SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
Pengenalan
Salah satu cara yang digunakan oleh administrator pajak untuk mengatasi penghindaran pajak adalah saling
bertukar informasi. Pendekatan untuk melawan kegiatan penghindaran pajak internasional yang dilakukan
wajib pajak atas pendapatan dan pengeluaran lintas batas, tidak diizinkan oleh pasal-pasal substantif
DTA; sebaliknya, pertukaran informasi dikemas sebagai salah satu pasal administratif atau prosedural
DTA. Sekarangkami akan melakukaninvestigasi terhadapketentuanDTA yangdirancanguntukmemfasilitasi
kerjasama administratif antar administrasi.
Kerja sama administratif antara administrasi pajak di berbagai negara terbagi dalam tiga kategori besar:
(1) pertukaran informasi;
(2) pemulihan pajak yang belum dibayar; dan
(3) prosedur kesepakatan bersama.
Kita akan membahas masing-masing ini secara bergantian.
Pertukaran informasi
Dari sudut pandangadministrasi perpajakanpraktis, salahsatuketentuan anti-avoidance yangpalingkuatdi
DTA adalah kemampuan otoritaspajak di setiap negara yang mengadakan kontrak untukbertukar informasi
tentang wajib pajak. Secara luas, ketentuan tersebut memberdayakan otoritas pajak di Negara R untuk
mengumpulkan informasi tentang aktivitas wajib pajak dalam negerinya di Negara S dan, sebaliknya,
mengizinkanotoritaspajakdi NegaraSuntukmemperolehinformasi dari NegaraRtentangresiden NegaraR
yang melaksanakan aktivitas atau berinvestasi di Negara S.
Selain klausul pertukaran informasi dalam DTA bilateral, sejumlah konvensi dan arahan internasional
memfasilitasi pertukaran informasi antara otoritas pajak, termasuk:
(1) Model Perjanjian OECD 2001 tentang Pertukaran Informasi tentang Masalah Perpajakan (Bilateral
atau Multilateral);
(2) PetunjukBantuanBersamaUni Eropa (1977), yang menyelaraskanantaraNegaraAnggota Uni Eropa
dengan Pasal 26 Model OECD dalam DTA bilateral mereka dengan mewajibkan otoritas yang
kompeten dari Negara Anggota Uni Eropa untuk bertukar informasi guna memungkinkan mereka
mengeluarkan penilaian pajak yang benar;
(3) Konvensi Model OECD untuk Bantuan Administratif Bersama dalam Pemulihan Klaim Pajak (1981);
(4) Pedoman Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial Internasional untuk Kerja Sama Internasional
Melawan Penghindaran dan Penghindaran Pajak (1984);
(5) Konvensi Multilateral OECDdanDewanEropatentang BantuanAdministratif BersamadalamMasalah
Pajak (1988);
(6) Konvensi tentangBantuan Bersama dalam Masalah Pajak antara negara-negara Skandinavia (1972);
(7) Perjanjian Cartagena (1969); dan
(8) Perjanjian CARICOM(1994).
Pasal 26(1) OECD Model DTA diucapkandengan sangatluas. Tundukpadabeberapabatasanhukumdomestik
mitra DTA yang diatur dalam Pasal 26(2), Pasal 26(1) memaksa otoritas yang kompeten dari setiap negara
untuk:
bertukarinformasi yangdiperlukanuntukmelaksanakanketentuan-ketentuanKonvensiatauundang-
undang domestik mengenai pajak dari setiap jenis dan uraian yang dikenakan atas nama Negara-
negara pihak pada Persetujuan,atau sub-divisi politik atau otoritas lokal mereka,sejauhperpajakan
di bawahnya tidak bertentangan dengan Konvensi. Pertukaran informasi tidak dibatasi oleh Pasal 1
dan 2.
Anda akan ingat dari Bab 7 bahwa Pasal 1 dan 2 menetukan orang dan jenis pajak dalam DTA.
Administrasi pajakbiasanyatidakperlumemberi tahu residen bahwaiamemberikaninformasi tentangwajib
pajak kepada otoritas pendapatan asing, meskipun undang-undang domestik beberapa negara mewajibkan
otoritaspajak untukmelakukannya.Jikawajibpajakmengetahui rilisinformasi,umumnya tidakmemilikihak
keberatan. Namun,cakupanpertukaraninformasi dibatasi olehpersyaratanbahwainformasi tersebuthanya
diberikan sepanjang undang-undang perpajakan dalam negeri yang terkait tidak bertentangan dengan
ketentuan DTA antara kedua negara.
Permintaaninformasi dari administrasi pajakasingdapatmuncul dalam berbagai keadaan. Misalnya,Negara
Administrasi perpajakannya dapat menanyakan kepada administrasi pajak Negara S tentang jumlah dividen,
bunga atau royalti yang dibayarkanoleh residen NegaraSkepadaresiden NegaraR, atau tentangpajak yang
dibayarkanataspendapatantersebutdi NegaraS.Sebaliknya,administrasipajakNegaraSdapatmenanyakan
dari administrasi pajak Negara R tentang status tempat tinggal di Negara R penerima pendapatan tersebut,
untukmenguji kepemilikanmanfaatdari pendapatantersebutsebelummengizinkankonsesi pajakdi Negara
S di bawah DTA Negara R - Negara S.
Biasanya,administrasipajak negaramitraDTA akanmencari informasidari satusamalaintentangalokasi laba
usaha(profit) wajibpajakdi setiap negaradansaatmenerapkan Pasal 9OECDModel DTA dalammenyesuaikan
pendapatankenapajak dari perusahaanterkait,yang melakukantransferpricing. Misalnya,otoritaspajakdi
Negara R dapat memperoleh dari otoritas pajak Negara S harga wajar barang yang dibayar oleh perusahaan
independenyang berkedudukandiNegaraSuntukmenerapkandenganbenarundang-undangpajakdomestik
Negara R kepada residen Negara R yang menjual barang ke perusahaan asosiasi di Negara S.
Pertukaraninformasi di bawah Pasal 26 OECD Model DTA juga dapat efektif jikatransaksi disalurkanmelalui
negaraketiga,yangmungkinmerupakanyurisdiksisurgapajak. Misalnya,jikaresidenNegaraRmenjualbarang
ke perusahaan associated di NegaraT,di manaT menjual barangdenganhargayangdinaikkanke perusahaan
yang bertempattinggal di NegaraS, administrasi pajakdi NegaraS dapat memintadari administrasi pajakdi
NegaraR harga jual barangdari NegaraR ke NegaraT. Administrasi pajakdi NegaraSakanmengetahui harga
jual barang dari Negara T ke Negara S dan, denganinformasi dari otoritaspajak NegaraR, pemotonganyang
sesuai dapat dilakukan terhadap pembeli barang di Negara S.
Pertukaraninformasi antaraNegaraRdanNegaraS jugadapat memfasilitasiperolehanpengetahuantentang
residen negaraketiga. Misalnya,perusahaanresiden di NegaraT (PerusahaanT) denganNegaraR yangtidak
memilikiDTA,mungkinmenjual terlalumahal untukbarang-barangyangdijual ke perusahaan residen terkait
di NegaraR. JikaPerusahaanT memiliki bentukusahatetap di Negara S, dan ada suatu DTA antara NegaraR
dan Negara S, Negara R dapat meminta informasi dari Negara S tentang harga barang-barang Perusahaan T
yangdijual olehbentukusahatetapdandipindahkandari NegaraTke bentukusahatetapolehPerusahaanT.
Informasi dapatdipertukarkanberdasarkanpermintaan,secaraotomatisatauspontan. Pertukaraninformasi
atas permintaan cukup jelas. Informasi dipertukarkan secara otomatis di bawah beberapa pengaturan
transmisi sistematis antara negara-negara mitra DTA, misalnya database elektronik dari pemotongan pajak
non-residenyangdikumpulkanolehnegarasumber(danjenisdanjumlahpendapatanyangdikumpulkan)dari
residen negara lain yang melakukan kontrak .
Penyediaan informasi secara spontan muncul ketika otoritas pajak di satu negara menemukan informasi
tentangwajibpajak(biasanyamelalui investigasi),menganggap temuantersebutmenarikbagi otoritaspajak
negara mitra DTA dan secara sukarela mengirimkannya ke otoritas tersebut.
Teknik lain untuk bertukar informasi meliputi:
 pemeriksaan wajib pajak secara simultan, yaitu di mana kedua otoritas pajak menyelidiki urusan
perpajakan internasional seorang wajibpajak yang memiliki collective interest,pada saat yang sama
dan dengan cara yang terkoordinasi;
 pemeriksaanpajakdi luarnegeri,yaitupetugasotoritaspajaksatunegarabergabungdenganpetugas
otoritas pajak negara lain di negara lain tersebut untuk berpartisipasi dalam investigasi wajib pajak
yang melibatkan otoritas pajak kedua negara; dan
 pertukaran informasi di seluruh industri, yang berkaitan dengan informasi tentang sektor ekonomi
tertentu (misalnya industri perbankan atau farmasi), dan bukan dengan wajib pajak tertentu.
Terlepas dari cakupan yang luas bagi otoritas pajak di berbagai negara untuk bertukar informasi satu sama
lain, ada kendala yang memberikan perlindungan bagi pembayar pajak, yaitu kerahasiaan dan kewajiban
pemberitahuan.
Pasal 26(1) OECD Model DTA selanjutnya mensyaratkan bahwa:
informasi apapunyangditerimaolehsuatuNegarapihakpadaPersetujuan akandiperlakukansebagai
rahasiadengancara yang samaseperti informasiyangdiperolehberdasarkanhukumnasionalNegara
itu dan akan diungkapkan hanya kepada orang atau pihak berwenang (termasuk pengadilan dan
badan administratif) yang terkait dengan penilaian atau pengumpulan, penegakan atau penuntutan
sehubungan dengan, atau penetapan banding sehubungan dengan pajak sebagaimana dimaksud
dalam kalimat pertama. Mereka dapat mengungkapkan informasi dalam proses pengadilan umum
atau dalam keputusan pengadilan.
Pasal 26(2) selanjutnya membatasi kewajiban otoritas pajak yang diminta untuk memberikan informasi
kepada negara peminta. Secara khusus, negara sebelumnya tidak diharuskan untuk:
 melaksanakantindakanadministratif yangdimintayangberbedadengan, ataumemberikaninformasi
yangtidakdapatdiperolehberdasarkan,baikhukumdomestikataupraktikadministratif negara(yaitu
harus ada timbal balik dari hukum internal dan praktik administratif setiap negara: mereka harus
sesuai untuk permintaan untuk diberlakukan); dan
 memberikan informasi yang akan mengungkapkan rahasia bisnis, yang akan bertentangan dengan
kebijakan publik.
Singkatnya, informasi yang diterima hanya dapat diungkapkan kepada orang yang bersangkutan dengan
penilaian pajak, pengumpulan pajak, penegakan hukum pajak, prosecu ti selama pelanggaran pajak dan
prosedur pengadilan.
Pemulihan pajak
Dengantidakadanya perjanjianantarpemerintah,umumnya,putusanpengadilandi satunegaratidak dapat
ditegakkan di negara lain. Oleh karena itu, putusan yang mendukung administrasi perpajakan, yang
memungkinkanpemulihanasetdari wajibpajaknon-residenuntukmenebus kewajibanperpajakannya,dalam
praktiknya tidak efektif jika tidak ada pasal tertentu dalam DTA atau konvensi internasional terpisah, yang
mengesampingkan hukum domestik negara non-residen.
Beberapa negara telah menandatangani perjanjian pemulihan pajak bilateral untuk mencegah pembayar
pajak menghindari kewajiban pajak di satu negara dengan menghentikan keberadaan mereka di, dan
memindahkan aset mereka dari, negara di mana kewajiban pajak mereka muncul, atau dengan mengubah
tempat tinggal mereka ke negara lain; lihat, misalnya, Perjanjian Pemulihan Pajak Belanda-Selandia Baru
(2001). Adajugaperjanjianmultilateral dengantujuanyangsama;lihat,misalnya,PetunjukUni Eropa2001/44
/EC tanggal 15 Juni 2001 tentangbantuantimbal balikuntukpemulihanklaimpajakmemperpanjangPetunjuk
1976 tentang bantuan dalam pengumpulan pajak tidak langsung untuk pendapatan dan pajak lainnya, dan
Pajak Bantuan Administratif Benelux Perjanjian (1952).
Bantuandalampemungutandanpemulihanpajakdapatdilakukandalamberbagaibentuk,termasukbantuan
dalam melayani dokumen (seperti surat pemberitahuan pajak dan penilaian), pertukaran informasi yang
relevan untuk pengumpulan, pelestarian aset, permintaan pembayaran, penuntutan, dan penyitaan aset.
Pasal 27(1) OECD Model DTA mengharuskannegara-negarayangterikatkontrakuntukmembantusatusama
lain dalam pengumpulan "klaim pendapatan". Pasal 27(2) mendefinisikan "klaim pendapatan" sebagai:
jumlahyang terhutangsehubungandenganpajakdalamsegalajenisdanuraian yangdikenakanatas
nama Negara-negarapihakpadaPersetujuan,atausubdivisi politikatauotoritaslokal mereka,sejauh
perpajakandi bawahnyatidakbertentangandenganKonvensiiniatauinstrumenlaindi manaNegara-
negarapihakpada Persetujuanberada.pihak,sertabunga,dendaadministratif,danbiayapenagihan
atau pemeliharaan terkait dengan jumlah tersebut. (penekanan ditambahkan)
Pasal 27(1) mencatatbahwabantuandalampengumpulanpajaktidakdibatasi oleh Pasal 1dan2,yangberarti
bahwabantuan dalampenagihantidakterbataspadadebiturwajibpajakyangmerupakan residen salahsatu
negara yangmengadakankontrakatau jenispajak yangditentukandalamPasal 2. Yang terakhirini konsisten
dengankata-kata "pajakdari setiapjenisdandeskripsi"dalam Pasal 27(2). Inti Pasal 27 terletakpada ayat 3.
Di Pasal 27(3),negarayangdimintadiharuskanuntukmemungutklaimpajakyangsahdari negaralainnyayang
melakukan kontrak. Pengumpulan harus dilakukan sesuai dengan hukum dan prosedur negara yang
diminta.Negaraituharusmenerapkanlangkah-langkahpemeliharaan(Pasal 27(4)),yaitumencegahhilangnya
aset oleh wajib pajak, di mana yurisdiksi asing memiliki, atau akan mengajukan, klaim pajak.
Statuta pembatasan negara peminta berlaku (Pasal 27(5)), klaim tidak memiliki prioritas apa pun di bawah
hukum negara yang diminta, dan substansi klaim pendapatantidak perlu peninjauan dari pengadilan negara
yang diminta (Pasal 27(6)), tindakan penegakan hukum, yang dapat ditinjau seperti itu.
Akhirnya, bantuan dalam pengumpulan tunduk pada prinsip timbal balik yang sama dengan pertukaran
informasi berdasarkan Pasal 26(2), yaitu negara yang terikat kontrak tidak diharuskan untuk melampaui
hukum internalnya sendiri dan praktik administratifnya atau yang ada di negara lain untuk memenuhi
kewajiban berdasarkan Pasal 27.
Prosedur Kesepakatan Bersama
Seorangwajibpajakdapatditempatkandalamposisi yangtidakmenguntungkanbukankarenakeputusannya
sendiri di mana dua administrasi pajak yang berbeda dari negara dalam DTA mempunyai interpretasi yang
