SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
Pengenalan
Dalam Bab 12 hingga 14 telah membahas dampak DTA terhadap pendapatan pasif dalam bentuk
dividen,bunga,danroyalti. Dalambab ini,kitaakan memeriksaperlakuanpajakatas transaksi lintas
batas yang menghasilkan pendapatan sewa dari properti tidak bergerak.
Properti tidakbergeraksecarahukumdikenal sebagai "real property".Penghasilanyangdiperolehdari
properti disebut sebagai "sewa". Sewa dibayar oleh penyewa (pengguna real property kepada
landlord tanah (landlord atau pemasok real property).
DTA bilateral mengatur hak perpajakan masing-masing negara atas pendapatan sewa di mana
landlordnya adalah residen satu negara dan penyewa adalah residen negara lainnya. Karena
"immovable property" dapat memiliki arti yang berbeda bagi orang yang berbeda, kami memeriksa
bagaimanaistilahtersebutdiinterpretasikanuntukkeperluanDTA di manaia digunakan. Olehkarena
itu, bab ini membahas penyimpangan spesifik dari OECD Model DTA yang terkandung dalam DTA
tertentu.
Hukum domestik perpajakan atas penghasilan dari harta tak gerak
Ketentuan pajak domestik suatu negara biasanya mengenakan pajak atas pendapatan sewa yang
diperolehwajibpajak.Dengandemikian, ketentuanpajak domestikNegaraSbiasanyaakanmencakup
perpajakan sewa yang diperoleh oleh bukan residen Negara S, serta residennya. Secara umum,
pendapatansewayangdiperoleholeh residendanbukan residen suatunegaratidakdikenakanpajak
pemotonganpadasumbernyakarenatuantanahmemiliki jumlahpengeluarandanpengeluaranyang
berbeda, yang telah mereka tanggung untuk memperoleh pendapatan sewa kotor, yang deductible
dalam menghitung pendapatan sewa bersih yang menjadi dasar pengenaan pajak penghasilan. Oleh
karena itu, pendapatan sewa biasanya dikenakan pajak berdasarkan pengenaan pajak tahunan.
Ketikasewadibayaroleh residen negarasumber(TenantS) kepada landlordyangtinggal di NegaraR,
double taxationatas pendapatansewamungkintimbul,tetapi tidakharusdilakukan. Jikalandlordnya
adalahresiden (katakanlah)Belanda- yaitujikaNegaraR adalahBelanda- tidak akanada pengenaan
Double Taxation atas pendapatan sewa karena Belanda tidak mengenakan pajak kepada residennya
atas sebagian besar jenis pendapatan sumber luar negeri (termasuk pendapatan sewa). Namun,
seperti yang telah kita lihat dalam bab-bab sebelumnya, untuk mencapai netralitas ekspor modal,
sebagianbesarnegara menerapkansistempajakberbasistempattinggal (yaitumerekamengenakan
pajak atas penghuninya atas world-wide income) dan oleh sebab itu, mengenakan pajak pada
residennyaataspendapatansewadari luarnegeri (danlainnya).Dalamkasusdi atas, yurisdiksi pajak
mengenakan Double Taxation atas pendapatan sewa jika Negara S juga mengenakan pajak atas
pendapatansewaberdasarkanprinsipyurisdiksi pajaksumber.EntahhukumnasionalNegaraRsecara
sepihakatauartikel dalamDTA antara NegaraR danNegaraS di sepanjangPasal 23 OECDModel DTA
diperlukan untuk membebaskan landlord dari beban Double Taxation yang dikenakan atas
pendapatan sewa.
Berbeda dengan kasus-kasus pendapatan pasif yang dibahas dalam Bab 12 hingga 14, Negara S
biasanya tidak akan mengenakan final withholding tax atas pendapatan sewa yang diperoleh dari
Tenant S oleh landlordnya yang bukan residen. Landlord akan diharuskan untuk melaporkan SPT
tahunan di Negara S atas pendapatan sewa setelahdikurangi biaya yang timbul dalam memperoleh
sewa kotornya. Demikian pula, landlord biasanya membayar pajak atas pendapatan sewa sumber
asingnyadi NegaraRatasdasarpendapatanbersih,yaituNegaraRbiasanyamengizinkanpengeluaran
yang dikeluarkan oleh landlord tanah dalam memperoleh pendapatan sewa kotornya. karena itu,
ketikaNegaraRmemberikancreditrelief kepadalandlord ataspajakyangdibayarkandi NegaraSatas
pendapatan sewa bersihnya, oleh sebab itu ada keselarasan antara negara R dan S karena dasar
penghitungan menggunakan pendapatan bersih. Ketidakselarasan yang muncul disebabkan atas
pengeluaran dan pengakuan dalam ketentuan pajak masing-masing.
Hak perpajakan berdasarkan perjanjian Double Taxation
Pasal 6 OECD Model DTA dan UN Model DTA membahaspengenaanpajakpenghasilandari hartatak
gerak yang berasal dari Negara S oleh orang yang merupakan residen Negara R. Pasal 6(1)
memberikanNegaraShakatas pajakpenghasilanyangtimbuldari hartatakbergerakyangterletakdi
Negara S berdasarkan hukum nasionalnya:
Penghasilan yang diperoleh oleh residen [Negara R] dari properti tidak bergerak (termasuk
pendapatan dari pertanian atau kehutanan) yang terletak di [Negara S] dapat dikenakan
pajak(may be taxed) di [Negara S]. (penekanan ditambahkan)
Perhatikan bahwa Negara S tidak harus mengenakan pajak atas penghasilan itu, tetapi dapat
melakukannya jika diinginkan; dengan kata lain, jika Negara S memungutpajak sewa yang diperoleh
bukan residen berdasarkan hukum nasionalnya, DTA antara Negara R dan Negara S tidak akan
menghentikan Negara S untuk melakukan hal itu.
Namun, ketika Negara S mengenakan pajak atas penghasilan tersebut, tes utama berdasarkan
Pasal 6(1),yangmemungkinkanNegaraSuntuk terusmemberlakukanpajaknya,adalahujisitus;yaitu,
properti tidakbergerakyangmenghasilkanpendapatan,yangdikenakanpajakNegaraS,harusberada
di Negara S. Implikasi dari Pasal 6(1) dalam konteksseluruh Pasal 6 adalah bahwa jika properti tidak
bergerak yang dimaksud tidak terletak di Negara S, Negara S tidak dapat mengenakan pajak atas
penghasilan yang timbul darinya, meskipun landlord properti tersebut adalah residen Negara S.
Dalam melaksanakan hak tersebut, dalampasal 6(3) OECD dan UN Model DTA, disebutkan Negara S
dapat mengenakan pajak penghasilan dari properti tidak bergerak sebagai akibat penggunaan
langsungnya, mengizinkan untuk menggunakan atau digunakan dalam bentuk lain apa pun.
Selainitu, baikPasal 6(1) atau ketentuanlaindalamPasal 6 tidakada yang membatasi hakNegara R
untuk memungut pajak, berdasarkan hukum nasionalnya, pendapatan dari properti tidak bergerak
yang diperoleh residennya.
Pasal 6 bekerja untuk Negara S, status sumber pendapatan dari harta tak bergerak. Tidak seperti
pendapatan pasif dalam bentuk dividen dan bunga, OECD dan UN Model DTA tidak
membatasi hak pajak Negara S (yaitu mereka tidak membatasi jumlah pajak yang dapat dikenakan
olehNegaraSpada pendapatandari hartatak bergerak),yangpadagilirannyaberartibahwasemakin
