Dokumen tersebut membahas sistim biosekuriti pembibitan sapi potong dalam rangka kompartemen bebas penyakit. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan:
1) Konsep kompartemen bebas penyakit menurut OIE untuk memisahkan subpopulasi hewan berdasarkan manajemen dan praktik peternakan.
1. Sistim Biosekuriti Pembibitan
Sapi Potong Dalam Rangka
Kompartemen Bebas Penyakit
Bimbingan Teknis “Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi
Potong dalam rangka Kompartemen Bebas Penyakit”
BPTUHPT Padang Mangatas, 22-23 Maret 2022
4. “KOMPARTEMENTALISASI
bukanlah suatu konsep baru;
pada kenyataannya telah
diterapkan sejak lama untuk
banyak program pengendalian
penyakit yang didasarkan atas
konsep bebas penyakit pada
kelompok atau flok ternak”.
(Chapter 4.5. OIE TAHC)
6. Lini waktu OIE
• Konsep ZONA dikembangkan pada tahun 1993 untuk membatasi dampak
perdagangan dari bagian-bagian wilayah suatu negara yang terkena dampak
penyakit yang ada di negera tersebut.
• Konsep KOMPARTEMENTALISASI diperkenalkan menyusul kekhawatiran
tentang penyebaran avian influenza H5N1 pada 2003.
• Ke-dua konsep ini berlaku sama untuk hewan darat (terrestrial animal) dan
hewan akuatik (aquatic animal) dan telah dikembangkan secara paralel oleh OIE.
1968 1993 1995 2003
Introduksi
konsep zona
dalam Terrestrial
Code
Publikasi
pertama kali
Terrestrial Code
Publikasi
pertama kali
Aquatic Code
Introduksi konsep
kompartemen
dalam Codes
6
7. Standar internasional
• Pelaporan penyakit ke OIE (Chapter 1.1.)
• Evaluasi lembaga Otovet (Chapter 3.1.)
• Zona dan Kompartementalisasi (Chapter 4.4.
dan 4.5.)
• Surveilans (Chapter 1.4.)
• Identifikasi dan penelusuran (Chapter 4.2.)
• Penyakit yang spesifik:
o Chapter 8.4. – Brucellosis
o Chapter 10.4. – Avian influenza
o Chapter 15.1. – African swine fever
7
7
8. Definisi OIE
• ZONA berarti:
bagian dari suatu negara yang
ditetapkan oleh Otoritas Veteriner,
yang berisi populasi atau subpopulasi
hewan dengan status kesehatan
hewan tertentu berkaitan dengan
infeksi atau infestasi penyakit tertentu
untuk kepentingan perdagangan
internasional atau pencegahan atau
pengendalian penyakit.
• KOMPARTEMEN berarti:
subpopulasi hewan yang ada di satu
atau lebih peternakan, terpisah dari
populasi rentan lainnya oleh sistim
manajemen biosekuriti umum, dan
dengan status kesehatan hewan
tertentu berkaitan dengan satu atau
lebih infeksi atau infestasi dimana
tindakan-tindakan surveilans, biosekuriti
dan pengendalian yang diperlukan telah
diterapkan untuk tujuan perdagangan
dan pencegahan dan pengendalian
penyakit di suatu negara/zona.
8
9. Penerapan zonasi/kompartemen
• ZONA diterapkan ke subpopulasi
hewan yang ditetapkan utamanya
berdasarkan geografis
(menggunakan batas-batas
alami, buatan atau hukum).
• KOMPARTEMEN diterapkan
ke subpopulasi hewan yang
ditetapkan utamanya melalui
manajemen dan praktik-
praktik peternakan yang
berkaitan dengan biosekuriti.
Pertimbangan spasial dan manajemen yang baik termasuk rencana
biosekuriti memegang peran penting dalam penerapan ke-2 konsep.
9
Sumber: Chapter 4.4. Zoning and compartmentalization. OIE TAHC.
10. Perbedaan zona & kompartemen
PERBEDAAN ZONA KOMPARTEMEN
Kapan? Dikembangkan hanya ketika
wabah telah dideklarasikan
Kapan saja. Sebaiknya sebelum ada
wabah
Bagaimana? Ditentukan oleh batas-batas
geografis
Ditentukan oleh manajemen dan
praktik-praktik peternakan
Di mana? • Tergantung kepada
lokasi/jarak wabah
• Batas-batas dapat berubah
dari waktu ke waktu
Tergantung pada lokasi bisnis
perusahaan
Siapa? Otoritas Veteriner Industri mendorong dan menanggung
biaya. Mitra dagang dan otoritas
veteriner harus mengakuinya.
10
11. Konsep kompartemen
• Persyaratan mendasar kompartemen adalah
implementasi dan dokumentasi manajemen
dan biosekuriti untuk menciptakan pemisahan
fungsional.
• Konsep kompartemen memperluas penerapan
‘batas risiko’ (risk boundary) di luar keterkaitan
geografisnya dan mempertimbangkan semua
faktor epidemiologi yang dapat membantu
menciptakan pemisahan spesifik penyakit
yang efektif antara subpopulasi.
11
12. Aplikasi Kompartementalisasi
• Tidak semua situasi dengan sendirinya dapat digunakan untuk
penerapan kompartemen.
• Pelaksanaan efektif kompartemen dipengaruhi oleh isu-isu teknis:
o Epidemiologi penyakit;
o Faktor negara dan infrastruktur;
o Faktor lingkungan;
o Tindakan-tindakan biosekuriti yang dapat diaplikasikan;
o Status kesehatan hewan di wilayah yang berdekatan;
o Surveilans yang diperlukan, di dalam dan di luar kompartemen; dan
o Hubungan antara pemerintah dan sektor swasta.
12
Sumber: Presentasi Dr. Etienne Bonbon. OIE Standards on biosecurity and compartmentalization.
13. Kompartemen bebas penyakit
• Di suatu negara atau zona bebas penyakit, kompartemen sebaiknya
ditentukan sebelum terjadinya wabah penyakit.
• Jika terjadi wabah atau di negara atau zona yang tertular,
kompartemen dapat digunakan untuk memfasilitasi perdagangan.
• Untuk tujuan perdagangan internasional, kompartemen harus
berada di bawah tanggung jawab Otoritas Veteriner suatu negara.
Untuk tujuan ini, pemenuhan Negara Anggota OIE terhadap Chapter
1.1. (kewajiban notifikasi penyakit) dan 3.2. (kualitas sistim
kesehatan hewan) adalah prasyarat esensial.
