SlideShare a Scribd company logo
1 of 84
Download to read offline
Sistim Biosekuriti Pembibitan
Sapi Potong Dalam Rangka
Kompartemen Bebas Penyakit
Bimbingan Teknis “Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi
Potong dalam rangka Kompartemen Bebas Penyakit”
BPTUHPT Padang Mangatas, 22-23 Maret 2022
BPTUHPT Padang Mangatas
Jl. Padang Mengatas
Luak, Kabupaten Lima Puluh Kota
Sumatera Barat 26261
KONSEP
KOMPERTEMEN
BEBAS PENYAKIT
TOPIK PRESENTASI
BIOSEKURITI
BRUCELLOSIS
KELOMPOK
TERNAK BEBAS
BRUCELLOSIS
APLIKASI
KOMPARTEMEN
“KOMPARTEMENTALISASI
bukanlah suatu konsep baru;
pada kenyataannya telah
diterapkan sejak lama untuk
banyak program pengendalian
penyakit yang didasarkan atas
konsep bebas penyakit pada
kelompok atau flok ternak”.
(Chapter 4.5. OIE TAHC)
KONSEP
KOMPARTEMEN
BEBAS PENYAKIT
1
Lini waktu OIE
• Konsep ZONA dikembangkan pada tahun 1993 untuk membatasi dampak
perdagangan dari bagian-bagian wilayah suatu negara yang terkena dampak
penyakit yang ada di negera tersebut.
• Konsep KOMPARTEMENTALISASI diperkenalkan menyusul kekhawatiran
tentang penyebaran avian influenza H5N1 pada 2003.
• Ke-dua konsep ini berlaku sama untuk hewan darat (terrestrial animal) dan
hewan akuatik (aquatic animal) dan telah dikembangkan secara paralel oleh OIE.
1968 1993 1995 2003
Introduksi
konsep zona
dalam Terrestrial
Code
Publikasi
pertama kali
Terrestrial Code
Publikasi
pertama kali
Aquatic Code
Introduksi konsep
kompartemen
dalam Codes
6
Standar internasional
• Pelaporan penyakit ke OIE (Chapter 1.1.)
• Evaluasi lembaga Otovet (Chapter 3.1.)
• Zona dan Kompartementalisasi (Chapter 4.4.
dan 4.5.)
• Surveilans (Chapter 1.4.)
• Identifikasi dan penelusuran (Chapter 4.2.)
• Penyakit yang spesifik:
o Chapter 8.4. – Brucellosis
o Chapter 10.4. – Avian influenza
o Chapter 15.1. – African swine fever
7
7
Definisi OIE
• ZONA berarti:
bagian dari suatu negara yang
ditetapkan oleh Otoritas Veteriner,
yang berisi populasi atau subpopulasi
hewan dengan status kesehatan
hewan tertentu berkaitan dengan
infeksi atau infestasi penyakit tertentu
untuk kepentingan perdagangan
internasional atau pencegahan atau
pengendalian penyakit.
• KOMPARTEMEN berarti:
subpopulasi hewan yang ada di satu
atau lebih peternakan, terpisah dari
populasi rentan lainnya oleh sistim
manajemen biosekuriti umum, dan
dengan status kesehatan hewan
tertentu berkaitan dengan satu atau
lebih infeksi atau infestasi dimana
tindakan-tindakan surveilans, biosekuriti
dan pengendalian yang diperlukan telah
diterapkan untuk tujuan perdagangan
dan pencegahan dan pengendalian
penyakit di suatu negara/zona.
8
Penerapan zonasi/kompartemen
• ZONA diterapkan ke subpopulasi
hewan yang ditetapkan utamanya
berdasarkan geografis
(menggunakan batas-batas
alami, buatan atau hukum).
• KOMPARTEMEN diterapkan
ke subpopulasi hewan yang
ditetapkan utamanya melalui
manajemen dan praktik-
praktik peternakan yang
berkaitan dengan biosekuriti.
Pertimbangan spasial dan manajemen yang baik termasuk rencana
biosekuriti memegang peran penting dalam penerapan ke-2 konsep.
9
Sumber: Chapter 4.4. Zoning and compartmentalization. OIE TAHC.
Perbedaan zona & kompartemen
PERBEDAAN ZONA KOMPARTEMEN
Kapan? Dikembangkan hanya ketika
wabah telah dideklarasikan
Kapan saja. Sebaiknya sebelum ada
wabah
Bagaimana? Ditentukan oleh batas-batas
geografis
Ditentukan oleh manajemen dan
praktik-praktik peternakan
Di mana? • Tergantung kepada
lokasi/jarak wabah
• Batas-batas dapat berubah
dari waktu ke waktu
Tergantung pada lokasi bisnis
perusahaan
Siapa? Otoritas Veteriner Industri mendorong dan menanggung
biaya. Mitra dagang dan otoritas
veteriner harus mengakuinya.
10
Konsep kompartemen
• Persyaratan mendasar kompartemen adalah
implementasi dan dokumentasi manajemen
dan biosekuriti untuk menciptakan pemisahan
fungsional.
• Konsep kompartemen memperluas penerapan
‘batas risiko’ (risk boundary) di luar keterkaitan
geografisnya dan mempertimbangkan semua
faktor epidemiologi yang dapat membantu
menciptakan pemisahan spesifik penyakit
yang efektif antara subpopulasi.
11
Aplikasi Kompartementalisasi
• Tidak semua situasi dengan sendirinya dapat digunakan untuk
penerapan kompartemen.
• Pelaksanaan efektif kompartemen dipengaruhi oleh isu-isu teknis:
o Epidemiologi penyakit;
o Faktor negara dan infrastruktur;
o Faktor lingkungan;
o Tindakan-tindakan biosekuriti yang dapat diaplikasikan;
o Status kesehatan hewan di wilayah yang berdekatan;
o Surveilans yang diperlukan, di dalam dan di luar kompartemen; dan
o Hubungan antara pemerintah dan sektor swasta.
12
Sumber: Presentasi Dr. Etienne Bonbon. OIE Standards on biosecurity and compartmentalization.
Kompartemen bebas penyakit
• Di suatu negara atau zona bebas penyakit, kompartemen sebaiknya
ditentukan sebelum terjadinya wabah penyakit.
• Jika terjadi wabah atau di negara atau zona yang tertular,
kompartemen dapat digunakan untuk memfasilitasi perdagangan.
• Untuk tujuan perdagangan internasional, kompartemen harus
berada di bawah tanggung jawab Otoritas Veteriner suatu negara.
Untuk tujuan ini, pemenuhan Negara Anggota OIE terhadap Chapter
1.1. (kewajiban notifikasi penyakit) dan 3.2. (kualitas sistim
kesehatan hewan) adalah prasyarat esensial.
Sumber: Presentasi Dr. Etienne Bonbon. OIE Standards on biosecurity and compartmentalization.
13
Struktur kerangka aplikasi dan
pengakuan kompartemen
1. Prinsip-prinsip penentuan kompartemen;
2. Pemisahan kompartemen dari sumber infeksi potensial;
3. Dokumentasi;
4. Surveilans penyakit;
5. Kapabilitas dan prosedur diagnostik;
6. Respon darurat dan notifikasi;
7. Supervisi dan kontrol kompartemen.
14
1. Prinsip penentuan kompartemen
Artikel 4.5.2.:
• Kompartemen harus ditetapkan sehubungan dengan suatu penyakit
tertentu atau sejumlah penyakit tertentu.
• Kompartemen harus ditetapkan secara jelas, mengindikasikan lokasi
dari seluruh komponennya termasuk:
o bangunan kandang;
o unit fungsional terkait (seperti pabrik pakan, rumah potong,
rendering plant, dsb.);
o keterkaitannya dan kontribusinya dalam pemisahan epidemiologi
antara hewan di dalam kompartemen dan subpopulasi di luar
kompartemen yang status kesehatan hewannya berbeda.
15
Lanjutan prinsip penentuan
kompartemen
Artikel 4.5.2.:
• Definisi kompartemen dapat berkisar sekitar:
- faktor-faktor epidemiologi spesifik;
- sistim produksi hewan;
- faktor-faktor infrastruktur praktik-praktik
biosekuriti; dan
- surveilans.
Sumber: Chapter 4.5. Application of compartmentalization. OIE TAHC.
16
Kompartementalisasi dalam OIE Code
Penyakit Kompartemen?
African swine fever, classical swine fever Ya
Avian influenza, Newcastle disease Ya
Equine influenza Ya
Foot and mouth disease (FMD), bovine
spongiform encephalopathy (BSE),
contagious bovine pleuropneumonia
(CBPP), peste des petits ruminants (PPR)
Ya
Scrapie Ya
Tuberculosis, enzootic bovine leukosis Ya
Aujeszky’s disease Tidak
Trichinellosis Tidak
17
Sumber: Kahn and Llado (2014). Implementation of the compartmentalisation
concept: Practical experience and perspectives.
Lanjutan
Penyakit Kompartemen?
Bluetongue, West Nile fever, Rift Valley fever Tidak
African horse sickness (AHS), contagious
equine metritis (CEM), dourine, equine
infectious anaemia (EIA), piroplasmosis, equine
encephalitis, equine herpesvirus 1 (EHV1),
equine viral arteritis (EVA), glanders
Tidak
Brucella abortus, B. melitensis, B. suis. Tidak
Infectious bovine rhinotracheitis (IBR),
trichomonosis, genital campybacteriosis No
Infectious bronchitis (IB), infectious
laryngotracheitis (ILT), mycoplasmosis, pullorum
disease, infectious bursal disease (IBD)
Tidak
18
Sumber: Kahn and Llado (2014). Implementation of the compartmentalisation
concept: Practical experience and perspectives.
2. Pemisahan Kompartemen dari
sumber infeksi potensial
Artikel 4.5.3.:
• Manajemen kompartemen harus mempersiapkan
dan menyampaikan kepada Otoritas Veteriner:
1. Faktor-faktor fisik dan spasial yang
mempengaruhi biosekuriti;
2. Rencana Biosekuriti (Biosecurity Plan);
3. Faktor-faktor infrastruktur; dan
4. Sistim penelusuran (Traceability system).
19
Sumber: Presentasi Dr. Etienne Bonbon. OIE Standards on biosecurity and compartmentalization.
19
2.1 Faktor fisik atau spasial
1. Status penyakit di area yang berdekatan dan area yang secara
epidemiologik terkait dengan kompartemen;
2. Lokasi, status penyakit dan biosekuriti dari unit epidemiologi atau
peternakan terdekat;
3. Pertimbangan harus diberikan pada jarak dan pemisahan fisik dari:
a. flok atau kelompok ternak dengan status kesehatan hewan
berbeda yang berdekatan dengan kompartemen, termasuk satwa
liar dan rute migrasi burung;
b. rumah potong, pabrik pakan atau rendering plant;
c. pasar, pameran, ekshibisi, lomba, kebun binatang, sirkus dan
titik-titik lain dimana hewan terkonsentrasi.
20
20
2.2 Faktor infrastruktur (1)
1. Pemagaran atau pemisahan fisik lainnya yang efektif.
2. Fasilitas untuk orang masuk termasuk kendali akses, area ganti
pakaian dan mandi (shower).
3. Akses kendaraan termasuk prosedur pencucian dan disinfeksi.
4. Fasilitas bongkar (unloading) dan muat (loading) ternak.
5. Fasilitas isolasi hewan yang baru masuk.
6. Fasilitas material dan peralatan yang baru masuk.
7. Infrastruktur untuk penyimpanan pakan dan obat hewan.
8. Disposal karkas, kotoran hewan dan limbah.
21
2.2 Faktor infrastruktur (2)
9. Suplai air.
10. Tindakan-tindakan untuk mencegah paparan terhadap vektor
mekanis atau biologis yang hidup seperti serangga, hewan
pengerat (rodensia) dan burung liar.
11. Suplai udara.
12. Suplai atau sumber pakan.
22
2.3 Rencana biosekuriti (1)
1. Jalur potensial introduksi dan penyebaran agen penyakit ke dalam
kompartemen, meliputi pergerakan hewan, rodensia, hewan, aerosol,
arthropoda, kendaraan, orang, produk biologik, peralatan, fomit, aliran
air, drainase atau cara lain;
2. Titik kendali kritis (critical control point) untuk setiap jalur;
3. Tindakan-tindakan untuk memitigasi paparan untuk setiap titik kendali
kristis (CCP);
4. Standar operasional prosedur meliputi:
a. Implementasi, pemeliharaan, monitoring tindakan-tindakan;
b. Aplikasi tindakan koreksi;
c. Verifikasi proses;
d. Pencatatan (record keeping).
23
2.3 Rencana biosekuriti (2)
5. Rencana kontinjensi (contingency plan) yang mengatasi setiap
potensi perubahan faktor risiko di masa depan;
6. Prosedur pelaporan ke Otoritas Veteriner;
7. Program untuk edukasi dan pelatihan pekerja untuk memastikan
bahwa semua orang yang terlibat memiliki pengetahuan luas dan
terinformasikan mengenai prinsip dan praktik biosekuriti;
8. Program surveilans yang berjalan dengan baik.
24
Prinsip HACCP
• Setiap saat, bukti yang cukup harus diajukan untuk menilai efikasi dari
rencana biosekuriti sesuai dengan tingkat risiko dari setiap jalur yang
diidentifikasi.
• Bukti harus disusun sesuai dengan prinsip-prinsip ‘Analisis Bahaya
dan Titik Kendali Kritis (Hazard Analysis and Critical Control Point
/HACCP).
• Risiko biosekuriti dari semua operasi kompartemen harus dinilai ulang
dan didokumantasikan secara regular setidaknya setiap tahun.
• Berdasarkan hasil penilaian, langkah-langkah mitigasi konkrit dan
terdokumentasi harus diambil untuk mengurangi kemungkinan
introduksi agen patogen ke dalam kompartemen.
25
2.4 Sistim penelusuran
• Prasyarat untuk menilai integritas kompartemen adalah adanya
sistim penelusuran (traceability) yang valid.
• Semua hewan dalam kompartemen diidentifikasi dan
diregistrasi secara individual sedemikian rupa sehingga sejarah
dan pergerakannya dapat didokumentasikan dan diaudit.
• Semua pergerakan hewan ke dalam dan ke luar kompartemen
harus dicatat di tingkat kompartemen, dan ketika diperlukan,
berdasarkan penilaian risiko, disertifikasi oleh Otovet.
26
3. Dokumentasi (1)
Artikel 4.5.4.:
• Dokumentasi yang menunjukkan bukti bahwa biosekuriti, surveilans,
penelusuran dan praktik manajemen di komparteman diterapkan
secara efektif dan konsisten.
• Selain informasi pergerakan hewan, dokumentasi yang diperlukan
juga meliputi:
o catatan produksi kelompok/flok;
o sumber pakan;
o uji laboratorium;
o catatan kelahiran dan kematian;
o buku harian pengunjung;
o sejarah morbiditas;
o catatan pengobatan dan vaksinasi;
o biosecurity plan;
o dokumentasi pelatihan; dan
o kriteria lain yang diperlukan untuk
evaluasi tidak adanya penyakit.
27
3. Dokumentasi (2)
Artikel 4.5.4.:
• Status histori dari kompartemen harus terdokumentasi dan dapat
mendemonstrasikan persyaratan bebas yang relevan.
• Kompartemen yang ingin mendapatkan pengakuan harus
menyampaikan ke Otovet suatu laporan dasar kesehatan hewan
yang mengindikasikan ada atau tidak adanya penyakit daftar OIE
(Chapter 1.3.) untuk spesies hewan yang menjadi perhatian dari
kompartemen. Laporan ini harus secara regular di perbaharui untuk
merefleksikan situasi kesehatan hewan dari kompartemen.
• Catatan vaksinasi termasuk jenis vaksin dan frekuensi pemberian
harus tersedia untuk memungkinkan interpretasi data surveilans.
28
3. Dokumentasi (2)
• Periode waktu dari semua catatan harus disimpan dapat bervariasi
sesuai dengan spesies dan penyakit yang ditentukan untuk
kompartemen.
• Seluruh informasi yang relevan harus dicatat secara transparan
dan mudah diakses sehingga dapat diaudit oleh Otoritas Veteriner.
29
4. Surveilans penyakit (1)
Artikel 4.5.5.:
1. Surveilans internal
• Surveilans harus meliputi pengumpulan dan analisis data penyakit
sehingga Otoritas Veteriner dapat mensertifikasi subpopulasi hewan
yang ada di dalam semua kandang telah mematuhi status yang
ditetapkan untuk kompartemen.
• Sistim surveilans yang mampu untuk memastikan deteksi dini dalam
kejadian dimana agen penyakit masuk ke subpopulasi adalah
esensial.
• Tergantung pada penyakit yang ditentukan untuk kompartemen,
strategi surveilans yang berbeda dapat diterapkan untuk mencapai
kepercayaan yang diinginkan terhadap kebebasan penyakit.
30
4. Surveilans penyakit (2)
2. Surveilans eksternal
• Tindakan-tindakan biosekuriti yang diterapkan dalam kompartemen
harus tepat pada tingkat paparan (level of exposure) kompartemen.
• Surveilans eksternal akan membantu mengidentifikasi perubahan tingkat
paparan yang signifikan untuk jalur introduksi penyakit yang diidentifikasi
ke dalam kompartemen
• Kombinasi surveilans aktif dan pasif yang tepat diperlukan untuk