tinggi pembebananpajakolehNegaraS, semakin besarpula creditrelief yangdiberikanolehnegara
R kepada residen-nya, yang berinvestasi dalam real property di Negara S.
Seperti yang telah kita ketahui, Perjanjian CARICOM hanya mengizinkan negara sumber untuk
mengenakanpajakpendapatanlintasbatas. Olehkarena itu,dalam kaitannyadengani mm properti
ovable, Art. 6 (1) dari Perjanjian tersebut menyatakan bahwa:
Penghasilan darihartatakbergerakhanya akandikenakan pajakdiNegara Anggota dimana
properti tersebut berada. (penekanan ditambahkan)
Arti "properti tidak bergerak"
Apa yang kemudian adalah properti tidak bergerak yang Pasal 6 OECD dan UN Model DTA berlaku?
Pasal 6 (2) OECD dan UN Model DTA memberi tahu kita bahwa:
istilah "benda tak bergerak" akan memiliki arti yang ada dalam hukum [Negara S]. Istilah
dalam hal apa pun termasuk aksesori properti untuk properti tidak bergerak, ternak dan
peralatan yang digunakan dalampertanian dan kehutanan, hak-hakyang berlaku ketentuan
hukumumummengenaipropertimendarat,penggunaan propertitakbergerakdanhakuntuk
variabel atau pembayaran tetap sebagai pertimbangan untuk pengerjaan,atau hak untuk
bekerja,depositmineral, sumber,dan sumber daya alamlainnya; kapal,kapal,dan pesawat
terbang tidak akan dianggap sebagai harta tak bergerak. (penekanan ditambahkan)
Poinpertamayangperludiperhatikantentangdefinisi ini adalahbahwareferensi silangdenganhukum
domestik negara sumber pendapatan. Di luar itu, Pasal 6(2) dianggap dalam setiap kasus bahwa
properti tidak bergerak untuk keperluan DTA harus termasuk item spesifik yang tercantum di
dalamnya(yaitupropertiaksesori,stokhidup,dll.),Dansecarakhusustidaktermasukkapal,kapal dan
pesawat terbang (pendapatan ini diperlakukan secara eksklusif dalam Pasal 8 model DTA).
Ada tigahal khususyang harusAnda perhatikantentangekstensi dalam Pasal 6(2) dari arti harta tak
gerak di luar hukum domestik negara sumber:
(1) Peternakandanperalatan dianggapsebagaibagiandari tanahjikadigunakandalampertanian
dan kehutanan; dengan demikian, pendapatan yang berasal dari ternak atau peralatan yang
digunakan dikenakan pajak sesuai dengan pasal 6, cf pasal 7. Penggunaan adalah masalah
fakta.
(2) Properti tidak bergerak termasuk hak yang berlaku ketentuan hukum umum (dari negara
sumber) sehubungan dengan properti darat.
(3) Penggunaan barang tidak bergerakitu sendiri adalahbarang tidak bergerak itu untuk tujuan
Pasal 6. "Hak pakai" adalah istilah:
dikembangkandalamyurisdiksihukumperdatauntukmenunjukkanhakremdi mana
seseorang dapat menggunakan properti tertentu dan mengambil semua keuntungan dan
pendapatan dari sana, meskipun properti itu secara hukum dimiliki oleh orang lain, dengan
syarat bahwa pemegangnya tidak berubah , merusak atau menjual properti. Konsep ini
memiliki banyak fitur yang terkait dengan konsep hukum umum trust.
DTA tertentu mengandung variasi definisi OECD dan UN Model DTA tentang "properti tidak
bergerak". Misalnya, DTA Australia-India (1991) secara signifikan memperluas definisi model DTA
denganmendefinisikanproperti "nyata"secaraterpisahuntukmasing-masingnegaradanmencakup
sewadankepentinganlainatastanahdi Australiadanhakuntukmengeksplorasiataumengeksploitasi
mineral atau deposit lain, minyak atau sumur gas, dan kuari atau tempat ekstraksi atau eksploitasi
sumber daya alam lainnya. Pasal 6(2) dan 6(3) dari DTA itu menyatakan bahwa untuk keperluan
Pasal 6, "real properti":
(a) dalamhal Australia,memilikimaknayangdimilikinyaberdasarkanhukumAustraliadanharus
mencakup:
i. sewatanahdankepentinganlainnyadidalamataudiatastanah,baikditingkatkanatau
tidak; dan
ii. hak untuk menerima pembayaran variabel atau tetap baik sebagai pertimbangan
untuk kerja atau hak untuk bekerja atau mengeksplorasi, atau sehubungan dengan
eksploitasi, mineral atau deposit lain, sumur minyak atau gas, tambang atau tempat
ekstraksi atau eksploitasi lainnya sumber daya alam; dan
(b) dalamkasus india,berarti properti yang,menuruthukumIndia,adalahhartatakbergerakdan
akan mencakup:
i. aksesori properti untuk properti tidak bergerak;
ii. hak-hak yang berlaku ketentuan hukum umum mengenai properti yang
didaratkan; dan
iii. penggunaanbarangtakbergerakdanhakuntukmenerimapembayaranvariabelatau
tetap baik sebagai pertimbangan untuk bekerja atau hak untuk bekerja atau
mengeksplorasi , atau sehubungan dengan eksploitasi, mineral atau deposit lain, sumur
minyak atau gas, sumur minyak atau gas, tambang atau tempat lain ekstraksi atau
eksploitasi sumber daya alam.
(3) Sewatanah, segalakepentinganlaindi dalamatau di atas tanah dan setiaphak atau properti
sebagaimanadimaksuddalamsalahsatuayatayat(2) akan dianggapberadadi lokasi di mana
tanah,mineral atausimpananlain, sumurminyakataugasbumi,tambang,sumberdayaalam,
atau properti, jika ada, terletak atau di mana eksplorasi dapat dilakukan. (penekanan
ditambahkan)
Properti tidak bergerak dari suatu perusahaan
Pasal 6(4) OECD Model DTA menetapkan bahwa Pasal 6(1) dan 6(3) juga berlaku untuk pendapatan
dari harta tak gerak perusahaan. Pasal 6(4) UN Model DTA memperluas versi pasal 6(4) versi OECD
untuk pendapatan dari harta tak gerak yang digunakan untuk pekerjaan layanan pribadi yang
independen.Anda akan ingat dari Bab 10 bahwa pasal 3 (Definisi umum) menetapkan bahwa istilah
"perusahaan" berlaku untuk menjalankan bisnis apa pun. Karena itu, Pasal 6(4) menegaskan bahwa
pendapatanyangberasal dari harta tak bergerak karenasuatu usaha yang dikenai pajaksesuai pasal
6 dan tidak berdasarkan Pasal 7; dengan kata lain, situs prinsip properti tidak bergerak mengambil
prioritasdi atasprinsippermanentestablishment.Jadi, Pasal 6(4) konsistendengan Pasal 7(7) dimana
pasal 6 mendapatkan priotritas.
Kesimpulan
Dalam bab ini,kitatelahmempelajari pendekatanDTA model OECDdan PBB untukpengenaanpajak
lintas batas yang berasal dari harta tak bergerak. Kita telah melihat bagaimana istilah "harta tak
bergerak"didefinisikanuntukkeperluanDTA,danbagaimana situsharta tak bergerak adalahprinsip
dasar yang mengatur pengenaan pajak penghasilan yang dihasilkannya.
Seperti dalambab-babsebelumnya,kitamenarikkeluarperbandingandari pengobatanmacamdi atas
pendapatan di bawah OECD Model DTA, PBB Model DTA dan sumber - berdasarkan Perjanjian
CARICOM.

