Kesiapsiagaan Masuk dan Menyebarnya Wabah Penyakit Hewan Emerging dan Re-emerging di Indonesia - BBLitvet, IPBICC, Bogor, 3 Maret 2020
1. Drh Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD
Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies
Wabah Penyakit Hewan
“Emerging & Re-emerging”
di Indonesia
FGD “Kesiapsiagaan Masuk dan Menyebarnya Wabah
Penyakit Hewan Emerging & Re-emerging di Indonesia”
Bogor, 3 Maret 2020
2. Penyakit hewan –
Emerging & Re-emerging?
• Emerging Animal Disease (EAD):
– suatu penyakit baru yang dihasilkan dari evolusi atau
perubahan patogen yang telah ada, yang menghasilkan suatu
perubahan jangkauan hospes, vektor, patogenisitas atau
strain; atau kejadian dari suatu penyakit yang belum diketahui
sebelumnya.
• Re-emerging Animal Disease (READ):
– suatu penyakit yang telah diketahui sebelumnya yang
jangkauan wilayah geografisnya berubah atau jangkauan
hospesnya meluas, atau prevalensinya meningkat secara
signifikan.
Sumber: https://www.oie.int/en/for-the-media/editorials/detail/article/emerging-and-re-emerging-zoonoses/
3. Patogen dan penularan EAD
• Sekitar 75% dari ‘emerging animal diseases’ adalah zoonotik,
artinya dapat ditularkan secara alamiah antara hewan dan
manusia, dan sekitar 60% dari semua patogen manusia
bersumber dari hewan.
• Patogen bisa bakteri, virus, fungi atau parasit, dan reservoir
hewan dari patogen zoonotik bisa spesies liar dan domestik.
• Rute penularan ke manusia bisa beragam mulai dari penularan
tidak langsung melalui makanan, atau lewat vektor insekta,
sampai penularan langsung melalui ternak atau hewan
peliharaan atau melalui pendedahan terhadap kontaminan
lingkungan.
Sumber: Emerging and Re-emerging Animal Diseases: Overcoming Barriers to Disease Control.
A report produced for the International Federation for Animal Health, November 2013.
4. Contoh: EAD & READ
EAD
• Marburg (1967)
• Hanta virus (1970; 1993)
• Lassa fever (1979)
• Hendra (1994)
• Nipah virus (1999)
• Ebola (1976)
• SARS (2002)
• Avian influenza (A/H5N1
2005, A/H1N1 2009 and
A/H7N9 2012)
• Schmallenburg virus (2011)
• MERS (2012)
READ
• Penyakit mulut dan kuku
• Rabies
• Rift Valley fever
• West Nile fever
• Peste des petits ruminants
• Blue tongue
5. Pentingnya Pengendalian
EAD & READ
“Penyakit hewan... dapat berdampak
menghancurkan terhadap produksi ternak,
perdagangan hewan dan produk hewan,
ketahanan pangan, mata pencaharian, dan
konsekuensinya secara keseluruhan terhadap
proses pembangunan ekonomi dan sosial.”
Hiroyuki Koyuma
Assisstant Director General of FAO
6. Penyakit Lintas Batas
(Transboundary Animal Disease)
• Transboundary Animal Disease (TAD) adalah:
– Penyakit-penyakit dengan dampak esensial terhadap
ekonomi, perdagangan dan/atau ketahanan pangan dari
suatu kelompok negara, yang dapat menyebar secara
mudah ke negara-negara lain, mencapai proporsi epidemik
dan memerlukan kerjasama pengendalian dan
pemberantasan antar negara yang berbeda.
• Ada dua jenis utama TAD dengan dampak ekonomi
terhadap perdagangan dunia:
– emerging disease; dan
– zoonosis.
Sumber: Cartín-Rojas A., 2012. Transboundary Animal Diseases and International Trade.
