1. Pembangunan Kerangka Sistem Kesehatan
Hewan Akuatik di Indonesia
(The Development of a Framework of Aquatic
Animal Health Services in Indonesia)
Drh. Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD
Presentasi dan diskusi di:
Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
21 September 2015
2. Daftar isi dokumen
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Perikanan dan Aquakultur
1.2 Pengelolaan Kesehatan Hewan Aquatik
BAB II. JUSTIFIKASI TEKNIS
2.1 Sumberdaya Perikanan dan Aquakultur di
Indonesia
2.2 Situasi Penyakit Hewan Aquatik di Indonesia
2.3 Tantangan Global Aquakultur
BAB III. RANCANGAN “AQUATIC
ANIMAL HEALTH SERVICES” (AAHS)
3.1 Misi AAHS
3.2 AAHS di Negara Lain
3.3 Komponen Kunci AAHS
3.4 Peran OIE Dalam AAHS
3.5 Otoritas Kompeten
3.6 Kualitas AAHS
BAB IV. PENINGKATAN KAPASITAS
AAHS
4.1 Sumberdaya Manusia, Fisik dan Finansial
4.2 Kewenangan dan Kapabilitas Teknis
4.3 Interaksi Dengan Pihak Terkait
4.4 Akses Pasar
Pembangunan Kerangka Sistem
Kesehatan Hewan Akuatik
di Indonesia
3. Perikanan dan Aquakultur
• Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan atau
negara maritim terbesar di dunia
• 70% dari sumber protein berasal dari hewan aquatik
• 20% dari PDB dihasilkan dari industri perikanan dan
industri lain yang terkait dengan bidang kelautan
• Produksi tahun 2013 = 20,7 juta ton (negara produsen
peringkat ke-3 dunia)
• Nilai ekspor tahun 2013 = 1,25 miliar ton, nilai = US$ 4,18
miliar; nilai impor = 353,40 juta ton, nilai US$ 457,24 juta
• Tingkat konsumsi ikan per kapita/tahun = 35,21 kg
• Sumbangan protein ikan dalam total asupan protein
hewani rakyat Indonesia per kapita/hari = 10,73 gr
4. Pengelolaan Kesehatan Hewan Aquatik
• Salah satu faktor penghambat pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya perikanan dan aquakultur adalah
penyakit hewan aquatik
• Penyakit yang sulit ditanggulangi bukan hanya mengancam
kelestarian sumberdaya perikanan dan aquakultur, tapi juga
mengganggu pertumbuhan, dan pada gilirannya akan
mempengaruhi produksi, perdagangan, ketenagakerjaan,
lingkungan, dan pembangunan ekonomi
• Wabah penyakit akan terus mengancam dan membatasi
pertumbuhan, kecuali apabila ada penguatan tata
pemerintahan (governance) dari suatu sistem kesehatan
hewan aquatik nasional (aquatic animal health services)
5. Sumberdaya Perikanan dan Aquakultur
di Indonesia
• Produksi ikan bersirip (finfish) relatif cukup besar dari
marikultur, yang bergantung pada tambak air payau
• Negara ke-4 terbesar di dunia di subsektor budidaya
udang laut (marine shrimp)
• Negara terbesar ke-2 di dunia dalam produksi perikanan
tangkap laut dan negara terbesar ke-7 dalam produksi
perikanan tangkap darat
• Produksi tanaman air Indonesia (aquatic plants) = 27,4%
dari total produksi dunia
• Produksi budidaya rumput laut (seaweed) dengan
ekspansi yang sangat mengesankan
6. Produksi 15 top negara produsen perikanan
pangan pada tahun 2012
Negara
Ikan bersirip
Krustasea
(ton)
Moluska
(ton)
Spesies
lain (ton)
Total
nasional
(ton)
% total
dunia
Aquakultur
darat (ton)
Marikultur
(ton)
China 23.341.134 1.028.399 3.592.588 12.343.169 803.016 41.108.306 61,7
India 3.812.420 84.164 299.926 12.905 ... 4.209.415 6,3
Vietnam 2.091.200 51.000 513.100 400.000 30.200 3.085.500 4,6
Indonesia 2.097.407 582.077 387.698 ... 477 3.067.660 4,6
Bangladesh 1.525.672 63.220 134.174 ... ... 1.726.066 2,6
Norwegia 85 1.319.033 ... 2.001 ... 1.321.119 2,0
Thailand 380.986 19.994 623.660 205.192 4.045 1.233.877 1,9
Chili 59.527 758.587 ... 253.307 ... 1.071.421 1,6
Mesir 1.016.629 ... 1.109 ... ... 1.017.738 1,5
Myanmar 822.589 1.868 58.981 ... 1.731 885.169 1,3
Filippina 310.042 361.722 72.822 46.308 ... 790.894 1,2
Brazil 611.343 ... 74.415 20.699 1.005 707.461 1,1
Jepang 33.957 250.472 1.596 345.914 1.108 633.047 1,0
Korea 14.099 76.307 2.838 373.488 17.672 484.404 0,7
A.S. 185.598 21.169 44.928 168.329 ... 420.024 0,6
Total 36.302.688 4.618.012 5.810.835 14.171.312 859.254 61.762.101 92.7
Wilayah dunia
lainnya
2.296.562 933.893 635.983 999.426 5.288 4.871.152 7,3
Total dunia 38.599.250 5.551.905 6.446.818 15.170.738 864.542 66.633.253 100
Sumber: FAO, 2014. The State of Fisheries and Aquaculture: Opprotunities and Challenges.
7. Produksi akuakultur rumput laut, ikan, udang
dan ikan hias 2010-2014
3,91
5,17
6,51
9,29
10,231,98
2,39
2,74
3,37
3,69
0,38
0,37
0,42
0,64
0,59
0,60
0,94
0,94
1,04
1,19
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
2010 2011 2012 2013 2014
Ikan Hias (milyar
ekor)
Udang (juta ton)
Ikan (juta ton)
Rumput Laut (juta
ton)
8. Wabah penyakit hewan aquatik yang pernah
dilaporkan di Indonesia
No. Spesies Nama Penyakit Kejadian tahun Referensi
1. Ikan tawes Ichthyophthirius
multifiliis
1932 Sachlan, 1952
2. Ikan mas Lernaea cyprinacea 1970 Gunawan H., 2013
3. Ikan mas Myxobolus dp. 1974 Djajadiredja R. et al, 1983
4. Ikan mas, lele
dan ikan lainnya
Epizootic Ulcerative
Syndrome (EUS)
1980-1983 Gunawan H., 2013
5. Udang White spot disease 1995 Alifuddin M. et al, 2003
6. Ikan mas dan
koi
Koi Herpesvirus disease 2002-2005 FAO and DJPB, 2015
7. Udang Taura syndrome (TS) 2003 FAO and DJPB, 2015
8. Udang Infectious myonecrosis 2006 FAO and DJPB, 2015
9. Ikan Tilapia Streptococcus
agalactiae
2009 Lusiastuti A.M., 2014
9. Pengaruh multi aspek dan faktor-faktor yang
saling berkaitan terhadap kemunculan penyakit
• meningkatnya globalisasi perdagangan hewan aquatik & produknya;
• intensifikasi aquakultur lewat translokasi broodstock, postlarvae,
benur (fry) dan fingerlings;
• introduksi spesies baru untuk peningkatan perikanan dan aquakultur;
• pengembangan dan ekspansi perdagangan ikan hias;
• perbaikan wilayah-wilayah kelautan dan pesisir melalui stok hewan-
hewan aquatik yang dipelihara di pembibitan;
• tidak diantisipasinya interaksi negatif antara populasi perikanan
budidaya dan liar;
• buruk atau efektifnya implementasi tindakan biosekuriti;
• kesadaran yang lambat terhadap penyakit-penyakit baru;
• kesalahpahaman dan penggunaan yang tidak benar dari stok-stok
‘specific pathogen-free’ (SPF), misalnya untuk udang;
• perubahan iklim; dan
• semua lalulintas komoditi aquakultur yang dilakukan manusia.