More Related Content

What's hot

Konsep dasar pajak internasional by lutfi ardhani,dkk
Konsep dasar pajak internasional by lutfi ardhani,dkkKonsep dasar pajak internasional by lutfi ardhani,dkk
Konsep dasar pajak internasional by lutfi ardhani,dkkLutfi Ardhani
 
Pertemuan 7: utang pajak, penagihan pajak dan hapusnya utang pajak
Pertemuan 7: utang pajak, penagihan pajak dan hapusnya utang pajakPertemuan 7: utang pajak, penagihan pajak dan hapusnya utang pajak
Pertemuan 7: utang pajak, penagihan pajak dan hapusnya utang pajakMagdalena - Nommensen university
 
Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi DaerahUndang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerahinfosanitasi
 
Makalah pajak internasional
Makalah pajak internasionalMakalah pajak internasional
Makalah pajak internasionalebethha
 
Tax treaty indonesia korea selatan
Tax treaty indonesia   korea selatanTax treaty indonesia   korea selatan
Tax treaty indonesia korea selatanRina Noviyanti
 
Hukum pajak internasional
Hukum pajak internasionalHukum pajak internasional
Hukum pajak internasionalDevy_KPutri
 
BAB 10 PAJAK INTERNASIONAL
BAB 10 PAJAK INTERNASIONALBAB 10 PAJAK INTERNASIONAL
BAB 10 PAJAK INTERNASIONALEmilia Wati
 
PAJAK dan HUKUM PAJAK
PAJAK dan HUKUM PAJAKPAJAK dan HUKUM PAJAK
PAJAK dan HUKUM PAJAKsischayank
 
