4. PENDAHULUAN
Bakteri didefinisikan sebagai mikroorganisme
Prokaryota bersel tunggal yang tidak memiliki membran
inti sel yang memisahkan bahan genetik dari sitoplasma
dan badan-badan sel lainnya.
5. PENDAHULUAN
Bakteri dapat diisolasi dari berbagai jenis lingkungan.
Bakteri memiliki masa regenerasi yang cepat, yang
juga menyebabkan keragaman genetik yang tinggi.
Bakteri memiliki keragaman genetik yang tinggi, yang
berasal dari mutasi, seleksi bahan genetik dari
lingkungan (transformasi), bakteriophage (transduksi),
atau bakteri lain (konjugasi).
7. PENDAHULUAN
Bakteri dan serangga telah lama dijumpai
membangun interaksi kompleks, termasuk
komensalisme, atau parasitisme/patogenesis, selama
lebih dari 250 juta tahun.
Hubungan bakteri dengan inangnya dipengaruhi oleh
keragaman genetika dan diatur oleh tekanan seleksi
alam.
8. PENDAHULUAN
Penemuan bakteri yang memiliki aktivitas insektisida
spesifik: tahun 1911, yaitu bakteri Bacillus thuringiensis
(Bt).
Pada tahun 1930-an Bt digunakan pertama sekali
untuk pengendalian biologi hama tanaman.
Saat ini Bt telah diperdagangkan dan digunakan secara
luas sebagai bioinsektisida.
9. PENDAHULUAN
Keuntungan utama penggunaan bioinsektisida
dibandingkan dengan insektisida kimia adalah sifat
kekhususannya yang tinggi, sehingga mengurangi
kerusakan terhadap flora dan fauna non-target.
11. Bakteri Gram-Positif
Filum: Firmicutes, Kelas:Bacilli, Ordo: Bacillales
Termasuk bakteri yang membentuk spora (spore-
forming bacteria)
Gram-positif yang berbentuk batang (rods) dan bentuk
bulat (cocci), yang biasanya tersusun dalam bentuk
rantai.
Pada kondisi lingkungan yang ekstrim, bakteri
melakukan sporulasi membentuk 1 spora yang
berbentuk oval per 1 sel.
Bakteri entomopatogen penting pada kelompok ini
adalah genus Bacillus dan Paenibacillus.
12. Bakteri Gram-Positif
Bacillus thuringiensis (Bt)
Bt adalah bakteri fakultatif-anaerobik, membentuk
spora.
Terdapat di tanah secara alami.
Kespesifikan bakteri ini adalah pembentukan protein
yang mengkristal yang mengandung endotoksin
insektisida khusus, disebut Cry toxin atau Bt toxin.
Famili: Bacillacea, Genus: Bacillus
13. Pertama sekali dideteksi pada tahun 1902 pada larva
Bombyx mori yang sudah mengering oleh Ishiwata.
Pada tahun 1911, Bt pertama sekali diisolasi dari larva
Ephestia kuehniella dan dijumpai memiliki kemampuan
untuk membunuh serangga tertentu.
Bt alami bersifat sangat spesifik, beracun hanya untuk
beberapa spesies kelompok serangga: Lepidoptera (kupu-
kupu, ngengat), Coleoptera (kumbang), Diptera (lalat,
nyamuk), Hymenoptera (tawon, lebah, semut, dll).
Bacillus thuringiensis (Bt)
14. Target insects for Bt toxin
Cry toxins have specific activities against insect species of the orders Lepidoptera
(moths and butterflies), Diptera (flies and mosquitoes), Coleoptera (beetles),
Hymenoptera (wasps, bees, ants and sawflies) and nematodes.
15. Bacillus thuringiensis (Bt)
Sampai saat ini > 50 subspesies Bt telah ditemukan,
yang diisolasi dari berbagai jenis habitat.
> 100 gen protein kristal telah di-sequencing.
Toksisitas protein kristal ini terhadap serangga tertentu
yang menyebabkan pengembangan bio-insektisida.
Sejak tahun 1930, Bt telah digunakan sebagai alternatif
insektisida DDT dan organophosphat.
16.
17. Bt toxin dari B. thuringiensis subsp. kurstaki dikenal
dengan nama dagang: Dipel, Sok-Bt, Thuricide, Certan,
dan Bactospeine.
18. Bt toxin dari B. thuringiensis subsp. israelensis (Bti)
dikenal dengan nama dagang: Bactimos, Bacticide, BMC,
Teknar, dan Vektobak.
