3. PENDAHULUAN
Banyak cara para pakar tafsir al-Qur’an untuk menyajikan kandungan
dan pesan-pesan firman Allah. Ada yang menyajikan sesuai urutan
ayat-ayat yang tertulis dalam mushhaf. Pesan dan kandungannya
dihidangkan dengan rinci dan luas mencakup persoalan yang muncul
dalam benak mufassir, baik berhubungan langsung atau tidak langsung
dengan ayat yang ditafsirkannya. Cara ini dikenal dengan Tafsir Tahlili.
Ada yang memilih topik tertentu kemudian menghimpun ayat-ayat
yang berkaitan dengan topik tersebut dimanapun ayat ia temukan dan
menyajikan kandungan dan pesan-pesan yang berkaitan dengan topik
yang dipilihnya itu tanpa terikat dengan urutan ayat dan surat tersebut
dalam mushhaf dan tanpa menjelaskan hal-hal yang tidak berkaitan
dengan topik walau hal yang berkaitan itu secara tegas dikemukakan
oleh ayat dibahasnya. Cara ini dikenal dengan Tafsir Tematik.
4. PENGERTIAN TAFSIR TEMATIK / MAUDHU’I
Secara
Etimologis
Tafsir Maudhu’I terdiri dari dua kata, yaitu kata tafsir dan maudhu’I.
Kata tafsir termasuk bentuk mashdar (Kata benda) yang berarti
penjelasan, keterangan, uraian, Kata maudhu’I dinisbatkan kepada
kata maudhu’, isim maf’ul dari fi’il madhi wadhu’a, yang memiliki
makna beraneka ragam, yaitu : yang diletakkan, yang diantar, yang
ditaruk, atau yang dibuat-buat, yang dibicarakan/tema.
Secara
Terminologis
Menurut DR. Abdul Hayyi al-Farmawi, Tafsir maudhu’I/ tematik adalah
pola penafsiran dengan cara menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang
memiliki tujuan sama dengan arti sama-sama membicarakan satu
topik dan menyusun berdasarkan masa turun ayat dan melihat latar
belakang sebab-sebab turunnya, kemudian diberi penjelasan, uraian,
komentar dan pokok-pokok kandungan hukumannya.
Tafsir tematik dalam B. Arab disebut tafsir maudhu’I .
5. SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR TEMATIK / MAUDHU’I
Perkembangan tafsir al-Qur’an sejak awal pertumbuhannya di masa Rasulullah
SAW. Al-Qur’an telah ditafsirkan dengan sumber dari al-Qur’an sendiri, sehingga
dapat diketahui maksud firman Allah melalui penjelasan dari Allah itu juga dalam
ayat lain. Allah memiliki firman yang lebih mengetahui maksud yang
dikehendakinya dari yang lain. Dengan penafsiran Nabi, berarti telah
menanamkan tafsir tematik dan memberi isyarat bahwa lafal yang sukar
diketahui maksudnya dalam suatu ayat perlu dicari penjelasannya pada lafal
yang ada dalam ayat lain. Permulaan pertama yakni tafsir maudhu’I. sesudah itu
tumbuh bibit-bibit tafsir maudhu’I dalam beberapa halaman kitab-kitab tafsir
yang besar yang menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, yakni: al-Bayan fi
Aqsam al-Qur’an oleh Ibn al-Qoyyim, Mufradat al-Qur’an oleh al-Raghib, dan
Ahkam al-Qur’an oleh al-Jashshas. Metode tafsir maudhu’I ini di Mesir pertama
kali dicetuskan oleh Prof.DR.Ahmad Sayyid al-Kumi, Ketua Jurusan Tafsir pada
Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar Kairo sampai tahun 1981.
7. MACAM-MACAM TAFSIR TEMATIK
Penafsiran dengan cara menghimpun
seluruh atau sebagian ayat dari beberapa
surat yang berbicara tentang topik
tertentu untuk dikaitkan yang satu
dengan lainnya lalu diberi penjelasan dari
segala seginya, kemudian diambil
kesimpulan menyeluruh tentang masalah
tersebut menurut pandangan al-Qur’an.
Tafsir tematik semacam inilah yang lazim
dikenal dalam tafsir kontemporer akhir-
akhir ini.
8. KEDUDUKAN TAFSIR TEMATIK
Tafsir tematik termasuk tafsir bi al-Ma’tsur. Bila ditinjau segi sumber penafsiran
diambil dari penjelasan nash-nash al-Qur’an.
Tafsir ma’tsur merupakan bentuk penafsiran yang paling autentik dan akurat
serta dapat menjamin kebenaran. Karena penafsirannya dikembalikan kepada
yang memiliki firman, yaitu Allah SWT, dan Allah lebih mengetahui apa yang
dikehendaki dari firmanNya dari yang lain.
Tafsir tematik menduduki peringkat paling tinggi nilainya dari bentuk penafsiran
lainnya. Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya yang berjudul : Tafsir al-Qur’an al-
Azhim menyebutkan : Bila ditanyakan metode tafsir apakah yang paling baik,
maka jawabanya yang paling baik ialah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an,
sebab hal-hal yang dijelaskan secara global di suatu tempat, kadang-kadang
dijelaskan rinci di tempat lain.
Oleh karena itu, banyak para pakar tafsir akhir-akhir ini cenderung tertarik
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan tafsir
tematik.
9. URGENSI TAFSIR TEMATIK
Menurut pendapat Ahmad Sayid al-Kumi, hidup di zaman modern sekarang ini
sangat membutuhkan kehadiran corak tafsir tematik. Karena dengan cara kerja
yang sedemikian itu memungkinkan seseorang memahami masalah yang dibahas
dan segera sampai kepada hakikat masalah dengan jalan yang singkat, praktis dan
mudah.
Tafsir tematik mempunyai nilai kwalitas tafsir yang paling tinggi. Karena seleksi
penafsiran harus bermuara kepada kehendak firman Ilahi. Semua gagasan
mufassir yang dihasilkan dari pengalaman kehidupan yang mungkin benar dan
salah harus dikonsultasikan kepada wawasan qur’ani.
Tafsir tematik memegang peranan di masa sekarang ini, karena hanya dengan
menggunakan metode ini, silabi pelajaran dan mata kuliah tafsir diberbagai
tingkatan sekolah formal, baik ditingkat madrasah Tsanawiyah, Aliyah, atau
tingkat perguruan tinggi Islam seperti IAIN ( Institut Agama Islam Negeri ), STAIN (
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ), PTAIS ( Perguruan Tinggi Agama Islam
Swasta ) dapat diwujudkan dan dijabarkan dalam bentuk buku-buku pelajaran
tafsir, diktat-diktat tafsir sesuai dengan berbagai tema yang diinginkan oleh setiap
sekolah dan perguruan tinggi yang bersangkutan, sehingga dapat memperlancar
kegiatan belajar-mengajar dan sekaligus dapat menunjang pendidikan Nasional di
Negara Republik Indonesia.
10. KELEBIHAN METODE TAFSIR TEMATIK
PRAKTIS DAN
SISTEMATIS
MEMBUAT
TAFSIR
MENJADI
DINAMIS
MENJAWAB
TANTANGAN
ZAMAN
MEMBUAT
PEMAHAMAN
MENJADI
UTUH