1. Brucella sp
Brucellosis adalah penyakit pada beberapa jenis hewan yang disebabkan oleh
Brucella sp. dan dapat menular pada manusia. Manusia merupakan hospes aksidental dan
tidak menularkan pada individu lain. Di Indonesia, brucellosis tersebar luas di Pulau Timor
(Nusa Tenggara Timur), Sulawesi. Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Pulau Bali sampai saat
ini masih tergolong sebagai daerah bebas brucellosis karena adanya larangan memasukkan
sapi jenis lain, berkaitan dengan kebijakan pemerintah untuk memurnikan sapi Bali. Kerugian
ekonomi pada peternakan akibat brucellosis sangat besar, terutama akibat terjadinya abortus.
Australia termasuk salah satu negara yang berhasil membebaskan diri dari brucellosis setelah
melakukan tindakan pemberantasan secara sistematik selama lebih dari 10 tahun.
Penyebab Brucellosis
Penyebab brucellosis adalah bakteria berbentuk kokobasili, bersifat Gram negatif,
dari genus Brucella. Ada 5 (lima) jenis dari genus ini yang potensial menimbulkan penyakit
pada hewan dan manusia, yakni Br. abortus pada sapi, Br. suis pada babi, Br. canis pada
anjing, Br. ovis pada domba jantan, dan Br melitensis pada kambing dan domba. Sebenarnya,
ada lagi Br neotomae dengan tikus hutan sebagai reservoir, tetapi peran bakteri ini sebagai
zoonosis belum pernah dilaporkan.
Pada sapi bunting, bakteri Br abortus berkembang dengan pesat karena plasenta sapi
tersebut menghasilkan suatu zat disebut elythritol yang diperlukan untuk perkembangbiakan
Br abortus. Perkembangan bakteri ini menyebabkan plasentitis dan nekrose kotiledon yang
mengakibatkan abortus. Berbeda dengan Br. abortus patogen umumnya, Br. abortus strain 19
yang digunakan sebagai seed vaksin tidak memerlukan etythritol dalam proses
perkembangbiakan.
Sumber Penular Brucellosis
Sumber penular yang potensial dari hewan kepada manusia adalah sapi. Pada sapi perah, susu
sapi dapat menularkan penyakit pada manusia jika tidak mengalami pasteurisasi. Membran
fetus dan cairan dari saluran reproduksi dapat menularkan penyakit kepada manusia secara
kontak. Di daerah Asia Kecil, kambing merupakan sumber penular Br. melitensis pada
manusia dan menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai Malta Fever. Br. cants
2. menimbulkan gangguan reproduksi serius pada anjing, tetapi penularan pada manusia jarang
terjadi.
Penularan Brucellosis
Pada manusia, penularan terjadi karena kontak langsung dengan plasenta, fetus, atau
cairan/organ reproduksi sapi. Orang-orang yang berprolesi tertentu, misalnya dokter hewan,
inseminator, mantri hewan, petugas rumah pemotongan hewan, tukang perah susu,
mempunyai risiko tinggi tertular brucellosis jika mereka bekerja di daerah tertular. Bruceflu
sp. dapat menembus kulit, konjungtiva, dan saluran pencernaan. Penularan pada petugas di
laboratorium juga dapat terjadi.
Pada sapi penularan umumnya terjadi per Os. Sapi yang mengalami keguguran oleh
brucellosis mengeluarkan bakteri Br abortus dalam jumlah besar melalui membran fetus,
cairan reproduksi, urine, dan feces. Bahan-bahan tersebut akan mencemari rumput atau air
minum. Apabila sapi tersebut dipelihara secara ekstensif seperti di NTT, maka penularan
akan berlangsung cepat. Meskipun jarang, penularan dapat pula terjadi melalui penetrasi kulit
ketika sapi berbaring di atas jaringan tercemar di lapangan atau melewati konjungtiva.
Pada anjing jantan, penularan terjadi per os sewaktu menjilat, intra nasal sewaktu
mencium bagian genital anjing betina tertular, atau secara kontak dengan urine. Anjing betina
dapat tertular lewat perkawinan alami dengan anjing jantan. Bakteri penyebab brucellosis
umumnya cepat mati oleh sinar matahari secara langsung, namun di dalam jaringan yang
dikeluarkan sewaktu keguguran, Br. abortus dapat tahan hidup sampai 6 bulan apabila
terhindar dari sinar matahari.
Gejala Klinik Brucellosis
Hewan
Pada sapi, gejala klinik yang mencolok terjadi abortus, terutama pada usia
kebuntingan lanjut (7 — 8 bulan). Umumnya, sapi hanya mengalami
keguguran sekali saja pada kebuntingan yang berurutan. Meskipun demikian,
induk sapi yang mengalami keguguran tersebut masih dapat membawa Br.
abortus sampai 2 tahun. Sapi yang terinfeksi secara kronik dapat mengalami
higanna (pembesaran kantong persendian karena herisi cairan bening atau
librinopurulen). Pembcsaran kantong persendian karpus atau tarsus cukup
3. mencolok, schingga dapat dilihat dari jauh. Cairan higroma mengandung
banyak sekali bakteri Br. (“Jnius dan merupakan spcsimen yang baik untuk
isolasi Br abortus.
