SlideShare a Scribd company logo
1 of 47
Download to read offline
PERATURAN INTERNASIONAL DI
BIDANG LEGISLASI VETERINER
YANG PERLU DIKETAHUI DAN
DIIMPLEMENTASIKAN DI INDONESIA
Drh Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD
Epidemiolog Veteriner
WORKSHOP KURIKULUM LEGISLASI DN ETIKA VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS GAJAH MADA
25 NOVEMBER 2021
Pedoman Legislasi Veteriner menurut
peraturan internasional
▪ Legislasi veteriner mengacu pada berbagai instrumen hukum di mana
suatu negara mengatur, mengelola dan mengendalikan subsektor
kesehatan hewan.
▪ Dengan komoditas peternakan memainkan peran yang semakin penting
dalam agenda perdagangan negara-negara berkembang, maka negara-
negara anggota WTO harus menyelaraskan kerangka legislasi veteriner
negaranya dengan Perjanjian Sanitary dan Phytosanitary (SPS).
▪ Untuk mengikuti standar yang disepakati secara internasional dan
memenuhi kewajiban SPS, suatu negara dapat menyetujui dan
menerapkan hukum nasionalnya sejalan dengan standar internasional
yang dikeluarkan oleh Office International des Epizooties (OIE).
2
Legislasi veteriner menurut OIE
▪ Guidelines on veterinary legislation
▫ Part 1 – General recommendations
▫ Part 2 – Technical recommendations
▪ Chapter 3.4. – Veterinary Legislation
3
Legislasi veteriner
▪ Legislasi adalah elemen kunci dalam mencapai tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance).
▪ Legislasi veteriner adalah kumpulan instrumen hukum yang
spesifik (legislasi primer dan sekunder) yang diperlukan untuk
tata kelola domain veteriner (veterinary domain).
▪ Penyusunan legislasi veteriner nasional membutuhkan
apresiasi yang lebih luas terhadap keseluruhan domain
veteriner dan legislasi pelengkap dan terkait, seperti untuk
keamanan pangan, perdagangan atau konservasi satwa liar.
4
The Veterinary Domain
▪ Domain veteriner (Veterinary Domain) adalah:
“Semua kegiatan yang secara langsung atau tidak
langsung terkait dengan hewan, produknya dan produk
sampingannya, yang membantu melindungi, memelihara
dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
manusia, termasuk dengan cara melindungi kesehatan
hewan, kesejahteraan hewan, dan keamanan pangan”
OIE TAHC Chapter 3.4. Article 3.4.2.
5
Hukum dan penertiban
▪ Untuk mempertahankan hukum dan penertiban dalam “Domain
Veteriner”, diperlukan peraturan perundang-undangan yang
memungkinkan penangguhan dan/atau pengendalian terhadap
hak, hak istimewa (privileges) dan kewajiban pemilik ternak.
6
Sumber: Presentation Dr. Bruce Mukanda (2020). OIE VLSP Expert.
Legislasi Veteriner adalah elemen
penting dari kapasitas suatu
negara dan bahwa legislasi
tersebut merupakan prasyarat
esensial untuk tata kelola yang
baik dari Sistim Kesehatan Hewan
Nasional (SISKESWANNAS).
OIE (2014)
“
“
Legislasi veteriner yang modern
▪ Legislasi veteriner menyediakan kekuatan hukum dan otoritas yang
diperlukan SISKESWANNAS (Veterinary Services) untuk secara efisien
melaksanakan fungsi utamanya untuk memastikan keamanan
masyarakat dan mempromosikan barang publik (public good).
▪ SISKESWANNAS harus didukung oleh peraturan perundang-undangan
yang efektif dan modern karena meningkatnya permintaan global
pangan asal hewan dan meningkatnya perdagangan dunia.
▪ Pergeseran pola penyakit yang terkait dengan perubahan iklim (climate
change) dan muncul dan munculnya kembali penyakit (emergence and
re-emergence of diseases) yang dengan cepat menyebar melintasi
perbatasan internasional.
8
Sumber: Presentation Dr. Bruce Mukanda (2020). African Union, Interafrican Bureau for Animal Resources
Tujuan Legislasi Veteriner
▪ Untuk memberikan dasar hukum (legal basis) untuk regulasi yang efektif
dari domain veteriner dalam upaya mencapai:
▫ Ketahanan pangan melalui perlindungan sumber daya primer
(kesehatan ternak);
▫ Keamanan pangan melalui keterlibatan dari peternakan ke meja
makan (farm to fork);
▫ Kesehatan dan keselamatan manusa melalui pengendalian penyakit
hewan berbahaya dan zoonosis;
▫ Kesejahteraan manusia melalui penjaminan kesejahteraan hewan
dan kesehatan hewan;
▫ Keamanan perdagangan internasional hewan dan produk hewan
melalui kepatuhan terhadap SPS.
9
Sumber: Presentation Dr. Bruce Mukanda (2020). OIE VLSP Expert.
Komponen Domain Veteriner
▪ Otoritas Kompeten (Competent Authorities) (Artikle 3.4.5.)
▪ Dokter hewan dan paraprofesional veteriner (Artikel 3.4.6.)
▪ Laboratorium (Artikel 3.4.7.)
▪ Ketentuan kesehatan terkait produksi hewan (Artikel 3.4.8.)
▪ Penyakit hewan (Artikel 3.4.9.)
▪ Kesejahteraan hewan (Artikel 3.4.10.)
▪ Produk veteriner (Artikel 3.4.11.)
▪ Rantai produksi pangan (Artikel 3.4.12.)
▪ Prosedur impor & ekspor dan sertifikasi veteriner (Artikel 3.4.13.)
10
Fungsi Utama Siskeswannas
▪ Surveilans epidemiologis
▪ Deteksi dini dan pelaporan penyakit hewan, termasuk zoonosis
▪ Respon cepat, pencegahan dan pengendalian penyakit hewan dan
darurat keamanan pangan
▪ Keamanan pangan asal hewan
▪ Kesejahteraan hewan
▪ Sertifikasi status kesehatan hewan dan produk hewan untuk ekspor
▪ Praktik dokter hewan dan paraprofesional veteriner untuk melindungi
kepentingan publik dengan memastikan bahwa tenaga kesehatan
hewan memenuhi syarat dan kompeten dalam melaksanakan perannya
11
Legislasi sebagai dasar SISKESWANNAS
▪ Sistim Kesehatan Hewan Nasional (Siskeswannas)
memerlukan legislasi yang memadai, sehingga sistim dapat
secara efektif melaksanakan fungsi yang dibutuhkan dan
harus minimal memberikan dasar bagi otoritas kompeten
untuk memenuhi kewajibannya sebagaimana ditetapkan
dalam OIE Terrestrial Animal Health Code (OIE, 2015).
▪ Legislasi veteriner dan penegakannya memberikan
kekuasaan dan otoritas yang dibutuhkan bagi Siskeswannas
untuk melaksanakan fungsi utamanya.
12
Standar OIE tentang Legislasi veteriner
Urusan umum
➢ Pendahuluan dan tujuan
➢ Definisi
➢ Prinsip-prinsip umum
➢ Penyusunan legislasi veteriner
Urusan khusus
➢ Otoritas kompeten
➢ Dokter hewan dan
paraprofesional veteriner
➢ Laboratorium dalam domain
veteriner
➢ Ketentuan kesehatan yang
berkaitan dengan produksi
hewan
➢ Penyakit hewan
➢ Kesejahteraan hewan
➢ Obat dan bahan biologik
veteriner
➢ Rantai produksi makanan
untuk konsumsi manusia
➢ Prosedur impor dan ekspor
serta sertifikasi veteriner
13
Prinsip umum legislasi veteriner
1. Penghormatan terhadap hirarki peraturan perundang-undangan
▫ Konsisten antara legislasi primer dan sekunder
2. Dasar hukum
▫ Otoritas kompeten harus memiliki legislasi primer dan
sekunder yang diperlukan untuk menjalankan kegiatannya
pada semua tingkatan administrasi dan geografis.
3. Transparansi
▫ Legislasi harus diinventarisasi dan mudah diakses.
▫ Dikomunikasikan oleh Otoritas Kompeten kepada seluruh
pemangku kepentingan yang relevan.
14
Prinsip umum legislasi veteriner (lanj)
4. Konsultasi
▫ Otoritas Kompeten dan ahli hukum diperlukan untuk
menyusun draf (memastikan bahwa legislasi layak secara
ilmiah, teknis dan hukum).
▫ Partisipasi para pemangku kepentingan sangat esensial untuk
menyusun legislasi yang efektif.
5. Kualitas legislasi dan kepastian hukum
▫ Jelas, koheren, stabil dan transparan dan melindungi warga
negara terhadap efek samping buruk yang tidak diinginkan dari
instrumen hukum. Legislasi harus relevan secara teknis,
diterima masyarakat, dapat dilaksanakan secara efektif dan
berkelanjutan dalam hal teknis, keuangan dan administrasi.
15
Otoritas Kompeten
▪ Legislasi veteriner harus memastikan bahwa:
