[Ringkasan]
Audit dan re-audit kompartemen bebas ASF merupakan hal penting untuk menjaga status bebas penyakit. Prinsip-prinsip penting dalam menentukan kompartemen adalah pemisahan epidemiologi, standar operasional prosedur, dan kontrol pergerakan ternak. Surveilans internal dan eksternal dilakukan untuk mendeteksi dini kemungkinan infeksi ASF di dalam kompartemen.
1. Kompartemen Bebas
African Swine Fever
(ASF)
Drh Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD
Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan
Masyarakat Veteriner dan Karantina Hewan
Rapat Koordinasi dan In-house Training Audit Kompartemen Bebas ASF
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Jakarta, 16-17 Maret 2020
2. African swine fever (ASF)
• Indonesia saat ini sudah menjadi negara tertular.
• Penyebaran ASF didorong oleh faktor manusia (human driven
factor).
• Epidemiologi ASF adalah komplek dan unik.
• Pemahaman tentang populasi babi hutan liar diperlukan.
• Zona dan kompartementalisasi adalah kunci untuk
meminimalkan gangguan perdagangan.
• Vaksin untuk ASF adalah penting sekali untuk pengendalian dan
eradikasi.
• Kemitraan dengan swasta/industri (public private partnership)
dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance)
adalah elemen penting dalam mencari solusi.
3. Kriteria umum penentuan status ASF
(Article 15.1.3.)
1. ASF adalah penyakit yang wajib dilaporkan (notifiable disease) di
seluruh wilayah negara, dan semua spesies babi yang menunjukkan
gejala klinis atau lesi patologik harus diduga sebagai ASF untuk
dilakukan investigasi lapangan dan laboratorium;
2. Program peningkatan kesadaran masyarakat dilakukan untuk
mendorong pelaporan semua spesies babi yang menunjukkan gejala
klinis atau lesi patologik yang diduga ASF;
3. Otoritas Veteriner memiliki pengetahuan terkini, dan kewenangan
terhadap semua kelompok-kelompok babi domestik dan babi liar di
negara, zona atau kompartemen;
4. Otoritas Veteriner memiliki pengetahuan terkini mengenai spesies
babi liar dan babi hutan, distribusi dan habitatnya di negara/zona;
5. Untuk babi domestik dan babi liar, telah dilakukan suatu program
surveilans sesuai dengan standar OIE.
4. Negara atau zona bebas ASF
(Article 15.1.4.)
Bebas pada semua spesies babi
• Suatu negara atau zona dapat dipertimbangkan bebas ASF pada
semua spesies babi jika memenuhi seluruh kriteria dalam Article
15.1.3. dan apabila:
1) surveilans ASF yang sesuai dengan standar OIE telah
dijalankan dalam 3 tahun terakhir;
2) tidak ada kasus infeksi dengan virus ASF selama 3 tahun
terakhir; periode ini dapat dikurangi menjadi 12 bulan jika
surveilans dapat menunjukkan bahwa tidak ada bukti
keberadaan atau keterlibatan caplak Ornithodoros;
3) impor komoditi spesies babi dilakukan sesuai dengan
rekomendasi OIE.
5. Deklarasi sendiri (self declaration) status
bebas penyakit dari suatu negara, zona
atau kompartemen (Chapter 1.6.)
• Deklarasi sendiri tidak diterapkan untuk penyakit-penyakit
(hewan darat/ terrestrial animals) yang tidak mendapatkan
pengakuan resmi (official recognition) dari OIE.
• OIE dapat mempublikasikan deklarasi sendiri tersebut di
website OIE dan/atau di The Bulletin.
• OIE memberikan pengakuan resmi untuk negara atau zona
untuk sejumlah penyakit hewan darat, tetapi tidak ada
mekanisme untuk pengakuan resmi terhadap
KOMPARTEMEN untuk penyakit hewan darat.
Sumber: Khan S. (2015). Application of Compartmentalisation in Animal Trade. World
Organization for Animal Health (OIE).