Pajak Internasional atas Royalti
Pajak Internasional atas RoyaltiPajak Internasional atas Royalti
Pajak Internasional atas RoyaltiIlham Sousuke
 
Perjanjian perpajakan intl
Perjanjian perpajakan intlPerjanjian perpajakan intl
Perjanjian perpajakan intlayuayawh
 
Bab 1& 2 pengantar perpajakan
Bab 1& 2 pengantar perpajakanBab 1& 2 pengantar perpajakan
Bab 1& 2 pengantar perpajakanPet-pet
 
Bab 1 pengantar perpajakan
Bab 1 pengantar perpajakanBab 1 pengantar perpajakan
Bab 1 pengantar perpajakandessayti
 

What's hot (20)

Konsep dasar pajak internasional by lutfi ardhani,dkk
Konsep dasar pajak internasional by lutfi ardhani,dkkKonsep dasar pajak internasional by lutfi ardhani,dkk
Konsep dasar pajak internasional by lutfi ardhani,dkk
 
Pertemuan 7: utang pajak, penagihan pajak dan hapusnya utang pajak
Pertemuan 7: utang pajak, penagihan pajak dan hapusnya utang pajakPertemuan 7: utang pajak, penagihan pajak dan hapusnya utang pajak
Pertemuan 7: utang pajak, penagihan pajak dan hapusnya utang pajak
 
Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi DaerahUndang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
 
Tax blitz 4_Indonesia
Tax blitz 4_IndonesiaTax blitz 4_Indonesia
Tax blitz 4_Indonesia
 
Makalah pajak internasional
Makalah pajak internasionalMakalah pajak internasional
Makalah pajak internasional
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Tax treaty indonesia korea selatan
Tax treaty indonesia   korea selatanTax treaty indonesia   korea selatan
Tax treaty indonesia korea selatan
 
Uu 19 2000
Uu 19 2000Uu 19 2000
Uu 19 2000
 
Hukum pajak internasional
Hukum pajak internasionalHukum pajak internasional
Hukum pajak internasional
 
Perpajakan
PerpajakanPerpajakan
Perpajakan
 
BAB 10 PAJAK INTERNASIONAL
BAB 10 PAJAK INTERNASIONALBAB 10 PAJAK INTERNASIONAL
BAB 10 PAJAK INTERNASIONAL
 
PAJAK dan HUKUM PAJAK
PAJAK dan HUKUM PAJAKPAJAK dan HUKUM PAJAK
PAJAK dan HUKUM PAJAK
 
Pajak Internasional atas Royalti
Pajak Internasional atas RoyaltiPajak Internasional atas Royalti
Pajak Internasional atas Royalti
 
Perjanjian perpajakan intl
Perjanjian perpajakan intlPerjanjian perpajakan intl
Perjanjian perpajakan intl
 
Bab 1& 2 pengantar perpajakan
Bab 1& 2 pengantar perpajakanBab 1& 2 pengantar perpajakan
Bab 1& 2 pengantar perpajakan
 
Bab 1 pengantar perpajakan
Bab 1 pengantar perpajakanBab 1 pengantar perpajakan
Bab 1 pengantar perpajakan
 
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pajak Daerah dan Retribusi DaerahPajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
 
Pengantar PERPAJAKAN
Pengantar PERPAJAKANPengantar PERPAJAKAN
Pengantar PERPAJAKAN
 
Perpajakan
PerpajakanPerpajakan
Perpajakan
 
Uu 34 2000
Uu 34 2000Uu 34 2000
Uu 34 2000
 

Similar to Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak Bergerak

Pajak Internasional atas Jasa Independen
Pajak Internasional atas Jasa IndependenPajak Internasional atas Jasa Independen
Pajak Internasional atas Jasa IndependenIlham Sousuke
 
PERBEDAAN PPh PASAL 21 DAN PPh PASAL 23
PERBEDAAN PPh PASAL 21 DAN PPh PASAL 23 PERBEDAAN PPh PASAL 21 DAN PPh PASAL 23
PERBEDAAN PPh PASAL 21 DAN PPh PASAL 23 Riki Ardoni
 
Pajak dan retribusi daerah
Pajak dan retribusi daerahPajak dan retribusi daerah
Pajak dan retribusi daerahryandyra
 
S-PL-022-14-00-Petunjuk Awal untuk WP Baru - Orang Pribadi
S-PL-022-14-00-Petunjuk Awal untuk WP Baru - Orang PribadiS-PL-022-14-00-Petunjuk Awal untuk WP Baru - Orang Pribadi
S-PL-022-14-00-Petunjuk Awal untuk WP Baru - Orang Pribadimateripenyuluhan
 
PP Nomor 94 tahun 2010
PP Nomor 94 tahun 2010PP Nomor 94 tahun 2010
PP Nomor 94 tahun 2010Dudi Wahyudi
 
Lingkup Material dalam Pajak Internasional
Lingkup Material dalam Pajak InternasionalLingkup Material dalam Pajak Internasional
Lingkup Material dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)Ilham Sousuke
 
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak Internasional
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak InternasionalKeringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak Internasional
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
per3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptx
per3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptxper3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptx
per3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptxAmeliaputri70459
 
Pajak Internasional atas Dividen
Pajak Internasional atas DividenPajak Internasional atas Dividen
Pajak Internasional atas DividenIlham Sousuke
 
