SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
Pengenalan
Dalam bab ini, kita akan memeriksa perlakuan pajak atas transaksi lintas batas yang menghasilkan
capital gain, yang timbul dari transfer properti.
Ketika capital gain diperoleh oleh residen satu negara dari pembuangan properti yang terletak di
negara lain, DTA lagi-lagi mengalokasikan hak untuk mengenakan pajak atas keuntungan tersebut di
antara negara-negara tersebut. Dalam melakukan hal itu,sebagian besar DTA, mengikuti OECD atau
UN Model DTA,yangmembedakanantarakeuntungandari properti tidakbergerak;propertibergerak
yang merupakan bagian dari properti bisnis PE yang terletak di salah satu negara; properti dalam
bentuk kapal atau pesawat terbang yang digunakan dalam lalu lintas internasional, atau kapal yang
bergerak dalam transportasi perairan internal; dan properti "lainnya".
Hukum domestik perpajakan atas capital gain
Sebagianbesarnegara mengenakanpajakataspelepasanataupemindahtangananasetdanliabilitas
lainnya. Namun, beberapa negara tidak melakukannya. Negara-negara Anggota OECD yang paling
terkenal yang tidak mengenakan pajak capital gain adalah Belanda (sehubungandengan capital gain
yang dibuatolehperorangan) danSelandiaBaru(sehubungandengansemuacapital gain,tergantung
pada beberapa perkecualiankasus khusus terbatas). Jika properti yang memunculkan keuntungan
terletakdi salahsatunegara tersebutatauorang yangmemperolehkeuntunganadalah residen salah
satu negara tersebut, juridical double taxation tidak akan muncul. Oleh karena itu, dalam kasus-
kasus tersebut tidak diperlukan mekanisme pembebasan double taxation sehubungan dengan
keuntungan tersebut baik secara sepihak maupun dalam DTA;
Negara-negara yang mengenakan pajak atas capital gains dapat dilakukan dengan cara pajak capital
gains yang terpisah dan independen dari pajak penghasilan (misalnya Inggris) atau dengan cara
memasukkan keuntungan dalam pendapatan yang dikenakan pajak penghasilan (mis. Amerika
Serikat). Dalam kedua kasus tersebut, undang-undang pajak domestik negara tempat keuntungan
diperoleh(Negara S) biasanya akan mencakupkeuntungan pajak yang diperoleh oleh bukan residen
Negara S, serta residennya. Secara umum, tidak praktis bagi suatu negara untuk memungut
withholdingtax padasumberatas capital gain yangdiperoleholeh residendanbukanresiden karena
pembayar pajak yang berbeda akan memiliki jumlah pengeluaran yang berbeda, yang telah mereka
keluarkan dalam menghasilkan capital gain, yang dapat dikurangkan dalam menghitung laba bersih
yang menjadi dasar pengenaan pajak penghasilan. Oleh karena itu, capital gain biasanya dikenakan
pajak berdasarkan SPT tahunan.
Hukum domestik banyak negara memuat definisi luas tentang "keuntungan" yang dikenakan pajak
capital gain atau pajak penghasilan. Keuntungan tersebut tidak terbatas aset berwujud tetapi juga
kadang mencakup aset atau liabilitas tidak berwujud. Secara konseptual, pendekatan ini mencakup
interpretasi luas tentang pendapatan, dimana pembuat kebijakan berusaha supaya dikenakan
pajak. Dalam transaksi antara pihak-pihak terkait tertentu, atau ketika aset pengganti (quickly)
diperoleh, ketentuan bantuan rollover berlaku, yang memiliki efek menunda pajak hingga item
tersebut dilepas ke pihak ketiga atau dilepas dan tidak diganti.
Ketika capital gains diperoleh dari pelepasan properti di satu negara (Negara S) oleh orang yang
merupakan residen negara lain (Negara R), double taxation atas keuntungan tersebut dapat muncul
jika Negara S menerapkan ketentuan pajaknya (source-based) terhadap capital gains dan Negara R
menerapkan pajakjuga(residence-based) (yaituNegaraRmengenakanpajak residennyaatasworld-
wide income) atas capital gains. Kemudian hukum domestik Negara R secara sepihak atau artikel
dalamDTA antara NegaraRdanNegaraS sesuai pasal 23OECDModel DTA untukmembebaskanwajib
pajak dari beban double taxation yang dikenakan pada capital gain-nya.
