Dokumen tersebut membahas tentang legislasi veteriner dan sistem kesehatan hewan nasional di Indonesia. Ia menjelaskan pentingnya keberadaan otoritas veteriner dan siskeswannas yang kuat untuk menangani tantangan penyakit hewan ke depan seperti penyakit zoonotik dan emerging diseases serta memastikan tata kelola yang baik.
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
Siskeswannas dan Legislasi Veteriner
1. Legislasi Veteriner dan Siskeswannas
Tri Satya Putri Naipospos
Veterinary Epidemiologist
Studium Generale - 2013
Kerjasama Program Pasca Sarjana Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH
IPB dan Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (ASKESMAVETI )
Bebas rabies
2. Tantangan kesehatan hewan ke depan
• Penyakit-penyakit yang secara alamiah multi-hospes:
▫ 60% patogen pada manusia adalah zoonosis
▫ 75% penyakit baru muncul adalah zoonosis
▫ 80% agen-agen berpotensi digunakan dalam bio-
teroris adalah patogen zoonotik
▫ Hampir semua penyakit manusia yang baru berasal
dari ‘reservoir’ hewan
▫ Penyakit-penyakit sekarang ini menyebar lebih cepat
ke seluruh dunia dibandingkan dengan rata-rata masa
inkubasi dari kebanyakan penyakit
4. Lingkungan institusional
SISTEM KESEHATAN HEWAN NASIONAL
= penggabungan dari seluruh kegiatan sektor
kesehatan hewan yang dilakukan pemerintah
dan swasta
• Pemerintah memerlukan kapasitas organisasi, personil,
infrastruktur dan logistik, untuk mampu menyediakan
visi, kepemimpinan dan pengendalian terhadap
urusan-urusan kesehatan hewan nasional
• Pemerintah menetapkan kebijakan publik yang
digunakan untuk mempengaruhi dan mengarahkan
strategi swasta
5. Tantangan tersebut tergantung kepada
kemampuan siskeswannas melakukan:
• “Rapid response” (respon cepat)
▫ Konfirmasi cepat dari wabah
▫ Pemadaman dan ‘stamping out’ yang manusiawi
▫ Vaksinasi jika vaksin tersedia dan sesuai
• “Good governance” (tata kepemerintahan yang
baik), legislasi, kebijakan dan sumberdaya, yang
memenuhi standar-standar internasional OIE
6. “Good Governance” Siskeswannas
• Prasyarat dasar:
▫ Adanya legislasi dan pelaksanaan siskeswannas
yang mampu melakukan:
Deteksi dini, transparansi, notifikasi
Respon cepat terhadap wabah penyakit
Biosekuriti
Kompensasi
Vaksinasi (apabila diperlukan)
7. Kenapa Siskewannas jadi
“Global Public Good” ?
Keuntungannya
melampaui seluruh
negara, orang dan
generasi
Jika satu negara saja
gagal melakukannya
dapat membahayakan
seluruh planit
8. = Undang Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan No. 18/2009
= OIE Guidelines on Veterinary Legislation
= Necessary Components of National Animal Health Services
under the SPS-Agreement (FAO document, June 2001)
9. Prinsip umum legislasi veteriner
• Patuh pada hirarhi perundangan
▫ Konstitusi (UUD 1945)
▫ Legislasi primer (Undang-undang)
▫ Legislasi sekunder (Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, Peraturan Menteri, dlsb)
• Dasar hukum
▫ Diterapkan di semua tingkatan baik fungsional maupun
teritorial
• Konsisten dengan perundangan lainnya
▫ Baik perundangan sipil, kehakiman dan administratif
lainnya
10. Bentuk legislasi veteriner
• Karakter normatif
▫ Harus normatif dan tidak menimbulkan ambiguitas
dalam interpretasinya
• Pengertian/definisi
▫ Harus langsung merujuk kepada subyek dan teks yang
dimaksud
• Pihak berwenang (competent authority)
▫ Harus konsisten dengan standar OIE untuk memastikan
rantai komando yang efisien dan kepercayaan pada
pihak yang mensahkan sertifikasi veteriner
11. Ruang lingkup legislasi veteriner
• Kesehatan hewan dan ketahanan pangan
• Keamanan pangan
• Kesehatan masyarakat (penyakit zoonosis) dan
perlindungan hewan liar (stray animals)
• Kesejahteraan hewan
Sumber: OIE Guidelines on Veterinary Legislation, 2009
