Dokumen tersebut merangkum hasil praktikum pembuatan media MS, isolasi, dan inokulasi embrio kacang tanah. Dokumen menjelaskan bahwa praktikum pembuatan media MS menghasilkan 80 botol media, sedangkan praktikum inokulasi embrio kacang tanah menghasilkan embrio yang tumbuh dan berkembang. Dokumen juga menjelaskan faktor-faktor penyebab kontaminasi dalam kultur jaringan seperti sanitasi peralatan dan sterilisasi eks
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
KulturJaringanKacang
1. LAPORAN KULTUR JARINGAN
PRAKTIKUM II
PEMBUATAN MEDIA MS (MURASHIGE & SKOOG),
ISOLASI, DAN INOKULASI EMBRIO KACANG TANAH
(Arachis hypogaea)
Fauziah Khoirun Nisa
17030244003
Biologi 2017 D
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
BIOLOGI
2019/2020
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya permintaan dan kebutuhan akan bibit
tanaman, maka perlu dilakukan upaya perbanyakan tanaman dalam jumlah besar
dan dalam waktu yang singkat. Salah satu alternatif untuk mengatasi kendala
tersebut adalah dengan melakukan perbanyakan tanaman secara vegetatif modern
yaitu kultur jaringan. Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi
bagian tanaman (daun muda, mata tunas, ujung akar, keping biji atau bagian lain
yang bersifat meristematik) serta menumbuhkannya dalam media buatan yang
kaya nutrisi dengan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) secara aseptic (steril)
dalam wadah in vitro yang tembus cahaya sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.
Perbanyakan tanaman dengan metode kultur jaringan dapat menghasilkan bibit
tanaman dalam jumlah banyak pada waktu yang singkat, tidak bergantung pada
musim dan bibit yang dihasilkan bebas hama dan penyakit.
Keberhasilan kultur jaringan ditentukan oleh media kultur jaringan yang
merupakan tempat tumbuh bagi eksplan. Media tersebut harus mengandung
semua zat yang diperlukan eksplan untuk menjamin pertumbuhan eksplan yang
ditanam. Media dasar MS (Murashige dan Skoog) yang merupakan salah media
yang paling banyak digunakan dalam kultur jaringan. Saat ini sudah banyak
penelitian dengan menggunakan media MS yang dimodifikasi. Modifikasi media
dimaksudkan untuk mengetahui kebutuhan hara yang tepat bagi eksplan untuk
tumbuh dan berkembang pada media kultur jaringan dan bebas kontaminasi.
Menurut Umami (2012), salah satu faktor yang berpengaruh adalah ZPT.
ZPT merupakan senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit yang
dapat mendukung, menghambat dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan.
Auksin dan sitokinin merupakan ZPT yang sering dipakai dalam kultur jaringan
untuk inisiasi kalus. Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) merupakan auksin
sintetik yang sangat efektif untuk induksi pertumbuhan kalus dan untuk
memproduksi metabolit sekunder (Chawla, 2002), sedangkan Benzyl Adenin (BA)
3. merupakan sitokinin sintetik yang sering dikombinasikan dengan auksin (Kyte
dan Kleyn, 1996). Kombinasi ZPT yang ditambahkan ke dalam media tanam
merupakan faktor utama penentu keberhasilan kultur in vitro.
Beberapa metode kultur jaringan telah dilakukan untuk meningkatkan
keragaman genetik tanaman guna perbaikan sifat genetik tanaman yaitu melalui
metode kera-gaman somaklonal, seleksi in vitro, kultur anter, fusi protoplas dan
kultur embrio (Yunita, 2009).
Kultur embrio adalah isolasi steril dari embrio muda (immature embryo)
atau embrio dewasa/tua (mature embryo) secara in vitro dengan tujuan untuk
memperoleh tanaman yang viabel. Salah satu manfaat dari kultur embrio adalah
penyelamatan embrio F1 hasil persilangan inter spesies yang diharapkan dapat
menghasilkan tanaman amphidiploid normal dan fertil. Selanjutnya, tanaman hasil
persilangan ini dapat diseleksi dan diuji sesuai dengan sifat yang di butuhkan
(Kosmiatin dan Mariska, 2005). Selain itu teknik ini juga bermanfaat untuk
menguji viabilitas benih untuk mengatasi hambatan dalam perkecambahan benih
dan meperpendek siklus pemuliaan tanaman dengan dormasi biji yang lama
(Pardal et al. 1994; Wijayanto et al. 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Berapa jumlah botol media yang dihasilkan dari praktikum pembuatan
media MS (Murashige & Skoog)?