Seperti halnyakasuspendapatandari hartatakbergerakyangdibahasdi atas, NegaraSbiasanyatidak
akan mengenakan pajak final non-residen atas capital gains yang diperoleh oleh bukan residen di
wilayahyurisdiksinya. Wajibpajakakan dimintauntukmelaporkanSPTtahunan di NegaraS di mana
keuntungan bersihnya ditentukan setelah dikurangi biaya dan pengeluaran yang dikeluarkan untuk
mendapatkan jumlahbrutodari keuntungannya. Demikianpula, wajibpajakbiasanyaakanmembayar
pajakatas capital gain luar negeri di NegaraR atas dasar pendapatanbersih,yaituNegaraRbiasanya
akan mengizinkan pengurangan yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam memperoleh jumlah kotor
dari keuntungan tersebut. Oleh karena itu, ketika Negara R memberikan tax relief atas pajak yang
dibayarnya di Negara S atas laba bersihnya, sehingga ada keselarasan antara jumlah pajak yang
dibayarkan di Negara S dan jumlah ordinary credit yang diizinkan oleh Negara R, karena keduanya
ditentukan capital gains bersih. Sekali lagi, ketidaksesuaian yang muncul disebabkan pengakuan
keuntungan yang berbeda dan aturan pengeluaran yang dapat dikurangkan dalam masing-masing
undang-undang pajak domestik Negara R dan Negara S.
Hak perpajakan berdasarkan perjanjian double taxation
Pasal 13 OECD dan UN Model DTA membahas pengenaan pajak atas capital gain, yang timbul di
Negara S olehseseorangyangmerupakan residen NegaraR. Prinsipumumyang diadopsi oleh OECD
dan UN Model DTA adalah untuk memberikan hak pajak atas capital gains atas transfer property
tertentu ke negara yang berhak dimana pajak properti dan penghasilan berasal dari negara
itu. Pasal 13 dibangun di atas premis ini. Jadi, Pasal 13 menetapkan ketentuan pajak yang berbeda
tergantung pada apakah capital gain muncul dalam kaitannya dengan harta bergerak, harta tidak
bergerak, shares in certain real property-owning entities, atau kapal dan pesawat.
Apa yang dimaksud dengan "alienation" properti?
Pasal 13 OECD Model DTA tidak mendefinisikan"capital gain" atau "alienasi properti". "Keuntungan
dari pemindahtangananproperti"umumnyadianggapsebagaikeuntunganmodalyangdihasilkandari
disposisi properti melalui pertukaran atau penjualannya. Istilah ini juga mencakup keuntungan dari
pemindahtanganan sebagian harta, penyitaan properti, pengalihan properti ke perusahaan dengan
imbalan saham, penjualan hak, pemberian properti, dan transmisi properti setelah mati. "Properti"
dalam pengertian ini termasuk liabilitas dan juga aset.
Alienation harta tak gerak
Mengambil properti tak bergerak terlebih dahulu, Pasal 13(1) memberikanNegara S hak atas pajak,
berdasarkan hukum nasionalnya, terhadap keuntungan diperoleh oleh residen Negara R dari
pemindahtanganan harta tak bergerak yang terletak di Negara S:
Keuntungan yang diperoleh oleh residen [Negara R] dari pemindahtanganan harta tak
bergerakyang disebutdalam Pasal6 dan terletak di [Negara S] dapatdikenakan pajak (may
be taxed) di [Negara S]. (penekanan ditambahkan)
Ketentuan ini membuatpengenaanpajakatascapital gainyangdiperolehdari propertitidakbergerak
yang terletak di Negara S kompatibel dengan perlakuan pajak atas pendapatansewa yang diperoleh
dari properti tidak bergerak menurut Pasal 6.
Seperti halnya pasal 6(1), Negara S juga tidak harus mengenakan pajak atas penghasilan itu tetapi
dapat melakukannya jika diinginkan; dengan kata lain, jika Negara S mengenakan pajak atas capital
gain yang diperoleh residen Negara R, berdasarkan hukum domestikNegara S, DTA antara Negara R
dan Negara S tidak akan menghentikan Negara S untuk melakukan hal itu.