Pada babi, Br suis menimbulkan artritis, osteomielitis, bursitis, dan spondilitis.
Kadang-kadang ditemukan pula posterior paralisis yang disebabkan oleh
nekrosis discus intervcrtebrales. Pada babi jantan dapat ditemukan orchitis,
tetapi Br suis tidak ditemukan pada semen atau urine. Dibandingkan dengan
sapi, abortus relatif jarang terjadi pada babi. Anak babi yang lahir dari induk
tertular umumnya kecil, lemah, dan mati tidak lama setelah dilahirkan.
Pada anjing, Br. Canis merupakan penyebab utama sterilitas pada pejantan dan
abortus pada induk, terutama terjadi di kennel (pembiak) anjing di Amerika.
Fetus tertular in utero, kemudian terjadi abortus pada usia kebuntingan 45 —
59 hari. Anjing yang menderita brucellosis akut mengalami kebengkakan
kelenjar limfe prefemoralis dan submandibularis. Pada anjing jantan,
brucellosis menyebabkan orchitis sehingga testis terlihat membengkak
beberapa lama, kemudian diikuti dengan atrofi, testis terlihat mengecil karena
sel pembentuk spermatozoa mengalami kerusakan.
Manusia
Pada manusia, masa inkubasi bervariasi dari 5 hari sampai beberapa bulan,
dengan rata-rata 2 minggu. Gejala yang mula-mula dirasakan adalah demam,
merasa kedinginan, dan berkeringat pada malam hari. Kelemahan tubuh dan
kelelahan merupakan gejala yang umum dirasakan. Demam umumnya bersifat
intermittent. Kesakitan umum, sakit kepala, nyeri otot leher, anoreksia,
konstipasi, gelisah, dan depresi mental sering dimanifestasi-kan. Terkadang
ditemukan pula batuk yang non-produktif dan pneurnonitis. Jarang ditemukan
orchitis atau osteomyelitis vertebralis pada penderita brucelosis.
Pemeriksaan fisik umumnya hanya ditemukan kelainan kecil atau tidak ada
kelainan sama sekali, namun dapat ditemukan splenomegali, hepatomegali, dan
limfadenopati. Umumnya, infeksi Br abortus lebih ringan dibandingkan dengan
infeksi Br. melitensis dan Br. suis. Kesembuhan terjadi dalam waktu 3 — 6
bulan. Pada beberapa kasus, kesembuhan baru terjadi setelah I tahun atau lebih.
4. Pengobatan dengan antibiotika yang sesuai dapat memperpendek masa sakit
dan menghindari kambuh. Kematian akibat infeksi Br abortus tidak lazim
terjadi.
Diagnosis Brucellosis
Pada hewan, ada beberapa tahapan pemeriksaan serologik yang digunakan. Untuk
screening, digunakan uji Rose Bengal atau rapid agglutination test. Uji ini mudah, murah, dan
cepat, tetapi spesifitasnya kurang tinggi. Serum yang positif terhadap uji Rose Bengal perlu
dilanjutkan dengan uji reaksi pengikatan komplemen (complemen fixation test) atau ELISA.
Untuk daerah bam, pengukuhan diagnosis harus dilanjutkan dengan isolasi Br. abortus.
Uji serum agglutinasi pada manusia sering ditemukan negatif palsu, meskipun
sebenarnya mempunyai titer yang tinggi. Untuk mengatasi hal ini digunakan uji Coombs atau
anti-human globulin test, di samping uji serum agglutinasi dan uji pengikatan komplemen.
Isolasi Br abortus pada sapi dilakukan dengan mengirimkan cairan higroma, membran fetus,
susu, kelenjar limfe supramamaria dalam keadaan segar dan dingin ke laboratorium.
Pencegahan dan Pengobatan Brucellosis
Pada orang, pengobatan dapat dilakukan dengan tetrasiklin yang di-berikan selama 2
— 4 minggu. Pada kondisi yang lebih parah, pengobatan dapat dikombinasikan dengan
streptomisin. Kekambuhan (relaps) dapat dikurangi dengan cara pengobatan ulangan. Pada
hewan, khususnya sapi, kasus brucellosis umumnya tidak berespon baik terhadap
pengobatan.
Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan didasarkan pada tinggi rendahnya
prevalensi penyakit di suatu daerah. Pada daerah dengan prevalensi kurang dari 2% dilakukan
tindakan pengujian dan pemotongan (test and slaughter), sedangkan daerah dengan prevalensi
2% atau lebih dilakukan vaksinasi menggunakan vaksin aktif abortus strain 19. Pada anjing,
pencegahan dilakukan dengan uji serologik agglutinasi cepat. Anjing yang bereaksi positif
tidak digunakan dalam program per-kembangbiakan.