mencapai sasaran yang diuraikan diatas.
• Surveilans tertarget berdasarkan penilaian faktor risiko dapat menjadi
pendekatan surveilans yang paling efisien.
• Surveilans tertarget harus secara khusus mencakup unit epidemiologi di
dekat kompartemen atau yang punya hubungan epidemiologis potensial
dengan kompartemen.
31
5. Kapasitas dan prosedur diagnotik
Artikel 4.5.6.:
• Fasilitas laboratorium yang memenuhi standar OIE
untuk jaminan kualitas (quality assurance) harus
tersedia untuk pengujian sampel.
• Semua uji dan prosedur laboratorium harus mematuhi
rekomendasi laboratorium untuk penyakit tertentu.
• Setiap laboratorium yang melakukan pengujian harus
memiliki prosedur sistematis yang dijalankan untuk
pelaporan cepat hasil diagnosa penyakit ke Otoritas
Veteriner.
• Apabila diperlukan, hasil diagnose harus dikonfirmasi
oleh Laboratorium Referensi OIE.
32
6. Respon darurat & Pelaporan (1)
Artikel 4.5.7.:
• Deteksi dini, diagnosis dan pelaporan penyakit adalah penting untuk
meminimalisir konsekuensi terjadinya wabah.
• Jika ada kecurigaan terjadinya penyakit di kompartemen yang telah
ditetapkan, status bebas kompartemen harus segera ditangguhkan.
• Jika dikonfirmasi, status kompartemen harus segera dicabut dan negara-
negara pengimpor harus diberitahu mengikuti ketentuan Artikel 5.3.7.
(Prosedur OIE mengenai Perjanjian SPS WTO).
• Dalam hal terjadi penyakit menular yang tidak ada dalam laporan
kesehatan dasar kompartemen, manajemen kompartemen harus
memberitahu Otovet, dan menginisiasi pengkajian untuk menentukan
apakah telah terjadi pelanggaran dalam tindakan biosekuriti.
33
8. Respon darurat & Pelaporan (2)
• Jika pelanggaran signifikan dalam biosekuriti terdeteksi, bahkan tanpa
ada kejadian wabah, sertifikasi ekspor sebagai kompartemen bebas harus
ditangguhkan.
• Status bebas penyakit dari kompartemen hanya dapat dipulihkan setelah
kompartemen mengadopsi tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
membangun kembali tingkat biosekuriti awal dan Otoritas Veteriner
menyetujui kembali status kompartemen.
• Jika kompartemen berisiko dari perubahan di sekitar kompartemen,
Otovet harus mengevaluasi ulang tanpa menunda status kompartemen
dan mempertimbangkan apakah tindakan biosekuriti tambahan diperlukan
untuk memastikan bahwa integritas kompartemen dapat dipertahankan.
34
7. Supervisi dan kontrol kompartemen
Artikel 4.5.8.:
• Kewenangan, organisasi, dan infrastruktur Sistim Kesehatan Hewan
Nasional (Veterinary Services), termasuk laboratorium harus
didokumentasikan dengan jelas sesuai Chapter 3.3. untuk memberikan
kepercayaan pada integritas kompartemen.
• Otoritas Veteriner memiliki kewenangan final dalam memberikan,
menangguhkan dan mencabut status kompartemen.
• Otoritas Veteriner harus terus mengawasi kepatuhan terhadap semua
persyaratan yang penting dalam mempertahankan status
kompartemen dan memastikan bahwa semua informasi mudah diakses
oleh negara-negara pengimpor.
• Setiap perubahan signifikan harus diberitahukan ke negara pengimpor.
35
Wabah
penyakit
Wabah
penyakit
Wabah
penyakit
Wabah
penyakit
<NEGARA PENGEKSPOR>
Tanpa prinsip
zona/kompartemen
Zona
Kompartemen
Pelarangan seluruh
wilayah negara
Ekspor dimungkinkan
dari zona bebas penyakit
Ekspor dimungkinkan
dari kompartemen
Sumber: Presentation Masatsugu Okita, OIE Vice President.
OIE existing standards on compartmentalisation. April 2021.
Kompartementalisasi
• Konsep yang diakui secara internasional.
• Memfasilitasi perdagangan yang aman dan menyediakan alat untuk
manajemen penyakit.
• Pemisahan fungsional oleh biosekuriti tetapi pertimbangan spasial
juga memegang peranan.
• Kewenangan final berada pada Otoritas Veteriner sementara
implementasi berada di bawah tanggung jawab industri.
• Chapter 4.4. OIE TAHC menyediakan prinsip-prinsip dasar
kompartemen sementara Chapter 4.5. menyediakan rekomendasi
untuk kerangka kerja terstruktur penerapan kompartemen.
Sumber: Presentation Masatsugu Okita. OIE existing standards on compartmentalisation. April 2021. 37
KELOMPOK TERNAK
BEBAS
BRUCELLOSIS
2
Brucellosis
• Brucellosis tidak hanya merupakan gangguan
kesehatan yang penting pada ternak, tetapi juga
menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi di
banyak negara berkembang di seluruh dunia.
• Brucellosis merupakan penyakit kronis yang
sangat menular dan menyebar secara cepat
dalam kelompok ternak.
• Brucellosis adalah penyakit zoonotik. Manusia
dapat terinfeksi brucellosis dan penyakit ini
dapat membuat manusia menjadi sakit.
39
Masa inkubasi brucellosis
• Brucellosis sapi adalah penyakit bakterial menular dengan masa
inkubasi yang sangat bervariasi.
• Satu-satunya gejala klinis yang menunjukkan sapi betina muda atau
induk sapi tertular penyakit adalah keguguran (abortus).
• Sapi betina muda atau induk sapi yang terinfeksi akan mengeluarkan
jutaan bakteri ke lingkungan pada saat melahirkan.
• Anak sapi yang lemah dapat lahir dari sapi betina muda atau induk sapi
yang terinfeksi dan dapat mati segera setelah dilahirkan.
• Masa inkubasi bervariasi dari beberapa hari bulan hingga beberapa
bulan dan dalam kasus ekstrim bisa beberapa tahun.
40
Ketentuan umum Brucella
Artikel 8.4.1.:
• Tujuan untuk memitigasi risiko penyebaran penyakit, dan risiko kesehatan
manusia dari Brucella abortus, B. melitensis, dan B. suis pada hewan.
• Brucella artinya Brucella abortus, B. melitensis, dan B. suis, tidak
termasuk strain vaksin.
• Kasus adalah seekor hewan terinfeksi dengan Brucella. Tidak hanya
mencakup kejadian dengan gejala klinis yang disebabkan infeksi Brucella,
tetapi juga keberadaan infeksi Brucella pada kejadian tanpa gejala klinis.
• Infeksi Brucella di mana Brucella telah diisolasi dari sampel seekor
hewan; ATAU hasil positif terhadap suatu uji diagnostik telah diperoleh,
dan memiliki hubungan epidemiologik dengan kasus tersebut.
41
Negara/zona bebas infeksi Brucella
Status negara/zona Status vaksinasi
1. Bebas historis (Artikel 8.4.3.)
2. Bebas infeksi Brucella pada sapi (Artikel
8.4.4. dan 8.4.5.)
Tanpa
vaksinasi
(8.4.4.)
Dengan
vaksinasi
(8.4.5.)
3. Bebas infeksi Brucella pada domba dan
kambing (Artikel 8.4.6. dan 8.4.7.)
Tanpa
vaksinasi
(8.4.6.)
Dengan
vaksinasi
(8.4.7.)
4. Bebas infeksi Brucella pada unta (Artikel 8.4.8.)
5. Bebas infeksi Brucella pada rusa (Artikel 8.4.9.)
42
Kelompok ternak bebas infeksi
Brucella
Status kelompok ternak Status vaksinasi
1. Kelompok ternak bebas infeksi Brucella pada
sapi, domba dan kambing, unta atau rusa
(Artikel 8.4.10. dan 8.4.11.)
Tanpa
vaksinasi
(8.4.10.)
Dengan
vaksinasi
(8.4.11.)
2. Kelompok ternak bebas infeksi Brucella pada babi (Artikel 8.4.12.)
43
Definisi OIE - ‘herd’
• ‘HERD’ (KELOMPOK TERNAK) artinya
sejumlah hewan dari satu jenis yang dipelihara bersama di
bawah kendali manusia atau suatu kongregasi satwa liar.
• Suatu ‘herd’ biasanya dianggap sebagai ‘unit epidemiologis’.
44
Definisi ‘Kelompok’ (HERD)
menurut OIE
• KELOMPOK (HERD) artinya:
sejumlah hewan dari satu jenis yang
dipelihara bersama-sama di bawah kendali
manusia atau kongregasi dari satwa liar
yang cenderung hidup berkelompok.
• Suatu ‘kelompok ternak’ (herd) biasanya
dianggap sebagai suatu unit epidemiologi.
45
Persyaratan kelompok bebas
infeksi Brucella
Status Persyaratan
Tanpa
vaksinasi
(Artikel 8.4.10.)
• Kelompok ternak di negara atau zona bebas infeksi Brucella
tanpa vaksinasi dari kategori hewan yang relevan dan
disertifikasi bebas tanpa vaksinasi oleh Otoritas Veteriner;
ATAU
• Kelompok ternak di negara atau zona bebas infeksi Brucella
dengan vaksinasi dari kategori hewan yang relevan dan
disertifikasi bebas tanpa vaksinasi oleh Otoritas Veteriner; dan
tidak ada hewan dari kelompok ternak telah divaksinasi dalam
3 tahun terakhir.
Dengan
vaksinasi
(Artikel 8.4.11.)
Kelompok ternak di negara atau zona bebas infeksi Brucella
dengan vaksinasi untuk kategori hewan yang relevan dan
disertifikasi bebas dengan vaksinasi oleh Otoritas Veteriner;
46
Persyaratan kelompok ternak bebas
infeksi Brucella (1)
Artikel 8.4.10.:
1) Infeksi Brucella pada hewan merupakan penyakit yang wajib dilaporkan
(notifiable) di seluruh negeri;
2) Tidak ada hewan dalam kategori yang relevan dalam kelompok ternak
telah divaksinasi dalam 3 tahun terakhir (TANPA VAKSINASI) / Hewan
yang divaksinasi dari kategori yang relevan telah diidentifikasi secara
permanen sedemikian rupa (DENGAN VAKSINASI);
3) Tidak ada kasus terdeteksi dalam kelompok ternak setidaknya setahun
yang lalu;
4) Hewan yang menunjukkan gejala klinis konsisten dengan infeksi
Brucella seperti keguguran telah dilakukan uji diagnostik yang diperlukan
dengan hasil negatif;
47
Persyaratan kelompok ternak bebas
infeksi Brucella (2)
5) Untuk setidaknya selama setahun terakhir, tidak ada bukti infeksi
Brucella di kelompok ternak lain di peternakan yang sama, atau tindakan-
tindakan telah dilakukan untuk mencegah penularan infeksi Brucella dari
kelompok ternak lain.
6) Dua pengujian telah dilakukan dengan hasil negatif pada semua hewan
dewasa secara seksual, kecuali jantan yang dikastrasi dan betina yang
dikebiri, yang ada di kelompok ternak pada saat pengujian. Uji pertama
dilakukan setidaknya sebelum 3 bulan setelah pemotongan kasus
terakhir dan uji ke-2 dengan interval lebih dari 6 bulan dan kurang dari 12
bulan.
48
Persyaratan mempertahankan status
kelompok ternak bebas infeksi Brucella
Artikel 8.4.10. (TANPA VAKSINASI):
1. Seluruh persyaratan kelompok ternak bebas infeksi telah terpenuhi;
2. Uji regular, dengan frekuensi bergantung pada prevalensi atau infeksi
kelompok ternak di negara atau zona, yang menunjukkan tidak ada
infeksi Brucella yang berkelanjutan;
3. Hewan dari kategori yang relevan diintroduksi ke dalam kelompok
ternak disertai dengan sertifikat dari Dokter hewan berwenang
(Official Veterinarian) yang menyatakan bahwa hewan tersebut
berasal dari:
a) negara atau zona bebas infeksi Brucella dalam kategori yang
relevan tanpa vaksinasi; ATAU
49
Lanjutan
b) negara atau zona bebas infeksi Brucella dengan vaksinasi dan
hewan dari kategori yang relevan tidak divaksinasi dalam 3
tahun terakhir; ATAU
c) kelompok ternak bebas infeksi Brucella dengan atau tanpa
vaksinasi dan hewan tersebut tidak divaksinasi dalam 3 tahun
terakhir dan diuji untuk infeksi Brucella antara 30 hari sebelum
pengapalan dengan hasil negatif, dalam kasus betina setelah
kebuntingan (post partum), uji dilakukan setidaknya 30 hari setelah
melahirkan. Uji ini tidak diperlukan untuk hewan yang belum
dewasa kelamin termasuk jantan dikastrasi dan betina disterilkan.
50
Persyaratan mempertahankan status
kelompok ternak bebas infeksi Brucella
Artikel 8.4.11. (DENGAN VAKSINASI):
1. Seluruh persyaratan kelompok ternak bebas infeksi telah terpenuhi;
2. Uji regular, dengan frekuensi bergantung pada prevalensi atau infeksi
kelompok ternak di negara atau zona, yang menunjukkan tidak ada
infeksi Brucella yang berkelanjutan;
3. Hewan dari kategori yang relevan diintroduksi ke dalam kelompok
ternak disertai dengan sertifikat dari Dokter Hewan Berwenang
(Official Veterinarian) yang menyatakan bahwa hewan tersebut
berasal dari:
a) negara atau zona bebas infeksi Brucella dalam kategori yang
relevan tanpa atau dengan vaksinasi; ATAU
51
Lanjutan
b) kelompok ternak bebas infeksi Brucella dengan atau tanpa
vaksinasi dan hewan tersebut telah diuji untuk infeksi Brucella
antara 30 hari sebelum pengapalan dengan hasil negatif, dalam
kasus betina setelah kebuntingan (post partum), uji dilakukan
setidaknya 30 hari setelah melahirkan. Uji ini tidak diperlukan
untuk hewan yang belum dewasa kelamin atau hewan yang
divaksinasi berumur kurang dari 18 bulan.
52
Rekomendasi surveilans untuk
brucellosis menurut OIE
• Mengingat brucellosis biasanya tidak dapat didiagnosa secara klinis,
maka diperlukan teknologi diagnostik laboratorium.
• Isolasi Brucella adalah “gold standard” untuk diagnosis. Suatu alat
yang sangat baik tetapi secara teknis sangat sulit untuk dilakukan
karena banyak faktor seperti waktu, biaya dan peluang yang rendah
untuk mengisolasi organisme tersebut.
• Kebanyakan diagnosis dilakukan hanya melalui investigasi
epidemiologi.
• Sebagian besar metoda mengandalkan aplikasi uji serologis yang
benar untuk mengindikasikan infeksi brucellosis.
Sumber: Sammartino LE et al. Capacity building for surveillance and control of bovine and caprine brucellosis.
53
Monitoring kelompok ternak
bebas brucellosis
• Lalu lintas/pergerakan hewan yang berpotensi terinfeksi ke area
tersebut harus dilarang.
• Importasi hewan harus diizinkan hanya dari peternakan atau area
yang bersertikasi bebas brucellosis (certified brucellosis-free).
• Pengendalian lalu lintas dari hewan dan produk hewan dari wilayah
yang berisiko lebih tinggi harus dilakukan secara ketat.
• Hewan yang negatif secara serologis harus disertai dengan
sertifikasi asli, yang harus diperiksa ketika hewan tersebut tiba di
tujuan akhir.
Sumber: Sammartino LE et al. Capacity building for surveillance and control of bovine and caprine brucellosis.
54
Penghilangan hewan terinfeksi –
Kebijakan ‘test and slaughter’
• Menurut pengalaman sebelumnya, kebijakan ‘test and slaughter’ dijustifikasi
oleh alasan ekonomi hanya ketika prevalensi hewan yang terinfeksi di suatu
daerah sekitar 2% atau kurang.
a. Program sukarela atau kompulsif – harus diputuskan apakah salah satu
opsi ini yang akan dipilih, sesuai dengan kondisi lokal.
b. Hewan harus diidentifikasi secara individual dan Veterinary Service yang
efektif dan terorganisir dengan baik diperlukan untuk menjalankan
surveilans dan uji laboratorium.
c. ‘Herd’ yang terinfeksi harus dikarantina.
d. Kerjasama penuh peternak adalah isu penting yang perlu diingat jika
kebijakan ini diadopsi.
e. Kompensasi ekonomi atau penggantian ternak harus dipertimbangkan.
Sumber: Sammartino LE et al. Capacity building for surveillance and control of bovine and caprine brucellosis. 55
Imunisasi hewan peka
• Pengendalian brucellosis dapat dicapai dengan menggunakan vaksinasi
untuk meningkatkan resistensi populasi terhadap penyakit.
a. Vaksinasi hewan muda: vaksinasi anak sapi dengan B. abortus
S19 atau RB51.
b. Vaksinasi seluruh kelompok ternak: sapi dewasa dengan B.
abortus S19 atau RB51 (dosis penuh atau dikurangi).
c. Kombinasi dari kedua alternatif di atas.