7. Contoh: TAD
• Penyakit mulut dan kuku (PMK) – bebas sejak 1986
• Contagious Bovine pleuropnemonia (CBPP)
• Bovine spongiform encephalopathy (BSE)
• Rift Valley fever (RVF)
• Peste des petits ruminant (PPR)
• Classical swine fever (CSF) – masuk Indonesia 1993
• Avian influenza (AI) – masuk Indonesia 2003
• African swine fever (ASF) – masuk Indonesia 2019
• Porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) –
sudah ada di Indonesia
Sumber: Otte M.J. et al. 2004. Transboundary Animal Diseases: Assessment of socio-economic
impacts and institutional responses. FAO Livestock Policy Discussion Paper No. 9.
8. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kemunculan penyakit hewan
• adaptasi dan perubahan mikroba;
• perubahan kepekaan hospes;
• perubahan iklim dan cuaca;
• perubahan ekosistem;
• pembangunan ekonomi dan
penggunaan lahan;
• teknologi dan industri;
• perdagangan global dan
pemasaran termasuk peningkatan
dramatis sistim pangan global;
• perjalanan dan pergerakan
internasional;
• kemiskinan;
• perang dan kelaparan;
• kurangnya kemauan politik
dan/atau sumberdaya yang
diinvestasikan untuk membangun
infrastruktur yang efektif baik
untuk kesehatan manusia dan
kesehatan hewan.
Faktor-faktor yang terlibat dalam munculnya EAD atau READ
adalah identik dengan faktor-faktor yang menjadi pemicu
munculnya EID baru atau REID pada manusia, meliputi:
9. Perubahan ekosistem
Gangguan ekologi dan intrusi manusia
ke dalam sistem ekologi baru
meningkatkan pemaparan manusia
terhadap agen infeksi baru. Biasanya
negara tropis dan berkembang adalah
HOTSPOT wabah penyakit.
10. Perubahan iklim dan cuaca
Perubahan iklim adalah pemicu
potensial yang menggeser ceruk
ekologi atau jangkauan penyakit.
Perubahan iklim antropogenik menghasilkan
peningkatan kekeringan, banjir, dan badai yang
lebih parah dan sering, begitu juga pergeseran
distribusi orang, satwa liar dan vektor insekta.
11. Pemanasan global
Dampak jangka panjang dari pemanasan global,
dimana sejumlah peristiwa iklim utama
menyebabkan wabah penyakit di wilayah yang
belum ada pengalaman penyakit sebelumnya.
13. Pertumbuhan penduduk
Kemunculan pusat-pusat peri-urban di
Mega-city yang baru saat ini dan ke
depan, dimana terjadi pertemuan antara
hewan, orang dan produk hewan yang
belum pernah terjadi sebelumnya.
Kepadatan berlebihan menyebabkan
kecepatan penyebaran penyakit dari orang
ke orang. Kualitas perumahan, sanitasi dan
infrastruktur suplai air yang buruk.
14. Perdagangan internasional
Perdagangan internasional barang dan
jasa melalui perbatasan internasional
memfasilitasi penyebaran penyakit
dengan membawa patogen ke wilayah
geografis baru.
Globalisasi perjalanan dan perdagangan
mendorong pertumbuhan permintaan
pangan impor dan hewan pet eksotik.
15. Perjalanan internasional
Wisatawan terdedah berbagai patogen,
banyak diantaranya tidak pernah
ditemui sebelumnya dan tidak memiliki
kekebalan terhadap banyak penyakit.
Perjalanan dan rekreasi dalam skala
luas membuat kontak antara hewan
dan orang menjadi lebih dekat.
16. Peningkatan permintaan pangan hewani
Pertumbuhan populasi hewan yang
cepat; peningkatan yang luar biasa
kepadatan hewan pada sistim produksi
skala besar; dan permintaan protein
berasal dari hewan terutama di negara-
negara berkembang.
