Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Biosekuriti Pulau Karantina
1. Biosekuriti di Pulau Karantina
Drh. Tri Satya Putri Naipospos, MPhil, PhD
Komisi Ahli Karantina Hewan
Disampaikan pada Pertemuan Penyusunan Tata Cara Tindakan
Karantina Hewan di Pulau Karantina
Bogor, 8 - 10 Juni 2016
"The first priority for an FMD-free country is
to avoid introduction of the virus"
2. Penyakit yang mendapatkan pengakuan
resmi OIE (status bebas NEGARA/ZONA)
Nama Penyakit Tahun
dimulai
1. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) 1996
2. Contagious Bovine Pleuropneumonia
(CBPP)
2003
3. Bovine spongiform encephalopathy (BSE) 2004
4. African horse sickness (AHS) 2012
5. Peste des petits ruminants (PPR) 2013
6. Classical Swine Fever (CSF) 2013
3. Klasifikasi negara berdasarkan status PMK
1) Negara bebas PMK tanpa vaksinasi;
2) Negara bebas PMK dengan vaksinasi;
3) Negara dengan zona bebas PMK tanpa vaksinasi;
4) Negara dengan zona bebas PMK dengan vaksinasi;
5) Negara tertular yang memiliki program pengendalian
resmi PMK
Status dievaluasi
setiap tahun (Form for
annual reconfirmation)
Diluar ini adalah NEGARA
yang tidak mempunyai status
ATAU tertular/endemik PMK
6. Dasar pertimbangan PP No. 4/2016
U. U. No. 41 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG
PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
8. Pulau Karantina
• Istilahnya tidak dikenal dalam OIE Code, tetapi bisa
disamakan fungsinya dengan stasiun karantina
• Karantina pulau sudah lama tidak ada lagi, karena
dikonversikan ke tujuan lain. Misal: Pulau Coccos di
Australia sejak 2006 digunakan sebagai tempat
penampungan manusia kapal
• Keuntungan dari Pulau Karantina:
– Indonesia adalah negara kepulauan dengan beribu pulau
dengan laut di sekelilingnya sebagai hambatan alamiah
penyebaran penyakit hewan menular
– keberadaan penyakit atau infeksi pada hewan impor dalam
suatu stasiun karantina tidak akan mempengaruhi status
kesehatan hewan negara atau zona (Artikel 5.6.2. OIE Code)
9. Biosekuriti dan Karantina
• Biosekuriti adalah perlindungan ekonomi,
lingkungan dan kesehatan manusia dari dampak
negatif diasosiakan dengan masuknya,
berkembangnya dan menyebarnya hama dan
penyakit hewan.
• Karantina adalah sistem tindakan yang
digunakan untuk mengelola risiko masuknya,
berkembangnya hama atau penyakit yang
mengancam kesehatan hewan atau manusia.
Sumber: AVA Limited (2008) - Biosecurity and Quarantine Review
10. Tahapan tata cara pemasukan SAPI
1) Pengiriman kuesiner NEGARA (desk review) ke negara
pengekspor
2) Pengiriman TIM AUDIT untuk melakukan kajian lapangan (on
site review) terhadap NEGARA dan ZONA pengekspor
(apabila ada)
3) Berdasarkan input dari 1) dan 2), TIM ANALISA RISIKO
melakukan Analisa Risiko Impor (ARI) untuk rekomendasi:
• pemasukan dengan atau tanpa manajemen/mitigasi risiko
ATAU
• penolakan apabila tidak proporsional dengan ALOP
4) Penyusunan PERSYARATAN KESEHATAN HEWAN (health
requirement) termasuk PROTOKOL KARANTINA untuk
diharmonisasikan dengan negara pengekspor
11. Proses Analisa Risiko (Bab 2.1.)
Di negara pengekspor (Artikel 2.1.1.)
• Evaluasi Siskeswannas (Veterinary Services)
• Zona (zoning)
• Kompartementalisasi
• Sistem surveilans untuk memonitor kesehatan
hewan.