Sumber: Presentasi Dr. Etienne Bonbon. OIE Standards on biosecurity and compartmentalization.
13
14. Struktur kerangka aplikasi dan
pengakuan kompartemen
1. Prinsip-prinsip penentuan kompartemen;
2. Pemisahan kompartemen dari sumber infeksi potensial;
3. Dokumentasi;
4. Surveilans penyakit;
5. Kapabilitas dan prosedur diagnostik;
6. Respon darurat dan notifikasi;
7. Supervisi dan kontrol kompartemen.
14
15. 1. Prinsip penentuan kompartemen
Artikel 4.5.2.:
• Kompartemen harus ditetapkan sehubungan dengan suatu penyakit
tertentu atau sejumlah penyakit tertentu.
• Kompartemen harus ditetapkan secara jelas, mengindikasikan lokasi
dari seluruh komponennya termasuk:
o bangunan kandang;
o unit fungsional terkait (seperti pabrik pakan, rumah potong,
rendering plant, dsb.);
o keterkaitannya dan kontribusinya dalam pemisahan epidemiologi
antara hewan di dalam kompartemen dan subpopulasi di luar
kompartemen yang status kesehatan hewannya berbeda.
15
16. Lanjutan prinsip penentuan
kompartemen
Artikel 4.5.2.:
• Definisi kompartemen dapat berkisar sekitar:
- faktor-faktor epidemiologi spesifik;
- sistim produksi hewan;
- faktor-faktor infrastruktur praktik-praktik
biosekuriti; dan
- surveilans.
Sumber: Chapter 4.5. Application of compartmentalization. OIE TAHC.
16
17. Kompartementalisasi dalam OIE Code
Penyakit Kompartemen?
African swine fever, classical swine fever Ya
Avian influenza, Newcastle disease Ya
Equine influenza Ya
Foot and mouth disease (FMD), bovine
spongiform encephalopathy (BSE),
contagious bovine pleuropneumonia
(CBPP), peste des petits ruminants (PPR)
Ya
Scrapie Ya
Tuberculosis, enzootic bovine leukosis Ya
Aujeszky’s disease Tidak
Trichinellosis Tidak
17
Sumber: Kahn and Llado (2014). Implementation of the compartmentalisation
concept: Practical experience and perspectives.
18. Lanjutan
Penyakit Kompartemen?
Bluetongue, West Nile fever, Rift Valley fever Tidak
African horse sickness (AHS), contagious
equine metritis (CEM), dourine, equine
infectious anaemia (EIA), piroplasmosis, equine
encephalitis, equine herpesvirus 1 (EHV1),
equine viral arteritis (EVA), glanders
Tidak
Brucella abortus, B. melitensis, B. suis. Tidak
Infectious bovine rhinotracheitis (IBR),
trichomonosis, genital campybacteriosis No
Infectious bronchitis (IB), infectious
laryngotracheitis (ILT), mycoplasmosis, pullorum
disease, infectious bursal disease (IBD)
Tidak
18
Sumber: Kahn and Llado (2014). Implementation of the compartmentalisation
concept: Practical experience and perspectives.
19. 2. Pemisahan Kompartemen dari
sumber infeksi potensial
Artikel 4.5.3.:
• Manajemen kompartemen harus mempersiapkan
dan menyampaikan kepada Otoritas Veteriner:
1. Faktor-faktor fisik dan spasial yang
mempengaruhi biosekuriti;
2. Rencana Biosekuriti (Biosecurity Plan);
3. Faktor-faktor infrastruktur; dan
4. Sistim penelusuran (Traceability system).
19
Sumber: Presentasi Dr. Etienne Bonbon. OIE Standards on biosecurity and compartmentalization.
19
20. 2.1 Faktor fisik atau spasial
1. Status penyakit di area yang berdekatan dan area yang secara
epidemiologik terkait dengan kompartemen;
2. Lokasi, status penyakit dan biosekuriti dari unit epidemiologi atau
peternakan terdekat;
3. Pertimbangan harus diberikan pada jarak dan pemisahan fisik dari:
a. flok atau kelompok ternak dengan status kesehatan hewan
berbeda yang berdekatan dengan kompartemen, termasuk satwa
liar dan rute migrasi burung;
b. rumah potong, pabrik pakan atau rendering plant;
c. pasar, pameran, ekshibisi, lomba, kebun binatang, sirkus dan
titik-titik lain dimana hewan terkonsentrasi.
20
20
21. 2.2 Faktor infrastruktur (1)
1. Pemagaran atau pemisahan fisik lainnya yang efektif.
2. Fasilitas untuk orang masuk termasuk kendali akses, area ganti
pakaian dan mandi (shower).
3. Akses kendaraan termasuk prosedur pencucian dan disinfeksi.
4. Fasilitas bongkar (unloading) dan muat (loading) ternak.
5. Fasilitas isolasi hewan yang baru masuk.
6. Fasilitas material dan peralatan yang baru masuk.
7. Infrastruktur untuk penyimpanan pakan dan obat hewan.
8. Disposal karkas, kotoran hewan dan limbah.
21
22. 2.2 Faktor infrastruktur (2)
9. Suplai air.
10. Tindakan-tindakan untuk mencegah paparan terhadap vektor
mekanis atau biologis yang hidup seperti serangga, hewan
pengerat (rodensia) dan burung liar.
11. Suplai udara.
12. Suplai atau sumber pakan.
22
23. 2.3 Rencana biosekuriti (1)
1. Jalur potensial introduksi dan penyebaran agen penyakit ke dalam
kompartemen, meliputi pergerakan hewan, rodensia, hewan, aerosol,
arthropoda, kendaraan, orang, produk biologik, peralatan, fomit, aliran
air, drainase atau cara lain;
2. Titik kendali kritis (critical control point) untuk setiap jalur;
3. Tindakan-tindakan untuk memitigasi paparan untuk setiap titik kendali
kristis (CCP);
4. Standar operasional prosedur meliputi:
a. Implementasi, pemeliharaan, monitoring tindakan-tindakan;
b. Aplikasi tindakan koreksi;
c. Verifikasi proses;
d. Pencatatan (record keeping).
23
24. 2.3 Rencana biosekuriti (2)
5. Rencana kontinjensi (contingency plan) yang mengatasi setiap
potensi perubahan faktor risiko di masa depan;
6. Prosedur pelaporan ke Otoritas Veteriner;
7. Program untuk edukasi dan pelatihan pekerja untuk memastikan
bahwa semua orang yang terlibat memiliki pengetahuan luas dan
terinformasikan mengenai prinsip dan praktik biosekuriti;
8. Program surveilans yang berjalan dengan baik.
24
25. Prinsip HACCP
• Setiap saat, bukti yang cukup harus diajukan untuk menilai efikasi dari
rencana biosekuriti sesuai dengan tingkat risiko dari setiap jalur yang
diidentifikasi.