6. Deklarasi sendiri (self-declared)
bebas ASF 2007-2020 (1)
Negara Status deklarasi
sendiri (self-declared)
Mulai Sampai Negara/zona/
kompartemen
Austria Aktif 11/2007 Negara
Azerbaijan Aktif 02/06/2011 Negara
Belgia Tidak aktif 11/2007 09/09/2018 Negara
Cyprus Aktif 11/2007 Negara
Denmark Aktif 11/2007 Negara
Republik Czech Tidak aktif 11/2007 21/06/2017 Negara
Estonia Tidak aktif 11/2007 02/09/2014 Negara
Finlandia Aktif 11/2007 Negara
Perancis Aktif 11/2007 Negara
Jerman Aktif 11/2007 Negara
Yunani Tidak aktif 11/2007 05/02/2020 Negara
Hongaria Tidak aktif 11/2007 20/04/2018 Negara
Irlandia Aktif 11/2007 Negara
Sumber: OIE’ members self-declaration (2020)
7. Deklarasi sendiri (self-declared)
bebas ASF 2007-2020 (2)
Negara Status deklarasi
sendiri (self-declared)
Mulai Sampai Negara/zona/
kompartemen
Italia Aktif 11/2007 Zona
Kazakhstan Aktif 22/10/2018 Negara
Latvia Tidak aktif 11/2007 25/06/2014 Negara
Lithuania Tidak aktif 11/2007 24/01/2014 Negara
Luxembourg Aktif 11/2007 Negara
Mauritius Aktif 23/04/2012 Negara
Mexico Aktif 19/07/2018 Negara
Finlandia Aktif 11/2007 Negara
Polandia Tidak aktif 11/2007 13/02/2014 Negara
Portugal Aktif 11/2007 Negara
Slovakia Aktif 11/2007 Negara
Spanyol Aktif 11/2007 Negara
Belanda Aktif 11/2007 Negara
Inggris Aktif 11/2007 Negara
8. Deklarasi sendiri (self-declared)
bebas ASF (2020)
Negara Deklarasi
sendiri kaitan
ke WAHIS
Mulai tertular
kembali
Mulai bebas Negara/zona/
kompartemen
Kanada Aktif 03/07/2019 Negara
Republik Czech Aktif 21/06/2017 19/04/2019 Negara
Belgia Aktif 09/09/2018
Rekonfirmasi
deklarasi sendiri
November 2007
05/04/2019 Negara
Estonia Aktif 02/09/2014 19/09/2018 Negara
Sumber: https://www.oie.int/animal-health-in-the-world/self-declared-disease-status/
Belgia telah mendeklarasikan sendiri berdasarkan Article 15.1.3 OIE
Code, dimana sudah dilakukan program surveilans ASF selama lebih
dari 3 tahun; tidak ada kasus infeksi virus ASF selama 3 tahun terakhir
pada babi domestik dan babi hutan liar (wabah terakhir pada 1985).
10. Rasional kompartementalisasi
• “Mengingat kesulitan dalam memperoleh dan
mempertahankan status bebas penyakit untuk seluruh
wilayah negara, terutama untuk penyakit-penyakit yang
sulit dikendalikan melalui tindakan-tindakan di perbatasan
nasional, maka akan lebih memberikan manfaat .….
dengan membentuk dan mempertahankan suatu
SUBPOPULASI di wilayah negara tersebut dengan status
kesehatan hewan yang berbeda.”
Sumber: Khan. S. (2007) OIE update on zoning & compartmentalization SPS Committee
17 October 2007.
11. Definisi “Kompartemen”
• KOMPARTEMEN adalah SUBPOPULASI hewan yang ada
dalam satu atau lebih unit usaha peternakan yang memiliki
sistim manajemen biosekuriti yang sama dan memiliki
status kesehatan yang berbeda berkaitan dengan suatu
penyakit tertentu atau penyakit-penyakit tertentu serta telah
diterapkan tindakan-tindakan surveilans, pengendalian
penyakit dan biosekuriti.
[untuk hewan darat/terrestrial animals]
Sumber: https://www.oie.int/index.php?id=169&L=0&htmfile=glossaire.htm
12. Tujuan kompartementalisasi
• Kompartementalisasi adalah prosedur yang
diimplementasikan oleh suatu negara dalam menetapkan
SUBPOPULASI dengan status kesehatan hewan yang
berbeda di dalam suatu wilayah negara untuk tujuan
pengendalian penyakit dan/atau perdagangan.
• Suatu kompartemen ditetapkan utamanya oleh praktik-
praktik manajemen dan budidaya ternak (husbandry) yang
terkait dengan biosekuriti.
• Tanggung jawab untuk penggunaan pendekatan
kompartementalisasi adalah pada Otoritas Veteriner dari
negara yang bersangkutan.