Prinsip (Artikel 2.1.1.):
• Obyektif, defensif dan tranparan
12. Prinsip ‘Risk assessment (Artikel 2.1.3.)
1. a. Fleksibel dalam menghadapi kompleksitas dari situasi riil.
b. Tidak ada metoda tunggal diterapkan pada semua kasus.
c. Harus bisa mengakomodasi keragaman komoditi hewan,
‘multiple hazard’ yang dapat diidentifikasi terbawa melalui
suatu importasi dan spesifisitas masing-masing penyakit,
sistem deteksi dan surveilans, skenario pendedahan, dan
jenis dan jumlah data dan informasi yang tersedia.
2. Baik metoda kualitatif dan kuantitatif berlaku (valid).
3. a. Berdasarkan pada informasi terbaik yang ada dikaitkan
dengan pemikiran ilmiah terkini.
b. Harus terdokumentasi baik dan didukung dengan
referensi literatur ilmiah dan sumber-sumber lain,
termasuk pendapat ahli (expert opinion).
13. 4. Konsisitensi metoda harus dianjurkan dan transparansi
adalah esensial dalam rangka memastikan keadilan dan
rasionalitas, konsistensi dalam pembuatan keputusan dan
kemudahan pemahaman oleh semua pihak yang
berkepentingan.
5. Harus mendokumentasikan ketidakpastian (uncertainties),
asumsi yang dibuat, dan efeknya terhadap perkiraan
risiko final.
6. Risiko meningkat seiring dengan volume komoditi yang
diimpor.
7. Harus bisa diperbaiki/dirubah untuk memungkinkan
pembaharuan jika ada tambahan informasi tersedia.
Prinsip ‘Risk assessment (Artikel 2.1.3.)
14. Skenario pathway risiko ternak terinfeksi PMKSkenario alur risiko ternak terinfeksi PMK
E1 – Apakah PMK terjadi di
peternakan asal?
E2 – Apakah PMK terdeteksi
selama di karantina?
E3 – Apakah pemeriksaan pre-
ekspor atau uji bisa mendeteksi
PMK?
E4 – Apakah PMK terdeteksi
pada saat kedatangan?
Probabilitas ternak terinfeksi (P)
= P1 x (1 - P2) x (1 - P3) x (1 - P4)
Ya (P1)
Tidak (1 - P2)
Tidak (1 - P3)
Tidak (1 - P4)
Tidak
ada
risiko
Tidak
ada
risiko
Tidak
ada
risiko
Tidak
ada
risiko
Tidak (1 – P1)
Ya (P2)
Ya (P3)
Ya (P4)
E1 isolasi ternak di
peternakan asal
E2 karantina
E3 hasil uji diagnostik
di karantina
E4 deteksi PMK
pada saat
kedatangan
Sumber: Sutmoller P. and Olascoaga R.C., 2003. The risks
posed by the importation of animals vaccinated against
foot and mouth disease and products derived from
vaccinated animals: a review. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz.,
22(3): 823-835
Syarat:
Ternak tidak divaksinasi
dan harus negatif
terhadap uji antibodi
PMK (E3)
15. Fakta teknis PMK pada ternak hidup
Zona bebas PMK dengan vaksinasi:
– Infeksi subklinis atau sapi “vaccinated carrier”, dimana virus
PMK bisa bertahan hidup dalam hulu tenggorokan sapi >4
minggu (Kitching R.P, 2002).
– Kebanyakan ternak sapi bisa membawa virus PMK dalam
tubuhnya sampai 6 bulan atau kurang, tetapi sejumlah ternak
bisa terinfeksi secara persisten sampai 3,5 tahun (Iowa State
University, 2014).
– Prevalensi ternak ‘carrier’ dalam kelompok ternak pasca
vaksinasi sebenarnya sangat rendah (+0,2%), oleh karenanya
sensitivitas deteksi ternak ‘carrier’ harus dioptimalkan dengan
menerapkan rejim pengujian berdasarkan individu ternak.
16. Kebijakan impor ternak indukan terkait PMK
• Impor ternak sapi indukan yang disarankan adalah yang
tidak divaksin PMK.
