Dokumen tersebut membahas peran dokter hewan dalam mengendalikan resistensi antimikroba di sektor kesehatan hewan. Dokter hewan bertanggung jawab untuk memastikan penggunaan antibiotik pada hewan dilakukan dengan tepat dan bijak untuk melestarikan efikasi antibiotik bagi hewan dan manusia. Dokter hewan perlu menerapkan prinsip penggunaan antibiotik yang bijak, seperti hanya menggunakan antibiotik berdasark
Peran Dokter Hewan Dalam Pengendalian Resistensi Antimikroba - Webinar Ditjen PKH-FAO ECTAD, 30 November 2020
1. PERAN DOKTER HEWAN
DALAM PENGENDALIAN
RESISTENSI ANTIMIKROBA DI
SEKTOR KESEHATAN HEWAN
Drh TRI SATYA PUTRI NAIPOSPOS MPhil PhD
Ketua 2 Pengurus Besar
Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB-PDHI)
Webinar “Risiko Resistensi Antimikroba dan
Penggunaan Antimikroba yang Bijak dan
Bertanggung Jawab” – 30 November 2020
World Antibiotic
Awareness Week 2020
2. ▪ Resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) adalah
salah satu tantangan global terbesar masa kini.
▪ Kedokteran hewan modern dibangun di atas kemampuan kita
untuk mengendalikan infeksi bakteri, dan sangat tidak
terbayangkan apabila kita tidak memiliki kemampuan itu lagi.
▪ Tanpa kemampuan ini, berbagai prosedur medis (terutama
pengobatan hewan sakit) dan bedah (surgical) yang saat ini
dianggap hampir sebagai pekerjaan rutin akan menjadi tidak
mungkin; bahkan infeksi setelah bedah kecil mungkin saja bisa
mengancam jiwa hewan yang menjadi pasien kita.
2
Masalah Resistensi Antimikroba
3. ▪ Meskipun ada konsekuensi potensial
yang signifikan tentang resistensi
antimikroba, belum ada pengukuran
kuantitatif mengenai konsumsi
antimikroba secara global oleh ternak.
▪ Konsumsi antibiotik di sektor
peternakan diestimasi lebih dari
63.000 (±1500) ton pada 2010 dan
diperkirakan akan meningkat menjadi
67% pada 2030 (Van Boeckel TP et
al., 2015).
3
Konsumsi antibiotik di sektor peternakan
• Rata-rata konsumsi antimikroba
sapi secara umum lebih rendah
(45 mg/PCU) daripada ayam (148
mg/PCU) dan babi (172 mg/PCU).
Sumber: Van Boeckel TP. et al., 2015. Global trends in antimicrobial use in food animals.
4. ▪ Di kedokteran hewan, penggunaan antimikroba adalah kompleks,
dan metoda pemberiannya berbeda, bergantung kepada konteks dan
pertimbangan spesies hewan.
▪ Sementara untuk hewan peliharaan mengikuti proses yang sama
seperti resep untuk manusia, sedangkan hewan penghasil pangan
pengendalian infeksi bakteri dapat dicapai dengan cara terapeutik,
metafilaktik, dan profilaktik setelah pemberian resep dokter hewan.
▪ Dokter hewan adalah profesional medis, dan mempunyai tanggung
jawab kesehatan masyarakat untuk memastikan antibiotik digunakan
dengan tepat dan bijak untuk melestarikan efikasi antibiotik untuk
hewan dan manusia.
4
Peran antimikroba pada hewan
5. ▪ Resistensi antimikroba (AMR) adalah ketika mikroba berevolusi
menjadi lebih resisten atau sepenuhnya resisten terhadap antimikroba
yang sebelumnya dapat mengeliminasinya.
▪ Kedokteran hewan memiliki masalah resistensi antimikroba yang
semakin meningkat di semua bidang kegiatan, dengan dampak pada
kesehatan manusia.
▪ Munculnya methicilin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
yang dikaitkan dengan ternak dan methicillin-resistan.
Staphylococcus pseudintermedius (MRSP) pada hewan peliharaan
hanyalah satu contoh dari kemunculan dan menyebarnya resistensi
antimikroba, dengan dampak pada kesehatan manusia.