• Bukti harus disusun sesuai dengan prinsip-prinsip ‘Analisis Bahaya
dan Titik Kendali Kritis (Hazard Analysis and Critical Control Point
/HACCP).
• Risiko biosekuriti dari semua operasi kompartemen harus dinilai ulang
dan didokumantasikan secara regular setidaknya setiap tahun.
• Berdasarkan hasil penilaian, langkah-langkah mitigasi konkrit dan
terdokumentasi harus diambil untuk mengurangi kemungkinan
introduksi agen patogen ke dalam kompartemen.
25
26. 2.4 Sistim penelusuran
• Prasyarat untuk menilai integritas kompartemen adalah adanya
sistim penelusuran (traceability) yang valid.
• Semua hewan dalam kompartemen diidentifikasi dan
diregistrasi secara individual sedemikian rupa sehingga sejarah
dan pergerakannya dapat didokumentasikan dan diaudit.
• Semua pergerakan hewan ke dalam dan ke luar kompartemen
harus dicatat di tingkat kompartemen, dan ketika diperlukan,
berdasarkan penilaian risiko, disertifikasi oleh Otovet.
26
27. 3. Dokumentasi (1)
Artikel 4.5.4.:
• Dokumentasi yang menunjukkan bukti bahwa biosekuriti, surveilans,
penelusuran dan praktik manajemen di komparteman diterapkan
secara efektif dan konsisten.
• Selain informasi pergerakan hewan, dokumentasi yang diperlukan
juga meliputi:
o catatan produksi kelompok/flok;
o sumber pakan;
o uji laboratorium;
o catatan kelahiran dan kematian;
o buku harian pengunjung;
o sejarah morbiditas;
o catatan pengobatan dan vaksinasi;
o biosecurity plan;
o dokumentasi pelatihan; dan
o kriteria lain yang diperlukan untuk
evaluasi tidak adanya penyakit.
27
28. 3. Dokumentasi (2)
Artikel 4.5.4.:
• Status histori dari kompartemen harus terdokumentasi dan dapat
mendemonstrasikan persyaratan bebas yang relevan.
• Kompartemen yang ingin mendapatkan pengakuan harus
menyampaikan ke Otovet suatu laporan dasar kesehatan hewan
yang mengindikasikan ada atau tidak adanya penyakit daftar OIE
(Chapter 1.3.) untuk spesies hewan yang menjadi perhatian dari
kompartemen. Laporan ini harus secara regular di perbaharui untuk
merefleksikan situasi kesehatan hewan dari kompartemen.
• Catatan vaksinasi termasuk jenis vaksin dan frekuensi pemberian
harus tersedia untuk memungkinkan interpretasi data surveilans.
28
29. 3. Dokumentasi (2)
• Periode waktu dari semua catatan harus disimpan dapat bervariasi
sesuai dengan spesies dan penyakit yang ditentukan untuk
kompartemen.
• Seluruh informasi yang relevan harus dicatat secara transparan
dan mudah diakses sehingga dapat diaudit oleh Otoritas Veteriner.
29
30. 4. Surveilans penyakit (1)
Artikel 4.5.5.:
1. Surveilans internal
• Surveilans harus meliputi pengumpulan dan analisis data penyakit
sehingga Otoritas Veteriner dapat mensertifikasi subpopulasi hewan
yang ada di dalam semua kandang telah mematuhi status yang
ditetapkan untuk kompartemen.
• Sistim surveilans yang mampu untuk memastikan deteksi dini dalam
kejadian dimana agen penyakit masuk ke subpopulasi adalah
esensial.
• Tergantung pada penyakit yang ditentukan untuk kompartemen,
strategi surveilans yang berbeda dapat diterapkan untuk mencapai
kepercayaan yang diinginkan terhadap kebebasan penyakit.
30
31. 4. Surveilans penyakit (2)
2. Surveilans eksternal
• Tindakan-tindakan biosekuriti yang diterapkan dalam kompartemen
harus tepat pada tingkat paparan (level of exposure) kompartemen.
• Surveilans eksternal akan membantu mengidentifikasi perubahan tingkat
paparan yang signifikan untuk jalur introduksi penyakit yang diidentifikasi
ke dalam kompartemen
• Kombinasi surveilans aktif dan pasif yang tepat diperlukan untuk
mencapai sasaran yang diuraikan diatas.
• Surveilans tertarget berdasarkan penilaian faktor risiko dapat menjadi
pendekatan surveilans yang paling efisien.
• Surveilans tertarget harus secara khusus mencakup unit epidemiologi di
dekat kompartemen atau yang punya hubungan epidemiologis potensial
dengan kompartemen.
31
32. 5. Kapasitas dan prosedur diagnotik
Artikel 4.5.6.:
• Fasilitas laboratorium yang memenuhi standar OIE
untuk jaminan kualitas (quality assurance) harus
tersedia untuk pengujian sampel.
• Semua uji dan prosedur laboratorium harus mematuhi
rekomendasi laboratorium untuk penyakit tertentu.
• Setiap laboratorium yang melakukan pengujian harus
memiliki prosedur sistematis yang dijalankan untuk
pelaporan cepat hasil diagnosa penyakit ke Otoritas
Veteriner.
• Apabila diperlukan, hasil diagnose harus dikonfirmasi
oleh Laboratorium Referensi OIE.
32
33. 6. Respon darurat & Pelaporan (1)
Artikel 4.5.7.:
• Deteksi dini, diagnosis dan pelaporan penyakit adalah penting untuk
meminimalisir konsekuensi terjadinya wabah.
• Jika ada kecurigaan terjadinya penyakit di kompartemen yang telah
ditetapkan, status bebas kompartemen harus segera ditangguhkan.
• Jika dikonfirmasi, status kompartemen harus segera dicabut dan negara-
negara pengimpor harus diberitahu mengikuti ketentuan Artikel 5.3.7.
(Prosedur OIE mengenai Perjanjian SPS WTO).
• Dalam hal terjadi penyakit menular yang tidak ada dalam laporan
kesehatan dasar kompartemen, manajemen kompartemen harus
memberitahu Otovet, dan menginisiasi pengkajian untuk menentukan
apakah telah terjadi pelanggaran dalam tindakan biosekuriti.