Sumber: The Fish Site, 2010
10. Dampak kerugian ekonomi penyakit-penyakit
hewan aquatik utama di beberapa negara
Negara Nama penyakit Nilai kerugian Tahun Referensi
Malaysia Vibriosis US $7,4 miliar 1994 Bondard-Reantoso M.G. et al,
2005
Thailand Yellowhead disease (YHD) US $650 juta 1992 The Fish Site, 2010; FAO,
2001
China Penyakit udang US $420 miliar 1993 Bondard-Reantoso M.G. et al,
2005
Jepang Penyakit ikan laut US $114.4
miliar
1994-
1998
Bondard-Reantoso M.G. et al,
2005
Banglades
h
White spot disease (WSD) US $10 miliar 1996 Bondard-Reantoso M.G. et al,
2005
Inggris Infectious salmon anaemia US $37 juta 1998/199
9
FAO, 2005
Indonesia Koi herpes US $15 juta 2002 The Fish Site, 2010; FAO,
2005
11. Tantangan global aquakultur
• Kepedulian meningkat tentang dampak lingkungan terhadap
ekspansi aquakultur, termasuk perubahan masif dalam penggunaan
lahan, polusi air dengan bahan-bahan buangan dan penyebaran
penyakit (World Bank, 2013)
• Kekhawatiran bahwa perubahan iklim akan meningkatkan lebih
lanjut risiko penyakit bagi aquakultur lewat perubahan dalam
penyebaran, prevalensi dan virulensi agen patogen (bakteri, virus,
jamur dan parasit), dan perubahan dalam tingkat kepekaan spesies
hospes (Harvell C.D. et al, 1999)
• Proyeksi perubahan terhadap risiko penyakit baik bagi perikanan
dan aquakultur harus dipertimbangkan dalam skenario ke depan.
Tidak selalu mudah, mengingat respon terhadap penyakit-penyakit
endemik, eksotik dan agen patogen aquatik baru muncul (emerging
aquatik pathogens) tidak diketahui secara baik (CIAT, 2014)
12. Aquatik Animal Health Services (AAHS)
AAHS
Kesejah-
teraan
hewan
aquatik
Kesehatan
hewan
aquatik
Ketahanan
pangan
Keamanan
pangan
Kesehatan
manusia
MISI:
“meningkatkan kesehatan,
kualitas dan daya saing
pasar hewan aquatik dan
produk aquatik dengan
mencegah, mengendalikan
dan/atau memberantas
penyakit-penyakit hewan
aquatik, serta memantau
dan mempromosikan
kesehatan hewan aquatik
dan produktivitas.”
13. Definisi OIE – AAHS dan VS
• Aquatic Animal Health Services:
– kelembagaan pemerintah dan non-pemerintah
yang menerapkan tindakan-tindakan kesehatan
dan kesejahteraan hewan serta standar-
standar dan rekomendasi-rekomendasi lainnya
yang tercantum dalam Aquatic Code di
seluruh wilayah negara.
• Veterinary Services:
– kelembagaan pemerintah dan non-pemerintah
yang menerapkan tindakan-tindakan kesehatan
dan kesejahteraan hewan serta standar-
standar dan rekomendasi-rekomendasi lainnya
yang tercantum dalam Terrestrial Code di
seluruh wilayah negara.
Komunikasi, suatu
disiplin penting dan
kritis bagi operasi
AAHS, oleh
karenanya perlu
komunikasi yang
erat antara AAHS
dan VS (khususnya di
negara dimana AAHS
terpisah dan
independen dari VS)
Chapter 3.2. Article 3.2.1.
Aquatic Code
14. Deklarasi Panama - 28-30 Juni 2011
AAHS di negara anggota OIE, apakah menjadi
bagian dari VS atau tidak, seringkali mengalami
keterbatasan sumberdaya manusia dan finansial,
termasuk legislasi, untuk melaksanakan program-
program AAHS yang efisien (OIE Global
Conference on Aquatic Animal Health)
15. AAHS di negara lain
• AAHS di bawah tanggung jawab VS.
Contoh: Australia
• AAHS tidak di bawah tanggung jawab
satu lembaga, tetapi beberapa
lembaga. Contoh: Amerika Serikat
• AAHS dibawah lembaga yang
bertanggung jawab dalam inspeksi
dan pengendalian mutu pangan.
Contoh: Kanada dan Inggris
• Urusan produk hewan aquatik untuk
ekspor dan untuk konsumsi manusia
dilakukan oleh lembaga tersendiri.
Contoh: Vietnam
AAHS di dunia sangat
bervariasi dan bahkan
kadang-kadang cukup
rumit untuk dipelajari,
sehingga sulit
mengadopsi struktur
kelembagaan dan
sistem yang persis
sama
16. Perbandingan kelembagaan dan manajeman
AAHS di negara lain
Negara Penanggung Jawab AAHS Manajemen AAHS di tingkat nasional
Australia Department of Agriculture - Chief of Veterinary Office
- Animal Health Committe
- Sub-Committe on Aquatic Animal Health
Kanada 1. Canadian Food and Inspection Agency
2. Department of Fisheries and Oceans Canada
- Animal Health Directorate
- Aquatic Animal Health Division
- Fish, Seafood and Production Division
- Aquatic Animal Health Committe
Inggris Department of Environment, Food & Rural Affairs - Fish Health Inspectorate and EnvironmentAgency
- Centre for Environment, Fisheries and
Aquaculture Science
Amerika
Serikat
1. US Department of Agriculture
2. US Department of Interior Fish and Wildlife
Services
3. US Department of Commerce National
Oceanic and Atmospheric Administration
- Joint Subcommittee on Aquaculture
- National Advisory Committee for Aquatic Animal
Health
Vietnam Ministry of Agriculture and Rural Development - Department of Animal Health
- Directorate of Fisheries
- National Agro-Forestry- Fisheries Quality
Assurance Department
17. Komponen kunci AAHS
1) Otoritas kompeten (competent authority);
2) Legislasi;
3) Komite penasehat nasional (national advisory
committee);
4) Tenaga-tenaga ahli terakreditasi di bidang kesehatan
hewan aquatik;
5) Jaringan laboratorium diagnostik;
6) Karantina dan sertifikasi kesehatan;
7) Pendidikan dan pelatihan;
8) Penelitian; dan
9) Rencana strategis nasional kesehatan hewan aquatik
18. Rencana strategis nasional
1. Daftar penyakit aquatik yang harus dilaporkan;
2. Surveilans, monitoring dan deteksi dini;
3. Pencegahan, pengendalian & pemberantasan penyakit hewan aquatik;
4. Sistem pelaporan penyakit;
5. Pengawasan obat dan bahan kimia;
6. Pengujian residu;
7. Penilaian kualitas air;
8. Pengawasan keamanan pakan hewan aquatik;
9. Kesehatan masyarakat veteriner/keamanan pangan;
10. Kesiapsiagaan dan rencana;
11. Analisa risiko impor;
12. Inpeksi, akreditasi dan sertifikasi;
13. Zoning dan kompartementalisasi
14. Kesejahteraan hewan aquatik; dan
15. Patogen baru muncul
19. Peran OIE Dalam AAHS
• Standar-standar untuk perbaikan
kesehatan dan kesejahteraan hewan
aquatik dari perikanan budidaya di seluruh
dunia, dan keamanan perdagangan
internasional hewan aquatik dan produknya
• Standar untuk diagnosis penyakit-penyakit
yang terdaftar dalam Aquatic Code. Manual
ini juga digunakan dalam memfasilitasi
sertifikasi kesehatan untuk perdagangan
hewan aquatik dan produknya
20. Performance of Veterinary Services (PVS)
TUJUAN:
• membantu AAHS dalam mengembangkan
kinerja ke tingkat yang lebih baik;
• mengidentifikasikan kesenjangan dan
kelemahan dari kemampuan AAHS untuk
memenuhi standar-standar OIE;
• membentuk suatu visi bersama (shared
vision) dengan para pemangku
kepentingan/pihak -pihak terkait (termasuk
sektor swasta); dan
• mengembangkan prioritas-prioritas dan
menjalankan inisiatif stratejik.
