
2019), dengan pengecualian municipal dari
Amazonas dan Mato Grosso yang menjadi bagian
dari Blok 1 (bebas PMK tanpa vaksinasi) seperti
yang ditujukan pada 1 zona yang terdiri dari 2 zona
gabungan (Agu 2020).
Resolution No. 13 (88th
General Session, May 2021)
28
30. Mengapa sapi yang divaksinasi tetap
dianggap berisiko?
• Pengendalian dan pemberantasan PMK dipersulit dengan adanya fase infeksi yang
persisten dan subklinis pada ruminansia; hewan dengan status ini disebut sebagai
carrier, meskipun signifikansi epidemiologis dari virus PMK carrier ini tidak pasti.
• Keberadaan ‘carrier’ virus PMK secara tradisionil didefinisikan sebagai deteksi virus
PMK infeksius dalam cairan nasofaring lebih dari 28 hari pasca infeksi, dan ini
dilaporkan terjadi pada 50% dari sapi yang terinfeksi.
• Penelitian baru-baru ini mendemonstrasikan bahwa carrier dapat diidentifikasi
lebih dini lagi 15 hari pasca infeksi pada sapi yang divaksinasi dan 21 hari pasca
infeksi pada sapi yang tidak divaksinasi.
• Infeksi persisten virus PMK terjadi baik pada sapi yang divaksinasi dan naif,
terlepas dari kejadian klinis penyakit.
30
31. Perkembangan temporal PMK pada sapi yang
naif dan yang divaksinasi
a. Pada sapi yang rentan secara klinis (tidak
divaksinasi), infeksi virus PMK pada organ
pernafasan bagian atas (nasofaring) diikuti
oleh generalisasi sistemik bersamaan
dengan viraemia dan perkembangan lesi
vesikuler.
b. Pada ternak yang divaksinasi (terproteksi
dari gejala klinis), infeksi virus PMK tetap
terbatas pada nasofaring, dan fase utama
infeksi diikuti dengan fase infeksi subklinis
yang dapat mengeksresikan virus infeksius
dalam sekresi oral dan nasal.
c. Baik sapi yang rentan secara klinis dan sapi
melewati fase transisional, di mana hewan
akan sembuh (konvalesen) atau
membentuk infeksi persisten (carrier PMK).
31
32. Fakta 1a: Hambatan sapi carrier
• Proporsi yang besar (> 50%) dari sapi yang terinfeksi virus PMK menjadi carrier yang
terinfeksi secara persisten, yang diartikan sebagai adanya virus PMK dalam cairan
orofaringeal 28 hari atau lebih pasca infeksi.
• Peran dari carrier dalam epidemiologi virus PMK masih tidak jelas. Beberapa laporan
anekdotal menunjukkan sapi carrier sebagai sumber wabah, namun penularan dari sapi
carrier ke sapi naif belum dapat ditunjukkan secara eksperimental.
• Namun demikian, risiko penularan yang ditimbulkan oleh carrier virus PMK telah
menghasilkan kebijakan yang membatasi perdagangan internasional hewan dan produk
hewan dari wilayah-wilayah endemik PMK, begitu juga rekomendasi untuk
pemusnahan semua hewan yang terinfeksi, hewan yang divaksinasi, dan terpapar
ketika wabah terjadi di wilayah bebas PMK (OIE, 2017).
Sumber: Bertram et al. 2018. Effect of vaccination on cattle subclinically infected with foot-and-mouth disease virus in Cameroon.
32
33. Fakta 1b: Hambatan sapi carrier
• Pengendalian PMK terhambat oleh adanya fase carrier asimptomatik yang
berkepanjangan di mana sapi mengeluarkan sejumlah rendah virus infeksius dalam
cairan orofaringeal (OPF) selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun setelah infeksi.
• Signifikansi epidemiologis carrier virus belum terpecahkan. Namun, keberadaan status
carrier virus PMK menyebabkan dampak substansial terhadap perdagangan
internasional produk hewan.
• Penelitian saat ini menunjukkan bahwa transfer OPF dari sapi carrier virus PMK yang
terinfeksi secara persisten ke sapi naif secara cepat menimbulkan FMD klinis.