12. Landasan hukum Otoritas Veteriner
• Pihak berwenang disebut Otoritas Veteriner
• Legislasi veteriner harus memberikan
kewenangan hukum (legal power) yang
dibutuhkan otoritas veteriner untuk melakukan
tugasnya dan menyatakan tanggung jawab
pihak-pihak lain yang terlibat dalam subsektor
peternakan
Sumber: OIE Guidelines on Veterinary Legislation, 2009
13. Kekuasaan Otoritas Veteriner
• Jika pihak berwenang yang bertanggung jawab
terhadap urusan kesehatan hewan resmi lebih dari
satu lembaga administratif, maka sistem koordinasi
dan kerjasama harus ada antara lembaga-lembaga
yang berbeda tersebut
• Pihak berwenang tersebut harus diberi kewenangan
untuk melakukan tindakan secara cepat dan
koheren dalam situasi darurat kesehatan hewan dan
krisis kesmavet
Sumber: OIE Guidelines on Veterinary Legislation, 2009
14. Hirarkhi Otoritas Veteriner
• Legislasi veteriner harus menyediakan rantai
komando yang seefektif mungkin (bentuk
tanggung jawab ditetapkan secara jelas)
• Tanggung jawab dan kekuasaan dari Otoritas
Veteriner dari tingkat pusat sampai yang
bertanggung jawab untuk implementasi legislasi
di tingkat lapangan harus ditetapkan secara jelas
Sumber: OIE Guidelines on Veterinary Legislation, 2009
15. Siapapun harus melapor dugaan wabah
penyakit hewan menular
• Legislasi veteriner harus mencakup penerapan yang
efektif untuk memastikan bahwa siapapun harus
melaporkan dugaan kasus penyakit hewan menular
tanpa terlambat kepada otoritas veteriner (Pasal 45
ayat 1)
• Kewajiban notifikasi juga berlaku bagi dokter
hewan, pemilik ternak, pekerja dan orang lain yang
oleh karena profesinya atau pekerjaannya berkaitan
dengan hewan atau karkas yang diduga terserang
penyakit hewan menular
16. Sanksi pidana dan administratif
• Legislasi veteriner harus mengandung sanksi pada
tingkatan yang diperlukan untuk dapat
dilaksanakannya tindakan dalam peraturan
perundangan secara baik
• Sanksi pidana, yang diterapkan oleh berwenang
menurut prosedur pidana (KUHP)
• Sanksi administratif, yang diterapkan segera dalam
kasus dimana kegiatan yang dilakukan dianggap
menimbulkan risiko kepada kesehatan hewan,
kesejahteraan hewan atau kesehatan masyarakat
17. = Veterinary Services*
= National Animal Health System**
* Istilah yang digunakan OIE
** Beberapa literatur
18. Pengertian Siskeswannas adalah:
• tatanan unsur kesehatan hewan yang secara teratur
saling berkaitan sehingga membentuk totalitas yang
berlaku secara nasional
• organisasi pemerintah dan non-pemerintah yang
melaksanakan tindakan kesehatan dan
kesejahteraan hewan serta standar dan pedoman
lain yang ditetapkan dalam OIE Terrestrial Animal
Health Code & Aquatic Animal Health Code
19. Pengertian Otoritas Veteriner adalah
• kelembagaan Pemerintah dan/atau kelembagaan yang
dibentuk Pemerintah dalam pengambilan keputusan
tertinggi yang bersifat teknis kesehatan hewan dengan
melibatkan keprofesionalan dokter hewan dan dengan
mengerahkan semua lini kemampuan profesi mulai dari
mengindentifikasikan masalah, menentukan kebijakan,
mengoordinasikan pelaksana kebijakan, sampai dengan
mengendalikan teknis operasional di lapangan
• kewenangan pemerintah, terdiri dari dokter hewan,
profesional dan para-profesional lainnya, yang memiliki
tanggung jawab dan kompetensi untuk memastikan atau
mensupervisi pelaksanaan siskeswannas
21. CVO = Chief Veterinary Officer
• Adanya otoritas ini memerlukan seseorang yang
ditunjuk sebagai “CVO”
▫ Berstatus dokter hewan
▫ Mampu menjalankan kewenangannya berdasarkan UU
• Di tingkat nasional, CVO merepresentasi negara
dalam menetapkan keputusan tertinggi yang bersifat
teknis kesehatan hewan dan sebagai “delegasi tetap”
(permanent delegate) negara untuk OIE
• CVO juga ditetapkan untuk tingkat propinsi dan
kabupaten
