2. 2
KEGIATAN BELAJAR 3. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
PENYAKIT PADA UNGGAS PETELUR
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi Singkat
Pencegahan penyakit pada ayam perlu untuk dilakukan dibandingkan
pengobatan, hal ini disebabkan biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah
daripada pengobatan apabila sudah terlanjur terjadi penyakit. Penyakit yang
umumnya menyerang ayam secara umum berdasarkan penyebabnya
dikelompokkan menjadi: 1) Cekaman (stres); 2) Defisiensi nutrisi pakan; 3)
Parasit; dan 4) Penyakit karena protozoa, bakteri, virus, dan cendawan. Daya
serang penyakit pada ayam pun memiliki spesifik yang berbeda-beda, diantaranya
adalah penyakit yang menyerang saluran pencernaan, sistem kekebalan tubuh, dan
saluran reproduksi. Namun, ada juga penyakit yang menyerang satu sistem seperti
penyakit Newcastle Disease (ND), Avian Influenza (AI), dan kolera.
Untuk membedakan ayam yang sehat dan yang sakit maka Kita perlu
mengetahui ciri-cirinya. Ayam sehat konsumsi pakannya normal, ekskreta
(kotoran) tidak encer, lincah, bersuara normal, produksi telur normal, temperatur
tubuh normal (40.5 – 41.6 °C), denyut jantung normal (200 – 400 kali/menit), dan
napas normal (15 – 36 kali/menit) (Suprijatna et al., 2005). Usaha menanggulangi
penyakit dengan melakukan pencegahan penyakit harus dilaksanakan dalam suatu
rentetan yang terkait satu sama lain.
2. Relevansi
Kegiatan belajar ini berisikan teori-teori tentang persyaratan dan persiapan
kandang unggas petelur, manajemen sanitasi kandang, manajemen bosekuriti,
penyakit pada unggas petelur dan gejalanya, serta manajemen vaksin.
Relevansinya dengan budidaya unggas petelur terutama ayam petelur dengan hasil
akhir yang diharapkan adalah mengetahui dan menerapkan manajemen
3. 3
pencegahan dan pengendalian penyakit sehingga produktivitasnya selalu optimal
dan memberikan keuntungan secara ekonomis.
3. Panduan Belajar
Pembelajaran materi dalam kegiatan belajar ini dilakukan secara berurutan
mulai dari pembahasan mengenai manajemen kandang unggas petelur kaitannya
dengan pencegahan penyakit sampai dengan manajemen pengendalian penyakit
pada unggas petelur. Pembelajaran dapat dilakukan secara mandiri maupun tim
dengan tambahan referensi lain baik dari berbagai publikasi ilmiah yang
terpercaya. Tes formatif sebagai tolok ukur penguasaan materi dalam kegiatan
belajar ini.
B. INTI
1. Capaian Pembelajaran
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini diharapkan peserta didik mampu
menganalisis prinsip agribisnis ternak unggas petelur dan aplikasinya dalam
pembelajaran bidang studi agribisnis ternak.
2. Sub Capaian Pembelajaran
1. Mampu menjelaskan persyaratan perkandangan unggas petelur
2. Mampu menjelaskan persiapan kandang unggas petelur
3. Mampu melakukan manajemen sanitasi kandang
4. Mampu melakukan manajemen bosekuriti
5. Mampu menjelaskan penyakit pada unggas petelur dan gejalanya
6. Mampu melakukan manajemen vaksin
4. 4
3. Uraian Materi
Manajemen Kandang Unggas Petelur
Persyaratan Perkandangan Unggas Petelur
Menurut Permentan No. 31 Tahun 2014, lahan dan lokasi untuk budidaya
ayam petelur wajib memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Sesuai dengan Upaya Kelestarian Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL).
2. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP),
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK), atau
Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD).
3. Letak dan ketinggian lokasi harus memperhatikan topografi dan
lingkungannya harus bersih dari bakteri patogen yang berbahaya untuk
ayam petelur.
4. Lokasi harus mudah diakses dan terjangkau alat transportasi.
5. Ketersediaan air bersih dan sumber energi cukup sesuai kebutuhan dan
peruntukannya.
Selain persyaratan tersebut di atas, hal lain yang juga harus diperhatikan
adalah jenis bangunan, konstruksi bangunan, dan tata letak bangunan. Jenis
bangunan untuk budidaya ayam petelur harus meliputi:
1. Kandang ayam petelur fase starter dan kandang pembesaran
2. Kandang ayam petelur fase layer
3. Kandang isolasi untuk ayam yang sakit
4. Gudang untuk penyimpanan pakan, peralatan, dan obat
5. Gudang untuk penyimpanan telur
6. Saluran air, bak air, dan tempat pengolah limbah (digester)
7. Tempat pemusnahan (pembakaran) bangkai ayam
8. Kantor administrasi dan mess untuk karyawan
Sedangkan konstruksi bangunan untuk budidaya ayam petelur harus
dilengkapi dengan:
1. Ventilasi yang cukup untuk sirkulasi udara
2. Saluran limbah dan pemanfaatannya
5. 5
3. Gudang penyimpanan pakan, obat dan peralatan yang mampu
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan higienis
4. Kandang yang menjamin ternak terhindar dari kecelakaan dan
kerusakan fisik
Selanjutnya untuk penataan letak bangunan kandang harus memperhatikan
drainase dan mendapat sinar matahari yang cukup. Penataan letak bangunan
kandang dan bangunan lainnya di lokasi budidaya ayam petelur diatur sebagai
berikut:
1. Dikelilingi bangunan pagar yang selalu tertutup setinggi 2 meter dengan
pintu masuk tunggal (one way system) untuk keluar masuk kendaraan
dan orang yang dilengkapi dengan alat desinfeksi.