21.
22. Otoritas Kompeten (Competent Authority)
• Definisi OIE: “Otoritas Veteriner atau Otoritas Pemerintah
lainnya yang memiliki tanggung jawab dan kompetensi
dalam memastikan atau mensupervisi pelaksanaan
tindakan-tindakan kesehatan dan kesejahteraan hewan
aquatik, sertifikasi kesehatan internasional serta standar-
standar dan rekomendasi-rekomendasi yang tercantum
dalam Aquatic Code di seluruh negara.”
• Urusan kesehatan hewan aquatik di Indonesia ditangani
oleh 2 kelembagaan eselon 1 di bawah KKP yaitu:
1. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) khususnya
Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan (Ditkesling); dan
2. Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan
Hasil Perikanan (BKIPM)
23. Perlu reorientasi dan distribusi fungsi !!
DJPB
BKIPM
Hewan aquatik vs
Produk hewan aquatik
Konsumsi manusia vs
non-konsumsi
Aquakultur vs non-
aquakultur
KATEGORI FUNGSI
1) Penanganan penyakit hewan aquatik domestik; dan
2) Pengendalian ekspor/impor dan lalu lintas domestik
hewan aquatik dan produknya
24. KATEGORI FUNGSI
Penanganan penyakit
hewan aquatik domestik
Pengendalian ekspor/impor
dan lalu lintas domestik
hewan aquatik dan
produknya
No. Kegiatan DJBP DITKESLING BKIPM
1. Penyiapan legislasi dan regulasi X Xa
2. Pengujian diagnostik penyakit X Xb
3. Aktif surveilans X -
4. Pasif surveilans dan notifikasi penyakit Xc -
5. Epidemiologi dan penilaian risiko (risk assesment) X -
6. Monitoring biosekuriti unit usaha peternakan X -
7. Pengendalian ekspor/impor - X
8. Monitoring dan pengujian residu X -
9. Pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit
hewan aquatik
X -
10. Sistem pelaporan penyakit X Xd
11. Pengawasan obat dan bahan biologik X -
12. Penilaian kualitas air X Xe
13. Pengawasan keamanan pakan hewan aquatik X -
14. Kesehatan masyarakat aquatik veteriner X Xf
15. Kesiapsiagaan dan rencana darurat X -
16. Analisa risiko impor - X
17. Inspeksi, akreditasi dan sertifikasi X Xg
18. Zoning dan kompartementalisasi X Xh
19. Kesejahteraan hewan aquatik X Xi
20. Patogen baru muncul (emerging pathogen) X -
21. Perkarantinaan dan pengendalian perbatasan (border control) - X
Kewenangan dan tanggung
jawab kegiatan yang berkaitan
dengan AAHS di Indonesia
25. Kewenangan dan tanggung Jawab
Otoritas Kompeten dalam konteks NASIONAL
1) Membangun sistem deteksi dini dan membuat persyaratan impor hewan
aquatik dan produknya untuk mencegah introduksi penyakit hewan aquatik ke
wilayah negara
2) Mengotorisasi penerbitan sertifikat kesehatan hewan untuk hewan aquatik dan
produknya yang ditandatangani oleh pejabat kompeten untuk perdagangan
dalam negeri;
3) Membuat dan menerapkan peraturan penggunaan obat hewan aquatik dan
bahan biologik, pakan hewan aquatik, pengendalian penyakit hewan aquatik,
dan aspek keamanan pangan yang berhubungan dengan hewan aquatik hidup
di unit usaha peternakan
4) Menerbitkan sertifikat zona dan/atau kompartemen bebas penyakit untuk
tujuan perdagangan
5) Menetapkan dan mendeklarasi kejadian wabah penyakit berdasarkan bukti-
bukti ilmiah dari hasil investigasi
6) Membuat rencana darurat dan mengimplementasikannya apabila terjadi
introduksi penyakit eksotik atau patogen baru
26. Kewenangan dan tanggung Jawab
Otoritas Kompeten dalam konteks NASIONAL
7) Memberikan persetujuan dan mensupervisi apabila akan dilakukan
pembunuhan massal hewan aquatik untuk kepentingan pengendalian
penyakit atau dalam situasi dimana terjadi jumlah kematian yang luar biasa;
8) Mengendalikan secara resmi importasi patogen, baik kultur, material patologik
atau bentuk lainnya untuk menjamin pengamanan terhadap potensi risiko
yang ditimbulkan oleh patogen tersebut telah dijalankan;
9) Memberikan otorisasi bagi agen antimikrobial yang akan dipasarkan dan
membuat pedoman mengenai pengumpulan informasi yang diperlukan untuk
mengevaluasi penggunaan agen mikrobial;
10) Membuat standar minimum untuk kesejahteraan ikan selama transportasi dan
memastikan pemenuhan implementasi dari standar tersebut, termasuk
akreditasi perusahaan transportasi.
