Dokumen tersebut membahas tentang Taenia solium, yaitu cacing pita yang parasit pada manusia. Cacing dewasa hidup di usus manusia sedangkan bentuk larvanya atau sistiserkus dapat ditemukan pada jaringan tubuh manusia maupun babi. Siklus hidupnya melibatkan manusia sebagai inang definitif dan babi sebagai inang perantara. Gejala infeksi oleh T. solium berkisar dari nyeri perut hingga komplik
4. Dalam tubuh manusia, proglotid cacing pita dewasa yang mengandung embrio
melepaskan diri dari rangkaian proglotid serta keluar bersama dengan feses.
Bila proglotid dewasa ini tertelan oleh babi, maka dalam usus babi, selubung telur
dalam proglotid akan larut hingga keluar larva yang disebut heksakan atau
ongkosfer.
Dengan menembus usus babi, heksakan ikut aliran darah dan singgah pada otot
atau jaringan tubuh lainnya kemudian larva ini akan berkembang menjadi sistiserkus.
Apabila manusia memakan daging babi yang mengandung sistiserkus ini maka
sistiserkus ini akan tumbuh menjadi cacing pita dewasa dalam usus manusia.
Kemudian daur hidup cacing ini akan terulang kembali.
5. Morfologi Taenia solium
• Cacing dewasa berukuran ± 2 – 4 m
• Terdiri dari skoleks, leher, dan strobila yang terdiri dari 800 – 1000 ruas proglotid
• Skoleks yang bulat berukuran kira-kira 1 mm, mempunyai 4 buah batil isap dengan
rostelum yang mempunyai 2 baris kait-kait, masing-masing sebanyak 25 – 30
buah
• Strobila terdiri atas rangkaian proglotid yang belum dewasa (imatur), dewasa
(matur) dan menggandung telur (gravid)
• Bentuk proglotid gravid mempunyai ukuran panjang hampir sama dengan lebarnya
• Proglotid gravid berisi 30.000 -50.000 buah telur
• Telur matang tidak dapat dibedakan dengan telur Taenia saginata
• Jumlah cabang uterus pada proglotid gravid adalah 7 – 12 buah pada satu sisi
• Lubang kelamin letaknya bergantian selang-seling pada sisi kanan atau kiri strobila
secara tidak beraturan
8. Morfologi Telur Taenia solium
• Telur dibungkus embriofor berisi suatu embrio heksakan yang disebut onkosfer.
• Bentuk agak bulat (30 – 40) x (20 – 30) µm.
• Dinding bergaris radial.
• Telur yang baru keluar dari uterus masih diseliputi selaput tipis yang disebut lapisan luar
telur.
9. • Gejala Klinis
1. Nyeri ulu hati, diare, obstipasi, eosinofilia,
peritonitis.
2. Manusia dapat juga menderita sistiserkosis
(infestasi stadium larva) pada jaringan subkutis, mata,
otot, otak, hati, limpa.
3. Bila mengenai jaringan otak atau medulla spinalis
dapat mengakibatkan epilepsi, meningo-ensefalitis,
hidrosefalus internus.
4. Sistiserkosis serebri sering menimbulkan gejala
epilepsi atau gejala tekanan intrakranial meninggi
dengan sakit kepala dan muntah yang menyerupai
gejala tumor otak. Pada kasus yang berlangsung lama
dapat dijumpai bintik kallsifikasi dalam otak.
• Diagnosa
1. Proglotid atau telur dalam tinja
2. Untuk sistiserkosis, menemukan sistiserkus dalam
benjolan di bawah kulit
3. Reaksi imunologi
10. Pencegahan
1. Pemakaian jamban keluarga ,sehingga tinja manusia tidak
dimakan oleh babi dan tidak mencemari tanah atau rumput.
2. Pemelihara sapi atau babi pada tempat yang tidak tercemar
atau sapi dikandangkan sehingga tidak dapat berkeliaran
3. Menghilangkan kebiasaan maka makanan yang mengandung
daging setengah matang atau mentah.
4. Memasak daging sampai matang ( diatas 57 º C dalam waktu
cukup lama ) atau membekukan dibawah 10º selama 5 hari .
11. Pengobatan Sistiserkosis
1. Obat Praziquantel dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, dosis tunggal
/dibagi 3 dosis per oral selama 15 hari.
2. Albendazole 15 mg/kg BB/hari, dosis tunggal dibagi 3 dosis per
oral selama 7 hari.
Untuk pengobatan dengan praziquantel maupun albendazole,reaksi dari
tubuh dapat dikurangidengan memberikan kortikosteroid (prednison
1mg/kg BB/hari dosis tunggal/dibagi 3 dosis atau dexamethasone
dengan dosis yang setara dengan prednison).
Pemberian praziquantel maupun albendasole harus dibawah
pengawasan petugas kesehatan atau dilakukan dirumah sakit.