2. Bangunan kantor dan mess karyawan/pengelola terpisah dari kandang
dan dibatasi dengan pagar rapat.
3. Jarak terdekat antara kandang dengan bangunan lainnya yang bukan
kandang minimal 25 meter.
4. Bangunan kandang, kandang isolasi, dan bangunan lainnya ditata agar
aliran air, saluran pembuangan limbah, udara dan penghantar lain tidak
menimbulkan penyakit.
5. Posisi kandang membujur dari Barat ke Timur dan sebaliknya untuk
mengurangi paparan sinar matahari langsung.
6. Jarak antara lokasi budidaya ayam petelur dengan lokasi budidaya
unggas lainnya ditetapkan berdasarkan hasil analisis risiko.
Permentan No. 31 Tahun 2014 juga mengatur alat dan mesin peternakan dan
yang berhubungan untuk kesehatan ternak yang harus ada saat melakukan
budidaya ayam petelur diantaranya adalah 1. Induk buatan (brooder), 2. Pelingkar
(chick guard), 3. Tempat pakan, 4. Tempat minum, 5. Alat pensuci hama, 6. Alat
penerangan, 7. Alat pembersih kandang, 8. Karung dengan kantong plastik di
bagian dalam, dan 9. Timbangan.
Tabel berikut menyajikan ketentuan ukuran kandang sesuai dengan jumlah
ayam petelur yang dipelihara dan sesuai dengan periodenya.
6. 6
Tabel 1. Ukuran kandang untuk budidaya ayam petelur
No. Jumlah ayam (ekor) Umur/periode Luas kandang (m2
)
1 100 – 500 Starter
Grower
Layer
35
60
80
2 500 – 1000 Starter
Grower
Layer
70
120
160
3 1000 – 1500 Starter
Grower
Layer
104
184
240
4 1500 – 2000 Starter
Grower
Layer
176
304
400
5 2000 – 2500/2500 – 5000 Starter
Grower
Layer
352
600
800
Sumber: Permentan No. 31 Tahun 2014
Persiapan Kandang Unggas Petelur
Tata laksana persiapan kandang unggas petelur juga merupakan hal penting
yang harus diperhatikan guna mencegah terjadinya penyakit. Berikut dijelaskan
tata laksana persiapan kandang unggas petelur (Medion, 2008):
1. Setelah ayam pindah kandang atau diafkir, litter (sekam, ekskreta) segera
dikeluarkan dan dijauhkan dari kandang.
2. Peralatan (tempat pakan dan minum) dibersihkan dan dicuci. Setelah
kering direndam dengan menggunakan desinfektan (misalnya larutan
Medisep 15 ml per 10 liter air) selama 30 menit. Peralatan kandang
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, sebaiknya tidak di bawah
sinar matahari secara langsung karena akan mempercepat kerusakan
peralatan. Setelah itu, peralatan disimpan dalam gudang yang
sebelumnya telah didesinfeksi (misalnya dengan menggunakan Antisep,
Formades, dan Neo Antisep).
3. Tirai dilepaskan kemudian dibersihkan dan dicuci. Setelah kering,
kemudian disemprot dengan desinfektan (misalnya Medisep, Formades,
dan Sporades).
7. 7
4. Dinding dan lantai kandang dibersihkan dan dicuci dengan menggunakan
air sabun kemudian disemprot dengan air hingga bersih. Setelah kering,
lakukan pengapuran dinding dan lantai kandang.
5. Kandang disemprot dengan menggunakan Formades dengan dosis 10 ml
per 2.5 liter air dan bila periode sebelumnya ayam terserang penyakit
dosis Formades ditingkatkan menjadi 10 ml per 1 liter air.
6. Kandang diistirahatkan minimal 2 minggu, dimulai setelah semua proses
pembersihan dan desinfeksi kandang selesai.
Manajemen Sanitasi Kandang
Sanitasi merupakan suatu usaha pencegahan penyakit melalui kontrol faktor
lingkungan yang berkaitan erat dengan rantai perpindahan penyakit. Pembersihan
dan desinfeksi adalah praktek sanitasi kandang yang wajib dilakukan oleh
peternak. Desinfeksi merupakan tindakan pensucihamaan menggunakan bahan
desinfektan dengan cara menyemprot, menyiram, dan merendam yang tujuannya
untuk menghilangkan ataupun mengurangi cemaran mikroorganisme patogen.
Sanitasi kandang yang baik dapat mengurangi tekanan infeksi bagi pemeliharaan
ayam petelur periode berikutnya. Praktek sanitasi kandang yang baik menurut Hy-
line (2018) adalah sebagai berikut:
1. Waktu istirahat minimal diberikan selama 2 minggu di antara kelompok
unggas.
2. Semua pakan dan kotoran harus dipindahkan dari kandang sebelum
dibersihkan.
3. Lubang udara, rumahan kipas, bilah kipas dan kisi-kisi kipas
dibersihkan secara menyeluruh.
4. Pemanasan kandang selama pencucian akan memudahkan penghilangan
cemaran organik.
5. Kandang harus dibersihkan dari cemaran organik dengan disemprot air
hangat bertekanan tinggi.
6. Busa/gel deterjen dapat digunakan untuk merendam cemaran organik
dan peralatan.
8. 8
7. Bagian atas kandang dicuci sebelum lubang.
8. Air hangat bertekanan tinggi digunakan untuk membilas.
9. Kandang dibiarkan mengering.
10. Setelah sepenuhnya kering, disinfektan disemprotkan kemudian
dilanjutkan dengan fumigasi.
