INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
Peran Aktif Karantina Hewan dalam Mengelola Risiko - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor 11-13 April 2016
1. Company
LOGO
Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Drh. Tri Satya Putri Naipospos, MPhil, PhD
Komisi Ahli Kesehatan Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner
Komisi Ahli Karantina Hewan
Peran Aktif Karantina Hewan
Dalam Pengelolaan Risiko
Pemasukan Produk Hewan dari
Negara Tertular Penyakit Eksotik
2. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
”Karantina adalah sebuah
konsep biosekuriti”
• BIOSEKURITI adalah
suatu pendekatan strategik dan terintergrasi yang
mencakup kerangka kebijakan dan regulasi
(termasuk instrumen dan kegiatan) untuk
menganalisa dan mengelola risiko yang relevan
terhadap kehidupan manusia, hewan dan
tumbuhan, dan risiko yang berkaitan dengan
lingkungan (FAO Biosecurity Toolkit Part 1).
Kehidupan dan
kesehatan
manusia
(termasuk keamanan
pangan)
Kehidupan dan
kesehatan
hewan
Perlindungan
lingkungan
Kehidupan dan
kesehatan
tumbuhan
(termasuk hutan)
3. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Biosekuriti – suatu konsep baru?
Tidak
• Program-program nasional untuk mencegah,
mengendalikan dan mengelola risiko yang
mengancam kehidupan dan kesehatan (keamanan
pangan, kesehatan hewan, kesehatan tumbuhan,
perlindungan lingkungan dlsb) di masing-masing
sektor sudah ada (termasuk di Indonesia)
tetapi
• Pendekatan yang sifatnya lintas sektoral dan
stratejik yang diperoleh dari peluang keterkaitan dan
sinergitas antar sektor adalah baru.
4. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Perubahan pendekatan
BIOSEKURITI
Terfragmentasi Terintegrasi
• Perhatian terbatas terhadap
isu-isu interdisiplin dan lintas
sektoral
• Kontradiksi, duplikasi dan
gap dalam kebijakan,
peraturan dsb
• Kelemahan fokus stratejik
• Penggunaan tidak efisien dari
sumberdaya yang tersedia
• Kerjasama sektor menuju
satu tujuan bersama
• Harmonisasi kebijakan,
peraturan dan regulasi
• Penetapan prioritas,
alokasi sumberdaya, dan
monitoring terpadu
• Peningkatan kemampuan
untuk memenuhi mandat
5. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Aspek biosekuriti menjadi
tanggung jawab KARANTINA
• Keamanan pangan
• Zoonosis
• Introduksi hama dan penyakit
hewan dan tumbuhan
• Introduksi dan pelepasan ‘living modified
organisms’ (LMOs) dan produknya (seperti
‘genetically modified organisms’ (GMOs)
• Introduksi dan manajemen ‘invasive alien species’
6. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Pengaruh terhadap KARANTINA
• Globalisasi
• Produksi pertanian dan teknologi pengolahan pangan baru
• Peningkatan perdagangan pangan dan produk pertanian
• Kewajiban legal penandatangan perjanjian internasional
yang relevan
• Kemajuan komunikasi dan akses global informasi biosekuriti
• Perhatian publik yang lebih besar terhadap biodiversitas,
lingkungan dan dampak pertanian terhadap keduanya
• Pergeseran dari ‘independensi negara’ ke ‘interdependensi
negara’ untuk pelaksanaan biosekuriti yang efektif
• Kesenjangan dalam sumberdaya teknis dan operasional
• Ketergantungan yang tinggi sejumlah negara terhadap
impor pangan
7. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Pendekatan
biosekuriti
terintegrasi
Otoritas kompeten
pertanian,
kehutanan,
perikanan, keamanan
pangan, kesehatan
masyarakat
Insitusi
pemerintah lainnya
(beacukai,
pariwisata,
perdagangan,
konservasi)
Opini publik
dan
representasi
Lembaga
penelitian &
universitas
LSM,