berbeda dari keadaan faktual wajib pajak, menafsirkan bahasa yang sama di DTA secara berbeda atau
menerapkan pengertianatau konsep yang berbeda dalam merumuskan pandangan mereka tentang posisi
pajak wajib pajak. Potensi konflik seperti itu dipikirkan oleh penulis DTA. Sebagai contoh, kami telah
memeriksa di Bab 3 hierarki tes subjektif dalam tie-breaker rule yang diterapkanuntuk menentukan tempat
tinggal wajibpajakberdasarkan Pasal 4(2) OECDModel DTA. Masing-masingkriteriatersebut — rumahtetap,
pusat kepentingan vital, tempat tinggal biasa, dan (pada tingkat yang lebih rendah) kebangsaan - dapat
ditafsirkan dengan cara yang berbeda oleh orang yang berbeda dalam memutuskan ke negara mana wajib
pajak memiliki keterikatan yang lebih besar. Karena potensi hasil yang berlawanan, Pasal 4(2d) OECD Model
DTA mensyaratkan bahwa otoritas yang kompeten (yaitu pejabat dari administrasi pajak) dari setiap negara
"menyelesaikan pertanyaan dengan kesepakatan bersama".
Pasal 25 OECD Model DTA telahdirancangsebagai mekanisme untukmenyelesaikanperbedaandalamsudut
pandang masing-masing administrasi pajak dan oleh karena itu untuk membebaskan wajib pajak dari
kesulitannya. Pasal 25 OECD Model DTA melayani dua jenis kesepakatan bersama:
- kesepakatan kasus khusus (berdasarkan Pasal 25(1)); dan
- perjanjian interpretatif (berdasarkan Pasal 25(3)).
Perjanjian kasus khusus berarti bahwa otoritas yang berwenang harus mencapai kesepakatan di antara
mereka sendiri tentang kasus tertentu yang berkaitan dengan wajib pajak tertentu. Pasal 25(1) menyatakan
bahwa:
di mana seseorang menganggap bahwa tindakan salah satu atau kedua negara yang berkontrak
menghasilkanatauakanmengakibatkanbaginyapengenaanpajakyangtidaksesuaidenganketentuan
Konvensi ini, ia mungkin, terlepas dari perbaikan yang diberikan oleh hukum nasional dari Negara-
negara tersebut, menyerahkan kasusnya kepada pihak yang berwenang di Negara pihak pada
Persetujuandi manadiamenjadi residen atau,jikakasusnyaberadadi bawah Pasal 24(2), ke kasusdi
Negara pihak pada Persetujuan di mana dia adalah residen.
Pasal 25(1) selanjutnyamengaturbahwaperkara WajibPajak harus disampaikankepadainstansi berwenang
dalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pertama tindakan yang mengakibatkan
pengenaan pajak tidak sesuai dengan ketentuan DTA.
Istilah"otoritasyangkompeten"didefinisikan dalamPasal3(1f) OECDModel DTA danakan,dalamDTA aktual,
administrasi pajak di setiap negara yang mengadakan kontrak.
Pasal 25(1) memungkinkan wajib pajak untuk memulai proses kesepakatan bersama dimana wajib pajak
menganggap bahwa tindakan dari salah satu atau kedua negara yang terikat kontrak akan mengakibatkan
pengenaan pajak yang salah. Dengan kata lain, hasil tersebut belum perlu terjadi sebelum wajib pajak
menyampaikan kasusnya kepada otoritas yang berwenang.
Perhatikan Pasal 25(1) mewajibkan wajib pajak untuk menyampaikan kasusnya kepada otoritas yang
berwenang di negara tempat ia menjadi residen, yaitu bukan kepada otoritas yang berwenang dari negara
Source. Perhatikan juga bahwa hak wajib pajak untuk mengajukan kasusnya berdasarkan Pasal 25(1) dapat
dilaksanakan meskipun wajibpajak mungkin sudah mengupayakanpemulihan atas keluhannya berdasarkan
hukum domestik salah satu negara, yaitu wajib pajak masih dapat memanfaatkan opsi yang ditawarkan
kepadanyaberdasarkanPasal25(1) meskipundapatmelaksanakankeberatandan/atauhakbandingnyauntuk
(katakanlah) suatuketetapanpajakberdasarkanhukumdomestikdari negarapihakyangmengadakankontrak
yang berusaha untuk memungut pajak atas wajib pajak.
Setelah kasus pembayar pajak diajukan padanya, Pasal 25(2) OECD Model DTA selanjutnya menyatakan
bahwa:
yang berwenang wajib berusaha, jika keberatan tampaknya akan menjadi dibenarkan dan itu tidak
dengan sendiri mampu untuk sampai pada solusi yang memuaskan, untuk menyelesaikan kasus
dengan kesepakatan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara lain, dengan maksud
untuk penghindaran pajak yang tidak sesuai dengan Konvensi.
Oleh karena itu Pasal 25(2) itulah kewenangan prosedur kesepakatan bersama berlangsung.
Menyadari lamanya waktu yang sering tidak beraturan yang dilakukanolehprosedur kesepakatan bersama,
Pasal 25(2) juga menetapkan bahwa kesepakatan apa pun yang dicapai antara pihak berwenang yang
berkompeten akan dilaksanakan meskipun ada batasan waktu yang diberlakukan oleh hukum domestik
negara-negara yang mengadakan kontrak.
Prosedur kesepakatan bersama tidak sesuai dengan pendekatan yudisial yang umum untuk penyelesaian
sengketa pajak. Di bawah hukum domestik di sebagian besar negara, pengadilan memutuskan keabsahan
suatu pungutan pajak; Di bawah prosedur kesepakatan bersama, otoritas yang berwenang (yaitu otoritas
pajak) adalahhakimataskepatutanpungutanpajaktertentu. Olehkarenaitu,kami memilikihasilpenerimaan
pajak berdasarkan kesepakatan antara dua administrasi pajak, fokus utama masing-masing lebihcenderung
kepada pertimbangan anggaran (budgert), yaitu perlindungan pendapatan, atau didorong oleh kebijakan,
daripada kepentingan wajib pajak. Hasil dari prosedur kesepakatan bersama biasanya dicapai tanpa
keterlibatan wajib pajak (setelah kasusnya diajukan) atau perwakilan wajib pajak selama
musyawarah. Sebaliknya, dalam proses peradilan seorang wajib pajak memiliki kesempatan untuk
mengajukankasusnyakepadapembuatkeputusanyangtidakmemihakdancukupyakin bahwaargumennya
akan dievaluasi secara independen dan adil terhadap argumen dari administrasi pajak yang menuntut.
Olehkarenaitu,prosedurkesepakatanbersamacocokuntukpenyelesaiansengketayangmelibatkankonsesi
(atau"horse-trading")antaranegara-negarayangterikatkontrakuntukpadaakhirnyamencapaikompromidi
antara mereka (biasanya mengenai pembagian pendapatan) atas kewajiban pajak wajib pajak
tertentu. Bandingkan dengan pendekatan yuridis analisis teknis hukum (termasuk ketentuan DTA yang
relevan) untuksampai padahasil pajakbagi wajibpajakberdasarkanketerampilaninterpretasi hukumhakim
dan analisis fakta kasus wajib pajak, terlepas pada negara yang berkontrak mana yang akan mengumpulkan
pajakakhirnya. Tidaksepertikeputusanyudisial,hasil dari prosedurkesepakatanbersamatidakdipublikasikan
(biasanya atas dasar kerahasiaan wajib pajak).
Selainitu,prosedurkesepakatanbersamabersifatinformal,melibatkankomunikasi danmungkinpertemuan
antara pejabatdari masing-masingadministrasipajak. Sebaliknya,prosesperadilanmengikuti protokol formal
yang dirancang untuk memastikan bahwa proses hukum dan keadilan alami dipertahankan.
Penjelasan OECD Model DTA menyarankan pendekatan untuk menangani hubungan antara prosedur
kesepakatan bersama yang dilakukan bersamaan dengan proses peradilan. Meskipun tidak ada alasan bagi
suatunegarakontrakuntukmenolakpenyajian,danuntukmenolakpertimbangan,kasusseorangwajibpajak,
namun tepat untuk mengakui kebutuhan untuk menghindari perbedaan atau kontradiksi antara keputusan
pengadilan dan hasil dari prosedur kesepakatan bersama. Olehkarena itu, Para. 31 penjelasan OECD Model
DTA mengusulkan bahwa penerapan keputusan yang disepakati bersama antara otoritas yang kompeten
dilakukan dengan tunduk pada:
- penerimaan kesepakatan bersama oleh wajib pajak; dan
- penarikan gugatan wajib pajak pada hukum tentang poin-poin yang diselesaikan dalam kesepakatan
bersama.
Pasal 25(3) OECD Model DTA mengesahkanjeniskeduadari kesepakatanbersama,yaitu kesepakatanbersama
interpretasi. Pasal 25(3) menyatakan bahwa:
otoritas yang berwenang dari Negara-negara pihak pada Persetujuan akan berusaha untuk
menyelesaikandengankesepakatanbersamasetiapkesulitanataukeraguanyangtimbul sehubungan
dengan interpretasi atau penerapan Konvensi,
Paragraf ini memberdayakan negara-negara yang terikat kontrak untuk mencapai beberapa kesepakatan
bersama tentang interpretasi ketentuan dalam DTA mereka secara independen dari masalah yang pertama
kali diajukan oleh wajib pajak dalam hal Pasal 25(1).
Pasal 25(3) biasanyadigunakanuntukmenyelesaikankesulitanyangbersifatumumyangmenyangkutkategori
wajibpajakdan,tanpa perlumerundingkankembali (bagiandari) DTA secara resmi, dapat digunakan untuk:
(a) memperjelasarti istilah-istilahyangtelahdidefinisikansecaratidak lengkap atau ambigu dalam DTA;
(b) menyelesaikankesulitan(tidakpenting),yangmungkinmuncul denganpenerapanDTA ketikasalahsatu
negara yang terikat kontrak mengubah hukum domestiknya; dan
(c) menentukan bagaimana aturan tertentu dari hukum domestik negara yang melakukan kontrak
(misalnya aturan kapitalisasi tipis) akan diterapkan dalam hal artikel tertentu (misalnya artikel bunga
dan dividen) dari DTA.
Tanpa diskriminasi
Prinsip umum non-diskriminasi dalam perlakuan terhadap reside suatu negara seringkali diabadikan dalam
hukum konstitusional atau undang-undang hak asasi manusia negara tersebut. Dalam konteks perpajakan,
diskriminasi dapat dianggap sebagai perlakuan yang tidak menguntungkan dari seorang wajib pajak
dibandingkan dengan wajib pajak lain atau kategori wajib pajak sehubungan dengan item kena pajak yang
sama dan dalam keadaan yang sama.
"Diskriminasi"telahdidefinisikansecaraluassebagai:perlakuanyangsamaterhadapkasusyangberbedaatau
perlakuan yang tidak setara terhadap kasus yang sebanding. Dalam konteks pajak
internasional discriminatio n paling sering mengambil bentuk perlakuan berbeda dari pembayar pajak yang
situasi sebanding kecuali dalam hal karakteristik seperti kebangsaan.
Pasal 24 OECD Model DTA berisi persyaratan non-diskriminasi yang melarang setiap negara mitra untuk
melakukan diskriminasi antara warga negara dan perusahaannya dan negara lain dalam menerapkan
ketentuan DTA antara kedua negara. Selain itu, sejauh menyangkut Negara Anggota Uni Eropa, dokumen
pendiriankomunitasnegaratersebut,yangdisebut"PerjanjianRoma"(1957),melarangsatuNegaraAnggota
untuk melakukan diskriminasi terhadap warga negara dan perusahaan Negara Anggota lain. Perjanjian
tersebut mensyaratkan perlakuan yang sama antara warga negara dari Negara Anggota UE dan non-
nasionalnya yang merupakan warga negara dari Negara Anggota lainnya dengan mengabadikan empat
"kebebasanfundamental"yangmenjadi pusatoperasipasarinternalUEyangtidakterkekang,yaitukebebasan
pergerakan barang dan jasa, kebebasan pergerakan orang, kebebasan pendirian dan kebebasan pergerakan
modal.
Aturan dasar non-diskriminasi dalam Pasal 24(1) OECD Model DTA adalah bahwa:
warganegara[NegaraR] tidakakan dikenakan pajak di [NegaraS] untuksetiappajakataupersyaratan
yang terkait dengannya, yang lain atau lebih memberatkan daripada pajak dan persyaratan yang
terkaitwarganegara[NegaraS] dalamkeadaanyangsama,khususnyayangberkaitandengantempat
tinggal,sedangatau mungkindikenakan. Ketentuanini,terlepasdari ketentuanPasal 1,juga berlaku
untuk orang yang bukan residen salah satu atau kedua [Country R atau Country S] . (penekanan
ditambahkan)
Prinsip non-diskriminasi yang terkandung dalam Pasal 24(1) oleh karena itu menyalakan kewarganegaraan
seorang wajib pajak, dan bukan tempat tinggal wajib pajak.
Sejauh Pasal 24 prihatin, Negara S dapat secara sah membedakan antara residen dan non-residen Negara S
(yang mungkin merupakan residen Negara R). Tetapi Negara S tidak dapat membedakan antara warga
negaranyadanwarga NegaraR yang beradadalamkeadaanyangsama denganwarganegaranya. Pasal 24 (1)
memberi tahu kita bahwa, dalam mengevaluasi keadaan dua wajib pajak (satu warga Negara R dan yang
lainnya warga Negara S), kita harus mempertimbangkan terutama keadaan tempat tinggal masing-masing
warga negara.
Oleh karena itu, diskriminasi atas dasar kebangsaan hanya ada jika kewarganegaraan, bukan yang lain,
menjadi kriteria yang menentukan perlakukan kurang menyenangkan bagi wajib pajak menurut hukum
domestik Negara S. Sebaliknya, jika Negara S memperlakukan warga negara dari Negara R kurang
menyenangkandari warga negaranya sendiri karena alasan selainkebangsaan (yaitu kriteria yang menjamin
perlakuanpajakyangberbedaadalahsatu selainkebangsaan),tidakadapelanggaran Pasal24(1) OECDModel
DTA. Oleh karena itu, satu keadaan tertentu yang tidak termasuk dalam Pasal 24(1) adalah perlakuan yang
kurang menguntungkanbagi non-residenNegaraS, bahkanjika merekaadalahwarga negara NegaraR. Jadi,
hanya warga Negara S yang tinggal di Negara R (berada dalam keadaan yang sama dengan wajib pajak yang
bersangkutan yang bukan warga negara Negara S dan juga residen Negara R) adalah dasar perbandingan.
Misalnya, di bawah Pasal 24(1) tidak ada diskriminasi dalam perlakuan pajaknya jika Negara S memajaki
pendapatan non-residen pada tingkat yang lebih tinggi daripada pendapatan residen Negara S. Ini karena
Pasal 24(1) mensyaratkan perlakuan non-diskriminatif terhadap warga negara dari kedua negara dalam
keadaan yang serupa. Oleh karena itu, warga Negara R yang bukan residen Negara S harus diperlakukan
dengancara yang sama seperti warganegaraS yangbukan residen NegaraStetapi residen NegaraR.Karena
undang-undangperpajakandari Negara S,yangmemberlakukantarif pajakyanglebihtinggi padanon-residen
Negara S, berlaku sama untuk non-residen yang merupakan warga negara Negara R dan non-residen yang
merupakan warga negara dari Negara S, kedua warga negara tersebut diperlakukan dengan sama.
KarenaPasal 1OECD Model DTA menentukanbahwaketentuanDTA hanyaberlakuuntuk residennegarayang