27. Kewenangan dan tanggung Jawab
Otoritas Kompeten dalam konteks INTERNASIONAL
1) Melakukan komunikasi langsung dengan OIE dalam hal notifikasi wabah
penyakit dan informasi epidemiologik
2) Mengotorisasi penerbitan sertifikat kesehatan hewan internasional untuk
hewan aquatik dan produknya yang ditandatangani oleh pejabat kompeten
untuk ekspor
3) Menginformasikan ke OIE mengenai lokasi zona atau kompartemen yang
bebas suatu penyakit tertentu, kriteria penetapannya serta persyaratan untuk
mempertahankan status bebas tersebut
4) Menotifikasi kepada Otoritas Kompeten negara mitra dagang apabila setelah
ekspor berlangsung terjadi potensi penyakit atau dampak epidemiologik bagi
negara pengimpor, sehingga dapat dilakukan tindakan inspeksi atau pengujian
seperlunya untuk mencegah atau membatasi penyebaran penyakit atau
gangguan lain yang lebih buruk
28. Hubungan Otoritas Kompeten
dengan Otoritas Veteriner
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan
NATIONAL FOCAL POINT
• Animal disease notification
• Wildlife
• Aquatic animal diseases;
• Veterinary products;
• Animal production food safety
• Animal welfare
Accredited Delegates
-Otoritas Veteriner
-Otoritas Kompeten
29. National Focal Point for Aquatic Animal Diseases
1) Membangun jejaring tenaga-tenaga ahli di bidang kesehatan
hewan aquatik
2) Membangun dialog dengan Otoritas Kompeten dan memfasilitasi
kerjasama dan komunikasi otoritas lainnya yang relevan
3) Di bawah otoritas ‘Delegate’. mendukung pengumpulan dan
pengiriman informasi ke OIE melalui WAHIS
4) Bertindak sebagai ‘contact point’ dengan OIE Animal Health
Information Department
5) Menerima laporan dari Aquatic Animal Health Standard
Commission dan laporan lainnya yang relevan, dan melakukan
proses konsultasi internal (in-country consultation); dan
6) Menyiapkan komentar-komentar bagi ‘Delegate’ untuk laporan
yang dibahas dalam pertemuan, termasuk tentang usulan baru
atau perbaikan standar-standar OIE hewan aquatik
30. PVS Tool: Aquatic
PVS
Sumberdaya
Manusia,
Fisik dan
Finansial
Kewenangan
dan
Kapabilitas
Teknis
Interaksi
dengan
Pihak-pihak
Terkait
Market
Access
4 komponen dasar
38 kompetensi
kritis (critical
competencies)
5 tingkat
kemajuan
(levels of
advancement)
11 13
Akses
Pasar
6
8
31. Tingkat kemajuan (levels of advancement)
Level of advancement 5 – Memenuhi standar OIE secara penuh
Level of advancement 4
Level of advancement 3
Level of advancement 2
Level of advancement 1
Tidak memenuhi standar OIE
Informasi progresif dan komplementer terkait dengan
pemenuhan standar-standar OIE
5 tingkat kemajuan (level of advancement) yang sifatnya
kualitatif untuk setiap kompetensi kritis (critical competencies)
Tingkatan yang lebih tinggi diasumsikan telah memenuhi
tingkat-tingkat sebelumnya
35. Tenaga Profesional dan Teknis
Boks 2: Definisi OIE
Dokter hewan (veterinarian) adalah:
“seseorang dengan pendidikan yang sesuai, diregistrasi atau
dilisensi oleh badan statuta veteriner (veterinary statutory body) dari
suatu negara untuk menjalankan praktek kedokteran hewan/sains
veteriner di negara tersebut.”
Tenaga profesional kesehatan aquatik (aquatic animal health
professional) adalah:
“seseorang, untuk tujuan Aquatic Code, diberikan kewenangan oleh
Otoritas Kompeten untuk menjalankan sejumlah tugas yang telah
ditentukan di suatu wilayah dan memiliki kualifikasi dan pelatihan
untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut.”
Badan Statuta Veteriner (Veterinary Statutory Body) adalah:
“suatu otoritas otonom yang meregulasi para dokter hewan dan
tenaga para-profesional.”
36. Kualitas SDM
• Dokter hewan dan tenaga Profesional Kesehatan Aquatik
(kualifikasi universitas)
Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila AAHS memiliki
prosedur manajemen yang efektif untuk menilai kinerja
(performance assessment) para dokter hewan dan
tenaga profesional kesehatan hewan aquatik
• Tenaga Profesional Kesehatan Aquatik (kualifikasi non-
universitas)
Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila AAHS memiliki
prosedur manajemen yang efektif untuk penunjukan
resmi (formal appointment) dan penilaian kinerja
37. Dokumentasi yang diperlukan mengenai jumlah
personil yang mendukung AAHS sebagai berikut:
1) Jumlah dokter hewan dan tenaga profesional kesehatan hewan
aquatik pemerintah di instansi pusat dan daerah, serta
laboratorium di tingkat nasional dan daerah (beserta jenjang
pendidikannya)
2) Jumlah tenaga teknis pemerintah lainnya (non-veteriner) di
tingkat sarjana
3) Jumlah tenaga menengah lainnya di instansi pusat dan daerah,
serta laboratorium di tingkat nasional dan daerah (baik yang
menangani tugas-tugas terkait AAHS seperti administrasi,
komunikasi, teknologi informasi, transportasi dlsbnya).
4) Jumlah dokter hewan swasta yang diotorisasi oleh Otoritas
Kompeten untuk melakukan fungsi-fungsi terkait kesehatan
hewan aquatik yang ditugaskan secara resmi kepada mereka
(apabila ada).
38. Kompetensi Dokter Hewan atau Tenaga Profesional
Kesehatan Hewan Aquatik & Tenaga Teknis Lainnya
• Dokter hewan dan tenaga Profesional Kesehatan Aquatik
(kualifikasi universitas)
Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila tugas, pengetahuan
dan sikap setiap dokter hewan atau tenaga profesional
kesehatan hewan aquatik diperbaharui, diharmonisasikan
dengan internasional atau dievaluasi secara berkala
• Tenaga Profesional Kesehatan Aquatik (kualifikasi non-
universitas)
Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila pelatihan yang
diterima harus merupakan standar yang seragam dan
dimungkinkan untuk dievaluasi dan/atau diperbaharui
secara berkala
39. Sertifikasi tenaga profesional
• Pemberian sertifikat bagi tenaga
profesional kesehatan hewan
aquatik (non dokter hewan)
ditetapkan oleh Otoritas Kompeten
• Standar profesional perlu
dikembangkan (contoh: NACA dan
AFS-FHS (Standards and
Procedures for Certification and
Recertification of Aquatic Animal
Health Inspectors” versi Nov 2009
• Pemberian sertifikat bagi dokter
hewan ditetapkan oleh Badan
Statuta Veteriner (Veterinary
Statutory Body)
• Standar profesional perlu
dikembangkan setelah melalui
Continuing Education and
Professional Development (CEPD)
di perguruan tinggi
40. Jumlah dokter hewan di DJPB, Badan
Penelitian dan Dinas Kabupaten
No. Nama instansi Jumlah
1. DJPB Ditkesling 2
2. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (Jepara) 1
3. Balai Perikanan Budidaya Air Payau (Situbondo) 1*
4. Balai Perikanan Budidaya Laut (Lombok) 1
5. Balai Perikanan Budidaya Air Payau (Ujung Batee) 1
6. Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (Mandiangin) 1
7. Balai Perikanan Budidaya Laut (Batam) 1
8. Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (Karawang) 1
9. Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (Serang) 4 (1*)
1. Puslitbang Perikanan Budidaya 1
2. Balai Besar Penelitian Budidaya Perikanan Air Laut (Bali) 2
3. Balai Penelitian Budidaya Perikanan Air Tawar (Bogor) 3
4. Balai Penelitian Budidaya Perikanan Air Payau (Maros) 1
1. Dinas Perikanan, Kelautan & Peternakan (Kabupaten Tangerang) 1
2. Dinas Perikanan, Kelautan & Peternakan (Kabupaten Karawang) 1
T O T A L 22
41. Jumlah dokter hewan di BKIPM
No. Nama institusi Jumlah
1. Sekretariat BKIPM 1
2. Balai Uji Standar KIPM (BUSKI) (Jakarta) 2
3. Balai Besar KIPM (Jakarta I) 2 (1*)
4. Balai Besar KIPM (Makassar) 1
5. Balai KIPM Kelas I (Denpasar) 1
6. Balai KIPM Kelas I (Surabaya I) 1
7. Balai KIPM Kelas I (Medan I) 1
8. Balai KIPM Kelas I (Balikpapan) 1
9. Balai KIPM Kelas I (Jakarta II) 1
11. Balai KIPM Kelas I (Surabaya II) 1
12. Balai KIPM Kelas II (Mataram) 1
13. Balai KIPM Kelas II (Palembang) 1
14. Balai KIPM Kelas II (Manado) 1
15. Balai KIPM Kelas II (Semarang) 1
16. Balai KIPM Kelas II (Banjarmasin) 1
17. Stasiun Karantina Ikan Kelas I (Batam) 2
18. Stasiun Karantina Ikan Kelas I (Jayapura) 1
TO T A L 20
42. Pendidikan berkelanjutan
• Tingkat kemajuan PVS = 5, AAHS harus memiliki
program pendidikan berkelanjutan (continuing education)
yang terus menerus diperbaharui yang
diimplementasikan terhadap setiap personil dan
efektivitasnya dievaluasi secara berkala
• Kurikulum fakultas kedokteran hewan multispesies, tetapi
hanya sedikit sekali tentang hewan aquatik
• Ketrampilan dan kompetensi aquatik veteriner diperoleh
dari pendidikan pasca sarjana, praktek kerja langsung
(on-the-job experience), dan pendidikan berkelanjutan
43. Independensi teknis
• Tingkat kemajuan = 5, apabila keputusan teknis hanya
didasarkan atas bukti ilmiah dan tidak berubah untuk
memenuhi pertimbangan non-ilmiah
Keputusan
teknis
Komersial Finansial
Hirarhikal
Politis
• Independensi teknis memerlukan analisis epidemiologi,
analisis ekonomi, analisa risiko dlsbnya
• Saran dan masukan dari Komisi Kesehatan Ikan dan
Lingkungan (Kepmen No. 17/KEPMEN-KP/2014)
44. Stabilitas Struktur dan
Kesinambungan Kebijakan
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila kebijakan dapat
dipertahankan berkesinambungan serta struktur dan
kepemimpinan AAHS stabil
• Ada Rencana dan kerangka strategis nasional yang tidak
terpengaruh oleh perubahan kepemimpinan politik
dan/atau perubahan struktur dan kepemimpinan AAHS
• Urusan pemerintah menyangkut kelautan dan perikanan
adalah urusan pilihan (UU No. 23/2014), namun penting
untuk menegaskan pembagian urusan kelautan dan
perikanan terkait AAHS di Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
45. Anggaran Operasional
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila anggaran untuk
semua aspek kegiatan mencukupi; semua pendanaan
tersedia dengan transparansi penuh dan memungkinkan
untuk independen teknis secara penuh, berdasarkan
analisa risiko dan/atau analisa biaya-keuntungan
• Informasi menyangkut alokasi total anggaran AAHS
dalam tahun fiskal berjalan dan dua tahun sebelumnya,
(Otoritas Kompeten nasional; komponen sub-nasional;
dan institusi relevan yang dibiayai pemerintah
• Informasi menyangkuta juga alokasi proporsional untuk
masing-masing kegiatan-kegiatan operasional dan
komponen-komponen program
46. Anggaran Darurat
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila perencanaan
anggaran AAHS dapat dibangun dengan sumberdaya
memadai dan aturan mengenai operasi terdokumentasi
dan disepakati bersama dengan pihak-pihak yang terlibat
• Ketersediaan anggaran darurat untuk antisipasi wabah
penyakit hewan aquatik merupakan salah satu prasyarat
untuk mengukur kapabilitas AAHS
• Pada dasarnya, sumber dan mekanisme pembayaran
untuk anggaran darurat tersebut sudah diidentifikasi
sebelum suatu kejadian wabah muncul
• Dana tersebut sudah harus tersedia begitu keadaan
darurat nasional dideklarasikan
48. Diagnosis Laboratorium
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila infrastruktur
laboratorium nasional tersebut dapat memenuhi kebutuhan
AAHS, berkelanjutan dan diaudit secara reguler
49. UPT Laboratorium
Nama laboratorium Jumlah
BPKIPM
Balai Uji Standar KIPM (BUSKI) 1
Balai Besar KIPM Karantina Ikan 2
Balai Karantina Ikan Kelas I 7
Balai Karantina Ikan Kelas II 5
Jumlah 15
DJPB Ditkesling
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) 1
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) 1
Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) 1
Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) 3
Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) 3
Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) 3
Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) 1
Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIUUK) 1
Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LPPIL) 1
Jumlah 15
50. Laboratorium penguji di KKP
• Ada 2 (dua) program ‘OIE twinning’:
o OIE Reference Laboratory Arizona University, Amerika Serikat
untuk penyakit-penyakit udang; dan
o National Research Institute of Aquaculture, Fisheries Research
Agency, Jepang untuk Koi herpes virus
o BUSKI sebagai laboratorium referensi nasional untuk
bidang karantina ikan, mutu dan keamanan hasil
perikanan
o UPT DJPB: 15 Balai
o UPT BKIPM: 15 Balai + 18 Stasiun Kelas I + 14 Stasiun
Kelas II
51. Dokumentasi informasi untuk mengetahui
kewenangan dan kapabilitas laboratorium
1) Sumberdaya manusia dan finansial yang dialokasikan
2) Daftar metodologi diagnosis yang bisa dilakukan
3) Daftar Laboratorium Referensi Nasional
4) Program kerjasama (twinning arrangement)
5) Program-program pengendalian mutu (quality control)
dan penilaian (atau validasi)
6) Prosedur dan standar akreditasi laboratorium swasta
7) Laporan berkala yang dipublikasikan
8) Prosedur penyimpanan dan pengambilan data dan
informasi mengenai penerimaan spesimen dan hasilnya.