kelompok
pemerhati
dan media
Produsen
pangan primer
& produk
pertanian
Industri
(termasuk
importir &
eksportir)
Sektor yang penting bagi Pendekatan Biosekuriti Terintegrasi
8. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Tujuan kebijakan biosekuriti dan
tindakan manajemen risiko
• mencegah atau mengendalikan
masuknya, berkembangnya atau
menyebarnya hama dan penyakit yang
dapat menyebabkan ancaman yang
signifikan terhadap manusia, hewan,
tumbuhan dan lingkungan
Tujuan ini diamanatkan dalam
Pasal 3 UU No. 16/1992 tentang Karantina Hewan,
Ikan dan Tumbuhan; Pasal 41 UU No. 41/2014
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
9. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Konsep kebijakan karantina
• Kebijakan konservatif, tetapi tidak “zero risk”
• Pendekatan “manajemen risiko biosekuriti”,
konsisten dengan WTO SPS Agreement
• Konsep ‘appropriate level of protection’ (ALOP)
sebagai tingkat perlindungan yang dapat
diterima dalam menerapkan tindakan SPS
• “Continuum of Quarantine” yaitu:
– ‘Pre-border’
– ‘Border’
– ‘Post-border’
10. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Pre-border, Border dan Post-border
• Pre-border, berpartisipasi di OIE, melakukan
‘analisa risiko impor’, mengembangkan protokol
karantina dengan negara lain untuk mencegah
penyebaran hama dan penyakit eksotik.
• Border, melakukan tindakan karantina terhadap
alat angkut, orang dan barang yang memasuki
wilayah NKRI untuk mendeteksi potensi ancaman
terhadap kesehatan manusia dan hewan.
• Post-border, melakukan tindakan koordinasi
nasional untuk respon darurat terhadap serangan
hama dan penyakit.
11. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Kapan dilakukan
Analisa Risiko Impor (ARI)?
• Tindakan manajemen risiko yang relevan belum
ditentukan ATAU tindakan manajemen risiko yang
relevan sudah ada, tapi kecenderungan dan/atau
konsekuensi dari masuknya, berkembangnya
hama atau penyakit berbeda secara signifikan dari
sebelumnya.
• Contoh pemasukan:
– Daging kerbau dari India
– Daging atau sapi potong dari Mexico
– Ternak bibit babi dari Inggris
– dlsbnya
12. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Kerangka Analisa Risiko Impor
• Penentuan hama atau penyakit yang dinilai (hazard);
• Jalur utama (pathway) untuk masuk, berkembang atau
menyebarnya hama atau penyakit di Indonesia;
• Untuk jalur yang berhasil diidentifikasi, tentukan
kecenderungan masuknya (entry), berkembangnya
(release) atau menyebarnya (exposure), dan
konsekuensi (consequence) yang menghasilkan risiko;
• Tentukan risiko yang dihasilkan tersebut:
– lebih tinggi dari ALOP – ditolak untuk diimpor ATAU
dilakukan tindakan manajemen risiko yang potensial
bisa mengurangi risiko untuk mencapai ALOP; dan
– sama atau lebih rendah dari ALOP – boleh diimpor
dengan persyaratan yang ada dalam TAHC ATAU
dengan tindakan manajemen risiko tambahan
13. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Appropriate level of protection (ALOP)
• Seperti Negara Anggota WTO lainnya, ALOP
Indonesia bisa diekspresikan secara kualitatif.
• ALOP seharusnya ditentukan secara resmi dengan
persetujuan pihak-pihak terkait.
• Seperti halnya Australia, ALOP Indonesia sebaiknya
ditetapkan dengan tingkat proteksi SPS yang tinggi
dengan tujuan menurunkan risiko ke tingkat yang
paling rendah, tetapi tidak “nol”.
• Standar karantina ditetapkan untuk dapat mengelola
risiko ke tingkat yang paling rendah.
• “Zero risk” tidak praktis, karena berarti tidak ada turis,
tidak ada perjalanan internasional dan tidak ada impor.
14. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
OIE Analisa Risiko Impor (2012)
IDENTIFIKASI HAZARD
Patogen infeksius
Ada di negara pengekspor
Tidak ada di negara pengimpor
Karantina signifikan untuk
negara pengimpor
RISK ASSESSMENT
Release assessment
Exposure assesment
Consequence assessment
Risk estimation
EVALUASI
Siskeswanas
Zona
Program surveilans
LAPORAN
RISK MANAGEMENT
Evaluasi risiko
Evaluasi opsi
Implementasi
Monitoring & Kaji ulang
Jika tidak ada ‘hazard; yang
diidentifikasi maka ‘risk
assessment’ tidak diperlukan
15. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Hubungan antara tahapan ‘risk assessment’
dengan jalur penyebaran penyakit
Negara pengekspor Negara pengimpor
Menyebar
ke populasi
(wabah)
Sumber populasi
di negara
pengekspor
Berkembang
di populasi
yang peka
Masuk ke
populasi
yang peka
Border
Release
assessment
Exposure
assessment
Consequence
assessment
16. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Nomenklatur kecenderungan kualitatif
(qualitative likelihood)
Kecenderungan
(likelihood)
Definisi deskriptif
High Hal yang sangat mungkin terjadi
Moderate Hal yang mungkin terjadi dgn probabilitas sama
Low Hal yang tidak mungkin terjadi
Very Low Hal yang sangat tidak mungkin terjadi
Extremely low Hal yang ekstrimnya cenderung tidak terjadi
Negligible Hal yang hampir pasti tidak terjadi
Sumber: Biosecurity Australia, 2009
17. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
High Moderate Low Very low
Extremely
low
Negligible
High High Moderate Low Very low
Extremely
low
Negligible
Moderate Moderate Low Low Very low
Extremely
low
Negligible
Low Low Low Very low Very low
Extremely
low
Negligible
Very low Very low Very low Very low
Extremely
low
Extremely
low
Negligible
Extremely
low
Extremely
low
Extremely
low
Extremely
low
Extremely
low
Negligible Negligible
Negligible Negligible Negligible Negligible Negligible Negligible Negligible
Matriks kategori risiko
Sumber: Biosecurity Australia, 2009
18. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Karakteristik dokumentasi ARI
dipastikan transparan
• Rasional ilmiah & struktur model dipresentasikan
secara jelas.
• Setiap faktor berdampak pada ‘risk assessment’
(seperti hambatan sumberdaya, data yang tidak
repesentatif, input, kesenjangan data) perlu
diidentifikasikan.
• Seluruh input ilmiah diterangkan secara jelas dan
sistematis.
• Asumsi dan ketidakpastian (uncertainties)
diidentifikasi dan dijelaskan.
Sumber: FAO Biosecurity Toolkit Part 3
19. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
RENCANA PEMASUKAN DAGING KERBAU
BEKU DARI INDIA KE WILAYAH NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Analisa Risiko Impor Kualitatif
20. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Status India
terkait PMK
Negara endemik PMK
Tidak memiliki zona
bebas PMK
Diakui sebagai negara
yang menjalankan
program pengendalian
resmi PMK sesuai
Chapter 8.8. Terrestrial
Code (RESOLUTION
No. 18 – mulai berlaku
tanggal 30 Mei 2015)
21. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
1a) Apakah kerbau dipelihara selama 3 bulan di wilayah yang
memiliki program resmi pengendalian PMK?
1b) Apakah kerbau telah divaksinasi 2 kali dengan vaksinasi
terakhir tidak lebih dari 6 bulan?
1c) Apakah kerbau ditempatkan dalam kandang
penampungan selama 30 hari terakhir dan tidak ditemukan
PMK dalam radius 10 km?
1d) Apakah kerbau diangkut dengan kendaraan yang telah
dibersihkan dari penampungan ke RPH tanpa ada kontak
dengan hewan-hewan lain?
1f) Apakah dilakukan pemeriksaan ante- dan post-mortem
dalam waktu 24 jam?