11. Kandang disiram dan saluran air dibersihkan.
12. Kandang unggas dipantau untuk mengetahui apakah terdapat
Salmonella, terutama Salmonella enteritidis. Sebaiknya dilakukan
pengujian lingkungan rutin.
13. Kandang dibiarkan mengering sebelum digunakan kembali.
Manajemen Biosekuriti
Biosekuriti merupakan cara terbaik untuk menghindari terjangkitnya
penyakit pada ternak. Inti dari program biosekuriti yang baik adalah bagaimana
Kita dapat mengidentifikasi dan mengendalikan suatu penyakit untuk tidak masuk
ke area peternakan. Permentan No. 31 Tahun 2014 menjelaskan pelaksanaan
biosekuriti pada budidaya ayam petelur yang baik pada peternakan, sebagai
berikut:
1. Tata Laksana
a. Lokasi peternakan berpagar dengan satu pintu masuk dan di pintu masuk
tersebut dilakukan penyemprotan desinfektan.
b. Tata letak bangunan/kandang sesuai dengan peruntukannya.
c. Rumah tempat tinggal, kandang ayam petelur, dan kandang hewan lain
ditata pada lokasi yang terpisah.
d. Peternak/pengelola harus mampu membatasi masuknya orang, hewan,
dan peralatan ke peternakan.
e. Area parkir efektif, berpagar, dan bergerbang.
f. Prosedur pelaporan yang ketat yang berkaitan dengan keluar masuknya
staf dan pengunjung ke peternakan.
2. Tindakan Desinfeksi dan Sanitasi
9. 9
a. Desinfeksi dilakukan pada setiap kendaraan yang keluar masuk lokasi
peternakan.
b. Tempat/bak untuk cairan desinfektan dan tempat cuci tangan disediakan
dan diganti setiap hari dan ditempatkan di dekat pintu masuk lokasi
kandang/peternakan.
c. Pembatasan secara ketat terhadap keluar masuk material,
hewan/unggas, produk unggas, pakan, kotoran unggas, alas kandang,
liter, rak telur yang dapat membawa penyakit unggas.
d. Semua material dilakukan desinfeksi dengan desinfektan sebelum
masuk maupun keluar lokasi peternakan.
e. Pembatasan secara ketat keluar masuk orang dan kendaraan dari dan ke
lokasi peternakan.
f. Setiap orang yang menderita sakit yang dapat membawa penyakit
unggas agar tidak memasuki kandang.
g. Setiap orang yang akan masuk dan keluar lokasi kandang, harus
mencuci tangan dengan sabun/desinfektan dan mencelupkan alas kaki
ke dalam tempat/bak cairan desinfektan.
h. Setiap orang yang berada di lokasi kandang, harus menggunakan
pelindung diri seperti pakaian kandang, sarung tangan, masker (penutup
hidung/mulut), sepatu boot dan penutup kepala.
i. Mencegah keluar masuknya tikus, serangga, dan unggas lain seperti
itik, entok, burung liar yang dapat berperan sebagai vektor penyakit ke
lokasi peternakan.
j. Kandang, tempat makan dan minum, tempat pengeraman ayam, sisa
alas kandang/litter dan kotoran kandang dibersihkan secara berkala
sesuai prosedur.
k. Tidak diperbolehkan makan, minum, meludah, dan merokok selama
berada di lokasi kandang.
l. Tidak membawa ayam petelur yang mati atau sakit keluar dari area
peternakan.
10. 10
m. Ayam petelur yang mati di dalam area peternakan harus dibakar dan
dikubur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
n. Kotoran ayam petelur diolah misalnya dengan dibuat kompos sebelum
kotoran dikeluarkan dari area peternakan.
o. Air kotor hasil proses pencucian agar langsung dialirkan keluar
kandang secara terpisah melalui saluran limbah ke dalam tempat
penampungan limbah sehingga tidak tergenang di sekitar kandang atau
jalan masuk lokasi kandang.
Selanjutnya Hy-line (2018) juga menjelaskan praktek biosekuriti yang baik,
yaitu meliputi:
1. Adanya kontrol yang ketat terhadap perpindahan manusia dan peralatan
di peternakan.
2. Membatasi pengunjung peternakan pada yang mempunyai kepentingan
saja.
3. Seiap ada kunjungan wajib ditulis di buku tamu.
4. Sebelum masuk peternakan semua pengunjung maupun pekerja harus
mandi di lokasi yang sudah disediakan untuk mensterilkan badan.
5. Pengunjung maupun pekerja harus memakai sepatu, pakaian, dan
penutup kepala yang sudah disediakan sebelumnya.
6. Bak atau tempat cuci kaki yang berisi air disinfektan wajib ada di luar
semua pintu masuk kandang.
7. Apabila memungkinkan, hindari penggunaan petugas dari luar ataupun
peralatan dari luar untuk vaksinasi, pemindahan, dan pemotongan
paruh.
8. Idealnya, pekerja dibatasi pada satu kandang saja.
9. Bagi pekerja yang mengunjungi beberapa kelompok unggas, kelompok
unggas yang dikunjungi pada satu hari harus dibatasi. Selalu lakukan
kunjungan dari ternak yang lebih muda ke yang lebih tua dan dari yang
sehat ke ternak yang sakit. Setelah mengunjungi kelompok unggas yang
sakit, jangan memasuki kandang lain.