5
Masalah AMR di kedokteran hewan
6. 6
▪ Akibat penyalahgunaan
dan penggunaan
antimikroba yang
berlebihan, bakteri dan gen
resisten dapat
disebarluaskan antara
hewan dan manusia melalui
berbagai jalur, seperti
kontak hewan/manusia,
lewat rantai pangan, dan
lingkungan sekitar
(Harrison, E.M. et al., 2013;
Economou, V. et al., 2015).
Resistensi antimikroba
dapat menyebar antara
hewan, manusia dan
lingkungan
7. ▪ MRSA pada manusia pertama kali muncul di rumah sakit pada 1970-
an, dan pada 1990-an meningkat secara dramatis di seluruh dunia,
menjadi suatu masalah klinis yang serius di lingkungan rumah sakit.
▪ MRSA pada hewan juga diidentifikasi akhir-akhir ini; penting untuk
membedakan antara MRSA yang diisolasi pada hewan peliharaan,
dan MRSA dari hewan produksi pangan.
▪ Evolusi MRSA pada spesies hewan berbeda menjadi suatu kajian
kritis terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan kemunculannya
dari sudut pandang kesehatan hewan dan kesehatan manusia.
7
MRSA pada manusia dan hewan
Sumber: Joint scientific report of ECDC, EFSA and EMEA on meticillin resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) in livestock, companion animals and foods (2009).
8. ▪ Pengenalan enrofloxacin dalam kedokteran hewan dengan cepat diikuti
oleh munculnya resistensi fluoroquinolone di antara isolat Campylobacter
dari ayam pedaging, dan tak lama kemudian pada manusia.
▪ Seperti halnya dengan avoparcin, resistensi terhadap fluoroquinolone
pada populasi manusia dan hewan tetap langka di negara-negara yang
belum menggunakan fluoroquinolone pada hewan penghasil pangan.
▪ Peningkatan resistensi cephalosporin generasi ke-3 pada Salmonella
dan E. coli juga diamati menyusul peningkatan penggunaan antibiotik ini
pada hewan. Selanjutnya, penarikan dan introduksi kembali antibiotik ini
kemudian diikuti dengan penurunan dan munculnya lagi masalah
resistensi di antara isolat Salmonella dari hewan dan manusia.
8
Contoh AMR pada hewan ke manusia
9. ▪ Antimikroba untuk penggunaan medis veteriner (veterinary medical
use of antimicrobial agents): pemberian suatu antimikroba kepada individu
atau sekelompok hewan untuk pengobatan, pengendalian atau
pencegahan penyakit infeksius.
▪ Antimikroba untuk penggunaan non medis veteriner (non veterinary
medical use of antimicrobial agents): pemberian antimikroba kepada
hewan untuk tujuan apapun selain pengobatan, pengendalian atau
pencegahan penyakit infeksius; termasuk pemacu pertumbuhan.
▪ Pemacu pertumbuhan (growth promotion): pemberian antimikroba
kepada hewan hanya untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan berat
badan atau efisiensi pemanfaatan pakan.
9
Definisi menurut OIE (Artikel 6.9.2.)
10. • Pengobatan: pemberian antimikroba kepada individu atau
sekelompok hewan yang menunjukkan gejala klinis dari suatu
penyakit infeksius.
• Pengendalian: pemberian antimikroba kepada sekelompok hewan
yang berisikan hewan sakit dan hewan sehat (diduga terinfeksi), untuk
meminimalkan atau menghentikan gejala klinis dan mencegah
penyebaran penyakit lebih lanjut.
• Pencegahan: pemberian antimkiroba kepada individu atau
sekelompok hewan yang berisiko (at risk) yang memperoleh infeksi
spesifik atau dalam situasi spesifik dimana penyakit infeksius
cenderung akan terjadi jika obat tidak diberikan.
10
Definisi pengobatan, pengendalian dan
pencegahan (OIE Code Artikel 6.9.2.)
11. ▪ Di kedokteran hewan, yang harus dilakukan
adalah:
- mempromosikan penggunaan antimikroba
yang bijak dan bertanggung jawab pada
hewan;
- mengumpulkan data penggunaan
antimikroba veteriner di seluruh Indonesia;
dan
- menyediakan rekomendasi saintifik
tentang penggunaan antimikroba tertentu
pada hewan.