Buku Saku Perpajakan Pemilik Indekos
Buku Saku Perpajakan Pemilik IndekosBuku Saku Perpajakan Pemilik Indekos
Buku Saku Perpajakan Pemilik Indekosinideedee
 
akutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMI
akutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMIakutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMI
akutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMInoval dwi ridzkiana
 
Iai pph badan sesi 4 ab
Iai pph badan sesi 4 abIai pph badan sesi 4 ab
Iai pph badan sesi 4 abFajri A
 

Similar to Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak Bergerak (20)

Stuktur P3B
Stuktur P3BStuktur P3B
Stuktur P3B
 
Pajak Internasional atas Jasa Independen
Pajak Internasional atas Jasa IndependenPajak Internasional atas Jasa Independen
Pajak Internasional atas Jasa Independen
 
PERBEDAAN PPh PASAL 21 DAN PPh PASAL 23
PERBEDAAN PPh PASAL 21 DAN PPh PASAL 23 PERBEDAAN PPh PASAL 21 DAN PPh PASAL 23
PERBEDAAN PPh PASAL 21 DAN PPh PASAL 23
 
Pajak dan retribusi daerah
Pajak dan retribusi daerahPajak dan retribusi daerah
Pajak dan retribusi daerah
 
S-PL-022-14-00-Petunjuk Awal untuk WP Baru - Orang Pribadi
S-PL-022-14-00-Petunjuk Awal untuk WP Baru - Orang PribadiS-PL-022-14-00-Petunjuk Awal untuk WP Baru - Orang Pribadi
S-PL-022-14-00-Petunjuk Awal untuk WP Baru - Orang Pribadi
 
PP Nomor 94 tahun 2010
PP Nomor 94 tahun 2010PP Nomor 94 tahun 2010
PP Nomor 94 tahun 2010
 
Lingkup Material dalam Pajak Internasional
Lingkup Material dalam Pajak InternasionalLingkup Material dalam Pajak Internasional
Lingkup Material dalam Pajak Internasional
 
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
 
Uu 34 2000 Pjls
Uu 34 2000 PjlsUu 34 2000 Pjls
Uu 34 2000 Pjls
 
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak Internasional
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak InternasionalKeringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak Internasional
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak Internasional
 
per3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptx
per3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptxper3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptx
per3. korelasi hukum pajak dengan ilmu lainnya.pptx
 
P3 b presentation h
P3 b presentation hP3 b presentation h
P3 b presentation h
 
Pajak Internasional atas Dividen
Pajak Internasional atas DividenPajak Internasional atas Dividen
Pajak Internasional atas Dividen
 
Buku Saku Perpajakan Pemilik Indekos
Buku Saku Perpajakan Pemilik IndekosBuku Saku Perpajakan Pemilik Indekos
Buku Saku Perpajakan Pemilik Indekos
 
PPh 23
PPh 23PPh 23
PPh 23
 
Pajak
PajakPajak
Pajak
 
Perda PBB P2 Kab Sumbawa
Perda PBB P2 Kab SumbawaPerda PBB P2 Kab Sumbawa
Perda PBB P2 Kab Sumbawa
 
akutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMI
akutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMIakutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMI
akutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMI
 
Iai pph badan sesi 4 ab
Iai pph badan sesi 4 abIai pph badan sesi 4 ab
Iai pph badan sesi 4 ab
 
Pajak daerah
Pajak daerahPajak daerah
Pajak daerah
 

More from Ilham Sousuke

Hubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak Internasional
Hubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak InternasionalHubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak Internasional
Hubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)Ilham Sousuke
 
Residensi dalam Pajak Internasional
Residensi dalam Pajak InternasionalResidensi dalam Pajak Internasional
Residensi dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Perjanjian Penghindaran Pajak BergandaPerjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Perjanjian Penghindaran Pajak BergandaIlham Sousuke
 
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3B
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3BKedudukan Hukum dan Interpretasi P3B
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3BIlham Sousuke
 
Pajak Berganda dalam Pajak Internasional
Pajak Berganda dalam Pajak InternasionalPajak Berganda dalam Pajak Internasional
Pajak Berganda dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
Mengenal Pajak Internasional
Mengenal Pajak InternasionalMengenal Pajak Internasional
Mengenal Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cyclesIlham Sousuke
 
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repaymentIlham Sousuke
 
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousingIlham Sousuke
 
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaranIlham Sousuke
 
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihanIlham Sousuke
 
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaranIlham Sousuke
 
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan test of control & substa...
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan   test of control & substa...(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan   test of control & substa...
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan test of control & substa...Ilham Sousuke
 
(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit
(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit
(Pert 3) bab 24 penyelesaian auditIlham Sousuke
 
(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitis
(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitis(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitis
(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitisIlham Sousuke
 
(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program audit
(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program audit(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program audit
(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program auditIlham Sousuke
 
(Pert 2) bab 10 pengendalian internal
(Pert 2) bab 10 pengendalian internal(Pert 2) bab 10 pengendalian internal
(Pert 2) bab 10 pengendalian internalIlham Sousuke
 
(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko audit
(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko audit(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko audit
(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko auditIlham Sousuke
 
(Pert 2) bab 7 bukti audit
(Pert 2) bab 7 bukti audit(Pert 2) bab 7 bukti audit
(Pert 2) bab 7 bukti auditIlham Sousuke
 

More from Ilham Sousuke (20)

Hubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak Internasional
Hubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak InternasionalHubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak Internasional
Hubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak Internasional
 
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)
 
Residensi dalam Pajak Internasional
Residensi dalam Pajak InternasionalResidensi dalam Pajak Internasional
Residensi dalam Pajak Internasional
 
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Perjanjian Penghindaran Pajak BergandaPerjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
 
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3B
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3BKedudukan Hukum dan Interpretasi P3B
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3B
 
Pajak Berganda dalam Pajak Internasional
Pajak Berganda dalam Pajak InternasionalPajak Berganda dalam Pajak Internasional
Pajak Berganda dalam Pajak Internasional
 
Mengenal Pajak Internasional
Mengenal Pajak InternasionalMengenal Pajak Internasional
Mengenal Pajak Internasional
 
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles
 
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment
 
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing
 
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran
 
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan
 
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran
 
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan test of control & substa...
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan   test of control & substa...(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan   test of control & substa...
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan test of control & substa...
 