d. Vaksinasi masif direkomendasikan dimana ada prevalensi
brucellosis yang tinggi dan uji diagnostik serologis tidak dapat
dilakukan.
Sumber: Sammartino LE et al. Capacity building for surveillance and control of bovine and caprine brucellosis. 56
BIOSEKURITI
BRUCELLOSIS
3
Definisi biosekuriti
• BIOSEKURITI telah didefinisikan oleh World Health
Organization (WHO) dan Food and Agriculture
Organization (FAO) sebagai:
“pendekatan strategis dan terintegrasi untuk
menganalisis dan mengelola risiko yang relevan
terhadap kehidupan dan kesehatan manusia, hewan
dan tumbuhan dan risiko yang berkaitan dengan
lingkungan”.
• Sebagai bagian dari pendekatan ‘One Health’,
penguatan biosekuriti pada sistim produksi hewan yang
berbeda juga penting untuk menjaga kesehatan
masyarakat dan lingkungan.
KESEHATAN
LINGKUNGAN
KESEHATAN
MANUSIA
KESEHATAN
HEWAN
58
Peningkatan biosekuriti
• Seperti yang diilustrasikan oleh pandemi COVID-19 yang kemungkinan
disebabkan oleh penularan zoonosis, minat terhadap biosekuriti telah semakin
meningkat belakangan ini, dan konsepnya menjadi lebih penting lagi karena
berbagai ancaman dan peningkatan risiko terkait dengan perubahan
demografik, perubahan lingkungan, globalisasi dan peningkatan pertukaran
serta perjalanan internasional.
• Tingkat biosekuriti terutama sistim produksi intensif (misalnya industri ayam
dan babi) telah diperkuat di banyak negara (termasuk Indonesia), dengan
tindakan-tindakan wajib (mandatory) dan rekomendasi terintegrasi dalam
dokumen peraturan perundangan umum, sedangkan tingkat biosekuriti di
tingkat peternakan sapi tetap rendah dan menghadapi banyak tantangan.
Sumber: Renault et al., 2021. Review Biosecurity at Cattle Farms: Strengths,
Weaknesses, Opportunities and Threats. Pathogens 2021, 10, 131 59
Definisi OIE: Biosekuriti
• BOSEKURITI artinya:
satu set manajemen dan tindakan-tindakan fisik yang dirancang
untuk mengurangi risiko introduksi, perkembangan dan penyebaran
penyakit, infeksi atau infestasi ke, dari dan dalam populasi hewan.
• RENCANA BIOSEKURITI artinya:
suatu rencana yang mengidentifikasi jalur potensial untuk introduksi
dan penyebaran penyakit di zona atau kompartemen, dan
menjelaskan tindakan-tindakan yang sedang atau akan diterapkan
untuk mengurangi risiko penyakit, jika berlaku, harus diterapkan
sesuai dengan rekomendasi dalam OIE Terrestrial Code.
60
Biosekuriti and kompartemen
• Integritas kompartemen bergantung pada biosekuriti yang
efektif.
• Manajemen kompartemen harus mengembangkan,
menerapkan dan memonitor rencana biosekuriti (biosecurity
plan) yang komprehensif (Artikel 4.5.3. OIE TAHC).
61
Biosekuriti sapi potong
• Biosekuriti adalah komponen kunci dari setiap strategi kesehatan
hewan dan kesehatan masyarakat dan program pencegahan
dan pengendalian penyakit.
• Biosekuriti dalam sistim produksi ternak mencakup tindakan-
tindakan yang dapat diimplementasikan oleh produsen hewan di
tingkat peternakan untuk mengelola risiko penyakit menular.
• Biosekuriti merupakan dasar dari tindakan-tindakan
pengendalian terhadap penyakit endemik dan eksotik.
Sumber: Renault et al., 2021. Review Biosecurity at Cattle Farms: Strengths,
Weaknesses, Opportunities and Threats. Pathogens 2021, 10, 131 62
5 (lima) tahap biosekuriti
• Biosekuriti dalam sistim produksi hewan dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahap atau
kompartemen untuk menekankan pentingnya tidak hanya dalam hal kesehatan
hewan, tetapi juga perannya dalam melindungi kesehatan masyarakat & lingkungan.
• 5 (lima) tahap atau kompartemen itu adalah:
i. BIO-EXCLUSION, tindakan biosekuriti untuk mencegah introduksi patogen ke
dalam suatu peternakan;
ii. BIO-COMPARTMENTALIZATION, tindakan biosekuriti untuk mencegah
penyebaran patogen di dalam peternakan;
iii. BIO-CONTAINMENT, tindakan biosekuriti untuk mencegah penyebaran
patogen ke peternakan atau bangunan kandang lain.
iv. BIO-PREVENTION, tindakan biosekuriti untuk mencegah penyebaran
patogen zoonotik ke manusia; dan
v. BIO-PRESERVATION, tindakan biosekuriti untuk mencegah kontaminasi
lingkungan.
Sumber: Renault et al., 2021. Review Biosecurity at Cattle Farms: Strengths,
Weaknesses, Opportunities and Threats. Pathogens 2021, 10, 131 63
Prinsip biosekuriti dan kompartemen
dalam fasilitas hewan
Adapted form: Saegerman, Dal Pozzo and Humblet, 2012) 64
Sistim produksi sapi potong
• Definisi SISTIM PRODUKSI SAPI POTONG (Artikel 7.9.1.):
semua sistim produksi ternak komersial di mana tujuan operasi
mencakup sejumlah atau seluruhnya sapi bibit, sapi peliharaan
(rearing cattle) dan sapi tahap akhir (finishing cattle) yang ditujukan
untuk konsumsi daging sapi.
• Rencana biosekuriti (biosecurity plan) harus dirancang dan
diimplementasikan, sejalan dengan status kesehatan kelompok dan
risiko penyakit saat ini, untuk penyakit yang masuk dalam daftar
penyakit OIE (OIE listed diseases) harus sesuai dengan rekomendasi
relevan yang ditemukan dalam OIE Terrestrial Code.
65
Sistim sapi potong komersial
Artikel 7.9.3.:
1. INTENSIF
Sistim di mana sapi berada dalam suatu lokasi tertutup dan sepenuhnya
bergantung pada manusia untuk menyediakan kebutuhan dasar hewan
seperti pakan, tempat berlindung dan air setiap hari.
2. EKSTENSIF
Sistim di mana sapi memiliki kebebasan untuk berkeliaran di luar kandang,
dan sapi memiliki sejumlah kebebasan atas pemilihan pakan (melalui
penggembalaan), konsumsi air dan akses ke tempat berlindung.
3. SEMI INTENSIF
Sistem di mana sapi terekspos pada kombinasi baik metoda peternakan
intensif dan ekstensif, baik secara bersamaan, atau bervariasi sesuai
dengan perubahan kondisi iklim atau keadaan fisiologis sapi.
66
Rencana biosekuriti sapi potong
Artikel 7.9.5.:
• Rencana biosekuriti harus menyasar pengendalian sumber
dan jalur (pathways) utama untuk penyebaran agen patogen:
a) sapi;
b) hewan lain;
c) orang;
d) peralatan;
e) kendaraan;
f) udara;
g) suplai air;
h) pakan.
67
Pengukuran biosekuriti
• Pengukuran berbasis hasil (outcome):
a) tingkat morbiditas;
b) tingkat mortalitas;
c) efisiensi reproduksi;
d) perubahan berat badan; dan
e) kondisi tubuh (body condition).
68
Manajemen Kesehatan hewan
• MANAJEMEN KESEHATAN HEWAN berarti:
sistim yang dirancang untuk mengoptimalkan kesehatan dan
kesejahteraan hewan dari kelompok ternak, mencakup pencegahan,
pengobatan dan pengendalian penyakit dan kondisi yang berdampak
kelompok ternak, mencakup pencatatan penyakit, cedera, kematian dan
perawatan medis jika diperlukan.
• Program yang efektif harus ada untuk pencegahan dan pengobatan
penyakit dan kondisi yang konsisten dengan program yang ditetapkan oleh
dokter hewan yang berkualifikasi sebagaimana mestinya.
• Petugas yang bertanggung jawab dalam perawatan sapi harus meyadari
adanya gangguan kesehatan atau tekanan, seperti berkurangnya asupan
pakan dan air, perubahan berat badan dan kondisi tubuh, perubahan
perilaku atau penampakan fisik yang abnormal.
69
Kriteria kasus Brucella
• Setiap kasus keguguran (abortus) di peternakan/desa tanpa etiologi
mekanis (dugaan penyakit menular).
• Gejala klinis yang tidak spesifik lainnya yang bisa mengindikasikan
infeksi Brucella (produksi rendah dan sapi tidak birahi/anestrus).
• Kriteria meningkatkan kecurigaan kasus:
o Kasus terduga (probable case): gejala klinis.
o Kasus terduga (suspected case): gejala klinis + uji lapangan
positif.
o Kasus yang dikonfirmasi (confirmed case): sampel dari hewan
dengan uji lapangan positif dikonfirmasi oleh diagnose
laboratorium.
Sumbe: Self-declaration by Egypt of Compartment free from infection with Brucella with vaccination.
70
Penanganan dan inspeksi
• Sapi potong harus diinspeksi pada interval yang sesuai dengan sistim
produksi dan risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan sapi.
• Pada sistim peternakan yang intensif, sapi harus diinspeksi setidaknya
sekali sehari.
• Sejumlah hewan mungkin dapat menerima manfaat dari inspeksi yang
lebih sering, misalnya:
o anak sapi neonatal;
o induk sapi di akhir kebuntingan;
o anak sapi yang baru disapih; dan
o sapi yang mengalami stres lingkungan dan yang menjalani
prosedur bedah peternakan atau veteriner.
71
APLIKASI
KOMPARTEMEN
4
• Daftar Periksa tentang Aplikasi
Praktis Kompartementalisasi
(Checklist on the Practical
Application of Compatmentalisation)
73
Risiko penyakit meningkat
• Kepadatan peternakan – fasilitas produksi lainnya dalam beberapa mil;
• Pergerakan hewan – terutama jika hewan keluar dan kemudian
kembali ke peternakan;
• Lalu lintas di dalam dan di luar peternakan – kendaraan (pakan, susu,
sampah, rendering) dan supir;
• Kegiatan manusia – pekerja, personil layanan, pengunjung;
• Berbagi peralatan – antara fasilitas, atau antara kelompok hewan di
dalam fasilitas;
• Akses oleh satwa liar – seperti insekta, burung, tikus, hewan liar;
• Konstruksi kandang hewan yang sulit dibersihkan dan didisinfeksi;
• Kematian dibuang di dekat kandang hewan.
Sumber: NAHEMS guidelines: Biosecurity. USDA, Juni 2016.
Pemisahan dari sumber infeksi
• Memahami faktor-faktor risiko dan jalur masuk infeksi
o Faktor-faktor fisik atau spasial
o Faktor infrastruktur
o Rencana biosekuriti yang disesuaikan dengan risiko:
❑ Perangkat keras (hardware): perumahan, lokasi, lingkungan;
❑ Perangkat lunak (software): SOP, pelatihan, verifikasi;
❑ Rencana kontingensi (contingency plan).
• Penelusuran (traceability) (ID dan registrasi)
o ID kelompok ternak, registrasi pergeraka/lalu lintas ternak.
Sumber: Checklist on the Practical Application of Compartmentalisation – November 2012
75
Zona kotor dan bersih
• Pintu keluar/masuk yang terbatas dan
dikontrol:
• Jalan dan jalur kerja yang dialihkan di
sekitar tempat untuk mengakomodasi
penghalang (Garis Pemisah) di sekitar
ternak, dan Area Penyangga Primer;
• Ruang khusus untuk masuk ke
bangunan hewan yang berfungsi untuk
menampung Garis Pemisah yang
terlihat, atau Garis Bersih/Kotor, dan
dijalankan protokol biosekuriti yang
sesuai sebelum memasuki bangunan.
Sumber: NAHEMS guidelines: Biosecurity.
USDA, Juni 2016. 76
Contoh tata letak kompartemen
• Contoh rencana tata letak
yang menunjukkan zona
yang berbeda untuk bisekuriti
peternakan dapat dilihat
pada Gambar.
• Desain dapat dimodifikasi
sesuai persyaratan spesifik
dan spesies hewan.
Sumber: Manuja et al. Globalization and Livestock
Biosecurity. Agric Res (March 2014) 3(1):22–31.
77
INFRASTRUKTUR
• Perumahan;
• Pagar atau cara pemisahan
fisik efektif lainnya;
• Fasilitas untuk orang yang
masuk, termasuk kontrol
akses, area ganti dan
shower;
• Akses kendaraan termasuk
prosedur pembersihan dan
disinfeksi;
• Kontrol penggunaan dan
perutean kendaraan untuk
akses ke kompartemen;
• Fasilitas bongkar muat dan
pemuatan;
• Fasilitas isolasi untuk hewan
yang baru masuk;
• Fasilitas untuk introduksi
material dan peralatan baru;
• Fasilitas penyimpanan
pakan dan produk veteriner;
• Disposal karkas, kotoran
ternak dan limbah;
• Suplai air;
• Tindakan mencegah
paparan ke vektor mekanik
atau hidup seperti insekta,
rodensia dan burung liar;
• Sistim ventilasi;
• Penjelasan alur kerja antar
unit;
• Peralatan khusus yang
kontak dengan hewan serta
prosedur untuk
membersihkan dan
disinfeksi peralatan saat
dimasukkan ke
kompartemen;
• Prosedur pembersihan dan
disinfeksi yang diterapkan di
peternakan;
• Untuk setiap unit, ada
diagram yang mencakup
aspek-aspek di atas.
78
Standar Operasional Prosedur
• SOP Pelatihan;
• SOP Jaminan kualitas;
• SOP Pergerakan/lalu lintas
hewan;
• SOP Kesehatan hewan;
• SOP Pergerakan orang;
• SOP Kendali kendaraan;
• SOP Keamanan sumber air
dan pakan.
• SOP Catatan pembibitan dan produksi;
• SOP Catatan morbiditas dan
mortalitas;
• SOP Catatan Penggunaan obat dan
vaksin dan hasil pengobatan;
• SOP Catatan pemeriksaan dokter
hewan, diagnosis penyakit, dan
pelaporan;
• SOP Prosedur identifikasi,
penanganan, penyimpanan dan
disposal hewan sakit dan mati
79
Surveilans agen penyakit
1. Surveilans internal
• Jenis surveilans yang diterapkan (seperti yang dijelaskan dalam
Chapter 1.4. dan 1.5., dan chapter tentang penyakit yang relevan;
• Jenis uji yang digunakan, interpretasi hasil;
• Target populasi;
• Besaran sampel;
• Frekuensi pengujian dan pemeriksaan klinis;
• Hasil surveilans: jumlah terduga dan kasus positif;
• Tindak lanjut temuan kasus terduga dan kasus positif.
Sumber: Checklist on the Practical Application of Compartmentalisation – November 2012
80
Surveilans agen penyakit
2. Surveilans eksternal
• Jenis surveilans yang dierapkan (sesuai Chapter 1.4; mencakup
surveilans pasif dan tertarget);
• Faktor risiko yang relevan, terutama yang menyangkut unit
epidemiologi yang berdekatan dengan kompartemen dan yang
ada di area yang menimbulkan risiko bagi kompartemen;
• Jenis uji yang digunakan, interpretasi hasil;
• Besaran sampel;
• Frekuensi pengujian dan pemeriksaan klinis;
• Hasil surveilans: jumlah terduga dan kasus positif;
• Tindak lanjut temuan kasus terduga dan positif.
Sumber: Checklist on the Practical Application of Compartmentalisation – November 2012 81
Tanggung jawab manager
kompartemen
• Mengembangkan kemitraan yang efektif dan kredibel dengan Otovet;
• Menerapkan rencana biosekuriti (biosecurity plan) dan Menyusun
dokumentasi yang relevan untuk audit;
• Memberitahu segera ke Otovet adanya perubahan signifikan yang
mungkin mempengaruhi status kesehatan kompartemen;
• Memberitahu segera ke Otovet setiap kasus terduga (suspek) penyakit
yang terjadi di kompartemen dan setiap perubahan status kesehatan
hewan dasar (baseline);
• Memberitahu Otovet setiap pelanggaran tindakan biosekuriti sesuai
dengan rencana biosekuriti.
Sumber: Checklist on the Practical Application of Compartmentalisation – November 2012
82
Tanggung jawab Otoritas Veteriner dalam
supervisi dan kontrol kompartemen
• Prosedur untuk persetujuan kompartemen;
• Prosedur untuk penangguhan, pencabutan dan pemulihan status
kompartemen;
• Komunikasi persetujuan, penangguhan atau pencabutan kepada mitra
dagang;
• Kewenangan mengaudit;
• Akreditasi auditor;
• Pelatihan personil;
• Prosedur untuk melakukan audit;
• Frekuensi audit;
• Laporan audit dan tindakan tindak lanjut.
Sumber: Checklist on the Practical Application
of Compartmentalisation – November 2012
83
Terima kasih
Ada pertanyaan atau komentar?
tata.naipospos@gmail.com
tata_naipospos@yahoo.com