mengadakan kontrak, untuk Pasal 24 beroperasi dalam kaitannya dengan warga negara, maka Pasal 24
menimpa Pasal 1.
Jadi, apa yang dimaksud dengan "nasional" suatu negara? Pasal 3(1g) (Definisi umum) OECD Model DTA
mendefinisikan istilah "nasional", dalam kaitannya dengan negara yang terikat kontrak, sebagai:
(i) setiap orang yang memiliki kewarganegaraan atau kewarganegaraan Negara pihak pada Persetujuan
itu; dan
(ii) setiap badan hukum, persekutuan atau persekutuan yang memperoleh statusnya seperti itu dari
undang-undang yang berlaku di Negara pihak pada Persetujuan itu.
Dengan demikian, konsep kebangsaan terkait kembali dengan hukum domestik negara yang melakukan
kontrak - baikundang-undangkewarganegaraanataukewarganegaraanuntukindividuatauhukumnyayang
mengaturpendirianperusahaan,kemitraan,asosiasi,perwalian,dll.Dalamkasusentitasyangdiwujudkanoleh
operasi hukum.
Olehkarenaitu,kitadapatmelihatbahwajaringkewarganegaraandilemparkanlebihlebardari jaringtempat
tinggal, sehingga tempat tinggal dapat dianggap sebagai bagian dari kewarganegaraan. Konsekuensinya,
perlindungandari diskriminasi ditawarkan oleh Pasal 24 merangkul kelompok yang lebih luas dari sekedar
residen suatu negara.
Fitur pembeda lebih lanjut tentang penerapan Pasal 24(1) adalah bahwa aturan non-diskriminasi berlaku
untuk "orang yang bukan residen salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan". Dengan kata lain,
selamaorang tersebutadalahwarga negara (katakanlah) NegaraR, perlindunganterhadapdiskriminasioleh
Negara S ditawarkan oleh DTA Negara R — Negara S, terlepas dari apakah orang tersebut juga merupakan
residen NegaraS. Konsekuensi Ketentuanini adalahbahwaseseorangyangmerupakan residenNegaraTdapat
memanfaatkan keuntungan pajak yang ditawarkan berdasarkan DTA antara Negara R dan Negara S karena
residen Negara T juga merupakan warga negara Negara R atau Negara S.
Pasal 24(1) menetapkan bahwa pajak dan persyaratan terkait yang diberlakukan oleh Negara S pada warga
negara Negara R tidak boleh "lain atau lebih memberatkan daripada" yang dikenakan pada warga negara
NegaraSitusendiri dalamkeadaanyangsamasepertiwarganegaraNegaraR. Sejauhmenyangkutpengenaan
pajak,ini berarti pertama-tamabahwapajakyangdikenakanpadawarganegaraNegaraRharussama dengan
pajak yang dikenakan pada warga negara Negara S; dengan kata lain, warga negara Negara R tidak dapat
dikenakan satu jenis pajak dan warga negara S dikenai jenis pajak yang berbeda sehubungan dengan
pendapatan yang sama (atau dasar pajak lainnya).
Kedua,di manajenispajakyangsamadiberlakukanolehNegaraSuntukwarganegaramasing-masingnegara,
pungutan pajak tidak boleh lebih memberatkanuntuk warga negara Negara R daripada untuk warga negara
NegaraS. Ini berarti bahwapungutanpajakharussamauntukwarganegaradari setiap negaradalamkeadaan
yang sama sehubungan dengan dasar kena pajak, tarif pajak dan hak atas kredit pajak apa pun.
Perhatikan pasal 24(1) berlakuuntukpajakapapun dalambentukatausifatapa pun. Hal ini diklarifikasilebih
lanjut oleh Pasal 24(6), yang menetapkan bahwa "ketetapan-ketetapan dalam Pasal ini akan, terlepas dari
ketentuan-ketentuan Pasal 2, berlaku untuk pajak-pajak dalam segala jenis dan uraian." Jadi, Pasal 24 juga
mengesampingkan Pasal 2dari OECDModel DTA. Jadi,kami tidaklagi terbataspadajenispajakyangtercakup
dalam DTA sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2. Oleh karena itu, Pasal 24 melampaui pajak selain pajak
atas pendapatan dan modal hingga pajak seperti harta warisan dan bea hadiah dan pajak tidak langsung,
misalnya PPN atau GST.
Selanjutnya, Pasal 24(1) OECD Model DTA tidak hanya berkaitan dengan diskriminasi dalam pengenaan
pajak. Hal ini jugaberkaitandenganmemastikanbahwatidakadadiskriminasi antarawarganegara NegaraR
dan Negara S sehubungan dengan "persyaratan apa pun yang terkait" dengan pajak apa pun, yang dapat
diberlakukan oleh Negara S pada warga Negara R dan warga negaranya sendiri (dan sebaliknya). Ini berarti
bahwa formalitas (misalnya persyaratan untuk mengajukan pengembalian, prosedur banding, persyaratan
pembayaran,persyaratanpencatatan,dll.) Yangterkaitdenganpenilaiandanpengumpulanpajaktidakdapat
lebihmemberatkanbagi warganegara NegaraR daripadauntukwarga negara NegaraS dalam keadaanyang
sama.
Pasal 24(2) OECD Model DTA menangani orang-orangtanpakewarganegaraan. Konsisten denganPasal 24(1),
itu menetapkan bahwa orang-orang tanpa kewarganegaraan yang merupakan residen dari negara yang
mengadakankontraktidak bolehdikenakanpajakataupersyaratanapa pun yang terkaitdengannyadi salah
satu negara yang terikat dengannya yang berlainan atau lebih memberatkan daripada perpajakan dan
persyaratanterkaitbagi warga negara dari negara yang bersangkutandalamkeadaan yang sama (sekali lagi,
khususnya yang berkaitan dengan tempat tinggal) sedang atau mungkin dikenakan.
Non-diskriminasi Pemanent Establishment
Pasal 24(3) OECD Model DTA secara khusus menangani BUT dan cermin Pasal 24(1) dalam konteks itu. Ini
menyatakan bahwa:
pengenaanpajakatassuatubentukusahatetapyangdimilikiolehsuatuperusahaandari [NegaraR] di
[Negara S ] tidak akan dipungut secara kurang menguntungkan di [Negara S ] dibandingkan dengan
pajak yang dikenakan atas usaha- usaha [Negara S] yang menjalankan kegiatan yang
sama. (penekanan ditambahkan)
Jadi,jikaPerusahaanR,yangmerupakanresiden NegaraR,mempunyai bentukusahatetapdi Negara S,maka
bentukusahatetapituharusdibandingkandengansuatu"perusahaandi NegaraSyangmenjalankankegiatan
yang sama dengan bentuk usaha tetap. Perusahaan di Negara S itu akan paling sering menjadi residen
perusahaan di Negara S.
Anda harus mencatatitu, tidakseperti Pasal 24(1), persyaratandi Pasal 24(3) hanyalahbahwa bentukusaha
tetaptidakakan dikenakanpajakyangkurangmenguntungkandibandingkandenganperusahaan di NegaraS
yang menjalankan kegiatan yang sama. Oleh karena itu, bentuk usaha tetap dapat dikenakan pajak yang
berbeda, tetapi pengenaan pajak yang berbeda dari perusahaan di Negara S tidak merupakan diskriminasi
selama pungutan pajak atas bentuk usaha tetap tidak lebih memberatkan.
Standar perbandingan untuk bentuk usaha tetap di sini adalah perusahaan-perusahaan di Negara S yang
tergabungdalamsektorkegiatanyangsama. Untukbentukusahatetapdanbadanusahayangdemikian,perlu
dipastikan bahwa tidak ada perbedaan yang lebih membebani bentuk usaha tetap sehubungan denganhal-
hal seperti :
- pengurangan biaya perdagangan;
- tunjangan depresiasi;
- alokasi untuk cadangan;
- akumulasi kerugian; dan
- pengecualian partisipasi atas dividen yang diterima.
Jikaseseorangyangmerupakan residen NegaraRmemilikitempatusahatetapdi NegaraS,ada kemungkinan
bahwa dia dapat memperoleh manfaat yang lebih besar daripada residen salah satu negara berdasarkan
haknyaatas tunjanganpribadi baikdi NegaraR(denganpenerapanhukumdomestikNegaraR) dandi Negara
S (berdasarkan prinsip perlakuan yang sama). Oleh karena itu, Pasal 24(3) membiarkannya terbuka untuk
Negara S untuk memutuskan apakah akan memberikan tunjangan dan bantuan pribadi individu atau tidak
dan, jika demikian, sejauh mana mereka, dengan menyatakan bahwa:
ketentuaninitidakdapatditafsirkansebagai kewajiban[NegaraS] untukmemberikan residen[Negara
R] tunjangan pribadi, keringanan dan penguranganuntuk tujuan perpajakan karena status sipil atau
tanggung jawab keluarga yang diberikan kepada residennya sendiri.
Pasal 24(4) OECD Model DTA memusatkan perhatian pada perlakuan yang sama terhadap pengurangan
pengeluaran dengan cara yang analog dengan doktrin pajak internasional tentang netralitas ekspor
modal. Pasal 24(4) menyatakan bahwa:
bunga, royalti dan pembayaran lain yang dibayarkan oleh suatu perusahaan dari [Negara S ] kepada
residen[NegaraR] akan, untuk tujuanmenentukanlabakenapajak dari perusahaantersebut,dapat
dikurangkan dalam kondisi yang sama seperti jika mereka telah dibayarkan kepada seorang residen
[Negara S].
Ketentuan ini memastikan bahwa Negara S tidak mengizinkan perusahaan residennya mengurangi tanpa
batasan pengeluaran jika penerima adalah residen Negara S, tetapi membatasi atau melarang deduction
ketika penerima adalah residen Negara R. Pasal 24(4) selanjutnya menerapkan aturan yang sama untuk
pengurangan yang diperbolehkan untuk hutang kepada residen Negara R ketika menentukan modal kena
pajak dari suatu perusahaan di Negara S.
Anda harus mencatat, bagaimanapun, Pasal 24(4) tunduk pada Pasal 9(1), 11(6) dan 12(4), yang
memungkinkan dilakukannya penyesuaian untuk tujuan perpajakan terhadap jumlah pengeluaran yang
relevan berdasarkanPasal-pasal tersebutdimanamerekadibayarantarapihak-pihakterkaitdanbukanjumlah
yang ditentukan secara sepihak. dasar panjang.
Pasal 24(5) OECD Model DTA melarang negara kontrak memberikan perlakuan pajak yang kurang
menguntungkan kepada perusahaan yang dimiliki oleh residen dari negara kontrak lainnya:
Perusahaan dari [Negara S], yang modalnya seluruhnya atau sebagian dimiliki atau dikendalikan,
secara langsung atau tidak langsung, oleh satu atau lebih residen [Negara R ] tidak akan dikenakan
pajak atau persyaratan apapun di [Negara S] yang berhubungan dengannya atas hal yang berlainan
atau lebihmemberatkandaripadaperpajakandanpersyaratanterkaityang dikenakanataumungkin
dikenakan oleh perusahaan serupa lainnya di [Negara S ] . (penekanan ditambahkan)
Hanya pajak perusahaan yang tercakup dalam ketentuan ini, dan bukan pajak pemegang saham.
Branch Profit Tax
Beberapa negara memungut Branch Profit Tax untuk menyamakan perlakuan pajak anak perusahaan dan
cabang yang dimiliki olehbukan residen. Branch Profit Tax dalam keadaan ini, pada dasarnya, sama dengan
pemotongan pajak dividen. Pasal 24(3) OECD Model DTA dapat mencegah pajak keuntungan cabang jika,
ketika ditambahkan ke pajak lain, mengakibatkan pajak melebihi pajak yang harus dibayar oleh perusahaan
dalamnegeri. Sepertiyangkitalihat di Bab5,seringkaliadaketentuaneksplisitdalam Pasal 10(Dividen),yang
memungkinkan negara yang mengadakan kontrak untuk mengenakan Branch Profit Tax dengan tarif yang
lebih rendah.
Klausul bangsa yang paling disukai
BeberapaDTA berisi klausul bangsayangpalingdisukai,yangberoperasidi manaNegaraRdanNegaraSmasuk
ke dalam DTA dan kemudian salah satu negara tersebut (misalnya, Negara S) masuk ke dalam DTA dengan
negara ketiga,yangmemberikanperlakuanpajak yanglebihmenguntungkandaripadadi bawah DTA Negara
R - Negara S. Warga negara dari Negara R kemudian dapat meminta agar mereka diberikanperlakuan pajak
yang lebih menguntungkan. Misalnya, Protocol to the Brazil-Korea (Rep.) DTA (1989) menyatakan bahwa:
Sehubungan dengan Pasal 10 dan 12, dipahami bahwa jika Brasil setuju untuk mengurangi tarif
pajaknyaatasdividen,labaatauroyalti kurangdari 15persen,yangdibayarkanoleh residenBrasil dan
yang tidak dimiliki oleh residen Negara ketiga. berlokasi di Amerika Latin secara menguntungkan
berhak dalam suatu Konvensi yang dibuat antara Brasil dan negara ketiga yang tidak berlokasi di
AmerikaLatinsetelahpenandatangananKonvensi ini,tarif yangsama yang diberikankepadaNegara
ketiga tersebut juga akan diterapkan untuk dividen, keuntungan dan royalti yang dimaksud. dalam
Pasal 10 dan 12 Konvensi ini .
Lebihumum,bagaimanapun,dimanaNegaraSmasukke dalamDTA berikutnyadengan negaraketiga(Negara
T) dengan perlakuan pajak yang lebih menguntungkan dalam beberapa hal daripada di bawah Negara R —
Negara S DTA, DTA terakhir dapat menetapkan Negara R dan Negara tersebut S akan segera melakukan
negosiasi untukmengubahpasal yangrelevandi NegaraR — NegaraSDTA agar sejalandenganpasal sepadan
yang lebihmenguntungkandi NegaraS — NegaraT DTA. Misalnya, Pasal 5 dari Protokol 2005 untukAustralia
— DTA Selandia Baru (1995) menyatakan: Dengan mengacu pada Pasal 10, 11 dan 12, jika dalam Perjanjian
mendatang dengan Negara lain mana pun, Selandia Baru harus membatasi perpajakannya pada sumber
dividen, bunga atau royalti ke tingkat yang lebih rendah daripada yang diatur dalam salah satu dari mereka
Articl es,PemerintahSelandiaBaruakantanpapenundaanmenginformasikanPemerintahAustraliadanakan
masukke negosiasi denganPemerintah Australia dengan tujuan untuk memberikan perlakuan yang sama .
Kesimpulan
Bab ini pertama-tama membahas jenis kerja sama antara administrasi pajak di negara yang mengadakan
kontrak dengan DTA. Salah satu sarana kerjasama yang disediakan di Pasal 26 OECD Model DTA adalah
pertukaran informasi antara otoritas pendapatan. Ketentuan ini tentu saja sering digunakan dalam upaya
mendeteksi danmenantangpenghindaranpajakdi lingkunganinternasional. Namun,kerjasamaadministratif
tidakterbatas pada tujuanitu. Kami melihatbahwakerjasama administratif yangdiotorisasi di bawah OECD
Model DTA meluas juga ke pengaturan pemulihan pajak - yang dapat difasilitasi berdasarkan perjanjian
pemulihanpajakterpisahantara negara- danproseduruntukmencapai kesepakatanbersamaantaraotoritas
pajak di setiap negara tentang bagaimana seharusnya wajib pajak. dikenakan pajak atas transaksi atau
kepentingan internasionalnya; atau, dengan kata lain, penerapan prosedur kesepakatan bersama untuk
menentukan bagaimana pendapatan pajak dari wajib pajak tersebut akan dibagi antara dua negara yang
mengadakan kontrak (Pasal 27).