• Meskipun risiko penularan penyakit dalam kondisi alami dianggap rendah, ada
penularan yang terdeteksi terkait dengan sapi carrier virus PMK. Temuan ini penting
untuk optimalisasi strategi mitigasi risiko PMK.
Sumber: Arzt et al., 2018. Transmission of Foot-and-Mouth Disease from Persistently Infected
Carrier Cattle to Naive Cattle via Transfer of Oropharyngeal Fluid. mSphere 3:e00365-18
33
34. Durasi fase carrier
Sumber: deC. Bronsvoort et al., 2016. Redefining the “carrier” state for foot-and-mouth disease from the
dynamics of virus persistence in endemically affected cattle populations. Scientific Reports 6:29059. 34
• Durasi tahap carrier dilaporkan berlangsung dalam periode
yang beragam untuk spesies yang berbeda.
• Secara luas dikutip bahwa lebih dari 9 bulan pada ternak
ruminansia kecil, 3,5 tahun pada sapi dan 5 tahun pada
kerbau Afrika.
• Hubungan antara vaksinasi dengan fase carrier masih
belum jelas.
• Persistensi virus telah ditunjukkan terjadi pada hewan yang
divaksinasi. Sejumlah studi menyatakan tingkat carrier lebih
rendah pada populasi yang divaksinasi, sedangkan
penelitian lain menemukan vaksinasi memiliki efek yang
kecil pada perkembangan fase carrier.
35. Carrier vaksinasi PMK
• Vaksinasi PMK dapat melindungi hewan terhadap gejala
klinis penyakit dan mengurangi atau menghilangkan
sirkulasi virus.
• Namun, sampai sirkulasi virus berhenti, hewan yang
divaksinasi dapat terinfeksi dengan atau tanpa
menunjukkan gejala klinis penyakit.
• Infeksi asimptomatik persisten PMK (status carrier) dapat
terjadi pada ternak ruminansia besar di luar 28 hari pasca
infeksi dan berlangsung hingga beberapa tahun, terlepas
dari status vaksinasi, dan hewan seperti itu dianggap
sebagai risiko untuk munculnya PMK, meskipun tidak ada
kepastian bahwa hal ini dapat terjadi.
35
36. Fakta 2: Carrier sapi yang divaksinasi
• Status carrier virus PMK secara tradisional telah didefinisikan sebagai deteksi virus PMK
dalam cairan orofaringeal (OPF) lebih dari 28 hari pasca infeksi (28 dpi), dan dilaporkan
terjadi pada 50% pada sapi terinfeksi.
• Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa carrier dapat diidentifikasi paling awal
15 hari pasca infeksi (15 dpi) pada sapi yang divaksinasi dan 21 hari pasca infeksi (21
dpi) pada sapi yang tidak divaksinasi.
• Infeksi virus PMK terjadi secara persisten baik pada sapi yang tervaksinasi dan sapi
naif, terlepas dari terjadinya klinis penyakit.
• Hal ini menjadi perhatian khusus dalam kaitannya dengan penggunaan vaksinasi
darurat untuk mengendalikan wabah PMK di wilayah yang biasanya bebas PMK, karena
infeksi pada hewan yang tervaksinasi mungkin tidak diketahui.
Sumber: Arzt et al., 2018. Transmission of Foot-and-Mouth Disease from Persistently Infected
Carrier Cattle to Naive Cattle via Transfer of Oropharyngeal Fluid. mSphere 3:e00365-18
36
37. • Menurut Artikel 8.8.2. Terrestrial Code, untuk tetap
terdaftar sebagai negara bebas PMK tanpa vaksinasi
maka diperlukan dukungan informasi sbb:
❑ surveilans;
❑ Tindakan-tindakan regulasi untuk pencegahan
dan deteksi sini;
❑ Sistim yang berjalan untuk pencegahan
masuknya virus PMK;
❑ Pengendalian lalu lintas hewan rentan dan
produknya ke dalam negara bebas PMK; dan
❑ Tidak ada introduksi hewan yang divaksinasi.
Fakta 3: Ketentuan OIE
Status bebas PMK INDONESIA dapat berubah
apabila ketentuan ini tidak dipenuhi.