19. Bakteri Gram-Positif
Bacillus sphaericus
Famili: Bacillacea, Genus: Lysiniacillus
Bakteri berbentuk bulat (spherical), aerob, dan
dijumpai secara alami di dalam tanah.
Terkenal dengan istilah : Jurasic Park Bacterium, karena
berhasil diisolasi dari dalam usus lebah yang sudah punah
yang berusia 25-40 juta tahun (Proplebia dominicana).
20. Bacillus sphaericus
Bakteri ini membentuk protein kristal selama proses
sporulasi.
Toksin B. sphaericus, yang disebut : Potent Binary
Protein Toxins (Bin), secara spesifik dapat membunuh larva
nyamuk, terutama yang berada di dalam air, sehingga
dapat digunakan sebagai bio-insektisida.
Toksin B. sphaericus dikenal dengan nama dagang: Spic
Biomass.
Tidak berbahaya bagi organisme non-target, seperti
binatang piaraan, burung, ikan, juga manusia.
22. Bakteri Gram-Positif
Famili: Paenibacillacea, Genus: Paenibacillus
Paenibacillus (formerly Bacillus) popilliae
Bakteri ini berbentuk batang, membentuk spora.
Bakteri P. popilliae merupakan bakteri entomopatogen
pertama didaftarkan di Amerika.
Awalnya spora bakteri yang seperti susu (milky spore
bacteria) diisolasi dari tubuh kumbang Jepang (Popillia
japonica) yang secara tidak sengaja masuk ke Amerika
tahun 1916.
Larva kumbang Jepang yang terinfeksi bakteri P.
popilliae menjadi putih seperi susu, disebut “Milky
Disease”.
23. Paenibacillus (formerly Bacillus) popilliae
Adult Japanase Bettle
Healthy larvae of
Japanase Bettle
Infected larvae of
Japanase Bettle
24. Paenibacillus popilliae
Hingga saat ini toksin P. popilliae memiliki inang yang
terbatas, yaitu hanya efektif membunuh kumbang Jepang
(Japanese beetle)
Bio insektisida P. popilliae aman bagi manusia dan
vertebrata lain.
25. Bakteri Gram-Positif
Famili: Paenibacillacea, Genus: Brevibacillus
Brevibacillus laterosporus (formerly Bacillus orpheus)
Bakteri berbentuk batang, membentuk endopsora.
Spesies ini terdapat di berbagai habitat, termasuk di
dalam tanah, pada batu permata, di dalam air tawar, air
laut, tubuh serangga, permukaan daun, tanah kompos,
susu, keju, madu, makanan berpati, burung puyuh, atau
wol binatang.
26. Brevibacillus laterosporus
Bakteri ini merupakan agen pengendali hayati yang
potensial terhadap berbagai serangga genera Coleoptera,
Lepidoptera, dan Diptera (nyamuk Aedes aegypti, lalat),
juga terhadap nematoda dan moluska.
Bakteri B. laterosporus juga patogenik terhadap
beberapa jenis bakteri dan jamur.
Racun yang di-sekresikan bakteri B. laterosporus
(insecticidal secreted protein/ ISP) memiliki daya racun
yang sama dengan Bt.
27. Bakteri Gram-Negatif
Famili: Enterobacteriaceae, Genus: Serratia
Genus Serratia yang termasuk bakteri entomopatogen
adalah: Serratia entomophila, S. marcescens, S.
proteamaculans.
Bakteri S. entomophila dapat mengendalikan serangga
Costelytra zealandica (Coleoptera), hama perusak
rumput, dan berbagai akar tanaman di Selandia Baru.
Bakteri S. entomophila dapat menghentikan proses
makan serangga.
28. Bakteri Gram-Negatif
Famili: Enterobacteriaceae, Genus: Serratia
Bakteri S. marcescens memiliki target serangga yang
luas
Bakteri ini dapat menyerang haemocoel serangga, yang
akhirnya menyebabkan luka dan stress.
29. Bakteri Gram-Negatif
Famili: Enterobacteriaceae, Genus: Yersinia
Bakteri Yersinia pestis dapat mengkolonisasi saluran
cerna kutu tikus (Xenopsylla cheopsis) dan juga
menginfeksi manusia (penyakit pes).
Bakteri berbentuk coccobacillus, anaerob fakultatif.
Yersinia pestis.
30. Yersinia entomophaga
Spesies lain yang merupakan entomopatogen adalah: Y.
entomophaga
Bakteri Gram-Negatif berbentuk batang, tidak
membetuk spora, dan bergerak dengan 3 peritrichous
flagella.
