Dokumen ini membahas tentang penyakit-penyakit hewan yang wajib dilaporkan secara internasional dan nasional serta kewajiban melaporkan penyakit hewan menular di Indonesia."
Penyakit-penyakit Hewan Yang Wajib Dilaporkan (Notifiable Animal Diseases) - Ditkeswan-AIPEID, September 2018
1. PENYAKIT-PENYAKIT HEWAN
YANG WAJIB DILAPORKAN
September 2018
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIP FOR
EMERGING INFECTIOUS DISEASES (AIPEID)
2. Penyakit-penyakit Hewan Yang Wajib Dilaporkan
xviii + XX halaman, 16 x 23,5 cm
Disusun oleh Drh. Tri Satya Putri Naipospos, MPhil, PhD
Pertanyaan izin pemanfaatan dokumen ini ditujukan kepada ditjennak@pertanian.go.id.
Direktorat Kesehatan Hewan
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kementerian Pertanian
Gedung C Lantai 9
Jl. Harsono R.M. No. 3, Ragunan, Pasar Minggu
Jakarta Selatan 12550
Ucapan terima kasih kepada:
1. Drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, PhD
2. Drh. Arief Wicaksono, MSi
3. Drh. Boethi Angkasa, MSi
4. Drh. Pebi Purwo Suseno
5. Drh. Arif Hukmi
6. Dr. Andrian Coghill
7. Dr. Daan Vink
8. Drh. Joko Daryono
9. Rani Elsanti Ambyo
3. i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................i
DAFTAR TABEL..................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR…………….…………...………………………………………………………………..iii
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………………………………………….iv
I. LATAR BELAKANG………………………………………………………………………………….1
II. NOTIFIKASI PENYAKIT HEWAN…………..………...……….…………………………………...4
2.1. Aspek Internasional Penyakit Hewan………..…………...….…………………………………….5
2.1.1. Penyakit-penyakit Hewan Yang Wajib Dilaporkan Ke OIE.……..……………………………….5
2.1.2. Penetapan Kriteria Penyakit-penyakit Daftar OIE ................................................................. 8
III. PENYAKIT-PENYAKIT YANG WAJIB DILAPORKAN (NOTIFIABLE DISEASE)……………10
IV. KEWAJIBAN MELAPORKAN PENYAKIT HEWAN MENULAR .......................................... 15
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………………………………………………………….. 21
5.1. Kesimpulan…………………………………………………………..………………………………21
5.2. Rekomendasi.………………………………………………………..………………………...……21
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Contoh sebagian pelaporan Indonesia ke OIE melalui WAHIS untuk penyakit-
penyakit yang ada di Indonesia (Disease present in the Country) tahun 2017
LAMPIRAN 2. Contoh sebagian pelaporan Indonesia ke OIE melalui WAHIS untuk penyakit-
penyakit yang tidak pernah dilaporkan di Indonesia (Disease never reported) tahun
2017
LAMPIRAN 3. Contoh sebagian pelaporan Indonesia ke OIE melalui WAHIS untuk penyakit-
penyakit yang tidak ditemukan di Indonesia (Disease absent) tahun 2017
LAMPIRAN 4. Definisi penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan menurut OIE dengan contoh
istilah yang berbeda tetapi memilik pengertian yang sama
4. ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar penyakit, infeksi dan infestasi yang harus dilaporkan ke OIE (2018) .............. 6
Tabel 2. Penetapan penyakit yang wajib dilaporkan (notifiable) sebagai persyaratan bebas
suatu negara atau zona menurut rekomendasi OIE……………………………….......11
5. iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Penyakit-penyakit daftar OIE (semua hewan darat kecuali kuda dan lebah) yang wajib
dilaporkan ................................................................................................................. 7
Gambar 2. Kriteria penetapan penyakit-penyakit daftar OIE (OIE TAHC Article 1.2.2.)............... 9
Gambar 3. Konsep kerangka penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan, penyakit-penyakit hewan
menular strategis (PHMS), dan penyakit-penyakit zoonosis prioritas……………..….14
Gambar 4. ‘Notifiable diseases in animals’ di website pemerintah Inggris (www.gov.uk) .......... 16
Gambar 5. ‘National list of notifiable animal diseases’ di website pemerintah Australia
(www.agriculture.gov.au) ........................................................................................ 18
Gambar 6. Contoh gejala-gejala ‘notifiable disease’ yang dinilai dengan ranking 1 - 5………….26
6. iv
DAFTAR ISTILAH
AD Aujeszky disease
AIP-EID Australia Indonesia Partnership Emerging Infectious Diseases
AHS African horse sickness
APHA Animal Plant and Health Agency
ASF African swine fever
BSE Bovine spongiform encephalopathy
BT Bluetongue
CBPP Contagious bovine pleuropneumonia
CSF Classical swine fever
DEFRA Department of Environment, Food and Rural Affairs
EHD Epizootic hemorrhagic disease
FMD Foot and mouth disease
HS Haemorrhagic septicaemia
IBR/IPV Infectious bovine rhinotracheitis/Infectious Pustular Vulvovaginitis
i-SIKHNAS Sistim Informasi Kesehatan Hewan Nasional
Kiatvetindo Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia
LSD Lumpy skin disease
ND Newcastle disease
OIE Office International des Epizooties
Pelsa Pelapor desea
PHMS Penyakit Hewan Menular Strategis
PMK Penyakit Mulut dan Kuku
PP Peraturan Pemerintah
PPR Peste des petits rumnants
PRRS Porcine respiratory and reproductive syndrome
RVF Rift Valley Fever
Siskeswannas Sistim Kesehatan Hewan Nasional
TAHC Terrestrial Animal Health Code
TB Tuberculosis
UU Undang-Undang
WAHIS World Animal Health Information System
WNF West Nile Fever
WTO World Trade Organization
7. 1
I. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah suatu negara besar dan kompleks dengan suatu sistim pemerintahan yang
terdesentralisasi, dimana fungsi-fungsi dibagi antara tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Secara kelembagaan, tidak ada ‘garis komando langsung’ (line of command) antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Begitu juga tidak ada alur dan proses yang jelas serta didefinisikan
dengan baik bagi pelaporan wabah penyakit secara cepat (early reporting), maupun penyiapan dana
tanggap darurat (emergency funds) di luar dari dana yang sudah tersedia secara langsung di tingkat
daerah.
Kompetensi kesiapsiagaan dan respon darurat di Indonesia sangat ditentukan oleh sejumlah aspek
yang menyangkut legislasi, kebijakan dan operasional. Analisis kesenjangan (gap analysis) terhadap
ke-3 (tiga) aspek tersebut pernah dilakukan terhadap kompetensi kesiapsiagaan dan respon darurat
Indonesia pada tahun 2016 yang lalu1
, dan salah satu kesenjangan yang diidentifikasi adalah tidak
adanya kriteria mengenai penyakit-penyakit hewan menular tertentu yang dapat menimbulkan
wabah, sehingga tidak tersedia daftar ‘penyakit hewan yang wajib dilaporkan’ (list of notifiable animal
diseases).
Untuk membahas lebih lanjut salah satu rekomendasi menyangkut ‘penyakit-penyakit hewan yang
wajib dilaporkan’ (notifiable diseases) dan hal-hal lain yang terkait langsung (seperti dasar hukum,
kriteria penetapan dlsbnya) maupun yang tidak langsung (seperti mekanisme pelaporan,
kewenangan melapor, bagaimana melaporkan dlsbnya), maka dirasa perlu untuk menyelenggarakan
suatu forum diskusi Kelompok Kerja Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia (Kiatvetindo) untuk
mengkaji bersama aspek internasional dan nasional dari ‘penyakit-penyakit hewan yang wajib
dilaporkan’ tersebut.
Fokus yang dibahas dalam diskusi ini adalah bagaimana penetapan ‘penyakit-penyakit hewan yang
wajib dilaporkan’ (notifiable disease) dapat memperkuat pengamanan terhadap penyakit hewan
melalui ‘kewaspadaan dini’ sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2009
juncto Undang-Undang No. 41 Tahun 2014. Dalam penjelasan UU tersebut dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan ‘kewaspadaan dini’ adalah tindakan pengamatan penyakit secara cepat (early
detection), pelaporan tanda munculnya penyakit secara cepat (early reporting), dan pengamanan
secara awal (early response) termasuk membangun kesadaran masyarakat.
Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) menetapkan yang dimaksud dengan ‘penyakit-penyakit yang
wajib dilaporkan’ (notifiable diseases) adalah suatu penyakit yang masuk daftar yang ditetapkan oleh
Otoritas Veteriner, dan begitu terdeteksi atau terduga, harus mendapatkan perhatian dari Otoritas
tersebut menurut peraturan nasional yang berlaku. OIE juga menetapkan bahwa setiap negara harus
mengembangkan dan menyusun suatu prosedur dan standar terkait pelaporan atau notifikasi wabah
penyakit (Article 3.1.2. OIE Terrestrial Animal Health Code).