11. 11
10. Pengeluaran ayam (culling) dari lokasi peternakan membuka peluang
masuknya penyakit karena truk dan pekerja seringkali berada di lokasi
peternakan lain.
11. Peternakan dengan pertumbuhan umur yang sama menggunakan prinsip
all-in, all-out (masuk semua, keluar semua) merupakan cara terbaik
untuk mencegah penularan penyakit dari kelompok yang lebih tua ke
kelompok muda yang lebih rentan.
12. Kandang harus dirancang untuk mencegah masuknya unggas liar,
serangga dan tikus.
13. Apabila terdapat bangkai ayam maka harus segera disingkirkan.
Praktek biosekuriti di peternakan ayam petelur dapat diakses pada link
berikut ini:
1. https://www.youtube.com/watch?v=vIP_XTtYbv0
2. https://www.youtube.com/watch?v=re9M0qxXbwM
Manajemen Pengendalian Penyakit
Manajemen pengendalian penyakit yang baik berkorelasi positif terhadap
produktivitas ayam petelur. Apabila Kita bisa meminimalisir resiko terjadinya
penyakit maka produktivitas ayam petelur yang optimal dapat tercapai sesuai
dengan potensi genetiknya. Jenis penyakit pada ayam petelur beraneka ragam di
setiap daerah, namun bagaimana Kita mengidentifikasi dan mengendalikan
penyakit tersebut lah yang penting untuk diperhatikan.
Penyakit pada Unggas Petelur dan Gejalanya
Ayam petelur yang akan dibudidayakan harus bebas dari penyakit unggas
berbahaya yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi. Penyakit yang sering
menyerang unggas petelur diantaranya adalah Avian Influenza (AI), New Castle
Disease (ND), fowl cholera, Infectious Bursal Disease (IBD/gumboro),
Salmonellosis (S. pullorum; E. enteridis), dan lainnya. Tabel di bawah ini
menyajikan beberapa jenis penyakit unggas petelur beserta dengan gejala yang
12. 12
ditimbulkannya. Selain iu, juga disajikan info grafis pola perkembangan penyakit
viral pada ayam petelur dari Januari 2018 sampai dengan Februari 2019.
Tabel 2. Penyakit dan gejalanya
No. Penyakit Gejala
1 Cacingan Pada kasus berat, ayam terlihat kurus, produksi
turun dan diare bercampur darah. Ascaridiasis
merupakan penyakit cacingan yang disebabkan
oleh cacing gilik dan cestodosis disebabkan
oleh cacing pita.
2 Colibacillosis Sulit bernapas, kantung udara, hati dan jantung
diselaputi fibrin.
3 CRD Ngorok, kantung udara keruh.
4 Koksidiosis
(berak darah)
Berak darah, nafsu makan turun, konsumsi air
minum naik.
5 Kolera
(berak hijau)
Berak hijau, gangguan pernapasan, daerah
muka, pial dan jengger membengkak.
6 Korisa (snot, pilek) Pilek, muka bengkak.
7 Leucocytozoonosis Bintik-bintik perdarahan pada kulit, otot dan
hampir semua organ, gumpalan darah di rongga
perut.
8 Pullorum (berak kapur) Berak kapur, kedinginan.
Sumber: Medion (2008)
Gambar 1. Pola perkembangan penyakit viral pada ayam petelur
Sumber: Info Medion (2019)1
Avian Influenza (AI)
13. 13
Virus AI berdasarkan tingkat keganasannya digolongkan menjadi dua, yaitu
Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan High Patogenic Avian Influenza
(HPAI). Virus LPAI memiliki tingkat keganasan rendah sehingga gejala klinis
yang ditunjukkan bila ayam terserang virus ini adalah terjadi gangguan
pernapasan (ngorok), konjungtivitas (peradangan mata), penurunan konsumsi
pakan, dan produksi telur turun drastis. Sedangkan, virus HPAI sifatnya akut dan
berlangsung cepat. Gejala yang ditimbulkan adalah angka kematian yang tinggi,
produksi telur berhenti, terjadi sianosis (jengger dan pial berwarna kebiruan),
konjungtivitas, ekskreta berwarna hijau, lendir menumpuk di rongga mulut, shank
mengalami pendarahan, ngorok, dan terkadang terjadi tortikolis (gangguan saraf).
14. 14
Gambar 2. Patologi anatomi ayam yang terserang AI
Sumber: Info Medion (2018)1
Newcastle Disease (ND) atau Tetelo
Penyakit ND disebabkan oleh Avian Paramyxovirus type-1 (APMV-1).
Virus ND berdasarkan virulensinya digolongkan menjadi tiga patotype, yaitu:
1. Lentogenik, strain virus yang kurang virulen.
2. Mesogenik, strain virus dengan virulensi sedang.
3. Velogenik, strain virus ganas yang dibedakan menjadi neurotrofik
(gangguan saraf dan kelainan sistem pernapasan) dan viserotrofik
(kelainan sistem pencernaan).
Penyakit ND menyebabkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka
kematian (mortalitas) menjadi sangat tinggi, yaitu akibat infeksi strain lentogenik
50 – 100%, mesogenik 50%, dan velogenik 30%. Penyakit ND ditandai dengan
terjadinya petechiae (bintik-bintik merah atau ungu) pada proventikulus,
ventrikulus, usus, seka tonsil, trakea, dan paru-paru (Kencana et al., 2012).
Gambar berikut menunjukkan ciri-ciri khusus ayam petelur yang terinfeksi ND,
yaitu terlihat gugup, leher bengkok, dan mengalami kelumpuhan.