More Related Content

What's hot

Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...Tata Naipospos
 
Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...
Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...
Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...Tata Naipospos
 
Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022
Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022
Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022Tata Naipospos
 
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...Tata Naipospos
 
Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...
Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...
Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...Tata Naipospos
 
Kajian singkat Lumpy Skin Disease - Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019
Kajian singkat Lumpy Skin Disease -  Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019Kajian singkat Lumpy Skin Disease -  Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019
Kajian singkat Lumpy Skin Disease - Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019Tata Naipospos
 
Workshop Penguatan Hukum Kesejahteraan Hewan - CIVAS-BAWA-JAN, Jakarta, 18 Ma...
Workshop Penguatan Hukum Kesejahteraan Hewan - CIVAS-BAWA-JAN, Jakarta, 18 Ma...Workshop Penguatan Hukum Kesejahteraan Hewan - CIVAS-BAWA-JAN, Jakarta, 18 Ma...
Workshop Penguatan Hukum Kesejahteraan Hewan - CIVAS-BAWA-JAN, Jakarta, 18 Ma...Tata Naipospos
 
Epidemiologi dan Dampak Ekonomi Lumpy Skin Disease - PDHI, Hotel Grand Swiz, ...
Epidemiologi dan Dampak Ekonomi Lumpy Skin Disease - PDHI, Hotel Grand Swiz, ...Epidemiologi dan Dampak Ekonomi Lumpy Skin Disease - PDHI, Hotel Grand Swiz, ...
Epidemiologi dan Dampak Ekonomi Lumpy Skin Disease - PDHI, Hotel Grand Swiz, ...Tata Naipospos
 
Pertimbangan Teknis Rencana Aksi dan Strategi Pengendalian LSD di Indonesia -...
Pertimbangan Teknis Rencana Aksi dan Strategi Pengendalian LSD di Indonesia -...Pertimbangan Teknis Rencana Aksi dan Strategi Pengendalian LSD di Indonesia -...
Pertimbangan Teknis Rencana Aksi dan Strategi Pengendalian LSD di Indonesia -...Tata Naipospos
 
Situasi, Epidemiologi dan Mitigasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Daring Pusat KH...
Situasi, Epidemiologi dan Mitigasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Daring Pusat KH...Situasi, Epidemiologi dan Mitigasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Daring Pusat KH...
Situasi, Epidemiologi dan Mitigasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Daring Pusat KH...Tata Naipospos
 
Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...
Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...
Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...Tata Naipospos
 
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...Tata Naipospos
 
Pengendalian dan Penanganan African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan - Presentas...
Pengendalian dan Penanganan African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan - Presentas...Pengendalian dan Penanganan African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan - Presentas...
Pengendalian dan Penanganan African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan - Presentas...Tata Naipospos
 
Pentingnya Analisis Risiko Dalam Fungsi Karantina Hewan - Pusat KH dan Kehani...
Pentingnya Analisis Risiko Dalam Fungsi Karantina Hewan - Pusat KH dan Kehani...Pentingnya Analisis Risiko Dalam Fungsi Karantina Hewan - Pusat KH dan Kehani...
Pentingnya Analisis Risiko Dalam Fungsi Karantina Hewan - Pusat KH dan Kehani...Tata Naipospos
 
Kompartemen Bebas Penyakit Hewan Menular - Ditkeswan - Presentasi Zoom, 8 Mar...
Kompartemen Bebas Penyakit Hewan Menular - Ditkeswan - Presentasi Zoom, 8 Mar...Kompartemen Bebas Penyakit Hewan Menular - Ditkeswan - Presentasi Zoom, 8 Mar...
Kompartemen Bebas Penyakit Hewan Menular - Ditkeswan - Presentasi Zoom, 8 Mar...Tata Naipospos
 
 Kesehatan ternak unggas
 Kesehatan ternak unggas Kesehatan ternak unggas
 Kesehatan ternak unggasMuhammad Eko
 
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...Tata Naipospos
 
Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...
Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...
Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...Tata Naipospos
 
Masuk dan Menyebarnya LSD dan PMK di Indonesia - PDHI Riau-KEMIN Indonesia, P...
Masuk dan Menyebarnya LSD dan PMK di Indonesia - PDHI Riau-KEMIN Indonesia, P...Masuk dan Menyebarnya LSD dan PMK di Indonesia - PDHI Riau-KEMIN Indonesia, P...
Masuk dan Menyebarnya LSD dan PMK di Indonesia - PDHI Riau-KEMIN Indonesia, P...Tata Naipospos
 

What's hot (20)

Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
 
Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...
Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...
Persyaratan Status Bebas Brucellosis Berdasarkan OIE - Ditkeswan-BPTUHPT Batu...
 
Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022
Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022
Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022
 
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...
 
Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...
Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...
Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...
 
Kajian singkat Lumpy Skin Disease - Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019
Kajian singkat Lumpy Skin Disease -  Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019Kajian singkat Lumpy Skin Disease -  Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019
Kajian singkat Lumpy Skin Disease - Ditkeswan, Jakarta, 26 Februari 2019
 
Workshop Penguatan Hukum Kesejahteraan Hewan - CIVAS-BAWA-JAN, Jakarta, 18 Ma...
Workshop Penguatan Hukum Kesejahteraan Hewan - CIVAS-BAWA-JAN, Jakarta, 18 Ma...Workshop Penguatan Hukum Kesejahteraan Hewan - CIVAS-BAWA-JAN, Jakarta, 18 Ma...
Workshop Penguatan Hukum Kesejahteraan Hewan - CIVAS-BAWA-JAN, Jakarta, 18 Ma...
 
Epidemiologi dan Dampak Ekonomi Lumpy Skin Disease - PDHI, Hotel Grand Swiz, ...
Epidemiologi dan Dampak Ekonomi Lumpy Skin Disease - PDHI, Hotel Grand Swiz, ...Epidemiologi dan Dampak Ekonomi Lumpy Skin Disease - PDHI, Hotel Grand Swiz, ...
Epidemiologi dan Dampak Ekonomi Lumpy Skin Disease - PDHI, Hotel Grand Swiz, ...
 
Pertimbangan Teknis Rencana Aksi dan Strategi Pengendalian LSD di Indonesia -...
Pertimbangan Teknis Rencana Aksi dan Strategi Pengendalian LSD di Indonesia -...Pertimbangan Teknis Rencana Aksi dan Strategi Pengendalian LSD di Indonesia -...
Pertimbangan Teknis Rencana Aksi dan Strategi Pengendalian LSD di Indonesia -...
 
Situasi, Epidemiologi dan Mitigasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Daring Pusat KH...
Situasi, Epidemiologi dan Mitigasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Daring Pusat KH...Situasi, Epidemiologi dan Mitigasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Daring Pusat KH...
Situasi, Epidemiologi dan Mitigasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Daring Pusat KH...
 
Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...
Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...
Epidemiologi, Dampak Ekonomi dan Peluang Pemberantasan LSD - IDHSI, 19 Maret ...
 
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...
Kompetensi Biosekuriti dan Kompartemen Bebas Penyakit di Balai Pembibitan Ter...
 
Pengendalian dan Penanganan African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan - Presentas...
Pengendalian dan Penanganan African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan - Presentas...Pengendalian dan Penanganan African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan - Presentas...
Pengendalian dan Penanganan African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan - Presentas...
 
Pentingnya Analisis Risiko Dalam Fungsi Karantina Hewan - Pusat KH dan Kehani...
Pentingnya Analisis Risiko Dalam Fungsi Karantina Hewan - Pusat KH dan Kehani...Pentingnya Analisis Risiko Dalam Fungsi Karantina Hewan - Pusat KH dan Kehani...
Pentingnya Analisis Risiko Dalam Fungsi Karantina Hewan - Pusat KH dan Kehani...
 