2. Bagaimana hasil dari praktikum inokulasi embrio kacang tanah (Arachis
hypogaea)?
3. Apa saja faktor-faktor penyebab kontaminasi dalam kultur jaringan?
C. Tujuan
1. Mengetahui jumlah botol media yang dihasilkan dari praktikum
pembuatan media MS (Murashige & Skoog)
2. Mengetahui hasil dari praktikum inokulasi inokulasi embrio kacang tanah
(Arachis hypogaea)
3. Mengatahui faktor-faktor penyebab kontaminasi dalam kultur jaringan
4. BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Media MS (Murashige and Skoog, 1962) merupakan media yang banyak
digunakan saat ini. Media ini mengandung garam dan nitrat dengan konsentrasi
yang lebih tinggi dibanding media lain, sukses digunakan pada berbagai tanaman
dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2,4-D ditambahkan dengan konsentrasi 1-5 mgL-1.
Untuk multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan. Juga ditambahkan
auksin, seperti NAA, pada konsentrasi rendah. Untuk inisiasi akar, IBA pada
konsentrasi 1-2 mgL-1 ditambahkan. Faktor yang paling sulit ditentukan dalam
kultur jaringan adalah zat pengatur tumbuh. Biasanya perlu dilakukan penelitian
kecil untuk menentukan konsentrasi terbaik yang akan digunakan. Ada 2
pendekatan. Yang pertama adalah dengan menggunakan media dasar MS dan
meneliti kisaran dua zat pengatur tumbuh yang berbeda.
Komposisi media Murashige & Skoog (MS) adalah sebagai berikut:
Bahan kimia konsentrasi media (mg/l)
1. NH4NO3 1650 11. KI 0,83
2. KNO3 1900 12. Na2MoO4.2H2O 0,25
3. CaCl2.2H2O 440 13. CuSO4.5H2O 0,025
4. MgSO4.7H2O 370 14. CoCl2.6H2O 0,025
5. KH2PO4 170 15. Myoinositol 100
6. FeSO4.7H2O 27 16. Niasin 0,5
7. NaEDTA 37,3 17. Piridoksin-HCl 0,5
8. MnSO4.4H2O 22,3 18. Tiamin-HCl 0,1
9. ZnSO4.7H2O 8,6 19. Glisin 2
10. H3BO3 6,2
Media lain yang sering digunakan adalah MS yang berisi 2% sukrosa dan
0,8% tambahan BAP dan NAA, dimodifikasi dari Bhojwani dan Razdan (1983)
5. NAA (mg/L)
BAP (mg/L)
0 0,5 2,5 5,0
0 1 2 3 4
0,5 5 6 7 8
0,25 9 10 11 12
5,0 13 14 15 16
Pendekatan kedua adalah dengan menggunakan metode yang lebih luas
menurut deFossard (1976) di mana 4 kategori, mineral, auksin, organik, dan
sitokinin diuji, masing-masing pada 3 konsentrasi. Percobaan besar ini
memerlukan 81 perlakuan yang berbeda dan banyak menghabiskan waktu. Teknik
ini mungkin perlu dilakukan untuk beberapa jenis tanaman yang sulit dikulturkan.
Kultur embrio adalah memisahkan embrio yang belum dewasa dan
menumbuhkannya secara kultur jaringan untuk mendapatkan tanaman yang
viable, selain itu juga kultur embrio merupakan salah satu teknik in vitro yang
dilakukan dalam kondisi aseptik. Embrio dapat tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman muda dalam kultur aseptik melalui beberapa tahap pemeliharaan
(Mashud & Tulalo, 1999).
Adapun tujuan kultur embrio adalah sebgai berikut:
a. Memperpendek Siklus Breeding
Tanaman yang semula membutuhkan waktu yang lama untuk berkecambah,
dengan kultur embrio akan menjadi lebih cepat berkecambah.
b. Menguji Kecepatan Viabilitas Biji
Perkecambahan embrio dapat lebih nyata dan dapat lebih memberikan
interprestasi yang jelas daripada menggunakan test pewarnaan.
c. Memperbanyak Tanaman Langka
Tanaman langka sangat sulit untuk dibudidayakan secara normal, seperti
tanaman yang mempunyai embrio yang lunak sehingga di bawah kondisi
normal tidak mungkin untuk berkecambah. Tetapi dengan teknik kultur
embrio dapat diperoleh tanaman tersebut.
