SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
Download to read offline
TUGAS MANDIRI
MATA KULIAH EVALUASI SISTEM DAN PENGELOLAAN AKUAKULTUR
(AKU)
IMPORT RISK ANALYSIS
OLEH
WIWIN KUSUMA ATMAJA PUTRA
(C1601222016)
SEKOLAH PASCASARJANA
DOKTOR ILMU AKUAKULTUR
BOGOR
2022
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan arus lalu lintas komoditas perikanan sebagai konsekuensi dari perdagangan
(nasional, regional & global) dan mobilitas manusia, perlu adanya langkah antisipatif yang
terencana dan terukur untuk memastikan tidak adanya peluang terbawanya (masuk-keluar)
patogen penyebab penyakit ikan yang berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi dan kesehatan
manusia, serta merusak kelestarian sumber daya perikanan. Hasil kajian epidemiologis telah
diketahui bahwa muncul dan berkembangnya beberapa penyakit ikan baru (new emerging disease)
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan dampak negatif dari
peningkatan volume dan frekuensi lalu lintas komoditas perikanan, baik antar daerah/wilayah
maupun negara.
Berdasarkan fakta tersebut, Indonesia sebagai salah satu negara anggota World Trade
Organization (WTO) memiliki hak untuk melindungi manusia, sumberdaya hayati perairan serta
lingkungannya dari ancaman penyakit ikan dan bahan pencemar berbahaya lainnya yang masuk
melalui 2 importasi komoditas perikanan sesuai ketentuan yang diatur dalam Sanitary and
Phytosanitary Measure (SPS) GATT-WTO. Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Hasil
Perikanan (BKIPM) merupakan otoritas kompeten yang memiliki tugas dan fungsi perkarantinaan
ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan berkewajiban mengambil peran strategis
dalam melindungi kelestarian sumberdaya perikanan dari ancaman hama penyakit ikan berbahaya,
menjamin kesehatan, mutu dan keamanan hasil perikanan, serta mengendalikan impor/pemasukan
komoditas perikanan berbasis scientific barrier sesuai ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan perjanjian SPS, suatu negara tidak dapat menolak importasi/pemasukan dari
negara/wilayah/zona lain tanpa alasan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu alat
yang dianjurkan untuk dijadikan alasan ilmiah bagi pengambil kebijakan dan keputusan
importasi/pemasukan komoditas perikanan adalah melalui instrumen Analisis Risiko Importasi
(ARI) dan/atau Analisis Risiko Penyakit Ikan (ARPI). International Aquatic Animal Health Code
2013, OIE menyebutkan bahwa dokumen ARPI merupakan hasil analisis secara menyeluruh
terhadap 4 komponen utama: (1). Identifikasi Bahaya, (2). Penilaian Risiko, (3). Manajemen
Risiko, dan (4). Komunikasi Risiko.
Proses analisis terhadap ke-4 komponen tersebut harus menerapkan prinsip-prinsip: (a).
dilaksanakan dalam suatu kerangka kerja yang bersifat konsultatif; (b). merupakan proses ilmiah
sehingga secara politik harus independen; (c). bersifat transparan dan terbuka; (d). konsisten baik
dengan kebijakan pemerintah dan kewajiban internasional Indonesia (ketentuan mengenai aplikasi
SPS dalam perjanjian World Trade Organization (WTO)); dan (e). harmonis dengan standar,
panduan dan rekomendasi internasional. Selain itu, proses ARPI juga tetap mengacu pada: (a).
kemungkinan masuk, menetap dan menyebarnya suatu patogen (penyakit ikan) yang terbawa
media pembawa di negara pengimpor; (b). kemungkinan patogen tersebut menimbulkan bahaya
bagi kehidupan atau kesehatan ikan, manusia serta lingkungan sekitarnya; dan (c). kemungkinan
berkembangnya bahaya tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam upaya untuk meningkatkan sistem perkarantinaan
ikan nasional yang komprehensif, prospektif, 3 kompatibel dan mampu berperan dalam menjaga
kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan, serta mampu sebagai filter pertama bagi masuk
dan tersebarnya penyakit ikan karantina perlu merevisi Surat Keputusan Kepala Badan KIPM
Nomor 337/KEP-BKIPM/2011 yang mengatur tentang Pedoman Analisa Risiko Hama dan
Penyakit Ikan, guna mengharmoniskan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta perubahan lingkungan strategis yang sedemikian cepat. Pedoman ARPI ini disusun sebagai
instrumen yang secara spesifik menganalisis risiko terhadap kemungkinan masuk, menetap dan
menyebarnya suatu penyakit ikan; dampak negatif terhadap ikan, manusia, dan lingkungan
sekitarnya; serta kemungkinan berkembangnya bahaya tersebut. Namun dapat pula diaplikasikan
dalam rangka: pemetaan penyakit ikan (geographical distribution); penerapan biosecurity pada
level unit usaha, kawasan/zona & nasional; surveilan penyakit ikan berbasis risiko (risk based
surveillance); antisipasi munculnya wabah penyakit ikan (disease emergence); serta penilaian
terhadap status penyakit ikan (HPI dan/atau HPIK). Sistem pengamanan pangan hewan di era
globalisasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 1. sistem pengamanan pangan hewan
Tujuan
Tujuan dari tugas ini adalah
1. Mengetahui bagaimana mekanisme import risk analysis
2. Mengetahui penerapan import risk analysis pada produk akuakultur
3. Mengetahui kesimpulan terkait penerapan import risk analysis yang telah dilakukan
PEMBAHASAN
Deskripsi dan Mekanisme Import Risk Analysis
Import Risk Analysis (Analisis Risiko Import (IRA)) artinya satu proses analisis yang
melibatkan penilaian risiko, pengurusan risiko, dan komunikasi risiko oleh pihak berwenang untuk
menentukan status biota maupun barang bukan asli Indonesia yang hendak di import apakah dapat
memberikan ancaman terhadap perikanan setempat. Sebelum masuk pada mekanisme import risk
analysis maka harus diketahui beberapa istilah, diantaranya:
1. Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) adalah semua hama dan penyakit ikan yang
belum terdapat dan/atau telah terdapat hanya di area tertentu di wilayah Republik Indonesia
yang dalam waktu relatif cepat dapat mewabah dan merugikan sosio ekonomi atau yang
dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
2. Hama dan Penyakit Ikan (HPI) adalah semua HPI selain HPIK yang sudah terdapat
dan/atau belum terdapat di wilayah Republik Indonesia yang dapat merusak, mengganggu
kehidupan, atau menyebabkan kematian ikan.
3. Ikan adalah semua biota perairan yang sebagian atau seluruh hidupnya berada di dalam air,
dalam keadaan hidup atau mati, termasuk bagian-bagiannya.
4. Pemasukan adalah memasukkan media pembawa dari luar negeri ke dalam wilayah
Republik Indonesia atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Republik Idonesia.
5. Area adalah meliputi daerah dalam suatu pulau, atau pulau, atau kelompok pulau di dalam
wilayah Republik Indonesia yang dikaitkan dengan pencegahan penyebaran hama dan
penyakit ikan.
6. Tindakan karantina ikan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah masuk dan
tersebarnya hama dan penyakit ikan karantina dari luar negeri dan dari suatu area ke area
lain di dalam negeri, atau keluarnya hama dan penyakit ikan dari dalam wilayah Republik
Indonesia.
7. Media pembawa adalah ikan dan/atau benda lain yang dapat membawa hama dan penyakit
ikan karantina.
8. Analisis risiko adalah rangkaian kegiatan untuk mengevaluasi peluang dan konsekuensi
biologis dan ekonomis dari pemasukan suatu komoditi ikan dari suatu negara atau antar
area di wilayah Negara Republik Indonesia.
9. Identifikasi Bahaya adalah proses identifikasi HPI yang berpotensi terbawa masuk bersama
media pembawa yang dilalulintaskan dan dapat menyebabkan bahaya terhadap kelestarian
sumber daya ikan.
10. Penilaian Risiko (Risk Assessment) HPI adalah proses penilaian terhadap peluang masuk
dan menyebarnya HPI serta konsekuensi yang berkaitan dengan kelestarian sumberdaya
ikan
11. Manajemen Risiko (Risk Management) HPI adalah penentuan pilihan pengelolaan risiko
HPI untuk menghilangkan atau mengurangi risiko masuk, menetap dan menyebarnya HPI
ke suatu area baru dengan strategi prequarantine, in quarantine dan post quarantine.
12. Komunikasi Risiko (Risk Communication) adalah suatu proses pengumpulan informasi
dan opini mengenai bahaya dan risiko dari pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan analisis
risiko, dan proses dimana hasil-hasil dari analisis risiko dan pengelolaan risiko yang
diusulkan dikomunikasikan kepada para pembuat kebijakan dan pihak-pihak yang terkait.
13. Appropriate Level of Protection (ALOP) adalah suatu tingkat perlindungan kesehatan yang
dianggap sesuai dan ditentukan oleh masing-masing negara untuk melindungi kehidupan
manusia, hewan, tumbuhan atau kesehatan dalam wilayahnya.
14. Risiko adalah peluang atau peluang kejadian dan penilaian besarnya konsekuensi dari suatu
