TUGAS-2 HADIS TEMATIK DAKWAH OLEH Efrilia Dewi. SM IV KPI-C FDK UINSU 2019/2020
1. PRESENTED BY:
EFRILIA DEWI (0101182089).
SM IV KPI-C FDK UINSU 2019/2020
DOSEN: H. MOHD IQBAL A. MUIN, LC, MA
2. METODE MAUDHU’IY DALAM PEMAHAMAN HADIS
I. Pendahuluan
Salah satu fungsi utama hadis adalah sebagai sumber hukum Islam
kedua setelah al-Qur’an. Hadis harus dipahami dengan baik dan benar agar
maksud yang diinginkan oleh syariat tepat sasaran. Dalam memahami hadis
diperlukan metode-metode tertentu sehingga dapat melahirkan pemahaman
yang tepat.
Salah satu metode dalam memahami hadis adalah metode maudu’iy
tematis koleratif, karena hadis- hadis yang nampak bertentangan tersebut
hanyalah sebagian dari hadis-hadis rasulullah yang menyangkut masalah
tertentu yang kandungan maknanya terkait erat dengan hadis-hadis lain.
3. APA ITU METODE MAUDU’IY???
Metode maudhu’iy berasal dari dua kosa kata yaitu metode dan
maudhu’iy. Metode berasal dari bahasa Yunani “methodos” yang berarti
“cara atau jalan”. Dalam bahasa Inggris kata ini diartikan dengan
“method” dan dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan thariqat dan
manhaj. Dalam bahasa Indonesia kata metode mengandung arti: “cara
yang teratur dan terfikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu
pengetahuan dan sebagainya). Cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan. Jadi dapat disimpulkan bahwa metode adalah jalan atau cara
melakukan atau membuat sesuatu dengan sistem dan melalui prosedur
untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang dimaksud.
4. Sedangkan al-maudhû`iy ()الموضوعى berasal dari bahasa Arab,
yaitu ism maf`ûl (kata kerja) وضع yang berarti masalah atau
pokok perkataan. Dalam pemakaiannya dapat berarti
mendahulukan, meletakan, menyatukan, memukul, menyusun
atau mengarang, memasukan, membuka, dan melahirkan.
Sedangkan huruf الياء diakhirnya adalah ya nisbah yaitu sesuatu
yang di-nisbah-kan (dibangsakan) kepada pokok permasalahan.
Dengan demikian, secara etimologi al-maudhû`iy adalah suatu
tema pembahasan atau pokok pembicaraan.
5. Menurut Al-Farmawi metode tafsir ialah metode yang membahas ayat-ayat al -
Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan
dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait
dengannya.
M. Quraish Shihab, mengatakan bahwa metode maudu’iy mempunyai 2
pengertian. Pertama, penafsiran menyangkut satu surat dalam al-Qur’an dengan
menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan merupakan tema ragam dalam surat
tersebut antara dengan yang lainnya dan juga dengan tema tesebut. Kedua, penafsiran
yang bermula dari menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang dibahas satu masalah tertentu
dari berbagai ayat atau surat al-Qur’an dan sedapat mungkin diurut sesuai dengan urutan
turunnya, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh ayat-ayat tersebut, guna
menarik petunjuk al-Qur’an secara utuh tentang masalah yang dibahas itu.
Arifuddin Ahmad mengatakan bahwa metode maudhu’iy adalah pensyarahan
atau pengkajian hadis berdasarkan tema yang dipermasalahkan, baik menyangkut aspek
ontologisnya maupun aspek epistemologis dan aksiologisnya saja atau salah satu sub dari
salah satu aspeknya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemahaman hadis dengan metode maudhu’ iy
berarti suatu pemahaman terhadap hadis-hadis yang memiliki satu tema atau topik
pembahasan dengan mengkaji yang berkaitan dengan baik dan teratur sesuai urutan
dalam rangka memudahkan untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang
dimaksudkan oleh hadis Rasûlullaâh shallallâhu `alaihi wasallam.
6. Apa Saja Langkah Kerja Pemahaman Hadis Maudhu’iy ??
Dalam penerapan metode ini, ada beberapa langkah yang harus ditempuh
oleh mufassir. Seperti yang dikemukakan oleh al-Farmawi sebagai berikut:
1. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik)
2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan suatu masalah tertentu.
3. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan
tentang ashab an-nuzul.
4. Memahami korelasi ayat-ayat tesebut dalam suratnya masing-masing.
5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna.
6. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok
bahasan.
