SlideShare a Scribd company logo
1 of 68
Download to read offline
BIOPESTISIDA
PENGENDALI HAYATI ENTOMOPATOGEN
JAMUR DAN BAKTERI
JOSUA CRYSTOVEL
150320160005
2017
Bakteri Entomopatogen
Oleh: Irda Safni
1. Jenis-jenis
Bakteri Entomopatogen
PENDAHULUAN
Bakteri didefinisikan sebagai mikroorganisme
Prokaryota bersel tunggal yang tidak memiliki membran
inti sel yang memisahkan bahan genetik dari sitoplasma
dan badan-badan sel lainnya.
PENDAHULUAN
Bakteri dapat diisolasi dari berbagai jenis lingkungan.
Bakteri memiliki masa regenerasi yang cepat, yang
juga menyebabkan keragaman genetik yang tinggi.
Bakteri memiliki keragaman genetik yang tinggi, yangBakteri memiliki keragaman genetik yang tinggi, yang
berasal dari mutasi, seleksi bahan genetik dari
lingkungan (transformasi), bakteriophage (transduksi),
atau bakteri lain (konjugasi).
PENDAHULUAN
Struktur Sel Bakteri
PENDAHULUAN
Bakteri dan serangga telah lama dijumpai
membangun interaksi kompleks, termasuk
komensalisme, atau parasitisme/patogenesis, selama
lebih dari 250 juta tahun.
Hubungan bakteri dengan inangnya dipengaruhi oleh
keragaman genetika dan diatur oleh tekanan seleksi
alam.
PENDAHULUAN
Penemuan bakteri yang memiliki aktivitas insektisida
spesifik: tahun 1911, yaitu bakteri Bacillus thuringiensis
(Bt).
Pada tahun 1930-an Bt digunakan pertama sekali
untuk pengendalian biologi hama tanaman.untuk pengendalian biologi hama tanaman.
Saat ini Bt telah diperdagangkan dan digunakan secara
luas sebagai bioinsektisida.
PENDAHULUAN
Keuntungan utama penggunaan bioinsektisida
dibandingkan dengan insektisida kimia adalah sifat
kekhususannya yang tinggi, sehingga mengurangi
kerusakan terhadap flora dan fauna non-target.
Jenis-Jenis Bakteri Entomopatogen
Bakteri Gram-Positif
Filum: Firmicutes, Kelas:Bacilli, Ordo: Bacillales
Termasuk bakteri yang membentuk spora (spore-
forming bacteria)
Gram-positif yang berbentuk batang (rods) dan bentuk
bulat (cocci), yang biasanya tersusun dalam bentukbulat (cocci), yang biasanya tersusun dalam bentuk
rantai.
Pada kondisi lingkungan yang ekstrim, bakteri
melakukan sporulasi membentuk 1 spora yang
berbentuk oval per 1 sel.
Bakteri entomopatogen penting pada kelompok ini
adalah genus Bacillus dan Paenibacillus.
Bakteri Gram-Positif
Bacillus thuringiensis (Bt)
Bt adalah bakteri fakultatif-anaerobik, membentuk
spora.
Famili: Bacillacea, Genus: Bacillus
spora.
Terdapat di tanah secara alami.
Kespesifikan bakteri ini adalah pembentukan protein
yang mengkristal yang mengandung endotoksin
insektisida khusus, disebut Cry toxin atau Bt toxin.
Pertama sekali dideteksi pada tahun 1902 pada larva
Bombyx mori yang sudah mengering oleh Ishiwata.
Pada tahun 1911, Bt pertama sekali diisolasi dari larva
Ephestia kuehniella dan dijumpai memiliki kemampuan
untuk membunuh serangga tertentu.
Bacillus thuringiensis (Bt)
untuk membunuh serangga tertentu.
Bt alami bersifat sangat spesifik, beracun hanya untuk
beberapa spesies kelompok serangga: Lepidoptera (kupu-
kupu, ngengat), Coleoptera (kumbang), Diptera (lalat,
nyamuk), Hymenoptera (tawon, lebah, semut, dll).
Target insects for Bt toxin
Cry toxins have specific activities against insect species of the orders Lepidoptera
(moths and butterflies), Diptera (flies and mosquitoes), Coleoptera (beetles),
Hymenoptera (wasps, bees, ants and sawflies) and nematodes.
Bacillus thuringiensis (Bt)
Sampai saat ini > 50 subspesies Bt telah ditemukan,
yang diisolasi dari berbagai jenis habitat.
> 100 gen protein kristal telah di-sequencing.
Toksisitas protein kristal ini terhadap serangga tertentuToksisitas protein kristal ini terhadap serangga tertentu
yang menyebabkan pengembangan bio-insektisida.
Sejak tahun 1930, Bt telah digunakan sebagai alternatif
insektisida DDT dan organophosphat.
Bt toxin dari B. thuringiensis subsp. kurstaki dikenal
dengan nama dagang: Dipel, Sok-Bt, Thuricide, Certan,
dan Bactospeine.
Bt toxin dari B. thuringiensis subsp. israelensis (Bti)
dikenal dengan nama dagang: Bactimos, Bacticide, BMC,
Teknar, dan Vektobak.
Bakteri Gram-Positif
Bacillus sphaericus
Famili: Bacillacea, Genus: Lysiniacillus
Bakteri berbentuk bulat (spherical), aerob, dan
dijumpai secara alami di dalam tanah.dijumpai secara alami di dalam tanah.
Terkenal dengan istilah : Jurasic Park Bacterium, karena
berhasil diisolasi dari dalam usus lebah yang sudah punah
yang berusia 25-40 juta tahun (Proplebia dominicana).
Bacillus sphaericus
Bakteri ini membentuk protein kristal selama proses
sporulasi.
Toksin B. sphaericus, yang disebut : Potent Binary
Protein Toxins (Bin), secara spesifik dapat membunuh larva
nyamuk, terutama yang berada di dalam air, sehingganyamuk, terutama yang berada di dalam air, sehingga
dapat digunakan sebagai bio-insektisida.
Toksin B. sphaericus dikenal dengan nama dagang: Spic
Biomass.
Tidak berbahaya bagi organisme non-target, seperti
binatang piaraan, burung, ikan, juga manusia.
Bacillus sphaericus
Bentuk vegetatif bakteri B. sphaericus SEM bakteri B. sphaericus
Bakteri Gram-Positif
Famili: Paenibacillacea, Genus: Paenibacillus
Paenibacillus (formerly Bacillus) popilliae
Bakteri ini berbentuk batang, membentuk spora.
Bakteri P. popilliae merupakan bakteri entomopatogen
pertama didaftarkan di Amerika.
Awalnya spora bakteri yang seperti susu (milky spore
bacteria) diisolasi dari tubuh kumbang Jepang (Popillia
japonica) yang secara tidak sengaja masuk ke Amerika
tahun 1916.
Larva kumbang Jepang yang terinfeksi bakteri P.
popilliae menjadi putih seperi susu, disebut “Milky
Disease”.
Paenibacillus (formerly Bacillus) popilliae
Adult Japanase Bettle
Healthy larvae of
Japanase Bettle
Infected larvae of
Japanase Bettle
Paenibacillus popilliae
Hingga saat ini toksin P. popilliae memiliki inang yang
terbatas, yaitu hanya efektif membunuh kumbang Jepang
(Japanese beetle)
Bio insektisida P. popilliae aman bagi manusia dan
vertebrata lain.vertebrata lain.
Bakteri Gram-Positif
Famili: Paenibacillacea, Genus: Brevibacillus
Brevibacillus laterosporus (formerly Bacillus orpheus)
Bakteri berbentuk batang, membentuk endopsora.
Spesies ini terdapat di berbagai habitat, termasuk diSpesies ini terdapat di berbagai habitat, termasuk di
dalam tanah, pada batu permata, di dalam air tawar, air
laut, tubuh serangga, permukaan daun, tanah kompos,
susu, keju, madu, makanan berpati, burung puyuh, atau
wol binatang.
Brevibacillus laterosporus
Bakteri ini merupakan agen pengendali hayati yang
potensial terhadap berbagai serangga genera Coleoptera,
Lepidoptera, dan Diptera (nyamuk Aedes aegypti, lalat),
juga terhadap nematoda dan moluska.juga terhadap nematoda dan moluska.
Bakteri B. laterosporus juga patogenik terhadap
beberapa jenis bakteri dan jamur.
Racun yang di-sekresikan bakteri B. laterosporus
(insecticidal secreted protein/ ISP) memiliki daya racun
yang sama dengan Bt.
Bakteri Gram-Negatif
Famili: Enterobacteriaceae, Genus: Serratia
Genus Serratia yang termasuk bakteri entomopatogen
adalah: Serratia entomophila, S. marcescens, S.
proteamaculans.
Bakteri S. entomophila dapat mengendalikan seranggaBakteri S. entomophila dapat mengendalikan serangga
Costelytra zealandica (Coleoptera), hama perusak
rumput, dan berbagai akar tanaman di Selandia Baru.
Bakteri S. entomophila dapat menghentikan proses
makan serangga.
Bakteri Gram-Negatif
Famili: Enterobacteriaceae, Genus: Serratia
Bakteri S. marcescens memiliki target serangga yang
luas
Bakteri ini dapat menyerang haemocoel serangga, yangBakteri ini dapat menyerang haemocoel serangga, yang
akhirnya menyebabkan luka dan stress.
Bakteri Gram-Negatif
Famili: Enterobacteriaceae, Genus: Yersinia
Bakteri Yersinia pestis dapat mengkolonisasi saluran
cerna kutu tikus (Xenopsylla cheopsis) dan juga
menginfeksi manusia (penyakit pes).
Yersinia pestis.
menginfeksi manusia (penyakit pes).
Bakteri berbentuk coccobacillus, anaerob fakultatif.
Yersinia entomophaga
Spesies lain yang merupakan entomopatogen adalah: Y.
entomophaga
Bakteri Gram-Negatif berbentuk batang, tidak
membetuk spora, dan bergerak dengan 3 peritrichous
flagella.flagella.
Bakteri di-isolasi dari kumbang rumput New Zealand
(Costelytra zealandica)
Dapat mengendalikan serangga dari genera Lepidoptera,
Coleoptera dan Orthoptera.
Bakteri Gram-Negatif
Famili: Enterobacteriaceae,
Bakteri Photorhabdus sp. dan Xenorhabdus sp. banyak
menarik perhatian akhir-akhir ini karena merupakan
endosimbion bakteri dengan nematoda yang bersifat
insektisida.
Photorhabdus sp. & Xenorhabdus sp.
insektisida.
Bakteri Phothabdus sp. berasosiasi dengan nematoda
Heterorhabditis sp.
Bakteri Xenorhandus sp. bersimbiosis dengan nematoda
Steinernema carpocapsae.
Kedua bakteri ini tidak terdapat hidup bebas di
lingkungan, kecuali di dalam tubuh nematoda simbion-
nya.
Photorhabdus sp. & Xenorhabdus
sp.
Setelah nematoda menginfeksi serangga yang peka,
bakteri yang bersimbiosis akan keluar ke dalam
hemoecoel serangga dan membunuh inang serangga
tersebut.tersebut.
Bakteri Gram-Negatif
Famili: Pseudomonadaceae, Genus: Pseudomonas
Bakteri dari famili Pseudomonadaceae bersifat aerob,
berbentuk batang, bergerak dengan flagella.
Tersebar luas di lingkungan, dan sering di-isolasi dariTersebar luas di lingkungan, dan sering di-isolasi dari
tubuh serangga yang mati dan terinfeksi penyakit.
Pseudomonas entomophila
Bakteri P. entomophila di-isolasi dari dalam tanah, dan
menunjukkan aktifitas insektisida spesifik.
Sangat patogenik terhadap larva dan serangga dewasa
lalat Drosophila melanogangster.lalat Drosophila melanogangster.
Bakteri Gram-Negatif
Famili: Coxiellaceae, Genus: Rickettsiella
Patogen intraseluler obligat dengan dinding sel yang
khas, tidak memiliki flagella.
Beberapa jenis spesies yang merupakanBeberapa jenis spesies yang merupakan
entomopatogen: Rickettsiella popilliae, R. grylli, R.
chironomi.
Bakteri ini merupakan entopatogen terhadap beberapa
jenis serangga Arthropoda.
Entomopathogenic Bacteria
• Bacillus thuringiensis (Bt), a Gram-positive, motile, rod shaped bacterium
produces a parasporal crystal composed of one or more proteins
• The strains of Bt characterized so far affect members of 3 insect orders:
Lepidoptera (butterflies and moths), Diptera (mosquitoes & biting flies), and
Coleoptera (beetles)
Bacillus thuringiensis
• EPA registered Bt products include
B.t. israelensis (Diptera)—frequently used for mosquitoes
B.t. kurstaki (Lepidoptera)—frequently used for gypsy moth, spruce budworm,
and many vegetable pests
B.t. sandiego and tenebrionis (Coleoptera)—frequently used for leaf beetle,
Colorado potato beetle
B.t. kurstaki is the most commonly used Bt formulation
1/10/2011 36Division of Agricultural Chemicals
Mode of Action
Bacillus thuringiensis strains
produce crystalline proteins
(called δ-endotoxins)
Caterpillar consumes the Bt spore
(diagram 1) & crystalline toxin-
treated leaf
The Bt crystalline toxin (diamond shapes inTreatments:The Bt crystalline toxin (diamond shapes in
diagram 2) binds to gut wall receptors, and
the caterpillar stops feeding
Within hours, the gut wall breaks down,
allowing spores (oval tube shapes) and normal
gut bacteria (circular shapes) to enter body
cavity, where the toxin dissolves