18. Proporsi produk yang tertangkap
terdeteksi positif virus ASF
Negara Tanggal
publikasi
Peristiwa Proporsi Frekuensi
Korea
Selatan
26-08-2019 Virus ASF terdeteksi pada pangsit dan sosis yang
dilaporkan turis Korsel yang kembali dari provinsi
Shenyan
--- ---
Jepang 22-10-2018 Deteksi virus ASF dalam paket sosis daging babi yang
dibawa seorang penumpang dari Beijing ke bandara
Shin-Chitose di Hokkaido
--- ---
Taiwan 31-10-2018 Sejak akhir Agustus 2018, 928 produk telah ditahan
dan diuji untuk virus ASF, 20 sampel positif
2,1%
2,86 kasus
per bulan
Thailand 16-01-2019 Virus ASF terdeteksi dalam produk daging babi di
bandar udara Phuket
--- ---
Australia 17-01-2019 6 dari 152 produk daging babi yang ditangkap selama
periode 2 minggu terkontaminasi virus ASF
3,2% 10 kasus
per bulan
Filipina 14-06-2019 Produk daging babi kaleng ditangkap di bandar
internasional Clark di Pampanga yang dibawa dari
Hong Kong pada bulan Maret dengan hasil positif
untuk virus ASF dengan PCR
--- ---
Inggris 11-07-2019 Pada bulan Juli, otoritas bandara di Irlandia Utara
menahan lebih dari 300 kg produk daging ilegal.
--- ---
Sumber: Jurado C. 2019. Risk of African swine fever virus introduction into the United States
through smuggling of pork in air passenger luggage.
19. READ & TAD: African swine fever
• African swine fever (ASF) tetap merupakan penyakit babi
yang penting secara global karena penyebarannya yang
cepat, dampak ekonomi dan implikasi pangan, tanpa opsi
vaksinasi atau pengobatan.
• ASF menjadi suatu masalah penyakit yang mendapatkan
perhatian besar, dengan ancaman terhadap perdagangan
internasional dan ketahanan pangan, terutama perluasan
penyebaran yang terjadi akhir-akhir ini ke wilayah-wilayah
geografis di dunia yang belum tertular sebelumnya.
• ASF endemik di banyak negara Afrika dan Sardinia, Italia,
dan terus menginfeksi dan mere-infeksi negara-negara
lainnya di Afrika.
20. Peta ASF global (2018-2019)
• Pada 2018-2019,
negara-negara di Asia
yang tadinya bebas
menjadi tertular ASF,
seperti China,
Mongolia, Vietnam,
Laos, Kamboja,
Myanmar, Korea
Utara, Korea Selatan,
Filipina, Timor-Leste
dan Indonesia.
• Begitu juga negara-negara baru di Eropa tertular ASF, seperti
Belgia, Slovakia dan Serbia.
Sumber: https://www.agriculture.gov.au/pests-diseases-weeds/animal/asf
21. Wabah pertama
China
3 Agustus 2018
Mongolia
15 Januari 2019
Korea Utara
23 Mei 2019
Korea Selatan
17 September 2019
Filipina
25 Juli 2019
Vietnam
19 Februari 2019
Laos
20 Juni 2019
Kamboja
2 April 2019
Myanmar
1 Agustus 2019
Indonesia
11 September 2019
Timor Leste
27 September 2019
• Sejak China
tertular ASF
pada bulan
Agustus 2018,
kemudian
sepanjang
Januari s/d
September 2019
ada 11 negara
yang tertular
ASF di Asia,
termasuk
Indonesia.
Wabah ASF
di Asia
22. Populasi babi di
Provinsi Sumut dan
kasus awal ASF
• Kasus kematian babi
pertama kali dilaporkan
di Kabupaten Dairi pada
11 September 2019.
• Kasus kematian babi
berikutnya dilaporkan di
Kabupaten Humbang
Hasundutan pada 18
September 2019.