Kompartemen Bebas Penyakit Hewan Menular - Ditkeswan - Presentasi Zoom, 8 Mar...
Kompartemen Bebas Penyakit Hewan Menular - Ditkeswan - Presentasi Zoom, 8 Mar...Kompartemen Bebas Penyakit Hewan Menular - Ditkeswan - Presentasi Zoom, 8 Mar...
Kompartemen Bebas Penyakit Hewan Menular - Ditkeswan - Presentasi Zoom, 8 Mar...
 
 Kesehatan ternak unggas
 Kesehatan ternak unggas Kesehatan ternak unggas
 Kesehatan ternak unggas
 
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...
Mempertahankan Status Bebas PMK Indonesia Sesuai Ketentuan OIE - Pusvetma, Su...
 
Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...
Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...
Persyaratan Pemasukan Sapi Dari Negara Berisiko Tinggi PMK - Pusat KH dan Keh...
 
Masuk dan Menyebarnya LSD dan PMK di Indonesia - PDHI Riau-KEMIN Indonesia, P...
Masuk dan Menyebarnya LSD dan PMK di Indonesia - PDHI Riau-KEMIN Indonesia, P...Masuk dan Menyebarnya LSD dan PMK di Indonesia - PDHI Riau-KEMIN Indonesia, P...
Masuk dan Menyebarnya LSD dan PMK di Indonesia - PDHI Riau-KEMIN Indonesia, P...
 
Pemeliharaan Ternak Sapi Potong
Pemeliharaan Ternak Sapi PotongPemeliharaan Ternak Sapi Potong
Pemeliharaan Ternak Sapi Potong
 

Similar to KOMPARTEMEN BEBAS PENYAKIT

Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...
Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...
Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...Tata Naipospos
 
Tinjauan Prinsip dan Pedoman Kompartemen Bebas AI Sesuai Standar Internasiona...
Tinjauan Prinsip dan Pedoman Kompartemen Bebas AI Sesuai Standar Internasiona...Tinjauan Prinsip dan Pedoman Kompartemen Bebas AI Sesuai Standar Internasiona...
Tinjauan Prinsip dan Pedoman Kompartemen Bebas AI Sesuai Standar Internasiona...Tata Naipospos
 
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006Tata Naipospos
 
Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...
Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...
Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...Tata Naipospos
 
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...Tata Naipospos
 
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...Tata Naipospos
 
Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...
Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...
Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...Tata Naipospos
 
Calon Dokter Hewan Sebagai Garda Keamanan Pangan - Kegiatan Mahasiswa FKH IPB...
Calon Dokter Hewan Sebagai Garda Keamanan Pangan - Kegiatan Mahasiswa FKH IPB...Calon Dokter Hewan Sebagai Garda Keamanan Pangan - Kegiatan Mahasiswa FKH IPB...
Calon Dokter Hewan Sebagai Garda Keamanan Pangan - Kegiatan Mahasiswa FKH IPB...Tata Naipospos
 
Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...
Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...
Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...Tata Naipospos
 
Etika penelitian kesehatan
Etika penelitian kesehatanEtika penelitian kesehatan
Etika penelitian kesehatanPeny Ariani
 
Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019
Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019
Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019Tata Naipospos
 
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...Tata Naipospos
 
Persyaratan Negara atau Zona Bebas PMK Menurut WOAH - Ditkeswan-AIHSP, Bogor,...
Persyaratan Negara atau Zona Bebas PMK Menurut WOAH - Ditkeswan-AIHSP, Bogor,...Persyaratan Negara atau Zona Bebas PMK Menurut WOAH - Ditkeswan-AIHSP, Bogor,...
Persyaratan Negara atau Zona Bebas PMK Menurut WOAH - Ditkeswan-AIHSP, Bogor,...Tata Naipospos
 
Penyampaian Pendapat Ahli Mahkamah Konstitusi Tentang Zona Bebas PMK - Kement...
Penyampaian Pendapat Ahli Mahkamah Konstitusi Tentang Zona Bebas PMK - Kement...Penyampaian Pendapat Ahli Mahkamah Konstitusi Tentang Zona Bebas PMK - Kement...
Penyampaian Pendapat Ahli Mahkamah Konstitusi Tentang Zona Bebas PMK - Kement...Tata Naipospos
 
Masterplan Pemberantasan Brucellosis di Indonesia - Ditkeswan-AIPEID, Jakarta...
Masterplan Pemberantasan Brucellosis di Indonesia - Ditkeswan-AIPEID, Jakarta...Masterplan Pemberantasan Brucellosis di Indonesia - Ditkeswan-AIPEID, Jakarta...
Masterplan Pemberantasan Brucellosis di Indonesia - Ditkeswan-AIPEID, Jakarta...Tata Naipospos
 
Pencegahan klb wabah
Pencegahan klb wabahPencegahan klb wabah
Pencegahan klb wabahAnggita Dewi
 
KULIAH PAKAR_AK 020722.pdf
KULIAH PAKAR_AK 020722.pdfKULIAH PAKAR_AK 020722.pdf
KULIAH PAKAR_AK 020722.pdfAturutYansen
 

Similar to KOMPARTEMEN BEBAS PENYAKIT (20)

Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...
Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...
Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...
 
Tinjauan Prinsip dan Pedoman Kompartemen Bebas AI Sesuai Standar Internasiona...
Tinjauan Prinsip dan Pedoman Kompartemen Bebas AI Sesuai Standar Internasiona...Tinjauan Prinsip dan Pedoman Kompartemen Bebas AI Sesuai Standar Internasiona...
Tinjauan Prinsip dan Pedoman Kompartemen Bebas AI Sesuai Standar Internasiona...
 
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006
Konsep Kompartemen Bebas Avian Influenza - Komnas FBPI, Kemenko Kesra, 2006
 
Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...
Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...
Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...
 
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
 
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
 
Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...
Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...
Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...
 
Calon Dokter Hewan Sebagai Garda Keamanan Pangan - Kegiatan Mahasiswa FKH IPB...
Calon Dokter Hewan Sebagai Garda Keamanan Pangan - Kegiatan Mahasiswa FKH IPB...Calon Dokter Hewan Sebagai Garda Keamanan Pangan - Kegiatan Mahasiswa FKH IPB...
Calon Dokter Hewan Sebagai Garda Keamanan Pangan - Kegiatan Mahasiswa FKH IPB...
 
Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...
Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...
Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...
 
Etika penelitian kesehatan
Etika penelitian kesehatanEtika penelitian kesehatan
Etika penelitian kesehatan
 
Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019
Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019
Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019
 
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
 
Persyaratan Negara atau Zona Bebas PMK Menurut WOAH - Ditkeswan-AIHSP, Bogor,...
Persyaratan Negara atau Zona Bebas PMK Menurut WOAH - Ditkeswan-AIHSP, Bogor,...Persyaratan Negara atau Zona Bebas PMK Menurut WOAH - Ditkeswan-AIHSP, Bogor,...
Persyaratan Negara atau Zona Bebas PMK Menurut WOAH - Ditkeswan-AIHSP, Bogor,...
 
Penyampaian Pendapat Ahli Mahkamah Konstitusi Tentang Zona Bebas PMK - Kement...
Penyampaian Pendapat Ahli Mahkamah Konstitusi Tentang Zona Bebas PMK - Kement...Penyampaian Pendapat Ahli Mahkamah Konstitusi Tentang Zona Bebas PMK - Kement...
Penyampaian Pendapat Ahli Mahkamah Konstitusi Tentang Zona Bebas PMK - Kement...
 
Pmm teori haccp
Pmm teori haccpPmm teori haccp
Pmm teori haccp
 
Aspek hukum bioteknologi
Aspek hukum bioteknologiAspek hukum bioteknologi
Aspek hukum bioteknologi
 
Pest Control Program
Pest Control ProgramPest Control Program
Pest Control Program
 
Masterplan Pemberantasan Brucellosis di Indonesia - Ditkeswan-AIPEID, Jakarta...
Masterplan Pemberantasan Brucellosis di Indonesia - Ditkeswan-AIPEID, Jakarta...Masterplan Pemberantasan Brucellosis di Indonesia - Ditkeswan-AIPEID, Jakarta...
Masterplan Pemberantasan Brucellosis di Indonesia - Ditkeswan-AIPEID, Jakarta...
 
Pencegahan klb wabah
Pencegahan klb wabahPencegahan klb wabah
Pencegahan klb wabah
 
KULIAH PAKAR_AK 020722.pdf
KULIAH PAKAR_AK 020722.pdfKULIAH PAKAR_AK 020722.pdf
KULIAH PAKAR_AK 020722.pdf
 

More from Tata Naipospos

Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024Tata Naipospos
 
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...Tata Naipospos
 
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024Tata Naipospos
 
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023Tata Naipospos
 
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023Tata Naipospos
 
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...Tata Naipospos
 
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...Tata Naipospos
 
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Tata Naipospos
 
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...Tata Naipospos
 
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...Tata Naipospos
 
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...Tata Naipospos
 
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...Tata Naipospos
 
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...Tata Naipospos
 
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023Tata Naipospos
 
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023Tata Naipospos
 
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...Tata Naipospos
 
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...Tata Naipospos
 
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...Tata Naipospos
 
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...Tata Naipospos
 
Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...
Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...
Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...Tata Naipospos
 

More from Tata Naipospos (20)

Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
 
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
 
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
 
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
 
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
 
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
 
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
 
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
 
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
 
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
 
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
 
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
 
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
 
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
 
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
 
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
 
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
 
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
 
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
 
Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...
Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...
Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...
 

Recently uploaded

Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 

Recently uploaded (20)

Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 

KOMPARTEMEN BEBAS PENYAKIT

  • 1. Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Penyakit Bimbingan Teknis “Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong dalam rangka Kompartemen Bebas Penyakit” BPTUHPT Padang Mangatas, 22-23 Maret 2022
  • 2. BPTUHPT Padang Mangatas Jl. Padang Mengatas Luak, Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat 26261
  • 4. “KOMPARTEMENTALISASI bukanlah suatu konsep baru; pada kenyataannya telah diterapkan sejak lama untuk banyak program pengendalian penyakit yang didasarkan atas konsep bebas penyakit pada kelompok atau flok ternak”. (Chapter 4.5. OIE TAHC)
  • 6. Lini waktu OIE • Konsep ZONA dikembangkan pada tahun 1993 untuk membatasi dampak perdagangan dari bagian-bagian wilayah suatu negara yang terkena dampak penyakit yang ada di negera tersebut. • Konsep KOMPARTEMENTALISASI diperkenalkan menyusul kekhawatiran tentang penyebaran avian influenza H5N1 pada 2003. • Ke-dua konsep ini berlaku sama untuk hewan darat (terrestrial animal) dan hewan akuatik (aquatic animal) dan telah dikembangkan secara paralel oleh OIE. 1968 1993 1995 2003 Introduksi konsep zona dalam Terrestrial Code Publikasi pertama kali Terrestrial Code Publikasi pertama kali Aquatic Code Introduksi konsep kompartemen dalam Codes 6
  • 7. Standar internasional • Pelaporan penyakit ke OIE (Chapter 1.1.) • Evaluasi lembaga Otovet (Chapter 3.1.) • Zona dan Kompartementalisasi (Chapter 4.4. dan 4.5.) • Surveilans (Chapter 1.4.) • Identifikasi dan penelusuran (Chapter 4.2.) • Penyakit yang spesifik: o Chapter 8.4. – Brucellosis o Chapter 10.4. – Avian influenza o Chapter 15.1. – African swine fever 7 7
  • 8. Definisi OIE • ZONA berarti: bagian dari suatu negara yang ditetapkan oleh Otoritas Veteriner, yang berisi populasi atau subpopulasi hewan dengan status kesehatan hewan tertentu berkaitan dengan infeksi atau infestasi penyakit tertentu untuk kepentingan perdagangan internasional atau pencegahan atau pengendalian penyakit. • KOMPARTEMEN berarti: subpopulasi hewan yang ada di satu atau lebih peternakan, terpisah dari populasi rentan lainnya oleh sistim manajemen biosekuriti umum, dan dengan status kesehatan hewan tertentu berkaitan dengan satu atau lebih infeksi atau infestasi dimana tindakan-tindakan surveilans, biosekuriti dan pengendalian yang diperlukan telah diterapkan untuk tujuan perdagangan dan pencegahan dan pengendalian penyakit di suatu negara/zona. 8
  • 9. Penerapan zonasi/kompartemen • ZONA diterapkan ke subpopulasi hewan yang ditetapkan utamanya berdasarkan geografis (menggunakan batas-batas alami, buatan atau hukum). • KOMPARTEMEN diterapkan ke subpopulasi hewan yang ditetapkan utamanya melalui manajemen dan praktik- praktik peternakan yang berkaitan dengan biosekuriti. Pertimbangan spasial dan manajemen yang baik termasuk rencana biosekuriti memegang peran penting dalam penerapan ke-2 konsep. 9 Sumber: Chapter 4.4. Zoning and compartmentalization. OIE TAHC.
  • 10. Perbedaan zona & kompartemen PERBEDAAN ZONA KOMPARTEMEN Kapan? Dikembangkan hanya ketika wabah telah dideklarasikan Kapan saja. Sebaiknya sebelum ada wabah Bagaimana? Ditentukan oleh batas-batas geografis Ditentukan oleh manajemen dan praktik-praktik peternakan Di mana? • Tergantung kepada lokasi/jarak wabah • Batas-batas dapat berubah dari waktu ke waktu Tergantung pada lokasi bisnis perusahaan Siapa? Otoritas Veteriner Industri mendorong dan menanggung biaya. Mitra dagang dan otoritas veteriner harus mengakuinya. 10
  • 11. Konsep kompartemen • Persyaratan mendasar kompartemen adalah implementasi dan dokumentasi manajemen dan biosekuriti untuk menciptakan pemisahan fungsional. • Konsep kompartemen memperluas penerapan ‘batas risiko’ (risk boundary) di luar keterkaitan geografisnya dan mempertimbangkan semua faktor epidemiologi yang dapat membantu menciptakan pemisahan spesifik penyakit yang efektif antara subpopulasi. 11
  • 12. Aplikasi Kompartementalisasi • Tidak semua situasi dengan sendirinya dapat digunakan untuk penerapan kompartemen. • Pelaksanaan efektif kompartemen dipengaruhi oleh isu-isu teknis: o Epidemiologi penyakit; o Faktor negara dan infrastruktur; o Faktor lingkungan; o Tindakan-tindakan biosekuriti yang dapat diaplikasikan; o Status kesehatan hewan di wilayah yang berdekatan; o Surveilans yang diperlukan, di dalam dan di luar kompartemen; dan o Hubungan antara pemerintah dan sektor swasta. 12 Sumber: Presentasi Dr. Etienne Bonbon. OIE Standards on biosecurity and compartmentalization.
  • 13. Kompartemen bebas penyakit • Di suatu negara atau zona bebas penyakit, kompartemen sebaiknya ditentukan sebelum terjadinya wabah penyakit. • Jika terjadi wabah atau di negara atau zona yang tertular, kompartemen dapat digunakan untuk memfasilitasi perdagangan. • Untuk tujuan perdagangan internasional, kompartemen harus berada di bawah tanggung jawab Otoritas Veteriner suatu negara. Untuk tujuan ini, pemenuhan Negara Anggota OIE terhadap Chapter 1.1. (kewajiban notifikasi penyakit) dan 3.2. (kualitas sistim kesehatan hewan) adalah prasyarat esensial. Sumber: Presentasi Dr. Etienne Bonbon. OIE Standards on biosecurity and compartmentalization. 13
  • 14. Struktur kerangka aplikasi dan pengakuan kompartemen 1. Prinsip-prinsip penentuan kompartemen; 2. Pemisahan kompartemen dari sumber infeksi potensial; 3. Dokumentasi; 4. Surveilans penyakit; 5. Kapabilitas dan prosedur diagnostik; 6. Respon darurat dan notifikasi; 7. Supervisi dan kontrol kompartemen. 14
  • 15. 1. Prinsip penentuan kompartemen Artikel 4.5.2.: • Kompartemen harus ditetapkan sehubungan dengan suatu penyakit tertentu atau sejumlah penyakit tertentu. • Kompartemen harus ditetapkan secara jelas, mengindikasikan lokasi dari seluruh komponennya termasuk: o bangunan kandang; o unit fungsional terkait (seperti pabrik pakan, rumah potong, rendering plant, dsb.); o keterkaitannya dan kontribusinya dalam pemisahan epidemiologi antara hewan di dalam kompartemen dan subpopulasi di luar kompartemen yang status kesehatan hewannya berbeda. 15
  • 16. Lanjutan prinsip penentuan kompartemen Artikel 4.5.2.: • Definisi kompartemen dapat berkisar sekitar: - faktor-faktor epidemiologi spesifik; - sistim produksi hewan; - faktor-faktor infrastruktur praktik-praktik biosekuriti; dan - surveilans. Sumber: Chapter 4.5. Application of compartmentalization. OIE TAHC. 16
  • 17. Kompartementalisasi dalam OIE Code Penyakit Kompartemen? African swine fever, classical swine fever Ya Avian influenza, Newcastle disease Ya Equine influenza Ya Foot and mouth disease (FMD), bovine spongiform encephalopathy (BSE), contagious bovine pleuropneumonia (CBPP), peste des petits ruminants (PPR) Ya Scrapie Ya Tuberculosis, enzootic bovine leukosis Ya Aujeszky’s disease Tidak Trichinellosis Tidak 17 Sumber: Kahn and Llado (2014). Implementation of the compartmentalisation concept: Practical experience and perspectives.
  • 18. Lanjutan Penyakit Kompartemen? Bluetongue, West Nile fever, Rift Valley fever Tidak African horse sickness (AHS), contagious equine metritis (CEM), dourine, equine infectious anaemia (EIA), piroplasmosis, equine encephalitis, equine herpesvirus 1 (EHV1), equine viral arteritis (EVA), glanders Tidak Brucella abortus, B. melitensis, B. suis. Tidak Infectious bovine rhinotracheitis (IBR), trichomonosis, genital campybacteriosis No Infectious bronchitis (IB), infectious laryngotracheitis (ILT), mycoplasmosis, pullorum disease, infectious bursal disease (IBD) Tidak 18 Sumber: Kahn and Llado (2014). Implementation of the compartmentalisation concept: Practical experience and perspectives.
  • 19. 2. Pemisahan Kompartemen dari sumber infeksi potensial Artikel 4.5.3.: • Manajemen kompartemen harus mempersiapkan dan menyampaikan kepada Otoritas Veteriner: 1. Faktor-faktor fisik dan spasial yang mempengaruhi biosekuriti; 2. Rencana Biosekuriti (Biosecurity Plan); 3. Faktor-faktor infrastruktur; dan 4. Sistim penelusuran (Traceability system). 19 Sumber: Presentasi Dr. Etienne Bonbon. OIE Standards on biosecurity and compartmentalization. 19
  • 20. 2.1 Faktor fisik atau spasial 1. Status penyakit di area yang berdekatan dan area yang secara epidemiologik terkait dengan kompartemen; 2. Lokasi, status penyakit dan biosekuriti dari unit epidemiologi atau peternakan terdekat; 3. Pertimbangan harus diberikan pada jarak dan pemisahan fisik dari: a. flok atau kelompok ternak dengan status kesehatan hewan berbeda yang berdekatan dengan kompartemen, termasuk satwa liar dan rute migrasi burung; b. rumah potong, pabrik pakan atau rendering plant; c. pasar, pameran, ekshibisi, lomba, kebun binatang, sirkus dan titik-titik lain dimana hewan terkonsentrasi. 20 20
  • 21. 2.2 Faktor infrastruktur (1) 1. Pemagaran atau pemisahan fisik lainnya yang efektif. 2. Fasilitas untuk orang masuk termasuk kendali akses, area ganti pakaian dan mandi (shower). 3. Akses kendaraan termasuk prosedur pencucian dan disinfeksi. 4. Fasilitas bongkar (unloading) dan muat (loading) ternak. 5. Fasilitas isolasi hewan yang baru masuk. 6. Fasilitas material dan peralatan yang baru masuk. 7. Infrastruktur untuk penyimpanan pakan dan obat hewan. 8. Disposal karkas, kotoran hewan dan limbah. 21
  • 22. 2.2 Faktor infrastruktur (2) 9. Suplai air. 10. Tindakan-tindakan untuk mencegah paparan terhadap vektor mekanis atau biologis yang hidup seperti serangga, hewan pengerat (rodensia) dan burung liar. 11. Suplai udara. 12. Suplai atau sumber pakan. 22
  • 23. 2.3 Rencana biosekuriti (1) 1. Jalur potensial introduksi dan penyebaran agen penyakit ke dalam kompartemen, meliputi pergerakan hewan, rodensia, hewan, aerosol, arthropoda, kendaraan, orang, produk biologik, peralatan, fomit, aliran air, drainase atau cara lain; 2. Titik kendali kritis (critical control point) untuk setiap jalur; 3. Tindakan-tindakan untuk memitigasi paparan untuk setiap titik kendali kristis (CCP); 4. Standar operasional prosedur meliputi: a. Implementasi, pemeliharaan, monitoring tindakan-tindakan; b. Aplikasi tindakan koreksi; c. Verifikasi proses; d. Pencatatan (record keeping). 23
  • 24. 2.3 Rencana biosekuriti (2) 5. Rencana kontinjensi (contingency plan) yang mengatasi setiap potensi perubahan faktor risiko di masa depan; 6. Prosedur pelaporan ke Otoritas Veteriner; 7. Program untuk edukasi dan pelatihan pekerja untuk memastikan bahwa semua orang yang terlibat memiliki pengetahuan luas dan terinformasikan mengenai prinsip dan praktik biosekuriti; 8. Program surveilans yang berjalan dengan baik. 24
  • 25. Prinsip HACCP • Setiap saat, bukti yang cukup harus diajukan untuk menilai efikasi dari rencana biosekuriti sesuai dengan tingkat risiko dari setiap jalur yang diidentifikasi. • Bukti harus disusun sesuai dengan prinsip-prinsip ‘Analisis Bahaya dan Titik Kendali Kritis (Hazard Analysis and Critical Control Point /HACCP). • Risiko biosekuriti dari semua operasi kompartemen harus dinilai ulang dan didokumantasikan secara regular setidaknya setiap tahun. • Berdasarkan hasil penilaian, langkah-langkah mitigasi konkrit dan terdokumentasi harus diambil untuk mengurangi kemungkinan introduksi agen patogen ke dalam kompartemen. 25
  • 26. 2.4 Sistim penelusuran • Prasyarat untuk menilai integritas kompartemen adalah adanya sistim penelusuran (traceability) yang valid. • Semua hewan dalam kompartemen diidentifikasi dan diregistrasi secara individual sedemikian rupa sehingga sejarah dan pergerakannya dapat didokumentasikan dan diaudit. • Semua pergerakan hewan ke dalam dan ke luar kompartemen harus dicatat di tingkat kompartemen, dan ketika diperlukan, berdasarkan penilaian risiko, disertifikasi oleh Otovet. 26
  • 27. 3. Dokumentasi (1) Artikel 4.5.4.: • Dokumentasi yang menunjukkan bukti bahwa biosekuriti, surveilans, penelusuran dan praktik manajemen di komparteman diterapkan secara efektif dan konsisten. • Selain informasi pergerakan hewan, dokumentasi yang diperlukan juga meliputi: o catatan produksi kelompok/flok; o sumber pakan; o uji laboratorium; o catatan kelahiran dan kematian; o buku harian pengunjung; o sejarah morbiditas; o catatan pengobatan dan vaksinasi; o biosecurity plan; o dokumentasi pelatihan; dan o kriteria lain yang diperlukan untuk evaluasi tidak adanya penyakit. 27
  • 28. 3. Dokumentasi (2) Artikel 4.5.4.: • Status histori dari kompartemen harus terdokumentasi dan dapat mendemonstrasikan persyaratan bebas yang relevan. • Kompartemen yang ingin mendapatkan pengakuan harus menyampaikan ke Otovet suatu laporan dasar kesehatan hewan yang mengindikasikan ada atau tidak adanya penyakit daftar OIE (Chapter 1.3.) untuk spesies hewan yang menjadi perhatian dari kompartemen. Laporan ini harus secara regular di perbaharui untuk merefleksikan situasi kesehatan hewan dari kompartemen. • Catatan vaksinasi termasuk jenis vaksin dan frekuensi pemberian harus tersedia untuk memungkinkan interpretasi data surveilans. 28
  • 29. 3. Dokumentasi (2) • Periode waktu dari semua catatan harus disimpan dapat bervariasi sesuai dengan spesies dan penyakit yang ditentukan untuk kompartemen. • Seluruh informasi yang relevan harus dicatat secara transparan dan mudah diakses sehingga dapat diaudit oleh Otoritas Veteriner. 29
  • 30. 4. Surveilans penyakit (1) Artikel 4.5.5.: 1. Surveilans internal • Surveilans harus meliputi pengumpulan dan analisis data penyakit sehingga Otoritas Veteriner dapat mensertifikasi subpopulasi hewan yang ada di dalam semua kandang telah mematuhi status yang ditetapkan untuk kompartemen. • Sistim surveilans yang mampu untuk memastikan deteksi dini dalam kejadian dimana agen penyakit masuk ke subpopulasi adalah esensial. • Tergantung pada penyakit yang ditentukan untuk kompartemen, strategi surveilans yang berbeda dapat diterapkan untuk mencapai kepercayaan yang diinginkan terhadap kebebasan penyakit. 30
  • 31. 4. Surveilans penyakit (2) 2. Surveilans eksternal • Tindakan-tindakan biosekuriti yang diterapkan dalam kompartemen harus tepat pada tingkat paparan (level of exposure) kompartemen. • Surveilans eksternal akan membantu mengidentifikasi perubahan tingkat paparan yang signifikan untuk jalur introduksi penyakit yang diidentifikasi ke dalam kompartemen • Kombinasi surveilans aktif dan pasif yang tepat diperlukan untuk mencapai sasaran yang diuraikan diatas. • Surveilans tertarget berdasarkan penilaian faktor risiko dapat menjadi pendekatan surveilans yang paling efisien. • Surveilans tertarget harus secara khusus mencakup unit epidemiologi di dekat kompartemen atau yang punya hubungan epidemiologis potensial dengan kompartemen. 31