The caterpillar dies in 24 to 48 hours from septicemia, as spores and gut
bacteria proliferate in its blood (diagram 3)
Treatments:
Dose:
i) 100 – 150 g/ bigha for field crops.
ii) 150-200 g /bigha for orchards.
Method: The powder is first mixed with small quantity of
water to prepare a uniform suspension. Then the required
quantity of water is added and thoroughly mixed before spray.
1/10/2011 37Division of Agricultural Chemicals
Laboratory assays were done to evaluate the effect of Bacillus thuringiensis,
neem seed kernel extract (Azadirachta indica), Vitex negundo leaf
extract, & applied separately or together, on nutritional indices of theextract, & applied separately or together, on nutritional indices of the
rice leaf-folder Cnaphalocrocis medinalis
Bt biopesticide & other 2 botanical pesticide suppressed feeding and larval
growth and low concentrations affected the larval performance
1/10/2011 38Division of Agricultural Chemicals
(Nathan et al. ,2005)
1/10/2011 39Division of Agricultural Chemicals
The combined effect of these resulted in a considerable decrease in
nutritional indices indicating strong deterrence
• Bt is considered to be “practically nontoxic” to humans and other
vertebrates
• It can cause a “very slight irritation” if inhaled & can cause eye irritation
• Bt is not carcinogenic, mutagenic, or teratogenic
Human Health & Safety
• Bt does not persist in the brains, lungs, or digestive systems of animals,
including humans
• Bt has been found in fecal samples of exposed greenhouse workers, no
gastrointestinal symptoms were associated with its presence
1/10/2011 40Division of Agricultural Chemicals
• Bt appears to be a normal component in the feces of vegetable-
consuming animals, where it apparently causes no problem
• Like the active bacterial ingredient, the inert ingredients in Bt
formulations have also been studied and modified for safety
• Granular and microcapsule formulations reduce the inhalation hazard
Human Health & Safety…
• Granular and microcapsule formulations reduce the inhalation hazard
• Volatile agents associated with some Bt formulations do not appear to
constitute a significant health hazard.
1/10/2011 41Division of Agricultural Chemicals
Environmental Impacts
• No danger has been found to aquatic communities accidentally
exposed to Bt or to non-target organisms including beneficial insects,
amphibians, fish, and mammals
• Few reports of Bt lethality upon non-target organisms, such as leaf-
feeding caterpillars
• Clay soils may bind the bacterial toxin, increasing its environmental• Clay soils may bind the bacterial toxin, increasing its environmental
persistence and possible toxicity to non-target species
• Newer formulations employ preservatives, like sorbitol, that are safer
than the xylene used decades ago
1/10/2011 42Division of Agricultural Chemicals
Phytonematode management through
bacteria
Bacteria Genus/species Target nematode Mode of action References
Parasitic
bacteria
Pasteuria penetrans,
P. thornei
Phytonematodes Parasitism Bekal et al.(2001),
Bird et al. (2003)
Opportunistic
bacteria
Brevibacillus
laterosporus,
Bacillus nematocida
Free living &
Phytonematodes
Parasitism Niu et al. (2006),
Tian et al. (2007)
Rhizobacteria Bacillus sp.,
Pseudomonas sp.
Meloidogyne sp.,
Heterodera sp.
Interfering with
recognition,
Marleny et al.
(2008),Pseudomonas sp. Heterodera sp. recognition,
production of
toxin, nutrient
competition, plant
growth promotion
(2008),
Meyer (2003)
Crystal
forming
bacteria
Bacillus thuringiensis
(Cry 5,6,12,13,14,21)
Trichostrongylus
colubriformis,
Caenorhabditis
elegans
Cry proteins cause
damage to the
intestines of
nematodes
Kotze et al.(2005),
Wei et al. (2003)
Endophytic
bacteria
Root knot
nematode,
Cyst nematode
Rhizo-bacterial &
endophytic
bacterial mode of
action
Sturz et al. (2004),
Compant et al.
(2005)
1/10/2011 43Division of Agricultural Chemicals
Figure 1 : The green pea aphid (left) is,
although genetically identical to the red aphid
(right), infected with a novel symbiont of the
genus Rickettsiella, which modifies the aphid
body color from red to green.
Simbiosis bakteri Ricketsiella dengan kutu daun
pada tanaman kacang
Figure 2 : From left to right: aphids of the CGt10 strain 0,
4, 11, and 15 days after birth: The body color changes
from red to green during the developmental process.
Media Biakan Bakteri
Syarat mutlak yang harus dilakukan dan diperlukan untuk mempelajari
mikroorganisme adalah menumbuhkan mikroorganisme tersebut pada media buatan
di laboratorium. Untuk it, kita perlu mengetahui bahan-bahan/zat-zat yang
diperlukan dan kondisi fisik yang diinginkan oleh setiap mikroorganisme. Khusus
untuk bakteri entomopatogen, media biakan bakteri tidak boleh menurunkan
virulensinya untuk menyerang patogen.
Berdasarkan hasil penelitian, para ahli dapat menentukan bahan-bahan yang baik dan
cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme dengan pertumbuhan maksimal. Tempat
tumbuh ini selanjutnya disebut medium (media). Setiap mikroorganisme mempunyaitumbuh ini selanjutnya disebut medium (media). Setiap mikroorganisme mempunyai
kebutuhan nutrisi yang berbeda-beda, meskipun demikian kebanyakan bakteri
tumbuh baik pada media dasar, yaitu media yang terdiri dari: ekstrak daging (beef
extract), NaCl, dan aquadest. Untuk memadatkan media dapat ditambahkan agar,
misalnya untuk media padat ditambahkan 3% agar, sedangkan media setengah padat
ditambahkan 1,5% agar.
Ada beberapa bakteri yang tidak dapat tumbuh baik pada media dasar, untuk
mendapatkan pertumbuhan yang baik dari bakteri perlu ditambahkan beberapa zat
yang diperlukan ke dalam media yang digunakan, misalnya: darah, serum, ekstrak
toge, kentang, dan lain-lain. Media yang demikian disebut media diperkaya
(enrichment media).
Berdasarkan kepadatannya, media terbagi atas:
a. Media cair, yaitu media yang mempunyai komposisi bahan dan nutrisi
yang diperlukan tanpa bahan pemadat (agar)
b. Media setengah padat (semi solid), media diberi bahan pemadat 1,5 %
c. Media padat (Media solid), ditambah 3% agar
Berdasarkan fungsinya, dikenal 3 media yaitu:
a. Media agar plate, yaitu media agar padat dalam petridish, digunakan
untuk isolasi bakteri dan inumerasi (penghitungan) jumlah/populasi bakteriuntuk isolasi bakteri dan inumerasi (penghitungan) jumlah/populasi bakteri
b. Media agar tegak, yaitu media agar setengah padat dalam tabung reaksi,
digunakan untuk menguji gerak bakteri secara makroskopis
c. Media agar miring, yaitu media agar padat dalam tabung reaksi yang
diletakkan miring sehingga mempunyai permukaan media yang lebih luas
daripada permukaan agar tegak, digunakan untuk menumbuhkan dan
menyimpan biakan murni sebagai stock biakan murni (stock pure culture)
Tahap-tahap Penyediaan Media:
• Pencampuran media
• Pengaturan pH media sampai batas optimum, kebanyakan bakteri mempunyai pH
optimum 7,5
• Untuk media cair, larutan dapat langsung disaring, sedangkan untuk membuat media
padat atau setengah padat harus ditambah agar sesuai takaran yang diperlukan.
• Masukkan media ke dalam tempat yang sesuai dengan keperluan misalnya tabung
reaksi atau erlenmeyer yang kemudian ditutup dengan kapas penyumbat
• Sterilisasi
Sterilisasi adalah cara untuk membebaskan alat-alat atau media dari mikroorganisme.
Prinsip sterilisasi adalah membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme
dengan cara mengubah lingkungan, baik secara fisik maupun secara kimia. Sterilisasidengan cara mengubah lingkungan, baik secara fisik maupun secara kimia. Sterilisasi
secara fisik dapat dilakukan antara lain dengan cara:
a. Sterilisasi dengan temperatur tinggi
• Sterilisasi kering (dry heat): biasa digunakan untuk mensterilkan alat-alat dari gelas
dengan menggunakan udara kering panas dalam oven.
• Sterilisasi basah (moist heat): dengan autoclave atau dengan system Arnold
(Tyndalisasi)
b. Sterilisasi dengan temperatur rendah
c. Filter
d. Radiasi
e. Centrifuge
f. Tekanan Osmotik
2. Isolasi Dan Perbanyakan Bakteri
Isolat Bakteri dapat diisolasi dari tanah, bagian tumbuhan, kotoran hewan,
serangga dan bangkainya dan sumber lain. Salah satu cara isolasi yang cukup efektif
adalah dengan seleksi asetat. Beberapa gram sumber isolat disuspensikan ke dalam
media pertumbuhan bakteri (misal LB) yang mengandung natrium asetat kemudian
dikocok. Media asetat tersebut menghambat pertumbuhan spora Bakteri menjadi
sel vegetatif. Setelah beberapa jam media tersebut di-panaskan pada suhu 80°C
selama beberapa menit. Pemanasan ini akan membunuh sel-sel bakteri atauselama beberapa menit. Pemanasan ini akan membunuh sel-sel bakteri atau
mikroorganisme yang sedang tumbuh termasuk spora-spora bakteri lain yang
tumbuh. Kemudian sebagian kecil dari suspensi yang telah dipanaskan diratakan
pada media padat. Koloni-koloni yang tumbuh kemudian dipindahkan ke media
sporulasi Bakteri. Koloni yang tumbuh pada media ini dicek keberadaan spora atau
protein kristalnya untuk menentukan apakah koloni tersebut termasuk isolat
Bakteri.
Berikut adalah cara-cara pembuatan biakan murni
bakteri:
A. Pada Media Padat
1. Metode cawan gores (streak plate)
Prinsip metode ini, yaitu mendapatkan koloni yang benar- benar terpisah dari koloni yang lain,
sehingga mempermudah proses isolasi. Cara ini di lakukan dengan membagi cawan ncub menjadi 3-
4bagian. Ose steril yang telah di siapkan, di letakan pada cawan berisi media steril. Goresan dapat
dilakukan 3- 4kali membentuk garis horizontal disatu sisi cawn. Ose disterilkan lagi dengan api
Bunsen, setelah kering ose tersebut digunakan untuk menggores goresan sebelumnya pada sisi cawn
ke dua.
Langkah ini di lanjutkan hingga keempat sisi cawan tergores,. Pada metode ini, goresan di sisiLangkah ini di lanjutkan hingga keempat sisi cawan tergores,. Pada metode ini, goresan di sisi
pertama di harapkan kolom tumbuh padat dan berhimpit, sedangkan opada goresan sisi kedua,
kolom mulai tampak jarang dan begitu pula selanjutnya, sehingga didapatkan koloni yang tampak
tumbuh terpisah denag koloni lain.Seluruh tahap hendaknya dilakukan secara aseptic agar tidak
terjadi kontaminasi.
2. Metode cawan tuang (pour plate)
Metode ini dilakukan dengan mengencerkan sumber isolate yang telah diketahui beratnya kedalam
9ml garam fisiologi (NaCl 0,85%) atau larutan buffer fosfat. Larutan ini berperan sebagai penyangga
Ph agar sel bakteri tidak rusak akibat menurunnya Ph lingkungan. Pengeceran dapat dilakukan
beberapa kali agar biakan yang didapatkan tidak perlu padat atau memenuhi cawan ( biakan terlalu
padat akan mengganggu pengamatan ). Sekitar1ml suspensi dituangkan kedalam cawan Petri steril,
dilanjutkan dengan menuangkan medi penyubur ( nutrient agar) steril hangat (40- 500c) kemudian
ditutup rapat dan di ketakan dalam incubator (370c) selama 1- 2 hari.
3. Metode cawan sebar (spread plate)
Pada metode cawan sebar 0,1ml supsensi bakteri yang telah diencerkan di sebar pada
media penyubur steril yang telah di siapkan . Selanjutnya supsensi dalam cawan
diratakan dengan batang dari galski agar koloni tumbuh merata pada media dalam
cawan tersebut, kemudian diletakkan dalam ncubator (370C) selama 1-2 hari. Dengan