7. Mempelajari ayat-ayat yang ditafsirkan secara keseluruhan dengan jalan
menghimpun ayat-ayat tersebut yang mempunyai pengertian yang sama, atau
mengkompromikan antara yang umum dan yang khusus atau yang pada
lahirnya bertentangan sehingga semuanya bertemu dalam satu muara tanpa
perbedaan ataupun pemaksaan dalam penafsiran.
Langkah-langkah maudu’iy diatas memang bukan dipelopori oleh al-
farmawi yang merupakan seorng guru besar di fakultas Ushuluddin al Azhar
dan secara praktek telah dilakukannya.
7. Menurut Yusuf al-Qardhawiy ada beberapa langkah untuk mengambil
pemahaman hadis-hadis Rasulullah Saw yang baik dan yang benar yaitu:
1. Memahami Sesuai dengan petunjuk Al-qur’an.
2. Mengumpulkan hadis-hadis yang satu tema.
3. Menggunakan cara jam`u dan al-arjîh diantara hadis-hadis mukhtalîf.
4. Memahami hadis sesuai dengan latar belakang hadis tersebut, Situasi dan
kondisinya, serta tujuan hadis tersebut disampaikan oleh Rasûlullâh
shallallâhu `alaihi wasallam.
5. Menjelaskan antara sarana yang berubah dan tujuan yang tetap.
6. Membedakan antara yang hakikat dan majaz dalam pemahaman hadis-hadis
Rasûlullâh shallallâhu `alaihi wasallam.
7. Membedakan antara yang ghaib dan yang nyata.
8. Memastikan makna istilah kata dalam hadis.
Langkah-langkah di atas tidak secara tegas dinyatakan oleh Yusuf al-
Qardhawiy sebagai pemahaman hadis dengan metode maudhu`iy tetapi
secara praktek dia telah melaksanakannya.
8. Menurut M. Quraish Shihab ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan
didalam menerapkam metode maudhu’iy :
1. Penetapan masalah
2. Menyusun ayat sesuai dengan masa turun
Langkah-langkah diatas dikenal diindonesia dengan metode tafsir
tematik, yang kemudian dikembangkan oleh Quraish Shihab, salah
seorang pakar tafsir dan ilmu-ilmu al-Qur’an kebanggaan masyarakat
indonesia.
9. CONTOH PENERAPAN METODE MAUDHU’IY
Berikut contoh penerapan hadis maudhu’iy berdasarkan langkah
kerja di atas. Tema yang dibahas adalah persoalan basmalah. Untuk
mengumpulkan hadis-hadis tersebut, penulis menggunakan Mausuah
hadis dengan memakai kata ُحِتَتْفَيmaka di temukan hadis-hadis sebagai
berikut, di antaranya:
Al-Bukhari: 701
َنَأ ْنَع َةَداَتَق ْنَع ُةَبْعُش َانَثَّدَح َلاَق َرَمُع ُْنب ُصْفَح َانَثَّدَحُ َّاَّلل ىَّلَص َّيِبَّنال َّنَأ ٍكِلاَم ِْنب ِسْيَلَعَرَمُع َو ٍرْكَب اَبَأ َو َمَّلَس َو ِه
َر ِ َّ َِّلل ُدْمَحْال ِب َة ََلَّصال َونُحِتَتْفَي واُناَك اَمُهْنَع ُ َّاَّلل َي ِضَرَينِمَلاَعْال ِب
Ibn Majah: 804
َع َونَُاره ُْنب ُدي ِزَي َانَثَّدَح َةَبْيَش يِبَأ ُْنب ِرْكَب ُوبَأ َانَثَّدَحَسْيَم ِْنب ِلْيَدُب ْنَع ِمِلَعُمْال ٍْنيَسُح ْنَع َةَرَةَشِئاَع ْنَع ِاءَز ْوَجْال يِبَأ ْن
ِقْال ُحِتَتْفَي َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ َّاَّلل ىَّلَص ِ َّاَّلل ُلوُسَر َانَك ْتَلاَقَينِمَلاَعْال ِبَر ِ َّ َِّلل ُدْمَحْال ِب َةَءاَر
Setelah hadis-hadis tersebut dikumpulkan, maka langkah selanjutnya adalah kategorisasi/
klasifikasi terhadap hadis-hadis tersebut berdasarkan matannya. Setelah itu di teliti
kualitas hadis yang mewakili setiap kualifikasi, setelah kajian sanad dan matannya selesai
. Maka dilanjutkan dengan pemahaman terhadap hadis tersebut.
10. Adapun pendapat para imam para imam mazhab tentang bacaan basmalah,
adalah:
1. menurut Madzhab Maliki Basmalah bukan merupakan satu ayat dari surat
al-Fatihah bahkan bukan merupakan satu ayat dari al-Quran. Hal ini
berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan ‘Aisyah Ra. (Diriwayatkan
oleh Dar al-Quthni dalam kitab Tafsir Ayatul Ahkam, juz I, hal. 35).
