1. Pengertian Model-Model Tafsir dalam Al-Qur’an
Istilah “Model” dalam bahasa Indonesia bermakna pola,
contoh dan ragam/corak dari suatu yang akan dibuat
atau dihasilkan.
Definisi yang lain dari Model adalah abstraksi dari sistem
sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana
serta mempunyai tingkat presentase yang bersifat
menyeluruh.
Atau Model adalah abstraksi dari realitas dengan hanya
memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari
kehidupan sebenarnya.
2. Pengertian Model-Model Tafsir dalam Al-Qur’an
Adapun pengertian Tafsir adalah penjelasan mengenai
pengertian suatu kata, dan penjelasan itu dapat bersifat
hakiki (menurut makna kata itu sendiri), tetapi dapat pula
bersifat majazi (tidak menurut makna katanya), namun
masih dalam kerangka maksudnya.
Sedangkan tafsir menurut al-Kilabi, tafsir adalah
menjelaskan al-Qur’an, menerangkan maknanya, dan
menjelaskan apa yang dikehendaki nash, isyarat, atau
tujuan-Nya.
3. Jadi pengertian model-model tafsir adalah ragam/corak
dan abstraksi dalam menjelaskan al-Qur’an,
menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang
dikehendaki nash, isyarat, atau tujuannya
4. Model-Model Tafsir dalam Al-Qur’an
M. Quraish Shihab, mengatakan bahwa model / corak
penafsiran yang dikenal selama ini, antara lain :
Tafsir sufistik
Tafsir Fiqih
Tafsir Falsafi
Tafsir Al Farabi
Tafsir Ikhwan As Shafa
Tafsir Ibnu sina
Tafsir Ilmi’
Tafsir Adabi-Ijtimai’I
5. Tafsir sufi atau yang lebih dikenal dengan
istilah tafsir Isyari, secara etomologis berasal
dari asal kata asyara-yusyiru-isyaratan yang
berarti memberi isyarat atau petunjuk.
Jadi kata “Isyari” berfungsi sebagai keterangan
sifat bagi lafal “tafsir”
Dengan demikian “tafsir Isyari” berarti: sebuah
penafsiran al-Qur’an yang berangkat dari
isyarat atau petunjuk. Artinya penafsiran
diberikan sesuai dengan isyarat atau petunjuk
yang diterima oleh mufassirnya melalui ilham..
6. Tafsir Fiqih
Setelah Rasulullah SAW wafat, para fuqaha’
dari kalangan sahabat mengendalikan
ummat di bawah kepemimpinan
Kulafau’rasyidin. Jika terdapat persoalan-persoalan
baru yang belum pernah terjadi
sebelumya, maka al-Qur’an merupakan
tempat kembali mereka menginstinbathkan
hukum-hukum syara’nya.
7. Tafsir Falsafi
Pendekatan ini dapat membantu memahami Al-
Qur’an dalam upaya menjelaskan inti,
hakikat, atau hikmah mengenal sesuatu yang
berada dibalik objek formalnya.
Para ulama tidak seluruhnya sepakat dengan
penjelasan filsafat, bahkan di antara mereka
terjadi perbedaan dalam penerimaannya.
Adapun yang diperdebatkan dalam
pemakaian filsafat adalah nilai kebenaran
dan cara penelusuruannya..
8. Tafsir Al Farabi
Al-Farabi adalah roh pengerak tradisi filsafat. Ia wafat
pada tahun 339 H sebagaimana dalam kitabnya Fushush
al Hikam dari sebagian ayat dan hakikat dalam Al-Qur’an.
Tafsirnya termasuk dalam kategori tafsir falsafy.
Tafsir Ikhwan As Shafa
Penjelasan terhadap Al-Qur’an seperti di atas
dapat kita temukan dalam ikhwan al Shafa yang
meskipun tidak diketahui secara tepat kapan
penulisannya, akan tetapi dapat dilacak dari hubungannya
dengan sekte batiniyah Ismailiyah. Sebagian dari
penjelasannya yang terkenal adalah permasalahan surga
dan neraka. Bahwa sesunguhnya Surga adalah alam
aflak, sedangkan neraka adalah alam di bawah falak
bulan, yaitu alam dunia.
9. Ibnu Sina digambarkan seperti seseorang muslim yang di
tangan kanannya terdapat Al Qur’an dan di tangan kirinya
terdapat ilmu filsafat, sehingga ia sanggup memadukan dengan
jernih antara agama dan filsafat. Ia mengsikronkan antara
nash-nash Al-Quran dengan pandangan-pandangan filsafat
yang keduanya berada saling berdialektika.
Pandangan Ibnu Sina terhadap Al-Qur’an dan Filsafat adalah
memahami pandangan filsafat dalam Al-Qur’an dan
menjelaskan Al-Qur’an dengan filsafat. Adapun metodologi
yang digunakan Ibnu Sina yaitu menjelaskan makna hakikat
agama dengan pemikiran filsafat. Hal ini didasarkan bahwa
sesungguhnya Al-Qur’an adalah tak terkecuali dengan
beberapa ketentuan yang ketentuan itu oleh Nabi Muhammad
saw terpancang pada makna hakikat yang terkandung.
10. Tafsir Ilmi’
Al-Qur’an mendorong pula pengembangan ilmu pengetahuan. Al-
Qur’an mendorong ummat Islam untuk memerdekakan akal dari
belenggu keraguan, melepaskan belenggu-belenggu berfikir, dan
mendorongnya untuk mengamati fenomena alam. Allah telah
mendorong kita untuk mengamati ayat-ayat kauniah, di samping
ayat-ayat Qur’aniah. Jadi pendekatan ini menafsirkan ayat-ayat Al-
Qur’an yang berkaitan dengan feneomena-fenomena alam
Tafsir Adabi-Ijtimai’I
Madrasah Tafsir Adab Ijtimai”I berupaya menyingkap keindahan Al-
Qur’an dan mukjizat-mukjizatnya : menjelaskan makna dan
maksudnya, memperlihatkan aturan-aturan Al-Qur’an tentang
kemasyarakatan, dan mengatasi persoalan yang dihadapi ummat
Islam secara khusus dan permasalahan ummat lainnya secara
umum. Semua itu dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk Al-
Qur’an yang menuntun jalan bagi kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Jadi corak penafsiran tafsir adab ijtimai’ berorientasi pada
sastra budaya kemasyarakatan