metode ini, satu sel bakteri akan tumbuh dan berkembang menjadi satu koloni
bakteri. Satu koloni bakteri yang terpisah dengan koloni lainnya dapat diamati tipe
pertumbuhan pada masing-masing media, diantaranya dilakukan terhadap
konsistensi, bentuk koloni, warna koloni dan permukaan koloni.
Koloni yang tumbuh terpisah ditumbuhkan kembali untuk mendapatkan isolat murni.Koloni yang tumbuh terpisah ditumbuhkan kembali untuk mendapatkan isolat murni.
Isolat murni dilakukan dengan mengoleskan ose steril pada koloni dalam kultur
campuran yang benar-benar terpisah satu sama lain. Olesan tersebut digores pada
media padat agar miring dalam tabung reaksi. Koloni yang tumbuh dalam media ini
merupakan isolat murni, yang hanya berasal dari satu jenis bakteri saja. Koloni yang
tumbuh dapat dikarakterisasi berdasarkan tipe tumbuhnya pada media agar miring.
B. Media Cair
Dengan cara menyampurkan satu ose bakteri secara aseptik ke
dalam media cair yang ada di tabung reaksi di depan api. Kemudian
tabung ditutup rapat dengan kapas.
3. Media perbanyakan massal bakteri alternatif
Menurut Misfit Putrina dan Fardedi dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa air rendaman kedelai yang merupakan limbah
tahu dan air kelapa dapat dijadikan sebagai media perbanyakan
bakteri Bacillus thuringiensis yang merupakan bakteribakteri Bacillus thuringiensis yang merupakan bakteri
entomopatogen Spodoptera litura karena media tersebut dinilai
lebih murah dan mudah untuk didapatkan daripada Nutrien Broth
yang mahal meskipun dalam perkembangannya Bt lebih cepat
tumbuh di Nutrien Broth. Menurut Thiery dan Fachron (1997)
kualitas nutrien pada media sangat mempengaruhi terhadap
pertumbuhan, tingkat sporulasi dan produksi senyawa toksin dari
Bacillus thuringiensis.
Perbanyakan bakteri skala industri biasanya menggunakan teknik
fermentasi dengan suatu alat yang disebut fermentor yang
kemudian menghasilkan bakteri yang siap dikemas dan dipasarkan.
Selanjutnya Sjamsuripura et al. (1984), menyatakan bahwa Bt
membutuhkan air, karbon, energi, nitrogen, elemen mineral dan faktor
pertumbhan (suhu, pH, aerasi). Karbon adalah sumber utama dalam sintesa
untuk menghasilkan sel baru dan karbohidrat merupakan sumber karbon
yang mungkin dan paling ekonomis. Nitrogen yang dibutuhkan biasanya
diperoleh dari garam-garam amonium, tetapi Bt membutuhkan pula
Nitrogen organik yang harus diberikan dalam bentuk asam amino tunggal
atau mterial kompleks meliputi asam nukleat dan vitamin. Kebutuhan asam
amino sangat bervariasi antara satu galur dengan galur lainnya, oleh karenaamino sangat bervariasi antara satu galur dengan galur lainnya, oleh karena
itu bila pola kebutuhan asam amino suatu galur belum diketahui secara
pasti sebaiknya sumber nitrogen diberikan dalam bentuk dimana semua
jenis asam amino terdapat di dalamnya. Bentuk yang murah dari nitrogen
organik adalah material kaya protein dari binatang dan tumbuhan, seperti
tepung kedelai, sari rendaman jagung, ekstrak ragi dan sebagainya. Untuk
menjamin sporulasi yang sempurna Bt membutuhkan perimbangan yang
serasi antara sumber karbon dan nitrogen.
JAMUR Entomopatogen
PENGENDALIAN HAYATIPENGENDALIAN HAYATI
Entomopathogenic fungi in insect control
1/10/2011 54Division of Agricultural Chemicals
Beauveria
Beauveria bassiana most common
Habitat: Foliage
Insect Host: White flies, beetles & caterpillars (including Helicoverpa sp.)
Dose: 2 treatments made at 15-day intervals with 1.5 kg/ha concentrated product of
B. bassiana (3.0 × 109 conidia)
Treatment:
i) Foliar spray: 400-500 g in ½ bigha (5g/L of water)
ii) Soil drench: 250-500 g/3 bighaii) Soil drench: 250-500 g/3 bigha
Health impact: It causes granulosis disease in human ear
Grasshoppers killed by B. bassianaBeauveria bassiana
Cultures of B. bassiana
1/10/2011 55Division of Agricultural Chemicals
Metarhizium
Metarhizium anisopliae var. anisopliae & var. major
Habitat: Foliage
Insect host: Frog hoppers, beetles
Dose: Aerial treatment at 50 l/ha with 6 × 1011 to 1.2 × 1012 conidia/l of water
Conidia
Different cultures of M. anisopliae
Cockroach killed by
M. anisopliae
1/10/2011 57Division of Agricultural Chemicals
Verticillium
Verticillium (Cephalosporium) lecanii
Habitat: Glasshouse foliage
Insect host: Aphids, whiteflies & scales
Dose: 41 × 107 active spores/g either undiluted or as a 10% concentration (diluted
with talc or water)
Whitefly scale infected
with V. lecanii
Cultures of Verticillium lecaniiConidia
1/10/2011 58Division of Agricultural Chemicals
Fungal Antagonists
Principal fungi: Gliocladium virens & Trichoderma sp.
Trichoderma sp. mainly T. harzianum & T. viride
Habitat: Soil
Effective against: damping-off & wilt
Parasitize Rhizoctonia & Sclerotium
Inhibit growth of Pythium, Phytophthora & Fusarium
T. harzianum T. viride
Disease: T. harzianum causes green mold in cultivated button mushrooms & T.
viride causes green mold rot of onion
1/10/2011 59Division of Agricultural Chemicals
Mode of action
Direct parasitism or lysis (lytic enzymes like chitinase, cellulase & glucanase) & death
of the pathogen
Direct toxic effects on the pathogen by antibiotic substances released by the
antagonist
Mycoparasitism by a Trichoderma
strain on the plant pathogen Pythium
Competition with pathogen for food
Indirect toxic effects on the pathogen by volatile substances released by the
metabolic activities of the antagonist
Cultures of Trichoderma harzianum
1/10/2011 60Division of Agricultural Chemicals
The aim of investigations was to confirm the effect of Trichoderma
harzianum on Rhizoctonia solani and make a possibility for its usage inharzianum on Rhizoctonia solani and make a possibility for its usage in
tobacco production
T. harzianum was applied before and after sowing including a fungicide Top
M (0.1%)
At additional treatment with Trichoderma after use of fungicide, had a
better result than fungicide alone
1/10/2011 61Division of Agricultural Chemicals
The influence of T. harzianum on intensity of disease attack
Artificial inoculationNatural inoculation
1/10/2011 Division of Agricultural Chemicals 62
The best results have shown by a variant with T. harzianum applied on a soil before
sowing and further application at certain intervals any time in a growing season of
tobacco seedlings
Additional treatment with T. harzianum after a fungicide Top M is advantageous to
the situation with a disease, so, it may be applied with this fungicide treatment
Bacterial Antagonists
• Pseudomonas sp. are gram negative, aerobic, rods that are inhabitants of wide
range of soil, water & plant surfaces
• P. fluorescens recognized by fluorescent pigment called ‘pyoverdines’
• Bio-control abilities of strains depend on aggressive root colonization, induction
of systemic resistance in the plant & production of diffusible or volatile
antifungal antibiotics
• Antibiotics with bio-control properties include – phenazines, hydrogen cyanide,
2,4-diacetylphloroglucinol, pyoluteorin, pyrrolnitrin, lipopeptides etc.2,4-diacetylphloroglucinol, pyoluteorin, pyrrolnitrin, lipopeptides etc.
Phenazin
2,4-diacetylphloroglucinol
pyoluteorin
pyrrolnitrin
Lipopeptide
Hydrogen cyanide1/10/2011 63Division of Agricultural Chemicals
Mode of Action
Control of diseases
• Different strains of P. fluorescens extensively used in bioremediation of
Theories include -
• Induction of systemic resistance – resist attack by true pathogen
• Competition with other (pathogenic) soil microbes, e.g. siderophores
• Production of compounds (antibiotics) antagonistic to other soil microbes
• Different strains of P. fluorescens extensively used in bioremediation of
various organic compounds & bio-controls of pathogens in agriculture
• P. fluorescens found effective in controlling fungal pathogens such as
wilt/root rot, Fusarium oxysporum f. sp. Cubense, Pythium sp., R. solani, R.
oryzae, S. rolfsii & bacterial pathogens like Xanthomonas citri & P.
solanacearum in field tests
• Bacterial preparations widely used in organic spice cultivation of southern
India
1/10/2011 64Division of Agricultural Chemicals
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum perbanyakan jamur entomopatogen ini adalah
cawan petri ,jarum ose , alat pengukus (panci) , LAF, autoklaf , plastik tahan panas dan blender
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu adalah jamur entomopatogen yaituAspergillus sp ,
jagung atau beras , zeolit , kaolit , media SDA dan air.
Prosedur KerjaProsedur Kerja
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam praktikum ini adalah:
1.Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.Dikukus jagung atau beras setengah matang
3. Dibungkus dengan plastik tahan panas
4.Disterilisasi dalam autoklaf
5.Diambil dari autoklaf , setelah itu dianginkan
6.Dimasukkan jamur entomopatogen
7.Didinginkan dalam dalam LAF , setelah dingin disimpan dalam kulkas 8.Diblender
setelah kering.
9.Diaplikasikan pada serangga.
CARA MUDAH MENDAPATKAN JAMUR ENTOMOPATOGEN,
Beauveria bassiana DARI TANAH DENGAN
TEKNIK UMPAN SERANGGA
Jamur Beauveria bassiana adalah jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus (hifa).
Kemudian hifa-hifa tadi membentuk koloni yang disebut miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi
makanannya sendiri, oleh karena itu ia bersifat parasit terhadap serangga inangnya.
Jamur entomopatogen, B. bassiana dapat diperoleh dari tanah terutama pada bagian atas (top soil) 5 – 15
cm dari permukaan tanah, karena pada horizon ini diperkirakan banyak terdapat inokulum B. bassiana.
Teknik untuk memperoleh jamur entomopatogen, B. bassiana dari tanah adalah dengan menggunakan
metoda umpan serangga (insect bait method) Jamur B. bassiana dapat bertahan di dalam tanah sebagai
kompetitor lemah dan terdistribusi secara heterogen sehingga dapat diisolasi dari sampel tanah pada
kedalaman 5 – 15 cm.
Isolat jamur B. bassiana diambil dari tanah. Tanah asal isolat diambil secara acak di sekitar pertanamanIsolat jamur B. bassiana diambil dari tanah. Tanah asal isolat diambil secara acak di sekitar pertanaman
pisang. Tanah diambil dengan menggalinya pada kedalaman 5–10 cm masing-masing sebanyak 4 x 500 g
kemudian dimasukkan ke kantongan plastik diberi label berupa lokasi dan tanggal pengambilan sampel.
Tanah kemudian diayak dengan ayakan 600 mesh dan dimasukkan ke dalam kotak plastik berukuran 13 x
13 x 10 cm masing-masing sebanyak 400 g (tiap daerah menggunakan 4 buah kotak). Larva T. molitor stadia
larva instar 3 yang baru berganti kulit (kulitnya masih berwarna putih) dimasukkan kedalam kotak yang
berisi tanah masing-masing sebanyak 10 ekor, sebagai perangkap umpan agar terserang jamur B. bassiana
(insect bait methode). Larva ini kemudian ditutupi dengan selapis tipis tanah dan dilembabkan dengan
menyemprotkan aquadest steril diatasnya. Selanjutnya kotak ditutupi dengan potongan kain puring hitam
ukuran 25 x 25 cm yang juga telah dilembabkan. Larva T. molitor yang diduga terserang jamur B. bassiana
diamati 3 hari setelah diperlakukan kemudian diamati setiap harinya dan segera setelah terserang jamur B.
bassiana diisolasi sebagai sumber isolat
MEKANISME
Terima Kasih