kejadian buruk (wabah) terhadap kesehatan hewan dan manusia di suatu negara dalam
selang waktu.
Ruang lingkup dari Risk Analisis ini sendiri adalah Ruang lingkup dalam melakukan
analisis risiko terhadap HPI yang berpotensi masuk dan tersebar ke/di Wilayah Kesatuan Republik
Indonesia meliputi: Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, Manajemen Risiko, dan Komunikasi
Risiko (Gambar 2. )
Gambar 2. Risk Analisis
Kegiatan analisis risiko penyakit ikan dilakukan berdasarkan status negara wabah, jenis media
pembawa, dan patogennya, dilakukan dalam hal:
1. Belum pernah dilakukan analisis risiko penyakit ikan sebelumnya;
2. Sudah pernah dilakukan analisis risiko penyakit ikan tetapi terdapat perubahan status
penyakit ikan;
3. Adanya perubahan kebijakan pemerintah;
4. Terjadinya wabah penyakit ikan baru di suatu negara;
5. Diketahui adanya risiko penyakit ikan baru dari hasil penelitian;
6. Suatu penyakit ikan dilaporkan menjadi lebih merusak di suatu negara di luar negara
asalnya;
7. Adanya permintaan importasi terhadap suatu mikroorganisme yang berpotensi menjadi
penyakit ikan berbahaya;
8. Suatu organisme teridentifikasi sebagai vektor dari penyakit ikan lainnya, yang tidak
diketahui sebelumnya
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh untuk masing-masing tahapan tersebut, yaitu:
1. Menentukan ruang lingkup analisis risiko
2. Menyebutkan secara jelas tujuan dari analisis risiko.
3. Mengembangkan strategi komunikasi risiko.
4. Mengidentifikasi sumber-sumber informasi untuk analisis risiko.
5. Mengindentifikasi bahaya yang mungkin terkait dengan penyakit ikan yang menjadi
perhatian.
6. Melakukan penilaian risiko untuk memperkirakan tingkat risiko suatu penyakit ikan.
7. Menentukan manajemen risiko atau rekomendasi jenis tindakan sanitasi (sanitary
measures) sesuai tingkat risiko penyakit ikan.
Identifikasi bahaya (Hazard Identification)
Identifikasi bahaya melibatkan identifikasi agen patogen yang berpotensi menghasilkan
konsekuensi yang merugikan terkait dengan impor suatu komoditas. Bahaya yang diidentifikasi
adalah bahaya yang sesuai dengan spesies yang diimpor, atau dari mana komoditas tersebut
berasal, dan yang mungkin ada di negara pengekspor. Maka perlu untuk mengidentifikasi apakah
setiap bahaya adalah sudah ada di negara pengimpor, dan apakah itu penyakit yang terdaftar atau
tunduk pada kontrol atau pemberantasan dalam hal itu memastikan bahwa langkah-langkah impor
tidak melebihi batas perdagangan yang diterapkan di dalam negeri. Identifikasi bahaya merupakan
langkah pertama dalam rangkaian proses Analisis Risiko Penyakit Ikan. Kegiatan identifikasi
bahaya merupakan tahapan pengklasifikasian suatu pathogen (penyakit ikan) yang dikategorikan
sebagai “bahaya”. Identifikasi bahaya dimulai dengan pengumpulan data tentang jenisjenis
penyakit ikan yang telah ada dan kemungkinan terdapat pada suatu media pembawa tertentu di
suatu negara, namun belum terdapat di Indonesia atau sudah ada tetapi penyebarannya masih
terbatas.
Beberapa tahapan yang perlu dilakukan antara lain:
1. Tahap pertama adalah tentukan jenis penyakit yang akan diidentifikasi.
2. Tahap kedua adalah melakukan identifikasi apakah jenis penyakit tersebut telah ada di
wilayah Indonesia mengacu pada Lampiran Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia tentang penetapan status tidak bebas HPIK di wilayah
RI
3. Tahap ketiga adalah melakukan identifikasi ada tidaknya inang rentan atau potensial
untuk penyakit ikan tersebut di Indonesia.
4. Tahap keempat adalah melakukan identifikasi kecocokan habitat penyakit tersebut
dengan habitat di Indonesia.
5. Tahap kelima adalah mengidentifikasi tingkat virulensi atau patogenitas penyakit ikan
tersebut sesuai literatur yang dikumpulkan.
6. Tahap keenam adalah menyimpulkan atau menentukan potensi suatu penyakit.
Contoh tabel identifikasi penyakit seperti dibawah ini:
Penilaian Risiko (Risk Assessment)
Penilaian risiko merupakan suatu proses pengestimasian risiko yang dilakukan melalui
pengukuran secara kuantitatif terhadap adanya ancaman bahaya (hazard) dan konsekuensi
(dampak) risiko yang mungkin ditimbulkan apabila suatu penyakit masuk dan tersebar di dalam
wilayah Negara Republik Indonesia. Secara umum, proses penilaian risiko harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
 dilakukan berdasarkan informasi ilmiah yang tersedia;
 obyektif, terstruktur dan bersifat transparan;
 fleksibel dan dapat ditinjau ulang apabila informasi terbaru telah tersedia;
 konsisten dan harus dapat digunakan lagi oleh pengguna (operator) lainnya dengan
menggunakan kerangka kerja dan data yang sama; dan
 hasil yang diperoleh harus dapat merepresentasikan fungsi perlindungan
Penilaian secara kuantitatif ini merupakan suatu kegiatan penilaian dimana kemungkinan-
kemungkinan yang ditetapkan pada tahapan-tahapan dalam skenario dinyatakan dalam angka
sebagai perhitungan “deterministik”. Kegiatan penilaian secara kuantitatif ini bersifat sangat
kompleks, dan melibatkan proses pengembangan model matematis untuk menghubungkan
berbagai aspek epidemiologi dari agen penyakit. Masing-masing parameter risiko diberikan
rentang nilai antara 30, 60 atau 100 dan diberikan pembobotan tertentu sesuai dengan estimasi
risiko dan kemungkinan pengaruh dampak yang ditimbulkan secara keseluruhan. Adapun
parameter/kriteria yang dinilai dalam proses penilaian risiko adalah sebagai berikut:
1. Keberadaan Penyakit di Indonesia
2. Pengakuan Penyakit oleh OIE. OIE merupakan organisasi antar-pemerintah yang
mengoordinasi, mendukung dan mempromosikan pengendalian penyakit pada organisme
(hewan, ikan dan tumbuhan).
3. Inang Rentan
4. Kesesuaian Habitat Penyakit di Indonesia
5. Tingkat Virulensi atau Patogenitas Penyakit
6. Kemampuan Agen Penyakit Bertahan Hidup
7. Rentang Stadia Media Pembawa
8. Tingkatan Taksonomi Inang Rentan
9. Transmisi dan Penularan Penyakit
10. Tingkat Kesulitan Pengendalian Penyakit
11. . Epidemiologi
12. Tingkat Kesulitan Deteksi Penyakit
13. Dampak Penyakit.
14. Perlakuan/Pengobatan Penyakit
15. Rencana dan Anggaran Tanggap Darurat (Pengendalian) Penyakit
Berdasarkan hasil penilaian risiko seperti yang tercantum pada tabel 4 diatas, suatu agen penyakit
ikan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tingkatan risiko, yaitu risiko tinggi, risiko sedang dan risiko
rendah dengan ketentuan sebagai berikut:
 Suatu agen penyakit ikan dikategorikan memiliki RISIKO TINGGI apabila memiliki skor:
> 71 - 100.
 Suatu agen penyakit ikan dikategorikan memiliki RISIKO SEDANG apabila memiliki
skor: 50 - < 71
 Suatu agen penyakit ikan dikategorikan memiliki RISIKO RENDAH apabila memiliki
skor : < 50
Dibawah ini adalah salah satu tahapan-tahapan dalam analisis resiko dimulai dari
1. Membentuk tim proyek analisis risiko dalam otoritas yang kompeten
2. Tentukan ruang lingkup proyek (yaitu mendefinisikan secara tepat sifat & sumber
komoditi)
3. Membentuk kelompok kerja untuk analisis risiko spesifik
4. Melakukan identifikasi bahaya awal
5. Identifikasi stakeholders
6. Menginformasikan pemangku kepentingan proyek dan mencari komentar tentang
identifikasi bahaya awal
7. Melakukan Identifikasi Bahaya secara rinci
8. Melakukan penilaian risiko: Penilaian rilis, Penilaian eksposur, Penilaian konsekuensi dan
Estimasi risiko
9. Melakukan manajemen risiko: evaluasi risiko, evaluasi Opsi, implementasi, pemantauan
dan peninjauan
10. Melakukan Tinjauan dan revisi ilmiah internal dan eksternal
11. Mengedarkan analisis risiko yang direvisi kepada pemangku kepentingan untuk komentar
akhir dan revisi seperlunya
12. Menerapkan analisis risiko yang diselesaikan melalui kebijakan dan undang-undang
Manajemen Risiko (Risk Management)
Manajemen risiko HPI adalah proses pengambilan keputusan untuk menetapkan langkah-
langkah atau cara-cara meminimalkan risiko terhadap kemungkinan terintroduksi, menetap atau
tersebarnya suatu penyakit ikan ke dalam wilayah Indonesia. Tujuan dilakukan manajemen risiko
adalah untuk mengelola risiko penyakit secara tepat dengan mempertimbangkan berbagai
konsekuensi yang mungkin timbul. Manajemen risiko menggambarkan suatu proses
pengidentifikasian dan penerapan metode/hasil estimasi tertentu untuk mengurangi risiko-risiko
melalui penerapan tindakan-tindakan sanitari untuk melindungi kehidupan atau kesehatan
manusia, hewan, ikan, atau tumbuhan yang ada di dalam wilayah Negara Indonesia.
Dalam implementasinya, tindakan mitigasi risiko terhadap penyakit ikan harus zero-risk
sangat sulit ditentukan. Oleh karena itu, manajemen risiko diperlukan sebagai strategi pengelolaan