33
34. 8. Respon darurat & Pelaporan (2)
• Jika pelanggaran signifikan dalam biosekuriti terdeteksi, bahkan tanpa
ada kejadian wabah, sertifikasi ekspor sebagai kompartemen bebas harus
ditangguhkan.
• Status bebas penyakit dari kompartemen hanya dapat dipulihkan setelah
kompartemen mengadopsi tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
membangun kembali tingkat biosekuriti awal dan Otoritas Veteriner
menyetujui kembali status kompartemen.
• Jika kompartemen berisiko dari perubahan di sekitar kompartemen,
Otovet harus mengevaluasi ulang tanpa menunda status kompartemen
dan mempertimbangkan apakah tindakan biosekuriti tambahan diperlukan
untuk memastikan bahwa integritas kompartemen dapat dipertahankan.
34
35. 7. Supervisi dan kontrol kompartemen
Artikel 4.5.8.:
• Kewenangan, organisasi, dan infrastruktur Sistim Kesehatan Hewan
Nasional (Veterinary Services), termasuk laboratorium harus
didokumentasikan dengan jelas sesuai Chapter 3.3. untuk memberikan
kepercayaan pada integritas kompartemen.
• Otoritas Veteriner memiliki kewenangan final dalam memberikan,
menangguhkan dan mencabut status kompartemen.
• Otoritas Veteriner harus terus mengawasi kepatuhan terhadap semua
persyaratan yang penting dalam mempertahankan status
kompartemen dan memastikan bahwa semua informasi mudah diakses
oleh negara-negara pengimpor.
• Setiap perubahan signifikan harus diberitahukan ke negara pengimpor.
35
37. Kompartementalisasi
• Konsep yang diakui secara internasional.
• Memfasilitasi perdagangan yang aman dan menyediakan alat untuk
manajemen penyakit.
• Pemisahan fungsional oleh biosekuriti tetapi pertimbangan spasial
juga memegang peranan.
• Kewenangan final berada pada Otoritas Veteriner sementara
implementasi berada di bawah tanggung jawab industri.
• Chapter 4.4. OIE TAHC menyediakan prinsip-prinsip dasar
kompartemen sementara Chapter 4.5. menyediakan rekomendasi
untuk kerangka kerja terstruktur penerapan kompartemen.
Sumber: Presentation Masatsugu Okita. OIE existing standards on compartmentalisation. April 2021. 37
39. Brucellosis
• Brucellosis tidak hanya merupakan gangguan
kesehatan yang penting pada ternak, tetapi juga
menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi di
banyak negara berkembang di seluruh dunia.
• Brucellosis merupakan penyakit kronis yang
sangat menular dan menyebar secara cepat
dalam kelompok ternak.
• Brucellosis adalah penyakit zoonotik. Manusia
dapat terinfeksi brucellosis dan penyakit ini
dapat membuat manusia menjadi sakit.
39
40. Masa inkubasi brucellosis
• Brucellosis sapi adalah penyakit bakterial menular dengan masa
inkubasi yang sangat bervariasi.
• Satu-satunya gejala klinis yang menunjukkan sapi betina muda atau
induk sapi tertular penyakit adalah keguguran (abortus).
• Sapi betina muda atau induk sapi yang terinfeksi akan mengeluarkan
jutaan bakteri ke lingkungan pada saat melahirkan.
• Anak sapi yang lemah dapat lahir dari sapi betina muda atau induk sapi
yang terinfeksi dan dapat mati segera setelah dilahirkan.
• Masa inkubasi bervariasi dari beberapa hari bulan hingga beberapa
bulan dan dalam kasus ekstrim bisa beberapa tahun.
40
41. Ketentuan umum Brucella
Artikel 8.4.1.:
• Tujuan untuk memitigasi risiko penyebaran penyakit, dan risiko kesehatan
manusia dari Brucella abortus, B. melitensis, dan B. suis pada hewan.
• Brucella artinya Brucella abortus, B. melitensis, dan B. suis, tidak
termasuk strain vaksin.
• Kasus adalah seekor hewan terinfeksi dengan Brucella. Tidak hanya
mencakup kejadian dengan gejala klinis yang disebabkan infeksi Brucella,
tetapi juga keberadaan infeksi Brucella pada kejadian tanpa gejala klinis.
• Infeksi Brucella di mana Brucella telah diisolasi dari sampel seekor
hewan; ATAU hasil positif terhadap suatu uji diagnostik telah diperoleh,
dan memiliki hubungan epidemiologik dengan kasus tersebut.
41
42. Negara/zona bebas infeksi Brucella
Status negara/zona Status vaksinasi
1. Bebas historis (Artikel 8.4.3.)
2. Bebas infeksi Brucella pada sapi (Artikel
8.4.4. dan 8.4.5.)
Tanpa
vaksinasi
(8.4.4.)
Dengan
vaksinasi
(8.4.5.)
3. Bebas infeksi Brucella pada domba dan
kambing (Artikel 8.4.6. dan 8.4.7.)
Tanpa
vaksinasi
(8.4.6.)
Dengan
vaksinasi
(8.4.7.)
4. Bebas infeksi Brucella pada unta (Artikel 8.4.8.)
5. Bebas infeksi Brucella pada rusa (Artikel 8.4.9.)
42
43. Kelompok ternak bebas infeksi
Brucella
Status kelompok ternak Status vaksinasi
1. Kelompok ternak bebas infeksi Brucella pada
sapi, domba dan kambing, unta atau rusa
(Artikel 8.4.10. dan 8.4.11.)
Tanpa
vaksinasi
(8.4.10.)
Dengan
vaksinasi
(8.4.11.)
2. Kelompok ternak bebas infeksi Brucella pada babi (Artikel 8.4.12.)
43
44. Definisi OIE - ‘herd’
• ‘HERD’ (KELOMPOK TERNAK) artinya
sejumlah hewan dari satu jenis yang dipelihara bersama di
bawah kendali manusia atau suatu kongregasi satwa liar.
• Suatu ‘herd’ biasanya dianggap sebagai ‘unit epidemiologis’.
44
45. Definisi ‘Kelompok’ (HERD)
menurut OIE
• KELOMPOK (HERD) artinya:
sejumlah hewan dari satu jenis yang
dipelihara bersama-sama di bawah kendali
manusia atau kongregasi dari satwa liar
yang cenderung hidup berkelompok.
• Suatu ‘kelompok ternak’ (herd) biasanya
dianggap sebagai suatu unit epidemiologi.