More Related Content

What's hot

Struktur dan Tipe Perkecambahan Benih
Struktur dan Tipe Perkecambahan BenihStruktur dan Tipe Perkecambahan Benih
Struktur dan Tipe Perkecambahan BenihNur Haida
 
Megagametogenesis dan Megasporogenesis Lilium sp.
Megagametogenesis dan Megasporogenesis Lilium sp.Megagametogenesis dan Megasporogenesis Lilium sp.
Megagametogenesis dan Megasporogenesis Lilium sp.Agustin Dian Kartikasari
 
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...Biology Education
 
Laporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasiLaporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasiTidar University
 
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benihLaporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benihTidar University
 
F2. gmo & biosafety protocol
F2. gmo & biosafety protocolF2. gmo & biosafety protocol
F2. gmo & biosafety protocolWahyu Yuns
 
Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)
Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)
Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)Novayanti Simamora
 
TEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATANTEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATANRepository Ipb
 
PPT Embriologi Tumbuhan - Perkembangan Embrio dan Biji
PPT Embriologi Tumbuhan - Perkembangan Embrio dan BijiPPT Embriologi Tumbuhan - Perkembangan Embrio dan Biji
PPT Embriologi Tumbuhan - Perkembangan Embrio dan BijiAgustin Dian Kartikasari
 
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...UNESA
 
Interaksi hama dan tanaman
Interaksi hama dan tanamanInteraksi hama dan tanaman
Interaksi hama dan tanamanTidar University
 
Mekanisme serangan & gejala serangan hama pada tanaman
Mekanisme serangan & gejala serangan hama pada tanamanMekanisme serangan & gejala serangan hama pada tanaman
Mekanisme serangan & gejala serangan hama pada tanamanJidun Cool
 
Vigor dan viabilitas benih
Vigor dan viabilitas benihVigor dan viabilitas benih
Vigor dan viabilitas benihUnhy Doel
 
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...UNESA
 
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pembuatan Medium
Laporan Mikrobiologi -  Teknik Pembuatan MediumLaporan Mikrobiologi -  Teknik Pembuatan Medium
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pembuatan MediumRukmana Suharta
 
Morfologi bunga, biji, buah
Morfologi bunga, biji, buahMorfologi bunga, biji, buah
Morfologi bunga, biji, buahIndah Asrida
 

What's hot (20)

Struktur dan Tipe Perkecambahan Benih
Struktur dan Tipe Perkecambahan BenihStruktur dan Tipe Perkecambahan Benih
Struktur dan Tipe Perkecambahan Benih
 
Megagametogenesis dan Megasporogenesis Lilium sp.
Megagametogenesis dan Megasporogenesis Lilium sp.Megagametogenesis dan Megasporogenesis Lilium sp.
Megagametogenesis dan Megasporogenesis Lilium sp.
 
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...
 
Laporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasiLaporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasi
 
Presentasi Jamur (fungi)
Presentasi Jamur (fungi)Presentasi Jamur (fungi)
Presentasi Jamur (fungi)
 
Laporan praktikum media
Laporan praktikum mediaLaporan praktikum media
Laporan praktikum media
 
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benihLaporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
 
Biokontrol
BiokontrolBiokontrol
Biokontrol
 
F2. gmo & biosafety protocol
F2. gmo & biosafety protocolF2. gmo & biosafety protocol
F2. gmo & biosafety protocol
 
Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)
Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)
Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)
 
TEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATANTEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
 
PPT Embriologi Tumbuhan - Perkembangan Embrio dan Biji
PPT Embriologi Tumbuhan - Perkembangan Embrio dan BijiPPT Embriologi Tumbuhan - Perkembangan Embrio dan Biji
PPT Embriologi Tumbuhan - Perkembangan Embrio dan Biji
 
Gastrula
GastrulaGastrula
Gastrula
 
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
 
Interaksi hama dan tanaman
Interaksi hama dan tanamanInteraksi hama dan tanaman
Interaksi hama dan tanaman
 
Mekanisme serangan & gejala serangan hama pada tanaman
Mekanisme serangan & gejala serangan hama pada tanamanMekanisme serangan & gejala serangan hama pada tanaman
Mekanisme serangan & gejala serangan hama pada tanaman
 
Vigor dan viabilitas benih
Vigor dan viabilitas benihVigor dan viabilitas benih
Vigor dan viabilitas benih
 
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
 
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pembuatan Medium
Laporan Mikrobiologi -  Teknik Pembuatan MediumLaporan Mikrobiologi -  Teknik Pembuatan Medium
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pembuatan Medium
 
Morfologi bunga, biji, buah
Morfologi bunga, biji, buahMorfologi bunga, biji, buah
Morfologi bunga, biji, buah
 

Similar to Jamur dan bakteri Entomopatogen ppt

Jamur dan bakteri entomopatogen ppt
Jamur dan bakteri entomopatogen pptJamur dan bakteri entomopatogen ppt
Jamur dan bakteri entomopatogen pptJosua Sitorus
 
Mikroorganisme kel. 9
Mikroorganisme kel. 9Mikroorganisme kel. 9
Mikroorganisme kel. 9Basyrowi Arby
 
Hakikat Biologi (Materi Biologi)
Hakikat Biologi (Materi Biologi)Hakikat Biologi (Materi Biologi)
Hakikat Biologi (Materi Biologi)Rio Anggala
 
pestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabati
pestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabatipestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabati
pestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabatiEla Afellay
 
Rangkuman materi un biologi sma berdasarkan skl 2013
Rangkuman materi un biologi sma berdasarkan skl 2013Rangkuman materi un biologi sma berdasarkan skl 2013
Rangkuman materi un biologi sma berdasarkan skl 2013Biocomunity Bekasi
 
dasar-dasar-bakteriologi-2_(1)_2.ppt
dasar-dasar-bakteriologi-2_(1)_2.pptdasar-dasar-bakteriologi-2_(1)_2.ppt
dasar-dasar-bakteriologi-2_(1)_2.pptandinovriani1
 
Pemberantasan hama dan penyakit(1)
Pemberantasan hama dan penyakit(1)Pemberantasan hama dan penyakit(1)
Pemberantasan hama dan penyakit(1)MuhammadAbduArRahman
 
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMAN
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMANLAPORAN IPT PATOGEN TANAMAN
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMANdilaaasf
 
Konsep dasar mikrobiologi
Konsep dasar mikrobiologiKonsep dasar mikrobiologi
Konsep dasar mikrobiologiNunung Ayu Novi
 
Materi biologi sma kelas x
Materi biologi sma kelas xMateri biologi sma kelas x
Materi biologi sma kelas xNur Sofiyah
 
Bakteriologi dasar kuliah
Bakteriologi dasar   kuliahBakteriologi dasar   kuliah
Bakteriologi dasar kuliahhari budin
 
Dasar dasar-bakteriologi
Dasar dasar-bakteriologiDasar dasar-bakteriologi
Dasar dasar-bakteriologiPoltekes TNI AU
 
pengenalan agens pengendali hayati
pengenalan agens pengendali hayatipengenalan agens pengendali hayati
pengenalan agens pengendali hayatiTidar University
 

Similar to Jamur dan bakteri Entomopatogen ppt (20)

Jamur dan bakteri entomopatogen ppt
Jamur dan bakteri entomopatogen pptJamur dan bakteri entomopatogen ppt
Jamur dan bakteri entomopatogen ppt
 
Bakteri
BakteriBakteri
Bakteri
 
Mikroorganisme kel. 9
Mikroorganisme kel. 9Mikroorganisme kel. 9
Mikroorganisme kel. 9
 
Hakikat Biologi (Materi Biologi)
Hakikat Biologi (Materi Biologi)Hakikat Biologi (Materi Biologi)
Hakikat Biologi (Materi Biologi)
 
Biologi - monera
Biologi - moneraBiologi - monera
Biologi - monera
 
pestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabati
pestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabatipestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabati
pestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabati
 
Rangkuman materi un biologi sma berdasarkan skl 2013
Rangkuman materi un biologi sma berdasarkan skl 2013Rangkuman materi un biologi sma berdasarkan skl 2013
Rangkuman materi un biologi sma berdasarkan skl 2013
 
dasar-dasar-bakteriologi-2_(1)_2.ppt
dasar-dasar-bakteriologi-2_(1)_2.pptdasar-dasar-bakteriologi-2_(1)_2.ppt
dasar-dasar-bakteriologi-2_(1)_2.ppt
 
dasar-dasar-bakteriologi.ppt
dasar-dasar-bakteriologi.pptdasar-dasar-bakteriologi.ppt
dasar-dasar-bakteriologi.ppt
 
Pemberantasan hama dan penyakit(1)
Pemberantasan hama dan penyakit(1)Pemberantasan hama dan penyakit(1)
Pemberantasan hama dan penyakit(1)
 
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMAN
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMANLAPORAN IPT PATOGEN TANAMAN
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMAN
 
Bakteri 2
Bakteri 2Bakteri 2
Bakteri 2
 
Jenis jenis bakteri, manfaat dan kerugian
Jenis jenis bakteri, manfaat dan kerugianJenis jenis bakteri, manfaat dan kerugian
Jenis jenis bakteri, manfaat dan kerugian
 
Konsep dasar mikrobiologi
Konsep dasar mikrobiologiKonsep dasar mikrobiologi
Konsep dasar mikrobiologi
 
BAKTERI(2)new.pptx
BAKTERI(2)new.pptxBAKTERI(2)new.pptx
BAKTERI(2)new.pptx
 
Materi biologi sma kelas x
Materi biologi sma kelas xMateri biologi sma kelas x
Materi biologi sma kelas x
 
Bakteriologi dasar kuliah
Bakteriologi dasar   kuliahBakteriologi dasar   kuliah
Bakteriologi dasar kuliah
 
Dasar dasar-bakteriologi
Dasar dasar-bakteriologiDasar dasar-bakteriologi
Dasar dasar-bakteriologi
 
pengenalan agens pengendali hayati
pengenalan agens pengendali hayatipengenalan agens pengendali hayati
pengenalan agens pengendali hayati
 
Mikroorganisme
MikroorganismeMikroorganisme
Mikroorganisme
 

More from Josua Sitorus

PENGARUH UNSUR FE (BESI) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
PENGARUH UNSUR FE (BESI) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMANPENGARUH UNSUR FE (BESI) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
PENGARUH UNSUR FE (BESI) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMANJosua Sitorus
 
Enzym Toxicity Tanaman
Enzym Toxicity TanamanEnzym Toxicity Tanaman
Enzym Toxicity TanamanJosua Sitorus
 
Sistem Sirkulasi Serangga
Sistem Sirkulasi SeranggaSistem Sirkulasi Serangga
Sistem Sirkulasi SeranggaJosua Sitorus
 
JAWABAN UJIAN IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA
JAWABAN UJIAN IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGAJAWABAN UJIAN IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA
JAWABAN UJIAN IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGAJosua Sitorus
 
SPONGOSPORA DAN POLYMYXA
SPONGOSPORA DAN POLYMYXASPONGOSPORA DAN POLYMYXA
SPONGOSPORA DAN POLYMYXAJosua Sitorus
 
Theories Of Host Plant Selection
Theories Of Host Plant SelectionTheories Of Host Plant Selection
Theories Of Host Plant SelectionJosua Sitorus
 
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAH Bactrocera umbrosa (Fabr...
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAH Bactrocera umbrosa (Fabr...IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAH Bactrocera umbrosa (Fabr...
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAH Bactrocera umbrosa (Fabr...Josua Sitorus
 
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAH
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAHIDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAH
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAHJosua Sitorus
 