risiko, yang meliputi: prequarantine, in quarantine dan . Ketiga strategi ini tidak bersifat umum
untuk diterapkan terhadap seluruh kelompok agen penyakit dari negara pengekspor. Strategi
manajemen untuk setiap agen penyakit disesuaikan dengan data/deskripsi biologis agen penyakit
tersebut, dalam upaya meminimalkan risiko masuk dan tersebarnya agen penyakit ke Indonesia,
tanpa menghambat arus perdagangan media pembawa.
Pre-Quarantine Inspection
Tindakan pre-quarantine merupakan pelaksanaan tindakan karantina di negara pengekspor atau
dapat dilakukan di negara ketiga (intermediate quarantine). Upaya pencegahan dan pengendalian
terhadap HPIK/HPI tertentu yang berisiko terbawa melalui media pembawanya dapat dilakukan
tindakan karantina di negara asal dan/atau di negara ketiga sebelum media pembawa dikirim ke
dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
risiko, memperkecil risiko, maupun memindahkan risiko masuk dan tersebarnya HPIK/HPI
tertentu
In-Quarantine Inspection
Tindakan in-quarantine merupakan pelaksanaan tindakan karantina yang dilakukan petugas
karantina di tempat-tempat pemasukan, baik di dalam maupun di luar instalasi karantina yang
ditetapkan.
Post-Quarantine Inspection
Tindakan post quarantine merupakan strategi sebagai tindakan monitoring terhadap media
pembawa yang telah dilepas tetapi masih dilakukan pemantauan. Kemungkinan adanya faktor
kurang akurat yang dilakukan baik pada strategi pre-quarantine dan in-quarantine, sehingga
kemungkinan menyebabkan lepasnya HPIK didalam wilayah Republik Indonesia, maka perlu
segera dilakukan eradikasi darurat. Selanjutnya pemantauan terhadap kemungkinan adanya
temuan HPIK tetap dilakukan.
Komunikasi Risiko (Risk Communication)
Komunikasi risiko adalah proses yang melibatkan pertukaran informasi yang terbuka,
interaktif, iteratif, dan transparan tentang bahaya dan risiko terkait, serta tindakan mitigasi yang
diusulkan. Komunikasi risiko dilakukan di antara penilai/pengkaji risiko, pengelola risiko dan
pihak-pihak yang berpotensi terkena dampak dan/atau yang memiliki ketertarikan (stakeholders).
Hasil terbaik adalah yang mengurangi risko sampai dengan tingkat yang dapat diterima
(acceptable level), yang pada saat bersamaan meminimalkan persengketaan (disputes),
perselisihan pendapat dan tindakan yang diperlukan untuk mengelola risiko secara efektif.
Komunikasi risiko dapat mengarahkan pada pemahaman yang baik tentang dasar pemikiran dari
suatu keputusan tertentu. Stakeholders yang telah terlibat dalam proses pengambilan keputusan
sejak awal, kecil kecenderungannya untuk menentang hasilnya, terutama apabila kekhawatiran
mereka telah ditangani dengan baik
Identifikasi Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Proses Komunikasi Risiko
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi risiko atau sering disebut sebagai stakeholders,
antara lain meliputi Otoritas Kompeten KKP (BKIPM, Ditjen Budidaya, Ditjen PDSPKP),
importir dan eksportir, produsen, petani dan organisasi konsumen, akademisi dan lembaga ilmu
pengetahuan, serta media. Untuk memastikan dialog yang bermakna, seluruh stakeholders perlu
memahami analisis yang disusun. Selain itu, mereka juga memiliki hak untuk mengusulkan
pandangan yang berbeda dengan argumen yang kuat dan relevan terhadap analisis tersebut.
Rekomendasi yang dihasilkan dari analisis resiko dapat dilihat pada table dibawah ini:
Penerapan Import Risk Analysis pada Komoditi Akuakultur
Beberapa penggunaan import risk analysis pada bidang akuakultur dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:
Dari jurnal diatas terkait ikan asing invasif dapat ditarik kesimpulan kehadiran ikan asing
invasif akan merugikan ekosistem perairan dalam dua hal, yaitu: (1) sebagai pesaing relung
makanan dan habitat terhadap ikan asli, bahkan sering terjadi merupakan predator bagi ikan asli.
Karena ikan asing invasif ini menjadi pemangsa ikan asli dan ikan endemik; (2) sebagai
inang/pembawa berbagai penyakit yang sebelumnya tidak terdapat dalam ekosistem perairan yang
merupakan habitat ikan asli bahkan ikan endemik. Kedua hal ini seringkali mengubah komposisi
spesies dan struktur komunitas ikan, mendominasi dan menyingkirkan ikan asli dan ikan endemik.
Untuk mengetahui karakteristik suatu jenis ikan termasuk spesies ikan asing yang invasif,
beberapa kondisi pada ekosistem dapat diamati bila: (1) kelimpahan spesies introduksi yang baru
ditebar ternyata sangat tinggi, khususnya tingkat fekunditas tergolong tinggi; (2) masa atau waktu
yang dibutuhkan untuk regenerasi relatif singkat; (3) memiliki kemampuan menguasai beragam
habitat, atau dengan kata lain kisaran makanan sangat luas; serta (4) dilihat dari sisi keragaman
genetik tergolong sangat tinggi. Dengan karakteristik seperti ini, maka sangat jelas ikan asing
invasif akan berdampak menjadi pesaing spesies asli dan endemik yang mengisi relung ekologis
yang sama, akibat lanjut adalah mengganggu jejaring makanan. Alur dari pengambilan kebijakan
atau solusi dari permasalahan diatas dapat dilihat pada gambar dibawah ini;
Gambar 3. Diagram alir upaya pengendalian kehadiran ikan asing invasif
Jika ada potensi masuknya atau telah masuknya penyakit ikan dari luar maka beberapa tindakan
harus merujuk pada aturan pemerintah yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomot 13/PERMEN-KP/2019 tentang Pengendalian Penyakit Ikan meliputi tindakan
a. Survailen dan Monitoring;
b. analisis risiko (risk analisys);
c. penanganan penyakit Ikan; dan
d. tanggap darurat (emergency respons).
Analisis risiko (risk Analysis) dilakukan terhadap:
a. penyakit Ikan; dan
b. sifat bahaya Ikan.
Analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) peraturan menteri KP digunakan sebagai
persyaratan rekomendasi pemasukan Ikan atau produk perikanan dari luar negeri. Analisis risiko
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) meliputi:
a. identifikasi bahaya (hazard identification);
b. penilaian risiko (risk assesment);
c. pengelolaan risiko (risk management); dan
d. komunikasi risiko (risk communication).
Setelah dilakukannya analisis risiko (risk analysis) maka
1. Menteri berwenang untuk menerbitkan surat hasil analisis risiko.
2. Menteri mendelegasikan wewenang penerbitan surat hasil analisis risiko kepada Direktur
Jenderal.
Kemudian menurut Pasal 31
(1) Setiap Orang untuk memiliki surat hasil analisis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal, yang memuat:
a. nama komoditas/produk;
b. negara asal; dan
c. negara transit.
Kesimpulan Terkait Import Risk Analysis
Kesimpulan dari makalah terkait import risk analysis adalah setiap tahapan analisis risiko
dimulai dari identifikasi risiko, penilaian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko untuk
mendukung pentingnya analisis risiko yang dilakukan. Import risk analysis sangat penting
dilakukan untuk mengantisipasi masuknya penyakit yang belum ada di Indonesia khususnya
bidang akuakultur. Kebijakan keputusan hanya dapat diambil oleh pemerintah atau badan yang
didelegasikan oleh pemerintah disuatu negara dalam mengatasi potensi atau penyebaran penyakit
ikan pada akuakultur khususnya berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomot 13/PERMEN-KP/2019 tentang Pengendalian Penyakit Ikan
REFERENSI
Arthur, J.R., Baldock, C.F., Bondad-Reantaso, M.G., Perera, R., Ponia, B. & Rodgers, C.J. 2008.
Pathogen risk analysis for biosecurity and the management of aquatic animal movements,
In M.G. Bondad-Reantaso, C.V. Mohan, M. Crumlish. & R.P. Subasinghe, eds. Diseases
in Asian aquaculture VI, pp. 21-52. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila,
Philippines.
Diggles, B.K. 2002. Import risk assessment: juvenile yellowtail kingfish (Seriola lalandi) from Spencer Gulf
Aquaculture, South Australia. NIWA Client report: WLG 2002/03. (available at:
http://www.biosecurity.govt.nz/files/pests-diseases/animals/risk/yellowtailkingfish-ra.pdf
Ferson, S. 2005. Bayesian Methods in Risk Assessment. http://www.ramas.com/bayes.pdf
ICES. 1995. ICES Code of Practice on the Introductions and Transfers of Marine Organisms 1994.
International Council for the Exploration of the Sea, Copenhagen, 12 p.
OIE. 2000. International Aquatic Animal Health Code. Third edn. Office International des
Épizooties, Paris, 153 p.
Peeler, E.J., Reese, R.A. and Thrush, M.A. 2013. Animal Disease Import Risk Analysis–a Review
of CurrentMethods and Practice. Transboundary and Emerging Diseases. 62: 480–490
KKP.2019. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomot 13/PERMEN-
KP/2019 tentang Pengendalian Penyakit Ikan.