More Related Content

What's hot

Akuntansi keuangan menengah ii
Akuntansi keuangan menengah iiAkuntansi keuangan menengah ii
Akuntansi keuangan menengah iiwuriastuti4
 
Ch07 - accounting intermediate - IND
Ch07 - accounting intermediate - INDCh07 - accounting intermediate - IND
Ch07 - accounting intermediate - INDMaiya Maiya
 
Bab 5 Manajemen Berdasarkan Aktivitas
Bab 5 Manajemen Berdasarkan Aktivitas Bab 5 Manajemen Berdasarkan Aktivitas
Bab 5 Manajemen Berdasarkan Aktivitas Hasta Prayuna Lolyta
 
C 14 indo INTERMEDIATE 2
C 14 indo INTERMEDIATE 2C 14 indo INTERMEDIATE 2
C 14 indo INTERMEDIATE 2rohima _yesung
 
BAB 3 PERILAKU BIAYA AKTIVITAS
BAB 3 PERILAKU BIAYA AKTIVITASBAB 3 PERILAKU BIAYA AKTIVITAS
BAB 3 PERILAKU BIAYA AKTIVITASEmilia Wati
 
Tugas individu akuntansi internasional
Tugas individu akuntansi internasionalTugas individu akuntansi internasional
Tugas individu akuntansi internasionalerianaey
 
Bab 4 & 5 piutang & persediaan
Bab 4 & 5 piutang & persediaanBab 4 & 5 piutang & persediaan
Bab 4 & 5 piutang & persediaanNyimas AyuFadillah
 
PSAK-46-Akuntansi-Pajak-Penghasilan-versi-kelas-06062014.pptx
PSAK-46-Akuntansi-Pajak-Penghasilan-versi-kelas-06062014.pptxPSAK-46-Akuntansi-Pajak-Penghasilan-versi-kelas-06062014.pptx
PSAK-46-Akuntansi-Pajak-Penghasilan-versi-kelas-06062014.pptxgaluhvindriarso1
 
BAB 10 PELAPORAN SEGMEN, EVALUASI PUSAT INFORMASI DAN PENETAPAN HARGA TRANSFER
BAB 10 PELAPORAN SEGMEN, EVALUASI PUSAT INFORMASI DAN PENETAPAN HARGA TRANSFERBAB 10 PELAPORAN SEGMEN, EVALUASI PUSAT INFORMASI DAN PENETAPAN HARGA TRANSFER
BAB 10 PELAPORAN SEGMEN, EVALUASI PUSAT INFORMASI DAN PENETAPAN HARGA TRANSFEREmilia Wati
 
tanggung jawab dan tujuan audit
tanggung jawab dan tujuan audittanggung jawab dan tujuan audit
tanggung jawab dan tujuan auditIndah Dwi Lestari
 
PPN dan PPnBM
PPN dan PPnBMPPN dan PPnBM
PPN dan PPnBMIcha Icha
 
Konsep hutang dan ekuitas
Konsep hutang dan ekuitasKonsep hutang dan ekuitas
Konsep hutang dan ekuitasRose Meea
 
UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2
UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2
UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2DIANA LESTARI
 
Kieso ifrs ch16 - ifrs (eps) indonesia
Kieso ifrs ch16 - ifrs (eps) indonesiaKieso ifrs ch16 - ifrs (eps) indonesia
Kieso ifrs ch16 - ifrs (eps) indonesiaFina Sari
 
Makalah SPM (Harga Transfer)
Makalah SPM (Harga Transfer)Makalah SPM (Harga Transfer)
Makalah SPM (Harga Transfer)Abdul Haris
 
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2iyandri tiluk wahyono
 

What's hot (20)

Akuntansi keuangan menengah ii
Akuntansi keuangan menengah iiAkuntansi keuangan menengah ii
Akuntansi keuangan menengah ii
 
Ch07 - accounting intermediate - IND
Ch07 - accounting intermediate - INDCh07 - accounting intermediate - IND
Ch07 - accounting intermediate - IND
 
Bab 5 Manajemen Berdasarkan Aktivitas
Bab 5 Manajemen Berdasarkan Aktivitas Bab 5 Manajemen Berdasarkan Aktivitas
Bab 5 Manajemen Berdasarkan Aktivitas
 
Subsequent events
Subsequent eventsSubsequent events
Subsequent events
 
Pengantar akuntansi1
Pengantar akuntansi1 Pengantar akuntansi1
Pengantar akuntansi1
 
Kewajiban dan ekuitas
Kewajiban dan ekuitasKewajiban dan ekuitas
Kewajiban dan ekuitas
 
C 14 indo INTERMEDIATE 2
C 14 indo INTERMEDIATE 2C 14 indo INTERMEDIATE 2
C 14 indo INTERMEDIATE 2
 
BAB 3 PERILAKU BIAYA AKTIVITAS
BAB 3 PERILAKU BIAYA AKTIVITASBAB 3 PERILAKU BIAYA AKTIVITAS
BAB 3 PERILAKU BIAYA AKTIVITAS
 
Tugas individu akuntansi internasional
Tugas individu akuntansi internasionalTugas individu akuntansi internasional
Tugas individu akuntansi internasional
 
Bab 4 & 5 piutang & persediaan
Bab 4 & 5 piutang & persediaanBab 4 & 5 piutang & persediaan
Bab 4 & 5 piutang & persediaan
 
PSAK-46-Akuntansi-Pajak-Penghasilan-versi-kelas-06062014.pptx
PSAK-46-Akuntansi-Pajak-Penghasilan-versi-kelas-06062014.pptxPSAK-46-Akuntansi-Pajak-Penghasilan-versi-kelas-06062014.pptx
PSAK-46-Akuntansi-Pajak-Penghasilan-versi-kelas-06062014.pptx
 
BAB 10 PELAPORAN SEGMEN, EVALUASI PUSAT INFORMASI DAN PENETAPAN HARGA TRANSFER
BAB 10 PELAPORAN SEGMEN, EVALUASI PUSAT INFORMASI DAN PENETAPAN HARGA TRANSFERBAB 10 PELAPORAN SEGMEN, EVALUASI PUSAT INFORMASI DAN PENETAPAN HARGA TRANSFER
BAB 10 PELAPORAN SEGMEN, EVALUASI PUSAT INFORMASI DAN PENETAPAN HARGA TRANSFER
 
tanggung jawab dan tujuan audit
tanggung jawab dan tujuan audittanggung jawab dan tujuan audit
tanggung jawab dan tujuan audit
 
Investasi-bagian 2
Investasi-bagian 2Investasi-bagian 2
Investasi-bagian 2
 
PPN dan PPnBM
PPN dan PPnBMPPN dan PPnBM
PPN dan PPnBM
 
Konsep hutang dan ekuitas
Konsep hutang dan ekuitasKonsep hutang dan ekuitas
Konsep hutang dan ekuitas
 
UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2
UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2
UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2
 
Kieso ifrs ch16 - ifrs (eps) indonesia
Kieso ifrs ch16 - ifrs (eps) indonesiaKieso ifrs ch16 - ifrs (eps) indonesia
Kieso ifrs ch16 - ifrs (eps) indonesia
 