No. Kabupaten/Kota Populasi
1. Nias Selatan 275.334
2. Simalungun 174.045
3. Dairi 110.090
4. Tapanuli Tengah 75.505
5. Tapanuli Utara 67.354
6. Nias Barat 62.278
7. Kota Gunungsitoli 52.907
8. Deli Serdang 50.160
9. Toba Samosir 44.184
10. Nias 43.296
11. Humbang Hasundutan 39.524
12. Karo 38.793
13. Serdang Bedagai 32.103
14. Nias Utara 31.538
15. Samosir 29.426
16. Langkat 23.073
16. 10 kabupaten + 7 kota 80.131
JUMLAH 1.229.741
Sumber: Balai Veteriner Medan.
Presentasi “Surveilans penyakit pada
ternak di Wilayah Provinsi Sumatera
Utara. 7-8 Oktober 2019.
23. Jumlah kematian babi di 26 kabupaten
di Provinsi Sumatera Utara
604 852 886
6953 7142 7967
10463
12270
14486
20502
23782 24661
25889
27303
29223
45011
46137
47311
49848 50319
2 Okt 6 Okt 13 Okt 10 Nop14 Nop18 Nop21 Nop25 Nop28 Nop 3 Des 6 Des 9 Des 10 Des11 Des16 Des17-Jan 23-Jan 30-Jan12-Feb24-Feb
Jumlahkemtaianbabi(ekor)
Jumlah babi mati per 24
Februari 2020 (kumulatif)
= 50.319 ekor
Sumber: Drh. H. Agustia, MP. Balai Veteriner Medan. Presentasi: “Pengujian laboratorium penyakit
dan situasi african swine fever di provinsi sumatera utara
Pembuangan bangkai
babi ke sungai
24. Disposal bangkai babi ke sungai/danau
Virus ASF dapat bertahan untuk
jangka waktu lama di lingkungan
dan virus resisten terhadap
banyak perlakuan yang
menginaktvasi patogen lain.
25. Disposal penguburan bangkai babi
Apabila penguburan tidak
dilakukan dengan benar, maka
berpotensi menjadi sumber
penularan berikutnya.
26. Kronologis respon kematian babi di
Provinsi Sumatera Utara
604 852 886
6953 7142 7967
10463
12270
14486
20502
23782 24661
25889
27303
29223
45011
46137
47311
49848 50319
2 Okt 6 Okt 13 Okt 10 Nop 14 Nop 18 Nop 21 Nop 25 Nop 28 Nop 3 Des 6 Des 9 Des 10 Des 11 Des 16 Des 17-Jan 23-Jan 30-Jan 12-Feb 24-Feb
Sumber: Drh. H. Agustia, MP. Balai Veteriner Medan. Presesntasi: “Pengujian laboratorium penyakit
dan situasi african swine fever di provinsi sumatera utara
Investigasi wabah
ke Kab. Humbahas
dan Kab. Dairi
27-28 Sep 2019
Hasil
pemeriksaan
BVet Medan dari
3 kabupaten
Pernyataan
wabah ASF di
16 kabupaten
12 Des 2019
Pernyataan
Gubernur
7 Jan 2020
Demo ‘Save
Babi’ 10 Feb
2020
Pembuangan bangkai
babi ke sungai
27. Dampak ASF terhadap harga babi
di Provinsi Sumut
• Penjualan babi turun hingga
70% (Sep – Nov 2019),
kemudian membaik sedikit
menjadi turun 50%.
• Harga daging babi di Medan
turun menjadi Rp 20.000 per
kg, dari normalnya Rp 30.000
– Rp 32.000 per kg.
• Penjualan daging babi biasanya bisa dua ekor babi yang beratnya
kira-kira 200 kg dalam sehari, tetapi akibat ASF untuk menjual 50
kg daging babi dalam sehari saja sangat sulit. Penjualan hanya
sekitar 20 kg daging babi sehari dengan harga yang lebih murah.