More Related Content

Similar to IMPORT RISK ANALYSIS.pdf

Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...
Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...
Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...Tata Naipospos
 
Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...
Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...
Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...Tata Naipospos
 
Rencana Kontinjensi LSD di Indonesia - Ditjen PKH & AIHSP - 6 Agustus 2021
Rencana Kontinjensi LSD di Indonesia - Ditjen PKH & AIHSP - 6 Agustus 2021Rencana Kontinjensi LSD di Indonesia - Ditjen PKH & AIHSP - 6 Agustus 2021
Rencana Kontinjensi LSD di Indonesia - Ditjen PKH & AIHSP - 6 Agustus 2021Tata Naipospos
 
Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...
Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...
Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...Tata Naipospos
 
Pengelolaan Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Dukungan Kerjasama PDHI dan KKP,...
Pengelolaan Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Dukungan Kerjasama PDHI dan KKP,...Pengelolaan Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Dukungan Kerjasama PDHI dan KKP,...
Pengelolaan Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Dukungan Kerjasama PDHI dan KKP,...Tata Naipospos
 
Kebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewan
Kebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewanKebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewan
Kebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewan232448
 
Kebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewan
Kebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewanKebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewan
Kebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewan232448
 
Kebijakan dan keamanan pangan asal hewan
Kebijakan dan keamanan pangan asal hewanKebijakan dan keamanan pangan asal hewan
Kebijakan dan keamanan pangan asal hewan232448
 
Kebijakan dan keamanan pangan asal hewan
Kebijakan dan keamanan pangan asal hewanKebijakan dan keamanan pangan asal hewan
Kebijakan dan keamanan pangan asal hewan232448
 
Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...
Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...
Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...Tata Naipospos
 
Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BKIPM, KKP, Jakarta, 12 Ju...
Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BKIPM, KKP, Jakarta, 12 Ju...Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BKIPM, KKP, Jakarta, 12 Ju...
Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BKIPM, KKP, Jakarta, 12 Ju...Tata Naipospos
 
KAJIAN RISIKO LINGKUNGAN UNTUK PENGGUNAAN AGEN HAYATI DI BIDANG PERTANIAN
KAJIAN RISIKO LINGKUNGAN UNTUK PENGGUNAAN AGEN HAYATI DI BIDANG PERTANIANKAJIAN RISIKO LINGKUNGAN UNTUK PENGGUNAAN AGEN HAYATI DI BIDANG PERTANIAN
KAJIAN RISIKO LINGKUNGAN UNTUK PENGGUNAAN AGEN HAYATI DI BIDANG PERTANIANRepository Ipb
 
Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021
Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021
Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021Tata Naipospos
 
30323286 makalah-monitoring-pulau-melur
30323286 makalah-monitoring-pulau-melur30323286 makalah-monitoring-pulau-melur
30323286 makalah-monitoring-pulau-melurlozer
 
Prinsip Zona dalam Perdagangan Hewan dan Produk Hewan - Februari 2016
Prinsip Zona dalam Perdagangan Hewan dan Produk Hewan - Februari 2016Prinsip Zona dalam Perdagangan Hewan dan Produk Hewan - Februari 2016
Prinsip Zona dalam Perdagangan Hewan dan Produk Hewan - Februari 2016Tata Naipospos
 
Pencegahan klb wabah
Pencegahan klb wabahPencegahan klb wabah
Pencegahan klb wabahAnggita Dewi
 
Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. III - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 F...
Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. III - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 F...Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. III - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 F...
Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. III - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 F...Tata Naipospos
 

Similar to IMPORT RISK ANALYSIS.pdf (20)

Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...
Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...
Biosekuriti di Pulau Karantina - Pusat KH dan Kehani, BARANTAN, Bogor, 8-10 J...
 
Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...
Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...
Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...
 
Rencana Kontinjensi LSD di Indonesia - Ditjen PKH & AIHSP - 6 Agustus 2021
Rencana Kontinjensi LSD di Indonesia - Ditjen PKH & AIHSP - 6 Agustus 2021Rencana Kontinjensi LSD di Indonesia - Ditjen PKH & AIHSP - 6 Agustus 2021
Rencana Kontinjensi LSD di Indonesia - Ditjen PKH & AIHSP - 6 Agustus 2021
 
Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...
Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...
Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...
 
Pengelolaan Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Dukungan Kerjasama PDHI dan KKP,...
Pengelolaan Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Dukungan Kerjasama PDHI dan KKP,...Pengelolaan Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Dukungan Kerjasama PDHI dan KKP,...
Pengelolaan Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Dukungan Kerjasama PDHI dan KKP,...
 
Demam lassa
Demam lassaDemam lassa
Demam lassa
 
Kebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewan
Kebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewanKebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewan
Kebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewan
 
Kebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewan
Kebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewanKebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewan
Kebijakan karantina hewan dan pengawasan keamanan pangan asal perta hewan
 
Kebijakan dan keamanan pangan asal hewan
Kebijakan dan keamanan pangan asal hewanKebijakan dan keamanan pangan asal hewan
Kebijakan dan keamanan pangan asal hewan
 
Kebijakan dan keamanan pangan asal hewan
Kebijakan dan keamanan pangan asal hewanKebijakan dan keamanan pangan asal hewan
Kebijakan dan keamanan pangan asal hewan
 
Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...
Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...
Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...
 
Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BKIPM, KKP, Jakarta, 12 Ju...
Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BKIPM, KKP, Jakarta, 12 Ju...Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BKIPM, KKP, Jakarta, 12 Ju...
Implementasi Standar Kesehatan Hewan Akuatik OIE - BKIPM, KKP, Jakarta, 12 Ju...
 
KAJIAN RISIKO LINGKUNGAN UNTUK PENGGUNAAN AGEN HAYATI DI BIDANG PERTANIAN
KAJIAN RISIKO LINGKUNGAN UNTUK PENGGUNAAN AGEN HAYATI DI BIDANG PERTANIANKAJIAN RISIKO LINGKUNGAN UNTUK PENGGUNAAN AGEN HAYATI DI BIDANG PERTANIAN
KAJIAN RISIKO LINGKUNGAN UNTUK PENGGUNAAN AGEN HAYATI DI BIDANG PERTANIAN
 
Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021
Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021
Aquatic Animal Health Code dan ALOP - BKIPM-KKP, 29 Oktober 2021
 
30323286 makalah-monitoring-pulau-melur
30323286 makalah-monitoring-pulau-melur30323286 makalah-monitoring-pulau-melur
30323286 makalah-monitoring-pulau-melur
 
Prinsip Zona dalam Perdagangan Hewan dan Produk Hewan - Februari 2016
Prinsip Zona dalam Perdagangan Hewan dan Produk Hewan - Februari 2016Prinsip Zona dalam Perdagangan Hewan dan Produk Hewan - Februari 2016
Prinsip Zona dalam Perdagangan Hewan dan Produk Hewan - Februari 2016
 
Laporan kapal 2016
Laporan kapal 2016Laporan kapal 2016
Laporan kapal 2016
 
Pencegahan klb wabah
Pencegahan klb wabahPencegahan klb wabah
Pencegahan klb wabah
 
HACCP
HACCPHACCP
HACCP
 
Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. III - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 F...
Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. III - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 F...Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. III - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 F...
Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. III - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 F...
 