11
Apa yang harus kita lakukan?
12. 12
Tiga faktor penentu perilaku profesional
Penelitian alternatif
teurapetik dan
manajemen untuk
mengurangi penggunaan
antimikroba
SAINS
ATURAN
ETIK
Menentukan norma bagi
dokter hewan yang
memungkinkan regulasi
penggunaan antimikroba
yang benar dan rasionalKomunikasi dan
edukasi dokter hewan
di sektor produksi dan
veteriner
13. ▪ Akses ke antibiotik online membahayakan penggunaan yang bijak dan
bertanggung jawab, meningkatkan risiko munculnya resistensi bakteri.
▪ Di Indonesia, antibiotik untuk hewan dijual melalui “tokopedia”, “bukalapak”,
“shopee”, “blibli”, “Lazada”, dan lainnya.
▪ Jenis antibiotik yang dijual, misalnya: Limoxin, Oxylin Oksitetrasiklin,
Penstrep, Medoxy-LA, Animalcylin, Roxine, dan lainnya.
▪ Search Google dengan kata kunci “buy veterinary antibiotics”, ternyata 57%
website beroperasi di Amerika Serikat, dan 55% di antaranya tidak perlu
resep. Fluoroquinolone ditawarkan oleh 79% website (49% tanpa resep),
macrolide ditawarkan 72% website (45% tanpa resep), dan generasi ke-3
dan 4 cephalosporin ditawarkan oleh 49% website (27% tanpa resep).
▪ KESIMPULAN: Mudah sekali mengakses antibiotik lewat internet.
13
Penjualan online antibiotik untuk hewan
yang perlu diatur
Sumber: Garcia JF et al., 2020. The Online Sale of Antibiotics for Veterinary Use).
15. ▪ Pembuatan resep dan dispensasi antimikroba harus dijustifikasi oleh
diagnosis dokter hewan sesuai status pengetahuan ilmiah saat ini.
▪ Apabila perlu untuk meresepkan antimikroba, pembuatan resep harus
didasarkan pada diagnosis yang dibuat setelah pemeriksaan klinis
hewan oleh dokter hewan yang meresepkan. Jika memungkinkan,
pengujian kepekaan antimikroba harus dilakukan untuk menentukan
pilihan antimikroba.
▪ Antimikroba metafilaksis harus diresepkan hanya ketika ada kebutuhan
nyata untuk pengobatan. Dalam kasus seperti ini, dokter hewan harus
menjustifikasi dan mendokumentasikan pengobatan berdasarkan temuan
klinis tentang perkembangan penyakit dalam kelompok atau flok.
15
Prinsip penggunaan antimikroba (1)
Sumber: European Union. Guidelines for the prudent use of antimicrobials in veterinary medicine. (2015/C 299/04)
16. ▪ Antimikroba metafilaksis tidak boleh digunakan untuk menggantikan
praktik manajemen yang baik.
▪ Profilaksis rutin harus dihindari. Profilaksis harus dicadangkan hanya
untuk indikasi khusus kasus yang luar biasa.
▪ Pemberian pengobatan kepada seluruh kelompok atau flok harus
dihindari bila memungkinkan. Hewan yang sakit harus diisolasi dan
dirawat secara individual (misalnya dengan memberikan suntikan).
▪ Semua informasi yang berkaitan dengan hewan, penyebab dan sifat
alami infeksi dan berbagai produk antimikroba yang tersedia harus
diperhitungkan ketika membuat keputusan pengobatan antimikroba.
16
Prinsip penggunaan Antimikroba (2)
Sumber: European Union. Guidelines for the prudent use of antimicrobials in veterinary medicine. (2015/C 299/04)
17. ▪ Antimikroba spektrum sempit harus selalu menjadi pilihan pertama
kecuali kalau uji kepekaan dilakukan sebelumnya - jika tepat didukung
data epidemiologis yang relevan yang menunjukkan bahwa antimikroba
ini tidak akan efektif.