9) Laporan kajian independen terhadap kapabilitas dan
pelayanan laboratorium oleh lembaga pemerintah/swasta
10) Rencana strategis dan operasional
52. Jaminan Mutu Laboratorium
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila seluruh laboratorium
yang digunakan pemerintah dan laboratorium swasta
menerapkan program-progam jaminan mutu yang
memenuhi standar-standar OIE, ISO-17025, atau
ekuivalen dengan pedoman standar jaminan mutu
• Pengenalan bersama (mutual
recognition) terhadap hasil-hasil
uji untuk perdagangan
internasional dan pemenuhan
standar-standar internasional
sperti ISO/IEC1 17025:2005
53. Dokumentasi jaminan mutu laboratorium
1) Penerapan rantai dingin (cold chain) dari sampel
laboratorium dan obat-obatan
2) Penerapan prosedur-prosedur jaminan mutu dan
program-program standarisasi metodologi uji dan uji
profisiensi, termasuk standarisasi reagen
3) Penunjukkan suatu Laboratorium Referensi Nasional
(National Reference Laboratory) untuk patogen tertentu
4) Sistem manajemen mutu laboratorium (laboratory
management system) meliputi elemen teknis, manajerial
dan operasional dari pengujian dan interpretasi hasil
pengujian
54. Analisa Risiko
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila konsisten menetapkan
tindakan sanitary yang akan dilakukan berdasarkan penilaian
risiko, dan mengkomunikasikan prosedur dan hasilnya secara
internasional, dengan memenuhi semua kewajiban sebagai
Negara Anggota OIE (termasuk perjanjian SPS WTO)
Identifikasi
bahaya
Penilaian
risiko
Manajemen
risiko
Komunikasi risiko
Penilaian risiko dapat dilakukan baik
secara kualitatif atau kuantitatif
55. Penerapan analisa risiko
• Proses analisa risiko impor (ARI) memerlukan juga hasil
evaluasi: (1) AAHS; (2) zoning dan kompartementalisasi
dan (3) sistem surveilans dari negara pengekspor
• Tidak semua importasi perlu ARI, apabila importasi dapat
dilakukan dengan standar-standar sanitary Aquatic Code
• Analisa risiko harus dibuat transparan, sehingga kepada
negara pengekspor diberikan alasan jelas dalam
memberlakukan persyaratan importasi/menolak importasi
• Ada regulasi tentang pedoman dan kategorisasi tingkat
risiko, tantangannya adalah bagaimana pedoman tersebut
dipraktekkan secara nyata dalam berbagai kondisi importasi
yang membutuhkan ARI dan mendokumentasikannya
56. Karantina dan Keamanan Lintas Batas
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila AAHS dapat
bekerjasama dengan negara tetangga dan negara mitra
dagangnya dalam membangun, mengaplikasikan dan
mengaudit prosedur karantina dan keamanan lintas batas
secara sistematik untuk penanganan semua risiko yang
diidentifikasi
• Pendekatan karantina adalah menggunakan
analisa risiko yang objektif
• Lebih sulit mengaplikasikan analisa risiko untuk
spesies aquatik dibandingkan hewan darat
• Sulit kuantifikasi risiko jika banyak informasi
yang relevan mengenai penyakit dan
epidemiologinya tidak tersedia
58. Surveilans Epidemiologi dan Deteksi Dini
• Surveilans terdiri dari 2 (dua)
kategori yaitu surveilans pasif
dan surveilans aktif
• Legislasi dan regulasi juga
harus memuat kewajiban untuk
membuat dan menjalankan
prosedur dan standar surveilans
epidemiologi seperti yang
diamanatkan dalam Chapter
3.1.2. Aquatic Code dan juga
Chapter 1.4. tentang surveilans
kesehatan hewan aquatik
59. Tujuan surveilans
1) mendemonstrasikan penyakit tidak ada atau absen
2) mengidentifikasikan kejadian penyakit yang
memerlukan notifikasi seperti yang ditetapkan dalam
Article 1.1.3. Aquatic Code
3) mendeterminasi kejadian atau distribusi penyakit
endemik, termasuk perubahan insidensi atau prevalensi
(atau faktor-faktor yang berkontribusi) untuk:
– menyediakan informasi bagi program-program
pengendalian penyakit domestik
– menyediakan informasi kejadian penyakit yang relevan
untuk digunakan oleh negara-negara mitra dagang untuk
melakukan penilaian risiko kualitatif dan kuantitatif
60. Surveilans pasif
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila AAHS melaksanakan
surveilans pasif sesuai dengan standar-standar OIE
untuk seluruh penyakit yang ada dalam daftar OIE
• Produsen dan pihak-pihak terkait lain menyadari dan
memenuhi kewajibannya dalam melaporkan dugaan dan
kejadian penyakit-penyakit yang harus dilaporkan
(notifiable diseases) ke AAHS
• AAHS secara reguler melaporkan ke produsen dan
pihak-pihak terkait lain dan komunitas internasional
(apabila diperlukan) mengenai penemuan-penemuan
dari program-program surveilans pasif yang dijalankan
61. Daftar penyakit OIE (OIE listed diseases)
dan kejadiannya di Indonesia
Nama Penyakit Tipe agen patogen
Pernah dilaporkan
di Indonesia?
Penyakit ikan
Epizootic haematopoetic necrosis Virus Tidak
Infection with Aphanomyces invadans (epizootic ulcerative syndrome) Jamur Ya
Infection with Gyrodactylus salaris Parasit Tidak
Infection with HPR-deleted or HPR0 infectious salmon anaemia virus Virus Tidak
Infection with salmonid alphavirus Virus Tidak
Infectious haematopoietic necrosis Virus Tidak
Koi herpesvirus disease Virus Ya
Red sea bream iridoviral disease Virus Ya
Spring viraemia of carp Virus Tidak
Viral haemorrhagic septicaemi Virus Tidak
Penyakit Krustasea
Crayfish plague (Aphanomyces astaci) Jamur Tidak
Infection with Yellowhead virus Virus Tidak
Infectious hypodermal and haematopoietic necrosis Virus Ya
Infectious myonecrosis Virus Ya
Necrotising hepatopancreatitis Bakteri Tidak
Taura syndrome Virus Ya
White spot disease Virus Ya
White tail disease Virus Ya
Penyakit Moluska
Infection with abalone herpesvirus Virus Tidak
Infection with Bonamia exitiosa Parasit Tidak
Infection with Bonamia ostreae Parasit Tidak
Infection with Marteilia refringens Parasit Tidak
Infection with Perkinsus marinus Parasit Tidak
Infection with Perkinsus olseni Parasit Tidak
Infection with Xenohaliotis californiensis Bakteri Tidak
Penyakit Amfibi
Infection with Batrachochytrium dendrobatidis Jamur Tidak
Infection with ranavirus Virus Tidak
62. Surveilans aktif
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila
AAHS melaksanakan surveilans aktif
sesuai dengan prinsip-prinsip ilmiah
dan standar-standar OIE untuk semua
penyakit hewan aquatik yang relevan
dan mengaplikasikannya terhadap
seluruh populasi yang peka. Program-
program surveilans dievaluasi dan
kewajiban sebagai Negara Anggota
OIE terpenuhi
63. Program surveilans
Sumber: FAO, 2005. FAO Fisheries Technical Paper 486.
Surveilans aktif
dilakukan DJPB
Ditkesling dengan
Program formal
65. Respon darurat
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila
mampu membangun rencana-rencana
darurat nasional (national contingency
plans) untuk semua penyakit hewan
aquatik yang mendapatkan perhatian
utama, termasuk aksi terkoordinasi
dengan Otoritas Kompeten lain yang
relevan, semua produsen dan pihak-
pihak terkait lainnya melalui suatu
rantai komando (chain of command).