Sumber: Khan. S. (2007) OIE update on zoning & compartmentalization SPS Committee
17 October 2007.
13. Konsep kompartementalisasi
Kompartemen bebas ASF
• Pembentukan kompartemen bebas ASF harus mengikuti
persyaratan yang relevan dan prinsip-prinsip yang ada dalam
Chapter 4.4. dan 4.5.
• Zona dan kompartementalisasi
• Aplikasi kompartementalisasi
OIE Code Article 15.1.5.
OIE Code Chapter 4.4.
OIE Code Chapter 4.5.
14. Kompartemen dan Perdagangan
• Dasar hukum dan transparansi
– Kesulitan dapat muncul ketika ada hambatan hukum untuk
penggunaan kompartementalisasi (dan zonasi) di tingkat
kabupaten/kota/provinsi/nasional – dan dapat menggagalkan
pengakuan kompartemen dari suatu unit usaha peternakan.
• Kemitraan pemerintah-swasta (PPP)
– Pemerintah adalah yang terutama bertanggung jawab untuk
biaya yang terkait dengan zonasi, tetapi sektor swasta
terutama yang bertanggung jawab untuk biaya yang terkait
dengan kompartementalisasi (dan ini mungkin cukup besar).
Sumber: Khan S. (2015). Application of Compartmentalisation in Animal Trade. World
Organization for Animal Health (OIE).
15. Praktik ‘Zona’ dan ‘kompartementalisasi’
KompartementalisasiZona (Zoning)
TERINFEKSI
BEBAS
TERINFEKSI
BATAS
BIOSEKURITI
Sumber: Torres G. (2019). OIE Regionalization The Compartmentalisation
Concept. [Modified from USDA APHIS]
-manajemen biosekuriti umum
-status kesehatan berbeda
-surveilans
-pengendalian
-biosekuriti spesifik penyakit
16. Prinsip-prinsip dalam menentukan
kompartemen (Artikel 4.4.3.+Cecklist)
1. Kompartemen untuk penyakit apa harus ditentukan.
2. Kompartemen harus diketahui mempunyai pemisahan
epidemiologi secara jelas antara hewan di dalam dan hewan
lain di luar kompartemen dan semua faktor yang dapat
menimbulkan risiko masuknya dan menyebarnya penyakit.
3. Kompartemen harus memiliki Standar Operasional Prosedur
(SOP) untuk menggambarkan bukti yang jelas tentang surveilans
yang dilakukan, sistim identifikasi dan penelusuran (traceability),
dan praktik-praktik manajemen dan pemeliharaan yang memadai
untuk memenuhi definisi sebagai kompartemen.
4. Pergerakan ternak, orang, peralatan, pakan dan kendaraan ke
dalam dan ke luar kompartemen harus terdokumentasi dan
dapat dikendalikan dengan baik.
17. Audit dan re-audit kompartemen
bebas ASF
• Hasil penilaian akhir dari audit kompartemen adalah
diterbitkannya Sertifikat Kompartemen Bebas ASF.
• Sertifikat Kompartemen Bebas ASF berlaku sepanjang tidak
ditemukan adanya kasus dan/atau agen penyakit ASF.
• Re-audit status kompartemen bebas ASF dilakukan setelah satu
tahun sejak Sertifikat Kompartemen Bebas ASF diterima.
• Re-audit yang tidak dilaksanakan pada waktunya, maka Sertifikat
Kompartemen Bebas ASF dinyatakan tidak berlaku dan dapat
mengajukan ulang sesuai dengan syarat dan tata cara
pengajuan kompartemen bebas ASF.
Sumber: Ditjen. PKH (2020). Pedoman penetapan status
kompartemen bebas African swine fever (ASF).
18. Lalu lintas ternak babi
1. Babi yang berasal dari perusahaan peternakan yang memiliki
Sertifikat Kompartemen Bebas ASF diizinkan untuk dapat
dilalulintaskan keluar dari kompartemen.
2. Untuk melalulintaskan babi seperti pada butir 1, yang ditujukan
untuk antar kabupaten/kota dalam provinsi atau antar provinsi,
wajib disertai Sertifikat Veteriner atau Surat Keterangan
Kesehatan Hewan (SKKH) dari daerah asal.
3. Selama dalam perjalanan, babi yang berasal kompartemen
bebas ASF dilarang dicampur dengan babi yang tidak berasal
dari kompartemen bebas ASF.
4. Semua kendaraan pengangkut babi yang kembali ke peternakan
harus didekontaminasi secara baik untuk memastikan tidak ada
patogen yang terbawa masuk ke kompartemen.