(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit
(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit
(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit
 
(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitis
(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitis(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitis
(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitis
 
(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program audit
(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program audit(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program audit
(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program audit
 
(Pert 2) bab 10 pengendalian internal
(Pert 2) bab 10 pengendalian internal(Pert 2) bab 10 pengendalian internal
(Pert 2) bab 10 pengendalian internal
 
(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko audit
(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko audit(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko audit
(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko audit
 
(Pert 2) bab 7 bukti audit
(Pert 2) bab 7 bukti audit(Pert 2) bab 7 bukti audit
(Pert 2) bab 7 bukti audit
 

Recently uploaded

DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxwawan479953
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfJarzaniIsmail
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAppgauliananda03
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXIksanSaputra6
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAAmmar Ahmad
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfEniNuraeni29
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKgamelamalaal
 
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaPengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaAndreRangga1
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptnabilafarahdiba95
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"baimmuhammad71
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxriscacriswanda
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanAdePutraTunggali
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxsalmnor
 
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxMOHDAZLANBINALIMoe
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 

Recently uploaded (20)

DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaPengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 

Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak Bergerak

  • 1. Pengenalan Dalam Bab 12 hingga 14 telah membahas dampak DTA terhadap pendapatan pasif dalam bentuk dividen,bunga,danroyalti. Dalambab ini,kitaakan memeriksaperlakuanpajakatas transaksi lintas batas yang menghasilkan pendapatan sewa dari properti tidak bergerak. Properti tidakbergeraksecarahukumdikenal sebagai "real property".Penghasilanyangdiperolehdari properti disebut sebagai "sewa". Sewa dibayar oleh penyewa (pengguna real property kepada landlord tanah (landlord atau pemasok real property). DTA bilateral mengatur hak perpajakan masing-masing negara atas pendapatan sewa di mana landlordnya adalah residen satu negara dan penyewa adalah residen negara lainnya. Karena "immovable property" dapat memiliki arti yang berbeda bagi orang yang berbeda, kami memeriksa bagaimanaistilahtersebutdiinterpretasikanuntukkeperluanDTA di manaia digunakan. Olehkarena itu, bab ini membahas penyimpangan spesifik dari OECD Model DTA yang terkandung dalam DTA tertentu. Hukum domestik perpajakan atas penghasilan dari harta tak gerak Ketentuan pajak domestik suatu negara biasanya mengenakan pajak atas pendapatan sewa yang diperolehwajibpajak.Dengandemikian, ketentuanpajak domestikNegaraSbiasanyaakanmencakup perpajakan sewa yang diperoleh oleh bukan residen Negara S, serta residennya. Secara umum, pendapatansewayangdiperoleholeh residendanbukan residen suatunegaratidakdikenakanpajak pemotonganpadasumbernyakarenatuantanahmemiliki jumlahpengeluarandanpengeluaranyang berbeda, yang telah mereka tanggung untuk memperoleh pendapatan sewa kotor, yang deductible dalam menghitung pendapatan sewa bersih yang menjadi dasar pengenaan pajak penghasilan. Oleh karena itu, pendapatan sewa biasanya dikenakan pajak berdasarkan pengenaan pajak tahunan. Ketikasewadibayaroleh residen negarasumber(TenantS) kepada landlordyangtinggal di NegaraR, double taxationatas pendapatansewamungkintimbul,tetapi tidakharusdilakukan. Jikalandlordnya adalahresiden (katakanlah)Belanda- yaitujikaNegaraR adalahBelanda- tidak akanada pengenaan Double Taxation atas pendapatan sewa karena Belanda tidak mengenakan pajak kepada residennya atas sebagian besar jenis pendapatan sumber luar negeri (termasuk pendapatan sewa). Namun, seperti yang telah kita lihat dalam bab-bab sebelumnya, untuk mencapai netralitas ekspor modal, sebagianbesarnegara menerapkansistempajakberbasistempattinggal (yaitumerekamengenakan pajak atas penghuninya atas world-wide income) dan oleh sebab itu, mengenakan pajak