• Sertifikat kesehatan hewan menyertai importasi ternak
sapi indukan yang menyatakan (Artikel 8.8.10. OIE TAHC):
– tidak memperlihatkan gejala klinis pada saat pengapalan;
– dipelihara sejak lahir atau paling tidak 3 bulan terakhir di negara/
zona dimana tidak dilakukan vaksinasi;
– jika transit di suatu zona tertular, tidak terdedah terhadap sumber
agen PMK selama pengangkutan sampai pengapalan.
• Zona bebas PMK tanpa vaksinasi harus memiliki sistem
identifikasi dan penelusuran ternak yang efektif.
• Individu ternak harus diuji menggunakan ELISA NSP dan
menunjukkan hasil negatif sebelum diekspor.
17. Tujuan Biosekuriti di Pulau Karantina
• Membangun rencana biosekuriti (biosekuriti
plan) sebelum terjadinya insiden atau wabah
penyakit hewan menular atau penyakit hewan
eksotik.
• Memastikan prosedur biosekuriti untuk
mencegah penyebaran penyakit hewan menular
atau penyakit hewan eksotik dapat dilaksanakan
dalam 24 jam setelah identifikasi kasus indeks.
18. Jalur dimana virus PMK menyebar
• Alas kaki, pakaian atau tangan yang terkontaminasi dari orang
yang memiliki kontak dekat dengan ternak terinfeksi, misalnya
yang memberi pakan atau yang memeriksa ternak.
• Peralatan yang dapat terkontaminasi lewat penggunaan atau
dekat dengan ternak terinfeksi.
• Setiap kendaraan yang masuk atau keluar dari area karantina
terutama area dimana ternak terinfeksi berada.
• Kontaminasi yang berasal dari karkas dari ternak terinfeksi.
• Kontaminasi dari setiap tempat dimana ternak terinfeksi berada;
padang penggembalaan, tempat muat ternak, jalan dll.
• Kontaminasi dari hewan lain seperti anjing, kucing, ayam dan
rubah, yang dapat membawa material terinfeksi di kaki atau di
bulunya, tetapi hewan-hewan tersebut tidak terinfeksi.
• Kontaminasi melalui kontak dengan areal karantina di sebelahnya
dimana pemisahan jarak tidak ada.
19. Biosekuriti yang baik harus
dipraktekkan setiap saat, bukan hanya
pada waktu terjadi wabah !!!
20. PERSYARATAN BIOSEKURITI
• Petugas karantina pulau tidak diperbolehkan mengunjungi
peternakan ruminansia sebelum masuk ke areal pulau,
kecuali apabila diperlukan dan harus mengikuti semua
prosedur biosekuriti yang dipersyaratkan.
• Tempatkan spesies ternak yang berbeda secara terpisah.
• Upayakan semuanya dalam keadaan bersih – material
seperti alas kandang, sepatu but, pakaian kerja, peralatan
atau kendaraan dapat membawa virus dari satu tempat ke
tempat lain.
• Pastikan bahwa desinfektan dan material pembersih
tersedia setiap saat di pintu masuk karantina, sehingga
pengunjung dapat mendesinfeksi dirinya sebelum masuk
dan pada saat meninggalkan areal karantina.
21. Dokumen Rencana Biosekuriti
(Biosecurity Plan)
• Personil dan tanggung jawab personil
• Pengamanan areal/Security clearance
• Material, suplai dan peralatan
• Izin masuk dan persetujuan
• Sistem jaminan mutu/Quality Assurance
• Seleksi desinfektan
• Jejaring komunikasi
• Training
• Pemeliharaan alat dan logistik
22. S O P Biosekuriti
1. Pembersihan dan desinfeksi
2. Disposal
3. Dekontaminasi
4. Pemusnahan (mass culling)
5. Kesehatan dan Keamanan Petugas Karantina/ Personnel
Protective Equipment
6. Perlindungan dan Pengamanan Lokasi (Site Security and
Safety)
7. Pengapalan dan pengangkutan (shipping and
transportation)
8. Biosekuriti Risk Assessment
23. KONSEP DASAR KESIAPAN TEKNIS MENGHADAPI
ANCAMAN PENYAKIT DARI LUAR NEGERI
Peringatan dini (Early Warning) = Sistem
surveilans yang mampu mendeteksi penyakit di
saat awal dan mampu meneruskan informasi ke
pengambil keputusan secara cepat
Deteksi dini (Early Detection) = Diagnosa yang
cepat dan benar mampu dilakukan pada saat
awal
Respon cepat (Early Response) = Respon
sistematis yang telah ditetapkan; kapasitas untuk
bereaksi secara cepat dan benar
24. Dokumen lain yang harus dipersiapkan
1. Standar Operasional Prosedur (SOP)
– Suatu rencana aksi untuk suatu tindakan tertentu yang mengatur
tentang rincian yang harus dilakukan untuk menyelesaikan
pekerjaan.