Gambar 3. Ayam petelur umur 29 minggu yang terinfeksi ND
Sumber: Yuneand and Abdela (2017)
Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro
Penyakit ini disebabkan oleh virus RNA rantai ganda dari familia
Birnaviridae dan menyebabkan terjadinya penekanan kerja sistem imun
15. 15
(imunosupresif), morbiditas, mortalitas, penurunan efisiensi ransum, gangguan
pertumbuhan, dan pembengkakan serta peradangan pada bursa fabricius. Vektor
utama virus ini adalah kumbang hitam (Alphitobius diaperinus).
Gambar 4. Bursa fabricius ayam yang terserang IBD
Sumber: Info Medion (2019)1
Chronic Respiratory Disease (CRD) atau Korisa aau Snot
Penyakit ini disebabkan oleh Mycoplasma gallisepticum dan menyerang
sistem pernapasan ayam. Gejala yang ditunjukkan adalah terjadi konjungtivitas,
pembengkakan periorbital dan edema kelopak mata. Selain itu, kantong udara
keruh (airsacculitis) dan terjadi perkejuan pada selaput hati (perihepatitis).
Gambar 5. Airsacculitis (kiri) dan perihepatitis (kanan)
Sumber: Info Medion (2019)3
Infectious Larywgo Tracheitis (ILT)
Penyakit ILT menyerang pernapasan ayam dan sangat menular. Ayam yang
terjangkit penyakit ini menunjukkan gejala sulit bernapas dan batuk disertai
pengeluaran eksudat berdarah. Penyakit ILT disebabkan virus Herpesviridae dan
16. 16
tidak ditularkan vertikal dari induk ke anak melalui telur. Penyebaran ILT cepat
dan menyebabkan morbiditas 90 – 100% dengan angka mortalitas 10 – 70%.
Ayam yang terjangkit ILT pertumbuhan bobot badannya terhambat dan produksi
telurnya menururn (Saepulloh dan Darminto, 1999).
Gambar 6. Kepala dan leher ditarik saat bernapas (kiri) dan peradangan trakea
(kanan)
Sumber: Info Medion (2019)3
Koksidiosis
Infeksi parasit pada usus ini dapat menyebabkan kerusakan usus dan, dalam
infestasi parah, menyebabkan kematian. Yang lebih umum, pengendalian infeksi
sub-klinis yang buruk akan mengurangi konversi pakan atau menyebabkan ayam
dara terkena kerusakan usus ireversibel, kronis. Kelompok ayam dara mungkin
tidak seragam atau memiliki berat badan kurang di kandang dan tidak bertelur
secara optimal sesuai potensi bertelurnya. Pengendalian koksidia mencakup
langkah-langkah berikut (patuhi peraturan setempat):
1. Gunakan ionofor atau bahan kimia pada program step down untuk
memastikan imunitas pada ayam dara.
2. Penggunaan vaksin hidup menjadi alternatif untuk perawatan obat anti-
koksidia.
3. Tersedia vaksin hidup yang dapat diberikan melalui semprotan di tempat
penetasan atau melalui pakan atau aplikasi air selama beberapa hari
pertama di kandang brooder.
17. 17
4. Kendalikan lalat dan kumbang, yang merupakan vektor penyebaran
coccidia.
5. Pembersihan menyeluruh dan desinfeksi kandang mengurangi tekanan
paparan penyakit.
6. Batasi akses unggas ke tempat kotoran.
7. Pemeliharaan dan produksi di kandang membatasi paparan terhadap
coccidia oocysts dalam kotoran.
Gambar 7. Usus halus radang serta berisi darah dan lendir kental akibat infeksi
Sumber: Info Medion (2019)2
Manajemen Vaksin
Vaksin merupakan bibit penyakit yang sudah dilemahkan ataupun dimatikan
sesuai standar prosedur tertentu yang kemudian digunakan untuk merangsang
pembentukan antibodi. Sedangkan vaksinasi merupakan tindakan pemberian
kekebalan pada unggas dengan menggunakan vaksin. Fungsi utama pemberian
vaksin adalah untuk merangsang pembentukan kekebalan atau antibodi pada
tubuh unggas sehingga dapat mencegah infeksi penyakit. Prinsip vaksinasi adalah
bibit penyakit yang sudah dilemahkan diberikan terlebih dahulu sebelum
terjadinya infeksi penyakit pada unggas. Dewasa ini serangan penyakit menyebar
hampir ke semua wilayah, baik penyakit viral ataupun bakterial. Oleh sebab itu,
tindakan pencegahan menggunakan vaksinasi sangat penting untuk dilakukan.
Pertimbangan pelaksanaan vaksinasi menurut Medion (2017) adalah sebagai
berikut:
18. 18
1. Penyakit viral tidak bisa disembuhkan melalui pemberian obat.
2. Pengendalian penyakit terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan kekebalan pada ayam.
3. Apabila penyakit bakterial sudah terlanjur menyerang maka akan sulit
dihilangkan secara tuntas sehingga di kemudian hari akan mudah muncul
kembali (misalnya penyakit korisa).
4. Biaya untuk pencegahan lebih murah dibandingkan biaya pengobatan
apabila sudah terlanjur terjadi kasus penyakit.