Makalah SPM (Harga Transfer)
Makalah SPM (Harga Transfer)Makalah SPM (Harga Transfer)
Makalah SPM (Harga Transfer)
 
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
 

Similar to Pertukaran Informasi Antar Administrasi Pajak

per3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptx
per3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptxper3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptx
per3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptxAmeliaputri70459
 
URGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAK
URGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAKURGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAK
URGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAKiqbalkurniawan27
 
Tax Treaty Indonesia - Korea Selatan
Tax Treaty Indonesia  - Korea SelatanTax Treaty Indonesia  - Korea Selatan
Tax Treaty Indonesia - Korea SelatanRina Noviyanti
 
Tax treaty indonesia korea selatan
Tax treaty indonesia   korea selatanTax treaty indonesia   korea selatan
Tax treaty indonesia korea selatanRina Noviyanti
 
Uu 28 2007_kup
Uu 28 2007_kupUu 28 2007_kup
Uu 28 2007_kupenokindy
 
Lingkup Material dalam Pajak Internasional
Lingkup Material dalam Pajak InternasionalLingkup Material dalam Pajak Internasional
Lingkup Material dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
Uu Kup 28 2007 Batang Tubuh
Uu Kup 28 2007 Batang TubuhUu Kup 28 2007 Batang Tubuh
Uu Kup 28 2007 Batang TubuhChairudin NR
 
Pajak Internasional atas Royalti
Pajak Internasional atas RoyaltiPajak Internasional atas Royalti
Pajak Internasional atas RoyaltiIlham Sousuke
 
konsep dasar pajakinternasional.pdf
konsep dasar pajakinternasional.pdfkonsep dasar pajakinternasional.pdf
konsep dasar pajakinternasional.pdfipoelservices
 
Prakt,komp & adm,pajak
Prakt,komp & adm,pajakPrakt,komp & adm,pajak
Prakt,komp & adm,pajakardi7835
 
Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak Bergerak
Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak BergerakPajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak Bergerak
Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak BergerakIlham Sousuke
 

Similar to Pertukaran Informasi Antar Administrasi Pajak (20)

Tax blitz 4_Indonesia
Tax blitz 4_IndonesiaTax blitz 4_Indonesia
Tax blitz 4_Indonesia
 
per3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptx
per3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptxper3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptx
per3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptx
 
URGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAK
URGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAKURGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAK
URGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAK
 
Uu 19 2000 Pjls
Uu 19 2000 PjlsUu 19 2000 Pjls
Uu 19 2000 Pjls
 
Tax Treaty Indonesia - Korea Selatan
Tax Treaty Indonesia  - Korea SelatanTax Treaty Indonesia  - Korea Selatan
Tax Treaty Indonesia - Korea Selatan
 
Tax treaty indonesia korea selatan
Tax treaty indonesia   korea selatanTax treaty indonesia   korea selatan
Tax treaty indonesia korea selatan
 
Uu 28 2007
Uu 28 2007Uu 28 2007
Uu 28 2007
 
Uu 28 2007
Uu 28 2007Uu 28 2007
Uu 28 2007
 
Uu 28 2007_kup
Uu 28 2007_kupUu 28 2007_kup
Uu 28 2007_kup
 
Uu 16 2000
Uu 16 2000Uu 16 2000
Uu 16 2000
 
Lingkup Material dalam Pajak Internasional
Lingkup Material dalam Pajak InternasionalLingkup Material dalam Pajak Internasional
Lingkup Material dalam Pajak Internasional
 
Makalah Pajak Berganda
Makalah Pajak BergandaMakalah Pajak Berganda
Makalah Pajak Berganda
 
Uu Kup 28 2007 Batang Tubuh
Uu Kup 28 2007 Batang TubuhUu Kup 28 2007 Batang Tubuh
Uu Kup 28 2007 Batang Tubuh
 
Pajak Internasional atas Royalti
Pajak Internasional atas RoyaltiPajak Internasional atas Royalti
Pajak Internasional atas Royalti
 
Uu 34 2000 Pjls
Uu 34 2000 PjlsUu 34 2000 Pjls
Uu 34 2000 Pjls
 
Uu 16 2000 Pjls
Uu 16 2000 PjlsUu 16 2000 Pjls
Uu 16 2000 Pjls
 
konsep dasar pajakinternasional.pdf
konsep dasar pajakinternasional.pdfkonsep dasar pajakinternasional.pdf
konsep dasar pajakinternasional.pdf
 
Uu 34 2000
Uu 34 2000Uu 34 2000
Uu 34 2000
 
Prakt,komp & adm,pajak
Prakt,komp & adm,pajakPrakt,komp & adm,pajak
Prakt,komp & adm,pajak
 
Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak Bergerak
Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak BergerakPajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak Bergerak
Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak Bergerak
 

More from Ilham Sousuke

Pajak Internasional atas Dividen
Pajak Internasional atas DividenPajak Internasional atas Dividen
Pajak Internasional atas DividenIlham Sousuke
 
Pajak Internasional atas Bunga
Pajak Internasional atas BungaPajak Internasional atas Bunga
Pajak Internasional atas BungaIlham Sousuke
 
Pajak Internasional atas Jasa Independen
Pajak Internasional atas Jasa IndependenPajak Internasional atas Jasa Independen
Pajak Internasional atas Jasa IndependenIlham Sousuke
 
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)Ilham Sousuke
 
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)Ilham Sousuke
 
Residensi dalam Pajak Internasional
Residensi dalam Pajak InternasionalResidensi dalam Pajak Internasional
Residensi dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak Internasional
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak InternasionalKeringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak Internasional
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Perjanjian Penghindaran Pajak BergandaPerjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Perjanjian Penghindaran Pajak BergandaIlham Sousuke
 
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3B
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3BKedudukan Hukum dan Interpretasi P3B
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3BIlham Sousuke
 
Pajak Berganda dalam Pajak Internasional
Pajak Berganda dalam Pajak InternasionalPajak Berganda dalam Pajak Internasional
Pajak Berganda dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
Mengenal Pajak Internasional
Mengenal Pajak InternasionalMengenal Pajak Internasional
Mengenal Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cyclesIlham Sousuke
 
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repaymentIlham Sousuke
 
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousingIlham Sousuke
 
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaranIlham Sousuke
 
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihanIlham Sousuke
 
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaranIlham Sousuke
 
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan test of control & substa...
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan   test of control & substa...(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan   test of control & substa...
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan test of control & substa...Ilham Sousuke
 
(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit
(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit
(Pert 3) bab 24 penyelesaian auditIlham Sousuke
 

More from Ilham Sousuke (20)

Pajak Internasional atas Dividen
Pajak Internasional atas DividenPajak Internasional atas Dividen
Pajak Internasional atas Dividen
 
Pajak Internasional atas Bunga
Pajak Internasional atas BungaPajak Internasional atas Bunga
Pajak Internasional atas Bunga
 
Pajak Internasional atas Jasa Independen
Pajak Internasional atas Jasa IndependenPajak Internasional atas Jasa Independen
Pajak Internasional atas Jasa Independen
 
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
 
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)
 
Residensi dalam Pajak Internasional
Residensi dalam Pajak InternasionalResidensi dalam Pajak Internasional
Residensi dalam Pajak Internasional
 
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak Internasional
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak InternasionalKeringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak Internasional
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak Internasional
 
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Perjanjian Penghindaran Pajak BergandaPerjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
 
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3B
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3BKedudukan Hukum dan Interpretasi P3B
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3B
 
Stuktur P3B
Stuktur P3BStuktur P3B
Stuktur P3B
 
Pajak Berganda dalam Pajak Internasional
Pajak Berganda dalam Pajak InternasionalPajak Berganda dalam Pajak Internasional
Pajak Berganda dalam Pajak Internasional
 
Mengenal Pajak Internasional
Mengenal Pajak InternasionalMengenal Pajak Internasional
Mengenal Pajak Internasional
 
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles
 
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment
 
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing
 
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran
 
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan
 
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran
 
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan test of control & substa...
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan   test of control & substa...(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan   test of control & substa...
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan test of control & substa...
 
(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit
(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit
(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit
 

Recently uploaded

JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 

Recently uploaded (20)

JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 

Pertukaran Informasi Antar Administrasi Pajak

  • 1. Pengenalan Salah satu cara yang digunakan oleh administrator pajak untuk mengatasi penghindaran pajak adalah saling bertukar informasi. Pendekatan untuk melawan kegiatan penghindaran pajak internasional yang dilakukan wajib pajak atas pendapatan dan pengeluaran lintas batas, tidak diizinkan oleh pasal-pasal substantif DTA; sebaliknya, pertukaran informasi dikemas sebagai salah satu pasal administratif atau prosedural DTA. Sekarangkami akan melakukaninvestigasi terhadapketentuanDTA yangdirancanguntukmemfasilitasi kerjasama administratif antar administrasi. Kerja sama administratif antara administrasi pajak di berbagai negara terbagi dalam tiga kategori besar: (1) pertukaran informasi; (2) pemulihan pajak yang belum dibayar; dan (3) prosedur kesepakatan bersama. Kita akan membahas masing-masing ini secara bergantian. Pertukaran informasi Dari sudut pandangadministrasi perpajakanpraktis, salahsatuketentuan anti-avoidance yangpalingkuatdi DTA adalah kemampuan otoritaspajak di setiap negara yang mengadakan kontrak untukbertukar informasi tentang wajib pajak. Secara luas, ketentuan tersebut memberdayakan otoritas pajak di Negara R untuk mengumpulkan informasi tentang aktivitas wajib pajak dalam negerinya di Negara S dan, sebaliknya, mengizinkanotoritaspajakdi NegaraSuntukmemperolehinformasi dari NegaraRtentangresiden NegaraR yang melaksanakan aktivitas atau berinvestasi di Negara S. Selain klausul pertukaran informasi dalam DTA bilateral, sejumlah konvensi dan arahan internasional memfasilitasi pertukaran informasi antara otoritas pajak, termasuk: (1) Model Perjanjian OECD 2001 tentang Pertukaran Informasi tentang Masalah Perpajakan (Bilateral atau Multilateral); (2) PetunjukBantuanBersamaUni Eropa (1977), yang menyelaraskanantaraNegaraAnggota Uni Eropa dengan Pasal 26 Model OECD dalam DTA bilateral mereka dengan mewajibkan otoritas yang kompeten dari Negara Anggota Uni Eropa untuk bertukar informasi guna memungkinkan mereka mengeluarkan penilaian pajak yang benar; (3) Konvensi Model OECD untuk Bantuan Administratif Bersama dalam Pemulihan Klaim Pajak (1981); (4) Pedoman Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial Internasional untuk Kerja Sama Internasional Melawan Penghindaran dan Penghindaran Pajak (1984); (5) Konvensi Multilateral OECDdanDewanEropatentang BantuanAdministratif BersamadalamMasalah Pajak (1988); (6) Konvensi tentangBantuan Bersama dalam Masalah Pajak antara negara-negara Skandinavia (1972); (7) Perjanjian Cartagena (1969); dan (8) Perjanjian CARICOM(1994). Pasal 26(1) OECD Model DTA diucapkandengan sangatluas. Tundukpadabeberapabatasanhukumdomestik mitra DTA yang diatur dalam Pasal 26(2), Pasal 26(1) memaksa otoritas yang kompeten dari setiap negara untuk: bertukarinformasi yangdiperlukanuntukmelaksanakanketentuan-ketentuanKonvensiatauundang- undang domestik mengenai pajak dari setiap jenis dan uraian yang dikenakan atas nama Negara- negara pihak pada Persetujuan,atau sub-divisi politik atau otoritas lokal mereka,sejauhperpajakan di bawahnya tidak bertentangan dengan Konvensi. Pertukaran informasi tidak dibatasi oleh Pasal 1 dan 2. Anda akan ingat dari Bab 7 bahwa Pasal 1 dan 2 menetukan orang dan jenis pajak dalam DTA.
  • 2. Administrasi pajakbiasanyatidakperlumemberi tahu residen bahwaiamemberikaninformasi tentangwajib pajak kepada otoritas pendapatan asing, meskipun undang-undang domestik beberapa negara mewajibkan otoritaspajak untukmelakukannya.Jikawajibpajakmengetahui rilisinformasi,umumnya tidakmemilikihak keberatan. Namun,cakupanpertukaraninformasi dibatasi olehpersyaratanbahwainformasi tersebuthanya diberikan sepanjang undang-undang perpajakan dalam negeri yang terkait tidak bertentangan dengan ketentuan DTA antara kedua negara. Permintaaninformasi dari administrasi pajakasingdapatmuncul dalam berbagai keadaan. Misalnya,Negara Administrasi perpajakannya dapat menanyakan kepada administrasi pajak Negara S tentang jumlah dividen, bunga atau royalti yang dibayarkanoleh residen NegaraSkepadaresiden NegaraR, atau tentangpajak yang dibayarkanataspendapatantersebutdi NegaraS.Sebaliknya,administrasipajakNegaraSdapatmenanyakan dari administrasi pajak Negara R tentang status tempat tinggal di Negara R penerima pendapatan tersebut, untukmenguji kepemilikanmanfaatdari pendapatantersebutsebelummengizinkankonsesi pajakdi Negara S di bawah DTA Negara R - Negara S. Biasanya,administrasipajak negaramitraDTA akanmencari informasidari satusamalaintentangalokasi laba usaha(profit) wajibpajakdi setiap negaradansaatmenerapkan Pasal 9OECDModel DTA dalammenyesuaikan pendapatankenapajak dari perusahaanterkait,yang melakukantransferpricing. Misalnya,otoritaspajakdi Negara R dapat memperoleh dari otoritas pajak Negara S harga wajar barang yang dibayar oleh perusahaan independenyang berkedudukandiNegaraSuntukmenerapkandenganbenarundang-undangpajakdomestik Negara R kepada residen Negara R yang menjual barang ke perusahaan asosiasi di Negara S. Pertukaraninformasi di bawah Pasal 26 OECD Model DTA juga dapat efektif jikatransaksi disalurkanmelalui negaraketiga,yangmungkinmerupakanyurisdiksisurgapajak. Misalnya,jikaresidenNegaraRmenjualbarang ke perusahaan associated di NegaraT,di manaT menjual barangdenganhargayangdinaikkanke perusahaan yang bertempattinggal di NegaraS, administrasi pajakdi NegaraS dapat memintadari administrasi pajakdi NegaraR harga jual barangdari NegaraR ke NegaraT. Administrasi pajakdi NegaraSakanmengetahui harga jual barang dari Negara T ke Negara S dan, denganinformasi dari otoritaspajak NegaraR, pemotonganyang sesuai dapat dilakukan terhadap pembeli barang di Negara S. Pertukaraninformasi antaraNegaraRdanNegaraS jugadapat memfasilitasiperolehanpengetahuantentang residen negaraketiga. Misalnya,perusahaanresiden di NegaraT (PerusahaanT) denganNegaraR yangtidak memilikiDTA,mungkinmenjual terlalumahal untukbarang-barangyangdijual ke perusahaan residen terkait di NegaraR. JikaPerusahaanT memiliki bentukusahatetap di Negara S, dan ada suatu DTA antara NegaraR dan Negara S, Negara R dapat meminta informasi dari Negara S tentang harga barang-barang Perusahaan T yangdijual olehbentukusahatetapdandipindahkandari NegaraTke bentukusahatetapolehPerusahaanT. Informasi dapatdipertukarkanberdasarkanpermintaan,secaraotomatisatauspontan. Pertukaraninformasi atas permintaan cukup jelas. Informasi dipertukarkan secara otomatis di bawah beberapa pengaturan transmisi sistematis antara negara-negara mitra DTA, misalnya database elektronik dari pemotongan pajak non-residenyangdikumpulkanolehnegarasumber(danjenisdanjumlahpendapatanyangdikumpulkan)dari residen negara lain yang melakukan kontrak . Penyediaan informasi secara spontan muncul ketika otoritas pajak di satu negara menemukan informasi tentangwajibpajak(biasanyamelalui investigasi),menganggap temuantersebutmenarikbagi otoritaspajak negara mitra DTA dan secara sukarela mengirimkannya ke otoritas tersebut. Teknik lain untuk bertukar informasi meliputi:  pemeriksaan wajib pajak secara simultan, yaitu di mana kedua otoritas pajak menyelidiki urusan perpajakan internasional seorang wajibpajak yang memiliki collective interest,pada saat yang sama dan dengan cara yang terkoordinasi;  pemeriksaanpajakdi luarnegeri,yaitupetugasotoritaspajaksatunegarabergabungdenganpetugas otoritas pajak negara lain di negara lain tersebut untuk berpartisipasi dalam investigasi wajib pajak yang melibatkan otoritas pajak kedua negara; dan
  • 3.  pertukaran informasi di seluruh industri, yang berkaitan dengan informasi tentang sektor ekonomi tertentu (misalnya industri perbankan atau farmasi), dan bukan dengan wajib pajak tertentu. Terlepas dari cakupan yang luas bagi otoritas pajak di berbagai negara untuk bertukar informasi satu sama lain, ada kendala yang memberikan perlindungan bagi pembayar pajak, yaitu kerahasiaan dan kewajiban pemberitahuan. Pasal 26(1) OECD Model DTA selanjutnya mensyaratkan bahwa: informasi apapunyangditerimaolehsuatuNegarapihakpadaPersetujuan akandiperlakukansebagai rahasiadengancara yang samaseperti informasiyangdiperolehberdasarkanhukumnasionalNegara itu dan akan diungkapkan hanya kepada orang atau pihak berwenang (termasuk pengadilan dan badan administratif) yang terkait dengan penilaian atau pengumpulan, penegakan atau penuntutan sehubungan dengan, atau penetapan banding sehubungan dengan pajak sebagaimana dimaksud dalam kalimat pertama. Mereka dapat mengungkapkan informasi dalam proses pengadilan umum atau dalam keputusan pengadilan. Pasal 26(2) selanjutnya membatasi kewajiban otoritas pajak yang diminta untuk memberikan informasi kepada negara peminta. Secara khusus, negara sebelumnya tidak diharuskan untuk:  melaksanakantindakanadministratif yangdimintayangberbedadengan, ataumemberikaninformasi yangtidakdapatdiperolehberdasarkan,baikhukumdomestikataupraktikadministratif negara(yaitu harus ada timbal balik dari hukum internal dan praktik administratif setiap negara: mereka harus sesuai untuk permintaan untuk diberlakukan); dan  memberikan informasi yang akan mengungkapkan rahasia bisnis, yang akan bertentangan dengan kebijakan publik. Singkatnya, informasi yang diterima hanya dapat diungkapkan kepada orang yang bersangkutan dengan penilaian pajak, pengumpulan pajak, penegakan hukum pajak, prosecu ti selama pelanggaran pajak dan prosedur pengadilan. Pemulihan pajak Dengantidakadanya perjanjianantarpemerintah,umumnya,putusanpengadilandi satunegaratidak dapat ditegakkan di negara lain. Oleh karena itu, putusan yang mendukung administrasi perpajakan, yang memungkinkanpemulihanasetdari wajibpajaknon-residenuntukmenebus kewajibanperpajakannya,dalam praktiknya tidak efektif jika tidak ada pasal tertentu dalam DTA atau konvensi internasional terpisah, yang mengesampingkan hukum domestik negara non-residen. Beberapa negara telah menandatangani perjanjian pemulihan pajak bilateral untuk mencegah pembayar pajak menghindari kewajiban pajak di satu negara dengan menghentikan keberadaan mereka di, dan memindahkan aset mereka dari, negara di mana kewajiban pajak mereka muncul, atau dengan mengubah tempat tinggal mereka ke negara lain; lihat, misalnya, Perjanjian Pemulihan Pajak Belanda-Selandia Baru (2001). Adajugaperjanjianmultilateral dengantujuanyangsama;lihat,misalnya,PetunjukUni Eropa2001/44 /EC tanggal 15 Juni 2001 tentangbantuantimbal balikuntukpemulihanklaimpajakmemperpanjangPetunjuk 1976 tentang bantuan dalam pengumpulan pajak tidak langsung untuk pendapatan dan pajak lainnya, dan Pajak Bantuan Administratif Benelux Perjanjian (1952). Bantuandalampemungutandanpemulihanpajakdapatdilakukandalamberbagaibentuk,termasukbantuan dalam melayani dokumen (seperti surat pemberitahuan pajak dan penilaian), pertukaran informasi yang relevan untuk pengumpulan, pelestarian aset, permintaan pembayaran, penuntutan, dan penyitaan aset. Pasal 27(1) OECD Model DTA mengharuskannegara-negarayangterikatkontrakuntukmembantusatusama lain dalam pengumpulan "klaim pendapatan". Pasal 27(2) mendefinisikan "klaim pendapatan" sebagai:
  • 4. jumlahyang terhutangsehubungandenganpajakdalamsegalajenisdanuraian yangdikenakanatas nama Negara-negarapihakpadaPersetujuan,atausubdivisi politikatauotoritaslokal mereka,sejauh perpajakandi bawahnyatidakbertentangandenganKonvensiiniatauinstrumenlaindi manaNegara- negarapihakpada Persetujuanberada.pihak,sertabunga,dendaadministratif,danbiayapenagihan atau pemeliharaan terkait dengan jumlah tersebut. (penekanan ditambahkan) Pasal 27(1) mencatatbahwabantuandalampengumpulanpajaktidakdibatasi oleh Pasal 1dan2,yangberarti bahwabantuan dalampenagihantidakterbataspadadebiturwajibpajakyangmerupakan residen salahsatu negara yangmengadakankontrakatau jenispajak yangditentukandalamPasal 2. Yang terakhirini konsisten dengankata-kata "pajakdari setiapjenisdandeskripsi"dalam Pasal 27(2). Inti Pasal 27 terletakpada ayat 3. Di Pasal 27(3),negarayangdimintadiharuskanuntukmemungutklaimpajakyangsahdari negaralainnyayang melakukan kontrak. Pengumpulan harus dilakukan sesuai dengan hukum dan prosedur negara yang diminta.Negaraituharusmenerapkanlangkah-langkahpemeliharaan(Pasal 27(4)),yaitumencegahhilangnya aset oleh wajib pajak, di mana yurisdiksi asing memiliki, atau akan mengajukan, klaim pajak. Statuta pembatasan negara peminta berlaku (Pasal 27(5)), klaim tidak memiliki prioritas apa pun di bawah hukum negara yang diminta, dan substansi klaim pendapatantidak perlu peninjauan dari pengadilan negara yang diminta (Pasal 27(6)), tindakan penegakan hukum, yang dapat ditinjau seperti itu. Akhirnya, bantuan dalam pengumpulan tunduk pada prinsip timbal balik yang sama dengan pertukaran informasi berdasarkan Pasal 26(2), yaitu negara yang terikat kontrak tidak diharuskan untuk melampaui hukum internalnya sendiri dan praktik administratifnya atau yang ada di negara lain untuk memenuhi kewajiban berdasarkan Pasal 27. Prosedur Kesepakatan Bersama Seorangwajibpajakdapatditempatkandalamposisi yangtidakmenguntungkanbukankarenakeputusannya sendiri di mana dua administrasi pajak yang berbeda dari negara dalam DTA mempunyai interpretasi yang berbeda dari keadaan faktual wajib pajak, menafsirkan bahasa yang sama di DTA secara berbeda atau menerapkan pengertianatau konsep yang berbeda dalam merumuskan pandangan mereka tentang posisi pajak wajib pajak. Potensi konflik seperti itu dipikirkan oleh penulis DTA. Sebagai contoh, kami telah memeriksa di Bab 3 hierarki tes subjektif dalam tie-breaker rule yang diterapkanuntuk menentukan tempat tinggal wajibpajakberdasarkan Pasal 4(2) OECDModel DTA. Masing-masingkriteriatersebut — rumahtetap, pusat kepentingan vital, tempat tinggal biasa, dan (pada tingkat yang lebih rendah) kebangsaan - dapat ditafsirkan dengan cara yang berbeda oleh orang yang berbeda dalam memutuskan ke negara mana wajib pajak memiliki keterikatan yang lebih besar. Karena potensi hasil yang berlawanan, Pasal 4(2d) OECD Model DTA mensyaratkan bahwa otoritas yang kompeten (yaitu pejabat dari administrasi pajak) dari setiap negara "menyelesaikan pertanyaan dengan kesepakatan bersama". Pasal 25 OECD Model DTA telahdirancangsebagai mekanisme untukmenyelesaikanperbedaandalamsudut pandang masing-masing administrasi pajak dan oleh karena itu untuk membebaskan wajib pajak dari kesulitannya. Pasal 25 OECD Model DTA melayani dua jenis kesepakatan bersama: - kesepakatan kasus khusus (berdasarkan Pasal 25(1)); dan - perjanjian interpretatif (berdasarkan Pasal 25(3)). Perjanjian kasus khusus berarti bahwa otoritas yang berwenang harus mencapai kesepakatan di antara mereka sendiri tentang kasus tertentu yang berkaitan dengan wajib pajak tertentu. Pasal 25(1) menyatakan bahwa: di mana seseorang menganggap bahwa tindakan salah satu atau kedua negara yang berkontrak menghasilkanatauakanmengakibatkanbaginyapengenaanpajakyangtidaksesuaidenganketentuan Konvensi ini, ia mungkin, terlepas dari perbaikan yang diberikan oleh hukum nasional dari Negara- negara tersebut, menyerahkan kasusnya kepada pihak yang berwenang di Negara pihak pada