1. Otoritas Kompeten memiliki semua otoritas hukum yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan legislasi termasuk
kekuasaan (power) untuk menegakkan legislasi.
2. Pada saat melaksanakan mandat hukum, pejabat/petugas
dilindungi dari tindakan hukum dan kerusakan fisik atas
tindakan yang dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan
standar profesional.
3. Kekuasaan dan fungsi pejabat secara eksplisit terdaftar untuk
melindungi hak-hak pemangku kepentingan dan masyarakat
umum terhadap penyalahgunaan wewenang.
16
Delegasi kekuasaan oleh Otoritas Kompeten
▪ Legislasi veteriner harus memberikan kemungkinan bagi Otoritas
Kompeten untuk mendelegasikan tugas-tugas tertentu yang
terkait dengan kegiatan resmi (official activities).
▪ Untuk tujuan ini, legislasi veteriner harus:
▫ menentukan bidang kegiatan dan tugas-tugas spesifik yang
dicakup dalam pendelegasian tersebut.
▫ menyediakan pengendalian, supervisi dan jika diperlukan,
membiayai pendelegasian tersebut.
▫ menetapkan prosedur untuk pendelegasian tersebut.
17
18
DARURAT
Ada kebutuhan untuk legislasi
veteriner yang efektif
Kekuasaan Otoritas Kompeten
▪ Otoritas Kompeten harus diorganisasikan sedemikian rupa
sehingga mampu melakukan tindakan dengan cepat dan koheren
ketika tindakan tersebut adalah kunci keberhasilan, terutama
dalam kasus di mana tindakan darurat kesehatan hewan atau
krisis kesehatan masyarakat veteriner.
▪ Legislasi harus menyediakan suatu RANTAI INSTRUKSI (chain of
command) yang seefektif mungkin (rantai harus pendek, dengan
semua tanggung jawab ditetapkan dengan jelas).
▪ Tanggung jawab dan kekuasaan Otoritas Kompeten dari tingkat
pusat sampai pada yang bertanggung jawab terhadap
implementasi legislasi di lapangan harus ditetapkan dengan jelas.
19
Kekuasaan yang setidaknya harus ada
dalam legislasi primer (Artikel 3.4.5.)
1) Akses ke peternakan/unit usaha dan
kendaraan/kapal untuk melakukan inspeksi.
2) Akses ke dokumen.
3) Penerapan tindakan sanitary (lihat slide berikut).
4) Pembentukan mekanisme kompensasi.
20
20
Tindakan sanitary yang dilakukan
▪ Pengambilan sampel
▪ Penahanan (penyisihan) komoditi, menunggu keputusan tentang
disposisi akhir
▪ Penyitaan komoditas dan fomit
▪ Penghancuran komoditi dan fomit
▪ Penangguhan satu atau lebih kegiatan suatu fasilitas
▪ Penutupan sementara, sebagian atau menyeluruh suatu fasilitas
▪ Penangguhan atau penarikan otorisasi atau persetujuan
▪ Pembatasan pergerakan komoditi, kendaraan/kapal dan, jika
diperlukan fomit dan orang
▪ Daftar penyakit untuk pelaporan wajib (mandatory reporting)
▪ Perintah desinfeksi, disinfestasi atau pengendalian hama (pest control)
21
Regulasi dokter hewan dan
paraprofesional veteriner (Artikel 3.4.6.)
1) menyediakan dasar hukum pembentukan suatu ‘veterinary
statutory body’ (VSB);
2) menjelaskan hak prerogatif, fungsi dan tanggung jawab VSB;
3) menjelaskan struktur umum dan sistim pengaturan dokter
hewan dan paraprofesional veteriner oleh VSB; dan
4) Memberikan otoritas kepada VSB untuk menyediakan
prinsip-prinsip pengaturan dokter hewan dan paraprofesional
veteriner.
22
Prinsip pengaturan dokter hewan dan
paraprofesional veteriner (Artikel 3.4.6.)
a) Berbagai kategori profesional dokter hewan (misalnya spesialisasi)
dan kategori paraprofesional veteriner yang diakui di suatu negara
sesuai dengan kebutuhannya, terutama di kesehatan hewan,
kesejahteraan hewan dan keamanan pangan.
b) Hak prerogatif dari berbagai kategori profesional dokter hewan
(misalnya spesialisasi) dan kategori paraprofesional veteriner yang
diakui di suatu negara.
c) Persyaratan minimum pendidikan awal dan pendidikan berkelanjutan
dan kompetensi dari berbagai kategori profesional dokter hewan
(misalnya spesialisasi) dan kategori paraprofesional veteriner.
d) Persyaratan untuk pengakuan kualifikasi dokter hewan dan
paraprofesional veteriner.
23
Prinsip pengaturan dokter hewan dan
paraprofesional veteriner (lanjutan)
e) Persyaratan untuk melakukan kegiatan kedokteran hewan/sains
(veterinary medicine/science), termasuk tingkat supervisi dari setiap
kategori paraprofesional veteriner.
f) Kekuasaan untuk menangani isu-isu perilaku dan kompetensi, termasuk
persyaratan lisensi dan mekanisme untuk mengajukan banding, yang
berlaku untuk dokter hewan dan paraprofesional veteriner.
g) Persyaratan (kecuali bagi yang berada di bawah tanggung jawab Otoritas
Kompeten) di mana orang selain dokter hewan dapat melakukan kegiatan
yang normalnya dilakukan oleh dokter hewan.
24
Peran VSB
▪ menjaga kesehatan dan kesejahteraan hewan melalui regulasi
tentang standar-standar pendidikan, etika dan klinis dokter hewan
dan paraprofesional veteriner.
▪ melatih disiplin.
▪ meningkatkan kesehatan masyarakat veteriner.
▪ melindungi kepentingan mereka yang bergantung pada hewan;
▪ memastikan bahwa standar-standar profesional yang ditetapkan
terpenuhi.
▪ mengelola registrasi dokter hewan.
▪ mendengar dan memeriksa keluhan.
▪ mempromosikan dan mempertahankan kepercayaan publik
terhadap kedokteran hewan.
25
Sumber: Economides (2007)
Laboratorium dalam domain veteriner
(Artikel 3.4.7.)
Legislasi veteriner harus mengatur tentang:
1) Fasilitas
2) Reagen, kit diagnostik dan agen biologik
dan produk
3) Keamanan laboratorium (laboratory
containment) dan pengendalian agen
biologik dan produk
26
Fasilitas laboratorium
▪ Legislasi veteriner harus menetapkan peran, tanggung jawab,
kewajiban dan persyaratan kualitas untuk:
▫ Laboratorium referensi (reference laboratorium) yang
bertanggung jawab untuk mengendalikan diagnostik
veteriner dan jaringan analitikal, termasuk pemeliharaan
metoda referensi.
▫ Laboratorium diregistrasi oleh Otoritas Kompeten untuk
melaksanakan analisis dari sampel resmi (official samples).
▫ Laboratorium yang melakukan pengujian yang diperlukan di
bawah aturan legislasi untuk tujuan keamanan (safety) dan
pengendalian kualitas (quality control).
27
Ketentuan Kesehatan terkait produksi
ternak (Artikel 3.4.8.)
1. Identifikasi dan penelusuran (traceability)
2. Pasar hewan dan tempat pertemuan lainnya
3. Reproduksi hewan
4. Pakan
5. Produk sampingan
6. Disinfeksi
28
▪ Legislasi veteriner harus menyediakan dasar
bagi Otoritas Kompeten untuk mengelola
penyakit yang penting bagi negara, ada atau
tidak, begitu juga penyakit baru muncul
(emerging diseases) dengan menggunakan
pendekatan berbasis risiko (risk based).
▪ Legislasi veteriner harus menyediakan
kekuasaan bagi Otoritas Veteriner untuk
mengakses informasi yang diperlukan untuk
mematuhi kewajiban notifikasi ke OIE.
Kesejahteraan hewan (Artikel 3.4.10)
1. Ketentuan umum
▫ Legislasi veteriner harus berisi minimal, definisi hukum dari
kekejaman sebagai suatu pelanggaran, dan ketentuan untuk
intervensi langsung Otoritas Kompeten dalam kasus kekejaman
atau pengabaian.
2. Anjing liar dan hewan domestik yang terabaikan
▫ Legislasi veteriner harus menyediakan dasar bagi tindakan
untuk memenuhi persyaratan kesejahteraan hewan (Chapter
7.7.) dan jika perlu, pelarangan mengabaikan hewan dan
manajemen hewan yang terabaikan, termasuk transfer
kepemilikan dan eutanasia.
30
Produk veteriner (Artikel 3.4.11.)
1. Tindakan-tindakan umum
2. Bahan baku untuk digunakan dalam produk veteriner
3. Otorisasi produk veteriner
4. Fasilitas yang memproduksi, menyimpan dan
menjual secara grosir (wholesaling) produk veteriner
5. Ritel, penggunaan dan penelusuran (traceability)
produk veteriner
31
Otorisasi produk veteriner
Legislasi veteriner harus mengatur tentang:
