2. 3.1. VEKTOR PENYAKIT VIRUS
3.1.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DHF= Dengue Hemorrhagic Fever)
Merupakan penyakit virus yang sangat
berbahaya
Sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat
Vektor utama adalah nyamuk kebun
(Aedes aegypti), vektor potensial adalah
Aedes albopictus
3.
4.
5. DAUR HIDUP
Metamorfosis sempurna selama 9 hari
Tempat perindukan : tempat-tempat berisi
air bersih yang letaknya berdekatan
dengan rumah penduduk (tidak lebih dari
500 m), meliputi tempat perindukan
buatan manusia dan tempat perindukan
alamiah
6.
7. PERILAKU
Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia
pada siang hari (dari pagi hingga petang) dengan
waktu puncak setelah matahari terbit(8.00-10.00)
dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00)
Pengisapan darah dilakukan didalam dan diluar
rumah
9. Umur Nyamuk betina dewasa dialam:
10 hari ,di Lab: 2 bln
Jarak terbang +/- 40 m ; mampu
terbang 2 km
10. EPIDEMIOLOGI
Ae aegypti tersebar luas di seluruh Indonesia
Ae aegypti ditemukan di kota-kota pelabuhan
padat penduduk, juga di temukan di
pedesaan sekitar kota pelabuhan
Penyebaran Ae. Aegypti dari pelabuhan ke
desa dikarenakan larva yang terbawa melalui
transportasi yang mengangkut benda-benda
berisi air hujan
11. EPIDEMIOLOGI (Lanjutan)
Pengendalian
Perlindungan perorangan dari gigitan nyamuk
(kawat kasa, kelambu, penyemprotan dinding
rumah dengan insektisida, penggunaan
repellent saat berkebun)
Pembuangan atau mengubur benda-benda
yang dapat menampung air hujan
Mengganti air atau membersihkan tempat-
tempat air seminggu sekali
12. Abatisasi
Fogging dengan malathion minimal dua kali
dengan jarak 10 hari di daerah yang terkena
wabah
Pendidikan Kesehatan Masyarakat
Memonitor kepadatan populasi Ae aegypti
penting dalam upaya mengevaluasi adanya
ancaman DHF dan untuk meningkatkan tindakan
pengendalian vektor
Pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang
belum dewasa : memeriksa tempat-tempat
perindukan di dalam dan di luar rumah
(sebanyak 100 rumah di daerah pemeriksaan)
13.
14.
15. EPIDEMIOLOGI (Lanjutan)
Angka indeks yang perlu diketahui :
Angka rumah (house index): persentase
rumah yang positif larva Ae. Aegypti
Angka tempat perindukan ( container Index ):
persentase tempat perindukan yang positif
larva Ae. Aegypti
Angka Breteau ( Breteau Index ): jumlah
tempat perindukan yang positif larva Ae.
Aegypti dalam tiap 100 rumah
16. 3.1.2 PENYAKIT JAPANESE B.
ENCEPHALITIS
Di temukan di Asia Tenggara (Filipina,
Kamboja, Muangthai, Malaysia, Singapura) Di
Indonesia penyakit tersebut belum banyak di
pelajari, tetapi kemungkinan besar penyakit tsb
juga ada di Indonesia karena : Banyak kasus
meninggal dengan gejala klinis yang sama
dengan Jap. B. encephalitis
Kepadatan nyamuk vektor cukup tinggi dan
telah dapat di isolasi virus Jap.B.encephalitis
dari tubuh nyamuk yang di tangkap di sekitar
Jakarta
17. Gejala Klinis : demam, sakit kepala, mual,
muntah, lemas, malaise, mental
disorientation.
Kematian terjadi 2-4 hari setelah terinfeksi
virus
Vektor : Culex tritaeniorhynchus & Cx.