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
PRODUK DAGING DISERTIFIKASI BEBAS PMK
Ya
1e) Apakah kerbau di potong di RPH untuk ekspor dan PMK
tidak dideteksi selama jangka waktu pelaksanaan disinfeksi
terakhir sebelum penyembelihan dan pengapalan?
Ya
2b) Apakah sebelum pelepasan tulang (deboning), telah
dilakukan maturasi pada temperatur >2°C selama minimum 24
jam setelah penyembelihan dan nilai pH <6,0 saat diuji di tengah
otot longissimus dorsi?
2a) Apakah lymphoglandula utama telah dihilangkan dari
karkas tanpa tulang (deboned carcasses)?
• OIE TAHC Chapter 8.8. tentang
PMK menyatakan bagi India
yang memiliki program
pengendalian resmi, maka
berlaku persyaratan sesuai
dengan Chapter 8.8.22.
Alur persyaratan
produk daging untuk
dapat disertifikasi
bebas PMK
22. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Informasi PMK India
• Virus PMK serotipe O, A dan Asia-1 merupakan
serotipe yang lazim ditemukan dan penyakit ini
dilaporkan terjadi sepanjang tahun.
• Serotipe O paling umum dan menjadi penyebab dari 83-
93% kejadian wabah, diikuti dengan Asia-1 (3-10%) dan
A (3-6,5%). Serotipe C tidak pernah dilaporkan lagi di
India sejak 1995.
• Tingkat infeksi PMK pada kerbau 6,67%, dimana
10,67% memiliki titer antibodi yang mencurigakan
terhadap PMK.
• Kerbau secara umum kurang peka terhadap PMK
dibandingkan sapi (Hedger and Condy, 1985).
23. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Program pengendalian resmi PMK
di India (FMD-CP)
• Target India mencapai status bebas PMK dengan
vaksinasi tahun 2025, dan tanpa vaksinasi tahun
2035.
• Program dilakukan dengan melakukan vaksinasi
dua kali setahun (bi-annual vaccination).
• Vaksinasi sudah mencakup 313 kabupaten di
seluruh India.
• Titer antibodi protektif terhadap serotipe O, A dan
Asia-1 secara berturut-turut: 62,67%, 20,00% and
48,00%.
24. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
P1 = Apa probabilitas
kelompok ternak terinfeksi
diseleksi untuk ekspor?
P2 = Apa probabilitas ternak
terinfeksi setelah
meninggalkan peternakan?
P3 = Apa probabilitas ternak
terinfeksi bertahan selama
pengangkutan?
P4 = Apa probabilitas ternak
terinfeksi akibat kontak
dengan ternak lain?
P5 = Apa probabilitas ternak
terinfeksi terdeteksi saat
pemeriksaan ante dan post
mortem?
P6 = Apa probabilitas 1 atau 2
karkas terkontaminasi dan virus
PMK tidak mati setelah
perlakuan?
P7 = Apa probabilitas daging
terkontaminasi virus PMK?
PETERNAKAN
PENAMPUNGAN
PENGANGKUTAN
PASAR HEWAN
R P H
UNIT PENANGANAN
DAGING
PENGEMASAN DAN
PENGAPALAN
-Prevalensi PMK: High
-Surveilans PMK: Moderate
-Vaksinasi 2 kali: Low
-Kerbau dipelihara selama 3 bulan di wilayah yang
memiliki program pengendalian resmi: Low
-Ternak tidak di kandang penampungan selama 30
hari: High
-Tidak ditemukan kasus PMK radius 10 Km: Low
-Surat jalan: Moderate
-Persyaratan alat angkut: Low
-Pemeriksaan kesehatan hewan: Low
-Kartu vaksinasi: Low
-Asal dan identifikasi ternak: Moderate
-Kandang penampungan ternak: Low
-Ante dan post mortem: Low
-Deglanded karkas: Low
-Pelayuan (2oC, min. 24 jam): Low
-Pengecekan pH < 6,0): Moderate
-Deboning: Low
-Pengemasan dan pelabelan: Extremely low
-Persyaratan alat angkut: Low
Gambar 4: R e l e a s e a s s e s s m e n t
25. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Tabel 7: Probabilitas kemungkinan masuk
(likelihood of entry)
Probabilitas Perkalian tingkat risiko Hasil
P1 High x Moderate x Low x Low Very low
P2 High x Low Low
P3 Moderate x Low Low
P4 Low x Low Very low
P5 Moderate x Low x Low x Low x
Low x Moderate
Very low
P6 Low Low
P7 Extremely low x Low Extremely low
P1 x P2 x P3 x P4 x P5 x P6 x P7 Negligible
26. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
KARANTINA
RUANG
PENDINGIN
(IMPORTIR)
RUANG
PENDINGIN
(DISTRIBUTOR)
KONSUMEN
P1 = Apa probabilitas deteksi
daging beku terkontaminasi
virus PMK?