1) Produk yang dicampur ke dalam pakan.
2) Produk yang disiapkan oleh dokter hewan berwenang atau
apoteker berwenang.
3) Keadaan darurat dan sementara (temporer).
4) Penetapan batas maksimum residu (maximum residue limits)
untuk zat aktif dan periode penarikan untuk produk veteriner
yang mengandung zat tersebut.
5) Pembatasan penggunaan produk veteriner untuk hewan
penghasil pangan (food-producing animals).
32
33
Ada kebutuhan legislasi yang mengatur tentang
kesehatan masyarakat dan keamanan pangan
karena berkaitan erat dengan kesehatan hewan
dan penyakit zoonotik
Rantai pangan (Artikel 3.4.12.)
1. Ketentuan umum
2. Produk asal hewan yang ditujukan untuk konsumsi
manusia
3. Operator yang bertanggung jawab atas fasilitas dan
unit usaha yang berkaitan dengan rantai pangan.
34
Kesehatan masyarakat veteriner
1) Pelaksanaan inspeksi ante- dan post mortem di RPH/RPU.
2) Pengendalian setiap tahapan produksi, pengolahan dan distribusi pangan
asal hewan.
3) Pencatatan semua peristiwa kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat
yang terjadi selama produksi primer dan pemotongan.
4) Pemberian kepada operator fasilitas produksi pangan, tanggung jawab
utama untuk mematuhi persyaratan keamanan pangan termasuk
penelusuran yang ditetapkan oleh Otoritas Kompeten.
5) Pemeriksaan untuk mematuhi standar pangan yang relevan dengan
kesehatan atau keamanan.
6) Pemeriksaan/inspeksi dan audit fasilitas.
7) Pelarangan pemasaran produk yang tidak sesuai untuk konsumsi manusia.
8) Ketentuan untuk penarikan (recall) dari pasar semua produk yang mungkin
berbahaya bagi kesehatan manusia atau hewan. 35
Prosedur impor/ekspor (Artikel 3.4.13.)
▪ Legislasi veteriner harus menangani elemen berikut:
1) Koordinasi importir, sebagaimana mestinya, untuk persetujuan oleh
Otoritas Kompeten dari negara pengimpor.
2) Otoritas Kompeten harus menetapkan:
– Daftar barang yang harus dilakukan untuk pemeriksaan veteriner.
– Cekpoin resmi yang ditujukan untuk setiap jenis barang.
– Jenis dan prosedur pemeriksaan yang harus dilakukan.
– Standar yang harus dipatuhi untuk hewan dan komoditas yang
diusulkan untuk diimpor.
3) Pencegahan masuknya barang-barang dan konsinyasi terdaftar ke
dalam negeri kecuali barang-barang tersebut telah melalui pemeriksaan
veteriner.
4) Objektivitas dan independensi inspektor.
36
Hukuman dan Sanksi
▪ Legislasi veteriner harus memberikan hukuman dan sanksi pada
tingkat yang diperlukan untuk implementasi yang tepat dari
keseluruhan strategi:
37
1) Sanksi pidana, yang akan
diterapkan oleh yurisdiksi yang
berwenang menurut prosedur
pidana yang berlaku;
2) Sanksi administratif
yang dirancang untuk
segera diterapkan.
Intervensi oleh inspektur/pengawas
▪ Otoritas Kompeten harus menunjuk inspektur/pengawas yang memiliki
kualitas teknis untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk
implementasi atau verifikasi kepatuhan terhadap legislasi veteriner.
▪ Legislasi veteriner harus dapat memastikan:
a) Inspektur/pengawas harus memiliki otoritas legal untuk campur
tangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
b) Prosedur pidana yang berlaku.
c) Bidang kompetensi dan peran masing-masing inspektur /pengawas
ditentukan sesuai dengan kualifikasi teknis.
d) Inspektur/pengawas dilindungi terhadap tindakan hukum dan
bahaya fisik. 38
Kekuasaan dan prosedur inspektur
▪ Hak-hak inspektur/pengawas harus terdaftar secara eksplisit dan
menyeluruh untuk melindungi hak-hak pemangku kepentingan
terhadap penyalahgunaan wewenang.
▪ Kekuasaan inspektur/pengawas dan aturan tentang inspeksi harus
ditentukan, terutama otorisasi dan persyaratan untuk mendapatkan
akses ke peternakan komersial dan kendaraan.
▪ Inspektur/pengawas harus memiliki kekuasaan dan prosedur untuk:
1) Mendapatkan akses ke dokuman;
2) Mengambil sampel;
3) Menahan (menyisihkan) hewan dan barang, sambil menunggu
keputusan tentang disposisi akhir. 39
Tindakan administratif dan
penegakan hukum
▪ Untuk tujuan tindakan administratif dan penegakan hukum,
elemen-elemen berikut harus ditetapkan dalam legislasi veteriner:
1) Penyitaan hewan, produk dan pangan asal hewan;
2) Penangguhan satu atau lebih aktivitas peternakan yang
diinspeksi;
3) Penutupan sementara (temporer), sebagian (parsial) atau
menyeluruh dari peternakan yang inspeksi;
4) Penangguhan atau penarikan otorisasi atau persetujuan.
40
Keuangan
▪ Legislasi veteriner harus menyediakan sumber,
tingkat dan kondisi keuangan yang diperlukan
untuk:
▫ Pelaksanaan semua kegiatan dari Otoritas
Kompeten terutama inspeksi, pengambilan
sampel (sampling) dan analisis; dan
▫ Prosedur otorisasi atau persetujuan semua
domain yang dicakup oleh legislasi veteriner.
41
Legislasi veteriner adalah
dasar dari setiap kebijakan
kesehatan hewan yang efisien.
42
Adopsi, prioritas, dan implementasi peraturan
internasional untuk kepentingan nasional
▪ Mengacu kepada standar OIE tentang legislasi veteriner, adopsi dan
implementasinya di Indonesia masih menunjukkan adanya defisiensi,
seperti yang ditunjukkan secara umum dari hasil evaluasi OIE Performance
Veterinary Services (PVS) terhadap Negara-Negara Anggota OIE.
▪ Prioritas yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan kita secara
utuh terhadap standar OIE dan sekaligus meningkatkan kualitas legislasi
veteriner Indonesia adalah dengan penyusunan suatu legislasi veteriner
tersendiri seperti yang ada di banyak negara di dunia.
▪ Legislasi veteriner baru tersebut harus juga mencakup praktik dokter
hewan dan paraprofesional veteriner untuk melindungi kepentingan
publik dengan memastikan bahwa tenaga kesehatan hewan memenuhi
syarat dan kompeten dalam melaksanakan perannya
43
Acuan pada legislasi kedokteran
▪ Subsektor Kesehatan hewan direkomendasikan untuk mengajukan
suatu legislasi veteriner primer dengan menggunakan rujukan
kepada yang berlaku di sektor Kesehatan seperti:
▫ UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009
▫ UU Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004
▫ UU Wabah Penyakit Menular No. 3 Tahun 1984
▫ UU Pendidikan Kedokteran No. 20 Tahun 2013
▫ UU Tenaga Kesehatan No. 36 Tahun 2014.
▪ Legislasi veteriner baru yang disusun bisa dibuat secara terpisah
atau menggabungkan semuanya dalam satu legislasi primer seperti
yang disebutkan di atas, dengan memasukkan semua unsur yang
perlu diatur dalam domain veteriner.
44
Dukungan untuk penyusunan legislasi
veteriner (FAO Legal Office)
45
▪ Obat Veteriner
▪ Sistim Kesehatan Hewan
(Veterinary Services)
▪ Profesi Kedokteran Hewan
▪ Tindakan-tindakan Pengendalian
Untuk Penyakit Tertentu
• BSE
• Brucellosis
• Avian Influenza
• Swine Fever
• Penyakit Mulut & Kuku
▪ Produksi Hewan
▪ Sumber Daya Genetik Hewan
▪ Lalu Lintas Hewan
▪ Identifikasi Hewan
▪ Kesehatan Hewan
▪ Kesejahteraan Hewan
▪ Rumah Potong Hewan
▪ Produk Asal Hewan
▪ Pemeriksaan Daging
▪ Sektor Persusuan
▪ Pakan
Materi penguatan legislasi veteriner internasional
dalam pendidikan dokter hewan
▪ Meningkatkan pemahaman calon dokter hewan tentang kebutuhan
hukum dan mengevaluasi apa yang telah tersedia saat ini ditinjau dari
seluruh aspek pengaturan masing-masing komponen domain veteriner :
▫ Otoritas Kompeten
▫ Dokter hewan dan paraprofesional veteriner
▫ Laboratorium
▫ Ketentuan kesehatan terkait produksi hewan
▫ Penyakit hewan
▫ Kesejahteraan hewan
▫ Produk veteriner
▫ Rantai produksi pangan
▫ Prosedur impor & ekspor dan sertifikasi veteriner. 46
Terima kasih!
Email:
tata.naipospos@gmail.com
47