6. d. Memperoleh Hibrid yang Langka
Program pemuliaan dengan mengadakan persilangan seringkali mengalami
kegagalan. Ketidakberhasilan suatu persilangan disebabkan oleh praliferasi
yang terhalang, atau fertilisasi dapat terjadi secara normal tetapi embrio mati
pada awal tingkat perkembangannya. Kematian ini mungkin disebabkan oleh
sedikitnya endosperm tidak berkembang secara normal . Dalam hal demikian,
embrio hibrid yang berkembang secara normal akhirnya mengalami
keguguran karena tidak cukup tersedia makanan, atau mungkin endosperm
mengalami kelainan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan penanaman
embrio pada kultur medium.
Kultur embrio terdiri atas dua tahap pertumbuhan, yaitu in vitro dan ex vitro.
Tingkat keberhasilan tumbuh embrio dan planlet baik dalam kondisi in vitro
maupun ex vitro sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain sanitasi
peralatan, sterilisasi eksplan dan media, keterampilan kerja dan teknik aklimatisasi
(Mashud & Novarianto, 2005).
Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur embrio adalah
sebagai berikut:
a. Genotif yaitu pada beberapa jenis tumbuhan, embrio mudah tumbuh tetapi
pada beberapa jenis tumbuhan lain sukar untuk tumbuh. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan kultivar dari jaringan yang sama.
b. Tingkat perkembangan embrio pada waktu dipisahkan yaitu embrio yang
sangat kecil lebih sulit dikulturkan daripada embrio yang telah lebih dulu
berkembang.
c. Kondisi perkembangan tanaman induk yang diambil dari rumah kaca
biasanya pertumbuhannya lebih terkontrol, sehingga dapat menghasilkan
endosperm yang perkembangannya baik.
d. Komposisi media makananya itu untuk pertumbuhan embrio harus
mengandung unsur makro, unsur mikro dan gula. Faktor penting lainnya
yang tidak boleh diabaikan adalah adanya ion ammonium dan potassium.
e. Oksigen
7. f. Cahaya, kadang-kadang untuk perkembangan embrio membutuhkan
tempat gelap kira-kira selama 7-14 hari, baru setelah itu dipindahkan ke
tempat terang untuk pembentukan khloropil.
g. Temperatur optimum yang dibutuhkan umumnya tergantung dari jenis
tumbuhan yang digunakan. Secara normal temperatur paling tinggi adalah
22°-28°C.
Untuk tahap in vitro, salah satu masalah yang dihadapi adalah kontaminasi
pada embrio dan planlet yang dikulturkan. Embrio maupun planlet yang telah
terkontaminasi, kecepatan pertumbuhannya menurun dan akhirnya mati. Embrio
yang terkontaminasi menjadi lunak dan mudah hancur sedangkan planletyang
terkontaminasi, batang semunya menjadi lunak dan akhirnya menjadi busuk
(Mashud & Novarianto, 2005).
Keberhasilan kultur embrio pada umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor,
salah satunya adalah media tumbuh yang digunakan. Ketepatan dalam memilih
media tumbuh yang digunakan untuk pertumbuhan embrio tersebut sangat
penting. Untuk memperoleh pertumbuhan embrio yang baik diperlukan satu
media yang mempunyai komposisi dan konsentrasi nutrisi, zat pengatur tumbuh,
vitamin dan lain-lain yang tepat (Mashud & Tulalo, 2002).