1 “Mekanisme Rancangan Penganggaran Kesiagaan Darurat Veteriner”, Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia - Australia Indonesia Partnership for Emerging
Infectious Diseases (AIP-EID), Jakarta 2016.
8. 2
Sejalan dengan yang telah direkomendasikan oleh OIE tersebut, maka perlu dikaji bagaimana
Indonesia dapat mensikronkan dan mengoptimalkan ketentuan mengenai ‘Penyakit Hewan Menular
Strategis’ (PHMS) yang ada dalam UU No. 18/2009 jo UU No. 41/2014 dan ketentuan-ketentuan
tentang penetapannya dalam Peraturan Pemerintah No. 47/2014, sehingga Indonesia dapat
memenuhi kewajiban internasionalnya dalam menotifikasi penyakit secara lebih akurat, cepat dan
transparan.
Begitu juga dengan membahas bagaimana keterkaitan antara daftar ‘penyakit yang wajib dilaporkan’
(list of notifiable animal diseases) dengan ketentuan pelaporan wajib bagi setiap orang yang
mengetahui terjadinya penyakit hewan menular seperti yang diamanatkan dalam UU No. 18/2009 jo
UU No. 41/2014. Dengan demikian dampak negatif dari ketentuan pelaporan tersebut dapat
terhindarkan dan justru memberikan kepada pemerintah suatu posisi yang lebih baik dalam upaya
menanggulangi wabah penyakit hewan. Kegagalan dalam memenuhi ketentuan pelaporan wajib
tersebut akan jauh lebih merugikan secara ekonomi dan mungkin saja menimbulkan risiko politik
yang tidak diinginkan.
Untuk membahas aspek internasional dan nasional dari penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan
sebagaimana disinggung di atas, maka dilaksanakan suatu forum diskusi Kesiagaan Darurat
Veteriner Indonesia (Kaitvetindo) pada tanggal 11 Juli 2018 di Jakarta yang dihadiri oleh perwakilan
dari Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Australian
Indonesia Partnership for Emerging Infectious Diseases (AIP-EID). Diskusi ini bertujuan untuk:
1. Memperbaiki pemahaman dan kesadaran bersama tentang tujuan dan kegunaan dari ‘penyakit-
penyakit hewan yang wajib dilaporkan’ (notifiable diseases);
2. Membahas dan menyepakati tentang kriteria dan mekanisme apa yang diperlukan dalam
penyusunan daftar ‘penyakit hewan yang wajib dilaporkan’ (list of notifiable animal diseases);
3. Memberikan masukan kepada Pemerintah dalam memperkuat aspek-aspek hukum dari
pelaporan munculnya penyakit secara cepat (early reporting) dari penyakit-penyakit hewan yang
wajib dilaporkan tersebut.
Tujuan dari penyusunan dokumen ini adalah untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah cq.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengenai pentingnya suatu negara seperti
Indonesia untuk memenuhi ketentuan internasional terkait dengan pelaporan penyakit dan juga
dalam upaya untuk memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam rangka mendapatkan status bebas
penyakit hewan tertentu bagi suatu daerah/pulau sebagai berikut:
1) Notifikasi penyakit hewan ke OIE untuk memenuhi kewajiban internasional;
2) Penetapan daftar ‘penyakit yang wajib dilaporkan’ (list of notifiable animal diseases); dan
3) Kewajiban untuk melaporkan penyakit hewan menular.
Masukan-masukan nomor 1) dan 2 diharapkan dapat mendukung penyusunan daftar ‘penyakit yang
wajib dilaporkan’ (list of notifiable animal diseases) yang akan menjadi dasar bagi kewajiban
pelaporan apabila timbul dugaan wabah penyakit hewan menular, sehingga dapat mencegah
penyebaran penyakit sedini mungkin, memperingatkan peternak/mitra dagang/negara-negara
9. 3
tetangga akan ancaman wabah, mencegah penyebaran/kejadian penyakit ke manusia, dan
mencegah penyebaran penyakit ke negara-negara mitra dagang melalui eksportasi hewan dan
produk hewan.
Masukan nomor 3) diharapkan dapat mendukung penyusunan rancangan peraturan Menteri
Pertanian untuk memperkuat aspek-aspek hukum yang diperlukan dalam menindaklanjuti kewajiban
pelaporan yang tertuang dalam peraturan perundangan yang berlaku.
10. 4
II. NOTIFIKASI PENYAKIT HEWAN
Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) menyatakan bahwa kualitas suatu Sistim Kesehatan Hewan
Nasional (Siskeswannas) ditentukan oleh sejumlah faktor mendasar yang penting, meliputi etika,
kelembagaan, legislasi, regulasi, dan teknis. Faktor-faktor mendasar ini diuraikan secara rinci dalam
OIE Terrestrial Animal Health Code (TAHC) Article 3.1.2. dan ada 14 prinsip-prinsip dasar yang harus
dipatuhi oleh suatu kelembagaan Kesehatan Hewan Nasional (Veterinary Services) untuk
memastikan kualitas dari kegiatannya.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas kelembagaan Kesehatan Hewan Nasional,
diantaranya yang penting adalah:
(1) notifikasi penyakit hewan;
(2) daftar penyakit-penyakit OIE (OIE listed diseases);
(3) surveilans kesehatan hewan; dan
(4) prosedur sertifikasi kesehatan hewan.
Kesemuanya memerlukan dukungan legislasi dan regulasi veteriner yang relevan dan efektif,
sehingga menjadi kewajiban setiap negara di dunia untuk memastikan bahwa legislasi dan regulasi
tersebut dapat dilaksanakan (enforceable). Dari aspek legislasi, dapat diuraikan adanya sejumlah
kesenjangan mendasar seperti tidak adanya pengaturan khusus mengenai penanggulangan wabah
dalam Undang-Undang terkait kesehatan hewan yang dimiliki Indonesia saat ini.
Dalam hal yang terkait dengan notifikasi penyakit hewan dan daftar penyakit-penyakit yang wajib
dilaporkan (notifiable diseases), ada sejumlah aspek yang masih memerlukan klarifikasi dan
kesepakatan bersama, terutama di antara para pengambil kebijakan dan manajer di pemerintahan.
Bahasan yang difokuskan dalam dokumen ini adalah mengaitkan kedua hal tersebut di atas dengan
aspek-aspek penting lainnya yang diperlukan untuk memperkuat kelembagaan kesehatan hewan
baik pusat maupun daerah dalam melakukan respon darurat wabah penyakit hewan.
Kredibilitas suatu negara dalam melakukan ke-empat faktor mendasar sebagaimana disebutkan di
atas sangat kritis dalam penjaminan kesehatan hewan dan keamanan pangan terkait dengan
perdagangan internasional dan ketahanan pangan nasional.
Dalam dunia yang terglobalisasi, penyakit hewan dapat menyebar sebagai hasil dari pertumbuhan
eksponensial dari perdagangan dan pariwisata. Status resmi kesehatan hewan menyangkut penyakit
hewan suatu negara menjadi suatu faktor kunci untuk mengawal kesehatan hewan, kesehatan
masyarakat dan perdagangan internasional yang aman. Kewajiban internasional suatu negara
adalah memastikan notifikasi penyakit-penyakit hewan ke OIE yang memiliki dampak terhadap
perdagangan internasional dan ketahanan pangan nasional sebagaimana disebutkan di atas.
Sejak 1998, OIE telah memiliki mandat dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk
mengembangkan suatu prosedur pengakuan resmi terhadap status sanitary suatu negara (official
recognition of country sanitary status) untuk kepentingan perdagangan. Sampai bulan Mei 2014,
pengakuan resmi OIE tersebut telah mencakup 6 (enam) penyakit yaitu African horse sickness
(AHS), Bovine spongiform encephalopathy (BSE), Classical swine fever (CSF), Contagious bovine
11. 5
pleuropneumonia (CBPP), Foot and mouth disease (FMD), dan Peste des petits rumnants (PPR).
Daftar negara-negara anggota OIE yang memperoleh status penyakit resmi yang diratifikasi setiap
tahun oleh OIE merupakan suatu elemen yang sangat diperlukan dalam perdagangan internasional
dan strategi global pengendalian penyakit.
