BGC disebabkan oleh Campylobacter fetus subspesies venerealis yang ditularkan melalui hubungan seksual sapi. Sapi jantan dapat menjadi pembawa seumur hidup dan menyebarkan infeksi ke sapi betina, menyebabkan infertilitas dan abortus. Diagnosis didasarkan pada isolasi bakteri dari mukus vagina sapi betina atau kelenjar preputium sapi jantan.
1. Penilaian risiko masuknya
Bovine Genital Campylobacteriosis (BGC)
melalui sapi pejantan dari Australia
Drh. Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD
Komisi Ahli Keswan, Kesmavet dan Karantina Hewan
Agenda BIB Lembang: Kajian Teknis Penyakit Camphylobacter
Rabu, 23 Desember 2020
2. Bovine genital Campylobacteriosis (BGC)
• Bovine genital Campylobacteriosis (BGC) atau Bovine venereal
Camphylobacteriosis (BVC) adalah penyakit kelamin pada sapi.
• C. fetus subspesies Venerealis (Cfv) dan C. jejuni adalah spesies
paling penting yang terkait dengan fertilitas yang rendah dan abortus
pada sapi.
• Organisme ini ditemukan di seluruh dunia dan menyebabkan kerugian
ekonomi yang signifikan di daerah endemik dimana manajemen
reproduksi yang tepat belum diterapkan.
• Prevalensi BGC lebih tinggi pada sapi jantan yang lebih tua. Organisme
berkembang diri pada prepusium dari sapi jantan tetapi tidak menganggu
kualitas semen atau kemampuan pembibitan.
3. Agen penyebab BGC
• BGC adalah penyebab utama kerugian ekonomi bagi industri ternak di
berbagai belahan dunia.
• C. fetus subspesies venerealis (Cfv) sebagai agen penyebab utama
beradaptasi sangat baik dengan saluran genital sapi dan ditularkan oleh sapi
jantan ‘carrier’.
• Namun, infertilitas dan abortus dapat juga disebabkan oleh patogen intestinal
C. fetus subsp. fetus (Cff) dan C. jejuni, yang tidak ditularkan secara seksual.
• BGC yang disebabkan oleh Cfv yang dikaitkan dengan fertilitas yang
rendah, kematian embrio dan abortus, layanan perkawinan yang
berulang, penurunan tingkat kebuntingan dan jarak beranak yang
diperpanjang, memiliki prevalensi tertinggi di negara-negara berkembang
dimana kawin alam dipraktikkan secara luas.
4. BGC menurut OIE
• BGC terdaftar oleh World Organization for Animal Health
(OIE) karena dianggap memiliki implikasi sosio-ekonomi
dan kesehatan masyarakat.
• Beberapa negara telah berhasil memberantas BGC,
sedangkan di banyak negara BGC masih endemik.
• Insidensi BGC tertinggi di negara-negara berpendapatan
rendah dan menengah dimana pengembangbiakan sapi
secara alami dipraktikkan secara luas, dibandingkan
dengan negara-negara berpendapatan tinggi dimana sapi
dikembangbiakan melalui inseminasi buatan (IB)
(Mshelia et al., 2010).
6. Rekomendasi OIE untuk importasi
sapi betina bibit
Artikel 11.3.2.
Otoritas Veteriner dari negara pengimpor memerlukan penyajian sertifikat
kesehatan hewan internasional yang membuktikan bahwa:
1. hewan adalah sapi dara; atau
2. hewan dipelihara dalam kelompok dimana dinyatakan tidak ada kasus
bovine genital campylobacteriosis; dan/atau
3. untuk yang telah dikawinkan, kultur mukus vagina untuk keberadaan
agen penyebab bovine genital campylobacteriosis terbukti negatif.
7. Rekomendasi OIE untuk importasi
sapi jantan untuk bibit
Artikel 11.3.3.
1. hewan tersebut:
a. belum pernah digunakan untuk kawin alam; atau
b. hanya dikawinkan dengan sapi dara; atau
c. dipelihara di peternakan dimana dinyatakan tidak ada kasus bovine
genital campylobacteriosis;
2. semen dan kultur sampel preputial dan/atau uji terkait untuk keberadaan
agen penyebab bovine genital campylobacteriosis adalah negatif.
8. Karakteristik penyakit BGC
• Karakteristik penyakit ini menyebabkan infertilitas pada sapi betina dengan
peningkatan jumlah layanan yang diperlukan untuk pembuahan (service per
conception).
• Abortus yang terjadi pada kebuntingan tua juga sesekali terlihat.
• Sebagian besar kasus atau wabah terjadi setelah introduksi sapi jantan atau
sapi betina yang terinfeksi ke dalam kelompok sapi bibit yang rentan.
• Seringkali penyakit ini tetap tidak terdeteksi sampai ketika pemilik ternak
menyadari bahwa sejumlah sapi betina yang dimilikinya menunjukkan
estrus.
• Diagnosis tentatif dapat dibuat dengan melakukan studi sejarah kelompok
sapi dan sering harus dikonfirmasi secara laboratorium.