8. BAB III
METODE
A. Waktu dan Tempat
Pembuatan Media MS (Murashige & Skoog)
Waktu : 18 Februari 2019, jam 09:30
Tempat : Lab Kultur Jaringan, Biologi, FMIPA, UNESA
Isolasi dan Inokulasi Eksplan Embrio Kacang Tanah (Arachis hypogaea)
Waktu : 21 Februari 2019, jam 09:30
Tempat : Lab Kultur Jaringan, Biologi, FMIPA, UNESA
B. Alat dan Bahan
Pembuatan Media MS (Murashige & Skoog)
Alat: Bahan:
Kompor gas - Alumunium foil
Panci stainless dan pengaduk - Kertas label
pH meter - Aquadest
Beaker glass 1000 ml - HCl 1 M
Gelas Ukur 1000 ml dan 10 ml - KOH 1 M
Timbangan digital - Stok hara medium MS (1 kelas)
Botol media/kultur 80 botol - Pupuk cair
Pipet tetes A. NH4NO3 82,5 g/l
Botol untuk larutan stok MS B. KNO3 95,0 g/l
Autoklaf C. CaCl2.2H2O 88,0 g/l
Lemari es D. KH2PO4 34,0 g/l
E. H3BO3 1,24 g/l
NaMoO4.2H2O 0,05 g/l
CoCl2.6H2O 0,005 g/l
KI 1,166 g/l
F. MnSO4.2H2O 3,38 g/l
MgSO4.7H2O 74,0 g/l
CuSO4.5H2O 0,005 g/l
9. ZnSO4.7H2O 1,725 g/l
G. NaEDTA.2H2O 1,865 g/l
FeSO4.7H2O 1,390 g/l
- Zat organik (1 kelompok)
Mio inositol 100 mg/l
Thiamin HCl 0,1 mg/l
Asam nikotinat 0,5 mg/l
Piridoxin HCl 0,5 mg/l
Glisin 2,0 mg/l
Sukrosa 60 g/l
- Zat pengatur tumbuh (1 kelas)
Auksin
Sitokinin
Giberelin
Isolasi dan Inokulasi Eksplan Embrio Kacang Tanah (Arachis hypogaea)
Alat: Bahan:
Laminar Air Flow (LAF), entkas - Alkohol 90% dan 70% (1 liter)
Cawan petri (20) - Dettol (1)
Gunting (1) - Formalin tablet (20)
Pinset (10) - Tissue (1 pack)
Gagang scalpel no 4 (10) - Kertas saring
Mata pisau no 20 (1 pack/2kelas) - Kertas label
Botol saos (10) - Benang kasur (1)
Botol selai besar (12) - Alumunium foil
Sprayer (6) - Kapas
- Aquades
- Kertas bekas
- Fungisida
- Bayclin
- Eksplan embrio kacang tanah
10. C. Langkah Kerja
Pembuatan Media MS (Murashige & Skoog)
1. Memasukkan akuades ke dalam gelas piala (beaker glass) 1000 ml
sebanyak 500 ml kemudian menambahkan gula sukrosa 20 g sambil
diaduk sampai semua larut
2. Menambahkan mio-inositol 100 mg, thiamin-HCl 0,1 mg, piridoksin-HCl
0,5 mg, glisin 2 mg, asam nikotinat 0,5 mg
3. Memasukkan stok A, B, dan G masing-masing sebanyak 20 ml. Kemudian
menambahkan stok C, D, E, dan F masing-masing sebanyak 5 ml
4. Menambahkan akuades hingga volumenya mencapai 900 ml
5. Mengukur pH berkisar 6,5 dengan pH meter. Jika terlalu basa,
ditambahkan HCl 1 M. Jika terlalu asam, ditambahkan KOH 1 M
6. Menambahkan akuades dalam larutan hingga volumenya mencapai 1000
ml
7. Menuangkan larutan ke dalam panci. Kemudian menambahkan agar
batangan (12 g/l)
8. Media kemudian dipanaskan dengan kompor gas sambil diaduk hingga
agar-agar larut dan homogen
9. Setelah agar-agar larut, media dituang ke dalam gelas piala (beaker glass)
1000 ml dan dibagi menjadi 5 bagian. Lalu ditambahkan NAA dan BAP
ke dalam media sesuai perlakuan
10. Memasukkan media ke dalam botol kultur yang telah disterilisasi, dengan
volume tiap botol 15 ml dan diberi label nama untuk membedakan
masing-masing perlakuan
11. Botol yang telah berisi media ditutup dengan alumunium foil lalu
disterilisasi dalam autoklaf pada tekanan 1,5 kg/cm2 dan temperatur 121°C
selama ±15 menit
12. Botol dikeluarkan dari autoklaf dan diinkubasi selama tiga hari, jika tidak
terjadi kontaminasi, media siap digunakan
11. Isolasi dan Inokulasi Eksplan Embrio Kacang Tanah (Arachis hypogaea)