  • 5. Persetujuandi manadiamenjadi residen atau,jikakasusnyaberadadi bawah Pasal 24(2), ke kasusdi Negara pihak pada Persetujuan di mana dia adalah residen. Pasal 25(1) selanjutnyamengaturbahwaperkara WajibPajak harus disampaikankepadainstansi berwenang dalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pertama tindakan yang mengakibatkan pengenaan pajak tidak sesuai dengan ketentuan DTA. Istilah"otoritasyangkompeten"didefinisikan dalamPasal3(1f) OECDModel DTA danakan,dalamDTA aktual, administrasi pajak di setiap negara yang mengadakan kontrak. Pasal 25(1) memungkinkan wajib pajak untuk memulai proses kesepakatan bersama dimana wajib pajak menganggap bahwa tindakan dari salah satu atau kedua negara yang terikat kontrak akan mengakibatkan pengenaan pajak yang salah. Dengan kata lain, hasil tersebut belum perlu terjadi sebelum wajib pajak menyampaikan kasusnya kepada otoritas yang berwenang. Perhatikan Pasal 25(1) mewajibkan wajib pajak untuk menyampaikan kasusnya kepada otoritas yang berwenang di negara tempat ia menjadi residen, yaitu bukan kepada otoritas yang berwenang dari negara Source. Perhatikan juga bahwa hak wajib pajak untuk mengajukan kasusnya berdasarkan Pasal 25(1) dapat dilaksanakan meskipun wajibpajak mungkin sudah mengupayakanpemulihan atas keluhannya berdasarkan hukum domestik salah satu negara, yaitu wajib pajak masih dapat memanfaatkan opsi yang ditawarkan kepadanyaberdasarkanPasal25(1) meskipundapatmelaksanakankeberatandan/atauhakbandingnyauntuk (katakanlah) suatuketetapanpajakberdasarkanhukumdomestikdari negarapihakyangmengadakankontrak yang berusaha untuk memungut pajak atas wajib pajak. Setelah kasus pembayar pajak diajukan padanya, Pasal 25(2) OECD Model DTA selanjutnya menyatakan bahwa: yang berwenang wajib berusaha, jika keberatan tampaknya akan menjadi dibenarkan dan itu tidak dengan sendiri mampu untuk sampai pada solusi yang memuaskan, untuk menyelesaikan kasus dengan kesepakatan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara lain, dengan maksud untuk penghindaran pajak yang tidak sesuai dengan Konvensi. Oleh karena itu Pasal 25(2) itulah kewenangan prosedur kesepakatan bersama berlangsung. Menyadari lamanya waktu yang sering tidak beraturan yang dilakukanolehprosedur kesepakatan bersama, Pasal 25(2) juga menetapkan bahwa kesepakatan apa pun yang dicapai antara pihak berwenang yang berkompeten akan dilaksanakan meskipun ada batasan waktu yang diberlakukan oleh hukum domestik negara-negara yang mengadakan kontrak. Prosedur kesepakatan bersama tidak sesuai dengan pendekatan yudisial yang umum untuk penyelesaian sengketa pajak. Di bawah hukum domestik di sebagian besar negara, pengadilan memutuskan keabsahan suatu pungutan pajak; Di bawah prosedur kesepakatan bersama, otoritas yang berwenang (yaitu otoritas pajak) adalahhakimataskepatutanpungutanpajaktertentu. Olehkarenaitu,kami memilikihasilpenerimaan pajak berdasarkan kesepakatan antara dua administrasi pajak, fokus utama masing-masing lebihcenderung kepada pertimbangan anggaran (budgert), yaitu perlindungan pendapatan, atau didorong oleh kebijakan, daripada kepentingan wajib pajak. Hasil dari prosedur kesepakatan bersama biasanya dicapai tanpa keterlibatan wajib pajak (setelah kasusnya diajukan) atau perwakilan wajib pajak selama musyawarah. Sebaliknya, dalam proses peradilan seorang wajib pajak memiliki kesempatan untuk mengajukankasusnyakepadapembuatkeputusanyangtidakmemihakdancukupyakin bahwaargumennya akan dievaluasi secara independen dan adil terhadap argumen dari administrasi pajak yang menuntut. Olehkarenaitu,prosedurkesepakatanbersamacocokuntukpenyelesaiansengketayangmelibatkankonsesi (atau"horse-trading")antaranegara-negarayangterikatkontrakuntukpadaakhirnyamencapaikompromidi antara mereka (biasanya mengenai pembagian pendapatan) atas kewajiban pajak wajib pajak tertentu. Bandingkan dengan pendekatan yuridis analisis teknis hukum (termasuk ketentuan DTA yang relevan) untuksampai padahasil pajakbagi wajibpajakberdasarkanketerampilaninterpretasi hukumhakim
  • 6. dan analisis fakta kasus wajib pajak, terlepas pada negara yang berkontrak mana yang akan mengumpulkan pajakakhirnya. Tidaksepertikeputusanyudisial,hasil dari prosedurkesepakatanbersamatidakdipublikasikan (biasanya atas dasar kerahasiaan wajib pajak). Selainitu,prosedurkesepakatanbersamabersifatinformal,melibatkankomunikasi danmungkinpertemuan antara pejabatdari masing-masingadministrasipajak. Sebaliknya,prosesperadilanmengikuti protokol formal yang dirancang untuk memastikan bahwa proses hukum dan keadilan alami dipertahankan. Penjelasan OECD Model DTA menyarankan pendekatan untuk menangani hubungan antara prosedur kesepakatan bersama yang dilakukan bersamaan dengan proses peradilan. Meskipun tidak ada alasan bagi suatunegarakontrakuntukmenolakpenyajian,danuntukmenolakpertimbangan,kasusseorangwajibpajak, namun tepat untuk mengakui kebutuhan untuk menghindari perbedaan atau kontradiksi antara keputusan pengadilan dan hasil dari prosedur kesepakatan bersama. Olehkarena itu, Para. 31 penjelasan OECD Model DTA mengusulkan bahwa penerapan keputusan yang disepakati bersama antara otoritas yang kompeten dilakukan dengan tunduk pada: - penerimaan kesepakatan bersama oleh wajib pajak; dan - penarikan gugatan wajib pajak pada hukum tentang poin-poin yang diselesaikan dalam kesepakatan bersama. Pasal 25(3) OECD Model DTA mengesahkanjeniskeduadari kesepakatanbersama,yaitu kesepakatanbersama interpretasi. Pasal 25(3) menyatakan bahwa: otoritas yang berwenang dari Negara-negara pihak pada Persetujuan akan berusaha untuk menyelesaikandengankesepakatanbersamasetiapkesulitanataukeraguanyangtimbul sehubungan dengan interpretasi atau penerapan Konvensi, Paragraf ini memberdayakan negara-negara yang terikat kontrak untuk mencapai beberapa kesepakatan bersama tentang interpretasi ketentuan dalam DTA mereka secara independen dari masalah yang pertama kali diajukan oleh wajib pajak dalam hal Pasal 25(1). Pasal 25(3) biasanyadigunakanuntukmenyelesaikankesulitanyangbersifatumumyangmenyangkutkategori wajibpajakdan,tanpa perlumerundingkankembali (bagiandari) DTA secara resmi, dapat digunakan untuk: (a) memperjelasarti istilah-istilahyangtelahdidefinisikansecaratidak lengkap atau ambigu dalam DTA; (b) menyelesaikankesulitan(tidakpenting),yangmungkinmuncul denganpenerapanDTA ketikasalahsatu negara yang terikat kontrak mengubah hukum domestiknya; dan (c) menentukan bagaimana aturan tertentu dari hukum domestik negara yang melakukan kontrak (misalnya aturan kapitalisasi tipis) akan diterapkan dalam hal artikel tertentu (misalnya artikel bunga dan dividen) dari DTA. Tanpa diskriminasi Prinsip umum non-diskriminasi dalam perlakuan terhadap reside suatu negara seringkali diabadikan dalam hukum konstitusional atau undang-undang hak asasi manusia negara tersebut. Dalam konteks perpajakan, diskriminasi dapat dianggap sebagai perlakuan yang tidak menguntungkan dari seorang wajib pajak dibandingkan dengan wajib pajak lain atau kategori wajib pajak sehubungan dengan item kena pajak yang sama dan dalam keadaan yang sama. "Diskriminasi"telahdidefinisikansecaraluassebagai:perlakuanyangsamaterhadapkasusyangberbedaatau perlakuan yang tidak setara terhadap kasus yang sebanding. Dalam konteks pajak internasional discriminatio n paling sering mengambil bentuk perlakuan berbeda dari pembayar pajak yang situasi sebanding kecuali dalam hal karakteristik seperti kebangsaan. Pasal 24 OECD Model DTA berisi persyaratan non-diskriminasi yang melarang setiap negara mitra untuk melakukan diskriminasi antara warga negara dan perusahaannya dan negara lain dalam menerapkan
  • 7. ketentuan DTA antara kedua negara. Selain itu, sejauh menyangkut Negara Anggota Uni Eropa, dokumen pendiriankomunitasnegaratersebut,yangdisebut"PerjanjianRoma"(1957),melarangsatuNegaraAnggota untuk melakukan diskriminasi terhadap warga negara dan perusahaan Negara Anggota lain. Perjanjian tersebut mensyaratkan perlakuan yang sama antara warga negara dari Negara Anggota UE dan non- nasionalnya yang merupakan warga negara dari Negara Anggota lainnya dengan mengabadikan empat "kebebasanfundamental"yangmenjadi pusatoperasipasarinternalUEyangtidakterkekang,yaitukebebasan pergerakan barang dan jasa, kebebasan pergerakan orang, kebebasan pendirian dan kebebasan pergerakan modal. Aturan dasar non-diskriminasi dalam Pasal 24(1) OECD Model DTA adalah bahwa: warganegara[NegaraR] tidakakan dikenakan pajak di [NegaraS] untuksetiappajakataupersyaratan yang terkait dengannya, yang lain atau lebih memberatkan daripada pajak dan persyaratan yang terkaitwarganegara[NegaraS] dalamkeadaanyangsama,khususnyayangberkaitandengantempat tinggal,sedangatau mungkindikenakan. Ketentuanini,terlepasdari ketentuanPasal 1,juga berlaku untuk orang yang bukan residen salah satu atau kedua [Country R atau Country S] . (penekanan ditambahkan) Prinsip non-diskriminasi yang terkandung dalam Pasal 24(1) oleh karena itu menyalakan kewarganegaraan seorang wajib pajak, dan bukan tempat tinggal wajib pajak. Sejauh Pasal 24 prihatin, Negara S dapat secara sah membedakan antara residen dan non-residen Negara S (yang mungkin merupakan residen Negara R). Tetapi Negara S tidak dapat membedakan antara warga negaranyadanwarga NegaraR yang beradadalamkeadaanyangsama denganwarganegaranya. Pasal 24 (1) memberi tahu kita bahwa, dalam mengevaluasi keadaan dua wajib pajak (satu warga Negara R dan yang lainnya warga Negara S), kita harus mempertimbangkan terutama keadaan tempat tinggal masing-masing warga negara. Oleh karena itu, diskriminasi atas dasar kebangsaan hanya ada jika kewarganegaraan, bukan yang lain, menjadi kriteria yang menentukan perlakukan kurang menyenangkan bagi wajib pajak menurut hukum domestik Negara S. Sebaliknya, jika Negara S memperlakukan warga negara dari Negara R kurang menyenangkandari warga negaranya sendiri karena alasan selainkebangsaan (yaitu kriteria yang menjamin perlakuanpajakyangberbedaadalahsatu selainkebangsaan),tidakadapelanggaran Pasal24(1) OECDModel DTA. Oleh karena itu, satu keadaan tertentu yang tidak termasuk dalam Pasal 24(1) adalah perlakuan yang kurang menguntungkanbagi non-residenNegaraS, bahkanjika merekaadalahwarga negara NegaraR. Jadi, hanya warga Negara S yang tinggal di Negara R (berada dalam keadaan yang sama dengan wajib pajak yang bersangkutan yang bukan warga negara Negara S dan juga residen Negara R) adalah dasar perbandingan. Misalnya, di bawah Pasal 24(1) tidak ada diskriminasi dalam perlakuan pajaknya jika Negara S memajaki pendapatan non-residen pada tingkat yang lebih tinggi daripada pendapatan residen Negara S. Ini karena Pasal 24(1) mensyaratkan perlakuan non-diskriminatif terhadap warga negara dari kedua negara dalam keadaan yang serupa. Oleh karena itu, warga Negara R yang bukan residen Negara S harus diperlakukan dengancara yang sama seperti warganegaraS yangbukan residen NegaraStetapi residen NegaraR.Karena undang-undangperpajakandari Negara S,yangmemberlakukantarif pajakyanglebihtinggi padanon-residen Negara S, berlaku sama untuk non-residen yang merupakan warga negara Negara R dan non-residen yang merupakan warga negara dari Negara S, kedua warga negara tersebut diperlakukan dengan sama. KarenaPasal 1OECD Model DTA menentukanbahwaketentuanDTA hanyaberlakuuntuk residennegarayang mengadakan kontrak, untuk Pasal 24 beroperasi dalam kaitannya dengan warga negara, maka Pasal 24 menimpa Pasal 1. Jadi, apa yang dimaksud dengan "nasional" suatu negara? Pasal 3(1g) (Definisi umum) OECD Model DTA mendefinisikan istilah "nasional", dalam kaitannya dengan negara yang terikat kontrak, sebagai:
  • 8. (i) setiap orang yang memiliki kewarganegaraan atau kewarganegaraan Negara pihak pada Persetujuan itu; dan (ii) setiap badan hukum, persekutuan atau persekutuan yang memperoleh statusnya seperti itu dari undang-undang yang berlaku di Negara pihak pada Persetujuan itu. Dengan demikian, konsep kebangsaan terkait kembali dengan hukum domestik negara yang melakukan kontrak - baikundang-undangkewarganegaraanataukewarganegaraanuntukindividuatauhukumnyayang mengaturpendirianperusahaan,kemitraan,asosiasi,perwalian,dll.Dalamkasusentitasyangdiwujudkanoleh operasi hukum. Olehkarenaitu,kitadapatmelihatbahwajaringkewarganegaraandilemparkanlebihlebardari jaringtempat tinggal, sehingga tempat tinggal dapat dianggap sebagai bagian dari kewarganegaraan. Konsekuensinya, perlindungandari diskriminasi ditawarkan oleh Pasal 24 merangkul kelompok yang lebih luas dari sekedar residen suatu negara. Fitur pembeda lebih lanjut tentang penerapan Pasal 24(1) adalah bahwa aturan non-diskriminasi berlaku untuk "orang yang bukan residen salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan". Dengan kata lain, selamaorang tersebutadalahwarga negara (katakanlah) NegaraR, perlindunganterhadapdiskriminasioleh Negara S ditawarkan oleh DTA Negara R — Negara S, terlepas dari apakah orang tersebut juga merupakan residen NegaraS. Konsekuensi Ketentuanini adalahbahwaseseorangyangmerupakan residenNegaraTdapat memanfaatkan keuntungan pajak yang ditawarkan berdasarkan DTA antara Negara R dan Negara S karena residen Negara T juga merupakan warga negara Negara R atau Negara S. Pasal 24(1) menetapkan bahwa pajak dan persyaratan terkait yang diberlakukan oleh Negara S pada warga negara Negara R tidak boleh "lain atau lebih memberatkan daripada" yang dikenakan pada warga negara NegaraSitusendiri dalamkeadaanyangsamasepertiwarganegaraNegaraR. Sejauhmenyangkutpengenaan pajak,ini berarti pertama-tamabahwapajakyangdikenakanpadawarganegaraNegaraRharussama dengan pajak yang dikenakan pada warga negara Negara S; dengan kata lain, warga negara Negara R tidak dapat dikenakan satu jenis pajak dan warga negara S dikenai jenis pajak yang berbeda sehubungan dengan pendapatan yang sama (atau dasar pajak lainnya). Kedua,di manajenispajakyangsamadiberlakukanolehNegaraSuntukwarganegaramasing-masingnegara, pungutan pajak tidak boleh lebih memberatkanuntuk warga negara Negara R daripada untuk warga negara NegaraS. Ini berarti bahwapungutanpajakharussamauntukwarganegaradari setiap negaradalamkeadaan yang sama sehubungan dengan dasar kena pajak, tarif pajak dan hak atas kredit pajak apa pun. Perhatikan pasal 24(1) berlakuuntukpajakapapun dalambentukatausifatapa pun. Hal ini diklarifikasilebih lanjut oleh Pasal 24(6), yang menetapkan bahwa "ketetapan-ketetapan dalam Pasal ini akan, terlepas dari ketentuan-ketentuan Pasal 2, berlaku untuk pajak-pajak dalam segala jenis dan uraian." Jadi, Pasal 24 juga mengesampingkan Pasal 2dari OECDModel DTA. Jadi,kami tidaklagi terbataspadajenispajakyangtercakup dalam DTA sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2. Oleh karena itu, Pasal 24 melampaui pajak selain pajak atas pendapatan dan modal hingga pajak seperti harta warisan dan bea hadiah dan pajak tidak langsung, misalnya PPN atau GST. Selanjutnya, Pasal 24(1) OECD Model DTA tidak hanya berkaitan dengan diskriminasi dalam pengenaan pajak. Hal ini jugaberkaitandenganmemastikanbahwatidakadadiskriminasi antarawarganegara NegaraR dan Negara S sehubungan dengan "persyaratan apa pun yang terkait" dengan pajak apa pun, yang dapat diberlakukan oleh Negara S pada warga Negara R dan warga negaranya sendiri (dan sebaliknya). Ini berarti bahwa formalitas (misalnya persyaratan untuk mengajukan pengembalian, prosedur banding, persyaratan pembayaran,persyaratanpencatatan,dll.) Yangterkaitdenganpenilaiandanpengumpulanpajaktidakdapat lebihmemberatkanbagi warganegara NegaraR daripadauntukwarga negara NegaraS dalam keadaanyang sama. Pasal 24(2) OECD Model DTA menangani orang-orangtanpakewarganegaraan. Konsisten denganPasal 24(1), itu menetapkan bahwa orang-orang tanpa kewarganegaraan yang merupakan residen dari negara yang
  • 9. mengadakankontraktidak bolehdikenakanpajakataupersyaratanapa pun yang terkaitdengannyadi salah satu negara yang terikat dengannya yang berlainan atau lebih memberatkan daripada perpajakan dan persyaratanterkaitbagi warga negara dari negara yang bersangkutandalamkeadaan yang sama (sekali lagi, khususnya yang berkaitan dengan tempat tinggal) sedang atau mungkin dikenakan. Non-diskriminasi Pemanent Establishment Pasal 24(3) OECD Model DTA secara khusus menangani BUT dan cermin Pasal 24(1) dalam konteks itu. Ini menyatakan bahwa: pengenaanpajakatassuatubentukusahatetapyangdimilikiolehsuatuperusahaandari [NegaraR] di [Negara S ] tidak akan dipungut secara kurang menguntungkan di [Negara S ] dibandingkan dengan pajak yang dikenakan atas usaha- usaha [Negara S] yang menjalankan kegiatan yang sama. (penekanan ditambahkan) Jadi,jikaPerusahaanR,yangmerupakanresiden NegaraR,mempunyai bentukusahatetapdi Negara S,maka bentukusahatetapituharusdibandingkandengansuatu"perusahaandi NegaraSyangmenjalankankegiatan yang sama dengan bentuk usaha tetap. Perusahaan di Negara S itu akan paling sering menjadi residen perusahaan di Negara S. Anda harus mencatatitu, tidakseperti Pasal 24(1), persyaratandi Pasal 24(3) hanyalahbahwa bentukusaha tetaptidakakan dikenakanpajakyangkurangmenguntungkandibandingkandenganperusahaan di NegaraS yang menjalankan kegiatan yang sama. Oleh karena itu, bentuk usaha tetap dapat dikenakan pajak yang berbeda, tetapi pengenaan pajak yang berbeda dari perusahaan di Negara S tidak merupakan diskriminasi selama pungutan pajak atas bentuk usaha tetap tidak lebih memberatkan. Standar perbandingan untuk bentuk usaha tetap di sini adalah perusahaan-perusahaan di Negara S yang tergabungdalamsektorkegiatanyangsama. Untukbentukusahatetapdanbadanusahayangdemikian,perlu dipastikan bahwa tidak ada perbedaan yang lebih membebani bentuk usaha tetap sehubungan denganhal- hal seperti : - pengurangan biaya perdagangan; - tunjangan depresiasi; - alokasi untuk cadangan; - akumulasi kerugian; dan - pengecualian partisipasi atas dividen yang diterima. Jikaseseorangyangmerupakan residen NegaraRmemilikitempatusahatetapdi NegaraS,ada kemungkinan bahwa dia dapat memperoleh manfaat yang lebih besar daripada residen salah satu negara berdasarkan haknyaatas tunjanganpribadi baikdi NegaraR(denganpenerapanhukumdomestikNegaraR) dandi Negara S (berdasarkan prinsip perlakuan yang sama). Oleh karena itu, Pasal 24(3) membiarkannya terbuka untuk Negara S untuk memutuskan apakah akan memberikan tunjangan dan bantuan pribadi individu atau tidak dan, jika demikian, sejauh mana mereka, dengan menyatakan bahwa: ketentuaninitidakdapatditafsirkansebagai kewajiban[NegaraS] untukmemberikan residen[Negara R] tunjangan pribadi, keringanan dan penguranganuntuk tujuan perpajakan karena status sipil atau tanggung jawab keluarga yang diberikan kepada residennya sendiri. Pasal 24(4) OECD Model DTA memusatkan perhatian pada perlakuan yang sama terhadap pengurangan pengeluaran dengan cara yang analog dengan doktrin pajak internasional tentang netralitas ekspor modal. Pasal 24(4) menyatakan bahwa: bunga, royalti dan pembayaran lain yang dibayarkan oleh suatu perusahaan dari [Negara S ] kepada residen[NegaraR] akan, untuk tujuanmenentukanlabakenapajak dari perusahaantersebut,dapat dikurangkan dalam kondisi yang sama seperti jika mereka telah dibayarkan kepada seorang residen [Negara S].
  • 10. Ketentuan ini memastikan bahwa Negara S tidak mengizinkan perusahaan residennya mengurangi tanpa batasan pengeluaran jika penerima adalah residen Negara S, tetapi membatasi atau melarang deduction ketika penerima adalah residen Negara R. Pasal 24(4) selanjutnya menerapkan aturan yang sama untuk pengurangan yang diperbolehkan untuk hutang kepada residen Negara R ketika menentukan modal kena pajak dari suatu perusahaan di Negara S. Anda harus mencatat, bagaimanapun, Pasal 24(4) tunduk pada Pasal 9(1), 11(6) dan 12(4), yang memungkinkan dilakukannya penyesuaian untuk tujuan perpajakan terhadap jumlah pengeluaran yang relevan berdasarkanPasal-pasal tersebutdimanamerekadibayarantarapihak-pihakterkaitdanbukanjumlah yang ditentukan secara sepihak. dasar panjang. Pasal 24(5) OECD Model DTA melarang negara kontrak memberikan perlakuan pajak yang kurang menguntungkan kepada perusahaan yang dimiliki oleh residen dari negara kontrak lainnya: Perusahaan dari [Negara S], yang modalnya seluruhnya atau sebagian dimiliki atau dikendalikan, secara langsung atau tidak langsung, oleh satu atau lebih residen [Negara R ] tidak akan dikenakan pajak atau persyaratan apapun di [Negara S] yang berhubungan dengannya atas hal yang berlainan atau lebihmemberatkandaripadaperpajakandanpersyaratanterkaityang dikenakanataumungkin dikenakan oleh perusahaan serupa lainnya di [Negara S ] . (penekanan ditambahkan) Hanya pajak perusahaan yang tercakup dalam ketentuan ini, dan bukan pajak pemegang saham. Branch Profit Tax Beberapa negara memungut Branch Profit Tax untuk menyamakan perlakuan pajak anak perusahaan dan cabang yang dimiliki olehbukan residen. Branch Profit Tax dalam keadaan ini, pada dasarnya, sama dengan pemotongan pajak dividen. Pasal 24(3) OECD Model DTA dapat mencegah pajak keuntungan cabang jika, ketika ditambahkan ke pajak lain, mengakibatkan pajak melebihi pajak yang harus dibayar oleh perusahaan dalamnegeri. Sepertiyangkitalihat di Bab5,seringkaliadaketentuaneksplisitdalam Pasal 10(Dividen),yang memungkinkan negara yang mengadakan kontrak untuk mengenakan Branch Profit Tax dengan tarif yang lebih rendah. Klausul bangsa yang paling disukai BeberapaDTA berisi klausul bangsayangpalingdisukai,yangberoperasidi manaNegaraRdanNegaraSmasuk ke dalam DTA dan kemudian salah satu negara tersebut (misalnya, Negara S) masuk ke dalam DTA dengan negara ketiga,yangmemberikanperlakuanpajak yanglebihmenguntungkandaripadadi bawah DTA Negara R - Negara S. Warga negara dari Negara R kemudian dapat meminta agar mereka diberikanperlakuan pajak yang lebih menguntungkan. Misalnya, Protocol to the Brazil-Korea (Rep.) DTA (1989) menyatakan bahwa: Sehubungan dengan Pasal 10 dan 12, dipahami bahwa jika Brasil setuju untuk mengurangi tarif pajaknyaatasdividen,labaatauroyalti kurangdari 15persen,yangdibayarkanoleh residenBrasil dan yang tidak dimiliki oleh residen Negara ketiga. berlokasi di Amerika Latin secara menguntungkan berhak dalam suatu Konvensi yang dibuat antara Brasil dan negara ketiga yang tidak berlokasi di AmerikaLatinsetelahpenandatangananKonvensi ini,tarif yangsama yang diberikankepadaNegara ketiga tersebut juga akan diterapkan untuk dividen, keuntungan dan royalti yang dimaksud. dalam Pasal 10 dan 12 Konvensi ini . Lebihumum,bagaimanapun,dimanaNegaraSmasukke dalamDTA berikutnyadengan negaraketiga(Negara T) dengan perlakuan pajak yang lebih menguntungkan dalam beberapa hal daripada di bawah Negara R — Negara S DTA, DTA terakhir dapat menetapkan Negara R dan Negara tersebut S akan segera melakukan negosiasi untukmengubahpasal yangrelevandi NegaraR — NegaraSDTA agar sejalandenganpasal sepadan yang lebihmenguntungkandi NegaraS — NegaraT DTA. Misalnya, Pasal 5 dari Protokol 2005 untukAustralia — DTA Selandia Baru (1995) menyatakan: Dengan mengacu pada Pasal 10, 11 dan 12, jika dalam Perjanjian mendatang dengan Negara lain mana pun, Selandia Baru harus membatasi perpajakannya pada sumber dividen, bunga atau royalti ke tingkat yang lebih rendah daripada yang diatur dalam salah satu dari mereka
  • 11. Articl es,PemerintahSelandiaBaruakantanpapenundaanmenginformasikanPemerintahAustraliadanakan masukke negosiasi denganPemerintah Australia dengan tujuan untuk memberikan perlakuan yang sama . Kesimpulan Bab ini pertama-tama membahas jenis kerja sama antara administrasi pajak di negara yang mengadakan kontrak dengan DTA. Salah satu sarana kerjasama yang disediakan di Pasal 26 OECD Model DTA adalah pertukaran informasi antara otoritas pendapatan. Ketentuan ini tentu saja sering digunakan dalam upaya mendeteksi danmenantangpenghindaranpajakdi lingkunganinternasional. Namun,kerjasamaadministratif tidakterbatas pada tujuanitu. Kami melihatbahwakerjasama administratif yangdiotorisasi di bawah OECD Model DTA meluas juga ke pengaturan pemulihan pajak - yang dapat difasilitasi berdasarkan perjanjian pemulihanpajakterpisahantara negara- danproseduruntukmencapai kesepakatanbersamaantaraotoritas pajak di setiap negara tentang bagaimana seharusnya wajib pajak. dikenakan pajak atas transaksi atau kepentingan internasionalnya; atau, dengan kata lain, penerapan prosedur kesepakatan bersama untuk menentukan bagaimana pendapatan pajak dari wajib pajak tersebut akan dibagi antara dua negara yang mengadakan kontrak (Pasal 27).