2.1. Aspek Internasional Penyakit Hewan
Indonesia sebagai salah satu negara anggota wajib mematuhi ketentuan organisasi yang tertuang
dalam OIE Organic Statutes yang ditandatangani dan diratifikasi oleh negara-negara pendiri pada
tahun 1924. Suatu negara yang memutuskan untuk menjadi anggota OIE harus menyetujui untuk
memenuhi komitmen internasionalnya ke OIE seperti yang ditetapkan dalam Chapter 1.1. OIE
Terrestrial and Aquatic Codes (“Notification and Epidemiological Information”). Komitmen yang paling
penting dalam hal ini adalah memenuhi kewajiban notifikasi penyakit hewan. Pengertian notifikasi
menurut OIE seperti dituangkan dalam Boks 1.
Menurut Article 1.1.2. OIE TAHC, setiap negara anggota harus menyediakan melalui OIE, informasi
bagi negara-negara anggota lainnya, yang diperlukan untuk meminimalkan penyebaran penyakit-
penyakit hewan yang penting dan agen patogen penyebabnya, serta membantu untuk mencapai
pengendalian penyakit-penyakit ini secara lebih baik di seluruh dunia.
Article 1.1.3. OIE TAHC mewajibkan setiap negara anggota untuk menotifikasi segera penyakit-
penyakit daftar OIE melalui World Animal Health Information System (WAHIS) atau faks atau email
dalam waktu 24 jam, setiap kejadian berikut ini:
a. kejadian pertama penyakit, infeksi atau infestasi daftar OIE;
b. kejadian berulang penyakit, infeksi atau infestasi daftar OIE apabila wabah sudah
dinyatakan berakhir;
c. kejadian pertama suatu strain baru dari suatu agen patogen penyakit, infeksi atau infestasi;
d. suatu perubahan yang tiba-tiba dan tidak diharapkan dari penyebaran atau peningkatan
dalam insidensi atau virulensi atau norbiditas atau mortalitas yang disebabkan oleh agen
patogen penyakit, infeksi atau infestasi yang telah ada;
e. kejadian suatu penyakit, infeksi atau infestasi pada spesies induk semang yang tidak biasa.
2.1.1. Penyakit-penyakit Hewan Yang Wajib Dilaporkan Ke OIE
Sesuai dengan Resolusi OIE yang ditetapkan dalam Sidang Umum pada bulan Mei 2018, maka
ditetapkan suatu daftar penyakit, infeksi dan infestasi yang wajib dilaporkan ke OIE.2
2
http://www.oie.int/animal-health-in-the-world/oie-listed-diseases-2018/
BOKS 1:
Notifikasi artinya prosedur dimana (a) Otoritas Veteriner menginformasikan ke Kantor Pusat OIE,
dan (b) Kantor Pusat OIE menginformasikan ke Otoritas Veteriner, mengenai kejadian
penyakit, infeksi atau infestasi sesuai dengan Chapter 1.1. OIE TAHC
12. 6
Pengertian tentang penyakit-penyakit dalam daftar OIE (OIE listed diseases) dapat dilihat dalam
Boks 2.
Daftar tersebut seluruhnya terdiri dari 117 penyakit, infeksi dan infestasi yang menyerang berbagai
spesies hewan baik hewan darat (terrestrial) maupun hewan akuatik (aquatic), dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Daftar penyakit, infeksi dan infestasi yang harus dilaporkan ke OIE (2018)
Jenis berdasarkan spesies hewan Penyakit Infeksi Infestasi Jumlah
Penyakit, infeksi dan infestasi pada multi-spesies 14 9 - 23
Penyakit dan infeksi pada sapi 13 1 - 14
Penyakit dan infeksi pada domba dan kambing 9 2 - 11
Penyakit dan infeksi pada kuda 8 3 - 11
Penyakit dan infeksi pada babi 4 2 - 6
Penyakit dan infeksi pada unggas 10 3 - 13
Penyakit dan infeksi pada lagomorfa 2 - - 2
Infeksi dan infestasi pada lebah - 2 4 6
Penyakit pada spesies lainnya 2 - - -
Penyakit pada ikan 6 4 - 10
Penyakit pada moluska - 7 - 7
Penyakit dan pada krustasea 1 8 - 9
Infeksi pada amfibi - 3 - 3
Total 69 44 4 117
Menurut daftar penyakit daftar OIE yang wajib dilaporkan secara keseluruhan pada Tabel 1 tersebut
di atas, maka penyakit pada hewan darat (terrestrial) saja (kuda, lagomorfa, lebah dan spesies lainnya
tidak dimasukkan) berjumlah 50, sedangkan infeksi berjumlah 17. Gambar 1 memperlihatkan penyakit-
penyakit daftar OIE (kecuali untuk kuda dan lebah) berjumlah 67 yang wajib dilaporkan ke OIE.
Gambar 1 menunjukkan juga bahwa setiap negara berhak untuk menetapkan daftar penyakit-penyakit
yang wajib dilaporkan untuk kepentingan negaranya. Pada dasarnya daftar penyakit-penyakit yang
wajib dilaporkan tersebut dapat mencakup 3 (tiga) kelompok penyakit yaitu:
(1) penyakit-penyakit daftar OIE (OIE listed diseases);
(2) penyakit-penyakit yang tidak masuk daftar OIE (non-OIE listed diseases); dan/atau
(3) penyakit-penyakit baru muncul (emerging diseases).
Penyakit-penyakit daftar non-OIE merupakan penyakit-penyakit hewan penting yang ada di negara
tersebut meskipun tidak termasuk daftar OIE.
BOKS 2:
Penyakit-Penyakit Daftar OIE (OIE Listed Disease):
artinya suatu penyakit, infeksi atau infestasi yang didaftar dalam Chapter 1.3. setelah
diadopsi oleh Majelis Dunia dari Delegasi OIE (means a disease, infection or infestation
listed in Chapter 1.3. after adoption by the World Assembly of OIE Delegates).
13. 7
Gambar 1. Penyakit-penyakit daftar OIE (semua hewan darat kecuali kuda dan lebah) yang
wajib dilaporkan
Multi spesies - 14 penyakit
- 9 infeksi
Sapi - 13 penyakit
- 1 infeksi
Kambing & domba - 9 penyakit
- 2 infeksi
Babi - 4 penyakit
- 2 infeksi
Unggas - 10 penyakit
- 3 infeksi
Namun demikian, masing-masing negara di dunia memiliki peraturan perundangan dan kebijakan
yang belum tentu sama dalam menetapkan daftar ‘penyakit yang wajib dilaporkan’ (list of notifiable
animal diseases). Contohnya, Australia menetapkan daftar penyakit yang wajib dilaporkan
berdasarkan atas daftar penyakit OIE (OIE listed diseases). Penyakit-penyakit yang sifatnya endemik
dimasukkan untuk tujuan surveilans untuk mendeteksi kejadian yang tidak biasa mencakup kematian
atau kesakitan hewan yang tinggi dan penyakit-penyakit yang sangat berpengaruh terhadap
kesehatan masyarakat.3
Contoh lain, Inggris menetapkan daftar penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan bersifat endemik
yaitu penyakit-penyakit yang telah ada di Inggris, seperti bovine Tuberculosis, dan yang bersifat
eksotik yaitu penyakit-penyakit yang tidak biasa ada di Inggris, seperti PMK. Sejumlah penyakit-
penyakit yang endemik dan eksotik tersebut adalah zoonosis yang artinya dapat menular antara
hewan dan manusia, seperti rabies.4
Contoh lain, Irlandia membagi daftar ‘notifiable diseases’nya menjadi 3 (tiga) bagian yaitu (A)
penyakit-penyakit yang sangat menular (highly contagious) (yang sifatnya eksotik, memiliki dampak
ekonomi signifikan, risiko kesehatan masyarakat), yang memerlukan tindakan-tindakan
pemberantasan yang ketat dan cepat atau dapat dijadikan program pemberantasan nasional; (B)
penyakit-penyakit yang memerlukan koordinasi pemerintah dalam melakukan intervensi tindakan-
tindakan pengendalian atau pemberantasan dan pembatasan lalu lintas atau pengujian sebelum
3 http://www.agriculture.gov.au/pests-diseases-weeds/animal/notifiable#background
4 https://www.gov.uk/government/collections/notifiable-diseases-in-animals
OIE list of notifiable terrestrial
animal diseases (2018)
Total = 67 penyakit, infeksi dan infestasi
Country’s list of notifiable
terrestrial animal
diseases
14. 8
pengiriman ternak; dan (C) penyakit-penyakit yang memerlukan surveilans atau mungkin subjek
program pengendalian atau pemberantasan secara sukarela (voluntary) dan pembatasan lalu lintas
ternak atau persyaratan uji untuk menyediakan jaminan keamanan perdagangan di wilayah Irlandia.5
2.1.2. Penetapan Kriteria Penyakit-penyakit Daftar OIE
Untuk menentukan penyakit (disease), infeksi (infection) dan infestasi (Infestation) yang akan
dimasukkan ke dalam penyakit-penyakit daftar OIE, maka ditetapkan kriteria seperti yang tertuang
dalam Chapter 1.3. OIE TAHC. Tujuan dari penetapan penyakit-penyakit daftar OIE adalah untuk
mendukung negara-negara anggota dengan menyediakan informasi yang diperlukan agar dapat
melakukan tindakan-tindakan yang sesuai untuk mencegah penyebaran penyakit lintas batas
(transboundary) dari penyakit-penyakit hewan yang penting, termasuk zoonosis. Hal ini dapat dicapai
apabila notifikasi penyakit hewan dilakukan secara transparan, tepat waktu dan konsisten.