Bakteri di-isolasi dari kumbang rumput New Zealand
(Costelytra zealandica)
Dapat mengendalikan serangga dari genera Lepidoptera,
Coleoptera dan Orthoptera.
31. Bakteri Gram-Negatif
Famili: Enterobacteriaceae,
Bakteri Photorhabdus sp. dan Xenorhabdus sp. banyak
menarik perhatian akhir-akhir ini karena merupakan
endosimbion bakteri dengan nematoda yang bersifat
insektisida.
Bakteri Phothabdus sp. berasosiasi dengan nematoda
Heterorhabditis sp.
Bakteri Xenorhandus sp. bersimbiosis dengan nematoda
Steinernema carpocapsae.
Kedua bakteri ini tidak terdapat hidup bebas di
lingkungan, kecuali di dalam tubuh nematoda simbion-
nya.
Photorhabdus sp. & Xenorhabdus sp.
32. Photorhabdus sp. & Xenorhabdus
sp.
Setelah nematoda menginfeksi serangga yang peka,
bakteri yang bersimbiosis akan keluar ke dalam
hemoecoel serangga dan membunuh inang serangga
tersebut.
33. Bakteri Gram-Negatif
Famili: Pseudomonadaceae, Genus: Pseudomonas
Bakteri dari famili Pseudomonadaceae bersifat aerob,
berbentuk batang, bergerak dengan flagella.
Tersebar luas di lingkungan, dan sering di-isolasi dari
tubuh serangga yang mati dan terinfeksi penyakit.
34. Pseudomonas entomophila
Bakteri P. entomophila di-isolasi dari dalam tanah, dan
menunjukkan aktifitas insektisida spesifik.
Sangat patogenik terhadap larva dan serangga dewasa
lalat Drosophila melanogangster.
35. Bakteri Gram-Negatif
Famili: Coxiellaceae, Genus: Rickettsiella
Patogen intraseluler obligat dengan dinding sel yang
khas, tidak memiliki flagella.
Beberapa jenis spesies yang merupakan
entomopatogen: Rickettsiella popilliae, R. grylli, R.
chironomi.
Bakteri ini merupakan entopatogen terhadap beberapa
jenis serangga Arthropoda.
36. Entomopathogenic Bacteria
• Bacillus thuringiensis (Bt), a Gram-positive, motile, rod shaped bacterium
produces a parasporal crystal composed of one or more proteins
• The strains of Bt characterized so far affect members of 3 insect orders:
Lepidoptera (butterflies and moths), Diptera (mosquitoes & biting flies), and
Coleoptera (beetles)
• EPA registered Bt products include
B.t. israelensis (Diptera)—frequently used for mosquitoes
B.t. kurstaki (Lepidoptera)—frequently used for gypsy moth, spruce budworm,
and many vegetable pests
B.t. sandiego and tenebrionis (Coleoptera)—frequently used for leaf beetle,
Colorado potato beetle
B.t. kurstaki is the most commonly used Bt formulation
Bacillus thuringiensis
1/10/2011 36Division of Agricultural Chemicals
37. Mode of Action
Bacillus thuringiensis strains
produce crystalline proteins
(called δ-endotoxins)
Caterpillar consumes the Bt spore
(diagram 1) & crystalline toxin-
treated leaf
The Bt crystalline toxin (diamond shapes in
diagram 2) binds to gut wall receptors, and
the caterpillar stops feeding
Within hours, the gut wall breaks down,
allowing spores (oval tube shapes) and normal
gut bacteria (circular shapes) to enter body
cavity, where the toxin dissolves
The caterpillar dies in 24 to 48 hours from septicemia, as spores and gut
bacteria proliferate in its blood (diagram 3)
Treatments:
Dose:
i) 100 – 150 g/ bigha for field crops.
ii) 150-200 g /bigha for orchards.
Method: The powder is first mixed with small quantity of
water to prepare a uniform suspension. Then the required
quantity of water is added and thoroughly mixed before spray.