More from Wiwin Kusuma Atmaja Putra

Wiwin KusumPhycoremediation bagi Lingkungan Aquaculture.pptx
Wiwin KusumPhycoremediation bagi Lingkungan Aquaculture.pptxWiwin KusumPhycoremediation bagi Lingkungan Aquaculture.pptx
Wiwin KusumPhycoremediation bagi Lingkungan Aquaculture.pptxWiwin Kusuma Atmaja Putra
 
sistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdf
sistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdfsistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdf
sistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdfWiwin Kusuma Atmaja Putra
 
EVALUASI KINERJA PRODUKSI DAN RESPONS FISIOLOGIS TERIPANG PASIR dengan MEDIA ...
EVALUASI KINERJA PRODUKSI DAN RESPONS FISIOLOGIS TERIPANG PASIR dengan MEDIA ...EVALUASI KINERJA PRODUKSI DAN RESPONS FISIOLOGIS TERIPANG PASIR dengan MEDIA ...
EVALUASI KINERJA PRODUKSI DAN RESPONS FISIOLOGIS TERIPANG PASIR dengan MEDIA ...Wiwin Kusuma Atmaja Putra
 
OMICS STRATERGY PADA MANAJEMEN PENYAKIT.pptx
OMICS STRATERGY  PADA MANAJEMEN PENYAKIT.pptxOMICS STRATERGY  PADA MANAJEMEN PENYAKIT.pptx
OMICS STRATERGY PADA MANAJEMEN PENYAKIT.pptxWiwin Kusuma Atmaja Putra
 
Presentasi Evaluasi sumber bahan baku pakan Protein Hewani Maggot.pptx
Presentasi Evaluasi sumber bahan baku pakan Protein Hewani Maggot.pptxPresentasi Evaluasi sumber bahan baku pakan Protein Hewani Maggot.pptx
Presentasi Evaluasi sumber bahan baku pakan Protein Hewani Maggot.pptxWiwin Kusuma Atmaja Putra
 
5technical guide line ECOSYSTEM APPROACH TO AQUACULTURE FAO.pdf
5technical guide line  ECOSYSTEM APPROACH TO AQUACULTURE FAO.pdf5technical guide line  ECOSYSTEM APPROACH TO AQUACULTURE FAO.pdf
5technical guide line ECOSYSTEM APPROACH TO AQUACULTURE FAO.pdfWiwin Kusuma Atmaja Putra
 
CARRYING CAPACITY ESTIMATION NITROGEN shrimp culture.pdf
CARRYING CAPACITY ESTIMATION NITROGEN shrimp culture.pdfCARRYING CAPACITY ESTIMATION NITROGEN shrimp culture.pdf
CARRYING CAPACITY ESTIMATION NITROGEN shrimp culture.pdfWiwin Kusuma Atmaja Putra
 
The Environmental Impact of Marine Shrimp Farming Effluents.pptx
The Environmental Impact of Marine Shrimp Farming Effluents.pptxThe Environmental Impact of Marine Shrimp Farming Effluents.pptx
The Environmental Impact of Marine Shrimp Farming Effluents.pptxWiwin Kusuma Atmaja Putra
 
EVALUASI SISTEM DAN PENGELOLAAN PENDEDERAN IKAN KERAPU.pdf
EVALUASI SISTEM DAN PENGELOLAAN PENDEDERAN IKAN KERAPU.pdfEVALUASI SISTEM DAN PENGELOLAAN PENDEDERAN IKAN KERAPU.pdf
EVALUASI SISTEM DAN PENGELOLAAN PENDEDERAN IKAN KERAPU.pdfWiwin Kusuma Atmaja Putra
 
Kinerja Hormon Reproduksi ikan pada matakuliah endokrinologi ikan.pptx
Kinerja Hormon Reproduksi ikan pada matakuliah endokrinologi ikan.pptxKinerja Hormon Reproduksi ikan pada matakuliah endokrinologi ikan.pptx
Kinerja Hormon Reproduksi ikan pada matakuliah endokrinologi ikan.pptxWiwin Kusuma Atmaja Putra
 

More from Wiwin Kusuma Atmaja Putra (18)

Wiwin KusumPhycoremediation bagi Lingkungan Aquaculture.pptx
Wiwin KusumPhycoremediation bagi Lingkungan Aquaculture.pptxWiwin KusumPhycoremediation bagi Lingkungan Aquaculture.pptx
Wiwin KusumPhycoremediation bagi Lingkungan Aquaculture.pptx
 
sistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdf
sistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdfsistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdf
sistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdf
 
EVALUASI KINERJA PRODUKSI DAN RESPONS FISIOLOGIS TERIPANG PASIR dengan MEDIA ...
EVALUASI KINERJA PRODUKSI DAN RESPONS FISIOLOGIS TERIPANG PASIR dengan MEDIA ...EVALUASI KINERJA PRODUKSI DAN RESPONS FISIOLOGIS TERIPANG PASIR dengan MEDIA ...
EVALUASI KINERJA PRODUKSI DAN RESPONS FISIOLOGIS TERIPANG PASIR dengan MEDIA ...
 
OMICS STRATERGY PADA MANAJEMEN PENYAKIT.pptx
OMICS STRATERGY  PADA MANAJEMEN PENYAKIT.pptxOMICS STRATERGY  PADA MANAJEMEN PENYAKIT.pptx
OMICS STRATERGY PADA MANAJEMEN PENYAKIT.pptx
 
Presentasi Evaluasi sumber bahan baku pakan Protein Hewani Maggot.pptx
Presentasi Evaluasi sumber bahan baku pakan Protein Hewani Maggot.pptxPresentasi Evaluasi sumber bahan baku pakan Protein Hewani Maggot.pptx
Presentasi Evaluasi sumber bahan baku pakan Protein Hewani Maggot.pptx
 
5technical guide line ECOSYSTEM APPROACH TO AQUACULTURE FAO.pdf
5technical guide line  ECOSYSTEM APPROACH TO AQUACULTURE FAO.pdf5technical guide line  ECOSYSTEM APPROACH TO AQUACULTURE FAO.pdf
5technical guide line ECOSYSTEM APPROACH TO AQUACULTURE FAO.pdf
 
FAO CARRYING CAPACITY Inland LONDON.pdf
FAO CARRYING CAPACITY Inland LONDON.pdfFAO CARRYING CAPACITY Inland LONDON.pdf
FAO CARRYING CAPACITY Inland LONDON.pdf
 
CARRYING CAPACITY ESTIMATION NITROGEN shrimp culture.pdf
CARRYING CAPACITY ESTIMATION NITROGEN shrimp culture.pdfCARRYING CAPACITY ESTIMATION NITROGEN shrimp culture.pdf
CARRYING CAPACITY ESTIMATION NITROGEN shrimp culture.pdf
 
The Environmental Impact of Marine Shrimp Farming Effluents.pptx
The Environmental Impact of Marine Shrimp Farming Effluents.pptxThe Environmental Impact of Marine Shrimp Farming Effluents.pptx
The Environmental Impact of Marine Shrimp Farming Effluents.pptx
 
Aquaculture Toxicology
Aquaculture Toxicology Aquaculture Toxicology
Aquaculture Toxicology
 
The Toxicology of Fishes.pdf
The Toxicology of Fishes.pdfThe Toxicology of Fishes.pdf
The Toxicology of Fishes.pdf
 
EVALUASI SISTEM DAN PENGELOLAAN PENDEDERAN IKAN KERAPU.pdf
EVALUASI SISTEM DAN PENGELOLAAN PENDEDERAN IKAN KERAPU.pdfEVALUASI SISTEM DAN PENGELOLAAN PENDEDERAN IKAN KERAPU.pdf
EVALUASI SISTEM DAN PENGELOLAAN PENDEDERAN IKAN KERAPU.pdf
 
UAS FISREP AVERTEBRATA AIR.pdf
UAS FISREP AVERTEBRATA AIR.pdfUAS FISREP AVERTEBRATA AIR.pdf
UAS FISREP AVERTEBRATA AIR.pdf
 
PERAN NUTRISI PADA SISTEM IMUN IKAN .pdf
PERAN NUTRISI PADA SISTEM IMUN IKAN .pdfPERAN NUTRISI PADA SISTEM IMUN IKAN .pdf
PERAN NUTRISI PADA SISTEM IMUN IKAN .pdf
 
Kinerja Hormon Reproduksi ikan pada matakuliah endokrinologi ikan.pptx
Kinerja Hormon Reproduksi ikan pada matakuliah endokrinologi ikan.pptxKinerja Hormon Reproduksi ikan pada matakuliah endokrinologi ikan.pptx
Kinerja Hormon Reproduksi ikan pada matakuliah endokrinologi ikan.pptx
 
REPRODUKSI BINTANG LAUT.pdf
REPRODUKSI BINTANG LAUT.pdfREPRODUKSI BINTANG LAUT.pdf
REPRODUKSI BINTANG LAUT.pdf
 
Stress pada ikan wiwin.pdf
Stress pada ikan wiwin.pdfStress pada ikan wiwin.pdf
Stress pada ikan wiwin.pdf
 
Buku teknologi tepat guna.pdf
Buku teknologi tepat guna.pdfBuku teknologi tepat guna.pdf
Buku teknologi tepat guna.pdf
 