Dalam OIE TAHC, penyakit-penyakit daftar OIE dibedakan antara apa yang disebut sebagai penyakit
(disease), infeksi (infection) dan infestasi (infestation). Definisi dari ketiga istilah tersebut dan juga
contoh dari masing-masing istilah tersebut dapat dilihat dalam Boks 3 berikut ini.
Penyakit-penyakit daftar OIE ditetapkan setiap tahun berdasarkan kriteria yang diuraikan dalam OIE
TAHC Chapter 1.2. sebagai berikut:
1. Penyebaran internasional dari agen patogen (lewat hewan hidup atau produknya, vektor atau
fomit) telah dibuktikan.
DAN
2. Paling tidak satu negara mendemonstrasikan bebas atau akan bebas dari penyakit, infeksi
atau infestasi dalam populasi dari hewan peka berdasarkan Chapter 1.4.
DAN
5
Department of Agriculture, The Food and Marine of Ireland. Q&A on Notifiable Diseases.
https://www.agriculture.gov.ie/media/migration/animalhealthwelfare/diseasecontrols/listofnotifiablediseases/Q
ANotifiableDiseases300118.pdf
BOKS 3:
▪ Penyakit (Disease) artinya manifestasi klinis atau patologis dari infeksi atau infestasi
Contoh: Anthrax, Bluetongue, Bovine anaplasmosis, Paratuberculosis dlsbnya.
▪ Infeksi (Infection) artinya masuk dan berkembangnya atau multiplikasi dari suatu agen
patogen dalam tubuh manusia atau hewan.
Contoh: Infeksi dengan Brucella abortus, Brucella melitensis dan Brucella suis, infeksi
dengan virus penyakit mulut dan kuku, infeksi dengan virus rabies dlsbnya.
▪ Infestasi (Infestation) artinya invasi eksternal atau kolonisasi dari hewan atau sekitarnya
langsung oleh arthropoda, yang dapat menyebabkan gejala-gejala klinis atau
merupakan vektor potensial dari agen-agen patogen.
Contoh: Infestasi lebah madu dengan Tropilaelaps spp., Infestasi lebah madu dengan
Varroa spp. (Varroosis) dlsbnya.
15. 9
3. Cara deteksi dan diagnosa yang dipercaya tersedia dan suatu kasus definisi tersedia yang
secara jelas mengidentifikasi kasus dan memungkinkan untuk membedakan dari penyakit,
infeksi atau infestasi lain.
DAN
4. a. Penularan alamiah ke manusia telah dibuktikan, dan infeksi pada manusia dihubungkan
dengan konsekuensi yang parah.
ATAU
b. Penyakit telah memperlihatkan memiliki suatu dampak yang signifikan terhadap
kesehatan hewan domestik di tingkat suatu negara atau suatu zona dengan
memperhitungkan kejadian dan keparahan gejala-gejala klinis, termasuk kerugian
produksi langsung dan kematian.
ATAU
c. Penyakit telah memperlihatkan atau ada bukti ilmiah yang mengindikasikan memiliki suatu
suatu dampak signifikan terhadap kesehatan satwa liar dengan memperhitungkan
kejadian dan keparahan gejala-gejala klinis langsung dan kematian, dan setiap ancaman
terhadap kelangsungan hidup populasi satwa liar.
Gambar 2 memperlihatkan skema penetapan penyakit, infeksi dan infestasi yang dimasukkan ke
dalam daftar OIE berdasarkan OIE TAHC Article 1.2.2.
Gambar 2. Kriteria penetapan penyakit-penyakit daftar OIE (OIE TAHC Article 1.2.2.)
PENYEBARAN
INTERNASIONAL?
ADA SATU NEGARA BEBAS ATAU
AKAN BEBAS DARI PENYAKIT INI?
ADA CARA DETEKSI ATAU
DIAGNOSA UNTUK MEMBEDAKAN
PENYAKIT INI DENGAN YANG LAIN?
TERBUKTI MENULAR SECARA
ALAMIAH KE MANUSIA?
YATIDAK
DAMPAK TERHADAP KESEHATAN
HEWAN DOMESTIK?
DAMPAK TERHADAP KESEHATAN
SATWA LIAR?
MASUK
DAFTAR
MASUK
DAFTAR
MASUK
DAFTAR
TIDAK
MASUK
DAFTAR
16. 10
III. PENYAKIT-PENYAKIT YANG WAJIB
DILAPORKAN (NOTIFIABLE DISEASES)
Secara umum, pengertian penyakit yang wajib dilaporkan (notifiable disease) dikenal baik dalam
dunia kesehatan dan kesehatan hewan. Dalam Wikipedia, pengertian tentang penyakit yang wajib
dilaporkan adalah setiap penyakit yang menurut peraturan perundangan harus dilaporkan ke
pemerintah yang berwenang (notifiable disease is any disease that is required by law to be reported
to government authorities).6
Pemeriksaan terhadap informasi tersebut memungkinkan pemerintah berwenang untuk memonitor
penyakit dan menyediakan peringatan dini bagi kemungkinan terjadinya wabah. Banyak
pemerintahan di dunia memberlakukan regulasi untuk melaporkan penyakit baik pada manusia dan
hewan (pada umumnya ternak).
OIE menetapkan definisi mengenai penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan (notifiable diseases) dan
penyakit-penyakit daftar OIE (OIE listed diseases) seperti yang terlihat dalam Boks 4 berikut ini.
Alasan-alasan untuk menetapkan penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan adalah sebagai berikut:
1. Pembuktian bebas penyakit (Proof of disease freedom)
Untuk pembuktian bebas dari suatu penyakit tertentu dari suatu negara atau zona sesuai
persyaratan OIE, maka penyakit dimaksud harus wajib dilaporkan (notifiable) di seluruh wilayah
negara atau zona. Dalam Tabel 2 diuraikan persyaratan OIE untuk status bebas negara atau
zona yang menetapkan salah satunya penyakit tersebut wajib dilaporkan (notifiable) di seluruh
wilayah negara atau zona. Persyaratan bebas tidak berlaku bagi penyakit-penyakit parasit seperti
contohnya infeksi Echinococcus, Screwworm, Theileriosis, Trichomonosis dlsbnya.
Untuk kepentingan perdagangan, suatu negara perlu membuktikan kepada negara mitra
dagangnya bahwa negara yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk medeteksi wabah atau
mengetahui keberadaan suatu penyakit. Metoda yang paling baik untuk melakukan hal ini adalah
dengan membangun sistim surveilans pasif yang tepat di negara tersebut. Surveilans pasif adalah
apabila peternak dapat menangkap adanya suatu yang salah dengan hewan/ternaknya dan
melaporkannya ke petugas paramedis, dokter hewan pemerintah atau dokter hewan swasta.
6 https://en.wikipedia.org/wiki/Notifiable_disease
BOKS 4:
Penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan (Notifiable Diseases):
artinya suatu penyakit yang didaftar oleh Otoritas Veteriner, dan begitu terdeteksi atau
terduga, harus mendapatkan perhatian dari Otoritas tersebut, sesuai dengan peraturan
nasional yang berlaku (means a disease listed by the Veterinary Authority, and that, as
soon as detected or suspected, should be brought to the attention of this Authority, in
accordance with national regulations).
17. 11
Setiap kejadian pelaporan harus dicatat karena memberikan indikasi yang baik mengenai tingkat
sensitivitas surveilans pasif di negara tersebut. Oleh karenanya sangat penting apabila terjadi
wabah suatu penyakit tertentu untuk dicatat dan dilaporkan ke tingkat pusat/nasional.7
Tabel 2. Penetapan penyakit yang wajib dilaporkan (notifiable) sebagai persyaratan bebas
suatu negara atau zona menurut rekomendasi OIE
Penyakit Chapter Artikel Persyaratan bebas negara/zona
Anthrax 8.1. 8.1.1. Anthrax wajib dilaporkan di seluruh wilayah negara.
Infeksi dengan virus
penyakit Aujeszky
8.2. 8.2.2. AD wajib dilaporkan di seluruh wilayah negara, dan
seluruh gejala klinis AD yang menciri harus dilakukan
penyidikan lapangan dan laboratorium.