P2 = Apa probabilitas virus
PMK bertahan dalam daging
beku?
P3 = Apa probabilitas
terdistribusinya daging beku
terkontaminasi?
P4 = Apa probabilitas daging
beku terkontaminasi menulari
ternak hidup?
Tindakan karantina:
-Pemeriksaan dokumen: Extremely low
-Pemeriksaan fisik: Very low
-NKV: Very low
-Pengawasan Dinas: Extremely low
-NKV: Low
-Pengawasan Dinas: Extremely low
-Penanganan dan pengolahan: Extremely
low
Gambar 5: E x p o s u r e a s s e s s m e n t
27. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Probabilita
s
Perkalian tingkat risiko Hasil
P1 Extremely low x Very low Extremely low
P2 Very low x Extremely low Extremely low
P3 Low x Extremely low Extremely low
P4 Extremely low Extremely low
P1 x P2 x P3 x P4 Negligible
Tabel 8: Probabilitas untuk kemungkinan
terekspos (likelihood of exposure)
28. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Consequence assessment
• Penularan lewat daging beku tanpa tulang (deboned
frozen meat) dari kerbau (Bubalis sp.) belum pernah
terjadi dan dianggap aman dalam kaitannya dengan
PMK
• Konsekuensi lewat daging beku tanpa tulang yang
telah memenuhi seluruh persyaratan inaktivasi virus
diasumsikan ‘negligible’.
• Dampak langsung PMK terhadap produksi, konsumen
maupun perdagangan bisa berlangsung lama
bergantung kepada magnituda wabah dan strategi
pemberantasan. Konsekuensi munculnya wabah PMK
bagi Indonesia adalah ‘high’.
29. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Estimasi risiko
Tahapan Analisa Risiko Risiko
Release assessment Negligible
Exposure assessment Negligible
Consequence assessment High
Negligible x Negligible x
High
NEGLIGIBLE
30. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Kesimpulan ARI Kualitatif
• Dengan merujuk kepada hasil analisis risiko yang
pernah dilakukan untuk pemasukan daging dari Brazil
(2008), maka ALOP Indonesia terkait PMK adalah
‘negligible’.
• Estimasi risiko (Risk Estimation) masuknya PMK dari
India ke wilayah NKRI melalui daging kerbau tanpa
tulang (deboned buffalo meat) adalah ‘negligible’
(sama dengan ALOP Indonesia), sehingga
pemasukan daging kerbau tanpa tulang dari India
ke wilayah NKRI dapat dilakukan.
31. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Negara/zona/kompartemen bebas
penyakit menurut OIE (Chapter 1.6.)
1) Suatu negara dapat mendeklarasikan seluruh
wilayah negara, zona atau kompartemen bebas
penyakit tertentu berdasarkan pemenuhan
seluruh rekomendasi yang ditetapkan OIE (self
declaration)
2) Suatu negara dapat mendapatkan pengakuan
OIE atas status bebas penyakit seluruh wilayah
negara, zona atau kompartemen berdasarkan
pemenuhan seluruh rekomendasi yang
ditetapkan OIE (official recognition by OIE)
32. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
‘Official recognition’ (Chapter 1.6.)