9. Patogenesis BGC pada sapi betina
Organisme berkembang biak dalam serviks
Mencapai tanduk uterus dan saluran telur
Merusak silia dari lapisan epitel saluran telur
Mengganggu fertilisasi
10. Risiko sapi pejantan ‘carrier’
• BGC ditularkan terutama sekali oleh kawin alam.
• Organisme yang diintroduksi ke dalam area serviks vagina pada saat
estrus tidak berkembang biak di uterus sampai fase progestasional.
• Kemudian bakteri menyebar ke uterus dan saluran telur yang
mengakibatkan endometritis dan radang saluran telur (salpingitis).
• Metoda diagnostik molekuler telah diangap sebagai metoda yang paling
menjanjikan untuk sub spesiasi C. fetus.
• Keberadaan C. fetus pada sapi jantan komunal yang lebih tua adalah
‘carrier’ penyakit bagi sapi betina muda dan dewasa.
11. Risiko penularan C. fetus
• C. fetus ditularkan melalui alat kelamin dan juga dapat mengkontaminasi
peralatan, alas kandang, atau inseminasi buatan menggunakan semen
yang terkontaminasi.
• Setiap sapi jantan bervariasi dalam kepekaannya terhadap infeksi;
beberapa menjadi ‘carrier’ yang permanen, sementara yang lain
nampaknya resisten terhadap infeksi.
• Faktor utama yang terkait dengan variabilitas ini nampaknya terkait
dengan kedalaman preputium dan epitel kriptus penis.
• C. fetus ditularkan utamanya melalui kawin alam, tetapi infeksi dapat juga
menyebar selama inseminasi buatan (IB) menggunakan semen dari
pejantan yang terinfeksi atau melalui peralatan yang terkontaminasi
(Modolo JR et al., 2000).
12. Penyebaran infeksi C. fetus
• Penyebaran organisme ini ke sapi jantan terutama melalui cara kopulasi dengan
sapi betina yang terinfeksi meskipun penyebaran langsung dari sapi jantan ke
sapi jantan dimungkinkan.
• Sapi jantan muda di bawah umur 5 tahun sulit untuk terinfeksi (Samuelson JD
dan Winter JA, 1966); namun sejumlah pekerja menemukan bahwa baik sapi
jantan muda dan yang lebih tua dapat tetap menjadi ‘carrier’ hingga 18 minggu
pasca infeksi.
• Sapi jantan cenderung mempertahankan infeksi lebih permanen daripada sapi
jantan yang lebih muda mungkin karena peningkatan jumlah dan besaran dari
kriptus di epitelium penis (Samuelson JD dan Winter JA, 1966).
• Konsentrasi terbesar dari C. fetus adalah di formiks dari preputium dan pada
penis. Lumina dari kriptus epitelial membawa konsentrasi tertinggi organisme C.
fetus, menunjukkan bahwa ini adalah lokasi utama proliferasi.
13. Penularan BGC oleh sapi jantan
• C. fetus subspesies venerealis, penyebab utama BGC ditularkan selama
koitus ke sapi betina dewasa yang rentan oleh sapi pejantan ‘carrier’
yang asimptomatik.
• Bakteri bertahan hidup di kriptus kelenjar preputium dan pejantan dapat
tetap terinfeksi tanpa batas waktu.
• Pada sapi jantan, infeksi tidak disertai baik dengan lesi patologis atau
modifikasi dalam karakteristik semen (Clark BL, 1971).
• Insiden infeksi lebih tinggi di antara sapi jantan di atas 5 tahun, dan ini
dapat dikaitkan dengan kriptus epitelial yang lebih dalam di preputium
dan penis dari sapi jantan yang lebih tua yang memungkinkan patogen
bertahan hidup dan tumbuh lebih mudah.
14. BGC pada sapi jantan
• Pada sapi jantan muda (<3-4 tahun), dimana kriptus belum berkembang,
infeksi cenderung bersifat sementara, dengan penularan tampaknya
bergantung pada kontak seksual dengan sapi yang tidak terinfeksi dalam
hitungan menit hingga beberapa hari setelah pengembangbiakan awal
sapi yang terinfeksi.
• Penghilangan infeksi secara spontan pada sapi jantan yang lebih muda ini
nampaknya tidak terkait dengan respon kekebalan apapun, sehingga
reinfeksi dapat dengan mudah terjadi.
• Pada sapi jantan berumur >3–4 tahun, kriptus yang lebih dalam dapat
memberikan lingkungan mikroaerofilik yang tepat untuk terbentuknya
infeksi kronis.
15. Penularan BGC ke sapi betina
• C. fetus ditularkan ke sapi betina melalui kawin alam atau inseminasi
buatan dan menyebabkan vaginitis, serviksitis, endometritis dan
salpingitis.
• Infertilitas dapat berlangsung setidaknya selama 10 bulan.
• Persistensi infeksi C. fetus pada saluran genital sapi dapat disebabkan
oleh perubahan yang berlangsung berturut-turut (atau berselang) dalam
antigen superfisial dari organisme tersebut (Corbei LB et al., 1975).