▪ Penggunaan antimikroba spektrum luas dan kombinasi antimikroba
harus dihindari (dengan pengecualian kombinasi tetap yang sudah
terkandung dalam produk obat hewan yang diotorisasi).
▪ Jika hewan atau kelompok hewan menderita infeksi berulang yang
membutuhkan pengobatan antimikroba, upaya harus dilakukan untuk
membasmi strain mikroorganisme dengan menentukan mengapa penyakit
ini berulang, dan mengubah kondisi produksi, budidaya peternakan
dan/atau manajemen.
17
Prinsip penggunaan antimikroba (3)
Sumber: European Union. Guidelines for the prudent use
of antimicrobials in veterinary medicine. (2015/C 299/04)
18. ▪ Penggunaan antimikroba yang rentan menyebarkan resistensi yang
dapat ditularkan harus diminimalkan.
▪ Antimikroba yang tidak mendapatkan otorisasi pemasaran sebagai produk
obat hewan untuk digunakan pada hewan penghasil pangan hanya bisa
digunakan ‘off-label’ jika mengandung senyawa yang diperbolehkan.
▪ Penggunaan ‘off-label’ antimikroba yang dimaksud di atas untuk hewan
bukan penghasil pangan (misalnya hewan peliharaan dan hewan untuk
olahraga) harus dihindari dan sangat terbatas pada kasus yang luar biasa,
misal ada alasan etik untuk melakukan itu, dan hanya jika uji kepekaan
laboratorium telah mengonfirmasi bahwa tidak ada antimikroba lain yang
akan efektif.
18
Prinsip penggunaan antimikroba (4)
Sumber: European Union. Guidelines for the prudent use
of antimicrobials in veterinary medicine. (2015/C 299/04)
19. ▪ Pengobatan antimikroba harus diberikan kepada hewan mengikuti
instruksi yang diberikan dalam resep dokter hewan.
▪ Kebutuhan untuk terapi antimikroba harus dinilai kembali secara
reguler untuk menghindari pengobatan yang tidak perlu.
▪ Jika memungkinkan, strategi alternatif untuk mengendalikan penyakit
yang telah terbukti sama efisien dan aman (misal vaksin) harus lebih
disukai daripada pengobatan antimikroba.
▪ Sistim farmakovigilans harus digunakan untuk mendapatkan informasi
dan umpan balik kegagalan terapeutik, sehingga dapat mengidentifikasi
potensi masalah resistensi dalam kasus penggunaan opsi pengobatan
yang ada, yang baru atau yang alternatif.
19
Prinsip penggunaan antimikroba (5)
Sumber: European Union. Guidelines for the prudent use of antimicrobials in veterinary medicine. (2015/C 299/04)
20. 20
Kelas antimikroba yang digunakan
hewan dan manusia
β‐lactams Penicillin, amoxicillin; ceftiofur
Macrolides & lincosamides Tylosin; tilmicosin; tulathromycin, lincomycin
Aminoglycosides Gentamicin; neomycin
Fluroquinolones Enrofloxacin, danofloxacin
Tetracyclines Tetracycline; oxytetracycline, chlortetracycline
Sulfonamides Various
Streptogramins Virginiamycin
Polypeptides Bacitracin
Phenicols Florfenicol
Pleuromultilin Tiamulin
Sumber: White Paper. Antibiotic Use in Food Animals. Information
synthesized from an Oct. 26‐27, 2011, symposium in Chicago .
21. ▪ WHO menentukan 5 (lima) kelompok antimikroba sebagai “highest
priority critically important antimicrobials” (HP-CIA) (cephalosporin
generasi ke-3, 4, dan 5, fluoroquinolone, glycopeptide, macrolide,
begitu juga polymyxin). Antimikroba ini dipertimbangkan esensial untuk
pengobatan infeksi spesifik pada manusia, dan penggunaannya pada
ternak harus dibatasi.
▪ OIE mempertimbangkan 3 (tiga) dari kelompok antimikroba di atas
(cephalosporin generasi ke-3 dan 4, fluoroquinolone, dan macrolide)
sebagai “Veterinary Critically Important Antimicrobial Agents” (VCIA)
harus tidak digunakan sebagai pengobatan preventif yang diberikan
melalui pakan dan air pada keadaan tidak ada gejala klinis pada hewan.