• Negara anggota OIE dapat mengajukan
permintaan ‘official recognition’ dari OIE untuk:
1) Status risiko suatu negara/zona terkait BSE
(neglected/controlled/undetermined BSE risk);
2) Status bebas negara atau zona dari PMK,
tanpa atau dengan vaksinasi;
3) Status bebas negara atau zona dari CBPP;
4) Status bebas negara atau zona dari AHS;
5) Status bebas negara atau zona dari PPR;
6) Status bebas negara atau zona dari CSF
33. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Prosedur penetapan zona
(Artikel 5.3.7.)
• Negara pengekspor harus bisa menyediakan informasi
kepada negara pengimpor:
a. Informasi epidemiologi mengenai zona tersebut
diperlakukan berbeda untuk kepentingan perdagangan
internasional
b. Prosedur atau sistem zona dapat diperiksa dan dievaluasi
oleh negara pengimpor (apabila diperlukan)
• Negara pengimpor dapat menerima atau menolak zona
tersebut berdasarkan:
i. Evaluasi sistem kesehatan hewan (Veterinary Services);
ii. Hasil ‘risk assessment ‘ berdasarkan informasi dari
negara pengekspor atau penelitian sendiri;
iii. Situasi kesehatan hewan di negaranya; dan
iv. Standar-standar OIE lainnya yang relevan
34. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Hak negara pengimpor (Artikel 5.3.7.)
• Negara pengimpor memberitahukan
kepada negara pengekspor, pertimbangan
dan alasan mengenai:
i. mengakui zona tersebut; atau
ii. meminta informasi lebih lanjut; atau
iii. menolak area tersebut sebagai zona untuk
tujuan perdagangan internasional
35. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Prosedur ‘official recognition’ zona
• Negara anggota OIE mengajukan detil informasi tabel di
bawah ini ke OIE Scientific and Technical Department
• Setiap tahun mengirimkan hasil surveilans ke OIE
Kriteria Substansi Chapter OIE Code
Umum ‘Veterinary Services’ 1.1., 3.1., 3.2.
Spesifik penyakit Kuesioner BSE Artikel 1.6.5.
Kuesioner PMK Artikel 1.6.6.
Kuesioner CBPP Artikel 1.6.7.
Kuesioner AHS Artikel 1.6.8.
Kuesioner PPR Artikel 1.6.9.
Kuesioner CSF Artikel 1.6.10.
36. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Pengaturan OIE TAHC untuk
status bebas PMK
• Bebas historis
• Negara bebas tanpa vaksinasi
• Negara bebas dengan vaksinasi
• Zona bebas tanpa vaksinasi
• Zona bebas dengan vaksinasi
• Zona kontaimen
• Kompartemen bebas dengan vaksinasi
• Perdagangan ‘komoditi aman’
Zona kontaimen: suatu zona tertentu di sekitar dan termasuk peternakan tersangka
atau terinfeksi, dengan mempertimbangkan faktor epidemiologi dan hasil investigasi,
dimana tindakan pengendalian untuk mencegah penyebaran infeksi diterapkan.
37. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Pengakuan status penyakit untuk
kepentingan perdagangan
Tertular/status
tidak diketahui
Perdagangan
“Safe
commodities”
Pengakuan
program
pengendalian
resmi PMK
NEGARA
BEBAS
ZONA
BEBAS
KOMPARTEMEN
BEBAS
Zona
kontainmen
Zona
kontainmen
38. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Impor
Negara/
zona
bebas
tanpa
vaksinasi
Negara/
zona
bebas
dengan
vaksinasi
Negara/zona
tertular
dengan
pengendalian
resmi
Negara/
zona
tertular
1. Hewan peka PMK
2. Ruminansia dan babi
3. Semen cair
4. Semen beku
5. Embryo in vivo
6. Embryo in vitro
7. Daging hewan peka PMK
8. Daging ruminansia & babi
9. Daging sapi dan kerbau
Rekomendasi OIE untuk pemasukan
hewan dan produk hewan terkait PMK
39. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Stasiun Karantina dan Pos Lintas
Batas menurut OIE (Chapter 5.6.)