IMPORT RISK ANALYSIS.pdf

  • 1. TUGAS MANDIRI MATA KULIAH EVALUASI SISTEM DAN PENGELOLAAN AKUAKULTUR (AKU) IMPORT RISK ANALYSIS OLEH WIWIN KUSUMA ATMAJA PUTRA (C1601222016) SEKOLAH PASCASARJANA DOKTOR ILMU AKUAKULTUR BOGOR 2022
  • 2. PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan arus lalu lintas komoditas perikanan sebagai konsekuensi dari perdagangan (nasional, regional & global) dan mobilitas manusia, perlu adanya langkah antisipatif yang terencana dan terukur untuk memastikan tidak adanya peluang terbawanya (masuk-keluar) patogen penyebab penyakit ikan yang berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi dan kesehatan manusia, serta merusak kelestarian sumber daya perikanan. Hasil kajian epidemiologis telah diketahui bahwa muncul dan berkembangnya beberapa penyakit ikan baru (new emerging disease) di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan dampak negatif dari peningkatan volume dan frekuensi lalu lintas komoditas perikanan, baik antar daerah/wilayah maupun negara. Berdasarkan fakta tersebut, Indonesia sebagai salah satu negara anggota World Trade Organization (WTO) memiliki hak untuk melindungi manusia, sumberdaya hayati perairan serta lingkungannya dari ancaman penyakit ikan dan bahan pencemar berbahaya lainnya yang masuk melalui 2 importasi komoditas perikanan sesuai ketentuan yang diatur dalam Sanitary and Phytosanitary Measure (SPS) GATT-WTO. Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan (BKIPM) merupakan otoritas kompeten yang memiliki tugas dan fungsi perkarantinaan ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan berkewajiban mengambil peran strategis dalam melindungi kelestarian sumberdaya perikanan dari ancaman hama penyakit ikan berbahaya, menjamin kesehatan, mutu dan keamanan hasil perikanan, serta mengendalikan impor/pemasukan komoditas perikanan berbasis scientific barrier sesuai ketentuan yang berlaku. Berdasarkan perjanjian SPS, suatu negara tidak dapat menolak importasi/pemasukan dari negara/wilayah/zona lain tanpa alasan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu alat yang dianjurkan untuk dijadikan alasan ilmiah bagi pengambil kebijakan dan keputusan importasi/pemasukan komoditas perikanan adalah melalui instrumen Analisis Risiko Importasi (ARI) dan/atau Analisis Risiko Penyakit Ikan (ARPI). International Aquatic Animal Health Code 2013, OIE menyebutkan bahwa dokumen ARPI merupakan hasil analisis secara menyeluruh terhadap 4 komponen utama: (1). Identifikasi Bahaya, (2). Penilaian Risiko, (3). Manajemen Risiko, dan (4). Komunikasi Risiko.
  • 3. Proses analisis terhadap ke-4 komponen tersebut harus menerapkan prinsip-prinsip: (a). dilaksanakan dalam suatu kerangka kerja yang bersifat konsultatif; (b). merupakan proses ilmiah sehingga secara politik harus independen; (c). bersifat transparan dan terbuka; (d). konsisten baik dengan kebijakan pemerintah dan kewajiban internasional Indonesia (ketentuan mengenai aplikasi SPS dalam perjanjian World Trade Organization (WTO)); dan (e). harmonis dengan standar, panduan dan rekomendasi internasional. Selain itu, proses ARPI juga tetap mengacu pada: (a). kemungkinan masuk, menetap dan menyebarnya suatu patogen (penyakit ikan) yang terbawa media pembawa di negara pengimpor; (b). kemungkinan patogen tersebut menimbulkan bahaya bagi kehidupan atau kesehatan ikan, manusia serta lingkungan sekitarnya; dan (c). kemungkinan berkembangnya bahaya tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam upaya untuk meningkatkan sistem perkarantinaan ikan nasional yang komprehensif, prospektif, 3 kompatibel dan mampu berperan dalam menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan, serta mampu sebagai filter pertama bagi masuk dan tersebarnya penyakit ikan karantina perlu merevisi Surat Keputusan Kepala Badan KIPM Nomor 337/KEP-BKIPM/2011 yang mengatur tentang Pedoman Analisa Risiko Hama dan Penyakit Ikan, guna mengharmoniskan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan lingkungan strategis yang sedemikian cepat. Pedoman ARPI ini disusun sebagai instrumen yang secara spesifik menganalisis risiko terhadap kemungkinan masuk, menetap dan menyebarnya suatu penyakit ikan; dampak negatif terhadap ikan, manusia, dan lingkungan sekitarnya; serta kemungkinan berkembangnya bahaya tersebut. Namun dapat pula diaplikasikan dalam rangka: pemetaan penyakit ikan (geographical distribution); penerapan biosecurity pada level unit usaha, kawasan/zona & nasional; surveilan penyakit ikan berbasis risiko (risk based surveillance); antisipasi munculnya wabah penyakit ikan (disease emergence); serta penilaian terhadap status penyakit ikan (HPI dan/atau HPIK). Sistem pengamanan pangan hewan di era globalisasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
  • 4. Gambar 1. sistem pengamanan pangan hewan Tujuan Tujuan dari tugas ini adalah 1. Mengetahui bagaimana mekanisme import risk analysis 2. Mengetahui penerapan import risk analysis pada produk akuakultur 3. Mengetahui kesimpulan terkait penerapan import risk analysis yang telah dilakukan
  • 5. PEMBAHASAN Deskripsi dan Mekanisme Import Risk Analysis Import Risk Analysis (Analisis Risiko Import (IRA)) artinya satu proses analisis yang melibatkan penilaian risiko, pengurusan risiko, dan komunikasi risiko oleh pihak berwenang untuk menentukan status biota maupun barang bukan asli Indonesia yang hendak di import apakah dapat memberikan ancaman terhadap perikanan setempat. Sebelum masuk pada mekanisme import risk analysis maka harus diketahui beberapa istilah, diantaranya: 1. Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) adalah semua hama dan penyakit ikan yang belum terdapat dan/atau telah terdapat hanya di area tertentu di wilayah Republik Indonesia yang dalam waktu relatif cepat dapat mewabah dan merugikan sosio ekonomi atau yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat. 2. Hama dan Penyakit Ikan (HPI) adalah semua HPI selain HPIK yang sudah terdapat dan/atau belum terdapat di wilayah Republik Indonesia yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian ikan. 3. Ikan adalah semua biota perairan yang sebagian atau seluruh hidupnya berada di dalam air, dalam keadaan hidup atau mati, termasuk bagian-bagiannya. 4. Pemasukan adalah memasukkan media pembawa dari luar negeri ke dalam wilayah Republik Indonesia atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Republik Idonesia. 5. Area adalah meliputi daerah dalam suatu pulau, atau pulau, atau kelompok pulau di dalam wilayah Republik Indonesia yang dikaitkan dengan pencegahan penyebaran hama dan penyakit ikan. 6. Tindakan karantina ikan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan karantina dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya hama dan penyakit ikan dari dalam wilayah Republik Indonesia. 7. Media pembawa adalah ikan dan/atau benda lain yang dapat membawa hama dan penyakit ikan karantina.
  • 6. 8. Analisis risiko adalah rangkaian kegiatan untuk mengevaluasi peluang dan konsekuensi biologis dan ekonomis dari pemasukan suatu komoditi ikan dari suatu negara atau antar area di wilayah Negara Republik Indonesia. 9. Identifikasi Bahaya adalah proses identifikasi HPI yang berpotensi terbawa masuk bersama media pembawa yang dilalulintaskan dan dapat menyebabkan bahaya terhadap kelestarian sumber daya ikan. 10. Penilaian Risiko (Risk Assessment) HPI adalah proses penilaian terhadap peluang masuk dan menyebarnya HPI serta konsekuensi yang berkaitan dengan kelestarian sumberdaya ikan 11. Manajemen Risiko (Risk Management) HPI adalah penentuan pilihan pengelolaan risiko HPI untuk menghilangkan atau mengurangi risiko masuk, menetap dan menyebarnya HPI ke suatu area baru dengan strategi prequarantine, in quarantine dan post quarantine. 12. Komunikasi Risiko (Risk Communication) adalah suatu proses pengumpulan informasi dan opini mengenai bahaya dan risiko dari pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan analisis risiko, dan proses dimana hasil-hasil dari analisis risiko dan pengelolaan risiko yang diusulkan dikomunikasikan kepada para pembuat kebijakan dan pihak-pihak yang terkait. 13. Appropriate Level of Protection (ALOP) adalah suatu tingkat perlindungan kesehatan yang dianggap sesuai dan ditentukan oleh masing-masing negara untuk melindungi kehidupan manusia, hewan, tumbuhan atau kesehatan dalam wilayahnya. 14. Risiko adalah peluang atau peluang kejadian dan penilaian besarnya konsekuensi dari suatu kejadian buruk (wabah) terhadap kesehatan hewan dan manusia di suatu negara dalam selang waktu. Ruang lingkup dari Risk Analisis ini sendiri adalah Ruang lingkup dalam melakukan analisis risiko terhadap HPI yang berpotensi masuk dan tersebar ke/di Wilayah Kesatuan Republik Indonesia meliputi: Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, Manajemen Risiko, dan Komunikasi Risiko (Gambar 2. ) Gambar 2. Risk Analisis
