Arah Pengendalian Avian Influenza di Indonesia - CEVA Animal Health Indonesia, Jakarta, 10 Agustus 2017
1. Arah pengendalian
avian influenza di Indonesia
Drh. Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD
Komisi Ahli Kesehatan Hewan
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kementerian Pertanian
Seminar “Avian Flu Ceva’s Experience”
Jakarta , 10 Agustus 2017
2. Indonesia struggling to curb bird flu by 2020
Jakarta | Tue, May 17, 2016 | 12:08 pm
"The government will
have to invest more over
the next four years if
further progress is to be
made on the eradication
of the disease by the
target of 2020," McGrane
said.
3. Situasi AI di Indonesia
• HPAI H5N1sudah menjadi endemik sejak dilaporkan
pertama kali pada 2003
• Unggas menjadi sumber virus bagi mamalia termasuk
manusia
• Vaksinasi diinisiasi pada 2004, sebagai bagian dari
strategi pengendalian, tetapi kegagalan vaksinasi terjadi
di lapangan (Swayne et al., 2015)
• Evolusi virus H5N1 lebih lanjut menjadi:
– 3 third-order clades (2.1.1, 2.1.2, dan 2.1.3) pada 2007
– 4 fourth-order clades (2.1.3.1, 2.1.3.2, 2.1.3.2a, dan
2.1.3.3) pada 2011 (Swayne et al, 2015)
6. Pasar unggas hidup (LBM)
• Kontaminasi lingkungan yang luas dengan virus H5N1
ditemukan di 47% (39 dari 83) pasar unggas hidup di
Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Sulsel (Samaan, 2011)
• Sekitar 40% produk unggas yang diambil sampelnya di
pasar-pasar tradisionil di DKIJakarta menunjukkan
tinkgat kontaminasi yang tinggi dengan AI (FAO, 2016)
7. Perkembangan evolusi virus AI
• Berdasarkan data 2007-2008, virus clade 2.1 terus mengalami
diversifikasi genetik sejak awal introduksi 2003 dengan 80%
isolat subclade 2.1.3.
• Sejumlah virus subclade 2.1.1 keluar bersamaan dengan
subclade yang tidak dapat ditentukan sejak 2007
• Virus subclade 2.1.2 tidak lagi dideteksi sejak 2008
• Virus clade 2.3.2.1 yang diintroduksi 2012, saat ini menjadi
clade yang dominan (FAO, 2016)
• Virus clade 2.1.3.2a bersirkulasi di Indonesia dari 2009-2014
dan terbagi menjadi clade 2.1.3.2a dan clade 2.1.3.2b (di Jawa)
(Dharmayanti et al., 2014; Smith and Donis, 2015)
• Virus clade 2.3.2.1c muncul 2014 (Smith and Donis, 2015)
9. Vaksinasi HPAI H5N1
• China, Indonesia, Mesir dan Vietnam melakukan
vaksinasi setelah HPAI menjadi endemik. Bangladesh
dan India juga endemik, tetapi tidak melakukan vaksinasi
• Manfaat vaksinasi selama wabah HPAI:
– Gejala klinis dan kematian pada unggas dapat dicegah;
– Kasus manusia dapat dikurangi; dan
– Mata pencaharian di pedesaan dan ketahanan pangan dapat
dipertahankan
• Wabah terus terjadi di negara yang melakukan
vaksinasi, utamanya disebabkan karena cakupan pada
target spesies tidak memadai (Swayne, 2012)
10. Penyebab kegagalan vaksinasi
• Penggunaan bibit strain virus yang tidak dilisensi
• Induksi tingkat antibodi yang rendah karena kuantitas
antigen vaksin yang tidak memadai
• Kemunculan varian-varian virus lapangan (antigenic
drift) yang sebagian atau seluruhnya yang mengalahkan
kekebalan hasil induksi vaksin-vaksin komersial
• Rekomendasi Swayne et al. (2015):
“Perlu dilakukan surveilans virulogi berkelanjutan untuk
mengidentifikasi virus-virus lapangan yang mengalami
antigenic drift dan memperbaharui bibit strain vaksin
untuk mempertahankan proteksi di lapangan”
11. Vaksin efikasi dan efektivitas
• Kegagalan vaksinasi mengikuti antigenic drift virus-virus
lapangan juga terjadi Mexico, China, Mesir, Hong Kong,
dan Vietnam (Swayne, 2012; Swayne et al., 2012)
• Indonesia mulai mengalami wabah dengan gejala klinis
yang konsisten dengan flok yang divaksinasi dengan
baik selama 2007 (Swayne, 2012)
• Meskipun demikian, kebijakan vaksinasi tanpa bisa
membedakan antara unggas yang terinfeksi dengan
unggas yang divaksinasi (DIVA) akan membuat
surveilans virus menjadi sulit
12. Arah pengendalian?
• Perbaikan i-SIKHNAS (SMS-based information system) untuk
pelaporan HPAI
• Surveilans berkelanjutan untuk mempelajari evolusi virus
lapangan
• Peningkatan berkelanjutan IVM-Online untuk memperbaharui
bibit strain vaksin
• Penerapan strategi DIVA vaksin (?); ELISA-based ‘DIVA’ testing
• Perbaikan vaksin efikasi (kegagalan vaksin) dan vaksin
efektivitas (kegagalan administrasi atau respon kekebalan dari
spesies target)
• Peningkatan Risk manajemen di pasar unggas (LBM)
• Perbaikan biosekuriti melalui introduksi “program biosekuriti 3
zona” yang diinisiasi FAO sejak 2012
• Target Vaksin “Exit strategy” (?)