2. Imam Malik berpendapat bahwa Basmalah bukan bagian dari al-Fatihah,
dan karena itu Basmalah tidak dibaca ketika membaca al-Fatihah dalam
shalat. Beliau beralasan antara lain karena al-Quran bersifat mutawwatir,
dalam arti periwayatannya disampaikan oleh orang banyak yang
jumlahnya meyakinkan. Sedang riwayat tentang Basmalah dalam al-
Fatihah tidak demikian. Buktinya adalah kenyataan tentang terjadinya
perbedaan pendapat. Disamping itu menurut penganut madzhab Malik,
tidak ada satu riwayatpun yang bernilai shahih yang dapat dijadikan dalil
bahwa Basmalah pada al-Fatihah adalah bagian dari al-Qur`an. Bahkan
justru sebaliknya, sekian banyak riwayat yang membuktikan bahwa
Basmalah bukan bagian darinya.
11. 3. Mazhab Hanafiah berpendapat bahwa disunatkan membaca basmalah secara sir bagi orang yang
shalat berjamaah atau sendiri. Mazhab ini berpedapat bahwa basmalah bukanlah bagian dari ayat
al-Fatihah. Imam Abu Hanifah membaca basmalah dalam shalat jahr adalah secara sir atau
mengambil jalan tengah setelah menggabungkan dan mengkompromikan dalil-dalil diatas.
Menurut beliau, Basmalah dibaca dalam shalat ketika membaca surah al-Fatihah, tetapi tidak
dengan suara keras.
4. Mazhab Syafi’iyah berpendapat hukum membaca Basmalah dalam al-Fatihah ketika shalat adalah
wajib, karena bacaan Basmalah itu salah satu ayat dari al-Fatihah yang menjadi rukun shalat itu
sendiri.
5. Imam Syafi`i yang menilai Basmalah sebagai awal surah al-Fatihah, dan karena shalat tidak sah
tanpa membaca al-Fatihah, maka Basmalah harus dibaca ketika membaca surah al-Fatihah.
Alasannya cukup banyak.
6. Menurut Mazhab Hanbali, basmalah termasuk salah satu ayat dari ayat al-Fatihah maka wajib
membacanya didalam shalat. Akan tetapi membacanya secara sir tidak jahr.
Jadi dapat diuraikan tidak kurang dari lima belas dalil. Antara lain riwayat Abu Hurairah
yang menyatakan bahwa Nabi saw, bersabda, “Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat, awalannya adalah
Bismilllahirrahmanirrahim” (HR. ath-Thabrani dan Ibn Mardawih). Demikian juga informasi istri
Nabi saw. Ummu Salamah yang menyatakan bahwa Rasul saw. Membaca al-Fatihah termasuk
Basmalah (HR. Abu Daud Ahmad Ibn Hanbal dan al-Baihaqi). Melihat perbedaan yang telah
dipaparkan di atas, masing-masing dari kelompok memiliki pendapat yang berbeda-beda dan
memiliki pijakan masing-masing terhadap sesuatu yang diyakininya benar.
12. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN METODE MAUDHU’IY
KELEBIHAN :
1. Menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadis nabi adalah suatu cara
terbaik di dalam menafsirkan al-Qur’an.
2. Kesimpulan yang dihasilkan metode maudhu’iy mudah dipahami
3. Metode ini memungkinkan seseorang untuk menolak anggapan adanya ayat-
ayat yang bertentangan dalam al-Qur’an, sekaligus membuktikan bahwa al-
Qur’an sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat
KEKURANGAN :
1. Memenggal ayat al-Qur’an, yang dimaksud menggambil kasus yang terdapat
dalam satu ayat atau lebih yang mengandung banyak permasalahan yang
berbeda, misalnya dalam ayat yang terdapat petunjuk tentang sholat dan
zakat, biasanya kedua ibadah itu diungkapkan dalam satu ayat, apabila ingin
membahas tentang zakat misalnya, maka mau tak mau masalah shalat harus
ditinggalkan, dan fokus pada pembahasan zakat supaya tidak mengganggu
saat menganalisanya. Cara seperti ini dipandanng kurang sopan terhadap ayat
al-Qur’an terutama oleh kalangan ulama shalaf, sebab letak urut ayat dalam
al-qur’an merupakan maslah taufiqy. Namun selama tidak merusak
pemahaman, sebenarnya cara seperi itu tidak dianggap suatu yang negatif.