37
38. Apakah penerapan uji NSP dapat
digunakan secara efektif untuk
membedakan ternak yang terinfeksi
dari ternak yang divaksinasi?
39. Sero-surveilans untuk mengukur
efektivitas dan cakupan vaksinasi
• Efektivitas dan cakupan vaksinasi selalu kurang dari 100%; oleh karena
itu dalam kasus wabah yang dikendalikan dengan vaksinasi, sero-
surveilans diperlukan untuk membuktikan tidak adanya infeksi dan
menyatakan kebebasan dari penyakit.
• Vaksin disiapkan dari antigen PMK yang telah dimurnikan untuk
menghilangkan sebagian besar protein non-struktural virus (NSP)
yang menimbulkan antibodi terutama terhadap protein struktural
virus (SP), sedangkan infeksi menimbulkan antinoda terhadap SP dan
NSP.
• Oleh karena itu, uji NSP digunakan sebagai DIVA (differentiating
infected from vaccinated animals) untuk membedakan infeksi pada
hewan yang divaksinasi dan hewan yang terinfeksi.
39
40. Uji protein non-struktural (NSP)
• Vaksin PMK terutama terdiri dari virion inaktif dan menstimulasi antibodi
protektif terhadap protein non-struktural (NSP).
• Sebaliknya, infeksi dengan virus PMK menyebabkan replikasi virus dan respon
antibodi tambahan terhadap protein non-struktural (NSP).
• Oleh karenanya, antibodi terhadap NSP dapat digunakan untuk membedakan
infeksi pada hewan yang divaksinasi (DIVA), untuk memperkirakan prevalensi
infeksi atau tidak adanya infeksi.
• Keuntungan lain dari uji antibodi NSP adalah uji dapat mendeteksi infeksi PMK
di lapangan, terlepas dari serotipe virus yang bersirkulasi.
Sumber: Tewari et al., 2021. Development and Validation of Confirmatory Foot-and-Mouth Disease Virus
Antibody ELISAs to Identify Infected Animals in Vaccinated Populations. Viruses, 13, 914.
40
41. Kegunaan uji serologis
• Beberapa uji serologis dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis PMK dan untuk
mensertifikasi bahwa populasi hewan atau wilayah geografis bebas dari infeksi PMK.
• Uji NSP memiliki keuntungan karena dapat mendeteksi infeksi untuk semua serotipe PMK
dan dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi pada hewan yang divaksinasi.
• Namun ketika menggunakan uji NSP untuk menskrining hewan yang divaksinasi yang telah
sembuh dari infeksi, akurasi deteksi tidak setinggi yang diharapkan.
41
42. Uji NSP pada sapi yang divaksinasi
Sumber: Tewari et al., 2021. Development and Validation of Confirmatory Foot-and-Mouth Disease
Virus Antibody ELISAs to Identify Infected Animals in Vaccinated Populations. Viruses, 13, 914
42
• Pada sapi, uji NSP yang menargetkan poliprotein
3ABC memberikan sensitivitas tertinggi,
mendeteksi hingga 90% hewan yang divaksinasi
yang menjadi carrier setelah terpapar infeksi,
dengan spesifisitas sekitar 99%.
• Karena sensitivitas dan spesifisitas diagnostik,
deteksi infeksi dengan tingkat yang rendah
adalah sulit pada tingkat populasi dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi.
43. Bagaimana mitigasi risiko yang
efektif untuk mengatasi importasi
ternak ruminansia besar dari negara
yang belum sepenuhnya bebas PMK
tanpa vaksinasi?
44. Risiko PMK dari ternak yang divaksinasi
• Vaksinasi dapat menutupi gejala klinis dan karena itu tidak ada bukti infeksi.
• Vaksinasi dengan antigen inaktif saja tidak dapat menimbulkan status carrier; ternak
yang divaksinasi harus terpapar dengan virus PMK aktif untuk menjadi carrier.
• Vaksinasi menekan atau mengeliminasi jumlah virus PMK (dilepaskan atau
dikeluarkan) di lingkungan dengan hasil bahwa carrier kemungkinannya tidak
terinduksi dalam kelompok ternak yang divaksinasi.