2. Rencana Kesiapsiagaan (Preparedness Plan)
– Kesiapan aksi sebelum terjadi wabah, seperti peningkatan
kapasitas, pengadaan peralatan, alokasi tanggung jawab personil,
dan pelatihan untuk semua disiplin yang diperlukan untuk
penanggulangan wabah yang efektif, seperti epidemiologi,
laboratorium, manajemen penyakit dlsbnya.
3. Rencana Respon Cepat (Rapid Response Plan)
– Suatu rencana yang diprogramkan sebelumnya untuk tindakan
cepat terhadap suatu laporan suatu wabah suatu PHMS/PHE untuk
tujuan mengeliminasi kasus indeks & mencegah penyebaran.
25. Definisi kasus PMK (FMD case definition)
• Dugaan kasus PMK apabila ada satu atau lebih ternak
ruminansia indukan memperlihatkan gejala klinis sebagai
berikut: vesikel yang tidak pecah; lepuh dan luka di mulut,
lidah, puting susu dan kaki; pincang, salivasi, cairan
keluar dari hidung dan mulut.
• Diferensial diagnosis mencakup Bluetongue, Foot Rot,
Malignant Catarrhal Fever (MCF), Vesicular Stomatitis,
luka fisik (kaki dan lidah), Contagious Ecthyma, Peste
des Petits Ruminants (PPR), Rabies, keracunan mineral.
26. Strategi penanggulangan wabah PMK
di Pulau Karantina
• Stamping-out (pemusnahan seluruh ternak yang sakit
dan ternak yang kontak dengan yang sakit dalam areal
karantina)
• Karkas dari ternak yang dimusnahkan harus didestruksi
dengan dibakar atau dikubur, atau dengan cara lain
yang dapat mengeliminasi penyebaran infeksi lewat
karkas atau produk-produk asal ternak yang
dimusnahkan tersebut
• Prosedur pembersihan dan desinfeksi (Cleaning and
desinfection) harus dilakukan sesuai ketentuan sebelum
ternak baru dimasukkan kembali ke Pulau Karantina
27. Apa yang dilakukan apabila ditemukan PMK?
• Pernyataan Otoritas Veteriner Karantina kepada Menteri
Pertanian mengenai status wabah PMK.
• Menteri menetapkan Pulau Karantina sebagai daerah wabah dan
melakukan penutupan daerah wabah (kawasan karantina).
• Pemusnahan – semua ternak secara berperikemanusiaan.
• Kompensasi dibayarkan terhadap setiap ternak yang
dmusnahkan dengan harga yang ditetapkan oleh penilai (berlaku
untuk ternaknya apabila milik swasta).
• Disposal – karkas harus dimusnahkan baik melalui cara
‘rendering’ atau insinerasi, meskipun opsi lain juga tersedia
seperti penguburan atau pembakaran.
• Desinfeksi – penyemprotan dengan desinfektan terhadap semua
bagian di areal karantina untuk meminimalkan risiko penyebaran
penyakit.
28. Pemulihan status bebas PMK
(Artikel 8.8.7 angka (1) OIE TAHC)
3 (tiga) bulan setelah disposal dari ternak terakhir
yang dimusnahkan dimana kebijakan stamping-
out dan surveilans diaplikasikan (sesuai
ketentuan dalam Artikel 8.8.40. dan 8.8.42.);