1. Menyiapkan alat (pinset, mata pisau skapel, gagang pisau skapel, cawan
prtri yang berisi kertas saring), bahan (alkohol 90% dan 70%, tween,
akuades) dan botol kultur yang telah berisi media sederhana yang
semuanya telah disterilkan. Sterilisasi dan inokulasi eksplan dilakukan di
laminar air flow (LAF)
2. Mencuci tangan menggunakan sabun cair kemudian dikeringkan dengan
lap bersih
3. Mencuci eksplan dengan sabun cair kemudian dibilas dengan air mengalir
hingga sabun hilang
4. Eksplan dibawa ke laminar air flow cabinet
5. Eksplan direndam dengan akuades steril selama 5 menit sambil digoyang-
goyang
6. Merendam eksplan dengan alkohol 70% untuk mensterilkan eksplan
selama 5 detik, sambil digoyang-goyang
7. Eksplan dicuci dengan akuades steril selama 5 menit
8. Eksplan direndam NaCl 0,5% + 1 tetes antiseptik (Clhoroxyenol) selama
3-4 menit
9. Membilas eksplan dengan akuades steril selama 5 menit. Langkah ini
diulang sebanyak tiga kali
10. Menempatkan eksplan pada cawan petri yang sudah diberi alas kertas
saring steril
11. Memotong bagian tepi eksplan (jaringan yang rusak atau kontak dengan
bahan kimia). Kemudian memotong eksplan dengan ukuran ±0,5 cm
menggunakan pinset dan pisau skapel
12. Mengusap alumunium foil yang sudah menjadi tutup botol kultur dengan
alkohol 90%
13. Mengambil potongan eksplan dengan pinset dan memasukkannya dalam
botol kultur yang telah berisi media
14. Botol yang telah ditanami diletakkan dalam ruang inokulasi dan lakukan
pengamatan
12. BAB IV
PEMBAHASAN
A. Hasil dan Analisis
Pembuatan Media Sederhana
Media A : 47 media
Media B : 50 media
Media C : 48 media
Total : 145 media
Kontaminasi : -
Dari 145 botol media yang dibuat pada hari Senin tanggal 18 Februari
2019, tidak ada yang mengalami kontaminasi.
Isolasi dan Inokulasi Eksplan Embrio Kacang Tanah (Arachis hypogaea)
No ZPT Jenis
Eksplan
Tanggal
Inokulasi
Tanggal Pengamatan
22-2
2019
23-2
2019
24-2
2019
25-2
2019
26-2
2019
27-2
2019
1. A
0,1 NAA
0,3 BAP
Embrio
Kacang
Tanah
21/02/
2019 - A A A,T A,T X
2. B
0,2 NAA
0,2 BAP
Embrio
Kacang
Tanah
21/02/
2019 - A A A,T A,T X
3. C
0,3 NAA
0,1 BAP
Embrio
Kacang
Tanah
21/02/
2019 - A A A A,T X
Keterangan:
(-) : Belum tumbuh (A) : Tumbuh akar
(X) : Kontaminasi bakteri (T) : Tumbuh tunas
Dari 3 eksplan embrio kacang tanah (Arachis hypogaea) yang ditanam pada botol
media MS (Murashige & Skoog) semuanya mengalami kontaminasi bakteri yang
dapat dilihat dari warna akar dan tunas kacang tanah yang berwarna jingga.
13. B. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada eksplan embrio kacang
tanah (Arachis hypogaea, dari 3 media yang digunakan maka diperoleh persentase
embrio yang hidup adalah 100%. Semuanya mengalami kontaminasi bakteri yang
dapat dilihat dari warna akar dan tunas kacang tanah yang berwarna jingga.
Adapun penyebab matinya embrio kacang tanah adalah karena terjadinya
kontaminasi. Kontaminasi dapat terjadi pada media ataupun pada eksplan yang
digunakan. Kontaminasi bisa terjadi kemungkinan disebabkan karena kurang
sempurnanya sterilisasi pada saat proses penanaman eksplan. Penyebab lain
adalah pemotongan jaringan yang kurang hati-hati sehingga sebagian embrio
kacang tanah rusak. Sel-sel tersebut dapat juga mati karena pengaruh panas dari
alat-alat yang digunakan pada waktu pemotongan atau penanaman eksplan.