More Related Content

What's hot

Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoidesAscaris lumbricoides
Ascaris lumbricoidesMulkan Fadhli
 
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...Tata Naipospos
 
Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...
Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...
Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...Tata Naipospos
 
Makalah penanganan hewan coba
Makalah penanganan hewan cobaMakalah penanganan hewan coba
Makalah penanganan hewan cobaRhiza Amalia
 
Taenia solium.
Taenia solium.Taenia solium.
Taenia solium.Google
 
Kesiagaan Darurat Wabah Penyakit Hewan - Australia Indonesia Partnership Emer...
Kesiagaan Darurat Wabah Penyakit Hewan - Australia Indonesia Partnership Emer...Kesiagaan Darurat Wabah Penyakit Hewan - Australia Indonesia Partnership Emer...
Kesiagaan Darurat Wabah Penyakit Hewan - Australia Indonesia Partnership Emer...Tata Naipospos
 
Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022
Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022
Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022Tata Naipospos
 
Hormon insulin dan glukagon
Hormon insulin dan glukagonHormon insulin dan glukagon
Hormon insulin dan glukagonRolly Scavengers
 
Resistensi Antimikroba pada Peternakan Unggas dan Ancamannya Terhadap Kesehat...
Resistensi Antimikroba pada Peternakan Unggas dan Ancamannya Terhadap Kesehat...Resistensi Antimikroba pada Peternakan Unggas dan Ancamannya Terhadap Kesehat...
Resistensi Antimikroba pada Peternakan Unggas dan Ancamannya Terhadap Kesehat...Tata Naipospos
 
Farmakokinetik Klinik Carbamazepin
Farmakokinetik Klinik CarbamazepinFarmakokinetik Klinik Carbamazepin
Farmakokinetik Klinik CarbamazepinTaofik Rusdiana
 
antibiotik penghambat sintesa protein
antibiotik penghambat sintesa proteinantibiotik penghambat sintesa protein
antibiotik penghambat sintesa proteinDectectif Dccd
 
Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...
Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...
Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...Tata Naipospos
 
Metabolisme Lipid
Metabolisme Lipid Metabolisme Lipid
Metabolisme Lipid pjj_kemenkes
 
Aktivitas listrik jantung
Aktivitas listrik jantungAktivitas listrik jantung
Aktivitas listrik jantungdatascribdyes
 
Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...
Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...
Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...Tata Naipospos
 
Perhitungan konversi satuan
Perhitungan konversi satuanPerhitungan konversi satuan
Perhitungan konversi satuanAfiesh sp
 
Farmakologi
FarmakologiFarmakologi
FarmakologiCahya
 

What's hot (20)

Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoidesAscaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides
 
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
Optimalisasi Peran Karantina Hewan sebagai Otoritas Veteriner di Perbatasan d...
 
Farmakologi Antelmintik
Farmakologi AntelmintikFarmakologi Antelmintik
Farmakologi Antelmintik
 
Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...
Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...
Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...
 
Makalah penanganan hewan coba
Makalah penanganan hewan cobaMakalah penanganan hewan coba
Makalah penanganan hewan coba
 
Taenia solium.
Taenia solium.Taenia solium.
Taenia solium.
 
Kesiagaan Darurat Wabah Penyakit Hewan - Australia Indonesia Partnership Emer...
Kesiagaan Darurat Wabah Penyakit Hewan - Australia Indonesia Partnership Emer...Kesiagaan Darurat Wabah Penyakit Hewan - Australia Indonesia Partnership Emer...
Kesiagaan Darurat Wabah Penyakit Hewan - Australia Indonesia Partnership Emer...
 
Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022
Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022
Strategi Vaksinasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Ditkeswan-AIHSP, 4-6 Januari 2022
 
Hormon insulin dan glukagon
Hormon insulin dan glukagonHormon insulin dan glukagon
Hormon insulin dan glukagon
 
Resistensi Antimikroba pada Peternakan Unggas dan Ancamannya Terhadap Kesehat...
Resistensi Antimikroba pada Peternakan Unggas dan Ancamannya Terhadap Kesehat...Resistensi Antimikroba pada Peternakan Unggas dan Ancamannya Terhadap Kesehat...
Resistensi Antimikroba pada Peternakan Unggas dan Ancamannya Terhadap Kesehat...
 
Farmakokinetik Klinik Carbamazepin
Farmakokinetik Klinik CarbamazepinFarmakokinetik Klinik Carbamazepin
Farmakokinetik Klinik Carbamazepin
 
antibiotik penghambat sintesa protein
antibiotik penghambat sintesa proteinantibiotik penghambat sintesa protein
antibiotik penghambat sintesa protein
 
Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...
Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...
Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...
 
Metabolisme Lipid
Metabolisme Lipid Metabolisme Lipid
Metabolisme Lipid
 
Patologi Nutrisi
Patologi NutrisiPatologi Nutrisi
Patologi Nutrisi
 
Aktivitas listrik jantung
Aktivitas listrik jantungAktivitas listrik jantung
Aktivitas listrik jantung
 
Antiinflamasi
AntiinflamasiAntiinflamasi
Antiinflamasi
 
Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...
Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...
Kesiapsiagaan Penyakit Mulut dan Kuku - Rapat Koordinasi Balai Besar Veterine...
 
Perhitungan konversi satuan
Perhitungan konversi satuanPerhitungan konversi satuan
Perhitungan konversi satuan
 
Farmakologi
FarmakologiFarmakologi
Farmakologi
 

Similar to PEDOMAN LEGISLASI

Workshop Otoritas Veteriner - FKH UGM, Yogyakarta, 14 November 2013
Workshop Otoritas Veteriner - FKH UGM, Yogyakarta, 14 November 2013Workshop Otoritas Veteriner - FKH UGM, Yogyakarta, 14 November 2013
Workshop Otoritas Veteriner - FKH UGM, Yogyakarta, 14 November 2013Tata Naipospos
 
Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...
Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...
Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...Tata Naipospos
 
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...Tata Naipospos
 
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...Tata Naipospos
 
Permentan Pelayanan Jasa Medik Veteriner 02/2010
Permentan Pelayanan Jasa Medik Veteriner 02/2010Permentan Pelayanan Jasa Medik Veteriner 02/2010
Permentan Pelayanan Jasa Medik Veteriner 02/2010Nusdianto Triakoso
 
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024Tata Naipospos
 
Kepentingan Pengaturan Praktik Kedokteran Hewan - PDHI, 12 Maret 2021
Kepentingan Pengaturan Praktik Kedokteran Hewan - PDHI, 12 Maret 2021Kepentingan Pengaturan Praktik Kedokteran Hewan - PDHI, 12 Maret 2021
Kepentingan Pengaturan Praktik Kedokteran Hewan - PDHI, 12 Maret 2021Tata Naipospos
 
Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...
Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...
Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...Tata Naipospos
 
Bahasa indonesia uu perawat
Bahasa indonesia uu perawatBahasa indonesia uu perawat
Bahasa indonesia uu perawatOkta-Shi Sama
 
Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...
Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...
Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...Tata Naipospos
 
PP Nomor 95 Tahun 2012.pdf
PP Nomor 95 Tahun 2012.pdfPP Nomor 95 Tahun 2012.pdf
PP Nomor 95 Tahun 2012.pdfsusisusyanti
 
Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. I - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 Feb...
Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. I - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 Feb...Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. I - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 Feb...
Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. I - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 Feb...Tata Naipospos
 
1.Kebijakan Keamanan Pangan di Indonesia 2018_Palembang.pdf
1.Kebijakan Keamanan Pangan di   Indonesia 2018_Palembang.pdf1.Kebijakan Keamanan Pangan di   Indonesia 2018_Palembang.pdf
1.Kebijakan Keamanan Pangan di Indonesia 2018_Palembang.pdfAnharYt
 
Perspektif Epidemiologi Kebijakan Bidang Veteriner - Kuliah PPDH FKH IPB, 20 ...
Perspektif Epidemiologi Kebijakan Bidang Veteriner - Kuliah PPDH FKH IPB, 20 ...Perspektif Epidemiologi Kebijakan Bidang Veteriner - Kuliah PPDH FKH IPB, 20 ...
Perspektif Epidemiologi Kebijakan Bidang Veteriner - Kuliah PPDH FKH IPB, 20 ...Tata Naipospos
 
International Health Regulations dan Performance of Veterinary Services - FKF...
International Health Regulations dan Performance of Veterinary Services - FKF...International Health Regulations dan Performance of Veterinary Services - FKF...
International Health Regulations dan Performance of Veterinary Services - FKF...Tata Naipospos
 
Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...
Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...
Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...Tata Naipospos
 
Metoda Audit Negara dari Aspek Veteriner Dalam Kerangka Perdagangan Internasi...
Metoda Audit Negara dari Aspek Veteriner Dalam Kerangka Perdagangan Internasi...Metoda Audit Negara dari Aspek Veteriner Dalam Kerangka Perdagangan Internasi...
Metoda Audit Negara dari Aspek Veteriner Dalam Kerangka Perdagangan Internasi...Tata Naipospos
 
Sesi Khusus ONT PDHI (ADHPI, AEEVI, IDHKI) Profesionalisme dan Kompetensi Dok...
Sesi Khusus ONT PDHI (ADHPI, AEEVI, IDHKI) Profesionalisme dan Kompetensi Dok...Sesi Khusus ONT PDHI (ADHPI, AEEVI, IDHKI) Profesionalisme dan Kompetensi Dok...
Sesi Khusus ONT PDHI (ADHPI, AEEVI, IDHKI) Profesionalisme dan Kompetensi Dok...Tata Naipospos
 
Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...
Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...
Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...Tata Naipospos
 

Similar to PEDOMAN LEGISLASI (20)

Workshop Otoritas Veteriner - FKH UGM, Yogyakarta, 14 November 2013
Workshop Otoritas Veteriner - FKH UGM, Yogyakarta, 14 November 2013Workshop Otoritas Veteriner - FKH UGM, Yogyakarta, 14 November 2013
Workshop Otoritas Veteriner - FKH UGM, Yogyakarta, 14 November 2013
 
Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...
Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...
Perjanjian Internasional yang Mengikat Negara Dalam Isu Veteriner - LKKV PDHI...
 