45
46. Persyaratan kelompok bebas
infeksi Brucella
Status Persyaratan
Tanpa
vaksinasi
(Artikel 8.4.10.)
• Kelompok ternak di negara atau zona bebas infeksi Brucella
tanpa vaksinasi dari kategori hewan yang relevan dan
disertifikasi bebas tanpa vaksinasi oleh Otoritas Veteriner;
ATAU
• Kelompok ternak di negara atau zona bebas infeksi Brucella
dengan vaksinasi dari kategori hewan yang relevan dan
disertifikasi bebas tanpa vaksinasi oleh Otoritas Veteriner; dan
tidak ada hewan dari kelompok ternak telah divaksinasi dalam
3 tahun terakhir.
Dengan
vaksinasi
(Artikel 8.4.11.)
Kelompok ternak di negara atau zona bebas infeksi Brucella
dengan vaksinasi untuk kategori hewan yang relevan dan
disertifikasi bebas dengan vaksinasi oleh Otoritas Veteriner;
46
47. Persyaratan kelompok ternak bebas
infeksi Brucella (1)
Artikel 8.4.10.:
1) Infeksi Brucella pada hewan merupakan penyakit yang wajib dilaporkan
(notifiable) di seluruh negeri;
2) Tidak ada hewan dalam kategori yang relevan dalam kelompok ternak
telah divaksinasi dalam 3 tahun terakhir (TANPA VAKSINASI) / Hewan
yang divaksinasi dari kategori yang relevan telah diidentifikasi secara
permanen sedemikian rupa (DENGAN VAKSINASI);
3) Tidak ada kasus terdeteksi dalam kelompok ternak setidaknya setahun
yang lalu;
4) Hewan yang menunjukkan gejala klinis konsisten dengan infeksi
Brucella seperti keguguran telah dilakukan uji diagnostik yang diperlukan
dengan hasil negatif;
47
48. Persyaratan kelompok ternak bebas
infeksi Brucella (2)
5) Untuk setidaknya selama setahun terakhir, tidak ada bukti infeksi
Brucella di kelompok ternak lain di peternakan yang sama, atau tindakan-
tindakan telah dilakukan untuk mencegah penularan infeksi Brucella dari
kelompok ternak lain.
6) Dua pengujian telah dilakukan dengan hasil negatif pada semua hewan
dewasa secara seksual, kecuali jantan yang dikastrasi dan betina yang
dikebiri, yang ada di kelompok ternak pada saat pengujian. Uji pertama
dilakukan setidaknya sebelum 3 bulan setelah pemotongan kasus
terakhir dan uji ke-2 dengan interval lebih dari 6 bulan dan kurang dari 12
bulan.
48
49. Persyaratan mempertahankan status
kelompok ternak bebas infeksi Brucella
Artikel 8.4.10. (TANPA VAKSINASI):
1. Seluruh persyaratan kelompok ternak bebas infeksi telah terpenuhi;
2. Uji regular, dengan frekuensi bergantung pada prevalensi atau infeksi
kelompok ternak di negara atau zona, yang menunjukkan tidak ada
infeksi Brucella yang berkelanjutan;
3. Hewan dari kategori yang relevan diintroduksi ke dalam kelompok
ternak disertai dengan sertifikat dari Dokter hewan berwenang
(Official Veterinarian) yang menyatakan bahwa hewan tersebut
berasal dari:
a) negara atau zona bebas infeksi Brucella dalam kategori yang
relevan tanpa vaksinasi; ATAU
49
50. Lanjutan
b) negara atau zona bebas infeksi Brucella dengan vaksinasi dan
hewan dari kategori yang relevan tidak divaksinasi dalam 3
tahun terakhir; ATAU
c) kelompok ternak bebas infeksi Brucella dengan atau tanpa
vaksinasi dan hewan tersebut tidak divaksinasi dalam 3 tahun
terakhir dan diuji untuk infeksi Brucella antara 30 hari sebelum
pengapalan dengan hasil negatif, dalam kasus betina setelah
kebuntingan (post partum), uji dilakukan setidaknya 30 hari setelah
melahirkan. Uji ini tidak diperlukan untuk hewan yang belum
dewasa kelamin termasuk jantan dikastrasi dan betina disterilkan.
50
51. Persyaratan mempertahankan status
kelompok ternak bebas infeksi Brucella
Artikel 8.4.11. (DENGAN VAKSINASI):
1. Seluruh persyaratan kelompok ternak bebas infeksi telah terpenuhi;
2. Uji regular, dengan frekuensi bergantung pada prevalensi atau infeksi
kelompok ternak di negara atau zona, yang menunjukkan tidak ada
infeksi Brucella yang berkelanjutan;
3. Hewan dari kategori yang relevan diintroduksi ke dalam kelompok
ternak disertai dengan sertifikat dari Dokter Hewan Berwenang
(Official Veterinarian) yang menyatakan bahwa hewan tersebut
berasal dari:
a) negara atau zona bebas infeksi Brucella dalam kategori yang
relevan tanpa atau dengan vaksinasi; ATAU
51
52. Lanjutan
b) kelompok ternak bebas infeksi Brucella dengan atau tanpa
vaksinasi dan hewan tersebut telah diuji untuk infeksi Brucella
antara 30 hari sebelum pengapalan dengan hasil negatif, dalam
kasus betina setelah kebuntingan (post partum), uji dilakukan
setidaknya 30 hari setelah melahirkan. Uji ini tidak diperlukan
untuk hewan yang belum dewasa kelamin atau hewan yang
divaksinasi berumur kurang dari 18 bulan.
52
53. Rekomendasi surveilans untuk
brucellosis menurut OIE
• Mengingat brucellosis biasanya tidak dapat didiagnosa secara klinis,
maka diperlukan teknologi diagnostik laboratorium.
• Isolasi Brucella adalah “gold standard” untuk diagnosis. Suatu alat
yang sangat baik tetapi secara teknis sangat sulit untuk dilakukan
karena banyak faktor seperti waktu, biaya dan peluang yang rendah
untuk mengisolasi organisme tersebut.
• Kebanyakan diagnosis dilakukan hanya melalui investigasi
epidemiologi.
• Sebagian besar metoda mengandalkan aplikasi uji serologis yang
benar untuk mengindikasikan infeksi brucellosis.
Sumber: Sammartino LE et al. Capacity building for surveillance and control of bovine and caprine brucellosis.
53
54. Monitoring kelompok ternak
bebas brucellosis
• Lalu lintas/pergerakan hewan yang berpotensi terinfeksi ke area
tersebut harus dilarang.