Menurut Gunawan (1987) kontaminasi merupakan faktor pembatasdalam
keberhasilan kultur jaringan yang dapatberasal dari (1) bahan tanaman baik
eksternalmaupun internal, (2) organisme kecil yang masukke dalam media, (3)
botol kultur dan peralatanyang kurang steril, (4) lingkungan kerja dan ruangkultur,
dan (5) kecerobohan dalam pelaksanaan.
Kontaminasi pada media dan eksplan terjadi karena adanya bakteri yang
tidak mati pada saat sterilisasi media maupun yang masuk dalam media pada saat
proses penanaman, atau saat pemeliharaan. Pada media atau eksplan yang
terkontaminasi oleh bakteri maka akan terdapat bakteri yang berwarna putih yang
membentuk “pulau-pulau” di permukaan media. Ketika bakteri tumbuh pada
media atau eksplan maka embrio pertumbuhannya akan terhambat bahkan dapat
menyebabkan kematian pada embrio.Terjadinya kontaminasi hampir merata
terdapat pada setiap perlakuan media.
Kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri pada media menunjukan ciri-
ciri diantaranya media menjadi berwarna lebih keruh atau berwarna kecoklatan
dan media menjadi lebih cair. Apabila pada media terdapat bakteri maka embrio
kacang tanah tidak dapat tumbuh dengan baik. Embrio kacang tanah bahkan bisa
mati seiring dengan pertumbuhan bakteri.Adapaun media yang terkontaminasi
oleh bakteri terdapat pada perlakuan media MS (Murashige & Skoog) A, B,
maupun C.
14. Inisiasi tunas dapat dirangsang dengan penambahan zat pengatur tumbuh
golongan sitokinin seperti benzilamino purin (BAP). Zat pengatur tumbuh
sitokinin yang berperan dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis.
Fungsi dari aktivitas utama sitokinin adalah untuk mendorong oembelahan sel,
menginduksi pembentukan tunas adventif dan dalam konsentrasi tinggi
menghambat inisiasi akar. Namun sitokinin juga aktif menghambat perombakan
protein dan klorofil dan menghambat penuaan (senescence) (Gunawan, 1998
dalam Anna, 2013).
Sedangkan zat pengatur tumbuh yang termasuk golongan auksin yaitu
Naftalen Asam Asetat (NAA). Hormon auksin menjadi dasar penggunaan jaringan
meristem sebagai eksplan, karena jaringan ini terdapat banyak sekali hormon yang
mengatur pembelahan sehingga keadaan jaringan ini selalu membelah
(Hendaryono, 1994: 18).
NAA dan BAP merupakan jenis zat pengatur tubuh yang sering digunakan
dalam kultur jaringan. BAP golongan sitokinin digunakan bersamaan dengan
NAA untuk mendapatkan morfogenesis tanaman yang diinginkan. Hal ini
ditunjukkan dengan munculnya akar, tinggi planlet, jumlah daun, jumlah tunas,
dan jumlah akar. Media yang mampu mendorong organogenesis pertumbuhan.
Sehingga menunjukkan adanya keseimbangan antara hormon endogen dan zat
pengatur tumbuh yang diberikan pada setiap perlakuan guna mendorong proses
organogenesis. Pertumbuhan dan perkembangan eksplan dipengaruhi oleh
interaksi dan keseimbangan antara zat pengatur tumbuh endogen dan zat pengatur
tumbuh eksogen (Mirni, 2011).
15. BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ada 145 botol media steril yang dihasilkan dari praktikum pembutan
media MS (Murashige & Skoog), yaitu media A sejumlah 47 botol, media
B sejumlah 50 botol, dan media C sejumlah 48 botol, dan tidak ada yang
mengalami kontaminasi.
2. Pada eksplan embrio Kacang Tanah (Arachis hypogaea) yang ditanam
pada botol media MS (Murashige & Skoog) ada 3 eksplan dan semuanya
mengalami kontaminasi bakteri yang dapat dilihat dari warna akar dan
tunas kacang tanah yang berwarna jingga.
3. Faktor-faktor penyebab kontaminasi dalam kultur jaringan pada praktikum
ini adalah:
- Organisme kecil yang masuk ke dalam media berupa bakteri
- Botol kultur atau alat-alat tanam yang kurang steril
- Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor
- Kecerobohan dalam pelaksanaan
B. Saran
Dalam memilih eksplan embrio, hati-hati saat memotong kacang tanah,
jangan sampai embrionya ikut terpotong, dan juga saat melakukan inokulasi
sebaiknya tepat waktu dalam hal merendam eksplan embrio sesuai waktu yang
ada di panduan praktikum. Juga jaga selalu kebersihan laboratorium kultur
jaringan untuk menghindari kontaminasi bakteri.