Infeksi dengan virus
bluetongue
8.3. 8.3.3. Suatu negara atau zona dapat dipertimbangkan
bebas dari BT jika infeksi dengan virus BT wajib
dilaporkan di seluruh wilayah negara.
Infeksi dengan Brucella
abortus, B. melitensis dan
B. suis
8.4. 8.4.4. Infeksi dengan Brucella pada hewan harus wajib
dilaporkan di seluruh wilayah negara.
Infeksi dengan virus
penyakit Epizootic
Hemorrhagic
8.7. 8.7.3. Suatu negara atau zona dapat dipertimbangkan
bebas EHD apabila infeksi dengan virus EHD wajib
dilaporkan di seluruh wilayah negara.
Infeksi dengan
Mycobacterium
tuberculosis kompleks
8.11. 8.11.4. Infeksi pada hewan wajib dilaporkan di seluruh
wilayah negara.
Infeksi dengan virus
rabies
8.14. 8.14.2. Rabies wajib dilaporkan di seluruh wilayah negara.
Infeksi dengan virus Rift
Valley Fever
8.15. 8.15.3. Suatu negara atau zona dapat dipertimbangkan
bebas RVF apabila infeksi dengan virus RVF wajib
dilaporkan di seluruh wilayah negara.
Infeksi dengan Trichinella
spp.
8.17. 8.17.4. Infeksi dengan Trichinella wajib dilaporkan di seluruh
wilayah negara.
West Nile Fever 8.19. 8.19.3. Suatu negara atau zona dapat dipertimbangkan
bebas WNF apabila WNF wajib dilaporkan di seluruh
wilayah negara.
Infeksi dengan virus Avian
influenza
10.4. 10.4.2. Avian influenza wajib dilaporkan di seluruh wilayah
negara.
Infeksi dengan virus
Newcastle disease
10.9. 10.9.2. ND wajib dilaporkan di seluruh wilayah negara.
Haemorrhagic
septicaemia
11.7. 11.7.2. Suatu negara atau zona dapat dipertimbangkan
bebas HS apabila penyakit ini wajib dilaporkan di
seluruh negara.
Infectious bovine
rhinotracheitis/Infectious
Pustular Vulvovaginitis
11.8. 11.8.2. Untuk memenuhi persyaratan bebas IBR/IPV suatu
negara atau zona, maka penyakit tersebut atau
dugaan terhadap penyakit tersebut wajib dilaporkan.
Infeksi dengan virus
penyakit Lumpy skin
11. 9. 11.9.3. Suatu negara atau zona dapat dipertimbangkan
bebas LSD apabila infeksi dengan virus LSD wajib
dilaporkan di seluruh wilayah negara.
Infeksi dengan virus Peste
des petits ruminants
14.7. 14.7.3. PPR wajib dilaporkan di seluruh wilayah negara.
7
Animal Disease Reporting Manual 2016. Directorate of Animal Health, Department of Agriculture, Forestry
and Fisheries. Republic of South Africa. http://nahf.co.za/wp-content/uploads/Disease-reporting-manual-
5Apr2016.pdf.
18. 12
Penyakit Chapter Artikel Persyaratan bebas negara/zona
Scrapie 14.8. 14.8.2.
14.8.5.
Negara atau zona yang mendemonstrasikan bebas
historis harus memenuhi persyaratan dimana scrapie
wajib dilaporkan paling tidak selama 25 tahun.
Di negara atau zona dimana suatu unit usaha
produksi berlokasi harus memenuhi persyaratan
dimana scrapie wajib dilaporkan.
Infeksi dengan virus
African swine fever
15.1. 15.1.2. ASF wajib dilaporkan di seluruh wilayah negara, dan
semua ternak babi yang menunjukkan gejala klinis
ASF yang menciri harus dilakukan penyidikan
lapangan dan laboratorium.
Infeksi dengan virus
Classical swine fever
15.2. 15.2.2. CSF wajib dilaporkan di seluruh wilayah negara, dan
semua ternak menunjukkan gejala klinis CSF yang
menciri harus dilakukan penyidikan lapangan dan
laboratorium.
Infeksi dengan virus
Porcine respiratory and
reproductive syndrome
15.3. 15.3.3. Suatu negara, zona atau kompartemen dapat
dipertimbangkan bebas PRRS apabila PRRS wajib
dilaporkan di seluruh wilayah negara.
Transmissible
gastroenteritis
15.5. 15.5.2. Otoritas veteriner negara pengimpor memerlu-kan
sertifikat veteriner yang menyatakan bahwa hewan
datang dari suatu negara dimana TGE wajib
dillaporkan dan tidak ada kasus klinis tercatat dalam
waktu 3 tahun terakhir.
2. Pelaporan cepat wabah penyakit hewan menular yang penting (immediate notification)
Setiap negara harus memiliki peraturan perundangan yang mewajibkan setiap orang untuk
melaporkan setiap ada dugaan wabah penyakit. Pelaporan cepat wabah terkait dengan
kewajiban bagi setiap orang yang ditetapkan dalam UU No. 18/2009 jo UU NO. 41/2014 Pasal
45 ayat (1). Untuk menjalankan pasal tersebut, maka setiap orang yang dimaksud harus mampu
mengetahui bagaimanan menandai dan melaporkannya.
Sangat penting bagi suatu negara untuk memiliki kemampuan untuk mendeteksi munculnya
wabah penyakit hewan menular tertentu untuk memberikan respon yang cepat dan tepat
terhadap kejadian wabah tersebut. Sejumlah tujuan yang menjadi dasar pentingnya deteksi dan
pelaporan cepat wabah adalah:
▪ Mencegah penyebaran penyakit.
▪ Melembagakan program-program pengendalian penyakit.
▪ Memberantas suatu penyakit.
▪ Memperingatkan peternak/mitra dagang/negara-negara tetangga.
▪ Mencegah penyebaran/kejadian suatu penyakit ke manusia, contohnya: rabies.
▪ Menurunkan dampak ekonomi dari suatu penyakit.
▪ Mencegah penyebaran penyakit ke negara-negara mitra dagang melalui eksportasi
hewan dan produk hewan.7
Di bawah ini diuraikan contoh bagaimana pemerintah Inggris melakukan langkah-langkah yang
diperlukan untuk melaksanakan amanat dalam UU (Animal Health Act 1981 Section 88) yang
menyatakan bahwa kewajiban hukum untuk setiap orang untuk melaporkan penyakit-penyakit
yang wajib dilaporkan ke pihak berwenang (dalam hal ini Animal and Plant Health Agency/APHA).
19. 13
Menurut definisi yang ditetapkan oleh Pemerintah Inggris, penyakit-penyakit yang wajib
dilaporkan (notifiable diseases) adalah penyakit-penyakit yang menurut hukum wajib dilaporkan
ke Animal and Plant Health Agency (APHA), meskipun hanya seekor hewan yang diduga telah
terjangkit. Penyakit-penyakit tersebut bisa yang bersifat endemik atau telah ada di Inggris, seperti
bovine tuberculosis (TB), dan penyakit-penyakit eksotik atai yang tidak biasa ada di Inggris,
seperti PMK.8
Contoh lain adalah yang diterapkan oleh pemerintah Australia dimana suatu persyaratan legal
berlaku bagi setiap orang yang menduga atau mendiagnosa suatu penyakit yang masuk daftar,
untuk segera melapor ke otoritas kesehatan hewan di negara bagian atau di wilayahnya. Untuk
itu suatu daftar nasional penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan (notifiable animal diseases)
yang ditetapkan berdasarkan daftar ‘notifiable diseases’ ke OIE.
Penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan di Australia meliputi: (a) setiap penyakit yang diketahui
eksotik; (b) suatu varian strain dari suatu penyakit endemik; (c) suatu penyakit endemik yang
terjadi dalam bentuk mewabah – berarti suatu respon diperlukan untuk mencegah suatu epidemi;
(d) suatu penyakit infeksius dari penyebab tidak diketahui, yang mungkin menjadi suatu penyakit
baru. Penyakit endemik dimasukkan untuk tujuan surveilans untuk mendeteksi insidens yang
tidak biasa (unusual incidents) termasuk kematian atau kesakitan hewan dan penyakit-penyakit
yang punya pengaruh signifikan terhadap kesehatan masjarakat.9
3. Pelaporan penyakit ke OIE (animal disease reporting)
Sesuai dengan OIE TAHC Article 1.1.3., setiap negara anggota bertanggung jawab untuk
melaporkan yaitu: (1) laporan enam bulanan (six-monthly reports) mengenai ada atau tidaknya
suatu penyakit yang termasuk daftar OIE di negara tersebut dan evolusi dari penyakit, infeksi
atau infestasi (apabila ada), serta informasi epidemiologik signifikan untuk diberitahukan ke
negara anggota lainnya; (2) laporan tahunan (annual reports) yang signifikan untuk diberitahukan
ke nagara anggota lainnya.