Rencana tersebut diperbaharui, diuji
dan diaudit secara reguler
66. Rencana darurat (Contingency plan)
1) prosedur diagnosa di laboratorium referensi nasional;
2) konfirmasi diagnosa di suatu Laboratorium Referensi OIE;
3) Perintah diam di tempat bagi personil di lapangan;
4) Perintah disposal hewan-hewan aquatik yang mati;
5) Perintah untuk pemotongan yang memenuhi persyaratan sanitary;
6) Perintah untuk pengendalian penyakit di tingkat lokal;
7) Perintah untuk penetapan wilayah karantina dan zona surveilans;
8) Pengendalian lalulintas hewan aquatik;
9) Prosedur desinfeksi;
10) Prosedur pengosongan (fallowing);
11) Metoda surveilans untuk keberhasilan pemberantasan;
12) Prosedur pengisian kembali (re-stocking);
13) Isu-isu kompensasi;
14) Prosedur pelaporan;
15) Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness)
67. Pencegahan, Pengendalian dan
Pemberantasan Penyakit
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila AAHS mampu
mengimplementasikan program-program pencegahan,
pengendalian atau pemberantasan untuk seluruh
penyakit hewan aquatik yang relevan dengan melakukan
evaluasi saintifik terhadap efektivitas dan efisiensi yang
konsisten dengan standar-standar internasional OIE
• Gerakan vaksinasi ikan (Gervikan) adalah salah satu
program DJPB Ditkesling sejak tahun 2014 untuk
mencegah penyakit ikan dengan penggunaan vaksin
secara nasional pada sentra-sentra budidaya ikan
(Aeromonas hydrophilla, Vibrio sp, Streptococcus agalactiae,
Streptococcus iniae, Koi herpes virus (KHV), Viral nervous necrosis
(VNN) dan Iridovirus)
68. Daftar penyakit hewan aquatik penting
Nama Penyakit Penyebab Komoditas terserang
Koi herpes virus disease (KHV) Koi herpes virus Ikan Mas, Ikan Koi
Iridovirus disease Iridovirus Ikan Nila
Grouper iridoviral disease/
Sleepy grouper disease,
Lymphocystis disease virus
Iridovirus (Lymphocysti virus,
Megalocystivirus, Ranavirus)
Ikan Kerapu, Ikan Kakap Putih
Viral encephalopathy and
retinopathy
Betanodavirus (Nodaviridae) Ikan Kerapu, Ikan Kakap
White spot disease White spot syndrome virus Udang Windu, Udang Vaname
Infectious myonecrosis Infectious myonecrosis virus Udang Vaname
White tail disease (WTD) Macrobrachium rosenbergii
nodavirus (MrNV)
Udang Galah
Streptococcosis Streptococcus agalactiae Ikan Nila, Ikan Mas, Ikan Gurame
Streptococcus iniae Ikan Kakap Putih
Enteric Septicemia of Catfish Edwardsiela ictaluri Ikan Patin
Motil Aeromonas Septicemia Aeromonas hydrophilas Ikan Lele, Ikan Mas, Ikan Gurame,
Ikan Nila, Ikan Kakap Putih
Mycobacteriosis Mycobacterium fortuitum Ikan Gurame
Tenacebaculosis Tenacebaculum maritimum Ikan Kakap Putih
Ichthyophthiriasis Ichthyophthirius multifilis Semua jenis ikan air tawar
69. Keamanan pangan
1) Regulasi, otorisasi dan inspeksi dari unit usaha yang
memproduksi, memproses dan mendistribusikan pangan
yang berasal dari hewan aquatik.
– Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila regulasi, otorisasi dan inspeksi
dari unit-unit usaha yang relevan dilaksanakan sesuai dengan
standar-standar internasional di semua tempat (termasuk di
tempat budidaya)
2) Inspeksi pengumpulan, penyembelihan, pemrosesan dan
pendistribusian produk asal hewan aquatik
– Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila inspeksi, manajemen,
implementasi dan koordinasi dilaksanakan secara penuh sesuai
dengan standar-standar internasional untuk produk-produk hewan
aquatik di semua tingkatan distribusi (termasuk pasar nasional &
lokal dan penjualan langsung), termasuk informasi penyakit
70. Pengendalian sistem mutu dan keamanan
hasil perikanan (BKIPM)
• Permen PER.01/MEN/2007
• Permen PER/19/MEN/2010
– Kepmen 52/KEPMEN-KP/2013
• Ruang lingkup:
– Kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan
– Tempat pendaratan ikan
– Tempat pemasaran ikan
– Unit pembudidayaan ikan
– Unit pengumpul/suplier
– Unit pengolahan ikan
– Distribusi hasil perikanan
71. Perbandingan Permen PER.01/MEN/2007 dan
Permen PER/19/MEN/2010
No. Fungsi DJPB BKIPM
1. Otoritas Kompeten - (DJPPHP) +
2. HACCP - +
3 Berdasarkan prinsip Analisa Risiko + (tertulis saja) + (tertulis saja)
4. Pelimpahan kepada Dinas + -
5. Sertifikat kesehatan (unit usaha) - (DJPPHP) + (Kepala UPT)
6. Monitoring residu obat + +
7. Komisi Approval + +
8. Pengawas/Inspektur mutu + +
9. Laboratorium acuan +* +*
10. Laboratorium penguji +* +*
* OK membangun dan mengembangkan jaringan laboratorium
73. Komunikasi
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila AAHS mengembangkan
rencana komunikasi (communication plan) yang baik, dan
mensirkulasikan informasi ke pihak-pihak terkait secara aktif
dan reguler
• Komunikasi krisis (crisis communication) adalah:
– “proses mengkomunikasikan informasi seakurat
mungkin walaupun berpotensi tidak lengkap, ada
hambatan waktu pada kejadian suatu krisis.”
• Komunikasi wabah (outbreak communication) adalah:
– “proses mengkomunikasikan pada kejadian suatu
wabah. Komunikasi wabah meliputi juga notifikasi.”