1/10/2011 37Division of Agricultural Chemicals
38. Laboratory assays were done to evaluate the effect of Bacillus thuringiensis,
neem seed kernel extract (Azadirachta indica), Vitex negundo leaf
extract, & applied separately or together, on nutritional indices of the
rice leaf-folder Cnaphalocrocis medinalis
Bt biopesticide & other 2 botanical pesticide suppressed feeding and larval
growth and low concentrations affected the larval performance
1/10/2011 38Division of Agricultural Chemicals
39. (Nathan et al. ,2005)
1/10/2011 39Division of Agricultural Chemicals
The combined effect of these resulted in a considerable decrease in
nutritional indices indicating strong deterrence
40. • Bt is considered to be “practically nontoxic” to humans and other
vertebrates
• It can cause a “very slight irritation” if inhaled & can cause eye irritation
• Bt is not carcinogenic, mutagenic, or teratogenic
• Bt does not persist in the brains, lungs, or digestive systems of animals,
including humans
• Bt has been found in fecal samples of exposed greenhouse workers, no
gastrointestinal symptoms were associated with its presence
1/10/2011 40Division of Agricultural Chemicals
Human Health & Safety
41. • Bt appears to be a normal component in the feces of vegetable-
consuming animals, where it apparently causes no problem
• Like the active bacterial ingredient, the inert ingredients in Bt
formulations have also been studied and modified for safety
• Granular and microcapsule formulations reduce the inhalation hazard
• Volatile agents associated with some Bt formulations do not appear to
constitute a significant health hazard.
1/10/2011 41Division of Agricultural Chemicals
Human Health & Safety…
42. Environmental Impacts
• No danger has been found to aquatic communities accidentally
exposed to Bt or to non-target organisms including beneficial insects,
amphibians, fish, and mammals
• Few reports of Bt lethality upon non-target organisms, such as leaf-
feeding caterpillars
• Clay soils may bind the bacterial toxin, increasing its environmental
persistence and possible toxicity to non-target species
• Newer formulations employ preservatives, like sorbitol, that are safer
than the xylene used decades ago
1/10/2011 42Division of Agricultural Chemicals
43. Phytonematode management through
bacteria
Bacteria Genus/species Target nematode Mode of action References
Parasitic
bacteria
Pasteuria penetrans,
P. thornei
Phytonematodes Parasitism Bekal et al.(2001),
Bird et al. (2003)
Opportunistic
bacteria
Brevibacillus
laterosporus,
Bacillus nematocida
Free living &
Phytonematodes
Parasitism Niu et al. (2006),
Tian et al. (2007)
Rhizobacteria Bacillus sp.,
Pseudomonas sp.
Meloidogyne sp.,
Heterodera sp.
Interfering with
recognition,
production of
toxin, nutrient
competition, plant
growth promotion
Marleny et al.
(2008),
Meyer (2003)
Crystal
forming
bacteria
Bacillus thuringiensis
(Cry 5,6,12,13,14,21)
Trichostrongylus
colubriformis,
Caenorhabditis
elegans
Cry proteins cause
damage to the
intestines of
nematodes
Kotze et al.(2005),
Wei et al. (2003)
Endophytic
bacteria
Root knot
nematode,
Cyst nematode
Rhizo-bacterial &
endophytic
bacterial mode of
action
Sturz et al. (2004),
Compant et al.
(2005)
1/10/2011 43Division of Agricultural Chemicals
44. Figure 1 : The green pea aphid (left) is,
although genetically identical to the red aphid
(right), infected with a novel symbiont of the
genus Rickettsiella, which modifies the aphid
body color from red to green.
Figure 2 : From left to right: aphids of the CGt10 strain 0,
4, 11, and 15 days after birth: The body color changes
from red to green during the developmental process.
Simbiosis bakteri Ricketsiella dengan kutu daun
pada tanaman kacang
45. Media Biakan Bakteri
Syarat mutlak yang harus dilakukan dan diperlukan untuk mempelajari
mikroorganisme adalah menumbuhkan mikroorganisme tersebut pada media buatan
di laboratorium. Untuk it, kita perlu mengetahui bahan-bahan/zat-zat yang
diperlukan dan kondisi fisik yang diinginkan oleh setiap mikroorganisme. Khusus
untuk bakteri entomopatogen, media biakan bakteri tidak boleh menurunkan
virulensinya untuk menyerang patogen.
Berdasarkan hasil penelitian, para ahli dapat menentukan bahan-bahan yang baik dan
cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme dengan pertumbuhan maksimal. Tempat
tumbuh ini selanjutnya disebut medium (media). Setiap mikroorganisme mempunyai
kebutuhan nutrisi yang berbeda-beda, meskipun demikian kebanyakan bakteri
tumbuh baik pada media dasar, yaitu media yang terdiri dari: ekstrak daging (beef
extract), NaCl, dan aquadest. Untuk memadatkan media dapat ditambahkan agar,
misalnya untuk media padat ditambahkan 3% agar, sedangkan media setengah padat
ditambahkan 1,5% agar.