21
Antimikroba menurut WHO dan OIE
22. ▪ Dokter hewan perlu mempertimbangkan secara hati-hati bagaimana
meresepkan antibiotik, terutama antibiotik yang penting untuk
kedokteran manusia, untuk membantu melestarikan obat penyelamat
jiwa ini ke masa depan.
▪ Dalam membuat keputusan terapeutik, dokter hewan juga perlu
mempertimbangkan masalah lain, misalnya masa henti obat
(withdrawal time) dan interval pemotongan pada kasus hewan
penghasil pangan.
▪ Jika memungkinkan, pilihan harus didasarkan pada kultur dan uji
kepekaan (susceptibility testing) dan spektrum antibiotik tersempit yang
efektif melawan infeksi.
22
Peresepan oleh dokter hewan
Sumber: https://www.ava.com.au/amr
23. ▪ Australian Veterinary Association
(AVA) pada 2017 memulai proyek
bersama dengan Animal Medicines
Australia, untuk mengembangkan
pedoman praktik peresepan yang
baik untuk berbagai spesies ternak.
▪ Pedoman yang sudah diterbitkan
adalah untuk babi dan unggas.
▪ Pedoman yang akan dibuat
menyusul untuk domba, sapi perah,
sapi potong dan feedlot, dan kuda.
23
AVA: Pedoman peresepan antibiotik
Sumber: https://www.ava.com.au/amr
24. ▪ Antibiotik pilihan pertama (first line antibiotics):
digunakan setelah diagnosa bersamaan dengan
pendekatan pengobatan alternatif lainnya.
▪ Antibiotik pilihan kedua (second line antibiotics)
digunakan secara terbatas ketika uji kepekaan atau
hasil klinis sudah membuktikan bahwa antibiotik
pilihan pertama tidak efektif.
▪ Antibiotik pilihan ketiga (third line antibiotics)
digunakan sebagai upaya terakhir. Antibiotik harus
digunakan hanya apabila opsi lain tidak tersedia
dan sedapat mungkin diberikan hanya setelah uji
kepekaan selesai.
24
AVA: Penggunaan antibiotik yang sangat
penting untuk kesehatan manusia
Sumber: https://www.ava.com.au/amr
25. ▪ Rute pemberian harus diperhitungkan bersama kategorisasi ketika
meresepkan antibiotik.
▪ Daftar di bawah ini menunjukkan rute pemberian dan jenis formulasi yang
diberi peringkat dari yang terendah hingga yang tertinggi yang
diperkirakan berdampak pada resistensi antibiotik.
25
Faktor lain yang harus diperhatikan
- Pengobatan lokal individu (mis. injeksi ambing, tetes mata atau telinga).
- Pengobatan parenteral individu (intravena, intramuskular, subkutan).
- Pengobatan oral individu (seperti tablet, bolus oral).
- Pengobatan injeksi kelompok (metafilaksis), hanya apabila telah dijustifikasi.
- Pengobatan oral kelompok lewat air minum/susu pengganti (metafilaksis),
hanya apabila telah dijustifikasi.
- Pengobatan oral kelompok lewat pakan atau premiks (metafilaksis), hanya
apabila telah dijustifikasi. Sumber: https://www.ema.europa.eu/en/documents/report/infographic-
categorisation-antibiotics-use-animals-prudent-responsible-use_en.pdf
26. ▪ Dokter hewan harus menggunakan antimikroba
secara bijak dan bertanggung jawab dalam upaya
untuk memberikan layanan yang optimal bagi pasien
hewan, mengurangi perkembangan resistensi
antimikroba (AMR) dan melestarikan obat-obatan
penting ini untuk masa depan.
▪ Dokter hewan melalui Pemerintah (Ditjen PKH) dan
Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) harus
menyusun “Pedoman Penggunaan Antimikroba
yang Bijak dan Bertanggung jawab untuk Dokter
Hewan” sebagai langkah nyata dari peran dokter
hewan dalam mengatasi masalah AMR.
26
Kesimpulan dan rekomendasi
Pedoman Penggunaan
Antimikroba yang
Bijak dan
Bertanggung Jawab
untuk
Dokter Hewan