• Carrier di antara sapi yang divaksinasi tidak menyebabkan wabah PMK di antara
populasi ternak rentan yang tidak divaksinasi seperti sapi muda, domba dan babi, juga
tidak menghambat upaya pemberantasan PMK.
• Uji untuk membedakan kelompok ternak yang divaksinasi tidak terinfeksi dan
kelompok ternak yang divaksinasi terinfeksi (DIVA) saat ini tersedia.
Sumber: Sutmoller & Olascoaga (2003). The risks posed by the importation of animals vaccinated against foot and mouth
disease and products derived from vaccinated animals: a review. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz., 2003, 22 (3), 823-835.
44
45. Faktor yang menentukan risiko dari
ternak yang divaksinasi
• Negara pengimpor [Indonesia] harus memverifikasi dan mengevaluasi kondisi
di negara pengekspor [Brazil] sebelum mengotorisasi importasi ternak hidup:
❑ Efikasi sistim kesehatan hewan dan pengendalian perbatasan;
❑ Surveilans penyakit pasif dan aktif;
❑ Penelusuran (traceability) lalu lintas hewan; dan
❑ Kesadaran dan kewaspadaan dokter hewan pemerintah dan swasta di
sepanjang rantai produksi dan komunitas pertanian secara keseluruhan.
❑ Efikasi dari vaksinasi rutin yang dijalankan, seperti: tingkat cakupan vaksinasi
yang tinggi dan kekebalan populasi (herd immunity) harus dipertimbangkan.
Sumber: Sutmoller & Olascoaga (2003). The risks posed by the importation of animals vaccinated against foot and mouth
disease and products derived from vaccinated animals: a review. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz., 2003, 22 (3), 823-835.
45
46. Penutup (1)
• Rencana pengajuan untuk mengimpor sapi dari Brazil harus memastikan bahwa:
– Ternak sapi berasal dari zona bebas PMK tanpa vaksinasi dengan sebelumnya telah
dilakukan analisis risiko dan persyaratan kesehatan hewan yang ketat.
– Mengingat potensi ternak hidup sebagai ‘carrier’ virus PMK, dan kompleksitas
pelaksanaan vaksinasi untuk mencapai ‘herd immunity’, maka impor sapi tidak
dilakukan dari zona bebas PMK dengan vaksinasi.
– Deteksi ‘carrier’ dengan uji NSP tidak terlalu sensitif, penetapan status infeksi dari
populasi/kelompok sapi yang divaksinasi hanya dapat didasarkan pada kombinasi
survei klinis dan survei serologis serta penyelidikan epidemiologi.
• Peluang Indonesia untuk melakukan impor sapi hidup dari Brazil adalah dari adanya
penambahan zona-zona bebas PMK tanpa vaksinasi yang diakui oleh OIE (Santa
Catarina, Paraná, Rio Grande do Sul, dan 1 zona (Blok 1) termasuk Acre dan Rondônia
dan 14 munisipal di Amazonas dan 5 munisipal di Mato Grosso).
47. Penutup (2)
• Prosedur yang perlu dipastikan berjalan dengan baik di setiap zona bebas PMK tanpa
vaksinasi adalah:
❑ Ternak yang divaksinasi PMK diizinkan masuk ke zona bebas PMK tanpa vaksinasi hanya
pada kasus khusus – langsung ke RPH atau ke penampungan untuk inspeksi sebelum
pengapalan (pre-shipment) sebelum dilakukan ekspor.
❑ Regulasi resmi untuk memastikan hewan yang ditransportasikan berada di bawah
supervisi Otoritas Veteriner dalam kendaraan pengangkut yang telah disegel, langsung
dari peternakan asal ke RPH atau penampungan sebelum pengapalan, tanpa
mengadakan kontak dengan hewan rentan lainnya.
❑ Ternak yang divaksinasi yang transit untuk ekspor tidak berada di zona bebas PMK tanpa
vaksinasi.
❑ Prosedur detil juga dilaksanakan di RPH untuk memastikan pengendalian terhadap
ternak yang divaksinasi dan karkasnya dan inaktivasi virus di bagian kepala ternak
ruminansia (lidah, faring dan limponoda yang terkait).