Ada beberapa bakteri yang tidak dapat tumbuh baik pada media dasar, untuk
mendapatkan pertumbuhan yang baik dari bakteri perlu ditambahkan beberapa zat
yang diperlukan ke dalam media yang digunakan, misalnya: darah, serum, ekstrak
toge, kentang, dan lain-lain. Media yang demikian disebut media diperkaya
(enrichment media).
46. Berdasarkan kepadatannya, media terbagi atas:
a. Media cair, yaitu media yang mempunyai komposisi bahan dan nutrisi
yang diperlukan tanpa bahan pemadat (agar)
b. Media setengah padat (semi solid), media diberi bahan pemadat 1,5 %
c. Media padat (Media solid), ditambah 3% agar
Berdasarkan fungsinya, dikenal 3 media yaitu:
a. Media agar plate, yaitu media agar padat dalam petridish, digunakan
untuk isolasi bakteri dan inumerasi (penghitungan) jumlah/populasi bakteri
b. Media agar tegak, yaitu media agar setengah padat dalam tabung reaksi,
digunakan untuk menguji gerak bakteri secara makroskopis
c. Media agar miring, yaitu media agar padat dalam tabung reaksi yang
diletakkan miring sehingga mempunyai permukaan media yang lebih luas
daripada permukaan agar tegak, digunakan untuk menumbuhkan dan
menyimpan biakan murni sebagai stock biakan murni (stock pure culture)
47. Tahap-tahap Penyediaan Media:
• Pencampuran media
• Pengaturan pH media sampai batas optimum, kebanyakan bakteri mempunyai pH
optimum 7,5
• Untuk media cair, larutan dapat langsung disaring, sedangkan untuk membuat media
padat atau setengah padat harus ditambah agar sesuai takaran yang diperlukan.
• Masukkan media ke dalam tempat yang sesuai dengan keperluan misalnya tabung
reaksi atau erlenmeyer yang kemudian ditutup dengan kapas penyumbat
• Sterilisasi
Sterilisasi adalah cara untuk membebaskan alat-alat atau media dari mikroorganisme.
Prinsip sterilisasi adalah membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme
dengan cara mengubah lingkungan, baik secara fisik maupun secara kimia. Sterilisasi
secara fisik dapat dilakukan antara lain dengan cara:
a. Sterilisasi dengan temperatur tinggi
• Sterilisasi kering (dry heat): biasa digunakan untuk mensterilkan alat-alat dari gelas
dengan menggunakan udara kering panas dalam oven.
• Sterilisasi basah (moist heat): dengan autoclave atau dengan system Arnold
(Tyndalisasi)
b. Sterilisasi dengan temperatur rendah
c. Filter
d. Radiasi
e. Centrifuge
f. Tekanan Osmotik
48. 2. Isolasi Dan Perbanyakan Bakteri
Isolat Bakteri dapat diisolasi dari tanah, bagian tumbuhan, kotoran hewan,
serangga dan bangkainya dan sumber lain. Salah satu cara isolasi yang cukup efektif
adalah dengan seleksi asetat. Beberapa gram sumber isolat disuspensikan ke dalam
media pertumbuhan bakteri (misal LB) yang mengandung natrium asetat kemudian
dikocok. Media asetat tersebut menghambat pertumbuhan spora Bakteri menjadi
sel vegetatif. Setelah beberapa jam media tersebut di-panaskan pada suhu 80°C
selama beberapa menit. Pemanasan ini akan membunuh sel-sel bakteri atau
mikroorganisme yang sedang tumbuh termasuk spora-spora bakteri lain yang
tumbuh. Kemudian sebagian kecil dari suspensi yang telah dipanaskan diratakan
pada media padat. Koloni-koloni yang tumbuh kemudian dipindahkan ke media
sporulasi Bakteri. Koloni yang tumbuh pada media ini dicek keberadaan spora atau
protein kristalnya untuk menentukan apakah koloni tersebut termasuk isolat
Bakteri.
49. Berikut adalah cara-cara pembuatan biakan murni
bakteri:
A. Pada Media Padat
1. Metode cawan gores (streak plate)
Prinsip metode ini, yaitu mendapatkan koloni yang benar- benar terpisah dari koloni yang lain,
sehingga mempermudah proses isolasi. Cara ini di lakukan dengan membagi cawan ncub menjadi 3-
4bagian. Ose steril yang telah di siapkan, di letakan pada cawan berisi media steril. Goresan dapat
dilakukan 3- 4kali membentuk garis horizontal disatu sisi cawn. Ose disterilkan lagi dengan api
Bunsen, setelah kering ose tersebut digunakan untuk menggores goresan sebelumnya pada sisi cawn
ke dua.