gelidus
Tempat peristirahatan : dekat kandang
ternak (kerbau, sapi, babi)
Mengisap darah manusia dan darah
binatang (kerbau, sapi,babi,burung, bebek)
pada malam hari di dalam atau luar rumah
18. 3.1.3. PENYAKIT CHIKUNGUNYA
Belum banyak dipelajari di indonesia,
namun ditemukan penyakit tsb di
Indonesia, karena virus Chikungunya telah
dapat diisolasi dari nyamuk Ae. Aegypti di
Jakarta
Gejala klinis mirip Jap. B. encephalitis,
ditandai dengan demam, sakit kepala
seperti influenza dan penderita mengalami
kelumpuhan motorik
Vektor : Ae aegypti dan Ae albopictus
19. 3.1.4. PENYAKIT DEMAM
KUNING
Vektor : Ae aegypti
Belum pernah dilaporkan di Indonesia
walaupun vektornya tersebar di seluruh
Indonesia
Di Amerika Selatan dan Afrika Selatan
penyakit tsb dilaporkan ada sejak puluhan
tahun
Gejala Klinis : pusing, sakit punggung,
demam, muntah. Kematian terjadi 5-8 hari
setelah terinfeksi
20. 3.2. VEKTOR PENYAKIT
RIKETSIA
3.2.1. Penyakit Demam Semak Demam
semak = Scrub typhus, tsutsugamushi
disease, Delikoorts
Di temukan di Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Irja
21. Penyebab penyakit : Rikettsia
tsutsugamushi
Gejala klinis : kepala pusing, malaise,
limfodenitis, adanya escar.
Angka kematian berkisar 1 - 60%
Vektor : Leptotrombidium akamusi, L.
deliensis, L. fletsheri
22. DAUR HIDUP
Metamorfosis tak sempurna (telur-larva-
nimfa-dewasa) selama 1 – 2 bulan
Stadium larva mengisap darah manusia
dan binatang mamalia
Penularan transovarian : sejak larva
Leptotrombidium mendapatkan infeksi
Rickettsia sampai menjadi larva generasi
berikutnya masih tetap infektif
23. Leptotrombidium dewasa berukuran ± 1 mm
Hidup sbg pemangsa arthropoda lain dan
pemakan tanaman
Hanya stadium larva yang menghisap darah
mamalia dan manusia
Telur diletakkan ditanah atau tangkai tanaman
spt. rumput atau semak
Larva mencari mangsa untuk menghisap darah
Sta. nimfa dewasa
Pertumbuhan telur dewasa memerlukan waktu
1-2 bulan
24.
25.
26.
27.
28. EPIDEMIOLOGI
R. tsutsugamushi biasanya hidup sebagai parasit
tikus ladang
Pencegahan Penularan : Menghindari kontak
dengan tungau saat bekerja di ladang/hutan di
daerah endemi, yaitu membedaki kaos kaki dan
sepatu yang dipakai dengan serbuk DDT 10%
Menelan kloramfenikol 500 mg sehari selama 10
hari selama bertugas di ladang/hutan
29. 3.3. VEKTOR PENYAKIT
BAKTERI
3.3.1. Vektor Penyakit Pes
Pernah di temukan secara endemi di
Jawa Tengah Tahun 1968 terjadi epidemi
di Boyolali dengan banyak kematian
Di sebabkan oleh bakteri Yersinia pestis
Vektor : Pinjal Xenopsylla cheopis,
Stivalius cognatus, Neopsylla sondaica
30. Manusia terinfeksi melalui gigitan pinjal atau tinja
pinjal yang mengandung Y. pestis
Gejala Klinis : peradangan dan pembesaran
kelenjar limfe terbentuk benjolan/bubo (disebut
pes bubo/bubonic plague) Y. pestis masuk ke
dalam peredaran darah (disebut pes
septikimia/septichemic plague) masuk kedalam
paru (disebut pes paru/pulmonic plague).
Penderita dapat meninggal dalam 2-3 hari setelah
terinfeksi
Cara penularan : Propagatif
31. DAUR HIDUP
X. Cheopis, S. Cognatus dan N. Sondaica
termasuk ordo Siphonaptera
Badan pipih
Berukuran 1,5-4 mm
Pinjal hidup sebagai parasit tikus ladang dan
bersarang di antara bulu tikus
Mengalami metamorfosis sempurna selama 18
hari
32.
33.
34.
35. EPIDEMIOLOGI
Penyakit pes sebenarnya adalah penyakit tikus (zoonosis)
Pemberantasan:
Menangkap tikus dengan perangkap dan membunuhnya
Memberantas tikus dengan insektisida DDT dan BHC
(bensin heksaklorida) Upaya pemberantasan tsb
berbahaya, yaitu bila pinjal kehilangan hospesnya (tikus),
pinjal mencari hospes baru.
Jalan keluar: Tikus yang tertangkap dibersihkan pinjalnya
kemudian dilepas dan ditangkap kembali pada
penangkapan berikutnya
Mempertahan populasi tikus di daerah endemi pada
jumlah minimal ttt dan di pantau dengan indeks pinjal