Lampiran 1, 2, dan 3 berturut-turut memperlihatkan pelaporan Indonesia ke OIE melalui World
Animal Health Information System (WAHIS) tahun 2017 untuk: (1) penyakit-penyakit yang ada
(disease present) di Indonesia; (2) penyakit-penyakit yang tidak pernah dilaporkan (disease never
reported) di Indonesia; dan (3) penyakit-penyakit yang tidak ada (disease absent) di Indonesia.
Salah satu kolom yang harus diisi adalah apakah penyakit yang masuk dalam daftar OIE
merupakan penyakit yang wajib dilaporkan (notifiable disease) di negara tersebut.
Sampai saat ini, Indonesia belum menetapkan penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan dalam
peraturan perundangannya, sehingga dengan mempertimbangkan 3 (tiga) alasan tersebut diatas
maka Indonesia perlu menetapkan daftar penyakit yang wajib dilaporkan (list of notifiable animal
diseases) untuk memenuhi ketentuan internasional menurut OIE.
Untuk pemahaman bersama yang terpadu dan konsisten mngenai penggunaan terminologi yang
telah dikenal selama ini yaitu (1) PMHS, (2) penyakit-penyakit zoonosis prioritas, dan (3) penyakit-
penyakit yang wajib dilaporkan, maka diusulkan konsep seperti dalam Gambar 3 di bawah ini.
8 https://www.gov.uk/government/collections/notifiable-diseases-in-animals
9 http://www.agriculture.gov.au/pests-diseases-weeds/animal/notifiable
20. 14
Gambar 3: Konsep kerangka penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan, penyakit-penyakit
hewan menular strategis (PHMS), dan penyakit-penyakit zoonosis prioritas
Sesuai yang diilustrasikan dalam Gambar 3, penyakit-penyakit zoonosis prioritas menjadi bagian dari
PHMS dan PHMS merupakan bagian dari penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan (notifiable
diseases). Penetapan PHMS didasarkan pada definisi sebagaimana ditetapkan dalam UU No.
18/2009 jo UU No. 41/2014 yang sesuai dengan kebijakan nasional mendapatkan prioritas dalam
pananggulangannya. Penyakit-penyakit zoonosis prioritas didasarkan pada definisi sebagaimana
ditetapkan dalam PP No 95/2012 dan PP No. 47/2014 yaitu penyakit-penyakit hewan yang dapat
menular dari hewan kepada manusia atau sebaliknya.
Tidak semua negara-negara di dunia memiliki istilah dan definisi yang sama mengenai penyakit-
penyakit yang wajib dilaporkan (notifiable diseases) dan dalam Lampiran 4 diberikan contoh istilah
dan dari beberapa negara.
Penyakit-penyakit
yang wajib
dilaporkan
(Notifiable diseases)
P H M S
Penyakit-
penyakit
ZOONOSIS
prioritas
21. 15
IV. KEWAJIBAN MELAPORKAN PENYAKIT
HEWAN MENULAR
Kewajiban melaporkan timbulnya suatu kejadian penyakit hewan menular diamanatkan dalam UU
No. 18/2009 jo UU No. 41/2014 Pasal 45 ayat (1), sehingga kewajiban tersebut sah menurut hukum
dan dikenakan sanksi administratif Pasal 85 ayat (1) (lihat Boks 3). Penyakit hewan menular yang
wajib dilaporkan dalam Penjelasan UU 18/2009 jo UU No. 41/2014 disebutkan antara lain antraks,
Septicemia Epizoties (SE), Brucelosis, Avian Influenza (AI), tetelo (New Castle Disease), Hog
Cholera, Rabies.
Definisi ‘setiap orang’ menurut UU No.18/2009 jo UU No. 41/2014 adalah orang perorangan atau
korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang melakukan
kegiatan di bidang peternakan dan kesehatan hewan.
Meskipun kewajiban pelaporan penyakit hewan menular telah memiliki dasar hukum di Indonesia,
akan tetapi pelaksanaan pasal ini dalam kenyataannya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tidak
setiap orang sebagaimana dimaksud dalam definisi UU mengetahui dan memahami adanya pasal ini,
terlebih lagi bahwa ada sanksi administratif yang diberlakukan bagi setiap orang yang melanggar.
Yang dimaksud dengan setiap orang terutama peternak, pedagang ternak, petugas yang bertanggung
jawab dalam kegiatan di bidang peternakan dan kesehatan hewan, maupun juga dokter hewan, yang
menduga atau mengetahui adanya hewan yang menunjukkan gejala atau tanda dari suatu penyakit.
Tugas pemerintah dalam hal ini adalah mensosialisasikan pasal ini terutama kepada setiap orang
yang dimaksud dalam UU. Pasal-pasal yang mengatur tentang kewajiban pelaporan penyakit hewan
dalam UU No. 18/2009 jo UU No. 41/2014 dapat dilihat dalam Boks 5.
Begitu juga, apabila suatu hasil uji yang diperoleh dari analisis laboratorium menunjukkan infeksi oleh
suatu agen penyakit atau potensi infeksi (tertunda menunggu hasil lebih lanjut), laboratorium tersebut
wajib untuk melaporkan terduga infeksi atau infeksi yang sudah terkonfirmasi kepada pejabat otoritas
veteriner setempat. Semua pihak ketiga wajib untuk memberikan detil identifikasi mengenai nama dan
alamat pemilik hewan ke otoritas veteriner.
BOKS 5:
Pasal 45 ayat (1): Setiap orang, termasuk peternak, pemilik hewan, dan perusahaan peternakan
yang berusaha di bidang peternakan yang mengetahui terjadinya penyakit hewan menular wajib
melaporkan kejadian tersebut kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau dokter hewan
berwenang setempat.
Pasal 85 ayat (1): Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (4),
Pasal 15 ayat (3), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 22 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 23,
Pasal 24 ayat (2), Pasal 25 ayat (1), Pasal 29 ayat (3), Pasal 42 ayat (5), Pasal 45 ayat (1), Pasal
47 ayat (2) atau ayat (3), Pasal 50 ayat (3), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (1), Pasal 54 ayat (3),
Pasal 58 ayat (5), Pasal 59 ayat (2), Pasal 61 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 62 ayat (2) atau ayat
(3), Pasal 69 ayat (2), dan Pasal 72 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
22. 16
Pelaporan penyakit hewan menular tertentu ke pemerintah berwenang merupakan landasan dari
setiap sistim kesehatan hewan. Pelaporan penyakit hewan menular adalah penting mengingat
sejumlah alasan sebagai berikut:
(1) mengidentifikasi wabah secara cepat, sehingga dapat memfasilitasi suatu respon yang
terkoordinasi terhadap penyakit-penyakit eksotik yang secara ekonomi sangat merugikan bagi
Indonesia.
(2) memastikan terlaksananya surveilans yang efektif, sehingga dapat memfasilitasi suatu respon
yang terkoordinasi terhadap penyakit-penyakit baru atau yang baru muncul (emerging disease).
(3) mengidentifikasi dan memungkinkan suatu respon yang terkoordinasi terhadap penyakit-
penyakit zoonosis – yang menular antara hewan dan manusia dan signifikan bagi kesehatan
masyarakat.
(4) menyediakan data surveilans untuk mendukung program-program pengendalian atau
pemberantasan yang wajib atau sukarela (voluntary).
(5) menyediakan data surveilans untuk sertifikasi internasional bagi hewan atau produk hewan –
dalam hal sertifikasi bilateral dengan negara-negara lain dan juga untuk memenuhi persyaratan
Indonesia sebagai negara anggota OIE.10
Dibawah ini diberikan contoh bagaimana negara Inggris menginformasikan kepada publik melalui
internet mengenai penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Petunjuk mengenai ke lembaga pemerintah mana harus melaporkan dan pelaporan dilakukan
melalui saluran telepon cepat (hotline) seperti yang terlihat pada Boks 6.11
Gambar 4. ‘Notifiable diseases in animals’ di website pemerintah Inggris (www.gov.uk)
10 https://www.agriculture.gov.ie/media/migration/animalhealthwelfare/diseasecontrols/listofnotifiablediseases/
QANotifiableDiseases300118.pdf
11 https://www.gov.uk/government/collections/notifiable-diseases-in-animals
23. 17
Contoh di INGGRIS: Apa yang harus ANDA lakukan apabila menduga suatu ‘notifiable disease’?