Ganoderma  Armillaria Fomes
Ganoderma  Armillaria FomesGanoderma  Armillaria Fomes
Ganoderma  Armillaria FomesJosua Sitorus
 
Penicillium Paecilomyces Aspergillus
Penicillium Paecilomyces AspergillusPenicillium Paecilomyces Aspergillus
Penicillium Paecilomyces AspergillusJosua Sitorus
 
INTERAKSI PATOGEN DENGAN TANAMAN - JAMUR
INTERAKSI PATOGEN DENGAN TANAMAN - JAMURINTERAKSI PATOGEN DENGAN TANAMAN - JAMUR
INTERAKSI PATOGEN DENGAN TANAMAN - JAMURJosua Sitorus
 
SERANGGA VEKTOR PENYAKIT TANAMAN
SERANGGA VEKTOR PENYAKIT TANAMANSERANGGA VEKTOR PENYAKIT TANAMAN
SERANGGA VEKTOR PENYAKIT TANAMANJosua Sitorus
 
PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGA
PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGAPERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGA
PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGAJosua Sitorus
 
PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP PATOGEN
PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP PATOGENPERTAHANAN TANAMAN TERHADAP PATOGEN
PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP PATOGENJosua Sitorus
 
RESISTENSI PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGA
RESISTENSI PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGARESISTENSI PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGA
RESISTENSI PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGAJosua Sitorus
 
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS KUTU DAUN PADA DAUN KUBIS
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS KUTU DAUN PADA DAUN KUBISIDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS KUTU DAUN PADA DAUN KUBIS
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS KUTU DAUN PADA DAUN KUBISJosua Sitorus
 
INTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYA
INTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYAINTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYA
INTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYAJosua Sitorus
 
Gambar Jenis Jamur Mikologi Tumbuhan
Gambar Jenis Jamur Mikologi TumbuhanGambar Jenis Jamur Mikologi Tumbuhan
Gambar Jenis Jamur Mikologi TumbuhanJosua Sitorus
 
Identifikasi Serangga Tanaman Cabai
Identifikasi Serangga Tanaman CabaiIdentifikasi Serangga Tanaman Cabai
Identifikasi Serangga Tanaman CabaiJosua Sitorus
 
SISTEM INTEGUMENT SERANGGA
SISTEM INTEGUMENT SERANGGASISTEM INTEGUMENT SERANGGA
SISTEM INTEGUMENT SERANGGAJosua Sitorus
 

More from Josua Sitorus (20)

PENGARUH UNSUR FE (BESI) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
PENGARUH UNSUR FE (BESI) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMANPENGARUH UNSUR FE (BESI) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
PENGARUH UNSUR FE (BESI) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
 
Enzym Toxicity Tanaman
Enzym Toxicity TanamanEnzym Toxicity Tanaman
Enzym Toxicity Tanaman
 
Sistem Sirkulasi Serangga
Sistem Sirkulasi SeranggaSistem Sirkulasi Serangga
Sistem Sirkulasi Serangga
 
JAWABAN UJIAN IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA
JAWABAN UJIAN IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGAJAWABAN UJIAN IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA
JAWABAN UJIAN IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA
 
SPONGOSPORA DAN POLYMYXA
SPONGOSPORA DAN POLYMYXASPONGOSPORA DAN POLYMYXA
SPONGOSPORA DAN POLYMYXA
 
Theories Of Host Plant Selection
Theories Of Host Plant SelectionTheories Of Host Plant Selection
Theories Of Host Plant Selection
 
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAH Bactrocera umbrosa (Fabr...
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAH Bactrocera umbrosa (Fabr...IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAH Bactrocera umbrosa (Fabr...
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAH Bactrocera umbrosa (Fabr...
 
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAH
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAHIDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAH
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS LALAT BUAH
 
Ganoderma  Armillaria Fomes
Ganoderma  Armillaria FomesGanoderma  Armillaria Fomes
Ganoderma  Armillaria Fomes
 
Penicillium Paecilomyces Aspergillus
Penicillium Paecilomyces AspergillusPenicillium Paecilomyces Aspergillus
Penicillium Paecilomyces Aspergillus
 
INTERAKSI PATOGEN DENGAN TANAMAN - JAMUR
INTERAKSI PATOGEN DENGAN TANAMAN - JAMURINTERAKSI PATOGEN DENGAN TANAMAN - JAMUR
INTERAKSI PATOGEN DENGAN TANAMAN - JAMUR
 
SERANGGA VEKTOR PENYAKIT TANAMAN
SERANGGA VEKTOR PENYAKIT TANAMANSERANGGA VEKTOR PENYAKIT TANAMAN
SERANGGA VEKTOR PENYAKIT TANAMAN
 
PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGA
PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGAPERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGA
PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGA
 
PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP PATOGEN
PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP PATOGENPERTAHANAN TANAMAN TERHADAP PATOGEN
PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP PATOGEN
 
RESISTENSI PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGA
RESISTENSI PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGARESISTENSI PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGA
RESISTENSI PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGA
 
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS KUTU DAUN PADA DAUN KUBIS
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS KUTU DAUN PADA DAUN KUBISIDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS KUTU DAUN PADA DAUN KUBIS
IDENTIFIKASI DAN TAKSONOMI SERANGGA JENIS KUTU DAUN PADA DAUN KUBIS
 
INTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYA
INTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYAINTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYA
INTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYA
 
Gambar Jenis Jamur Mikologi Tumbuhan
Gambar Jenis Jamur Mikologi TumbuhanGambar Jenis Jamur Mikologi Tumbuhan
Gambar Jenis Jamur Mikologi Tumbuhan
 
Identifikasi Serangga Tanaman Cabai
Identifikasi Serangga Tanaman CabaiIdentifikasi Serangga Tanaman Cabai
Identifikasi Serangga Tanaman Cabai
 
SISTEM INTEGUMENT SERANGGA
SISTEM INTEGUMENT SERANGGASISTEM INTEGUMENT SERANGGA
SISTEM INTEGUMENT SERANGGA
 

Recently uploaded

PPT MODUL 6 Bahasa Indonesia UT Bjn.pptx
PPT MODUL 6 Bahasa Indonesia UT Bjn.pptxPPT MODUL 6 Bahasa Indonesia UT Bjn.pptx
PPT MODUL 6 Bahasa Indonesia UT Bjn.pptxZubedImut
 
Master 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdf
Master 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdfMaster 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdf
Master 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdfbasoekyfaqod2
 
KISI KISI SAS GENAP-PAI 7- KUMER-2023.doc
KISI KISI SAS GENAP-PAI 7- KUMER-2023.docKISI KISI SAS GENAP-PAI 7- KUMER-2023.doc
KISI KISI SAS GENAP-PAI 7- KUMER-2023.docriska190321
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Deskripsi Penilaian K13Penilaian kurikulum 2013 pada rapor pendidikan.
Deskripsi Penilaian K13Penilaian kurikulum 2013 pada rapor pendidikan.Deskripsi Penilaian K13Penilaian kurikulum 2013 pada rapor pendidikan.
Deskripsi Penilaian K13Penilaian kurikulum 2013 pada rapor pendidikan.AndiLukman13
 
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Aku Sayang Bumi
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Aku Sayang BumiProjek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Aku Sayang Bumi
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Aku Sayang BumiJsitBanjarnegara
 
PPT PEMBELAJARAN KELAS 3 TEMATIK TEMA 3 SUBTEMA SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1
PPT PEMBELAJARAN KELAS 3 TEMATIK TEMA 3 SUBTEMA SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1PPT PEMBELAJARAN KELAS 3 TEMATIK TEMA 3 SUBTEMA SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1
PPT PEMBELAJARAN KELAS 3 TEMATIK TEMA 3 SUBTEMA SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1AdiKurniawan24529
 
AKSI NYATA fASILITATOR pEMBELAJARAN (.pptx
AKSI NYATA fASILITATOR pEMBELAJARAN (.pptxAKSI NYATA fASILITATOR pEMBELAJARAN (.pptx
AKSI NYATA fASILITATOR pEMBELAJARAN (.pptxAkhyar33
 
Modul Ajar Sosiologi - Lembaga Sosial - Fase E.pdf
Modul Ajar Sosiologi - Lembaga Sosial - Fase E.pdfModul Ajar Sosiologi - Lembaga Sosial - Fase E.pdf
Modul Ajar Sosiologi - Lembaga Sosial - Fase E.pdfDianaRuswandari1
 
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.docPresentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.docLeoRahmanBoyanese
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Modul Ajar Ipa kelas 8 Struktur Bumi dan perkembangannya
Modul Ajar Ipa kelas 8 Struktur Bumi dan perkembangannyaModul Ajar Ipa kelas 8 Struktur Bumi dan perkembangannya
Modul Ajar Ipa kelas 8 Struktur Bumi dan perkembangannyaNovi Cherly
 
form Tindak Lanjut Observasi Penilaian Kinerja PMM
form Tindak Lanjut Observasi Penilaian Kinerja PMMform Tindak Lanjut Observasi Penilaian Kinerja PMM
form Tindak Lanjut Observasi Penilaian Kinerja PMMAgungJakaNugraha1
 
LK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docx
LK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docxLK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docx
LK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docxsarimuliati80
 
PPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdf
PPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdfPPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdf
PPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdfssuser8410f71
 
LAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docx
LAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docxLAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docx
LAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docxSriHandayaniLubisSpd
 
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerakAksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerakDianPermana63
 
Laporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdf
Laporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdfLaporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdf
Laporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdfSriHandayaniLubisSpd
 
Aksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptx
Aksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptxAksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptx
Aksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptxAgusSuarno2
 

Recently uploaded (20)

PPT MODUL 6 Bahasa Indonesia UT Bjn.pptx
PPT MODUL 6 Bahasa Indonesia UT Bjn.pptxPPT MODUL 6 Bahasa Indonesia UT Bjn.pptx
PPT MODUL 6 Bahasa Indonesia UT Bjn.pptx
 
Master 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdf
Master 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdfMaster 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdf
Master 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdf
 
KISI KISI SAS GENAP-PAI 7- KUMER-2023.doc
KISI KISI SAS GENAP-PAI 7- KUMER-2023.docKISI KISI SAS GENAP-PAI 7- KUMER-2023.doc
KISI KISI SAS GENAP-PAI 7- KUMER-2023.doc
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Deskripsi Penilaian K13Penilaian kurikulum 2013 pada rapor pendidikan.
Deskripsi Penilaian K13Penilaian kurikulum 2013 pada rapor pendidikan.Deskripsi Penilaian K13Penilaian kurikulum 2013 pada rapor pendidikan.
Deskripsi Penilaian K13Penilaian kurikulum 2013 pada rapor pendidikan.
 
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Aku Sayang Bumi
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Aku Sayang BumiProjek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Aku Sayang Bumi
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Aku Sayang Bumi
 
PPT PEMBELAJARAN KELAS 3 TEMATIK TEMA 3 SUBTEMA SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1
PPT PEMBELAJARAN KELAS 3 TEMATIK TEMA 3 SUBTEMA SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1PPT PEMBELAJARAN KELAS 3 TEMATIK TEMA 3 SUBTEMA SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1
PPT PEMBELAJARAN KELAS 3 TEMATIK TEMA 3 SUBTEMA SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1
 
AKSI NYATA fASILITATOR pEMBELAJARAN (.pptx
AKSI NYATA fASILITATOR pEMBELAJARAN (.pptxAKSI NYATA fASILITATOR pEMBELAJARAN (.pptx
AKSI NYATA fASILITATOR pEMBELAJARAN (.pptx
 
Modul Ajar Sosiologi - Lembaga Sosial - Fase E.pdf
Modul Ajar Sosiologi - Lembaga Sosial - Fase E.pdfModul Ajar Sosiologi - Lembaga Sosial - Fase E.pdf
Modul Ajar Sosiologi - Lembaga Sosial - Fase E.pdf
 
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.docPresentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Modul Ajar Ipa kelas 8 Struktur Bumi dan perkembangannya
Modul Ajar Ipa kelas 8 Struktur Bumi dan perkembangannyaModul Ajar Ipa kelas 8 Struktur Bumi dan perkembangannya
Modul Ajar Ipa kelas 8 Struktur Bumi dan perkembangannya
 
form Tindak Lanjut Observasi Penilaian Kinerja PMM
form Tindak Lanjut Observasi Penilaian Kinerja PMMform Tindak Lanjut Observasi Penilaian Kinerja PMM
form Tindak Lanjut Observasi Penilaian Kinerja PMM
 
LK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docx
LK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docxLK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docx
LK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docx
 
PPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdf
PPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdfPPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdf
PPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdf
 
LAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docx
LAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docxLAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docx
LAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docx
 
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerakAksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
 
Laporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdf
Laporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdfLaporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdf
Laporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdf
 
Aksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptx
Aksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptxAksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptx
Aksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptx
 

Jamur dan bakteri Entomopatogen ppt

  • 1. BIOPESTISIDA PENGENDALI HAYATI ENTOMOPATOGEN JAMUR DAN BAKTERI JOSUA CRYSTOVEL 150320160005 2017
  • 4. PENDAHULUAN Bakteri didefinisikan sebagai mikroorganisme Prokaryota bersel tunggal yang tidak memiliki membran inti sel yang memisahkan bahan genetik dari sitoplasma dan badan-badan sel lainnya.
  • 5. PENDAHULUAN Bakteri dapat diisolasi dari berbagai jenis lingkungan. Bakteri memiliki masa regenerasi yang cepat, yang juga menyebabkan keragaman genetik yang tinggi. Bakteri memiliki keragaman genetik yang tinggi, yangBakteri memiliki keragaman genetik yang tinggi, yang berasal dari mutasi, seleksi bahan genetik dari lingkungan (transformasi), bakteriophage (transduksi), atau bakteri lain (konjugasi).
  • 7. PENDAHULUAN Bakteri dan serangga telah lama dijumpai membangun interaksi kompleks, termasuk komensalisme, atau parasitisme/patogenesis, selama lebih dari 250 juta tahun. Hubungan bakteri dengan inangnya dipengaruhi oleh keragaman genetika dan diatur oleh tekanan seleksi alam.
  • 8. PENDAHULUAN Penemuan bakteri yang memiliki aktivitas insektisida spesifik: tahun 1911, yaitu bakteri Bacillus thuringiensis (Bt). Pada tahun 1930-an Bt digunakan pertama sekali untuk pengendalian biologi hama tanaman.untuk pengendalian biologi hama tanaman. Saat ini Bt telah diperdagangkan dan digunakan secara luas sebagai bioinsektisida.
  • 9. PENDAHULUAN Keuntungan utama penggunaan bioinsektisida dibandingkan dengan insektisida kimia adalah sifat kekhususannya yang tinggi, sehingga mengurangi kerusakan terhadap flora dan fauna non-target.
  • 11. Bakteri Gram-Positif Filum: Firmicutes, Kelas:Bacilli, Ordo: Bacillales Termasuk bakteri yang membentuk spora (spore- forming bacteria) Gram-positif yang berbentuk batang (rods) dan bentuk bulat (cocci), yang biasanya tersusun dalam bentukbulat (cocci), yang biasanya tersusun dalam bentuk rantai. Pada kondisi lingkungan yang ekstrim, bakteri melakukan sporulasi membentuk 1 spora yang berbentuk oval per 1 sel. Bakteri entomopatogen penting pada kelompok ini adalah genus Bacillus dan Paenibacillus.
  • 12. Bakteri Gram-Positif Bacillus thuringiensis (Bt) Bt adalah bakteri fakultatif-anaerobik, membentuk spora. Famili: Bacillacea, Genus: Bacillus spora. Terdapat di tanah secara alami. Kespesifikan bakteri ini adalah pembentukan protein yang mengkristal yang mengandung endotoksin insektisida khusus, disebut Cry toxin atau Bt toxin.
  • 13. Pertama sekali dideteksi pada tahun 1902 pada larva Bombyx mori yang sudah mengering oleh Ishiwata. Pada tahun 1911, Bt pertama sekali diisolasi dari larva Ephestia kuehniella dan dijumpai memiliki kemampuan untuk membunuh serangga tertentu. Bacillus thuringiensis (Bt) untuk membunuh serangga tertentu. Bt alami bersifat sangat spesifik, beracun hanya untuk beberapa spesies kelompok serangga: Lepidoptera (kupu- kupu, ngengat), Coleoptera (kumbang), Diptera (lalat, nyamuk), Hymenoptera (tawon, lebah, semut, dll).
  • 14. Target insects for Bt toxin Cry toxins have specific activities against insect species of the orders Lepidoptera (moths and butterflies), Diptera (flies and mosquitoes), Coleoptera (beetles), Hymenoptera (wasps, bees, ants and sawflies) and nematodes.
  • 15. Bacillus thuringiensis (Bt) Sampai saat ini > 50 subspesies Bt telah ditemukan, yang diisolasi dari berbagai jenis habitat. > 100 gen protein kristal telah di-sequencing. Toksisitas protein kristal ini terhadap serangga tertentuToksisitas protein kristal ini terhadap serangga tertentu yang menyebabkan pengembangan bio-insektisida. Sejak tahun 1930, Bt telah digunakan sebagai alternatif insektisida DDT dan organophosphat.
  • 16.
  • 17. Bt toxin dari B. thuringiensis subsp. kurstaki dikenal dengan nama dagang: Dipel, Sok-Bt, Thuricide, Certan, dan Bactospeine.
  • 18. Bt toxin dari B. thuringiensis subsp. israelensis (Bti) dikenal dengan nama dagang: Bactimos, Bacticide, BMC, Teknar, dan Vektobak.
  • 19. Bakteri Gram-Positif Bacillus sphaericus Famili: Bacillacea, Genus: Lysiniacillus Bakteri berbentuk bulat (spherical), aerob, dan dijumpai secara alami di dalam tanah.dijumpai secara alami di dalam tanah. Terkenal dengan istilah : Jurasic Park Bacterium, karena berhasil diisolasi dari dalam usus lebah yang sudah punah yang berusia 25-40 juta tahun (Proplebia dominicana).
  • 20. Bacillus sphaericus Bakteri ini membentuk protein kristal selama proses sporulasi. Toksin B. sphaericus, yang disebut : Potent Binary Protein Toxins (Bin), secara spesifik dapat membunuh larva nyamuk, terutama yang berada di dalam air, sehingganyamuk, terutama yang berada di dalam air, sehingga dapat digunakan sebagai bio-insektisida. Toksin B. sphaericus dikenal dengan nama dagang: Spic Biomass. Tidak berbahaya bagi organisme non-target, seperti binatang piaraan, burung, ikan, juga manusia.
  • 21. Bacillus sphaericus Bentuk vegetatif bakteri B. sphaericus SEM bakteri B. sphaericus
  • 22. Bakteri Gram-Positif Famili: Paenibacillacea, Genus: Paenibacillus Paenibacillus (formerly Bacillus) popilliae Bakteri ini berbentuk batang, membentuk spora. Bakteri P. popilliae merupakan bakteri entomopatogen pertama didaftarkan di Amerika. Awalnya spora bakteri yang seperti susu (milky spore bacteria) diisolasi dari tubuh kumbang Jepang (Popillia japonica) yang secara tidak sengaja masuk ke Amerika tahun 1916. Larva kumbang Jepang yang terinfeksi bakteri P. popilliae menjadi putih seperi susu, disebut “Milky Disease”.
  • 23. Paenibacillus (formerly Bacillus) popilliae Adult Japanase Bettle Healthy larvae of Japanase Bettle Infected larvae of Japanase Bettle
  • 24. Paenibacillus popilliae Hingga saat ini toksin P. popilliae memiliki inang yang terbatas, yaitu hanya efektif membunuh kumbang Jepang (Japanese beetle) Bio insektisida P. popilliae aman bagi manusia dan vertebrata lain.vertebrata lain.
  • 25. Bakteri Gram-Positif Famili: Paenibacillacea, Genus: Brevibacillus Brevibacillus laterosporus (formerly Bacillus orpheus) Bakteri berbentuk batang, membentuk endopsora. Spesies ini terdapat di berbagai habitat, termasuk diSpesies ini terdapat di berbagai habitat, termasuk di dalam tanah, pada batu permata, di dalam air tawar, air laut, tubuh serangga, permukaan daun, tanah kompos, susu, keju, madu, makanan berpati, burung puyuh, atau wol binatang.
  • 26. Brevibacillus laterosporus Bakteri ini merupakan agen pengendali hayati yang potensial terhadap berbagai serangga genera Coleoptera, Lepidoptera, dan Diptera (nyamuk Aedes aegypti, lalat), juga terhadap nematoda dan moluska.juga terhadap nematoda dan moluska. Bakteri B. laterosporus juga patogenik terhadap beberapa jenis bakteri dan jamur. Racun yang di-sekresikan bakteri B. laterosporus (insecticidal secreted protein/ ISP) memiliki daya racun yang sama dengan Bt.
  • 27. Bakteri Gram-Negatif Famili: Enterobacteriaceae, Genus: Serratia Genus Serratia yang termasuk bakteri entomopatogen adalah: Serratia entomophila, S. marcescens, S. proteamaculans. Bakteri S. entomophila dapat mengendalikan seranggaBakteri S. entomophila dapat mengendalikan serangga Costelytra zealandica (Coleoptera), hama perusak rumput, dan berbagai akar tanaman di Selandia Baru. Bakteri S. entomophila dapat menghentikan proses makan serangga.
  • 28. Bakteri Gram-Negatif Famili: Enterobacteriaceae, Genus: Serratia Bakteri S. marcescens memiliki target serangga yang luas Bakteri ini dapat menyerang haemocoel serangga, yangBakteri ini dapat menyerang haemocoel serangga, yang akhirnya menyebabkan luka dan stress.
  • 29. Bakteri Gram-Negatif Famili: Enterobacteriaceae, Genus: Yersinia Bakteri Yersinia pestis dapat mengkolonisasi saluran cerna kutu tikus (Xenopsylla cheopsis) dan juga menginfeksi manusia (penyakit pes). Yersinia pestis. menginfeksi manusia (penyakit pes). Bakteri berbentuk coccobacillus, anaerob fakultatif.
  • 30. Yersinia entomophaga Spesies lain yang merupakan entomopatogen adalah: Y. entomophaga Bakteri Gram-Negatif berbentuk batang, tidak membetuk spora, dan bergerak dengan 3 peritrichous flagella.flagella. Bakteri di-isolasi dari kumbang rumput New Zealand (Costelytra zealandica) Dapat mengendalikan serangga dari genera Lepidoptera, Coleoptera dan Orthoptera.
  • 31. Bakteri Gram-Negatif Famili: Enterobacteriaceae, Bakteri Photorhabdus sp. dan Xenorhabdus sp. banyak menarik perhatian akhir-akhir ini karena merupakan endosimbion bakteri dengan nematoda yang bersifat insektisida. Photorhabdus sp. & Xenorhabdus sp. insektisida. Bakteri Phothabdus sp. berasosiasi dengan nematoda Heterorhabditis sp. Bakteri Xenorhandus sp. bersimbiosis dengan nematoda Steinernema carpocapsae. Kedua bakteri ini tidak terdapat hidup bebas di lingkungan, kecuali di dalam tubuh nematoda simbion- nya.
  • 32. Photorhabdus sp. & Xenorhabdus sp. Setelah nematoda menginfeksi serangga yang peka, bakteri yang bersimbiosis akan keluar ke dalam hemoecoel serangga dan membunuh inang serangga tersebut.tersebut.
  • 33. Bakteri Gram-Negatif Famili: Pseudomonadaceae, Genus: Pseudomonas Bakteri dari famili Pseudomonadaceae bersifat aerob, berbentuk batang, bergerak dengan flagella. Tersebar luas di lingkungan, dan sering di-isolasi dariTersebar luas di lingkungan, dan sering di-isolasi dari tubuh serangga yang mati dan terinfeksi penyakit.
  • 34. Pseudomonas entomophila Bakteri P. entomophila di-isolasi dari dalam tanah, dan menunjukkan aktifitas insektisida spesifik. Sangat patogenik terhadap larva dan serangga dewasa lalat Drosophila melanogangster.lalat Drosophila melanogangster.
  • 35. Bakteri Gram-Negatif Famili: Coxiellaceae, Genus: Rickettsiella Patogen intraseluler obligat dengan dinding sel yang khas, tidak memiliki flagella. Beberapa jenis spesies yang merupakanBeberapa jenis spesies yang merupakan entomopatogen: Rickettsiella popilliae, R. grylli, R. chironomi. Bakteri ini merupakan entopatogen terhadap beberapa jenis serangga Arthropoda.
  • 36. Entomopathogenic Bacteria • Bacillus thuringiensis (Bt), a Gram-positive, motile, rod shaped bacterium produces a parasporal crystal composed of one or more proteins • The strains of Bt characterized so far affect members of 3 insect orders: Lepidoptera (butterflies and moths), Diptera (mosquitoes & biting flies), and Coleoptera (beetles) Bacillus thuringiensis • EPA registered Bt products include B.t. israelensis (Diptera)—frequently used for mosquitoes B.t. kurstaki (Lepidoptera)—frequently used for gypsy moth, spruce budworm, and many vegetable pests B.t. sandiego and tenebrionis (Coleoptera)—frequently used for leaf beetle, Colorado potato beetle B.t. kurstaki is the most commonly used Bt formulation 1/10/2011 36Division of Agricultural Chemicals