Sumber: Ditjen. PKH (2020). Pedoman penetapan status
kompartemen bebas African swine fever (ASF).
19. Internal surveilans (deteksi dini)
1. Apabila ditemukan kasus dengan gejala penyakit ASF di dalam
kompartemen, maka penanggung jawab kesehatan hewan
kompartemen wajib sesegera mungkin melaporkan dalam
jangka waktu 1 x 24 jam tanpa penundaan kepada Otoritas
Veteriner kabupaten/kota.
2. Apabila kasus telah dikonfirmasi penyebabnya adalah ASF,
maka Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
dapat segera mencabut status kompartemen bebas dan
memberitahu kepada semua pihak berkepentingan yang terkait.
Sumber: Ditjen. PKH (2020). Pedoman penetapan status kompartemen bebas
African swine fever (ASF).
20. Eksternal surveilans
1. Surveilans bertarget (targeted
surveillance) dilakukan minimum setiap 6
(enam) bulan sekali untuk membuktikan
bahwa kompartemen yang dinilai bebas
dari ASF.
2. Pengambilan spesimen dan pengujian
terhadap ASF dilakukan oleh Balai
Besar/Balai Veteriner yang berada di
wilayah dimana kompartemen berlokasi.
Sumber: Ditjen. PKH (2020). Pedoman penetapan status kompartemen bebas
African swine fever (ASF).
21. Uji Spesimen Deteksi agen Lama hasil
Deteksi agen:
Isolasi virus Darah EDTA/jaringan Virus 1 – 2 minggu
ELISA Darah EDTA/jaringan Antigen 1 hari
Karakterisasi agen:
PCR and
sequencing
(genotyping)
Darah EDTA/jaringan
/isolat virus
Genom virus 2 – 3 hari
Serologi:
ELISA Serum Antibodi 1 hari
Diagnosa laboratorium
Sumber: AUSVETPLAN (2016). Disease strategy African swine fever Version 4.1.
PCR adalah uji ‘gold standard’ untuk deteksi dini ASF untuk
mendeteksi genom virus dalam setiap sampel dari babi domestik,
babi hutan liar dan caplak (Gallardo et al., 2015; Oura et al., 2013).
22. Besaran sampel yang diambil
Ukuran populasi 20000
Uji sensitivitas 0,9
Tingkat kepercayaan 0,95
Prevalensi 3%
• Besar sampel yang diperlukan dengan prevalensi 3% dan
tingkat kepercayaan 95% ditentukan = 111.
• Babi dalam kompartemen yang diambil sampelnya adalah dari
populasi grower dan finisher (stockist). Keseluruhan jumlah
sampel harus merepresentasikan kelompok babi yang berbeda
(growers dan finisher).
• Hasil surveilans harus menunjukkan jumlah kasus negatif dan
positif.
Sumber: Ditjen. PKH (2020). Pedoman penetapan status kompartemen bebas
African swine fever (ASF).
24. Definisi Biosekuriti
BIOSEKURITI
• adalah seperangkat tindakan manajemen dan fisik yang
dirancang untuk mengurangi risiko masuk, berkembang dan
menyebarnya penyakit hewan ke, dari dan antara populasi
hewan.
RENCANA BIOSEKURITI (BIOSECURITY PLAN)
• adalah suatu rencana yang mengidentifikasikan jalur potensial
untuk masuk, berkembang dan menyebarnya penyakit dalam
suatu KOMPARTEMEN, dan digambarkan dengan tindakan-
tindakan yang telah atau akan diterapkan untuk memitigasi risiko
penyakit sesuai dengan rekomendasi OIE.
Sumber:https://www.oie.int/index.php?id=169&L=0&htmfile=glossaire.htm
25. Pertimbangan biosekuriti
• Tindakan biosekuriti yang diterapkan harus cukup
fleksibel, sesuai dengan tipe produksi dan spesies dari
setiap kategori hewan yang terlibat dan memperhitungkan
juga lingkungan sekitar dan pertimbangan teknis.
• Meskipun biosekuriti memerlukan sejumlah investasi yang
dilakukan di muka, pengurangan risiko penyakit hewan
sebagai outputnya harus menjadi suatu insentif bagi
pemilik peternakan.
Sumber: Dietze K. and Depner K. (2019). Role of biosecurity in protecting farms against ASF.