74. Partisipasi Produsen dan Pihak Terkait
Lainnya Dalam Program Bersama
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila produsen dan pihak-
pihak terkait lainnya diorganisasikan secara formal untuk
berpartisipasi dalam mengembangkan program-program
bekerjasama dengan AAHS
• Struktur organisasi AAHS harus menguraikan hubungan
antara Kementerian dengan Otoritas Kompeten dan
AAHS
• Otoritas Kompeten harus memiliki pengaturan dengan
penyedia layanan yang relevan seperti universitas,
laboratorium, penyedia informasi, asosiasi profesi,
asosiasi komoditi, asosiasi produsen, dlsbnya
76. Penyiapan Legislasi dan Regulasi
• Legislasi merupakan suatu elemen dasar yang
mendukung tata pemerintahan yang baik (good
governance) dan menyediakan kerangka hukum untuk
selluruh kegiatan kunci AAHS
• Istilah OIE adalah ‘hewan aquatik’ yang pada dasarnya
tidak berbeda dengan penjelasan UU No. 16/1992, tetapi
dalam semua aturan yang ada digunakan istilah ‘ikan’
• Pengertian ‘karantina’ menurut UU No. 16/1992 dapat
dikatakan sejalan dengan OIE Aquatic Animal Health
Code dan juga Council Directive 80/2006/EC, namun
dalam interpretasi Indonesia bukan hanya
menggambarkan ‘tempat’ tetapi juga ‘tindakan’
77. Jumlah seluruh peraturan perundangan
terkait AAHS yang telah diterbitkan
Aspek pengaturan UU PP Perpres Permen Kepmen KepDirjen KepKa
BKIPM
PerKa
BKIPM
Usaha Budidaya, Perizinan Usaha,
Wabah Penyakit Ikan, Pelaporan dan
Pengendalian Penyakit Ikan
2 - - 3 2 - - -
Struktur Organisasi dan Fungsi - - 1 6 - - 1 -
Ekspor, Impor, dan Lalu Lintas
Domestik
1 1 - 18 2 - 7 -
Larangan pemasukan - - - 4 - - - -
Analisa Risiko Impor - - - 1 - 1 2 -
Surveilans dan Daftar Penyakit - - - 1 1 - 2 -
Laboratorium - - - - - 1 3 -
Sertifikasi Kesehatan Ikan - - - - - - 4 -
Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan
- - - 4 1 - - 1
Obat Ikan - - - 5 1 1 - -
Pakan Ikan - - - 1 1 1 - -
Wilayah Bebas Penyakit dan Tidak
Bebas Penyakit
- - - - 1 - 1 -
Penyakit Dapat Dikendalikan - - - - 2 - - -
T o t a l - 1 43 11 4 20 1
78. Definisi dalam Peraturan baru tentang AAHS
• Penunjukan, fungsi dan struktur organisasi dari Otoritas
Kompeten untuk pelaksanaan AAHS di Indonesia harus
dijabarkan secara jelas dalam peraturan baru tersebut
• Sejumlah istilah dalam Aquatic Code beserta definisinya,
contohnya seperti:
– hewan aquatik
– sistem pengelolaan kesehatan hewan aquatik
– Otoritas Kompeten
– zona dan ‘kompartemen’ perlu diperkenalkan dalam
peraturan baru tersebut
79. Peraturan baru terkait AAHS
• Otoritas Kompeten
• Registrasi unit usaha budidaya
aquakultur
• Impor dan ekspor hewan aquatik
dan produk hewan aquatik
• Lalulintas hewan aquatik dan
produk hewan aquatik di dalam
negeri
• Penyakit-penyakit hewan
aquatik eksotik dan endemik
(yang akan diatur dalam
regulasi)
• Surveilans dan monitoring
• Status bebas penyakit
• Zoning & kompartementalisasi
• Notifikasi wabah penyakit
hewan aquatik
• Respon darurat wabah penyakit
hewan aquatik
• Obat hewan aquatik dan bahan
biologik
• Residu
• Sertifikasi kesehatan hewan
aquatik
• Kesejahteraan hewan
• Kompetensi Dokter hewan dan
tenaga profesional kesehatan
hewan aquatik
• Sangsi/hukuman
80. Sertifikasi internasional
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila AAHS menjalankan
audit terhadap program-program sertifikasi, dalam
upaya untuk mempertahankan kepercayaan nasional
dan internasional terhadap sistem yang telah dibangun
• BKIPM telah menunjuk para pejabat penandatangan
(certifying official) di seluruh UPT di bawah
kewenangannya untuk menerbitkan dokumen tindakan
karantina, termasuk menandatangani sertifikat kesehatan
ikan untuk ekspor dan domestik (Keputusan Kepala
BKIPM No. 159/Kep-BKIPM/2014)
81. Pejabat penandatangan (certifying official)
1) Kewenangannya diberikan oleh Otoritas Kompeten dari
negara pengekspor untuk menandatangani sertifikat
internasional kesehatan hewan aquatik
2) Hanya sertifikasi hal-hal yang berada dalam jangkauan
pengetahuannya, atau dapat dibuktikan kemampuannya
oleh pihak lain yang diotorisasi oleh Otoritas Kompeten;
3) Hanya menandatangani pada waktu sertifikat sudah
lengkap dan benar; apabila suatu sertifikat ditandatangani
berdasarkan dokumen pendukung, pejabat tersebut harus
memverifikasi kepemilikan dari dokumentasi tersebut
sebelum menandatangani;
4) Tidak memiliki ‘konflik kepentingan’ dan independen dari
pihak-pihak komersial
82. Ekuivalensi dan Jenis Perjanjian
Sanitary Lainnya
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila AAHS bekerja aktif
dengan pihak-pihak terkait dan memperhitungkan
standar-standar internasional dalam mengejar
ekuivalensi dan jenis perjanjian sanitary lainnya dengan
mitra dagang
• Pendekatan yang berbeda untuk mencapai apa yang
disebut ‘tingkat perlindungan yang memadai’
(appropriate level of protection/ALOP) dari negara
pengimpor yang mengarah pada ekuivalensi
• Sejumlah instrumen global tersedia, baik yang sifatnya
sukarela (voluntary) ataupun wajib (obligatory)
83. Zoning dan kompartementalisasi
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila AAHS dapat
mendemonstrasikan dasar-dasar ilmiah untuk daerah
bebas penyakit dan dapat memperoleh pengakuan dari
negara-negara mitra dagang bahwa daerah bebas
penyakit tersebut memenuhi kriteria yang ditetapkan OIE
• Tingkat kemajuan PVS = 5, apabila AAHS dapat
mendemonstrasikan dasar-dasar ilmiah untuk
kompartemen bebas penyakit dan dapat memperoleh
pengakuan dari negara lain bahwa kompartemen bebas
penyakit tersebut memenuhi kriteria yang ditetapkan OIE
84. Saran peningkatan untuk AAHS
1. Legislasi dan regulasi:
a) Kaji ulang legislasi dan regulasi:
i. Perlu dibuat peraturan tentang tata hubungan kerja antara DJPB dan BKIPM
ii. Perlu ada sinkronisasi peraturan terutama dalam aspek surveilans, analisa
risiko, sertifikasi kesehatan hewan aquatik, pencegahan, pengendalian dan
pemberantasan penyakit hewan aquatik, pelaporan penyakit
iii. Perlu ada peraturan bersama tentang analisa risiko
b) Buat peraturan baru tentang sistem pengelolaan kesehatan
hewan aquatik
2. SOP dan Juklak/Juknis:
a) Kaji ulang dengan memperhatikan distribusi fungsi
b) Tingkatkan sesuai dengan standar-standar internasional
c) SOP yang sama untuk leboratorium UPT DJPB ditkesling dan
BKIPM
85. Saran peningkatan untuk AAHS (lanjt.)
3. Pengembangan sistem informasi yang terintegrasi
a) Bentuk unit yang mengelola data surveilans epidemiologi
b) Bangun interface antara Simpatik dan SIG HIK/HPIK
c) Laporan internasional melalui NFP for Aquatic Animal Diseases
4. Respon darurat (contingency planning):
a) Susun manual (contoh: Aquaplan Australia)
b) Buat mekanisme anggaran darurat (dalam keadaan ‘peace’)
c) Buat mekanisme kompensasi jika ada wabah
5. Pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit
a) Bangun ‘roadmap’ pemberantasan untuk setiap penyakit hewan
aquatik penting dengan target waktu dan progresif
b) Buat protokol untuk zona dan kompartemen bebas
86. Saran peningkatan untuk AAHS (lanjt.)
6. Analisa risiko:
a) Buat ‘risk assessment’ untuk ‘Transboundary aquatic animal
diseases (TAAD) yang menjadi ancaman bagi Indonesia
b) Tetapkan tim ARI bersama DJPB dan BKIPM
c) Dokumentasikan setiap ARI untuk transparansi
7. Keamanan pangan:
a) Rasionalisasi fungsi antara DJPB dan BKIPM:
i. Keamanan pangan dalam konteks PVS
ii. Montioring obat ikan, pakan dlsbnya
iii. Laboratorium acuan/laboratorium penguji
b) Pengaturan antimikrobial, khususnya pada pakan
c) Buat surveilans dan monitoring untuk antimikrobial