  • 37. Mode of Action Bacillus thuringiensis strains produce crystalline proteins (called δ-endotoxins) Caterpillar consumes the Bt spore (diagram 1) & crystalline toxin- treated leaf The Bt crystalline toxin (diamond shapes inTreatments:The Bt crystalline toxin (diamond shapes in diagram 2) binds to gut wall receptors, and the caterpillar stops feeding Within hours, the gut wall breaks down, allowing spores (oval tube shapes) and normal gut bacteria (circular shapes) to enter body cavity, where the toxin dissolves The caterpillar dies in 24 to 48 hours from septicemia, as spores and gut bacteria proliferate in its blood (diagram 3) Treatments: Dose: i) 100 – 150 g/ bigha for field crops. ii) 150-200 g /bigha for orchards. Method: The powder is first mixed with small quantity of water to prepare a uniform suspension. Then the required quantity of water is added and thoroughly mixed before spray. 1/10/2011 37Division of Agricultural Chemicals
  • 38. Laboratory assays were done to evaluate the effect of Bacillus thuringiensis, neem seed kernel extract (Azadirachta indica), Vitex negundo leaf extract, & applied separately or together, on nutritional indices of theextract, & applied separately or together, on nutritional indices of the rice leaf-folder Cnaphalocrocis medinalis Bt biopesticide & other 2 botanical pesticide suppressed feeding and larval growth and low concentrations affected the larval performance 1/10/2011 38Division of Agricultural Chemicals
  • 39. (Nathan et al. ,2005) 1/10/2011 39Division of Agricultural Chemicals The combined effect of these resulted in a considerable decrease in nutritional indices indicating strong deterrence
  • 40. • Bt is considered to be “practically nontoxic” to humans and other vertebrates • It can cause a “very slight irritation” if inhaled & can cause eye irritation • Bt is not carcinogenic, mutagenic, or teratogenic Human Health & Safety • Bt does not persist in the brains, lungs, or digestive systems of animals, including humans • Bt has been found in fecal samples of exposed greenhouse workers, no gastrointestinal symptoms were associated with its presence 1/10/2011 40Division of Agricultural Chemicals
  • 41. • Bt appears to be a normal component in the feces of vegetable- consuming animals, where it apparently causes no problem • Like the active bacterial ingredient, the inert ingredients in Bt formulations have also been studied and modified for safety • Granular and microcapsule formulations reduce the inhalation hazard Human Health & Safety… • Granular and microcapsule formulations reduce the inhalation hazard • Volatile agents associated with some Bt formulations do not appear to constitute a significant health hazard. 1/10/2011 41Division of Agricultural Chemicals
  • 42. Environmental Impacts • No danger has been found to aquatic communities accidentally exposed to Bt or to non-target organisms including beneficial insects, amphibians, fish, and mammals • Few reports of Bt lethality upon non-target organisms, such as leaf- feeding caterpillars • Clay soils may bind the bacterial toxin, increasing its environmental• Clay soils may bind the bacterial toxin, increasing its environmental persistence and possible toxicity to non-target species • Newer formulations employ preservatives, like sorbitol, that are safer than the xylene used decades ago 1/10/2011 42Division of Agricultural Chemicals
  • 43. Phytonematode management through bacteria Bacteria Genus/species Target nematode Mode of action References Parasitic bacteria Pasteuria penetrans, P. thornei Phytonematodes Parasitism Bekal et al.(2001), Bird et al. (2003) Opportunistic bacteria Brevibacillus laterosporus, Bacillus nematocida Free living & Phytonematodes Parasitism Niu et al. (2006), Tian et al. (2007) Rhizobacteria Bacillus sp., Pseudomonas sp. Meloidogyne sp., Heterodera sp. Interfering with recognition, Marleny et al. (2008),Pseudomonas sp. Heterodera sp. recognition, production of toxin, nutrient competition, plant growth promotion (2008), Meyer (2003) Crystal forming bacteria Bacillus thuringiensis (Cry 5,6,12,13,14,21) Trichostrongylus colubriformis, Caenorhabditis elegans Cry proteins cause damage to the intestines of nematodes Kotze et al.(2005), Wei et al. (2003) Endophytic bacteria Root knot nematode, Cyst nematode Rhizo-bacterial & endophytic bacterial mode of action Sturz et al. (2004), Compant et al. (2005) 1/10/2011 43Division of Agricultural Chemicals
  • 44. Figure 1 : The green pea aphid (left) is, although genetically identical to the red aphid (right), infected with a novel symbiont of the genus Rickettsiella, which modifies the aphid body color from red to green. Simbiosis bakteri Ricketsiella dengan kutu daun pada tanaman kacang Figure 2 : From left to right: aphids of the CGt10 strain 0, 4, 11, and 15 days after birth: The body color changes from red to green during the developmental process.
  • 45. Media Biakan Bakteri Syarat mutlak yang harus dilakukan dan diperlukan untuk mempelajari mikroorganisme adalah menumbuhkan mikroorganisme tersebut pada media buatan di laboratorium. Untuk it, kita perlu mengetahui bahan-bahan/zat-zat yang diperlukan dan kondisi fisik yang diinginkan oleh setiap mikroorganisme. Khusus untuk bakteri entomopatogen, media biakan bakteri tidak boleh menurunkan virulensinya untuk menyerang patogen. Berdasarkan hasil penelitian, para ahli dapat menentukan bahan-bahan yang baik dan cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme dengan pertumbuhan maksimal. Tempat tumbuh ini selanjutnya disebut medium (media). Setiap mikroorganisme mempunyaitumbuh ini selanjutnya disebut medium (media). Setiap mikroorganisme mempunyai kebutuhan nutrisi yang berbeda-beda, meskipun demikian kebanyakan bakteri tumbuh baik pada media dasar, yaitu media yang terdiri dari: ekstrak daging (beef extract), NaCl, dan aquadest. Untuk memadatkan media dapat ditambahkan agar, misalnya untuk media padat ditambahkan 3% agar, sedangkan media setengah padat ditambahkan 1,5% agar. Ada beberapa bakteri yang tidak dapat tumbuh baik pada media dasar, untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik dari bakteri perlu ditambahkan beberapa zat yang diperlukan ke dalam media yang digunakan, misalnya: darah, serum, ekstrak toge, kentang, dan lain-lain. Media yang demikian disebut media diperkaya (enrichment media).
  • 46. Berdasarkan kepadatannya, media terbagi atas: a. Media cair, yaitu media yang mempunyai komposisi bahan dan nutrisi yang diperlukan tanpa bahan pemadat (agar) b. Media setengah padat (semi solid), media diberi bahan pemadat 1,5 % c. Media padat (Media solid), ditambah 3% agar Berdasarkan fungsinya, dikenal 3 media yaitu: a. Media agar plate, yaitu media agar padat dalam petridish, digunakan untuk isolasi bakteri dan inumerasi (penghitungan) jumlah/populasi bakteriuntuk isolasi bakteri dan inumerasi (penghitungan) jumlah/populasi bakteri b. Media agar tegak, yaitu media agar setengah padat dalam tabung reaksi, digunakan untuk menguji gerak bakteri secara makroskopis c. Media agar miring, yaitu media agar padat dalam tabung reaksi yang diletakkan miring sehingga mempunyai permukaan media yang lebih luas daripada permukaan agar tegak, digunakan untuk menumbuhkan dan menyimpan biakan murni sebagai stock biakan murni (stock pure culture)
  • 47. Tahap-tahap Penyediaan Media: • Pencampuran media • Pengaturan pH media sampai batas optimum, kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum 7,5 • Untuk media cair, larutan dapat langsung disaring, sedangkan untuk membuat media padat atau setengah padat harus ditambah agar sesuai takaran yang diperlukan. • Masukkan media ke dalam tempat yang sesuai dengan keperluan misalnya tabung reaksi atau erlenmeyer yang kemudian ditutup dengan kapas penyumbat • Sterilisasi Sterilisasi adalah cara untuk membebaskan alat-alat atau media dari mikroorganisme. Prinsip sterilisasi adalah membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara mengubah lingkungan, baik secara fisik maupun secara kimia. Sterilisasidengan cara mengubah lingkungan, baik secara fisik maupun secara kimia. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan antara lain dengan cara: a. Sterilisasi dengan temperatur tinggi • Sterilisasi kering (dry heat): biasa digunakan untuk mensterilkan alat-alat dari gelas dengan menggunakan udara kering panas dalam oven. • Sterilisasi basah (moist heat): dengan autoclave atau dengan system Arnold (Tyndalisasi) b. Sterilisasi dengan temperatur rendah c. Filter d. Radiasi e. Centrifuge f. Tekanan Osmotik
  • 48. 2. Isolasi Dan Perbanyakan Bakteri Isolat Bakteri dapat diisolasi dari tanah, bagian tumbuhan, kotoran hewan, serangga dan bangkainya dan sumber lain. Salah satu cara isolasi yang cukup efektif adalah dengan seleksi asetat. Beberapa gram sumber isolat disuspensikan ke dalam media pertumbuhan bakteri (misal LB) yang mengandung natrium asetat kemudian dikocok. Media asetat tersebut menghambat pertumbuhan spora Bakteri menjadi sel vegetatif. Setelah beberapa jam media tersebut di-panaskan pada suhu 80°C selama beberapa menit. Pemanasan ini akan membunuh sel-sel bakteri atauselama beberapa menit. Pemanasan ini akan membunuh sel-sel bakteri atau mikroorganisme yang sedang tumbuh termasuk spora-spora bakteri lain yang tumbuh. Kemudian sebagian kecil dari suspensi yang telah dipanaskan diratakan pada media padat. Koloni-koloni yang tumbuh kemudian dipindahkan ke media sporulasi Bakteri. Koloni yang tumbuh pada media ini dicek keberadaan spora atau protein kristalnya untuk menentukan apakah koloni tersebut termasuk isolat Bakteri.
  • 49. Berikut adalah cara-cara pembuatan biakan murni bakteri: A. Pada Media Padat 1. Metode cawan gores (streak plate) Prinsip metode ini, yaitu mendapatkan koloni yang benar- benar terpisah dari koloni yang lain, sehingga mempermudah proses isolasi. Cara ini di lakukan dengan membagi cawan ncub menjadi 3- 4bagian. Ose steril yang telah di siapkan, di letakan pada cawan berisi media steril. Goresan dapat dilakukan 3- 4kali membentuk garis horizontal disatu sisi cawn. Ose disterilkan lagi dengan api Bunsen, setelah kering ose tersebut digunakan untuk menggores goresan sebelumnya pada sisi cawn ke dua. Langkah ini di lanjutkan hingga keempat sisi cawan tergores,. Pada metode ini, goresan di sisiLangkah ini di lanjutkan hingga keempat sisi cawan tergores,. Pada metode ini, goresan di sisi pertama di harapkan kolom tumbuh padat dan berhimpit, sedangkan opada goresan sisi kedua, kolom mulai tampak jarang dan begitu pula selanjutnya, sehingga didapatkan koloni yang tampak tumbuh terpisah denag koloni lain.Seluruh tahap hendaknya dilakukan secara aseptic agar tidak terjadi kontaminasi. 2. Metode cawan tuang (pour plate) Metode ini dilakukan dengan mengencerkan sumber isolate yang telah diketahui beratnya kedalam 9ml garam fisiologi (NaCl 0,85%) atau larutan buffer fosfat. Larutan ini berperan sebagai penyangga Ph agar sel bakteri tidak rusak akibat menurunnya Ph lingkungan. Pengeceran dapat dilakukan beberapa kali agar biakan yang didapatkan tidak perlu padat atau memenuhi cawan ( biakan terlalu padat akan mengganggu pengamatan ). Sekitar1ml suspensi dituangkan kedalam cawan Petri steril, dilanjutkan dengan menuangkan medi penyubur ( nutrient agar) steril hangat (40- 500c) kemudian ditutup rapat dan di ketakan dalam incubator (370c) selama 1- 2 hari.