26. Biosekuriti dalam konteks
• Biosekuriti “peace time” (tidak ada wabah)
– Pekerjaan rutin di peternakan
– Tidak ada target spesifik
• Biosekuriti “crisis-oriented” (wabah sedang berlangsung)
– Melampaui rutinitas normal
– Memiliki target spesifik
– Upaya tambahan – (idealnya) dengan efisiensi waktu
• Keduanya mengikuti prinsip yang sama tetapi mempunyai
masalah dan dimensi yang berbeda.
Sumber: Dietze K. and Depner K. (2019). Biosecurity: the key of ASF control.
27. Penanganan biosekuriti di
peternakan yang perlu diketahui
Peternakan
Skala produksi
Tipe produksi
Manajemen
Infrastruktur/batas
Status kesehatan
hewan
Areal
Lokasi
Tata letak
Kepadatan ternak
Zona bersih & kotor
Pengelolaan limbah
Pengendalian hama
Akses masuk
Pengunjung
Pekerja
Kendaraan
Pakan
Babi baru
Identifikasi risiko
Tindakan pencegahan yang tepat
…. dan surveilans yang tepat
Sumber:
Bellini S. (2018).
Biosecurity in domestic
pigs. BTSF. European
Commission.
29. Lokasi dan tata letak peternakan
• Jarak dengan peternakan babi terdekat: tipe peternakan,
jumlah ternak yang ada di peternakan dan kepadatan
ternak di kandang babi yang berdekatan dapat memainkan
peran penting dalam introduksi agen penyakit.
• Fungsi dari bangunan, kandang dan infrastruktur lain
sesuai dengan peruntukkannya.
• Jalur kerja untuk pekerja, ternak babi dan kendaraan
pengangkut.
• Kemungkinan untuk perluasan (expansion) lebih lanjut.
• Akses jalan yang terpisah untuk areal perkantoran dan
areal peternakan.
Sumber: https://www.cidlines.com/en-INT/critical-points-pig-farm-general-management
30. Tiga elemen utama biosekuriti
1) Pemisahan
(segregation)
Membuat dan mempertahankan adanya suatu
pembatas yang menghalangi peluang potensial
hewan terinfeksi dan material terkontaminasi masuk
ke lokasi yang tidak terinfeksi. Jika diterapkan secara
benar, langkah ini akan mampu mencegah
kontaminasi dan infeksi.
2) Pembersihan
(cleaning)
Material (misalnya kendaraan, peralatan) yang masuk
(atau keluar) dari suatu lokasi harus dibersihkan
sepenuhnya untuk menghilangkan kotoran yang
terlihat. Hal ini juga akan mampu menghilangkan
patogen yang mengkontaminasi material.
3) Disinfeksi
(disinfection)
Apabila diterapkan secara tepat, disinfeksi akan
menginaktivasi setiap patogen yang ada pada
material yang telah dibersihkan sepenuhnya.
Sumber: FAO-OIE (2010). Good practices for biosecurity in the pig sector.
31. Titik kritis pada peternakan babi
Sumber: https://www.cidlines.com/en-INT/critical-points-pig-farm-general-management
32. Sumber dan jalur utama penularan selama
berlangsungnya wabah ASF pada babi domestik
Sumber dan penularan virus Jumlah %
Penjualan babi sakit 1 0,3
Bertetangga dengan peternak babi belakang rumah
yang terinfeksi
5 1,7
Kontak langsung dengan orang (makan di peternakan) 1 0,3
Kontak selama transportasi, pengapalan, lalu lintas 108 38
Babi liar terinfeksi ASF 4 1,4
Pemberian pakan sisa (swill feeding) 100 35
Tidak dapat ditentukan 65 23
Total 284 100
Sumber: Scientific Opinion on African swine fever (EFSA Journal 2014;12(4):3628)
33. Penularan ASF lewat fomit
• Kontaminasi umumnya terjadi lewat kontak langsung dengan
jaringan dan cairan tubuh dari babi yang terinfeksi atau yang
menjadi ’carrier’, termasuk ekskreta dari hidung, mulut (saliva),
urin, dan feses atau semen yang terinfeksi.
• Untuk menghentikan orang memindahkan feses, urin dan saliva
dari satu peternakan ke peternakan, maka adalah vital untuk
melepaskan pakaian, alas kaki dan setiap peralatan yang
dikenakan atau dibawa ke dalam peternakan.
• Area fasilitas mandi (shower area) adalah untuk menghilangkan
risiko patogen yang dapat berpindah dari pakaian dan alas kaki
dari luar peternakan (off-farm) ke dalam peternakan (on-farm).