  • 7. Kegiatan analisis risiko penyakit ikan dilakukan berdasarkan status negara wabah, jenis media pembawa, dan patogennya, dilakukan dalam hal: 1. Belum pernah dilakukan analisis risiko penyakit ikan sebelumnya; 2. Sudah pernah dilakukan analisis risiko penyakit ikan tetapi terdapat perubahan status penyakit ikan; 3. Adanya perubahan kebijakan pemerintah; 4. Terjadinya wabah penyakit ikan baru di suatu negara; 5. Diketahui adanya risiko penyakit ikan baru dari hasil penelitian; 6. Suatu penyakit ikan dilaporkan menjadi lebih merusak di suatu negara di luar negara asalnya; 7. Adanya permintaan importasi terhadap suatu mikroorganisme yang berpotensi menjadi penyakit ikan berbahaya; 8. Suatu organisme teridentifikasi sebagai vektor dari penyakit ikan lainnya, yang tidak diketahui sebelumnya Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh untuk masing-masing tahapan tersebut, yaitu: 1. Menentukan ruang lingkup analisis risiko 2. Menyebutkan secara jelas tujuan dari analisis risiko. 3. Mengembangkan strategi komunikasi risiko. 4. Mengidentifikasi sumber-sumber informasi untuk analisis risiko. 5. Mengindentifikasi bahaya yang mungkin terkait dengan penyakit ikan yang menjadi perhatian. 6. Melakukan penilaian risiko untuk memperkirakan tingkat risiko suatu penyakit ikan. 7. Menentukan manajemen risiko atau rekomendasi jenis tindakan sanitasi (sanitary measures) sesuai tingkat risiko penyakit ikan. Identifikasi bahaya (Hazard Identification) Identifikasi bahaya melibatkan identifikasi agen patogen yang berpotensi menghasilkan konsekuensi yang merugikan terkait dengan impor suatu komoditas. Bahaya yang diidentifikasi adalah bahaya yang sesuai dengan spesies yang diimpor, atau dari mana komoditas tersebut berasal, dan yang mungkin ada di negara pengekspor. Maka perlu untuk mengidentifikasi apakah setiap bahaya adalah sudah ada di negara pengimpor, dan apakah itu penyakit yang terdaftar atau
  • 8. tunduk pada kontrol atau pemberantasan dalam hal itu memastikan bahwa langkah-langkah impor tidak melebihi batas perdagangan yang diterapkan di dalam negeri. Identifikasi bahaya merupakan langkah pertama dalam rangkaian proses Analisis Risiko Penyakit Ikan. Kegiatan identifikasi bahaya merupakan tahapan pengklasifikasian suatu pathogen (penyakit ikan) yang dikategorikan sebagai “bahaya”. Identifikasi bahaya dimulai dengan pengumpulan data tentang jenisjenis penyakit ikan yang telah ada dan kemungkinan terdapat pada suatu media pembawa tertentu di suatu negara, namun belum terdapat di Indonesia atau sudah ada tetapi penyebarannya masih terbatas. Beberapa tahapan yang perlu dilakukan antara lain: 1. Tahap pertama adalah tentukan jenis penyakit yang akan diidentifikasi. 2. Tahap kedua adalah melakukan identifikasi apakah jenis penyakit tersebut telah ada di wilayah Indonesia mengacu pada Lampiran Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tentang penetapan status tidak bebas HPIK di wilayah RI 3. Tahap ketiga adalah melakukan identifikasi ada tidaknya inang rentan atau potensial untuk penyakit ikan tersebut di Indonesia. 4. Tahap keempat adalah melakukan identifikasi kecocokan habitat penyakit tersebut dengan habitat di Indonesia. 5. Tahap kelima adalah mengidentifikasi tingkat virulensi atau patogenitas penyakit ikan tersebut sesuai literatur yang dikumpulkan. 6. Tahap keenam adalah menyimpulkan atau menentukan potensi suatu penyakit. Contoh tabel identifikasi penyakit seperti dibawah ini:
  • 9. Penilaian Risiko (Risk Assessment) Penilaian risiko merupakan suatu proses pengestimasian risiko yang dilakukan melalui pengukuran secara kuantitatif terhadap adanya ancaman bahaya (hazard) dan konsekuensi (dampak) risiko yang mungkin ditimbulkan apabila suatu penyakit masuk dan tersebar di dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Secara umum, proses penilaian risiko harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:  dilakukan berdasarkan informasi ilmiah yang tersedia;  obyektif, terstruktur dan bersifat transparan;  fleksibel dan dapat ditinjau ulang apabila informasi terbaru telah tersedia;  konsisten dan harus dapat digunakan lagi oleh pengguna (operator) lainnya dengan menggunakan kerangka kerja dan data yang sama; dan  hasil yang diperoleh harus dapat merepresentasikan fungsi perlindungan Penilaian secara kuantitatif ini merupakan suatu kegiatan penilaian dimana kemungkinan- kemungkinan yang ditetapkan pada tahapan-tahapan dalam skenario dinyatakan dalam angka sebagai perhitungan “deterministik”. Kegiatan penilaian secara kuantitatif ini bersifat sangat kompleks, dan melibatkan proses pengembangan model matematis untuk menghubungkan berbagai aspek epidemiologi dari agen penyakit. Masing-masing parameter risiko diberikan rentang nilai antara 30, 60 atau 100 dan diberikan pembobotan tertentu sesuai dengan estimasi risiko dan kemungkinan pengaruh dampak yang ditimbulkan secara keseluruhan. Adapun parameter/kriteria yang dinilai dalam proses penilaian risiko adalah sebagai berikut: 1. Keberadaan Penyakit di Indonesia 2. Pengakuan Penyakit oleh OIE. OIE merupakan organisasi antar-pemerintah yang mengoordinasi, mendukung dan mempromosikan pengendalian penyakit pada organisme (hewan, ikan dan tumbuhan). 3. Inang Rentan 4. Kesesuaian Habitat Penyakit di Indonesia 5. Tingkat Virulensi atau Patogenitas Penyakit 6. Kemampuan Agen Penyakit Bertahan Hidup 7. Rentang Stadia Media Pembawa 8. Tingkatan Taksonomi Inang Rentan 9. Transmisi dan Penularan Penyakit
  • 10. 10. Tingkat Kesulitan Pengendalian Penyakit 11. . Epidemiologi 12. Tingkat Kesulitan Deteksi Penyakit 13. Dampak Penyakit. 14. Perlakuan/Pengobatan Penyakit 15. Rencana dan Anggaran Tanggap Darurat (Pengendalian) Penyakit Berdasarkan hasil penilaian risiko seperti yang tercantum pada tabel 4 diatas, suatu agen penyakit ikan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tingkatan risiko, yaitu risiko tinggi, risiko sedang dan risiko rendah dengan ketentuan sebagai berikut:  Suatu agen penyakit ikan dikategorikan memiliki RISIKO TINGGI apabila memiliki skor: > 71 - 100.  Suatu agen penyakit ikan dikategorikan memiliki RISIKO SEDANG apabila memiliki skor: 50 - < 71  Suatu agen penyakit ikan dikategorikan memiliki RISIKO RENDAH apabila memiliki skor : < 50 Dibawah ini adalah salah satu tahapan-tahapan dalam analisis resiko dimulai dari 1. Membentuk tim proyek analisis risiko dalam otoritas yang kompeten 2. Tentukan ruang lingkup proyek (yaitu mendefinisikan secara tepat sifat & sumber komoditi) 3. Membentuk kelompok kerja untuk analisis risiko spesifik 4. Melakukan identifikasi bahaya awal 5. Identifikasi stakeholders 6. Menginformasikan pemangku kepentingan proyek dan mencari komentar tentang identifikasi bahaya awal 7. Melakukan Identifikasi Bahaya secara rinci 8. Melakukan penilaian risiko: Penilaian rilis, Penilaian eksposur, Penilaian konsekuensi dan Estimasi risiko 9. Melakukan manajemen risiko: evaluasi risiko, evaluasi Opsi, implementasi, pemantauan dan peninjauan 10. Melakukan Tinjauan dan revisi ilmiah internal dan eksternal
  • 11. 11. Mengedarkan analisis risiko yang direvisi kepada pemangku kepentingan untuk komentar akhir dan revisi seperlunya 12. Menerapkan analisis risiko yang diselesaikan melalui kebijakan dan undang-undang