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
Dampak Penerapan Kesejahteraan Hewan Terhadap Perdagangan Internasional dan S...
 
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
Keterkaitan UU Pendidikan Kedokteran Hewan, Konsil Kedokteran Hewan dan Kuali...
 
Permentan Pelayanan Jasa Medik Veteriner 02/2010
Permentan Pelayanan Jasa Medik Veteriner 02/2010Permentan Pelayanan Jasa Medik Veteriner 02/2010
Permentan Pelayanan Jasa Medik Veteriner 02/2010
 
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
Usulan Konsepsi SISKESWANNAS - Ditkeswan dan AIHSP - 15 Maret 2024
 
Kepentingan Pengaturan Praktik Kedokteran Hewan - PDHI, 12 Maret 2021
Kepentingan Pengaturan Praktik Kedokteran Hewan - PDHI, 12 Maret 2021Kepentingan Pengaturan Praktik Kedokteran Hewan - PDHI, 12 Maret 2021
Kepentingan Pengaturan Praktik Kedokteran Hewan - PDHI, 12 Maret 2021
 
Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...
Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...
Mungkinkah Kompartemen Bebas PMK di Indonesia? - Ditkeswan, Jakarta, 12-13 Ju...
 
Bahasa indonesia uu perawat
Bahasa indonesia uu perawatBahasa indonesia uu perawat
Bahasa indonesia uu perawat
 
Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...
Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...
Kerja Sama Koordinasi Antar Instansi Dalam Pembebasan Penyakit Hewan - Pusat ...
 
PP Nomor 95 Tahun 2012.pdf
PP Nomor 95 Tahun 2012.pdfPP Nomor 95 Tahun 2012.pdf
PP Nomor 95 Tahun 2012.pdf
 
Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. I - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 Feb...
Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. I - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 Feb...Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. I - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 Feb...
Bimtek Analisis Risiko Impor Bag. I - Ditkeswan, Ditjen PKH, Bogor, 18-22 Feb...
 
1.Kebijakan Keamanan Pangan di Indonesia 2018_Palembang.pdf
1.Kebijakan Keamanan Pangan di   Indonesia 2018_Palembang.pdf1.Kebijakan Keamanan Pangan di   Indonesia 2018_Palembang.pdf
1.Kebijakan Keamanan Pangan di Indonesia 2018_Palembang.pdf
 
Perspektif Epidemiologi Kebijakan Bidang Veteriner - Kuliah PPDH FKH IPB, 20 ...
Perspektif Epidemiologi Kebijakan Bidang Veteriner - Kuliah PPDH FKH IPB, 20 ...Perspektif Epidemiologi Kebijakan Bidang Veteriner - Kuliah PPDH FKH IPB, 20 ...
Perspektif Epidemiologi Kebijakan Bidang Veteriner - Kuliah PPDH FKH IPB, 20 ...
 
International Health Regulations dan Performance of Veterinary Services - FKF...
International Health Regulations dan Performance of Veterinary Services - FKF...International Health Regulations dan Performance of Veterinary Services - FKF...
International Health Regulations dan Performance of Veterinary Services - FKF...
 
Uu kesehatan
Uu kesehatanUu kesehatan
Uu kesehatan
 
Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...
Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...
Kompartemen Bebas African Swine Fever (ASF) - Ditkeswan, Jakarta, 16-17 Maret...
 
Metoda Audit Negara dari Aspek Veteriner Dalam Kerangka Perdagangan Internasi...
Metoda Audit Negara dari Aspek Veteriner Dalam Kerangka Perdagangan Internasi...Metoda Audit Negara dari Aspek Veteriner Dalam Kerangka Perdagangan Internasi...
Metoda Audit Negara dari Aspek Veteriner Dalam Kerangka Perdagangan Internasi...
 
Sesi Khusus ONT PDHI (ADHPI, AEEVI, IDHKI) Profesionalisme dan Kompetensi Dok...
Sesi Khusus ONT PDHI (ADHPI, AEEVI, IDHKI) Profesionalisme dan Kompetensi Dok...Sesi Khusus ONT PDHI (ADHPI, AEEVI, IDHKI) Profesionalisme dan Kompetensi Dok...
Sesi Khusus ONT PDHI (ADHPI, AEEVI, IDHKI) Profesionalisme dan Kompetensi Dok...
 
Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...
Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...
Prinsip-prinsip Kompartementalisasi - DItkeswan - Presentasi Zoom, 5 Oktober ...
 

More from Tata Naipospos

Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...Tata Naipospos
 
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024Tata Naipospos
 
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023Tata Naipospos
 
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023Tata Naipospos
 
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...Tata Naipospos
 
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...Tata Naipospos
 
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Tata Naipospos
 
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...Tata Naipospos
 
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...Tata Naipospos
 
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...Tata Naipospos
 
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023Tata Naipospos
 
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...Tata Naipospos
 
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023Tata Naipospos
 
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...Tata Naipospos
 
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...Tata Naipospos
 
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...Tata Naipospos
 
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...Tata Naipospos
 
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...Tata Naipospos
 
Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...
Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...
Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...Tata Naipospos
 
Harmonisasi Pelaksanaan AMR Dengan Regulasi Internasional - Direktorat Kawasa...
Harmonisasi Pelaksanaan AMR Dengan Regulasi Internasional - Direktorat Kawasa...Harmonisasi Pelaksanaan AMR Dengan Regulasi Internasional - Direktorat Kawasa...
Harmonisasi Pelaksanaan AMR Dengan Regulasi Internasional - Direktorat Kawasa...Tata Naipospos
 

More from Tata Naipospos (20)

Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
Vaksinasi PMK dan Masa Kadaluwarsa Vaksin - Ditkeswan dan AIHSP - 29-30 Janua...
 
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
Bahan diskusi: Kondisi Peternakan Indonesia - CIVAS - 20 Januari 2024
 
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
Analisis Risiko PMK - Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, 4-5 Desember 2023
 
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
Preparation PVS Evaluation Follow-up INDONESIA 2023
 
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
Update situasi epidemiologi Avian Influenza di Indonesia, CEVA Scientific Mee...
 
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
Keterlibatan WOAH dalam Peningkatan Kesadaran dan Pengetahun AMR di Indonesia...
 
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
 
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi  Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
Pengantar: Penilaian Bersama Implementasi Penatagunaan AMU Pada Peternakan U...
 
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
Kaitan antara Progressive Control Pathways (PCP) untuk PMK dan Performance of...
 
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
Pentingnya Veterinary Statutory Body bagi Peningkatan Kualitas Profesi Kedokt...
 
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
Kewaspadaan Dini Terhadap Peste des Petits Ruminants - IDHSI, zoom 15 April 2023
 
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
Rencana Kontinjensi Pada Unit Kompartemen Bebas Penyakit - Ditkeswan - Bogor,...
 
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
A - Z Lumpy Skin Disease - Perspektif Global - Dr. B. Show - 25 Maret 2023
 
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
Kompartementalisasi Unit Peternakan Ruminansia Pada Situasi Wabah PMK dan LSD...
 
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
Resiliensi SISKESWANNAS Menghadapi Tantangan Wabah Penyakit Yang Berpotensi M...
 
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
Pengendalian Lalu Lintas dan Vaksinasi Khususnya di Daerah Bebas PMK - Rakor ...
 
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
 
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ASF, LSD, PMK, dan AI pada Burung Liar -...
 
Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...
Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...
Bahan Pembahasan Penyusunan Peta Jalan Pengendalian PMK - Ditkeswan-AIHSP, 24...
 
Harmonisasi Pelaksanaan AMR Dengan Regulasi Internasional - Direktorat Kawasa...
Harmonisasi Pelaksanaan AMR Dengan Regulasi Internasional - Direktorat Kawasa...Harmonisasi Pelaksanaan AMR Dengan Regulasi Internasional - Direktorat Kawasa...
Harmonisasi Pelaksanaan AMR Dengan Regulasi Internasional - Direktorat Kawasa...
 