Langkah ini di lanjutkan hingga keempat sisi cawan tergores,. Pada metode ini, goresan di sisi
pertama di harapkan kolom tumbuh padat dan berhimpit, sedangkan opada goresan sisi kedua,
kolom mulai tampak jarang dan begitu pula selanjutnya, sehingga didapatkan koloni yang tampak
tumbuh terpisah denag koloni lain.Seluruh tahap hendaknya dilakukan secara aseptic agar tidak
terjadi kontaminasi.
2. Metode cawan tuang (pour plate)
Metode ini dilakukan dengan mengencerkan sumber isolate yang telah diketahui beratnya kedalam
9ml garam fisiologi (NaCl 0,85%) atau larutan buffer fosfat. Larutan ini berperan sebagai penyangga
Ph agar sel bakteri tidak rusak akibat menurunnya Ph lingkungan. Pengeceran dapat dilakukan
beberapa kali agar biakan yang didapatkan tidak perlu padat atau memenuhi cawan ( biakan terlalu
padat akan mengganggu pengamatan ). Sekitar1ml suspensi dituangkan kedalam cawan Petri steril,
dilanjutkan dengan menuangkan medi penyubur ( nutrient agar) steril hangat (40- 500c) kemudian
ditutup rapat dan di ketakan dalam incubator (370c) selama 1- 2 hari.
50. 3. Metode cawan sebar (spread plate)
Pada metode cawan sebar 0,1ml supsensi bakteri yang telah diencerkan di sebar pada
media penyubur steril yang telah di siapkan . Selanjutnya supsensi dalam cawan
diratakan dengan batang dari galski agar koloni tumbuh merata pada media dalam
cawan tersebut, kemudian diletakkan dalam ncubator (370C) selama 1-2 hari. Dengan
metode ini, satu sel bakteri akan tumbuh dan berkembang menjadi satu koloni
bakteri. Satu koloni bakteri yang terpisah dengan koloni lainnya dapat diamati tipe
pertumbuhan pada masing-masing media, diantaranya dilakukan terhadap
konsistensi, bentuk koloni, warna koloni dan permukaan koloni.
Koloni yang tumbuh terpisah ditumbuhkan kembali untuk mendapatkan isolat murni.
Isolat murni dilakukan dengan mengoleskan ose steril pada koloni dalam kultur
campuran yang benar-benar terpisah satu sama lain. Olesan tersebut digores pada
media padat agar miring dalam tabung reaksi. Koloni yang tumbuh dalam media ini
merupakan isolat murni, yang hanya berasal dari satu jenis bakteri saja. Koloni yang
tumbuh dapat dikarakterisasi berdasarkan tipe tumbuhnya pada media agar miring.
51. B. Media Cair
Dengan cara menyampurkan satu ose bakteri secara aseptik ke
dalam media cair yang ada di tabung reaksi di depan api. Kemudian
tabung ditutup rapat dengan kapas.
3. Media perbanyakan massal bakteri alternatif
Menurut Misfit Putrina dan Fardedi dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa air rendaman kedelai yang merupakan limbah
tahu dan air kelapa dapat dijadikan sebagai media perbanyakan
bakteri Bacillus thuringiensis yang merupakan bakteri
entomopatogen Spodoptera litura karena media tersebut dinilai
lebih murah dan mudah untuk didapatkan daripada Nutrien Broth
yang mahal meskipun dalam perkembangannya Bt lebih cepat
tumbuh di Nutrien Broth. Menurut Thiery dan Fachron (1997)
kualitas nutrien pada media sangat mempengaruhi terhadap
pertumbuhan, tingkat sporulasi dan produksi senyawa toksin dari
Bacillus thuringiensis.
Perbanyakan bakteri skala industri biasanya menggunakan teknik
fermentasi dengan suatu alat yang disebut fermentor yang
kemudian menghasilkan bakteri yang siap dikemas dan dipasarkan.