• Importasi hewan harus diizinkan hanya dari peternakan atau area
yang bersertikasi bebas brucellosis (certified brucellosis-free).
• Pengendalian lalu lintas dari hewan dan produk hewan dari wilayah
yang berisiko lebih tinggi harus dilakukan secara ketat.
• Hewan yang negatif secara serologis harus disertai dengan
sertifikasi asli, yang harus diperiksa ketika hewan tersebut tiba di
tujuan akhir.
Sumber: Sammartino LE et al. Capacity building for surveillance and control of bovine and caprine brucellosis.
54
55. Penghilangan hewan terinfeksi –
Kebijakan ‘test and slaughter’
• Menurut pengalaman sebelumnya, kebijakan ‘test and slaughter’ dijustifikasi
oleh alasan ekonomi hanya ketika prevalensi hewan yang terinfeksi di suatu
daerah sekitar 2% atau kurang.
a. Program sukarela atau kompulsif – harus diputuskan apakah salah satu
opsi ini yang akan dipilih, sesuai dengan kondisi lokal.
b. Hewan harus diidentifikasi secara individual dan Veterinary Service yang
efektif dan terorganisir dengan baik diperlukan untuk menjalankan
surveilans dan uji laboratorium.
c. ‘Herd’ yang terinfeksi harus dikarantina.
d. Kerjasama penuh peternak adalah isu penting yang perlu diingat jika
kebijakan ini diadopsi.
e. Kompensasi ekonomi atau penggantian ternak harus dipertimbangkan.
Sumber: Sammartino LE et al. Capacity building for surveillance and control of bovine and caprine brucellosis. 55
56. Imunisasi hewan peka
• Pengendalian brucellosis dapat dicapai dengan menggunakan vaksinasi
untuk meningkatkan resistensi populasi terhadap penyakit.
a. Vaksinasi hewan muda: vaksinasi anak sapi dengan B. abortus
S19 atau RB51.
b. Vaksinasi seluruh kelompok ternak: sapi dewasa dengan B.
abortus S19 atau RB51 (dosis penuh atau dikurangi).
c. Kombinasi dari kedua alternatif di atas.
d. Vaksinasi masif direkomendasikan dimana ada prevalensi
brucellosis yang tinggi dan uji diagnostik serologis tidak dapat
dilakukan.
Sumber: Sammartino LE et al. Capacity building for surveillance and control of bovine and caprine brucellosis. 56
58. Definisi biosekuriti
• BIOSEKURITI telah didefinisikan oleh World Health
Organization (WHO) dan Food and Agriculture
Organization (FAO) sebagai:
“pendekatan strategis dan terintegrasi untuk
menganalisis dan mengelola risiko yang relevan
terhadap kehidupan dan kesehatan manusia, hewan
dan tumbuhan dan risiko yang berkaitan dengan
lingkungan”.
• Sebagai bagian dari pendekatan ‘One Health’,
penguatan biosekuriti pada sistim produksi hewan yang
berbeda juga penting untuk menjaga kesehatan
masyarakat dan lingkungan.
KESEHATAN
LINGKUNGAN
KESEHATAN
MANUSIA
KESEHATAN
HEWAN
58
59. Peningkatan biosekuriti
• Seperti yang diilustrasikan oleh pandemi COVID-19 yang kemungkinan
disebabkan oleh penularan zoonosis, minat terhadap biosekuriti telah semakin
meningkat belakangan ini, dan konsepnya menjadi lebih penting lagi karena
berbagai ancaman dan peningkatan risiko terkait dengan perubahan
demografik, perubahan lingkungan, globalisasi dan peningkatan pertukaran
serta perjalanan internasional.
• Tingkat biosekuriti terutama sistim produksi intensif (misalnya industri ayam
dan babi) telah diperkuat di banyak negara (termasuk Indonesia), dengan
tindakan-tindakan wajib (mandatory) dan rekomendasi terintegrasi dalam
dokumen peraturan perundangan umum, sedangkan tingkat biosekuriti di
tingkat peternakan sapi tetap rendah dan menghadapi banyak tantangan.
Sumber: Renault et al., 2021. Review Biosecurity at Cattle Farms: Strengths,
Weaknesses, Opportunities and Threats. Pathogens 2021, 10, 131 59
60. Definisi OIE: Biosekuriti
• BOSEKURITI artinya:
satu set manajemen dan tindakan-tindakan fisik yang dirancang
untuk mengurangi risiko introduksi, perkembangan dan penyebaran
penyakit, infeksi atau infestasi ke, dari dan dalam populasi hewan.
• RENCANA BIOSEKURITI artinya:
suatu rencana yang mengidentifikasi jalur potensial untuk introduksi
dan penyebaran penyakit di zona atau kompartemen, dan
menjelaskan tindakan-tindakan yang sedang atau akan diterapkan
untuk mengurangi risiko penyakit, jika berlaku, harus diterapkan
sesuai dengan rekomendasi dalam OIE Terrestrial Code.
60
61. Biosekuriti and kompartemen
• Integritas kompartemen bergantung pada biosekuriti yang
efektif.
• Manajemen kompartemen harus mengembangkan,
menerapkan dan memonitor rencana biosekuriti (biosecurity
plan) yang komprehensif (Artikel 4.5.3. OIE TAHC).
61
62. Biosekuriti sapi potong
• Biosekuriti adalah komponen kunci dari setiap strategi kesehatan
hewan dan kesehatan masyarakat dan program pencegahan
dan pengendalian penyakit.
• Biosekuriti dalam sistim produksi ternak mencakup tindakan-
tindakan yang dapat diimplementasikan oleh produsen hewan di
tingkat peternakan untuk mengelola risiko penyakit menular.
• Biosekuriti merupakan dasar dari tindakan-tindakan
pengendalian terhadap penyakit endemik dan eksotik.
Sumber: Renault et al., 2021. Review Biosecurity at Cattle Farms: Strengths,
Weaknesses, Opportunities and Threats. Pathogens 2021, 10, 131 62
63. 5 (lima) tahap biosekuriti
• Biosekuriti dalam sistim produksi hewan dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahap atau
kompartemen untuk menekankan pentingnya tidak hanya dalam hal kesehatan
hewan, tetapi juga perannya dalam melindungi kesehatan masyarakat & lingkungan.