  • 12. Manajemen Risiko (Risk Management) Manajemen risiko HPI adalah proses pengambilan keputusan untuk menetapkan langkah- langkah atau cara-cara meminimalkan risiko terhadap kemungkinan terintroduksi, menetap atau tersebarnya suatu penyakit ikan ke dalam wilayah Indonesia. Tujuan dilakukan manajemen risiko adalah untuk mengelola risiko penyakit secara tepat dengan mempertimbangkan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul. Manajemen risiko menggambarkan suatu proses pengidentifikasian dan penerapan metode/hasil estimasi tertentu untuk mengurangi risiko-risiko melalui penerapan tindakan-tindakan sanitari untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan, ikan, atau tumbuhan yang ada di dalam wilayah Negara Indonesia. Dalam implementasinya, tindakan mitigasi risiko terhadap penyakit ikan harus zero-risk sangat sulit ditentukan. Oleh karena itu, manajemen risiko diperlukan sebagai strategi pengelolaan risiko, yang meliputi: prequarantine, in quarantine dan . Ketiga strategi ini tidak bersifat umum untuk diterapkan terhadap seluruh kelompok agen penyakit dari negara pengekspor. Strategi manajemen untuk setiap agen penyakit disesuaikan dengan data/deskripsi biologis agen penyakit tersebut, dalam upaya meminimalkan risiko masuk dan tersebarnya agen penyakit ke Indonesia, tanpa menghambat arus perdagangan media pembawa. Pre-Quarantine Inspection Tindakan pre-quarantine merupakan pelaksanaan tindakan karantina di negara pengekspor atau dapat dilakukan di negara ketiga (intermediate quarantine). Upaya pencegahan dan pengendalian terhadap HPIK/HPI tertentu yang berisiko terbawa melalui media pembawanya dapat dilakukan tindakan karantina di negara asal dan/atau di negara ketiga sebelum media pembawa dikirim ke dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari risiko, memperkecil risiko, maupun memindahkan risiko masuk dan tersebarnya HPIK/HPI tertentu In-Quarantine Inspection Tindakan in-quarantine merupakan pelaksanaan tindakan karantina yang dilakukan petugas karantina di tempat-tempat pemasukan, baik di dalam maupun di luar instalasi karantina yang ditetapkan. Post-Quarantine Inspection Tindakan post quarantine merupakan strategi sebagai tindakan monitoring terhadap media pembawa yang telah dilepas tetapi masih dilakukan pemantauan. Kemungkinan adanya faktor
  • 13. kurang akurat yang dilakukan baik pada strategi pre-quarantine dan in-quarantine, sehingga kemungkinan menyebabkan lepasnya HPIK didalam wilayah Republik Indonesia, maka perlu segera dilakukan eradikasi darurat. Selanjutnya pemantauan terhadap kemungkinan adanya temuan HPIK tetap dilakukan. Komunikasi Risiko (Risk Communication) Komunikasi risiko adalah proses yang melibatkan pertukaran informasi yang terbuka, interaktif, iteratif, dan transparan tentang bahaya dan risiko terkait, serta tindakan mitigasi yang diusulkan. Komunikasi risiko dilakukan di antara penilai/pengkaji risiko, pengelola risiko dan pihak-pihak yang berpotensi terkena dampak dan/atau yang memiliki ketertarikan (stakeholders). Hasil terbaik adalah yang mengurangi risko sampai dengan tingkat yang dapat diterima (acceptable level), yang pada saat bersamaan meminimalkan persengketaan (disputes), perselisihan pendapat dan tindakan yang diperlukan untuk mengelola risiko secara efektif. Komunikasi risiko dapat mengarahkan pada pemahaman yang baik tentang dasar pemikiran dari suatu keputusan tertentu. Stakeholders yang telah terlibat dalam proses pengambilan keputusan sejak awal, kecil kecenderungannya untuk menentang hasilnya, terutama apabila kekhawatiran mereka telah ditangani dengan baik Identifikasi Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Proses Komunikasi Risiko Pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi risiko atau sering disebut sebagai stakeholders, antara lain meliputi Otoritas Kompeten KKP (BKIPM, Ditjen Budidaya, Ditjen PDSPKP), importir dan eksportir, produsen, petani dan organisasi konsumen, akademisi dan lembaga ilmu pengetahuan, serta media. Untuk memastikan dialog yang bermakna, seluruh stakeholders perlu memahami analisis yang disusun. Selain itu, mereka juga memiliki hak untuk mengusulkan pandangan yang berbeda dengan argumen yang kuat dan relevan terhadap analisis tersebut.
  • 14. Rekomendasi yang dihasilkan dari analisis resiko dapat dilihat pada table dibawah ini:
  • 15. Penerapan Import Risk Analysis pada Komoditi Akuakultur Beberapa penggunaan import risk analysis pada bidang akuakultur dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
  • 16. Dari jurnal diatas terkait ikan asing invasif dapat ditarik kesimpulan kehadiran ikan asing invasif akan merugikan ekosistem perairan dalam dua hal, yaitu: (1) sebagai pesaing relung makanan dan habitat terhadap ikan asli, bahkan sering terjadi merupakan predator bagi ikan asli. Karena ikan asing invasif ini menjadi pemangsa ikan asli dan ikan endemik; (2) sebagai inang/pembawa berbagai penyakit yang sebelumnya tidak terdapat dalam ekosistem perairan yang merupakan habitat ikan asli bahkan ikan endemik. Kedua hal ini seringkali mengubah komposisi spesies dan struktur komunitas ikan, mendominasi dan menyingkirkan ikan asli dan ikan endemik.
  • 17. Untuk mengetahui karakteristik suatu jenis ikan termasuk spesies ikan asing yang invasif, beberapa kondisi pada ekosistem dapat diamati bila: (1) kelimpahan spesies introduksi yang baru ditebar ternyata sangat tinggi, khususnya tingkat fekunditas tergolong tinggi; (2) masa atau waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi relatif singkat; (3) memiliki kemampuan menguasai beragam habitat, atau dengan kata lain kisaran makanan sangat luas; serta (4) dilihat dari sisi keragaman genetik tergolong sangat tinggi. Dengan karakteristik seperti ini, maka sangat jelas ikan asing invasif akan berdampak menjadi pesaing spesies asli dan endemik yang mengisi relung ekologis yang sama, akibat lanjut adalah mengganggu jejaring makanan. Alur dari pengambilan kebijakan atau solusi dari permasalahan diatas dapat dilihat pada gambar dibawah ini; Gambar 3. Diagram alir upaya pengendalian kehadiran ikan asing invasif Jika ada potensi masuknya atau telah masuknya penyakit ikan dari luar maka beberapa tindakan harus merujuk pada aturan pemerintah yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomot 13/PERMEN-KP/2019 tentang Pengendalian Penyakit Ikan meliputi tindakan a. Survailen dan Monitoring; b. analisis risiko (risk analisys); c. penanganan penyakit Ikan; dan d. tanggap darurat (emergency respons). Analisis risiko (risk Analysis) dilakukan terhadap: a. penyakit Ikan; dan b. sifat bahaya Ikan. Analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) peraturan menteri KP digunakan sebagai persyaratan rekomendasi pemasukan Ikan atau produk perikanan dari luar negeri. Analisis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) meliputi: a. identifikasi bahaya (hazard identification); b. penilaian risiko (risk assesment); c. pengelolaan risiko (risk management); dan
  • 18. d. komunikasi risiko (risk communication). Setelah dilakukannya analisis risiko (risk analysis) maka 1. Menteri berwenang untuk menerbitkan surat hasil analisis risiko. 2. Menteri mendelegasikan wewenang penerbitan surat hasil analisis risiko kepada Direktur Jenderal. Kemudian menurut Pasal 31 (1) Setiap Orang untuk memiliki surat hasil analisis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal, yang memuat: a. nama komoditas/produk; b. negara asal; dan c. negara transit. Kesimpulan Terkait Import Risk Analysis Kesimpulan dari makalah terkait import risk analysis adalah setiap tahapan analisis risiko dimulai dari identifikasi risiko, penilaian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko untuk mendukung pentingnya analisis risiko yang dilakukan. Import risk analysis sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi masuknya penyakit yang belum ada di Indonesia khususnya bidang akuakultur. Kebijakan keputusan hanya dapat diambil oleh pemerintah atau badan yang didelegasikan oleh pemerintah disuatu negara dalam mengatasi potensi atau penyebaran penyakit ikan pada akuakultur khususnya berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomot 13/PERMEN-KP/2019 tentang Pengendalian Penyakit Ikan
  • 19. REFERENSI Arthur, J.R., Baldock, C.F., Bondad-Reantaso, M.G., Perera, R., Ponia, B. & Rodgers, C.J. 2008. Pathogen risk analysis for biosecurity and the management of aquatic animal movements, In M.G. Bondad-Reantaso, C.V. Mohan, M. Crumlish. & R.P. Subasinghe, eds. Diseases in Asian aquaculture VI, pp. 21-52. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila, Philippines. Diggles, B.K. 2002. Import risk assessment: juvenile yellowtail kingfish (Seriola lalandi) from Spencer Gulf Aquaculture, South Australia. NIWA Client report: WLG 2002/03. (available at: http://www.biosecurity.govt.nz/files/pests-diseases/animals/risk/yellowtailkingfish-ra.pdf Ferson, S. 2005. Bayesian Methods in Risk Assessment. http://www.ramas.com/bayes.pdf ICES. 1995. ICES Code of Practice on the Introductions and Transfers of Marine Organisms 1994. International Council for the Exploration of the Sea, Copenhagen, 12 p. OIE. 2000. International Aquatic Animal Health Code. Third edn. Office International des Épizooties, Paris, 153 p. Peeler, E.J., Reese, R.A. and Thrush, M.A. 2013. Animal Disease Import Risk Analysis–a Review of CurrentMethods and Practice. Transboundary and Emerging Diseases. 62: 480–490 KKP.2019. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomot 13/PERMEN- KP/2019 tentang Pengendalian Penyakit Ikan.