Recently uploaded

Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 

Recently uploaded (20)

Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 

PEDOMAN LEGISLASI

  • 1. PERATURAN INTERNASIONAL DI BIDANG LEGISLASI VETERINER YANG PERLU DIKETAHUI DAN DIIMPLEMENTASIKAN DI INDONESIA Drh Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD Epidemiolog Veteriner WORKSHOP KURIKULUM LEGISLASI DN ETIKA VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS GAJAH MADA 25 NOVEMBER 2021
  • 2. Pedoman Legislasi Veteriner menurut peraturan internasional ▪ Legislasi veteriner mengacu pada berbagai instrumen hukum di mana suatu negara mengatur, mengelola dan mengendalikan subsektor kesehatan hewan. ▪ Dengan komoditas peternakan memainkan peran yang semakin penting dalam agenda perdagangan negara-negara berkembang, maka negara- negara anggota WTO harus menyelaraskan kerangka legislasi veteriner negaranya dengan Perjanjian Sanitary dan Phytosanitary (SPS). ▪ Untuk mengikuti standar yang disepakati secara internasional dan memenuhi kewajiban SPS, suatu negara dapat menyetujui dan menerapkan hukum nasionalnya sejalan dengan standar internasional yang dikeluarkan oleh Office International des Epizooties (OIE). 2
  • 3. Legislasi veteriner menurut OIE ▪ Guidelines on veterinary legislation ▫ Part 1 – General recommendations ▫ Part 2 – Technical recommendations ▪ Chapter 3.4. – Veterinary Legislation 3
  • 4. Legislasi veteriner ▪ Legislasi adalah elemen kunci dalam mencapai tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). ▪ Legislasi veteriner adalah kumpulan instrumen hukum yang spesifik (legislasi primer dan sekunder) yang diperlukan untuk tata kelola domain veteriner (veterinary domain). ▪ Penyusunan legislasi veteriner nasional membutuhkan apresiasi yang lebih luas terhadap keseluruhan domain veteriner dan legislasi pelengkap dan terkait, seperti untuk keamanan pangan, perdagangan atau konservasi satwa liar. 4
  • 5. The Veterinary Domain ▪ Domain veteriner (Veterinary Domain) adalah: “Semua kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung terkait dengan hewan, produknya dan produk sampingannya, yang membantu melindungi, memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan manusia, termasuk dengan cara melindungi kesehatan hewan, kesejahteraan hewan, dan keamanan pangan” OIE TAHC Chapter 3.4. Article 3.4.2. 5
  • 6. Hukum dan penertiban ▪ Untuk mempertahankan hukum dan penertiban dalam “Domain Veteriner”, diperlukan peraturan perundang-undangan yang memungkinkan penangguhan dan/atau pengendalian terhadap hak, hak istimewa (privileges) dan kewajiban pemilik ternak. 6 Sumber: Presentation Dr. Bruce Mukanda (2020). OIE VLSP Expert.
  • 7. Legislasi Veteriner adalah elemen penting dari kapasitas suatu negara dan bahwa legislasi tersebut merupakan prasyarat esensial untuk tata kelola yang baik dari Sistim Kesehatan Hewan Nasional (SISKESWANNAS). OIE (2014) “ “
  • 8. Legislasi veteriner yang modern ▪ Legislasi veteriner menyediakan kekuatan hukum dan otoritas yang diperlukan SISKESWANNAS (Veterinary Services) untuk secara efisien melaksanakan fungsi utamanya untuk memastikan keamanan masyarakat dan mempromosikan barang publik (public good). ▪ SISKESWANNAS harus didukung oleh peraturan perundang-undangan yang efektif dan modern karena meningkatnya permintaan global pangan asal hewan dan meningkatnya perdagangan dunia. ▪ Pergeseran pola penyakit yang terkait dengan perubahan iklim (climate change) dan muncul dan munculnya kembali penyakit (emergence and re-emergence of diseases) yang dengan cepat menyebar melintasi perbatasan internasional. 8 Sumber: Presentation Dr. Bruce Mukanda (2020). African Union, Interafrican Bureau for Animal Resources
  • 9. Tujuan Legislasi Veteriner ▪ Untuk memberikan dasar hukum (legal basis) untuk regulasi yang efektif dari domain veteriner dalam upaya mencapai: ▫ Ketahanan pangan melalui perlindungan sumber daya primer (kesehatan ternak); ▫ Keamanan pangan melalui keterlibatan dari peternakan ke meja makan (farm to fork); ▫ Kesehatan dan keselamatan manusa melalui pengendalian penyakit hewan berbahaya dan zoonosis; ▫ Kesejahteraan manusia melalui penjaminan kesejahteraan hewan dan kesehatan hewan; ▫ Keamanan perdagangan internasional hewan dan produk hewan melalui kepatuhan terhadap SPS. 9 Sumber: Presentation Dr. Bruce Mukanda (2020). OIE VLSP Expert.
  • 10. Komponen Domain Veteriner ▪ Otoritas Kompeten (Competent Authorities) (Artikle 3.4.5.) ▪ Dokter hewan dan paraprofesional veteriner (Artikel 3.4.6.) ▪ Laboratorium (Artikel 3.4.7.) ▪ Ketentuan kesehatan terkait produksi hewan (Artikel 3.4.8.) ▪ Penyakit hewan (Artikel 3.4.9.) ▪ Kesejahteraan hewan (Artikel 3.4.10.) ▪ Produk veteriner (Artikel 3.4.11.) ▪ Rantai produksi pangan (Artikel 3.4.12.) ▪ Prosedur impor & ekspor dan sertifikasi veteriner (Artikel 3.4.13.) 10
  • 11. Fungsi Utama Siskeswannas ▪ Surveilans epidemiologis ▪ Deteksi dini dan pelaporan penyakit hewan, termasuk zoonosis ▪ Respon cepat, pencegahan dan pengendalian penyakit hewan dan darurat keamanan pangan ▪ Keamanan pangan asal hewan ▪ Kesejahteraan hewan ▪ Sertifikasi status kesehatan hewan dan produk hewan untuk ekspor ▪ Praktik dokter hewan dan paraprofesional veteriner untuk melindungi kepentingan publik dengan memastikan bahwa tenaga kesehatan hewan memenuhi syarat dan kompeten dalam melaksanakan perannya 11
  • 12. Legislasi sebagai dasar SISKESWANNAS ▪ Sistim Kesehatan Hewan Nasional (Siskeswannas) memerlukan legislasi yang memadai, sehingga sistim dapat secara efektif melaksanakan fungsi yang dibutuhkan dan harus minimal memberikan dasar bagi otoritas kompeten untuk memenuhi kewajibannya sebagaimana ditetapkan dalam OIE Terrestrial Animal Health Code (OIE, 2015). ▪ Legislasi veteriner dan penegakannya memberikan kekuasaan dan otoritas yang dibutuhkan bagi Siskeswannas untuk melaksanakan fungsi utamanya. 12
  • 13. Standar OIE tentang Legislasi veteriner Urusan umum ➢ Pendahuluan dan tujuan ➢ Definisi ➢ Prinsip-prinsip umum ➢ Penyusunan legislasi veteriner Urusan khusus ➢ Otoritas kompeten ➢ Dokter hewan dan paraprofesional veteriner ➢ Laboratorium dalam domain veteriner ➢ Ketentuan kesehatan yang berkaitan dengan produksi hewan ➢ Penyakit hewan ➢ Kesejahteraan hewan ➢ Obat dan bahan biologik veteriner ➢ Rantai produksi makanan untuk konsumsi manusia ➢ Prosedur impor dan ekspor serta sertifikasi veteriner 13
  • 14. Prinsip umum legislasi veteriner 1. Penghormatan terhadap hirarki peraturan perundang-undangan ▫ Konsisten antara legislasi primer dan sekunder 2. Dasar hukum ▫ Otoritas kompeten harus memiliki legislasi primer dan sekunder yang diperlukan untuk menjalankan kegiatannya pada semua tingkatan administrasi dan geografis. 3. Transparansi ▫ Legislasi harus diinventarisasi dan mudah diakses. ▫ Dikomunikasikan oleh Otoritas Kompeten kepada seluruh pemangku kepentingan yang relevan. 14
  • 15. Prinsip umum legislasi veteriner (lanj) 4. Konsultasi ▫ Otoritas Kompeten dan ahli hukum diperlukan untuk menyusun draf (memastikan bahwa legislasi layak secara ilmiah, teknis dan hukum). ▫ Partisipasi para pemangku kepentingan sangat esensial untuk menyusun legislasi yang efektif. 5. Kualitas legislasi dan kepastian hukum ▫ Jelas, koheren, stabil dan transparan dan melindungi warga negara terhadap efek samping buruk yang tidak diinginkan dari instrumen hukum. Legislasi harus relevan secara teknis, diterima masyarakat, dapat dilaksanakan secara efektif dan berkelanjutan dalam hal teknis, keuangan dan administrasi. 15