28. Sumber dan jalur utama penularan selama
berlangsungnya wabah ASF pada babi domestik
Sumber dan penularan virus Jumlah %
Penjualan babi sakit 1 0,3
Bertetangga dengan peternak babi belakang rumah
yang terinfeksi
5 1,7
Kontak langsung dengan orang (makan di peternakan) 1 0,3
Kontak selama transportasi, pengapalan, lalu lintas 108 38
Babi liar terinfeksi ASF 4 1,4
Pemberian pakan sisa (swill feeding) 100 35
Tidak dapat ditentukan 65 23
Total 284 100
Sumber: Scientific Opinion on African swine fever (EFSA Journal 2014;12(4):3628)
29. Daya tahan virus ASF untuk
pertimbangan ‘restocking’
• Virus ASF sangat resisten terhadap kondisi lingkungan.
• Virus ASF dapat bertahan selama 1,5 tahun dalam darah yang
disimpan pada 4º C, 11 hari dalam feses pada temperatur
kamar, dan paling tidak selama sebulan dalam kandang babi
yang terkontaminasi.
• Virus ASF juga tetap dapat menularkan selama 150 hari dalam
daging tulang yang disimpan pada 4º C, 140 hari dalam daging
babi kering garaman (salted dried hams),dan beberapa tahun
dalam karkas beku.
• Survivor dari infeksi sub-akut ASF menunjukkan pengeluaran
virus (shed virus) dari oropharynx setidaknya selama 70 hari.
• Virus juga dapat diisolasi dari jaringan babi sampai dengan 180
hari pasca infeksi.
30. Tantangan pengembangan vaksin ASF
• Pengembangan vaksin terhalang oleh kesenjangan besar dalam
pengetahuan mengenai infeksi dan kekebalan virus ASF,
luasnya variasi strain virus ASF di alam dan identifikasi protein
virus (antigen protektif) yang bertanggung jawab untuk
menginduksi respon kekebalan protektif pada babi.
• Tidak adanya vaksin ASF sebagian dikarenakan sifat kompleks
dari virus, yang mengkodekan berbagai protein terkait yang
menghindari kekebalan. Selain itu, pemahaman yang tidak
lengkap mengenai determinan proteksi kekebalan dari virus ASF
yang menghambat desain vaksin yang rasional.
Mengembangkan vaksin ASF yang efektif terus menjadi tugas
yang menantang karena banyak gambaran immunobiologik virus
ASF yang belum dapat dijelaskan.
Sumber: Rock D.L. 2017. Challenges for African swine fever vaccine development-"… perhaps the end
of the beginning.“ Vet Microbiol. 2017 Jul;206:52-58; Tekleu et al. 2019. Current status and evolving
approaches to African swine fever vaccine development. Transbound Emerg Dis. 2019 Sep 20.
31. Pengembangan vaksin ASF di dunia
No. Lembaga Kerjasama Rencana Mulai
1. Pirrbright Institute, Inggris ViroVet Vaksin ASF
Obat antiviral
2019
2. USDA Plum Island Animal
Disease Center, Amerika Serikat
Vaksin ASF 2019
3. CSIRO, Australia Vaksin ASF 2019
4. Harbin Veterinary Research
Institute, China
Vaksin ASF 2019
5. Ceva Sante Animale, Perancis MARD, Vietnam Vaksin ASF & FMD 2017
6. INIA-CISA, Spanyol Vaksin ASF 2017
7. CBMSO- CSIC, Spanyol Vaksin ASF 2017
8. Friedrich-Loeffler-Institut, Jerman Vaksin ASF 2017
9. Instituto Gulbenkian de Ciência,
Portugal
Vaksin ASF 2017
10. VNIIVViM, Rusia Vaksin ASF 2017
Sumber: European Commission. Working Document. Blueprint and Roadmap on the possible
development of a vaccine for African Swine Fever. Brussels, 31 January 2017.
Kurang lebih 20 lembaga penelitian
dari lebih 10 negara
32. Tindakan pengendalian ASF
• Edukasi peternak, pekerja kandang, pedagang, dokter hewan dan
masyarakat secara umum mengenai pentingnya biosekuriti dan
risiko ASF.