Dalam pelaksanaannya, penentuan aplikasi vaksinasi dapat disesuaikan
dengan jenis vaksin yang akan digunakan dan umur ayam saat pemberian
vaksinasi. Jenis vaksin yang digunakan. Vaksin aktif biasanya tersedia dalam
bentuk kering beku. Oleh sebab itu, saat aplikasi/pemakaian harus dilarutkan
terlebih dahulu dengan menggunakan pelarut dapar (larutan yang mengandung
campuran asam lemah dan basa konjugatnya, atau sebaliknya) maupun air
biasa/aquades. Selanjutnya, dapat diberikan melalui tetes mata/hidung/mulut, air
minum, spray ataupun tusuk sayap. Vaksin aktif juga bisa diberikan lewat
suntikan dengan terlebih dahulu dilarutkan dengan aquades sesuai dosis yang
dianjurkan, yaitu 500 ml aquades per 1000 dosis vaksin, 250 ml aquades per 500
dosis vaksin, dan seterusnya. Sedangkan untuk vaksin inaktif aplikasinya melalui
injeksi/suntikan.
Umur ayam saat divaksin. Metode vaksinasi yang umum digunakan untuk
vaksin aktif adalah dengan aplikasi masal lewat air minum karena lebih praktis
dan mudah dilakukan. Cara ini lebih efektif diaplikasikan pada ayam umur
dewasa. Hal tersebut dikarenakan konsumsi air minum pada ayam dewasa relatif
optimal dan penyerapan vaksin diedarkan melalui darah (bersifat sistemik).
Vaksinasi lewat air minum dapat menjadi alternatif vaksinasi ulangan. Namun,
untuk vaksinasi ND dan IB pertama (biasanya untuk anak ayam) hasilnya lebih
baik bila diberikan lewat tetes mata/hidung. Tujuannya adalah untuk
mengaktifkan organ kekebalan (kelenjar harderian) di daerah mata yang berfungsi
sebagai kekebalan lokal di daerah saluran pernapasan atas, biasanya serangan
virus ND dan IB masuk melalui daerah tersebut. Selain itu juga agar setiap anak
19. 19
ayam mendapatkan 1 dosis penuh vaksin, karena biasanya bila dilarutkan dalam
air minum konsumsinya tidak merata. Penentuan dosis vaksin aktif/inaktif yang
disuntikkan dapat disesuaikan dengan umur ayam, biasanya 0.2 ml untuk anak
ayam dan 0.5 ml untuk ayam dewasa. Aplikasi dengan suntikan subkutan (di
bawah kulit leher bagian belakang) pada anak ayam dan ayam dewasa dapat lewat
intramuskuler (tembus otot daging dada sebelah kanan atau otot paha) maupun
subkutan. Saat pemberian vaksinasi beberapa hal penting perlu diperhatikan, yaitu
1) Vaksin aktif harus habis dalam waktu 2 jam dan vaksin inaktif < 24 jam; 2)
Vaksinasi sebaiknya dilakukan jauh dari pemanas; 3) Tiga hari sebelum dan
sesudah vaksinasi, ayam diberikan vitamin misalnya Vita Stress atau
imunostimulan dari bahan alami seperti Imustim untuk meningkatkan fungsi
sistem kekebalan dan daya tahan tubuh.
Terkait penentuan dosis yang tepat dan seragam maka setiap aplikasi
vaksinasi harus diperhatikan beberapa hal, antara lain: Tetes Mata,
Hidung/Mulut. Sebelum digunakan, vaksin dilarutkan ke dalam larutan dapar
untuk menaikkan suhu secara bertahap. Selain itu, juga untuk membangunkan
agen infeksi yang dimati-sementarakan dalam keadaan kering beku. Ketika
meneteskan vaksin pada mata (1 tetes/ekor) harus ditunggu hingga vaksin benar-
benar masuk (ayam mengejapkan mata berkali-kali) baru dilepaskan. Apabila
melalui tetes hidung, maka salah satu lubang hidung harus dan dilepaskan setelah
vaksin terhirup. Selanjutnya apabila menggunakan tetes mulut, vaksin diteteskan
sebanyak 1 tetes dan dipastikan sampai benar-benar masuk hingga ayam
melakukan gerakan reflek menelan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
handling ayam agar vaksinasi tepat, yaitu sekali memegang maksimal 3 ekor
ayam.
20. 20
Gambar 8. Aplikasi vaksin dengan tetes
Sumber: Info Medion (2019)1
Via air minum. Hal yang harus diperhatikan ketika vaksinasi melalui air
minum, yaitu air minum sebagai pelarut dipastikan bebas kaporit, desinfektan, dan
logam (besi, Ca, Mg) serta memiliki pH netral. Untuk memperbaiki mutu air, 30
menit sebelum vaksin dilarutkan, air dapat ditambahkan Medimilk 10 g/5 L atau
Netrabil 5 g/L air. Selanjutnya, 48 jam sebelum dan sesudah vaksinasi pemakaian
desinfektan melalui air minum harus dihentikan. Agar hasil vaksinasi optimal
sebaiknya dilakukan pagi hari. Hal ini dikarenakan pagi hari merupakan puncak
ayam beraktivitas dan konsumsi air minum tinggi. Sebelum diberi air minum yang
mengandung vaksin, ayam dipuasakan minum terlebih dahulu 1 – 2 jam.
Gambar 9. Aplikasi vaksin dengan air minum
Sumber: Sinau Ternak (2019)
21. 21
Vaksinasi spray. Vaksinasi melalui spray menggunakan pelarut aquades.
Air biasa boleh digunakan namun harus dipastikan tidak mengandung logam
berat. Sprayer yang dipakai sebaiknya dikhususkan untuk penggunaan vaksinasi.
Saat melakukan vaksinansi, semua pintu dan lubang ventilasi kandang harus
ditutup dan kipas angin dimatikan. Ventilasi kandang boleh dibuka dan kipas
dinyalakan kembali 20 – 30 menit setelah selesai penyemprotan.