  • 16. Otoritas Kompeten ▪ Legislasi veteriner harus memastikan bahwa: 1. Otoritas Kompeten memiliki semua otoritas hukum yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan legislasi termasuk kekuasaan (power) untuk menegakkan legislasi. 2. Pada saat melaksanakan mandat hukum, pejabat/petugas dilindungi dari tindakan hukum dan kerusakan fisik atas tindakan yang dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan standar profesional. 3. Kekuasaan dan fungsi pejabat secara eksplisit terdaftar untuk melindungi hak-hak pemangku kepentingan dan masyarakat umum terhadap penyalahgunaan wewenang. 16
  • 17. Delegasi kekuasaan oleh Otoritas Kompeten ▪ Legislasi veteriner harus memberikan kemungkinan bagi Otoritas Kompeten untuk mendelegasikan tugas-tugas tertentu yang terkait dengan kegiatan resmi (official activities). ▪ Untuk tujuan ini, legislasi veteriner harus: ▫ menentukan bidang kegiatan dan tugas-tugas spesifik yang dicakup dalam pendelegasian tersebut. ▫ menyediakan pengendalian, supervisi dan jika diperlukan, membiayai pendelegasian tersebut. ▫ menetapkan prosedur untuk pendelegasian tersebut. 17
  • 18. 18 DARURAT Ada kebutuhan untuk legislasi veteriner yang efektif
  • 19. Kekuasaan Otoritas Kompeten ▪ Otoritas Kompeten harus diorganisasikan sedemikian rupa sehingga mampu melakukan tindakan dengan cepat dan koheren ketika tindakan tersebut adalah kunci keberhasilan, terutama dalam kasus di mana tindakan darurat kesehatan hewan atau krisis kesehatan masyarakat veteriner. ▪ Legislasi harus menyediakan suatu RANTAI INSTRUKSI (chain of command) yang seefektif mungkin (rantai harus pendek, dengan semua tanggung jawab ditetapkan dengan jelas). ▪ Tanggung jawab dan kekuasaan Otoritas Kompeten dari tingkat pusat sampai pada yang bertanggung jawab terhadap implementasi legislasi di lapangan harus ditetapkan dengan jelas. 19
  • 20. Kekuasaan yang setidaknya harus ada dalam legislasi primer (Artikel 3.4.5.) 1) Akses ke peternakan/unit usaha dan kendaraan/kapal untuk melakukan inspeksi. 2) Akses ke dokumen. 3) Penerapan tindakan sanitary (lihat slide berikut). 4) Pembentukan mekanisme kompensasi. 20 20
  • 21. Tindakan sanitary yang dilakukan ▪ Pengambilan sampel ▪ Penahanan (penyisihan) komoditi, menunggu keputusan tentang disposisi akhir ▪ Penyitaan komoditas dan fomit ▪ Penghancuran komoditi dan fomit ▪ Penangguhan satu atau lebih kegiatan suatu fasilitas ▪ Penutupan sementara, sebagian atau menyeluruh suatu fasilitas ▪ Penangguhan atau penarikan otorisasi atau persetujuan ▪ Pembatasan pergerakan komoditi, kendaraan/kapal dan, jika diperlukan fomit dan orang ▪ Daftar penyakit untuk pelaporan wajib (mandatory reporting) ▪ Perintah desinfeksi, disinfestasi atau pengendalian hama (pest control) 21
  • 22. Regulasi dokter hewan dan paraprofesional veteriner (Artikel 3.4.6.) 1) menyediakan dasar hukum pembentukan suatu ‘veterinary statutory body’ (VSB); 2) menjelaskan hak prerogatif, fungsi dan tanggung jawab VSB; 3) menjelaskan struktur umum dan sistim pengaturan dokter hewan dan paraprofesional veteriner oleh VSB; dan 4) Memberikan otoritas kepada VSB untuk menyediakan prinsip-prinsip pengaturan dokter hewan dan paraprofesional veteriner. 22
  • 23. Prinsip pengaturan dokter hewan dan paraprofesional veteriner (Artikel 3.4.6.) a) Berbagai kategori profesional dokter hewan (misalnya spesialisasi) dan kategori paraprofesional veteriner yang diakui di suatu negara sesuai dengan kebutuhannya, terutama di kesehatan hewan, kesejahteraan hewan dan keamanan pangan. b) Hak prerogatif dari berbagai kategori profesional dokter hewan (misalnya spesialisasi) dan kategori paraprofesional veteriner yang diakui di suatu negara. c) Persyaratan minimum pendidikan awal dan pendidikan berkelanjutan dan kompetensi dari berbagai kategori profesional dokter hewan (misalnya spesialisasi) dan kategori paraprofesional veteriner. d) Persyaratan untuk pengakuan kualifikasi dokter hewan dan paraprofesional veteriner. 23
  • 24. Prinsip pengaturan dokter hewan dan paraprofesional veteriner (lanjutan) e) Persyaratan untuk melakukan kegiatan kedokteran hewan/sains (veterinary medicine/science), termasuk tingkat supervisi dari setiap kategori paraprofesional veteriner. f) Kekuasaan untuk menangani isu-isu perilaku dan kompetensi, termasuk persyaratan lisensi dan mekanisme untuk mengajukan banding, yang berlaku untuk dokter hewan dan paraprofesional veteriner. g) Persyaratan (kecuali bagi yang berada di bawah tanggung jawab Otoritas Kompeten) di mana orang selain dokter hewan dapat melakukan kegiatan yang normalnya dilakukan oleh dokter hewan. 24
  • 25. Peran VSB ▪ menjaga kesehatan dan kesejahteraan hewan melalui regulasi tentang standar-standar pendidikan, etika dan klinis dokter hewan dan paraprofesional veteriner. ▪ melatih disiplin. ▪ meningkatkan kesehatan masyarakat veteriner. ▪ melindungi kepentingan mereka yang bergantung pada hewan; ▪ memastikan bahwa standar-standar profesional yang ditetapkan terpenuhi. ▪ mengelola registrasi dokter hewan. ▪ mendengar dan memeriksa keluhan. ▪ mempromosikan dan mempertahankan kepercayaan publik terhadap kedokteran hewan. 25 Sumber: Economides (2007)
  • 26. Laboratorium dalam domain veteriner (Artikel 3.4.7.) Legislasi veteriner harus mengatur tentang: 1) Fasilitas 2) Reagen, kit diagnostik dan agen biologik dan produk 3) Keamanan laboratorium (laboratory containment) dan pengendalian agen biologik dan produk 26
  • 27. Fasilitas laboratorium ▪ Legislasi veteriner harus menetapkan peran, tanggung jawab, kewajiban dan persyaratan kualitas untuk: ▫ Laboratorium referensi (reference laboratorium) yang bertanggung jawab untuk mengendalikan diagnostik veteriner dan jaringan analitikal, termasuk pemeliharaan metoda referensi. ▫ Laboratorium diregistrasi oleh Otoritas Kompeten untuk melaksanakan analisis dari sampel resmi (official samples). ▫ Laboratorium yang melakukan pengujian yang diperlukan di bawah aturan legislasi untuk tujuan keamanan (safety) dan pengendalian kualitas (quality control). 27
  • 28. Ketentuan Kesehatan terkait produksi ternak (Artikel 3.4.8.) 1. Identifikasi dan penelusuran (traceability) 2. Pasar hewan dan tempat pertemuan lainnya 3. Reproduksi hewan 4. Pakan 5. Produk sampingan 6. Disinfeksi 28
  • 29. ▪ Legislasi veteriner harus menyediakan dasar bagi Otoritas Kompeten untuk mengelola penyakit yang penting bagi negara, ada atau tidak, begitu juga penyakit baru muncul (emerging diseases) dengan menggunakan pendekatan berbasis risiko (risk based). ▪ Legislasi veteriner harus menyediakan kekuasaan bagi Otoritas Veteriner untuk mengakses informasi yang diperlukan untuk mematuhi kewajiban notifikasi ke OIE.
  • 30. Kesejahteraan hewan (Artikel 3.4.10) 1. Ketentuan umum ▫ Legislasi veteriner harus berisi minimal, definisi hukum dari kekejaman sebagai suatu pelanggaran, dan ketentuan untuk intervensi langsung Otoritas Kompeten dalam kasus kekejaman atau pengabaian. 2. Anjing liar dan hewan domestik yang terabaikan ▫ Legislasi veteriner harus menyediakan dasar bagi tindakan untuk memenuhi persyaratan kesejahteraan hewan (Chapter 7.7.) dan jika perlu, pelarangan mengabaikan hewan dan manajemen hewan yang terabaikan, termasuk transfer kepemilikan dan eutanasia. 30
  • 31. Produk veteriner (Artikel 3.4.11.) 1. Tindakan-tindakan umum 2. Bahan baku untuk digunakan dalam produk veteriner 3. Otorisasi produk veteriner 4. Fasilitas yang memproduksi, menyimpan dan menjual secara grosir (wholesaling) produk veteriner 5. Ritel, penggunaan dan penelusuran (traceability) produk veteriner 31