  • 32. 5. Kapasitas dan prosedur diagnotik Artikel 4.5.6.: • Fasilitas laboratorium yang memenuhi standar OIE untuk jaminan kualitas (quality assurance) harus tersedia untuk pengujian sampel. • Semua uji dan prosedur laboratorium harus mematuhi rekomendasi laboratorium untuk penyakit tertentu. • Setiap laboratorium yang melakukan pengujian harus memiliki prosedur sistematis yang dijalankan untuk pelaporan cepat hasil diagnosa penyakit ke Otoritas Veteriner. • Apabila diperlukan, hasil diagnose harus dikonfirmasi oleh Laboratorium Referensi OIE. 32
  • 33. 6. Respon darurat & Pelaporan (1) Artikel 4.5.7.: • Deteksi dini, diagnosis dan pelaporan penyakit adalah penting untuk meminimalisir konsekuensi terjadinya wabah. • Jika ada kecurigaan terjadinya penyakit di kompartemen yang telah ditetapkan, status bebas kompartemen harus segera ditangguhkan. • Jika dikonfirmasi, status kompartemen harus segera dicabut dan negara- negara pengimpor harus diberitahu mengikuti ketentuan Artikel 5.3.7. (Prosedur OIE mengenai Perjanjian SPS WTO). • Dalam hal terjadi penyakit menular yang tidak ada dalam laporan kesehatan dasar kompartemen, manajemen kompartemen harus memberitahu Otovet, dan menginisiasi pengkajian untuk menentukan apakah telah terjadi pelanggaran dalam tindakan biosekuriti. 33
  • 34. 8. Respon darurat & Pelaporan (2) • Jika pelanggaran signifikan dalam biosekuriti terdeteksi, bahkan tanpa ada kejadian wabah, sertifikasi ekspor sebagai kompartemen bebas harus ditangguhkan. • Status bebas penyakit dari kompartemen hanya dapat dipulihkan setelah kompartemen mengadopsi tindakan-tindakan yang diperlukan untuk membangun kembali tingkat biosekuriti awal dan Otoritas Veteriner menyetujui kembali status kompartemen. • Jika kompartemen berisiko dari perubahan di sekitar kompartemen, Otovet harus mengevaluasi ulang tanpa menunda status kompartemen dan mempertimbangkan apakah tindakan biosekuriti tambahan diperlukan untuk memastikan bahwa integritas kompartemen dapat dipertahankan. 34
  • 35. 7. Supervisi dan kontrol kompartemen Artikel 4.5.8.: • Kewenangan, organisasi, dan infrastruktur Sistim Kesehatan Hewan Nasional (Veterinary Services), termasuk laboratorium harus didokumentasikan dengan jelas sesuai Chapter 3.3. untuk memberikan kepercayaan pada integritas kompartemen. • Otoritas Veteriner memiliki kewenangan final dalam memberikan, menangguhkan dan mencabut status kompartemen. • Otoritas Veteriner harus terus mengawasi kepatuhan terhadap semua persyaratan yang penting dalam mempertahankan status kompartemen dan memastikan bahwa semua informasi mudah diakses oleh negara-negara pengimpor. • Setiap perubahan signifikan harus diberitahukan ke negara pengimpor. 35
  • 36. Wabah penyakit Wabah penyakit Wabah penyakit Wabah penyakit <NEGARA PENGEKSPOR> Tanpa prinsip zona/kompartemen Zona Kompartemen Pelarangan seluruh wilayah negara Ekspor dimungkinkan dari zona bebas penyakit Ekspor dimungkinkan dari kompartemen Sumber: Presentation Masatsugu Okita, OIE Vice President. OIE existing standards on compartmentalisation. April 2021.
  • 37. Kompartementalisasi • Konsep yang diakui secara internasional. • Memfasilitasi perdagangan yang aman dan menyediakan alat untuk manajemen penyakit. • Pemisahan fungsional oleh biosekuriti tetapi pertimbangan spasial juga memegang peranan. • Kewenangan final berada pada Otoritas Veteriner sementara implementasi berada di bawah tanggung jawab industri. • Chapter 4.4. OIE TAHC menyediakan prinsip-prinsip dasar kompartemen sementara Chapter 4.5. menyediakan rekomendasi untuk kerangka kerja terstruktur penerapan kompartemen. Sumber: Presentation Masatsugu Okita. OIE existing standards on compartmentalisation. April 2021. 37
  • 39. Brucellosis • Brucellosis tidak hanya merupakan gangguan kesehatan yang penting pada ternak, tetapi juga menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi di banyak negara berkembang di seluruh dunia. • Brucellosis merupakan penyakit kronis yang sangat menular dan menyebar secara cepat dalam kelompok ternak. • Brucellosis adalah penyakit zoonotik. Manusia dapat terinfeksi brucellosis dan penyakit ini dapat membuat manusia menjadi sakit. 39
  • 40. Masa inkubasi brucellosis • Brucellosis sapi adalah penyakit bakterial menular dengan masa inkubasi yang sangat bervariasi. • Satu-satunya gejala klinis yang menunjukkan sapi betina muda atau induk sapi tertular penyakit adalah keguguran (abortus). • Sapi betina muda atau induk sapi yang terinfeksi akan mengeluarkan jutaan bakteri ke lingkungan pada saat melahirkan. • Anak sapi yang lemah dapat lahir dari sapi betina muda atau induk sapi yang terinfeksi dan dapat mati segera setelah dilahirkan. • Masa inkubasi bervariasi dari beberapa hari bulan hingga beberapa bulan dan dalam kasus ekstrim bisa beberapa tahun. 40
  • 41. Ketentuan umum Brucella Artikel 8.4.1.: • Tujuan untuk memitigasi risiko penyebaran penyakit, dan risiko kesehatan manusia dari Brucella abortus, B. melitensis, dan B. suis pada hewan. • Brucella artinya Brucella abortus, B. melitensis, dan B. suis, tidak termasuk strain vaksin. • Kasus adalah seekor hewan terinfeksi dengan Brucella. Tidak hanya mencakup kejadian dengan gejala klinis yang disebabkan infeksi Brucella, tetapi juga keberadaan infeksi Brucella pada kejadian tanpa gejala klinis. • Infeksi Brucella di mana Brucella telah diisolasi dari sampel seekor hewan; ATAU hasil positif terhadap suatu uji diagnostik telah diperoleh, dan memiliki hubungan epidemiologik dengan kasus tersebut. 41
  • 42. Negara/zona bebas infeksi Brucella Status negara/zona Status vaksinasi 1. Bebas historis (Artikel 8.4.3.) 2. Bebas infeksi Brucella pada sapi (Artikel 8.4.4. dan 8.4.5.) Tanpa vaksinasi (8.4.4.) Dengan vaksinasi (8.4.5.) 3. Bebas infeksi Brucella pada domba dan kambing (Artikel 8.4.6. dan 8.4.7.) Tanpa vaksinasi (8.4.6.) Dengan vaksinasi (8.4.7.) 4. Bebas infeksi Brucella pada unta (Artikel 8.4.8.) 5. Bebas infeksi Brucella pada rusa (Artikel 8.4.9.) 42
  • 43. Kelompok ternak bebas infeksi Brucella Status kelompok ternak Status vaksinasi 1. Kelompok ternak bebas infeksi Brucella pada sapi, domba dan kambing, unta atau rusa (Artikel 8.4.10. dan 8.4.11.) Tanpa vaksinasi (8.4.10.) Dengan vaksinasi (8.4.11.) 2. Kelompok ternak bebas infeksi Brucella pada babi (Artikel 8.4.12.) 43
  • 44. Definisi OIE - ‘herd’ • ‘HERD’ (KELOMPOK TERNAK) artinya sejumlah hewan dari satu jenis yang dipelihara bersama di bawah kendali manusia atau suatu kongregasi satwa liar. • Suatu ‘herd’ biasanya dianggap sebagai ‘unit epidemiologis’. 44
  • 45. Definisi ‘Kelompok’ (HERD) menurut OIE • KELOMPOK (HERD) artinya: sejumlah hewan dari satu jenis yang dipelihara bersama-sama di bawah kendali manusia atau kongregasi dari satwa liar yang cenderung hidup berkelompok. • Suatu ‘kelompok ternak’ (herd) biasanya dianggap sebagai suatu unit epidemiologi. 45
  • 46. Persyaratan kelompok bebas infeksi Brucella Status Persyaratan Tanpa vaksinasi (Artikel 8.4.10.) • Kelompok ternak di negara atau zona bebas infeksi Brucella tanpa vaksinasi dari kategori hewan yang relevan dan disertifikasi bebas tanpa vaksinasi oleh Otoritas Veteriner; ATAU • Kelompok ternak di negara atau zona bebas infeksi Brucella dengan vaksinasi dari kategori hewan yang relevan dan disertifikasi bebas tanpa vaksinasi oleh Otoritas Veteriner; dan tidak ada hewan dari kelompok ternak telah divaksinasi dalam 3 tahun terakhir. Dengan vaksinasi (Artikel 8.4.11.) Kelompok ternak di negara atau zona bebas infeksi Brucella dengan vaksinasi untuk kategori hewan yang relevan dan disertifikasi bebas dengan vaksinasi oleh Otoritas Veteriner; 46
  • 47. Persyaratan kelompok ternak bebas infeksi Brucella (1) Artikel 8.4.10.: 1) Infeksi Brucella pada hewan merupakan penyakit yang wajib dilaporkan (notifiable) di seluruh negeri; 2) Tidak ada hewan dalam kategori yang relevan dalam kelompok ternak telah divaksinasi dalam 3 tahun terakhir (TANPA VAKSINASI) / Hewan yang divaksinasi dari kategori yang relevan telah diidentifikasi secara permanen sedemikian rupa (DENGAN VAKSINASI); 3) Tidak ada kasus terdeteksi dalam kelompok ternak setidaknya setahun yang lalu; 4) Hewan yang menunjukkan gejala klinis konsisten dengan infeksi Brucella seperti keguguran telah dilakukan uji diagnostik yang diperlukan dengan hasil negatif; 47
  • 48. Persyaratan kelompok ternak bebas infeksi Brucella (2) 5) Untuk setidaknya selama setahun terakhir, tidak ada bukti infeksi Brucella di kelompok ternak lain di peternakan yang sama, atau tindakan- tindakan telah dilakukan untuk mencegah penularan infeksi Brucella dari kelompok ternak lain. 6) Dua pengujian telah dilakukan dengan hasil negatif pada semua hewan dewasa secara seksual, kecuali jantan yang dikastrasi dan betina yang dikebiri, yang ada di kelompok ternak pada saat pengujian. Uji pertama dilakukan setidaknya sebelum 3 bulan setelah pemotongan kasus terakhir dan uji ke-2 dengan interval lebih dari 6 bulan dan kurang dari 12 bulan. 48
  • 49. Persyaratan mempertahankan status kelompok ternak bebas infeksi Brucella Artikel 8.4.10. (TANPA VAKSINASI): 1. Seluruh persyaratan kelompok ternak bebas infeksi telah terpenuhi; 2. Uji regular, dengan frekuensi bergantung pada prevalensi atau infeksi kelompok ternak di negara atau zona, yang menunjukkan tidak ada infeksi Brucella yang berkelanjutan; 3. Hewan dari kategori yang relevan diintroduksi ke dalam kelompok ternak disertai dengan sertifikat dari Dokter hewan berwenang (Official Veterinarian) yang menyatakan bahwa hewan tersebut berasal dari: a) negara atau zona bebas infeksi Brucella dalam kategori yang relevan tanpa vaksinasi; ATAU 49
  • 50. Lanjutan b) negara atau zona bebas infeksi Brucella dengan vaksinasi dan hewan dari kategori yang relevan tidak divaksinasi dalam 3 tahun terakhir; ATAU c) kelompok ternak bebas infeksi Brucella dengan atau tanpa vaksinasi dan hewan tersebut tidak divaksinasi dalam 3 tahun terakhir dan diuji untuk infeksi Brucella antara 30 hari sebelum pengapalan dengan hasil negatif, dalam kasus betina setelah kebuntingan (post partum), uji dilakukan setidaknya 30 hari setelah melahirkan. Uji ini tidak diperlukan untuk hewan yang belum dewasa kelamin termasuk jantan dikastrasi dan betina disterilkan. 50
  • 51. Persyaratan mempertahankan status kelompok ternak bebas infeksi Brucella Artikel 8.4.11. (DENGAN VAKSINASI): 1. Seluruh persyaratan kelompok ternak bebas infeksi telah terpenuhi; 2. Uji regular, dengan frekuensi bergantung pada prevalensi atau infeksi kelompok ternak di negara atau zona, yang menunjukkan tidak ada infeksi Brucella yang berkelanjutan; 3. Hewan dari kategori yang relevan diintroduksi ke dalam kelompok ternak disertai dengan sertifikat dari Dokter Hewan Berwenang (Official Veterinarian) yang menyatakan bahwa hewan tersebut berasal dari: a) negara atau zona bebas infeksi Brucella dalam kategori yang relevan tanpa atau dengan vaksinasi; ATAU 51
  • 52. Lanjutan b) kelompok ternak bebas infeksi Brucella dengan atau tanpa vaksinasi dan hewan tersebut telah diuji untuk infeksi Brucella antara 30 hari sebelum pengapalan dengan hasil negatif, dalam kasus betina setelah kebuntingan (post partum), uji dilakukan setidaknya 30 hari setelah melahirkan. Uji ini tidak diperlukan untuk hewan yang belum dewasa kelamin atau hewan yang divaksinasi berumur kurang dari 18 bulan. 52
  • 53. Rekomendasi surveilans untuk brucellosis menurut OIE • Mengingat brucellosis biasanya tidak dapat didiagnosa secara klinis, maka diperlukan teknologi diagnostik laboratorium. • Isolasi Brucella adalah “gold standard” untuk diagnosis. Suatu alat yang sangat baik tetapi secara teknis sangat sulit untuk dilakukan karena banyak faktor seperti waktu, biaya dan peluang yang rendah untuk mengisolasi organisme tersebut. • Kebanyakan diagnosis dilakukan hanya melalui investigasi epidemiologi. • Sebagian besar metoda mengandalkan aplikasi uji serologis yang benar untuk mengindikasikan infeksi brucellosis. Sumber: Sammartino LE et al. Capacity building for surveillance and control of bovine and caprine brucellosis. 53
  • 54. Monitoring kelompok ternak bebas brucellosis • Lalu lintas/pergerakan hewan yang berpotensi terinfeksi ke area tersebut harus dilarang. • Importasi hewan harus diizinkan hanya dari peternakan atau area yang bersertikasi bebas brucellosis (certified brucellosis-free). • Pengendalian lalu lintas dari hewan dan produk hewan dari wilayah yang berisiko lebih tinggi harus dilakukan secara ketat. • Hewan yang negatif secara serologis harus disertai dengan sertifikasi asli, yang harus diperiksa ketika hewan tersebut tiba di tujuan akhir. Sumber: Sammartino LE et al. Capacity building for surveillance and control of bovine and caprine brucellosis. 54
  • 55. Penghilangan hewan terinfeksi – Kebijakan ‘test and slaughter’ • Menurut pengalaman sebelumnya, kebijakan ‘test and slaughter’ dijustifikasi oleh alasan ekonomi hanya ketika prevalensi hewan yang terinfeksi di suatu daerah sekitar 2% atau kurang. a. Program sukarela atau kompulsif – harus diputuskan apakah salah satu opsi ini yang akan dipilih, sesuai dengan kondisi lokal. b. Hewan harus diidentifikasi secara individual dan Veterinary Service yang efektif dan terorganisir dengan baik diperlukan untuk menjalankan surveilans dan uji laboratorium. c. ‘Herd’ yang terinfeksi harus dikarantina. d. Kerjasama penuh peternak adalah isu penting yang perlu diingat jika kebijakan ini diadopsi. e. Kompensasi ekonomi atau penggantian ternak harus dipertimbangkan. Sumber: Sammartino LE et al. Capacity building for surveillance and control of bovine and caprine brucellosis. 55
  • 56. Imunisasi hewan peka • Pengendalian brucellosis dapat dicapai dengan menggunakan vaksinasi untuk meningkatkan resistensi populasi terhadap penyakit. a. Vaksinasi hewan muda: vaksinasi anak sapi dengan B. abortus S19 atau RB51. b. Vaksinasi seluruh kelompok ternak: sapi dewasa dengan B. abortus S19 atau RB51 (dosis penuh atau dikurangi). c. Kombinasi dari kedua alternatif di atas. d. Vaksinasi masif direkomendasikan dimana ada prevalensi brucellosis yang tinggi dan uji diagnostik serologis tidak dapat dilakukan. Sumber: Sammartino LE et al. Capacity building for surveillance and control of bovine and caprine brucellosis. 56