• Kejadian ‘antigenic shifts’ secara in vivo dikaitkan dengan penataan
ulang genomik dari gen homolog sapA (Garcia MM et al., 1995).
16. Diagnosis BGC
• Campylobacter spp. dapat dideteksi dengan uji antibodi fluoresen pada cucian
selubung penis dari sapi jantan atau mukus serviks-vagina dari sapi betina.
• Isolasi dan identifikasi C. fetus subspesies venerealis dari preputial atau mucus
vaginal adlah uji konfirmasi.
• Spesimen mukus harus ditempatkan pada medium transpor khusus (Amies
Medium/Cary Blair medium).
• Mukus vaginal uji aglutinasi mendeteksi sekitar 50% sapi betina yang terinfeksi
dan infertil dengan berbasis kelompok ternak.
• ELISA dapat digunakan untuk mendemonstrasikan antibodi IgA pada mukus
vaginal setelah kejadian abortus.
• PCR telah dikembangkan sebagai suatu uji skrining cepat untuk deteksi C. fetus
subspecies venerealis pada semen sapi jantan.
17. Persistensi BGC di populasi ternak sapi
• Durasi periode infeksi pada sapi
- Infeksi BGC pada sapi betina biasanya membatasi diri dan sebagian besar
sapi betina biasanya mendapatkan kembali fertilitas dalam 5 bulan setelah
eliminasi infeksi dari uterus (Timoney et al., 1988). Namun, dalam sebuah
penelitian eksperimental, infeksi bertahan pada sapi selama beberapa bulan,
mungkin lebih dari setahun (Cipolla et al., 1994).
- Sapi jantan bisa menjadi ‘carrier’ patogen seumur hidup (Blaser et al., 2008).
• Adanya dan durasi periode infeksi laten
- Untuk sapi jantan, periode infeksi laten Cfv penyebab BGC adalah dari saat
infeksi karena mereka dapat bertindak sebagai vektor untuk menularkan Cfv
ke hewan berikutnya.
- Untuk sapi betina, periode ini tidak diketahui.
Sumber: EFSA (2017).
18. Persistensi BGC di populasi ternak sapi
• Adanya dan durasi patogen pada ‘carrier’ yang sehat
- Diperkirakan bahwa hingga 10% hewan yang terinfeksi tetap menjadi ‘carrier’
Cfv penyebab BCG seumur hidup (Besi et al., 2004), sedangkan sapi betina
dapat menjadi ‘carrier’ vaginal permanen (Dekeyser, 1984) dan sapi jantan
yang lebih tua dapat menjadi ‘carrier’ seumur hidup di kriptus preputium
(Garcıa et al., 1983).
Sumber: EFSA (2017).
19. Rute penularan BGC antara hewan
• Jenis rute penularan dari hewan ke hewan (horizontal, vertikal)
- Rute penularan Cfv dari hewan ke hewan adalah melalui alat kelamin terutama
dari sapi jantan asimptomatik yang menyebarkan infeksi.
- Sapi betina terinfeksi melalui kawin alam atau IB dengan semen yang
terkontaminasi.
- Sapi jantan dapat terinfeksi dengan melayani sapi yang terinfeksi dan
penularan dapat terjadi di antara sapi jantan selama menaiki betina (mounting).
- Penularan vertikal belum pernah dilaporkan.
• Jenis rute penularan antara hewan dan manusia (langsng, tidak langsung,
termasuk ditularkan lewat makanan (food-borne)
• Tidak berlaku – manusia tidak rentan terhadap Cfv.
Sumber: EFSA (2017).
20. Kecepatan penularan BGC antar hewan
• Kecepatan penularan – Insiden antara hewan, dan jika relevan, antara
hewan dan manusia
• Penularan Cfv antara hewan dalam suatu kelompok ternak bergantung pada
keberadaan 'vektor’; sapi jantan yang terinfeksi yang menyebarkan infeksi di
antara hewan, karena BGC adalah infeksi yang ditularkan melalui alat
kelamin. Namun, tidak ada perkiraan kuantitatif yang ada dalam bibliografi.
• Kecepatan penularan – Tingkat penularan (beta) (dari R0 dan periode
infeksi) antara hewan, dan jika relevan antara hewan dan manusia
• Tidak ada data yang tersedia tentang tingkat penularan BGC antara hewan.
Sumber: EFSA (2017).
21. Kesimpulan
• Rute penularan Cfv dari hewan ke hewan terutama melalui sapi jantan
yang menyebarkan infeksi.
• Untuk sapi jantan, periode infeksi laten Cfv penyebab BGC adalah dari
saat infeksi karena mereka dapat bertindak sebagai vektor untuk
menularkan Cfv ke hewan berikutnya.
• Risiko impor sapi jantan dari Australia yang diuji positif terhadap Cfv
untuk dimasukkan ke dalam kelompok ternak bibit sangat tinggi, karena
probabilitas infeksi berulang (reinfection) sangat mungkin terjadi dan
berpotensi menjadi ‘carrier’ yang asimptomatik dan bahkan mungkin
dapat berlangsung seumur hidup.