1. Laporkan ke Defra Rural Services Helpline 03000 200 301.
2. Dokter hewan APHA akan menginvestigasi – mereka biasanya akan mengunjungi peternakan
anda dan menjalankan penyelidikan. Tugas dokter hewan APHA menjelaskan pembatasan apa
yang akan diterapkan di peternakan anda sebelum inspektor veteriner APHA datang.
3. Apabila inspektor veteriner APHA menduga suatu notifiable disease, maka mereka akan
mengambil sampel untuk pengujian (hal ini dapat saja mencakup membunuh hewan terduga
sebelum diambil sampelnya).
4. Mereka akan menetapkan pembatasan terhadap peternakan anda. Ini artinya anda paling tidak
harus menghentikan pergerakan hewan-hewan peka masuk atau keluar dari peternakan tersebut.
Ini juga mencakup menghentikan semua pergerakan benda apa saja yang dapat menularkan
penyakit, seperti produk daging, peralatan atau kendaraan.
5. Jika penyakit tertentu diduga (terutama PMK atau African horse sickness), maka suatu zona
kontrol temporer dapat ditetapkan di sekitar peternakan anda. Ini akan membatasi pergerakan
hewan peka.
6. Pelarangan akan tetap diberlakukan sampai penyidikan berakhir dan suatu kemungkinan
penyakit eksotik dapat dikesampingkan.11
Contoh di INGGRIS: Apa yang terjadi kalau suatu ‘notifiable disease’ terkonfirmasi?
1. Tindakan harus diambil pada peternakan tertular untuk mengurangi risiko penyebaran penyakit,
termasuk pembatasan lalu lintas. Untuk PMK dan AFS, akan mencakup pemusnahan semua
hewan peka. Peternakan harus dibersihkan dan didesinfeksi dengan aturan pengisian kembali
yang ketat.
2. Pemerintah menginvestigasi darimana asal penyakit dan sejauh mana telah menyebar.
3. Pemerintah memberlakukan pembatasan terhadap semua peternakan dimana penyakit
kemungkinan telah menyebar baik di peternakan asal maupun di peternakan yang kemungkinan
ternaknya kontak.
4. Pembatasan lebih lanjut di wilayah lebih besar bisa saja diberlakukan, bergantung kepada risiko
penyebaran penyakit. Dalam kasus PMK khususnya, pergerakan hewan dibatasi di seluruh
wilayah negara. Untuk beberapa penyakit, zona kontrol otomatis diterapkan. APHA akan
memberitahu anda, tindakan apa yang akan diambil – bergantung pada alamiah penyakit dan
persyaratan EU.
5. Kegiatan berikut yang mungkin dapat menyebarkan penyakit dilarang untuk dilakukan seperti:
perburuan atau penembakan, pengumpulan ternak (misalnya atraksi) dan ekspor.11
BOKS 6: INGGRIS
Apabila anda menduga suatu penyakit hewan yang wajib dilaporkan anda harus melapor segera
dengan menelepon DEFRA Layanan Desa Helpline 03000 200 301. Gagal melakukan ini adalah
suatu pelanggaran.
(If you suspect a notifiable animal disease you must report it immediately by calling the DEFRA
Rural Services Helpline pada 03000 200 301. Failure to do so is an offence).
24. 18
Contoh lain bagaimana negara Australia menginformasikan kepada publik melalui internet mengenai
penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan di tingkat nasional seperti yang terlihat pada Gambar 5.
Mengingat Australia adalah negara federal, maka setiap negara bagian juga memiliki sendiri daftar
penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan. Daftar penyakit di setiap negara bagian mencakup semua
daftar penyakit yang ada di tingkat nasional ditambah dengan penyakit yang spesifik untuk masing-
masing negara bagian. Petunjuk mengenai ke lembaga pemerintah mana harus melaporkan dan
pelaporan dilakukan melalui saluran telepon cepat (hotline) seperti yang terlihat pada Boks 7.12
Gambar 5. ‘National list of notifiable animal diseases’ di website pemerintah Australia
(www.agriculture.gov.au)
Contoh bagaimana negara bagian South Australia menginformasikan kepada publik mengenai
gejala-gejala yang serius dan tidak biasa pada hewan yang perlu dilaporkan oleh setiap orang
sebagai berikut:
▪ Sejumlah besar hewan sakit atau mati
▪ Penyebaran penyakit cepat sekali dalam kelompok atau flok
12 http://www.agriculture.gov.au/pests-diseases-weeds/animal/notifiable#state-and-territory-lists
BOKS 7: AUSTRALIA
Apabila anda menduga atau dapat mengkonfirmasi seekor hewan menunjukkan gejala dari satu
atau lebih penyakit yang masuk daftar, anda harus melaporkannya ke dokter hewan terdekat atau
department di negara bagian dengan menelopen Hotline Darurat Penyakit Hewan Hotline 1800
675 888.
(If you suspect or can confirm that an animal is showing symptoms of one of the diseases listed
below, you must report it to your local vet or your state or territory's department of primary
industries or agriculture by phoning the Emergancy Animal Disease Watch Hotlime 1800 675
888).
25. 19
▪ Hewan pincang, meneteskan air liur, atau air liur berlebihan
▪ Tukak, erosi, atau lepuh-lepuh sekitar kaki, moncong, ambing dan mulut
▪ Perilaku gugup yang tidak biasa
▪ Keluar kotoran cair (mencret), terutama apabila mengandung darah
▪ Pengeluaran cairan hidung berlebihan
▪ Ungas kelihatan kusam kepala bengkak, atau kesulitan bernafas
▪ Penurunan produksi susu pada ternak
▪ Penurunan produksi telur pada unggas
▪ Suatu peningkatan lapisan kulit telur pada unggas
▪ Sakit tiba-tiba dengan kemerosotan fisik atau kematian pada kuda
▪ Setiap gejala penyakit yang tidak biasa atau tidak dipahami pada hewan atau unggas.13
Gambar 6 di bawah ini memperlihatkan hasil penilaian para peserta forum diskusi Kiatvetindo (seperti
yang disinggung dalam Bab I dalam dokumen ini) terhadap pembobotan gejala-gejala serius dan
tidak biasa pada sapi dan kerbau yang perlu dilaporkan oleh setiap orang (termasuk peternak, pemilik
hewan, dan perusahaan peternakan yang berusaha di bidang peternakan) dengan menggunakan
ranking 1 – 5 (1 = tidak penting; 2 = kurang penting; 3 = cukup penting; 4 = penting; dan 5 = sangat
penting).
Gambar 6. Contoh gejala-gejala ‘notifiable disease’ yang dinilai dengan ranking 1 – 5
Dari hasil ranking tersebut, diperoleh gambaran bahwa gejala yang dinilai paling penting berturut-turut
adalah:
(1) Kesakitan dan kematian yang tinggi (5);
(2) Lepuh-lepuh di kaki dan mulut (5);
(3) Penyebaran penyakit cepat (3);
13 http://www.pir.sa.gov.au/biosecurity/animal_health/reporting_animal_disease
5
3
2
5
1
2
2
1
3
0 1 2 3 4 5
Kesakitan dan kematian tinggi
Penyebaran penyakit cepat
Hewan pincang dan air liur berlebihan
Lepuh-lepuh di kaki dan mulut
Perilaku gugup yang tidak biasa
Mencret terutama ada darah
Pengeluaran cairan hidung berlebihan
Penurunan produksi susu
Gejala penyakit yang tidak biasa
26. 20
(4) Gejala penyakit yang tidak biasa (3);
(5) Mencret terutama ada darah (2);
(6) Pengeluaran cairan berlebihan (2);
(7) Penurunan produksi susu (1);
(8) Perilaku yang tidak biasa (1).
Kaidah yang sama juga diterapkan dalam i-SIKHNAS dimana gejala-gejala yang serius dan tidak biasa
yang perlu dilaporkan oleh pelapor desa (pelsa) melalui SMS meliputi:
▪ Tanda yaitu perubahan yang terlihat atau dapat diamati dari hewan/ternak yang sakit. Contoh:
pincang, ambruk, pembengkakan leher, batuk dlsbnya; dan
▪ Sindrom prioritas yaitu kumpulan dari tanda (lebih dari 1 tanda) yang terlihat bersamaan dan
mengarah kepada penyakit prioritas. Contoh: menyebar dengan cepat, menyebabkan kematian
yang cepat pada hewan, perubahan tingkah laku, hipersalivasi dan mengigit (pada anjing) dlsbnya.
27. 21
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
1. Penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan (notifiable diseases) sangat penting bagi Pemerintah
dalam mengenali secara cepat (early recognition) suatu penyakit yang mewabah atau penyakit
eksotik.