  • 50. 3. Metode cawan sebar (spread plate) Pada metode cawan sebar 0,1ml supsensi bakteri yang telah diencerkan di sebar pada media penyubur steril yang telah di siapkan . Selanjutnya supsensi dalam cawan diratakan dengan batang dari galski agar koloni tumbuh merata pada media dalam cawan tersebut, kemudian diletakkan dalam ncubator (370C) selama 1-2 hari. Dengan metode ini, satu sel bakteri akan tumbuh dan berkembang menjadi satu koloni bakteri. Satu koloni bakteri yang terpisah dengan koloni lainnya dapat diamati tipe pertumbuhan pada masing-masing media, diantaranya dilakukan terhadap konsistensi, bentuk koloni, warna koloni dan permukaan koloni. Koloni yang tumbuh terpisah ditumbuhkan kembali untuk mendapatkan isolat murni.Koloni yang tumbuh terpisah ditumbuhkan kembali untuk mendapatkan isolat murni. Isolat murni dilakukan dengan mengoleskan ose steril pada koloni dalam kultur campuran yang benar-benar terpisah satu sama lain. Olesan tersebut digores pada media padat agar miring dalam tabung reaksi. Koloni yang tumbuh dalam media ini merupakan isolat murni, yang hanya berasal dari satu jenis bakteri saja. Koloni yang tumbuh dapat dikarakterisasi berdasarkan tipe tumbuhnya pada media agar miring.
  • 51. B. Media Cair Dengan cara menyampurkan satu ose bakteri secara aseptik ke dalam media cair yang ada di tabung reaksi di depan api. Kemudian tabung ditutup rapat dengan kapas. 3. Media perbanyakan massal bakteri alternatif Menurut Misfit Putrina dan Fardedi dalam penelitiannya menyebutkan bahwa air rendaman kedelai yang merupakan limbah tahu dan air kelapa dapat dijadikan sebagai media perbanyakan bakteri Bacillus thuringiensis yang merupakan bakteribakteri Bacillus thuringiensis yang merupakan bakteri entomopatogen Spodoptera litura karena media tersebut dinilai lebih murah dan mudah untuk didapatkan daripada Nutrien Broth yang mahal meskipun dalam perkembangannya Bt lebih cepat tumbuh di Nutrien Broth. Menurut Thiery dan Fachron (1997) kualitas nutrien pada media sangat mempengaruhi terhadap pertumbuhan, tingkat sporulasi dan produksi senyawa toksin dari Bacillus thuringiensis. Perbanyakan bakteri skala industri biasanya menggunakan teknik fermentasi dengan suatu alat yang disebut fermentor yang kemudian menghasilkan bakteri yang siap dikemas dan dipasarkan.
  • 52. Selanjutnya Sjamsuripura et al. (1984), menyatakan bahwa Bt membutuhkan air, karbon, energi, nitrogen, elemen mineral dan faktor pertumbhan (suhu, pH, aerasi). Karbon adalah sumber utama dalam sintesa untuk menghasilkan sel baru dan karbohidrat merupakan sumber karbon yang mungkin dan paling ekonomis. Nitrogen yang dibutuhkan biasanya diperoleh dari garam-garam amonium, tetapi Bt membutuhkan pula Nitrogen organik yang harus diberikan dalam bentuk asam amino tunggal atau mterial kompleks meliputi asam nukleat dan vitamin. Kebutuhan asam amino sangat bervariasi antara satu galur dengan galur lainnya, oleh karenaamino sangat bervariasi antara satu galur dengan galur lainnya, oleh karena itu bila pola kebutuhan asam amino suatu galur belum diketahui secara pasti sebaiknya sumber nitrogen diberikan dalam bentuk dimana semua jenis asam amino terdapat di dalamnya. Bentuk yang murah dari nitrogen organik adalah material kaya protein dari binatang dan tumbuhan, seperti tepung kedelai, sari rendaman jagung, ekstrak ragi dan sebagainya. Untuk menjamin sporulasi yang sempurna Bt membutuhkan perimbangan yang serasi antara sumber karbon dan nitrogen.
  • 54. Entomopathogenic fungi in insect control 1/10/2011 54Division of Agricultural Chemicals
  • 55. Beauveria Beauveria bassiana most common Habitat: Foliage Insect Host: White flies, beetles & caterpillars (including Helicoverpa sp.) Dose: 2 treatments made at 15-day intervals with 1.5 kg/ha concentrated product of B. bassiana (3.0 × 109 conidia) Treatment: i) Foliar spray: 400-500 g in ½ bigha (5g/L of water) ii) Soil drench: 250-500 g/3 bighaii) Soil drench: 250-500 g/3 bigha Health impact: It causes granulosis disease in human ear Grasshoppers killed by B. bassianaBeauveria bassiana Cultures of B. bassiana 1/10/2011 55Division of Agricultural Chemicals
  • 56.
  • 57. Metarhizium Metarhizium anisopliae var. anisopliae & var. major Habitat: Foliage Insect host: Frog hoppers, beetles Dose: Aerial treatment at 50 l/ha with 6 × 1011 to 1.2 × 1012 conidia/l of water Conidia Different cultures of M. anisopliae Cockroach killed by M. anisopliae 1/10/2011 57Division of Agricultural Chemicals
  • 58. Verticillium Verticillium (Cephalosporium) lecanii Habitat: Glasshouse foliage Insect host: Aphids, whiteflies & scales Dose: 41 × 107 active spores/g either undiluted or as a 10% concentration (diluted with talc or water) Whitefly scale infected with V. lecanii Cultures of Verticillium lecaniiConidia 1/10/2011 58Division of Agricultural Chemicals
  • 59. Fungal Antagonists Principal fungi: Gliocladium virens & Trichoderma sp. Trichoderma sp. mainly T. harzianum & T. viride Habitat: Soil Effective against: damping-off & wilt Parasitize Rhizoctonia & Sclerotium Inhibit growth of Pythium, Phytophthora & Fusarium T. harzianum T. viride Disease: T. harzianum causes green mold in cultivated button mushrooms & T. viride causes green mold rot of onion 1/10/2011 59Division of Agricultural Chemicals
  • 60. Mode of action Direct parasitism or lysis (lytic enzymes like chitinase, cellulase & glucanase) & death of the pathogen Direct toxic effects on the pathogen by antibiotic substances released by the antagonist Mycoparasitism by a Trichoderma strain on the plant pathogen Pythium Competition with pathogen for food Indirect toxic effects on the pathogen by volatile substances released by the metabolic activities of the antagonist Cultures of Trichoderma harzianum 1/10/2011 60Division of Agricultural Chemicals
  • 61. The aim of investigations was to confirm the effect of Trichoderma harzianum on Rhizoctonia solani and make a possibility for its usage inharzianum on Rhizoctonia solani and make a possibility for its usage in tobacco production T. harzianum was applied before and after sowing including a fungicide Top M (0.1%) At additional treatment with Trichoderma after use of fungicide, had a better result than fungicide alone 1/10/2011 61Division of Agricultural Chemicals
  • 62. The influence of T. harzianum on intensity of disease attack Artificial inoculationNatural inoculation 1/10/2011 Division of Agricultural Chemicals 62 The best results have shown by a variant with T. harzianum applied on a soil before sowing and further application at certain intervals any time in a growing season of tobacco seedlings Additional treatment with T. harzianum after a fungicide Top M is advantageous to the situation with a disease, so, it may be applied with this fungicide treatment
  • 63. Bacterial Antagonists • Pseudomonas sp. are gram negative, aerobic, rods that are inhabitants of wide range of soil, water & plant surfaces • P. fluorescens recognized by fluorescent pigment called ‘pyoverdines’ • Bio-control abilities of strains depend on aggressive root colonization, induction of systemic resistance in the plant & production of diffusible or volatile antifungal antibiotics • Antibiotics with bio-control properties include – phenazines, hydrogen cyanide, 2,4-diacetylphloroglucinol, pyoluteorin, pyrrolnitrin, lipopeptides etc.2,4-diacetylphloroglucinol, pyoluteorin, pyrrolnitrin, lipopeptides etc. Phenazin 2,4-diacetylphloroglucinol pyoluteorin pyrrolnitrin Lipopeptide Hydrogen cyanide1/10/2011 63Division of Agricultural Chemicals
  • 64. Mode of Action Control of diseases • Different strains of P. fluorescens extensively used in bioremediation of Theories include - • Induction of systemic resistance – resist attack by true pathogen • Competition with other (pathogenic) soil microbes, e.g. siderophores • Production of compounds (antibiotics) antagonistic to other soil microbes • Different strains of P. fluorescens extensively used in bioremediation of various organic compounds & bio-controls of pathogens in agriculture • P. fluorescens found effective in controlling fungal pathogens such as wilt/root rot, Fusarium oxysporum f. sp. Cubense, Pythium sp., R. solani, R. oryzae, S. rolfsii & bacterial pathogens like Xanthomonas citri & P. solanacearum in field tests • Bacterial preparations widely used in organic spice cultivation of southern India 1/10/2011 64Division of Agricultural Chemicals
  • 65. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam praktikum perbanyakan jamur entomopatogen ini adalah cawan petri ,jarum ose , alat pengukus (panci) , LAF, autoklaf , plastik tahan panas dan blender Sedangkan bahan yang digunakan yaitu adalah jamur entomopatogen yaituAspergillus sp , jagung atau beras , zeolit , kaolit , media SDA dan air. Prosedur KerjaProsedur Kerja Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam praktikum ini adalah: 1.Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan 2.Dikukus jagung atau beras setengah matang 3. Dibungkus dengan plastik tahan panas 4.Disterilisasi dalam autoklaf 5.Diambil dari autoklaf , setelah itu dianginkan 6.Dimasukkan jamur entomopatogen 7.Didinginkan dalam dalam LAF , setelah dingin disimpan dalam kulkas 8.Diblender setelah kering. 9.Diaplikasikan pada serangga.
  • 66. CARA MUDAH MENDAPATKAN JAMUR ENTOMOPATOGEN, Beauveria bassiana DARI TANAH DENGAN TEKNIK UMPAN SERANGGA Jamur Beauveria bassiana adalah jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus (hifa). Kemudian hifa-hifa tadi membentuk koloni yang disebut miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh karena itu ia bersifat parasit terhadap serangga inangnya. Jamur entomopatogen, B. bassiana dapat diperoleh dari tanah terutama pada bagian atas (top soil) 5 – 15 cm dari permukaan tanah, karena pada horizon ini diperkirakan banyak terdapat inokulum B. bassiana. Teknik untuk memperoleh jamur entomopatogen, B. bassiana dari tanah adalah dengan menggunakan metoda umpan serangga (insect bait method) Jamur B. bassiana dapat bertahan di dalam tanah sebagai kompetitor lemah dan terdistribusi secara heterogen sehingga dapat diisolasi dari sampel tanah pada kedalaman 5 – 15 cm. Isolat jamur B. bassiana diambil dari tanah. Tanah asal isolat diambil secara acak di sekitar pertanamanIsolat jamur B. bassiana diambil dari tanah. Tanah asal isolat diambil secara acak di sekitar pertanaman pisang. Tanah diambil dengan menggalinya pada kedalaman 5–10 cm masing-masing sebanyak 4 x 500 g kemudian dimasukkan ke kantongan plastik diberi label berupa lokasi dan tanggal pengambilan sampel. Tanah kemudian diayak dengan ayakan 600 mesh dan dimasukkan ke dalam kotak plastik berukuran 13 x 13 x 10 cm masing-masing sebanyak 400 g (tiap daerah menggunakan 4 buah kotak). Larva T. molitor stadia larva instar 3 yang baru berganti kulit (kulitnya masih berwarna putih) dimasukkan kedalam kotak yang berisi tanah masing-masing sebanyak 10 ekor, sebagai perangkap umpan agar terserang jamur B. bassiana (insect bait methode). Larva ini kemudian ditutupi dengan selapis tipis tanah dan dilembabkan dengan menyemprotkan aquadest steril diatasnya. Selanjutnya kotak ditutupi dengan potongan kain puring hitam ukuran 25 x 25 cm yang juga telah dilembabkan. Larva T. molitor yang diduga terserang jamur B. bassiana diamati 3 hari setelah diperlakukan kemudian diamati setiap harinya dan segera setelah terserang jamur B. bassiana diisolasi sebagai sumber isolat