16. DAFTAR PUSTAKA
Anna, Rufaida, Waeniaty, Muslimin, I Nengah Suwastika.2013. Organogenesis
Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Lokal Palu Secar In
Vitro Pada Medium MS dengan Penambahan Anna Rufaida IAA dan
BAP. Online Jurnal of Natural Science, Vol. 2 (2) ISSN: 2338-0950.
Bhojwani, S.S. and M. K. Razdan. 1983. Plant Tissue Culture. Theory and
Practice. Elsevier, Amsterdam-Oxford-New York-Tokyo. 502 p.
Chawla, H. S. 2002. Introduction to Plant Biotechnology. Science Publishers Inc.
New Hemsphire. 23-26.
de Fossard. R. A. 1976. Tissue Culture for Plant Propagators. University of New
England Printery, Armidale.
Gunawan, L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Pusat Antar Universitas
(PAU), Bioteknologi, IPB. Bogor.
Hendaryono, daisy P. Sriyanti; Wijayanti, Ari. 1994. Teknik Kultur Jaringan
Cetakan ke-13. Yogyakarta: Kanisus.
Kosmiatin M, Mariska I. 2005. Kultur Embrio dan Penggandaan Kromosom
Hasil Persilangan Kacang Hijau dan Kacang Hitam. 10(1):24-34.
Kyte, L. dan J. Kleyn. 1996. Plants Form Test Tubes, an Introduction to
Micropopagation. Timber Press Inc. USA. 240.
Mashud, N dan Novarianto, H. 2005. Pengaruh Metode Sterilisasi Silinder
Endosperm dan Embrio Pada Pertumbuhan In Vitro Plantlet Kelapa
Genjah Kuning Nias. Buletin Palma 29:8-13.
Mashud, N dan Tulalo M. 1999a. Pengaruh GA3 Terhadap Perkecambahan
Embrio Kelapa Dalam Mapanget Umur 9 Bulan. Buletin Palma 25:69-73.
Mashud, N., M.A. Tulalo, V. Masing. 2002. Kultur in vitroembrio kelapa kenari
pada beberapa jenis media tumbuh. Prosiding Seminar Regional
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Kelapa. Badan Penelitian dan
17. Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain. Manado.
Mirni Ulfa Bustami. 2011. Penggunaan 2,4-D Untuk Induksi Kalus Kacang
Tanah. Media Litbang Sulteng IV (2): 137-141, ISSN: 1979-5971.
Murashige, T. & Skoog, F.A.,1962, A Revised Medium for Rapid Growth and
Bioassays with Tobacco Tissue Culture Physial, Plant, 15 : 473-497.
Pardal SJ, Watimena GA, Masyudi MF dan Harran S. 1994. Pengaruh Umur
Embrio dan Genotipe Terhadap Kultur Embrio Muda Kedelai, Zuriat,
Jurnal Komunikasi Pemulian Indonesia. Bandung.
Umami, N. 2012. Efficient Nursery Production and Multiple Shoot Clumps
Formation from Shoot Tiller Derived Shoot Apices of Dwarf Napier Grass
(Pennisetum purpureum Schumach). JWARAS 55 (2) : 121-127.
Wijayanto T, Sadimantara GR, Erawan D. 2012. Kemajuan Pengembangan
Teknik Immature Embryo Culture Tanaman Kedelai (Glycine max L.).
Agriplus 22:189-195.
Yunita R. 2009. Pemanfaatan Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro dalam
Perakitan Tanaman Toleran Cekaman Abiotik. Jurnal Litbang Pertanian
28(4):142-148.
18. LAMPIRAN
Gambar 1. Sterilisasi Gambar 2. Penambahan Gambar 3. Penambahan
botol media sukrosa 30 gr stok A, B, G (30 ml)
Gambar 4. Penambahan Gambar 5. Pemasakan agar Gambar 6. pH indikator
Stok C, D, E, F (7,5 ml)
Gambar 7. Media MS Gambar 8. Eksplan embrio Gambar 9. Eksplan
kacang tanah kontaminasi bakteri