Gambar 10. Aplikasi vaksin pada jaringan sayap
Sumber: Wiki How (2019)
Suntikan/Injeksi (Subkutan/Intramuskuler). Beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah vaksinasi suntikan yang menggunakan vaksin inaktif,
sebelumnya vaksin harus dicairkan dengan cara menggenggam/menggesekkan
kedua tangan hingga vaksin tidak berembun. Agar memastikan vaksin tepat
berada di bawah kulit maka dapat dilihat dari bekas suntikannya, vaksin yang
diinjeksikan akan tampak berwarna putih di bawah kulit. Penusukkan jarum tidak
boleh terlalu dalam, hal ini guna mencegah jaringan di bawah otot tertusuk. Sudut
kemiringan jarum sebaiknya < 45° dan penyuntikannya dilakukan dengan tidak
tergesa-gesa.
22. 22
Gambar 11. Aplikasi vaksin dengan suntikan
Sumber: Sinau Ternak (2019)
Tusuk sayap. Vaksinasi tusuk sayap umumnya diberikan untuk vaksin aktif
cacar/fowl pox serta vaksinasi kombinasi avian encephalomyelitis (AE) dan fowl
pox. Vaksinasi dilakukan lewat bagian dalam sayap. Sayap ayam direntangkan
dan jarum ditusukkan di lipatan sayap yang tipis, harus hati-hati agar tidak
mengenai pembuluh darah, tulang, dan urat daging sayap. Vaksin yang diberikan
tidak boleh menyentuh bagian tubuh lain kecuali tempat vaksinasi. Vaksinasi
berhasil jika muncul radang (benjolan) berdiameter 3 – 5 mm di lokasi tusukan.
Reaksi ini muncul 3 – 7 hari setelah vaksinasi dan akan hilang dalam waktu < 3
minggu.
Gambar 12. Aplikasi vaksin pada jaringan sayap
Sumber: Wiki How (2019)
23. 23
Beberapa penyakit tertentu memiliki daerah paparan yang luas atau sulit
untuk diberantas dan memerlukan program vaksinasi rutin. Secara umum, semua
kelompok ayam petelur harus divaksinasi terhadap penyakit marek, Newcastle
Disease (NDV), Infectious Bronchitis (IB), Infectious Bursal Disease (IBD atau
gumboro), Avian Encephalomyelitis (AE), dan cacar unggas. Vaksinasi lain
ditambahkan ke program jika paparan penyakit lokal terindikasi. Hy-line (2019)
memberikan panduan penggunaan vaksin dan pilihan aplikasi vaksin untuk ayam
petelur seperti gambar di bawah ini.
25. 25
Gambar 14. Pilihan aplikasi vaksin ayam petelur
Sumber: Hy-line (2019)
Berikut disajikan program vaksinasi ND-AI dan gumboro pada ayam layer
berdasarkan Info Medion (2018)1
:
26. 26
Tabel 3. Program vaksinasi ND-AI ayam layer
Sumber: Info Medion (2018)1
Tabel 4. Program vaksinasi gumboro
Umur (hari) Ayam petelur
4 Medivac gumboro emulsion (suntikan 0.2 ml)
27. 27
7 Medivac gumboro A (tetes mulut)
10 – 14 Medivac gumboro A/B (tetes mulut/air minum)
21 – 28 Medivac gumboro A/B (tetes mulut/air minum)
Sumber: Info Medion (2018)1
Pengendalian Penyakit
Syarat penggunaan obat untuk ternak menurut Permentan No. 31 Tahun
2014 adalah sebagai berikut:
1. Obat yang dipergunakan sesuai dengan peruntukannya dan harus
memiliki nomor pendaftaran.
2. Obat yang digunakan sebagai imbuhan dan pelengkap pakan meliputi
premiks dan sediaan obat alami sesuai dengan peruntukannya.
3. Penggunaan obat harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Di samping itu, Permentan No. 31 Tahun 2014 juga mengatur tindakan
pengamanan penyakit pada unggas petelur sebagai berikut:
1. Membatasi mobilitas orang, hewan, alat angkut, dan peralatan yang
keluar masuk lokasi perkandangan untuk meminimalisir penularan
suatu penyakit.
2. Melakukan desinfeksi terhadap orang, kandang, bahan, dan peralatan
lainnya yang digunakan dalam budidaya.
3. Melakukan pembersihan dan penyucian kandang baik terhadap kandang
baru atau kandang yang telah dikosongkan.
4. Menjaga kebersihan dan sanitasi seluruh komplek lokasi peternakan
sehingga memenuhi syarat higienis.
5. Melakukan tindakan pemusnahan bangkai ayam.
6. Pengamanan di bawah pengawasan petugas setempat untuk ayam yang
terkena penyakit menular beserta bahan tercemar yang tidak dapat
didesinfeksi, untuk selanjutnya tidak dibawa keluar komplek budidaya
setelah penetapan diagnosa penyakit oleh dokter hewan.
7. Melakukan vaksinasi terhadap ayam petelur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan hewan.
28. 28
8. Melakukan pengolahan limbah peternakan.
Medion (2008; 2019) memberikan pedoman pengobatan penyakit unggas
dan program penggunaan vitamin pada ayam layer seperti di bawah ini.