• 5 (lima) tahap atau kompartemen itu adalah:
i. BIO-EXCLUSION, tindakan biosekuriti untuk mencegah introduksi patogen ke
dalam suatu peternakan;
ii. BIO-COMPARTMENTALIZATION, tindakan biosekuriti untuk mencegah
penyebaran patogen di dalam peternakan;
iii. BIO-CONTAINMENT, tindakan biosekuriti untuk mencegah penyebaran
patogen ke peternakan atau bangunan kandang lain.
iv. BIO-PREVENTION, tindakan biosekuriti untuk mencegah penyebaran
patogen zoonotik ke manusia; dan
v. BIO-PRESERVATION, tindakan biosekuriti untuk mencegah kontaminasi
lingkungan.
Sumber: Renault et al., 2021. Review Biosecurity at Cattle Farms: Strengths,
Weaknesses, Opportunities and Threats. Pathogens 2021, 10, 131 63
64. Prinsip biosekuriti dan kompartemen
dalam fasilitas hewan
Adapted form: Saegerman, Dal Pozzo and Humblet, 2012) 64
65. Sistim produksi sapi potong
• Definisi SISTIM PRODUKSI SAPI POTONG (Artikel 7.9.1.):
semua sistim produksi ternak komersial di mana tujuan operasi
mencakup sejumlah atau seluruhnya sapi bibit, sapi peliharaan
(rearing cattle) dan sapi tahap akhir (finishing cattle) yang ditujukan
untuk konsumsi daging sapi.
• Rencana biosekuriti (biosecurity plan) harus dirancang dan
diimplementasikan, sejalan dengan status kesehatan kelompok dan
risiko penyakit saat ini, untuk penyakit yang masuk dalam daftar
penyakit OIE (OIE listed diseases) harus sesuai dengan rekomendasi
relevan yang ditemukan dalam OIE Terrestrial Code.
65
66. Sistim sapi potong komersial
Artikel 7.9.3.:
1. INTENSIF
Sistim di mana sapi berada dalam suatu lokasi tertutup dan sepenuhnya
bergantung pada manusia untuk menyediakan kebutuhan dasar hewan
seperti pakan, tempat berlindung dan air setiap hari.
2. EKSTENSIF
Sistim di mana sapi memiliki kebebasan untuk berkeliaran di luar kandang,
dan sapi memiliki sejumlah kebebasan atas pemilihan pakan (melalui
penggembalaan), konsumsi air dan akses ke tempat berlindung.
3. SEMI INTENSIF
Sistem di mana sapi terekspos pada kombinasi baik metoda peternakan
intensif dan ekstensif, baik secara bersamaan, atau bervariasi sesuai
dengan perubahan kondisi iklim atau keadaan fisiologis sapi.
66
67. Rencana biosekuriti sapi potong
Artikel 7.9.5.:
• Rencana biosekuriti harus menyasar pengendalian sumber
dan jalur (pathways) utama untuk penyebaran agen patogen:
a) sapi;
b) hewan lain;
c) orang;
d) peralatan;
e) kendaraan;
f) udara;
g) suplai air;
h) pakan.
67
68. Pengukuran biosekuriti
• Pengukuran berbasis hasil (outcome):
a) tingkat morbiditas;
b) tingkat mortalitas;
c) efisiensi reproduksi;
d) perubahan berat badan; dan
e) kondisi tubuh (body condition).
68
69. Manajemen Kesehatan hewan
• MANAJEMEN KESEHATAN HEWAN berarti:
sistim yang dirancang untuk mengoptimalkan kesehatan dan
kesejahteraan hewan dari kelompok ternak, mencakup pencegahan,
pengobatan dan pengendalian penyakit dan kondisi yang berdampak
kelompok ternak, mencakup pencatatan penyakit, cedera, kematian dan
perawatan medis jika diperlukan.
• Program yang efektif harus ada untuk pencegahan dan pengobatan
penyakit dan kondisi yang konsisten dengan program yang ditetapkan oleh
dokter hewan yang berkualifikasi sebagaimana mestinya.
• Petugas yang bertanggung jawab dalam perawatan sapi harus meyadari
adanya gangguan kesehatan atau tekanan, seperti berkurangnya asupan
pakan dan air, perubahan berat badan dan kondisi tubuh, perubahan
perilaku atau penampakan fisik yang abnormal.
69
70. Kriteria kasus Brucella
• Setiap kasus keguguran (abortus) di peternakan/desa tanpa etiologi
mekanis (dugaan penyakit menular).
• Gejala klinis yang tidak spesifik lainnya yang bisa mengindikasikan
infeksi Brucella (produksi rendah dan sapi tidak birahi/anestrus).
• Kriteria meningkatkan kecurigaan kasus:
o Kasus terduga (probable case): gejala klinis.
o Kasus terduga (suspected case): gejala klinis + uji lapangan
positif.
o Kasus yang dikonfirmasi (confirmed case): sampel dari hewan
dengan uji lapangan positif dikonfirmasi oleh diagnose
laboratorium.
Sumbe: Self-declaration by Egypt of Compartment free from infection with Brucella with vaccination.
70
71. Penanganan dan inspeksi
• Sapi potong harus diinspeksi pada interval yang sesuai dengan sistim
produksi dan risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan sapi.
• Pada sistim peternakan yang intensif, sapi harus diinspeksi setidaknya
sekali sehari.
• Sejumlah hewan mungkin dapat menerima manfaat dari inspeksi yang
lebih sering, misalnya:
o anak sapi neonatal;
o induk sapi di akhir kebuntingan;
o anak sapi yang baru disapih; dan
o sapi yang mengalami stres lingkungan dan yang menjalani
prosedur bedah peternakan atau veteriner.
71
73. • Daftar Periksa tentang Aplikasi
Praktis Kompartementalisasi
(Checklist on the Practical
Application of Compatmentalisation)
73
74. Risiko penyakit meningkat
• Kepadatan peternakan – fasilitas produksi lainnya dalam beberapa mil;
• Pergerakan hewan – terutama jika hewan keluar dan kemudian
kembali ke peternakan;
• Lalu lintas di dalam dan di luar peternakan – kendaraan (pakan, susu,
sampah, rendering) dan supir;
• Kegiatan manusia – pekerja, personil layanan, pengunjung;
• Berbagi peralatan – antara fasilitas, atau antara kelompok hewan di
dalam fasilitas;
• Akses oleh satwa liar – seperti insekta, burung, tikus, hewan liar;
• Konstruksi kandang hewan yang sulit dibersihkan dan didisinfeksi;
• Kematian dibuang di dekat kandang hewan.
Sumber: NAHEMS guidelines: Biosecurity. USDA, Juni 2016.