• Peningkatan biosekuriti sangat mendesak untuk lebih ditingkatkan,
dengan perhatian khusus pada peternakan babi belakang rumah:
• Lebih ketat dalam disinfeksi dan kendalikan lalu lintas
kendaraan pengangkut
• Kendalikan lalat
• Kendalikan pakan sisa (swill)
• Jangan pernah gunakan darah untuk pakan babi
• Kendalikan babi yang berpotensi terinfeksi atau ‘carrier’ di
rumah potong
• Pendekatan epidemiologi dapat diterapkan => kompartemen bebas
33. ASIA TENGGARA adalah HOTSPOT EID
Pandemi sebelumnya terutama bersumber dari satwa liar,
peta di atas mengidentifikasi hotspot dimana sumber
pandemi berikutnya yang paling mungkin terjadi.
34. Konsep “GLOBAL PUBLIC GOOD”
Sistim Kesehatan Hewan adalah
“Global Public Good”
Penyakit hewan
Zoonosis
Sistim Kesehatan
Hewan Nasional
Kesehatan hewan
Kesehatan manusia
Kemiskinan
Ketahan pangan
Perdagangan
Sumber: Plante C. OIE Sub-Regional Representation in Brussels. Prevention and Control
of Animal Diseases. The BWC and Global Health, Oslo, Norway, 18-19 June 2009..
35. Penyakit hewan ‘transboundary’ dan zoonosis
‘emerging’ adalah GLOBAL PUBLIC GOOD
• Dalam hal pengendalian dan pemberantasan
penyakit menular, ruang lingkup manfaatnya
adalah internasional dan antar generasi.
• Negara-negara bergantung satu sama lain:
– Aksi tidak memadai yang dilakukan oleh
satu negara dapat membahayakan
negara-negara lainnya.
– Kegagalan satu negara dapat
membahayakan seluruh planit.
Sumber: Plante C. OIE Sub-Regional Representation in Brussels.
Prevention and Control of Animal Diseases. The BWC and Global
Health, Oslo, Norway, 18-19 June 2009..
36. Elemen kunci SISKESWANNAS
Biosekuriti
Surveilans
Diagnosa laboratorium Peningkatan kesadaran
Deteksi
dini
Pelaporan cepat (tranparansi)
Respon
cepat
Konfirmasi cepat kasus terduga
‘Containment’ dan ‘stamping out’ yang manusiawi
Penggunaan vaksinasi apabila tersedia dan jika tepat
Kompensasi
Inaktivasi agen infeksius
SISKESWANNASyangberkualitastinggi
37. Evaluasi “Performance of Veterinary
Services” (PVS)
Evaluasi
PVS
Evaluasi kualitatif situasi
terhadap 40 kompetensi
kritis (critical competencies)
dengan tingkat 1 – 5.
Prioritisasi kompetensi kritis dan kesenjangan terkait
PVS
Gap Analysis
Tujuan spesifik
dari Negara
Indonesia:
PVS 2007
Gap analysis
2010, 2011
Tingkat kompetensi kritis:
Kompetensi professional dokter
hewan = 2 3
Independensi teknis = 2 2
Laboratorium diagnosa = 2 4
Deteksi dini dan respon cepat =
2 3
Transparansi = 3 4
38. Perlunya peningkatan kesiapsiagaan
dan respon terhadap EAD dan TAD
• Respon terhadap EAD/TAD dan READ:
– Penguatan sistim kesehatan hewan dengan meningkatkan
hasil skor OIE PVS dan memperhatikan pertimbangan dalam
‘gap analysis’;
– Penguatan deteksi dini (early detection) dan respon
cepat (rapid response);
– Penguatan biosafety dan biosecurity.
• Pelaksanaan ‘Good veterinary governance’ (siskeswannas
yang dibiayai secara berkelanjutan, tersedia secara universal,
dan dijalankan secara efisien tanpa sisa atau duplikasi, dengan
cara yang transparan dan bebas kecurangan atau korupsi).