  • 32. Otorisasi produk veteriner Legislasi veteriner harus mengatur tentang: 1) Produk yang dicampur ke dalam pakan. 2) Produk yang disiapkan oleh dokter hewan berwenang atau apoteker berwenang. 3) Keadaan darurat dan sementara (temporer). 4) Penetapan batas maksimum residu (maximum residue limits) untuk zat aktif dan periode penarikan untuk produk veteriner yang mengandung zat tersebut. 5) Pembatasan penggunaan produk veteriner untuk hewan penghasil pangan (food-producing animals). 32
  • 33. 33 Ada kebutuhan legislasi yang mengatur tentang kesehatan masyarakat dan keamanan pangan karena berkaitan erat dengan kesehatan hewan dan penyakit zoonotik
  • 34. Rantai pangan (Artikel 3.4.12.) 1. Ketentuan umum 2. Produk asal hewan yang ditujukan untuk konsumsi manusia 3. Operator yang bertanggung jawab atas fasilitas dan unit usaha yang berkaitan dengan rantai pangan. 34
  • 35. Kesehatan masyarakat veteriner 1) Pelaksanaan inspeksi ante- dan post mortem di RPH/RPU. 2) Pengendalian setiap tahapan produksi, pengolahan dan distribusi pangan asal hewan. 3) Pencatatan semua peristiwa kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat yang terjadi selama produksi primer dan pemotongan. 4) Pemberian kepada operator fasilitas produksi pangan, tanggung jawab utama untuk mematuhi persyaratan keamanan pangan termasuk penelusuran yang ditetapkan oleh Otoritas Kompeten. 5) Pemeriksaan untuk mematuhi standar pangan yang relevan dengan kesehatan atau keamanan. 6) Pemeriksaan/inspeksi dan audit fasilitas. 7) Pelarangan pemasaran produk yang tidak sesuai untuk konsumsi manusia. 8) Ketentuan untuk penarikan (recall) dari pasar semua produk yang mungkin berbahaya bagi kesehatan manusia atau hewan. 35
  • 36. Prosedur impor/ekspor (Artikel 3.4.13.) ▪ Legislasi veteriner harus menangani elemen berikut: 1) Koordinasi importir, sebagaimana mestinya, untuk persetujuan oleh Otoritas Kompeten dari negara pengimpor. 2) Otoritas Kompeten harus menetapkan: – Daftar barang yang harus dilakukan untuk pemeriksaan veteriner. – Cekpoin resmi yang ditujukan untuk setiap jenis barang. – Jenis dan prosedur pemeriksaan yang harus dilakukan. – Standar yang harus dipatuhi untuk hewan dan komoditas yang diusulkan untuk diimpor. 3) Pencegahan masuknya barang-barang dan konsinyasi terdaftar ke dalam negeri kecuali barang-barang tersebut telah melalui pemeriksaan veteriner. 4) Objektivitas dan independensi inspektor. 36
  • 37. Hukuman dan Sanksi ▪ Legislasi veteriner harus memberikan hukuman dan sanksi pada tingkat yang diperlukan untuk implementasi yang tepat dari keseluruhan strategi: 37 1) Sanksi pidana, yang akan diterapkan oleh yurisdiksi yang berwenang menurut prosedur pidana yang berlaku; 2) Sanksi administratif yang dirancang untuk segera diterapkan.
  • 38. Intervensi oleh inspektur/pengawas ▪ Otoritas Kompeten harus menunjuk inspektur/pengawas yang memiliki kualitas teknis untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk implementasi atau verifikasi kepatuhan terhadap legislasi veteriner. ▪ Legislasi veteriner harus dapat memastikan: a) Inspektur/pengawas harus memiliki otoritas legal untuk campur tangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b) Prosedur pidana yang berlaku. c) Bidang kompetensi dan peran masing-masing inspektur /pengawas ditentukan sesuai dengan kualifikasi teknis. d) Inspektur/pengawas dilindungi terhadap tindakan hukum dan bahaya fisik. 38
  • 39. Kekuasaan dan prosedur inspektur ▪ Hak-hak inspektur/pengawas harus terdaftar secara eksplisit dan menyeluruh untuk melindungi hak-hak pemangku kepentingan terhadap penyalahgunaan wewenang. ▪ Kekuasaan inspektur/pengawas dan aturan tentang inspeksi harus ditentukan, terutama otorisasi dan persyaratan untuk mendapatkan akses ke peternakan komersial dan kendaraan. ▪ Inspektur/pengawas harus memiliki kekuasaan dan prosedur untuk: 1) Mendapatkan akses ke dokuman; 2) Mengambil sampel; 3) Menahan (menyisihkan) hewan dan barang, sambil menunggu keputusan tentang disposisi akhir. 39
  • 40. Tindakan administratif dan penegakan hukum ▪ Untuk tujuan tindakan administratif dan penegakan hukum, elemen-elemen berikut harus ditetapkan dalam legislasi veteriner: 1) Penyitaan hewan, produk dan pangan asal hewan; 2) Penangguhan satu atau lebih aktivitas peternakan yang diinspeksi; 3) Penutupan sementara (temporer), sebagian (parsial) atau menyeluruh dari peternakan yang inspeksi; 4) Penangguhan atau penarikan otorisasi atau persetujuan. 40
  • 41. Keuangan ▪ Legislasi veteriner harus menyediakan sumber, tingkat dan kondisi keuangan yang diperlukan untuk: ▫ Pelaksanaan semua kegiatan dari Otoritas Kompeten terutama inspeksi, pengambilan sampel (sampling) dan analisis; dan ▫ Prosedur otorisasi atau persetujuan semua domain yang dicakup oleh legislasi veteriner. 41
  • 42. Legislasi veteriner adalah dasar dari setiap kebijakan kesehatan hewan yang efisien. 42
  • 43. Adopsi, prioritas, dan implementasi peraturan internasional untuk kepentingan nasional ▪ Mengacu kepada standar OIE tentang legislasi veteriner, adopsi dan implementasinya di Indonesia masih menunjukkan adanya defisiensi, seperti yang ditunjukkan secara umum dari hasil evaluasi OIE Performance Veterinary Services (PVS) terhadap Negara-Negara Anggota OIE. ▪ Prioritas yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan kita secara utuh terhadap standar OIE dan sekaligus meningkatkan kualitas legislasi veteriner Indonesia adalah dengan penyusunan suatu legislasi veteriner tersendiri seperti yang ada di banyak negara di dunia. ▪ Legislasi veteriner baru tersebut harus juga mencakup praktik dokter hewan dan paraprofesional veteriner untuk melindungi kepentingan publik dengan memastikan bahwa tenaga kesehatan hewan memenuhi syarat dan kompeten dalam melaksanakan perannya 43
  • 44. Acuan pada legislasi kedokteran ▪ Subsektor Kesehatan hewan direkomendasikan untuk mengajukan suatu legislasi veteriner primer dengan menggunakan rujukan kepada yang berlaku di sektor Kesehatan seperti: ▫ UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 ▫ UU Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 ▫ UU Wabah Penyakit Menular No. 3 Tahun 1984 ▫ UU Pendidikan Kedokteran No. 20 Tahun 2013 ▫ UU Tenaga Kesehatan No. 36 Tahun 2014. ▪ Legislasi veteriner baru yang disusun bisa dibuat secara terpisah atau menggabungkan semuanya dalam satu legislasi primer seperti yang disebutkan di atas, dengan memasukkan semua unsur yang perlu diatur dalam domain veteriner. 44
  • 45. Dukungan untuk penyusunan legislasi veteriner (FAO Legal Office) 45 ▪ Obat Veteriner ▪ Sistim Kesehatan Hewan (Veterinary Services) ▪ Profesi Kedokteran Hewan ▪ Tindakan-tindakan Pengendalian Untuk Penyakit Tertentu • BSE • Brucellosis • Avian Influenza • Swine Fever • Penyakit Mulut & Kuku ▪ Produksi Hewan ▪ Sumber Daya Genetik Hewan ▪ Lalu Lintas Hewan ▪ Identifikasi Hewan ▪ Kesehatan Hewan ▪ Kesejahteraan Hewan ▪ Rumah Potong Hewan ▪ Produk Asal Hewan ▪ Pemeriksaan Daging ▪ Sektor Persusuan ▪ Pakan
  • 46. Materi penguatan legislasi veteriner internasional dalam pendidikan dokter hewan ▪ Meningkatkan pemahaman calon dokter hewan tentang kebutuhan hukum dan mengevaluasi apa yang telah tersedia saat ini ditinjau dari seluruh aspek pengaturan masing-masing komponen domain veteriner : ▫ Otoritas Kompeten ▫ Dokter hewan dan paraprofesional veteriner ▫ Laboratorium ▫ Ketentuan kesehatan terkait produksi hewan ▫ Penyakit hewan ▫ Kesejahteraan hewan ▫ Produk veteriner ▫ Rantai produksi pangan ▫ Prosedur impor & ekspor dan sertifikasi veteriner. 46