• Suatu negara harus memastikan pos lintas batas dan
stasiun karantina di wilayahnya ada organisasi,
personil, peralatan dan bangunan untuk menerapkan
tindakan-tindakan yang direkomendasikan OIE
• Tanggung jawab:
1) melaksanakan pemeriksaan klinis dan pengambilan spesimen
dari hewan hidup atau karkas yang terjangkit atau diduga
terjangkit suatu penyakit epizootik, dan pengambilan spesimen
produk hewan yang diduga terkontaminasi;
2) mendeteksi dan mengisolasi hewan terjangkit atau diduga
terjangkit oleh suatu penyakit epizootik;
3) melaksanakan desinfeksi dan mungkin juga disinfestasi
kendaraan yang digunakan untuk mengangkut hewan dan
produk hewan
40. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Tindakan karantina pada saat
kedatangan menurut OIE (Chapter 4.7.)
• Prinsip:
– hewan telah dinyatakan sehat melalui suatu
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan dokter
hewan berwenang di negara pengekspor; dan
– disertai dengan sertifikat veteriner internasional
dari Otoritas Veteriner negara pengekspor
• Suatu negara pengimpor memerlukan
pemberitahuan awal yang mengenai tanggal
pemasukan, spesies, jumlah, transportasi dan
nama pos karantina yang akan digunakan
(apabila diperlukan)
42. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Pulau Karantina = Stasiun Karantina
• Istilahnya sama untuk stasiun karantina menurut OIE TAHC
• Konsep pulau sudah lama tidak ada lagi, karena dikonversikan
ke tujuan lain. Misal: Pulau Coccos di Australia sejak 2006
digunakan sebagai tempat penampungan manusia kapal
• Ide ini terdorong oleh Artikel 5.6.2. OIE TAHC yang
menyatakan bahwa keberadaan penyakit atau infeksi pada
hewan impor dalam suatu stasiun karantina tidak akan
mempengaruhi status kesehatan hewan negara atau zona
• Berlaku hanya untuk ternak ruminansia indukan yang berasal
dari negara tertular yang memiliki zona bebas PMK
• OIE tidak merekomendasikan sapi hidup dari negara atau
zona tertular PMK
43. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Fakta teknis virus PMK
pada sapi hidup
• Infeksi subklinis atau sapi “vaccinated carrier”, dimana virus
PMK bisa bertahan hidup dalam hulu tenggorokan sapi >4
minggu (Kitching R.P, 2002)
• Kebanyakan ternak sapi bisa membawa virus PMK dalam
tubuhnya < 6 bulan, tetapi sejumlah ternak bisa terinfeksi
secara persisten sampai 3,5 tahun (Iowa State University, 2014)
• Prevalensi ternak ‘carrier’ dalam kelompok ternak pasca
vaksinasi sebenarnya sangat rendah (+0,2%), oleh karenanya
sensitivitas deteksi ternak ‘carrier’ harus dioptimalkan dengan
menerapkan rejim pengujian berdasarkan individu ternak
• Perlu analisa risiko untuk ternak ruminansia indukan
yang berasal dari zona bebas PMK dengan vaksinasi
44. Komisi Ahli Karantina Hewan
Bogor, 11-13 April 2016
Tindak lanjut Pulau Karantina?
• Bukan wilayah pengembangan budidaya ternak
(sesuai yang dimaksud dalam UU 41/2014).
• Perlu ditetapkan jangka waktu untuk sapi
dikarantinakan (mungkin bisa digunakan
persyaratan zona bebas PMK di negara asal yaitu
3 bulan)
• Rekomendasi: Perlu dilakukan Cost-benefit
Analysis (CBA) Pulau Karantina untuk
menetapkan sejauh mana keberadaan pulau
karantina menguntungkan dari aspek penyakit dan
juga aspek sosio-ekonomi