pada residennyaataspendapatansewadari luarnegeri (danlainnya).Dalamkasusdi atas, yurisdiksi pajak mengenakan Double Taxation atas pendapatan sewa jika Negara S juga mengenakan pajak atas pendapatansewaberdasarkanprinsipyurisdiksi pajaksumber.EntahhukumnasionalNegaraRsecara sepihakatauartikel dalamDTA antara NegaraR danNegaraS di sepanjangPasal 23 OECDModel DTA diperlukan untuk membebaskan landlord dari beban Double Taxation yang dikenakan atas pendapatan sewa. Berbeda dengan kasus-kasus pendapatan pasif yang dibahas dalam Bab 12 hingga 14, Negara S biasanya tidak akan mengenakan final withholding tax atas pendapatan sewa yang diperoleh dari Tenant S oleh landlordnya yang bukan residen. Landlord akan diharuskan untuk melaporkan SPT tahunan di Negara S atas pendapatan sewa setelahdikurangi biaya yang timbul dalam memperoleh sewa kotornya. Demikian pula, landlord biasanya membayar pajak atas pendapatan sewa sumber asingnyadi NegaraRatasdasarpendapatanbersih,yaituNegaraRbiasanyamengizinkanpengeluaran yang dikeluarkan oleh landlord tanah dalam memperoleh pendapatan sewa kotornya. karena itu, ketikaNegaraRmemberikancreditrelief kepadalandlord ataspajakyangdibayarkandi NegaraSatas pendapatan sewa bersihnya, oleh sebab itu ada keselarasan antara negara R dan S karena dasar penghitungan menggunakan pendapatan bersih. Ketidakselarasan yang muncul disebabkan atas pengeluaran dan pengakuan dalam ketentuan pajak masing-masing.
  • 2. Hak perpajakan berdasarkan perjanjian Double Taxation Pasal 6 OECD Model DTA dan UN Model DTA membahaspengenaanpajakpenghasilandari hartatak gerak yang berasal dari Negara S oleh orang yang merupakan residen Negara R. Pasal 6(1) memberikanNegaraShakatas pajakpenghasilanyangtimbuldari hartatakbergerakyangterletakdi Negara S berdasarkan hukum nasionalnya: Penghasilan yang diperoleh oleh residen [Negara R] dari properti tidak bergerak (termasuk pendapatan dari pertanian atau kehutanan) yang terletak di [Negara S] dapat dikenakan pajak(may be taxed) di [Negara S]. (penekanan ditambahkan) Perhatikan bahwa Negara S tidak harus mengenakan pajak atas penghasilan itu, tetapi dapat melakukannya jika diinginkan; dengan kata lain, jika Negara S memungutpajak sewa yang diperoleh bukan residen berdasarkan hukum nasionalnya, DTA antara Negara R dan Negara S tidak akan menghentikan Negara S untuk melakukan hal itu. Namun, ketika Negara S mengenakan pajak atas penghasilan tersebut, tes utama berdasarkan Pasal 6(1),yangmemungkinkanNegaraSuntuk terusmemberlakukanpajaknya,adalahujisitus;yaitu, properti tidakbergerakyangmenghasilkanpendapatan,yangdikenakanpajakNegaraS,harusberada di Negara S. Implikasi dari Pasal 6(1) dalam konteksseluruh Pasal 6 adalah bahwa jika properti tidak bergerak yang dimaksud tidak terletak di Negara S, Negara S tidak dapat mengenakan pajak atas penghasilan yang timbul darinya, meskipun landlord properti tersebut adalah residen Negara S. Dalam melaksanakan hak tersebut, dalampasal 6(3) OECD dan UN Model DTA, disebutkan Negara S dapat mengenakan pajak penghasilan dari properti tidak bergerak sebagai akibat penggunaan langsungnya, mengizinkan untuk menggunakan atau digunakan dalam bentuk lain apa pun. Selainitu, baikPasal 6(1) atau ketentuanlaindalamPasal 6 tidakada yang membatasi hakNegara R untuk memungut pajak, berdasarkan hukum nasionalnya, pendapatan dari properti tidak bergerak yang diperoleh residennya. Pasal 6 bekerja untuk Negara S, status sumber pendapatan dari harta tak bergerak. Tidak seperti pendapatan pasif dalam bentuk dividen dan bunga, OECD dan UN Model DTA tidak membatasi hak pajak Negara S (yaitu mereka tidak membatasi jumlah pajak yang dapat dikenakan olehNegaraSpada pendapatandari hartatak bergerak),yangpadagilirannyaberartibahwasemakin tinggi pembebananpajakolehNegaraS, semakin besarpula creditrelief yangdiberikanolehnegara R kepada residen-nya, yang berinvestasi dalam real property di Negara S. Seperti yang telah kita ketahui, Perjanjian CARICOM hanya mengizinkan negara sumber untuk mengenakanpajakpendapatanlintasbatas. Olehkarena itu,dalam kaitannyadengani mm properti ovable, Art. 6 (1) dari Perjanjian tersebut menyatakan bahwa: Penghasilan darihartatakbergerakhanya akandikenakan pajakdiNegara Anggota dimana properti tersebut berada. (penekanan ditambahkan) Arti "properti tidak bergerak" Apa yang kemudian adalah properti tidak bergerak yang Pasal 6 OECD dan UN Model DTA berlaku? Pasal 6 (2) OECD dan UN Model DTA memberi tahu kita bahwa: istilah "benda tak bergerak" akan memiliki arti yang ada dalam hukum [Negara S]. Istilah dalam hal apa pun termasuk aksesori properti untuk properti tidak bergerak, ternak dan peralatan yang digunakan dalampertanian dan kehutanan, hak-hakyang berlaku ketentuan hukumumummengenaipropertimendarat,penggunaan propertitakbergerakdanhakuntuk variabel atau pembayaran tetap sebagai pertimbangan untuk pengerjaan,atau hak untuk