  • 58. Definisi biosekuriti • BIOSEKURITI telah didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) dan Food and Agriculture Organization (FAO) sebagai: “pendekatan strategis dan terintegrasi untuk menganalisis dan mengelola risiko yang relevan terhadap kehidupan dan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan dan risiko yang berkaitan dengan lingkungan”. • Sebagai bagian dari pendekatan ‘One Health’, penguatan biosekuriti pada sistim produksi hewan yang berbeda juga penting untuk menjaga kesehatan masyarakat dan lingkungan. KESEHATAN LINGKUNGAN KESEHATAN MANUSIA KESEHATAN HEWAN 58
  • 59. Peningkatan biosekuriti • Seperti yang diilustrasikan oleh pandemi COVID-19 yang kemungkinan disebabkan oleh penularan zoonosis, minat terhadap biosekuriti telah semakin meningkat belakangan ini, dan konsepnya menjadi lebih penting lagi karena berbagai ancaman dan peningkatan risiko terkait dengan perubahan demografik, perubahan lingkungan, globalisasi dan peningkatan pertukaran serta perjalanan internasional. • Tingkat biosekuriti terutama sistim produksi intensif (misalnya industri ayam dan babi) telah diperkuat di banyak negara (termasuk Indonesia), dengan tindakan-tindakan wajib (mandatory) dan rekomendasi terintegrasi dalam dokumen peraturan perundangan umum, sedangkan tingkat biosekuriti di tingkat peternakan sapi tetap rendah dan menghadapi banyak tantangan. Sumber: Renault et al., 2021. Review Biosecurity at Cattle Farms: Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats. Pathogens 2021, 10, 131 59
  • 60. Definisi OIE: Biosekuriti • BOSEKURITI artinya: satu set manajemen dan tindakan-tindakan fisik yang dirancang untuk mengurangi risiko introduksi, perkembangan dan penyebaran penyakit, infeksi atau infestasi ke, dari dan dalam populasi hewan. • RENCANA BIOSEKURITI artinya: suatu rencana yang mengidentifikasi jalur potensial untuk introduksi dan penyebaran penyakit di zona atau kompartemen, dan menjelaskan tindakan-tindakan yang sedang atau akan diterapkan untuk mengurangi risiko penyakit, jika berlaku, harus diterapkan sesuai dengan rekomendasi dalam OIE Terrestrial Code. 60
  • 61. Biosekuriti and kompartemen • Integritas kompartemen bergantung pada biosekuriti yang efektif. • Manajemen kompartemen harus mengembangkan, menerapkan dan memonitor rencana biosekuriti (biosecurity plan) yang komprehensif (Artikel 4.5.3. OIE TAHC). 61
  • 62. Biosekuriti sapi potong • Biosekuriti adalah komponen kunci dari setiap strategi kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat dan program pencegahan dan pengendalian penyakit. • Biosekuriti dalam sistim produksi ternak mencakup tindakan- tindakan yang dapat diimplementasikan oleh produsen hewan di tingkat peternakan untuk mengelola risiko penyakit menular. • Biosekuriti merupakan dasar dari tindakan-tindakan pengendalian terhadap penyakit endemik dan eksotik. Sumber: Renault et al., 2021. Review Biosecurity at Cattle Farms: Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats. Pathogens 2021, 10, 131 62
  • 63. 5 (lima) tahap biosekuriti • Biosekuriti dalam sistim produksi hewan dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahap atau kompartemen untuk menekankan pentingnya tidak hanya dalam hal kesehatan hewan, tetapi juga perannya dalam melindungi kesehatan masyarakat & lingkungan. • 5 (lima) tahap atau kompartemen itu adalah: i. BIO-EXCLUSION, tindakan biosekuriti untuk mencegah introduksi patogen ke dalam suatu peternakan; ii. BIO-COMPARTMENTALIZATION, tindakan biosekuriti untuk mencegah penyebaran patogen di dalam peternakan; iii. BIO-CONTAINMENT, tindakan biosekuriti untuk mencegah penyebaran patogen ke peternakan atau bangunan kandang lain. iv. BIO-PREVENTION, tindakan biosekuriti untuk mencegah penyebaran patogen zoonotik ke manusia; dan v. BIO-PRESERVATION, tindakan biosekuriti untuk mencegah kontaminasi lingkungan. Sumber: Renault et al., 2021. Review Biosecurity at Cattle Farms: Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats. Pathogens 2021, 10, 131 63
  • 64. Prinsip biosekuriti dan kompartemen dalam fasilitas hewan Adapted form: Saegerman, Dal Pozzo and Humblet, 2012) 64
  • 65. Sistim produksi sapi potong • Definisi SISTIM PRODUKSI SAPI POTONG (Artikel 7.9.1.): semua sistim produksi ternak komersial di mana tujuan operasi mencakup sejumlah atau seluruhnya sapi bibit, sapi peliharaan (rearing cattle) dan sapi tahap akhir (finishing cattle) yang ditujukan untuk konsumsi daging sapi. • Rencana biosekuriti (biosecurity plan) harus dirancang dan diimplementasikan, sejalan dengan status kesehatan kelompok dan risiko penyakit saat ini, untuk penyakit yang masuk dalam daftar penyakit OIE (OIE listed diseases) harus sesuai dengan rekomendasi relevan yang ditemukan dalam OIE Terrestrial Code. 65
  • 66. Sistim sapi potong komersial Artikel 7.9.3.: 1. INTENSIF Sistim di mana sapi berada dalam suatu lokasi tertutup dan sepenuhnya bergantung pada manusia untuk menyediakan kebutuhan dasar hewan seperti pakan, tempat berlindung dan air setiap hari. 2. EKSTENSIF Sistim di mana sapi memiliki kebebasan untuk berkeliaran di luar kandang, dan sapi memiliki sejumlah kebebasan atas pemilihan pakan (melalui penggembalaan), konsumsi air dan akses ke tempat berlindung. 3. SEMI INTENSIF Sistem di mana sapi terekspos pada kombinasi baik metoda peternakan intensif dan ekstensif, baik secara bersamaan, atau bervariasi sesuai dengan perubahan kondisi iklim atau keadaan fisiologis sapi. 66
  • 67. Rencana biosekuriti sapi potong Artikel 7.9.5.: • Rencana biosekuriti harus menyasar pengendalian sumber dan jalur (pathways) utama untuk penyebaran agen patogen: a) sapi; b) hewan lain; c) orang; d) peralatan; e) kendaraan; f) udara; g) suplai air; h) pakan. 67
  • 68. Pengukuran biosekuriti • Pengukuran berbasis hasil (outcome): a) tingkat morbiditas; b) tingkat mortalitas; c) efisiensi reproduksi; d) perubahan berat badan; dan e) kondisi tubuh (body condition). 68
  • 69. Manajemen Kesehatan hewan • MANAJEMEN KESEHATAN HEWAN berarti: sistim yang dirancang untuk mengoptimalkan kesehatan dan kesejahteraan hewan dari kelompok ternak, mencakup pencegahan, pengobatan dan pengendalian penyakit dan kondisi yang berdampak kelompok ternak, mencakup pencatatan penyakit, cedera, kematian dan perawatan medis jika diperlukan. • Program yang efektif harus ada untuk pencegahan dan pengobatan penyakit dan kondisi yang konsisten dengan program yang ditetapkan oleh dokter hewan yang berkualifikasi sebagaimana mestinya. • Petugas yang bertanggung jawab dalam perawatan sapi harus meyadari adanya gangguan kesehatan atau tekanan, seperti berkurangnya asupan pakan dan air, perubahan berat badan dan kondisi tubuh, perubahan perilaku atau penampakan fisik yang abnormal. 69
  • 70. Kriteria kasus Brucella • Setiap kasus keguguran (abortus) di peternakan/desa tanpa etiologi mekanis (dugaan penyakit menular). • Gejala klinis yang tidak spesifik lainnya yang bisa mengindikasikan infeksi Brucella (produksi rendah dan sapi tidak birahi/anestrus). • Kriteria meningkatkan kecurigaan kasus: o Kasus terduga (probable case): gejala klinis. o Kasus terduga (suspected case): gejala klinis + uji lapangan positif. o Kasus yang dikonfirmasi (confirmed case): sampel dari hewan dengan uji lapangan positif dikonfirmasi oleh diagnose laboratorium. Sumbe: Self-declaration by Egypt of Compartment free from infection with Brucella with vaccination. 70
  • 71. Penanganan dan inspeksi • Sapi potong harus diinspeksi pada interval yang sesuai dengan sistim produksi dan risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan sapi. • Pada sistim peternakan yang intensif, sapi harus diinspeksi setidaknya sekali sehari. • Sejumlah hewan mungkin dapat menerima manfaat dari inspeksi yang lebih sering, misalnya: o anak sapi neonatal; o induk sapi di akhir kebuntingan; o anak sapi yang baru disapih; dan o sapi yang mengalami stres lingkungan dan yang menjalani prosedur bedah peternakan atau veteriner. 71
  • 73. • Daftar Periksa tentang Aplikasi Praktis Kompartementalisasi (Checklist on the Practical Application of Compatmentalisation) 73
  • 74. Risiko penyakit meningkat • Kepadatan peternakan – fasilitas produksi lainnya dalam beberapa mil; • Pergerakan hewan – terutama jika hewan keluar dan kemudian kembali ke peternakan; • Lalu lintas di dalam dan di luar peternakan – kendaraan (pakan, susu, sampah, rendering) dan supir; • Kegiatan manusia – pekerja, personil layanan, pengunjung; • Berbagi peralatan – antara fasilitas, atau antara kelompok hewan di dalam fasilitas; • Akses oleh satwa liar – seperti insekta, burung, tikus, hewan liar; • Konstruksi kandang hewan yang sulit dibersihkan dan didisinfeksi; • Kematian dibuang di dekat kandang hewan. Sumber: NAHEMS guidelines: Biosecurity. USDA, Juni 2016.
  • 75. Pemisahan dari sumber infeksi • Memahami faktor-faktor risiko dan jalur masuk infeksi o Faktor-faktor fisik atau spasial o Faktor infrastruktur o Rencana biosekuriti yang disesuaikan dengan risiko: ❑ Perangkat keras (hardware): perumahan, lokasi, lingkungan; ❑ Perangkat lunak (software): SOP, pelatihan, verifikasi; ❑ Rencana kontingensi (contingency plan). • Penelusuran (traceability) (ID dan registrasi) o ID kelompok ternak, registrasi pergeraka/lalu lintas ternak. Sumber: Checklist on the Practical Application of Compartmentalisation – November 2012 75
  • 76. Zona kotor dan bersih • Pintu keluar/masuk yang terbatas dan dikontrol: • Jalan dan jalur kerja yang dialihkan di sekitar tempat untuk mengakomodasi penghalang (Garis Pemisah) di sekitar ternak, dan Area Penyangga Primer; • Ruang khusus untuk masuk ke bangunan hewan yang berfungsi untuk menampung Garis Pemisah yang terlihat, atau Garis Bersih/Kotor, dan dijalankan protokol biosekuriti yang sesuai sebelum memasuki bangunan. Sumber: NAHEMS guidelines: Biosecurity. USDA, Juni 2016. 76
  • 77. Contoh tata letak kompartemen • Contoh rencana tata letak yang menunjukkan zona yang berbeda untuk bisekuriti peternakan dapat dilihat pada Gambar. • Desain dapat dimodifikasi sesuai persyaratan spesifik dan spesies hewan. Sumber: Manuja et al. Globalization and Livestock Biosecurity. Agric Res (March 2014) 3(1):22–31. 77
  • 78. INFRASTRUKTUR • Perumahan; • Pagar atau cara pemisahan fisik efektif lainnya; • Fasilitas untuk orang yang masuk, termasuk kontrol akses, area ganti dan shower; • Akses kendaraan termasuk prosedur pembersihan dan disinfeksi; • Kontrol penggunaan dan perutean kendaraan untuk akses ke kompartemen; • Fasilitas bongkar muat dan pemuatan; • Fasilitas isolasi untuk hewan yang baru masuk; • Fasilitas untuk introduksi material dan peralatan baru; • Fasilitas penyimpanan pakan dan produk veteriner; • Disposal karkas, kotoran ternak dan limbah; • Suplai air; • Tindakan mencegah paparan ke vektor mekanik atau hidup seperti insekta, rodensia dan burung liar; • Sistim ventilasi; • Penjelasan alur kerja antar unit; • Peralatan khusus yang kontak dengan hewan serta prosedur untuk membersihkan dan disinfeksi peralatan saat dimasukkan ke kompartemen; • Prosedur pembersihan dan disinfeksi yang diterapkan di peternakan; • Untuk setiap unit, ada diagram yang mencakup aspek-aspek di atas. 78
  • 79. Standar Operasional Prosedur • SOP Pelatihan; • SOP Jaminan kualitas; • SOP Pergerakan/lalu lintas hewan; • SOP Kesehatan hewan; • SOP Pergerakan orang; • SOP Kendali kendaraan; • SOP Keamanan sumber air dan pakan. • SOP Catatan pembibitan dan produksi; • SOP Catatan morbiditas dan mortalitas; • SOP Catatan Penggunaan obat dan vaksin dan hasil pengobatan; • SOP Catatan pemeriksaan dokter hewan, diagnosis penyakit, dan pelaporan; • SOP Prosedur identifikasi, penanganan, penyimpanan dan disposal hewan sakit dan mati 79
  • 80. Surveilans agen penyakit 1. Surveilans internal • Jenis surveilans yang diterapkan (seperti yang dijelaskan dalam Chapter 1.4. dan 1.5., dan chapter tentang penyakit yang relevan; • Jenis uji yang digunakan, interpretasi hasil; • Target populasi; • Besaran sampel; • Frekuensi pengujian dan pemeriksaan klinis; • Hasil surveilans: jumlah terduga dan kasus positif; • Tindak lanjut temuan kasus terduga dan kasus positif. Sumber: Checklist on the Practical Application of Compartmentalisation – November 2012 80
  • 81. Surveilans agen penyakit 2. Surveilans eksternal • Jenis surveilans yang dierapkan (sesuai Chapter 1.4; mencakup surveilans pasif dan tertarget); • Faktor risiko yang relevan, terutama yang menyangkut unit epidemiologi yang berdekatan dengan kompartemen dan yang ada di area yang menimbulkan risiko bagi kompartemen; • Jenis uji yang digunakan, interpretasi hasil; • Besaran sampel; • Frekuensi pengujian dan pemeriksaan klinis; • Hasil surveilans: jumlah terduga dan kasus positif; • Tindak lanjut temuan kasus terduga dan positif. Sumber: Checklist on the Practical Application of Compartmentalisation – November 2012 81
  • 82. Tanggung jawab manager kompartemen • Mengembangkan kemitraan yang efektif dan kredibel dengan Otovet; • Menerapkan rencana biosekuriti (biosecurity plan) dan Menyusun dokumentasi yang relevan untuk audit; • Memberitahu segera ke Otovet adanya perubahan signifikan yang mungkin mempengaruhi status kesehatan kompartemen; • Memberitahu segera ke Otovet setiap kasus terduga (suspek) penyakit yang terjadi di kompartemen dan setiap perubahan status kesehatan hewan dasar (baseline); • Memberitahu Otovet setiap pelanggaran tindakan biosekuriti sesuai dengan rencana biosekuriti. Sumber: Checklist on the Practical Application of Compartmentalisation – November 2012 82
  • 83. Tanggung jawab Otoritas Veteriner dalam supervisi dan kontrol kompartemen • Prosedur untuk persetujuan kompartemen; • Prosedur untuk penangguhan, pencabutan dan pemulihan status kompartemen; • Komunikasi persetujuan, penangguhan atau pencabutan kepada mitra dagang; • Kewenangan mengaudit; • Akreditasi auditor; • Pelatihan personil; • Prosedur untuk melakukan audit; • Frekuensi audit; • Laporan audit dan tindakan tindak lanjut. Sumber: Checklist on the Practical Application of Compartmentalisation – November 2012 83
  • 84. Terima kasih Ada pertanyaan atau komentar? tata.naipospos@gmail.com tata_naipospos@yahoo.com