75. Pemisahan dari sumber infeksi
• Memahami faktor-faktor risiko dan jalur masuk infeksi
o Faktor-faktor fisik atau spasial
o Faktor infrastruktur
o Rencana biosekuriti yang disesuaikan dengan risiko:
❑ Perangkat keras (hardware): perumahan, lokasi, lingkungan;
❑ Perangkat lunak (software): SOP, pelatihan, verifikasi;
❑ Rencana kontingensi (contingency plan).
• Penelusuran (traceability) (ID dan registrasi)
o ID kelompok ternak, registrasi pergeraka/lalu lintas ternak.
Sumber: Checklist on the Practical Application of Compartmentalisation – November 2012
75
76. Zona kotor dan bersih
• Pintu keluar/masuk yang terbatas dan
dikontrol:
• Jalan dan jalur kerja yang dialihkan di
sekitar tempat untuk mengakomodasi
penghalang (Garis Pemisah) di sekitar
ternak, dan Area Penyangga Primer;
• Ruang khusus untuk masuk ke
bangunan hewan yang berfungsi untuk
menampung Garis Pemisah yang
terlihat, atau Garis Bersih/Kotor, dan
dijalankan protokol biosekuriti yang
sesuai sebelum memasuki bangunan.
Sumber: NAHEMS guidelines: Biosecurity.
USDA, Juni 2016. 76
77. Contoh tata letak kompartemen
• Contoh rencana tata letak
yang menunjukkan zona
yang berbeda untuk bisekuriti
peternakan dapat dilihat
pada Gambar.
• Desain dapat dimodifikasi
sesuai persyaratan spesifik
dan spesies hewan.
Sumber: Manuja et al. Globalization and Livestock
Biosecurity. Agric Res (March 2014) 3(1):22–31.
77
78. INFRASTRUKTUR
• Perumahan;
• Pagar atau cara pemisahan
fisik efektif lainnya;
• Fasilitas untuk orang yang
masuk, termasuk kontrol
akses, area ganti dan
shower;
• Akses kendaraan termasuk
prosedur pembersihan dan
disinfeksi;
• Kontrol penggunaan dan
perutean kendaraan untuk
akses ke kompartemen;
• Fasilitas bongkar muat dan
pemuatan;
• Fasilitas isolasi untuk hewan
yang baru masuk;
• Fasilitas untuk introduksi
material dan peralatan baru;
• Fasilitas penyimpanan
pakan dan produk veteriner;
• Disposal karkas, kotoran
ternak dan limbah;
• Suplai air;
• Tindakan mencegah
paparan ke vektor mekanik
atau hidup seperti insekta,
rodensia dan burung liar;
• Sistim ventilasi;
• Penjelasan alur kerja antar
unit;
• Peralatan khusus yang
kontak dengan hewan serta
prosedur untuk
membersihkan dan
disinfeksi peralatan saat
dimasukkan ke
kompartemen;
• Prosedur pembersihan dan
disinfeksi yang diterapkan di
peternakan;
• Untuk setiap unit, ada
diagram yang mencakup
aspek-aspek di atas.
78
79. Standar Operasional Prosedur
• SOP Pelatihan;
• SOP Jaminan kualitas;
• SOP Pergerakan/lalu lintas
hewan;
• SOP Kesehatan hewan;
• SOP Pergerakan orang;
• SOP Kendali kendaraan;
• SOP Keamanan sumber air
dan pakan.
• SOP Catatan pembibitan dan produksi;
• SOP Catatan morbiditas dan
mortalitas;
• SOP Catatan Penggunaan obat dan
vaksin dan hasil pengobatan;
• SOP Catatan pemeriksaan dokter
hewan, diagnosis penyakit, dan
pelaporan;
• SOP Prosedur identifikasi,
penanganan, penyimpanan dan
disposal hewan sakit dan mati
79
80. Surveilans agen penyakit
1. Surveilans internal
• Jenis surveilans yang diterapkan (seperti yang dijelaskan dalam
Chapter 1.4. dan 1.5., dan chapter tentang penyakit yang relevan;
• Jenis uji yang digunakan, interpretasi hasil;
• Target populasi;
• Besaran sampel;
• Frekuensi pengujian dan pemeriksaan klinis;
• Hasil surveilans: jumlah terduga dan kasus positif;
• Tindak lanjut temuan kasus terduga dan kasus positif.
Sumber: Checklist on the Practical Application of Compartmentalisation – November 2012
80
81. Surveilans agen penyakit
2. Surveilans eksternal
• Jenis surveilans yang dierapkan (sesuai Chapter 1.4; mencakup
surveilans pasif dan tertarget);
• Faktor risiko yang relevan, terutama yang menyangkut unit
epidemiologi yang berdekatan dengan kompartemen dan yang
ada di area yang menimbulkan risiko bagi kompartemen;
• Jenis uji yang digunakan, interpretasi hasil;
• Besaran sampel;
• Frekuensi pengujian dan pemeriksaan klinis;
• Hasil surveilans: jumlah terduga dan kasus positif;
• Tindak lanjut temuan kasus terduga dan positif.
Sumber: Checklist on the Practical Application of Compartmentalisation – November 2012 81
82. Tanggung jawab manager
kompartemen
• Mengembangkan kemitraan yang efektif dan kredibel dengan Otovet;
• Menerapkan rencana biosekuriti (biosecurity plan) dan Menyusun
dokumentasi yang relevan untuk audit;
• Memberitahu segera ke Otovet adanya perubahan signifikan yang
mungkin mempengaruhi status kesehatan kompartemen;
• Memberitahu segera ke Otovet setiap kasus terduga (suspek) penyakit
yang terjadi di kompartemen dan setiap perubahan status kesehatan
hewan dasar (baseline);
• Memberitahu Otovet setiap pelanggaran tindakan biosekuriti sesuai
dengan rencana biosekuriti.
Sumber: Checklist on the Practical Application of Compartmentalisation – November 2012
82
83. Tanggung jawab Otoritas Veteriner dalam
supervisi dan kontrol kompartemen
• Prosedur untuk persetujuan kompartemen;
• Prosedur untuk penangguhan, pencabutan dan pemulihan status
kompartemen;
• Komunikasi persetujuan, penangguhan atau pencabutan kepada mitra
dagang;
• Kewenangan mengaudit;
• Akreditasi auditor;
• Pelatihan personil;
• Prosedur untuk melakukan audit;
• Frekuensi audit;
• Laporan audit dan tindakan tindak lanjut.
Sumber: Checklist on the Practical Application
of Compartmentalisation – November 2012
83