Gambar 15. Program penggunaan vitamin pada ayam layer
Sumber: Medion (2019)
29. 29
Keterangan: Makin banyak tanda (+) makin efektif (manjur)
Gambar 16. Pedoman pengobatan penyakit unggas
Sumber: Medion (2008)
30. 30
C. PENUTUP
1. Rangkuman
Usaha menanggulangi penyakit dengan melakukan pencegahan penyakit
harus dilaksanakan dalam suatu rentetan yang terkait satu sama lain, yaitu dimulai
dari persiapan kandang yang harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Persyaratan perkandangan unggas petelur diatur dalam Permentan No. 31 Tahun
2014. Tata laksana persiapan kandang unggas petelur juga merupakan hal penting
yang harus diperhatikan guna mencegah terjadinya penyakit. Tata laksana
persiapan kandang unggas petelur meliputi pengeluaran litter (sekam, ekskreta)
dari kandang setelah ayam pindah kandang atau diafkir, peralatan (tempat pakan
dan minum) dibersihkan dan dicuci, tirai dilepaskan kemudian dibersihkan dan
dicuci, dinding dan lantai kandang dibersihkan dan dicuci dengan menggunakan
air sabun kemudian disemprot dengan air hingga bersih, kandang disemprot
dengan menggunakan desinfektan, dan kandang diistirahatkan minimal 2 minggu.
Manajemen biosekuriti adalah bagaimana cara mengidentifikasi dan
mengendalikan suatu penyakit untuk tidak masuk ke area peternakan yang diatur
dalam Permentan No. 31 Tahun 2014. Manajemen pengendalian penyakit yang
baik berkorelasi positif terhadap produktivitas ayam petelur. Jenis penyakit pada
ayam petelur yang sering menyerang diantaranya adalah Avian Influenza (AI),
New Castle Disease (ND), fowl cholera, Infectious Bursal Disease
(IBD/gumboro), dan Salmonellosis (S. pullorum; E. enteridis).
Vaksin merupakan bibit penyakit yang sudah dilemahkan ataupun dimatikan
sesuai standar prosedur tertentu yang kemudian digunakan untuk merangsang
pembentukan antibodi. Sedangkan vaksinasi merupakan tindakan pemberian
kekebalan pada unggas dengan menggunakan vaksin. Pengendalian penyakit
melalui pengobaan diatur dalam Permentan No. 31 Tahun 2014.
Daftar Pustaka
1
Info Medion. 2018. Perkembangan Virus AI di Indonesia.
http://www.medion.co.id/wp-content/uploads/2019/08/IM_Nov_18.pdf.
Diakses tanggal 07 Oktober 2019.
31. 31
1
Info Medion. 2019. Strategi Efektif Cegah Gumboro Sejak Dini.
https://www.medion.co.id/wp-content/uploads/2019/07/IM_Jul_19.pdf.
Diakses tanggal 07 Oktober 2019.
2
Info Medion. 2018. Kilas Balik 2018 dan Proyeksi Penyakit Tahun 2019.
http://www.medion.co.id/wp-content/uploads/2019/08/IM_Des_18.pdf.
Diakses tanggal 07 Oktober 2019.
2
Info Medion. 2019. Pasang Surut Penyakit Unggas dari Tahun ke Tahun.
https://www.medion.co.id/wp-content/uploads/2019/07/IM_Jun_19.pdf.
Diakses tanggal 07 Oktober 2019.
3
Info Medion. 2019. Strategi Menjaga Kesehatan Pernapasan Ayam.
https://www.medion.co.id/wp-content/uploads/2019/07/IM_Jan_19.pdf.
Diakses tanggal 07 Oktober 2019.
Hy-line. 2018. Panduan Manajemen.
https://www.hyline.com/userdocs/pages/BRN_COM_BAH.pdf. Diakses
tanggal 07 Oktober 2019.
Hy-line. 2019. Rekomendasi Vaksin.
https://www.hyline.com/userdocs/pages/TU_VACC_BAH.pdf. Diakses
tanggal 07 Oktober 2019.
Kencana, G. A. Y., I M. Kardena, dan I G. N. K. Mahardika. Peneguhan diagnosis
penyakit newcastle disease lapang pada ayam buras di bali menggunakan
teknik RT-PCR. Jurnal Kedokteran Hewan 6 (1): 28-31.
Medion. 2008. Program Pemeliharaan Kesehatan Ayam Petelur.
https://www.medion.co.id/images/pdf/ProgramPemeliharaanKesehatanAya
mPetelur.pdf. Diakses tanggal 07 Oktober 2019.
Medion. 2017. Cara Tepat Aplikasi Vaksinasi Unggas.
https://www.medion.co.id/id/2017/09/04/cara-tepat-aplikasi-vaksinasi-
unggas/. Diakses tanggal 07 Oktober 2019.
Medion. 2019. Program Pemeliharaan Kesehatan Ayam Petelur.
https://www.medion.co.id/images/pdf/ProgramPenggunaanVitaminpadaAya
mLayerdanBreeder.pdf. Diakses tanggal 07 Oktober 2019.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.
31/Permentan/OT.140/2/2014. Pedoman Budidaya Ayam Pedaging dan
Ayam Petelur yang Baik. Jakarta.
Saepulloh, M. dan Darminto. 1999. Epidemiologi, diagnosis dan kontrol penyakit
infectious laryngo tracheitis (ILT) pada ayam. Wartazoa 8 (1): 20-27.
Sinau Ternak. 2019. https://sinauternak.com/vaksinasi-ayam-broiler/. Diakses
tanggal 07 Oktober 2019.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
32. 32
Wiki How. Cara Memvaksinasi Ayam. https://id.wikihow.com/Memvaksinasi-
Ayam. Diakses tanggal 07 Oktober 2019.
Yune, N. and N. Abdela. 2017. Update on Epidemiology, Diagnosis and Control
Technique of Newcastle Disease. J Vet Sci Technol 8 (2): 1-6.