52. Selanjutnya Sjamsuripura et al. (1984), menyatakan bahwa Bt
membutuhkan air, karbon, energi, nitrogen, elemen mineral dan faktor
pertumbhan (suhu, pH, aerasi). Karbon adalah sumber utama dalam sintesa
untuk menghasilkan sel baru dan karbohidrat merupakan sumber karbon
yang mungkin dan paling ekonomis. Nitrogen yang dibutuhkan biasanya
diperoleh dari garam-garam amonium, tetapi Bt membutuhkan pula
Nitrogen organik yang harus diberikan dalam bentuk asam amino tunggal
atau mterial kompleks meliputi asam nukleat dan vitamin. Kebutuhan asam
amino sangat bervariasi antara satu galur dengan galur lainnya, oleh karena
itu bila pola kebutuhan asam amino suatu galur belum diketahui secara
pasti sebaiknya sumber nitrogen diberikan dalam bentuk dimana semua
jenis asam amino terdapat di dalamnya. Bentuk yang murah dari nitrogen
organik adalah material kaya protein dari binatang dan tumbuhan, seperti
tepung kedelai, sari rendaman jagung, ekstrak ragi dan sebagainya. Untuk
menjamin sporulasi yang sempurna Bt membutuhkan perimbangan yang
serasi antara sumber karbon dan nitrogen.
55. Beauveria
Beauveria bassiana most common
Habitat: Foliage
Insect Host: White flies, beetles & caterpillars (including Helicoverpa sp.)
Dose: 2 treatments made at 15-day intervals with 1.5 kg/ha concentrated product of
B. bassiana (3.0 × 109 conidia)
Treatment:
i) Foliar spray: 400-500 g in ½ bigha (5g/L of water)
ii) Soil drench: 250-500 g/3 bigha
Health impact: It causes granulosis disease in human ear
Grasshoppers killed by B. bassianaBeauveria bassiana
Cultures of B. bassiana
1/10/2011 55Division of Agricultural Chemicals
56.
57. Metarhizium
Metarhizium anisopliae var. anisopliae & var. major
Habitat: Foliage
Insect host: Frog hoppers, beetles
Dose: Aerial treatment at 50 l/ha with 6 × 1011 to 1.2 × 1012 conidia/l of water
Conidia
Different cultures of M. anisopliae
Cockroach killed by
M. anisopliae
1/10/2011 57Division of Agricultural Chemicals
58. Verticillium
Verticillium (Cephalosporium) lecanii
Habitat: Glasshouse foliage
Insect host: Aphids, whiteflies & scales
Dose: 41 × 107 active spores/g either undiluted or as a 10% concentration (diluted
with talc or water)
Whitefly scale infected
with V. lecanii
Cultures of Verticillium lecaniiConidia
1/10/2011 58Division of Agricultural Chemicals
59. Fungal Antagonists
Principal fungi: Gliocladium virens & Trichoderma sp.
Trichoderma sp. mainly T. harzianum & T. viride
Habitat: Soil
Effective against: damping-off & wilt
Parasitize Rhizoctonia & Sclerotium
Inhibit growth of Pythium, Phytophthora & Fusarium
T. harzianum T. viride
Disease: T. harzianum causes green mold in cultivated button mushrooms & T.
viride causes green mold rot of onion
1/10/2011 59Division of Agricultural Chemicals
60. Mode of action
Direct parasitism or lysis (lytic enzymes like chitinase, cellulase & glucanase) & death
of the pathogen
Direct toxic effects on the pathogen by antibiotic substances released by the
antagonist
Mycoparasitism by a Trichoderma
strain on the plant pathogen Pythium
Competition with pathogen for food
Indirect toxic effects on the pathogen by volatile substances released by the
metabolic activities of the antagonist
Cultures of Trichoderma harzianum
1/10/2011 60Division of Agricultural Chemicals
61. The aim of investigations was to confirm the effect of Trichoderma
harzianum on Rhizoctonia solani and make a possibility for its usage in
tobacco production
T. harzianum was applied before and after sowing including a fungicide Top
M (0.1%)
At additional treatment with Trichoderma after use of fungicide, had a
better result than fungicide alone
1/10/2011 61Division of Agricultural Chemicals
62. 1/10/2011 Division of Agricultural Chemicals 62
The influence of T. harzianum on intensity of disease attack
Artificial inoculationNatural inoculation
The best results have shown by a variant with T. harzianum applied on a soil before
sowing and further application at certain intervals any time in a growing season of
tobacco seedlings
Additional treatment with T. harzianum after a fungicide Top M is advantageous to
the situation with a disease, so, it may be applied with this fungicide treatment
63. Bacterial Antagonists
• Pseudomonas sp. are gram negative, aerobic, rods that are inhabitants of wide
range of soil, water & plant surfaces
• P. fluorescens recognized by fluorescent pigment called ‘pyoverdines’
• Bio-control abilities of strains depend on aggressive root colonization, induction
of systemic resistance in the plant & production of diffusible or volatile
antifungal antibiotics
• Antibiotics with bio-control properties include – phenazines, hydrogen cyanide,
2,4-diacetylphloroglucinol, pyoluteorin, pyrrolnitrin, lipopeptides etc.