22. Siskewannas
• Berada dibawah kendali dan arahan Otoritas
Veteriner (Veterinary Authority)
• Organisasi swasta (non-pemerintah) normalnya
diakreditasi atau disetujui untuk melaksanakan
fungsinya oleh Otoritas Veteriner
23. Elemen kunci Siskeswannas
• Peraturan perundangan (legislasi)
• Program-program surveilans dan
pencegahan/pengendalian penyakit
• Sumberdaya (manusia dan logistik/material)
• Kemampuan manajemen dan infrastruktur
administratif
• Integritas dan ketidaktergantungan dalam
menerapkan keputusan pemerintah
Sumber: Otte J. and Ward D., FAO (2003)
24. Fungsi resmi siskeswannas dapat berjalan
apabila Otoritas Veteriner mampu:
• menerbitkan atau mencabut sertifikat atau lisensi resmi;
• menolak, membatasi atau mengatur impor, ekspor dan
pergerakan domestik hewan, produk hewan atau
turunannya setelah melalui inspeksi veteriner;
• menyita atau memusnahkan hewan atau produk hewan
yang ilegal;
• memerintahkan dan melaksanakan isolasi, karantina,
pemeriksaan dan pengujian terhadap hewan atau lokasi
dimana hewan dipelihara; dan
• menyetujui, meregistrasi dan mensupervisi pengelolaan
lokasi peternakan dan orang-orang yang terkait dan
mencabut persetujuan tersebut apabila terjadi pelanggaran
25. Tindakan teknis Otoritas Veteriner
• Otoritas Veteriner menetapkan dokter hewan
berwenang/inspektor yang sesuai keahliannya untuk
melakukan tindakan teknis diperlukan untuk memenuhi
apa yang diperintahkan dalam legislasi veteriner
• Legislasi veteriner memastikan bahwa dokter hewan
berwenang memiliki kewenangan resmi sesuai legislasi
veteriner dan prosedur pidana yang diberlakukan di
seluruh wilayah negara
• Bidang kompetensi dan peranan setiap dokter hewan
berwenang dinyatakan sesuai dengan kualifikasi teknis
• Dokter hewan berwenang dilindungi dari tindak hukum
(legal action) dan ancaman fisik
26. Kekuasaan dokter hewan berwenang
• Hak dokter hewan berwenang secara eksplisit
dan jelas ditetapkan untuk melindungi hak-hak
‘stakeholder’ (pemangku kepentingan) terhadap
setiap penyalahgunaan kewenangan
• Kewajiban dokter hewan berwenang untuk
menjunjung tinggi kerahasiaan pihak yang
dilayaninya (client) harus ditetapkan
Sumber: OIE Guidelines on Veterinary Legislation, 2009
27. Kewajiban Otoritas Veteriner
• Apabila berkaitan dengan bidang kompetensi atau
tanggung jawab sektoral, Otoritas Veteriner harus
menghargai prinsip-prinsip independensi
(ketidaktergantungan dalam menetapkan
keputusan) dan impartiality (ketidakberpihakan)
seperti yang diterapkan dalam standar OIE
• Legislasi veteriner harus menyediakan hak gugat
(appeal) terhadap tindakan atau keputusan yang
dilakukan Otoritas Veteriner dan/atau dokter hewan
berwenang
Sumber: OIE Guidelines on Veterinary Legislation, 2009
28. Delegasi kewenangan
• Legislasi veteriner harus menyediakan
kemungkinan untuk mendelegasikan
kewenangan yang berkaitan dengan fungsi resmi
siskeswannas bagi individu dokter hewan swasta
• Untuk itu Otoritas Veteriner harus menetapkan
tujuan dan persyaratan pendelegasian serta
supervisi yang dilakukannya
Sumber: OIE Guidelines on Veterinary Legislation, 2009
29. Good governance siskeswannas
• Kesadaran dan kemampuan memenuhi standar
internasional OIE
• Prosedur rekruitmen pekerja pemerintah dan sektor
swasta termasuk training dan pendidikan berkelanjutan
• Pembiayaan yang berkesinambungan dan akuntabilitas
penggunaannya
• Kebijakan yang tidak tergantung dari pengaruh politik
• Konsultasi dan keterlibatan organisasi non-pemerintah
(termasuk profesi, produsen, komoditi dan konsumen)
• Partisipasi dalam organisasi internasional
• Kemampuan akreditasi terhadap pelayanan swasta
• Implementasi program kerjasama dengan sektor swasta
30. “Blind belief in authority is the
greatest enemy of truth”
Albert Einstein