2. Memahami dan menyadari arti dan tujuan ‘penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan’ (notifiable
diseases) merupakan faktor penting yang dapat memberikan peluang lebih baik untuk
mengendalikan dan memberantas penyakit, mencegah penyebaran dari hewan ke manusia,
dan mengurangi dampak ekonomi dan sosial bagi masyarakat.
3. Dengan penetapan daftar ‘penyakit yang wajib dilaporkan’ (notifiable diseases) menjadi dasar
untuk:
a. menetapkan penyakit-penyakit hewan menular strategis (PHMS) dan penyakit-penyakit
zoonosis prioritas;
b. melaporkan penyakit hewan yang berpotensi mewabah bagi setiap orang sesuai dengan
peraturan perundangan;
c. menjadi unsur dalam tata cara veteriner yang baik (good veterinary practice); dan
d. memenuhi ketentuan pelaporan penyakit nasional internasional (OIE).
4. Tersedianya daftar ’penyakit yang wajib dilaporkan’ (notifiable diseases) akan membantu
memperjelas dan mewujudkan pelaksanaan Pasal 45 ayat (1) UU No. 18/2009 jo UU No.
41/2014 yang berbunyi: “setiap orang termasuk peternak, pemilik hewan, dan perusahaan
peternakan yang berusaha di bidang peternakan yang mengetahui terjadinya penyakit hewan
menular wajib melaporkan kejadian tersebut kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
dokter hewan berwenang setempat”.
5.2. Rekomendasi
1. Kewajiban mengetahui dan melaporkan ‘penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan’ (notifiable
diseases) perlu disosialisasikan kepada setap orang melalui media apa saja yang
memungkinkan, misalnya: website Ditkeswan, facebook, twitter dlsbnya.
2. Aspek legal dari daftar ‘penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan’ (notifiable diseases) perlu
dipertimbangkan, untuk kemudian dikonstruksikan ke dalam peraturan perundangan di
Indonesia.
3. Kriteria untuk menetapkan daftar ‘penyakit yang wajib dilaporkan’ (notifiable diseases) yang
diusulkan untuk Indonesia sebagai berikut:
(1) Penyakit-penyakit hewan menular endemik yang berpotensi mewabah yang memiliki:
a. dampak terhadap keamanan pangan dan kesehatan masyarakat;
b. dampak ekonomi terhadap peternakan rakyat dan industri;
28. 22
c. dampak terhadap kesehatan satwa liar.
(2) Penyakit-penyakit hewan menular endemik yang menjadi tujuan surveilans untuk
mendeteksi kemungkinan atau insidensi yang tidak biasa; dan
(3) Penyakit-penyakit hewan menular yang eksotik yang masuk dalam daftar penyakit OIE
(OIE listed diseases).
30. 24
LAMPIRAN 1.
Contoh sebagian pelaporan Indonesia ke OIE melalui WAHIS untuk penyakit-penyakit yang
ada di Indonesia (Disease present in the Country) tahun 201714
Domestic Wild
Disease Notifiable Status Notifiable Status Note
Anthrax
Disease limited to one or
more zones
No information
Avian chlamydiosis Disease present No information
Avian infect.
laryngotracheitis
Disease present No information
Avian infectious
bronchitis
Disease present No information
Avian mycoplasmosis
(M. synoviae)
Disease present No information
Bovine anaplasmosis Disease present No information
Bovine babesiosis Disease present No information
Bovine viral diarrhoea Disease present No information
Brucellosis (Brucella
abortus)
Disease limited to one or
more zones
No information
Brucellosis (Brucella
melitensis)
Infection/infestation
limited to one or more
zones
No information
Brucellosis
(Brucella suis)
Infection/infestation
limited to one or more
zones
No information
Classical swine
fever
Disease present No information
14 http://www.oie.int/wahis_2/public/wahid.php/Countryinformation/Animalsituation
31. 25
LAMPIRAN 2.
Contoh sebagian pelaporan Indonesia ke OIE melalui WAHIS untuk penyakit-penyakit yang
tidak pernah dilaporkan di Indonesia (Disease never reported) tahun 201711
Disease Notifiable Type of surveillance Note
African horse sickness General Surveillance
African swine fever General Surveillance
Camelpox General Surveillance
Caprine arthritis/encephalitis General Surveillance
Contagious bov. pleuropneumonia General Surveillance
Contagious cap. pleuropneumonia General Surveillance
Contagious equine metritis General Surveillance
Crimean Congo haemorrhagic fever General Surveillance
Echinococcus granulosus (Infection with) General Surveillance
Echinococcus multilocularis (Infection with) General Surveillance
Encephalomyelitis (West.) General Surveillance
Epizootic haemorrhagic disease General Surveillance
32. 26
LAMPIRAN 3.
Contoh sebagian pelaporan Indonesia ke OIE melalui WAHIS untuk penyakit-penyakit yang tidak ditemukan di Indonesia
(Disease absent) tahun 201711
Domestic Wild
Disease Notifiable
Last
occurrence
Surveillance Note Notifiable
Last
occurrence
Surveillance Note
Bluetongue 12/2016 General Surveillance Unknown
Bovine tuberculosis 12/2006 General Surveillance Unknown
Enzootic bovine
leukosis
12/2016
General and targeted
surveillance
Unknown
Foot and mouth
disease
1983
General and targeted
surveillance
1983
General and targeted
surveillance
Low pathogenic avian
influenza (poultry)
Unknown General Surveillance
Low pathogenic avian
influenza (poultry)
- General Surveillance N*)
Paratuberculosis 12/2016 General Surveillance Unknown
Porcine
reproductive/respiratory
syndr.
12/2016
General and targeted
surveillance
Unknown
Rinderpest 1907 General Surveillance 1907 General Surveillance
Salmonellosis (S.
abortusovis)
12/2006 General Surveillance Unknown
*) N = Low pathogenic avian influenza (unggas), Indonesia, semester 2 2017
Subtipe virus H9N2 low pathogenic avian influenza virus dideteksi pada unggas (Menurut Chapter 10.4, hanya infeksi pada unggas yang
disebabkan oleh virus influenza A subtipe H5 atau H7 atau virus influenza dengan ‘intravenous pathogenicity index’ (IVPI) lebih besar
dari 1,2 yang dilaporkan ke OIE).
33. 27
LAMPIRAN 4.
Definisi penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan menurut OIE dengan contoh istilah yang
berbeda tetapi memilik pengertian yang sama
Referensi peraturan/standar
nasional/internasional
Definisi ‘disease’; ‘reportable diseases’; ‘notifiable
disease’; ‘listed of animal diseases’
CANADA – Health of Animals
Act S.C. 1990. C. 21, 2015 1)
‘Penyakit’ (disease) meliputi (a) suatu penyakit yang wajib
dilaporkan (reportable diseases) dan setiap penyakit lain yang
dapat menjangkiti hewan atau dapat ditularkan dari hewan ke
manusia dan (b) agen penyebab dari penyakit tersebut.
MALAYSIA – Animal Act 647,
1953
‘Penyakit’ (disease) artinya setiap penyakit infeksius atau
menular diantara hewan atau unggas dan meliputi anthrax,
blackquarter, ………… dan setiap penyakit lain yang harus
dinotifikasi dari waktu ke waktu oleh Menteri dalam Lembaran
Negara, dideklarasikan sebagai suatu penyakit sesuai
pengertian dalam Undang-Undang ini.
FILIPINA – Animal Industry and
Veterinary Services Act 2014
Penyakit yang wajib dilaporkan (notifiable disease) merujuk
pada penyakit yang didaftar oleh Otoritas Veteriner, dan begitu
terdeteksi atau terduga, harus mendapatkan perhatian dari
Otoritas Veteriner, mengikuti peraturan nasional yang berlaku.
VIETNAM – Law on Animal
Health No. 79/2015/QH13, 2015
‘daftar penyakit hewan’ (list of animal diseases) merujuk pada
penyakit yang diumumkan sebagai epidemi termasuk penyakit
hewan menular berbahaya yang dapat menyebabkan
kerusakan sosio-ekonomi atau penyakit-penyakit zoonotik
berbahaya.
TANZANIA – Animal Disease
Act No. 17, 2003
‘Penyakit yang wajib dilaporkan’ (notifiable disease) artinya
setiap penyakit, yang mendapatkan perhatian dari Direktur,
dapat diberitahukan dan dideklarasikan untuk wajib dilaporkan
di setiap daerah.
1) Diatur lebih lanjut dalam Reportable Disease Regulations SOR/91-2, 2014.
2)
Diatur lebih lanjut dalam Biosecurity Regulations 2017 Schedule 1 ‘Pests and diseases
required to be notified’.
3)
Artikel 5(1) mengenai ‘Listing of diseases’; merujuk kepada Annex II yang mencantumkan ‘List
of diseases’.