Phenazin
2,4-diacetylphloroglucinol
pyoluteorin
pyrrolnitrin
Lipopeptide
Hydrogen cyanide1/10/2011 63Division of Agricultural Chemicals
64. Mode of Action
Control of diseases
• Different strains of P. fluorescens extensively used in bioremediation of
various organic compounds & bio-controls of pathogens in agriculture
• P. fluorescens found effective in controlling fungal pathogens such as
wilt/root rot, Fusarium oxysporum f. sp. Cubense, Pythium sp., R. solani, R.
oryzae, S. rolfsii & bacterial pathogens like Xanthomonas citri & P.
solanacearum in field tests
• Bacterial preparations widely used in organic spice cultivation of southern
India
Theories include -
• Induction of systemic resistance – resist attack by true pathogen
• Competition with other (pathogenic) soil microbes, e.g. siderophores
• Production of compounds (antibiotics) antagonistic to other soil microbes
1/10/2011 64Division of Agricultural Chemicals
65. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum perbanyakan jamur entomopatogen ini adalah
cawan petri ,jarum ose , alat pengukus (panci) , LAF, autoklaf , plastik tahan panas dan blender
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu adalah jamur entomopatogen yaituAspergillus sp ,
jagung atau beras , zeolit , kaolit , media SDA dan air.
Prosedur Kerja
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam praktikum ini adalah:
1.Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.Dikukus jagung atau beras setengah matang
3. Dibungkus dengan plastik tahan panas
4.Disterilisasi dalam autoklaf
5.Diambil dari autoklaf , setelah itu dianginkan
6.Dimasukkan jamur entomopatogen
7.Didinginkan dalam dalam LAF , setelah dingin disimpan dalam kulkas 8.Diblender
setelah kering.
9.Diaplikasikan pada serangga.
66. CARA MUDAH MENDAPATKAN JAMUR ENTOMOPATOGEN,
Beauveria bassiana DARI TANAH DENGAN
TEKNIK UMPAN SERANGGA
Jamur Beauveria bassiana adalah jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus (hifa).
Kemudian hifa-hifa tadi membentuk koloni yang disebut miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi
makanannya sendiri, oleh karena itu ia bersifat parasit terhadap serangga inangnya.
Jamur entomopatogen, B. bassiana dapat diperoleh dari tanah terutama pada bagian atas (top soil) 5 – 15
cm dari permukaan tanah, karena pada horizon ini diperkirakan banyak terdapat inokulum B. bassiana.
Teknik untuk memperoleh jamur entomopatogen, B. bassiana dari tanah adalah dengan menggunakan
metoda umpan serangga (insect bait method) Jamur B. bassiana dapat bertahan di dalam tanah sebagai
kompetitor lemah dan terdistribusi secara heterogen sehingga dapat diisolasi dari sampel tanah pada
kedalaman 5 – 15 cm.
Isolat jamur B. bassiana diambil dari tanah. Tanah asal isolat diambil secara acak di sekitar pertanaman
pisang. Tanah diambil dengan menggalinya pada kedalaman 5–10 cm masing-masing sebanyak 4 x 500 g
kemudian dimasukkan ke kantongan plastik diberi label berupa lokasi dan tanggal pengambilan sampel.
Tanah kemudian diayak dengan ayakan 600 mesh dan dimasukkan ke dalam kotak plastik berukuran 13 x
13 x 10 cm masing-masing sebanyak 400 g (tiap daerah menggunakan 4 buah kotak). Larva T. molitor stadia
larva instar 3 yang baru berganti kulit (kulitnya masih berwarna putih) dimasukkan kedalam kotak yang
berisi tanah masing-masing sebanyak 10 ekor, sebagai perangkap umpan agar terserang jamur B. bassiana
(insect bait methode). Larva ini kemudian ditutupi dengan selapis tipis tanah dan dilembabkan dengan
menyemprotkan aquadest steril diatasnya. Selanjutnya kotak ditutupi dengan potongan kain puring hitam
ukuran 25 x 25 cm yang juga telah dilembabkan. Larva T. molitor yang diduga terserang jamur B. bassiana
diamati 3 hari setelah diperlakukan kemudian diamati setiap harinya dan segera setelah terserang jamur B.
bassiana diisolasi sebagai sumber isolat