  • 3. bekerja,depositmineral, sumber,dan sumber daya alamlainnya; kapal,kapal,dan pesawat terbang tidak akan dianggap sebagai harta tak bergerak. (penekanan ditambahkan) Poinpertamayangperludiperhatikantentangdefinisi ini adalahbahwareferensi silangdenganhukum domestik negara sumber pendapatan. Di luar itu, Pasal 6(2) dianggap dalam setiap kasus bahwa properti tidak bergerak untuk keperluan DTA harus termasuk item spesifik yang tercantum di dalamnya(yaitupropertiaksesori,stokhidup,dll.),Dansecarakhusustidaktermasukkapal,kapal dan pesawat terbang (pendapatan ini diperlakukan secara eksklusif dalam Pasal 8 model DTA). Ada tigahal khususyang harusAnda perhatikantentangekstensi dalam Pasal 6(2) dari arti harta tak gerak di luar hukum domestik negara sumber: (1) Peternakandanperalatan dianggapsebagaibagiandari tanahjikadigunakandalampertanian dan kehutanan; dengan demikian, pendapatan yang berasal dari ternak atau peralatan yang digunakan dikenakan pajak sesuai dengan pasal 6, cf pasal 7. Penggunaan adalah masalah fakta. (2) Properti tidak bergerak termasuk hak yang berlaku ketentuan hukum umum (dari negara sumber) sehubungan dengan properti darat. (3) Penggunaan barang tidak bergerakitu sendiri adalahbarang tidak bergerak itu untuk tujuan Pasal 6. "Hak pakai" adalah istilah: dikembangkandalamyurisdiksihukumperdatauntukmenunjukkanhakremdi mana seseorang dapat menggunakan properti tertentu dan mengambil semua keuntungan dan pendapatan dari sana, meskipun properti itu secara hukum dimiliki oleh orang lain, dengan syarat bahwa pemegangnya tidak berubah , merusak atau menjual properti. Konsep ini memiliki banyak fitur yang terkait dengan konsep hukum umum trust. DTA tertentu mengandung variasi definisi OECD dan UN Model DTA tentang "properti tidak bergerak". Misalnya, DTA Australia-India (1991) secara signifikan memperluas definisi model DTA denganmendefinisikanproperti "nyata"secaraterpisahuntukmasing-masingnegaradanmencakup sewadankepentinganlainatastanahdi Australiadanhakuntukmengeksplorasiataumengeksploitasi mineral atau deposit lain, minyak atau sumur gas, dan kuari atau tempat ekstraksi atau eksploitasi sumber daya alam lainnya. Pasal 6(2) dan 6(3) dari DTA itu menyatakan bahwa untuk keperluan Pasal 6, "real properti": (a) dalamhal Australia,memilikimaknayangdimilikinyaberdasarkanhukumAustraliadanharus mencakup: i. sewatanahdankepentinganlainnyadidalamataudiatastanah,baikditingkatkanatau tidak; dan ii. hak untuk menerima pembayaran variabel atau tetap baik sebagai pertimbangan untuk kerja atau hak untuk bekerja atau mengeksplorasi, atau sehubungan dengan eksploitasi, mineral atau deposit lain, sumur minyak atau gas, tambang atau tempat ekstraksi atau eksploitasi lainnya sumber daya alam; dan (b) dalamkasus india,berarti properti yang,menuruthukumIndia,adalahhartatakbergerakdan akan mencakup: i. aksesori properti untuk properti tidak bergerak; ii. hak-hak yang berlaku ketentuan hukum umum mengenai properti yang didaratkan; dan iii. penggunaanbarangtakbergerakdanhakuntukmenerimapembayaranvariabelatau tetap baik sebagai pertimbangan untuk bekerja atau hak untuk bekerja atau mengeksplorasi , atau sehubungan dengan eksploitasi, mineral atau deposit lain, sumur minyak atau gas, sumur minyak atau gas, tambang atau tempat lain ekstraksi atau eksploitasi sumber daya alam.
  • 4. (3) Sewatanah, segalakepentinganlaindi dalamatau di atas tanah dan setiaphak atau properti sebagaimanadimaksuddalamsalahsatuayatayat(2) akan dianggapberadadi lokasi di mana tanah,mineral atausimpananlain, sumurminyakataugasbumi,tambang,sumberdayaalam, atau properti, jika ada, terletak atau di mana eksplorasi dapat dilakukan. (penekanan ditambahkan) Properti tidak bergerak dari suatu perusahaan Pasal 6(4) OECD Model DTA menetapkan bahwa Pasal 6(1) dan 6(3) juga berlaku untuk pendapatan dari harta tak gerak perusahaan. Pasal 6(4) UN Model DTA memperluas versi pasal 6(4) versi OECD untuk pendapatan dari harta tak gerak yang digunakan untuk pekerjaan layanan pribadi yang independen.Anda akan ingat dari Bab 10 bahwa pasal 3 (Definisi umum) menetapkan bahwa istilah "perusahaan" berlaku untuk menjalankan bisnis apa pun. Karena itu, Pasal 6(4) menegaskan bahwa pendapatanyangberasal dari harta tak bergerak karenasuatu usaha yang dikenai pajaksesuai pasal 6 dan tidak berdasarkan Pasal 7; dengan kata lain, situs prinsip properti tidak bergerak mengambil prioritasdi atasprinsippermanentestablishment.Jadi, Pasal 6(4) konsistendengan Pasal 7(7) dimana pasal 6 mendapatkan priotritas. Kesimpulan Dalam bab ini,kitatelahmempelajari pendekatanDTA model OECDdan PBB untukpengenaanpajak lintas batas yang berasal dari harta tak bergerak. Kita telah melihat bagaimana istilah "harta tak bergerak"didefinisikanuntukkeperluanDTA,danbagaimana situsharta tak bergerak adalahprinsip dasar yang mengatur pengenaan pajak penghasilan yang dihasilkannya. Seperti dalambab-babsebelumnya,kitamenarikkeluarperbandingandari pengobatanmacamdi atas pendapatan di bawah OECD Model DTA, PBB Model DTA dan sumber - berdasarkan Perjanjian CARICOM.