34. Desain dasar area ‘shower’ untuk
masuk ke peternakan
• Ada area untuk melepas baju
luar dan alas kaki. Idealnya
ada ‘locker’ untuk keamanan.
• Tidak ada opsi selain harus
melalui ‘shower’ – tidak
mungkin menghindar dari
‘shower’.
• Area ‘shower’ perlu
dibersihkan secara rutin
sehingga tidak ada jamur
yang tumbuh di dinding.
Sumber: https://thepigsite.com/articles/african-swine-fever-biosecurity-the-people-factor-part-3
35. Ancaman utama terhadap biosekuriti
• Stok hewan baru yang masuk
• Peralatan dan barang yang masuk
• Kendaraan yang masuk
• Pekerja
• Pengunjung
• Sanitasi dan higiene rutin
36. Biosekuriti spesifik untuk ASF
• Pengunjung/pekerja tidak membawa daging babi/produk
daging babi dari wilayah terjangkit ASF ke wilayah dimana
kompartemen berlokasi (misalnya: sosis, salami, daging
asap).
• Tidak masuk ke peternakan babi setidaknya selama 72 jam,
apabila pernah melakukan kontak dengan babi lain atau
babi hutan.
• Tidak melakukan perburuan babi hutan liar.
• Tidak memberikan pakan sisa makanan (swill) untuk
dikonsumsi babi.
Sumber: Caroll C. African swine fever: Biosecurity.
37. Batas zona bersih-zona kotor:
Kendaraan
• Pintu masuk dan area parkir yang tepat (sistim
disinfeksi kendaraan yang baik)
• Protokol disinfeksi kendaraan angkut/truk
38. Pemisahan (segregation)
• Pemisahan melibatkan pembuatan PEMBATAS (barrier) baik secara
fisik dan/atau temporer untuk mengendalikan apa dan/siapa yang bisa
masuk melalui pembatas tersebut.
• Pembatas harus ditentukan secara jelas, seperti pagar keliling
(perimeter) dan pintu-pintu masuk (gate) ke peternakan.
• Pemisahan di tingkat peternakan fokus pada penentuan pemisahan
zona secara fisik untuk mengurangi peluang penularan penyakit.
• Zona ‘BERSIH’ yaitu lokasi dimana hewan dikandangkan yang
direncanakan untuk dilindungi dan hanya mengandung patogen yang
merupakan bagian normal dari ‘status kesehatan’ peternakan.
• Zona ‘KOTOR’ yaitu wilayah yang mengelilingi zona bersih dan
berpotensi untuk terkontamninasi dengan patogen yang bukan
merupakan bagian dari ‘status kesehatan’ peternakan.
Sumber: http://www. pig333.com/ Low cost, high impact
biosecurity: well-defined clean and dirty zones.
39.
40. Faktor risiko masuk dan
menyebarnya ASF di peternakan
• Introduksi hewan baru ke peternakan
• Introduksi kendaraan/transportasi (ternak, pakan)
• Pekerja, dokter hewan, inseminator, pengunjung/tamu
• Introduksi peralatan
• Introduksi pakan
• Pupuk/fertilizer
• Keberadaan babi hutan liar
• Keberadaan tikus, burung, insekta, anjing, kucing
• Semen babi untuk inseminasi buatan
• Air dan udara
41. Tindakan pencegahan terhadap
masuk dan menyebarnya ASF
• Isolasi fisik dari subpopulasi ternak (pagar, jarak dengan
pemukiman)
• Akses ke peternakan (pengunjung, pekerja, kendaraan,
pakan, peralatan)
• Stok babi baru yang masuk (kandang karantina)
• Konsumsi pakan sisa (swill feeding)
• Pakan dan air (pengecekan kualitas secara rutin)
• Pengendalian hama (tikus, burung, lalat dsb)
• Disposal karkas (area khusus)
• Transportasi (kendaraan, babi)
42. Penutup
• Konsep ini didasarkan atas prinsip epidemiologi bahwa
suatu subpopulasi ternak dapat dipisahkan secara efektif
dari populasi ternak rentan lainnya, sehingga ternak hidup
atau produk yang berasal dari subpopulasi tersebut dapat
diperdagangkan secara aman.
• Status kesehatan hewan yang berbeda dari subpopulasi
tersebut sangat ditentukan oleh:
• manajemen dan praktik biosekuriti yang tinggi.
• epidemiologi spesifik penyakit
• sistim produksi ternak
• infrastruktur, dan
• surveilans.