MeskipunBelanda(dalamkaitannyadenganindividu)danSelandiaBarutidakmengenakanpajakatas
capital gain dalam ketentuan domestik mereka, Psl. 13(1) umumnya tetap muncul dalam DTA
mereka. Meskipundenganketattidakharusselalumemilikipasal13dalamDTA untukmengalokasikan
antara negara-negara yang mengenakan pajak atas capital gains dimana salah satu negara tidak
mengenakan pajak atas capital gain dalam hal apa pun, tidak ada yang tidak konsisten tentang
memasukkan Pasal tersebut. Sederhananya, Belanda dan Selandia Baru tidak memanfaatkan hak
mereka di bawah DTA yang relevan untuk mengenakan pajak atas capital gains menurut hukum
domestik mereka karena hukum domestik mereka tidak mengabadikan hak semacam itu. Alasan
selanjutnyamengapaPasal 13 mungkinmasihsesuai dalamkeadaanini adalahsalah satu kebijakan:
jikanegarayangmenerapkan non-taxationatascapital gains inginmemperkenalkanpajakatascapital
gain (terutama dengan memasukkan keuntungan dalam pendapatan kena pajak) di masa depan,
negara itu tidak perlu menegosiasikan ulang DTA-nya karena capital gain sudah tercakup.
Syarat utama bagi negara S untuk dapat mengenakan pajak atas capital gains adalah seperti pasal 6
adalah tesSitus,yaituproperti tidakbergerakyang menghasilkankeuntungan,yangdikenakanpajak
NegaraS, harus berada di NegaraS. Implikasi dari Pasal 13(1) dalam konteksseluruh Pasal 13 adalah
bahwa jika properti tidak bergerak yang dimaksud tidak terletak di Negara S, Negara S tidak dapat
mengenakanpajakatas keuntunganyangdiperolehdari pengasingannya,meskipunpemilikproperti
tersebut adalah residen Negara R.
Selain itu, tidak ada Pasal 13(1) atau ketentuan lain dalam Pasal 13 membatasi hak Negara R untuk
mengenakan pajak, berdasarkan hukum nasionalnya, keuntungan diperoleh dari
pemindahtanganan harta tak bergerak yang diperoleh residennya.
Sekali lagi, Pasal 13 bekerja untuk Negara S, sumber keuntungan dari pemindahtanganan harta tak
bergerak. Seperti pendapatandari hartatakbergerak, OECDdan UN model DTA tidakmembatasi hak
perpajakan Negara S (yaitu mereka tidak membatasi jumlah pajak yang dapat dikenakan Negara S
pada pendapatan itu), yang pada gilirannya berarti bahwa semakin tinggi pajak yang dikenakan oleh
Negara S, semakin banyak hak yang direlakanoleh negara R ketika memberikan credit relief kepada
residennya, yang melakukan transfer properti tak bergerak di Negara S.
Seperti yang kita lihat sebelumnya, Perjanjian CARICOMhanya mengizinkan negara-negara sumber
untukmengenakanpajakpendapatanlintasbatas.Karenaitu,sehubungandengancapitalgain,Art. 7
(1) Perjanjian itu menyatakan bahwa:
Kecuali sebagaimana ditentukan dalam Pasal ini, keuntungan yang diperoleh dari
pemindahtanganan properti nyata yang terletak di Negara Anggota hanya akan dikenakan
pajak di Negara tersebut.
Perjanjian CARICOMmendefinisikan "properti nyata" lebih luas daripada OECD dan UN Model DTA
mendefinisikan "properti tidak bergerak". Pasal 7(2) Perjanjian CARICOMsecara efektif merupakan
ketentuan "lihat-lihat". Ini menentukan bahwa:
untuk keperluan [Pasal 7] real properti meliputi:
(i) properti tidak bergerak yang disebut dalam Art. 6;
(ii) saham atau hak-hak serupa dalamsuatu perusahaan,yang asetnya terdiri dari seluruh atau
sebagian dari properti tidak bergerak; dan
(iii) minat dalam kemitraan, perwalian atau tanah, aset yang seluruhnya atau sebagian besar
terdiri dari harta tak gerak.
Saham di perusahaan yang memiliki properti nyata
Dalam kondisi yang mirip dengan Pasal 7(2) CARICOM Agreement. Pasal 13(4) OECD Model DTA
memperluas prinsip Pasal 13(1) dengan memperluas aturan pajak negara sumber atas hak pajak
terhadap transfer saham di perusahaan yang terutama memiliki properti tidak bergerak.
Keuntungan yang diperoleh residen [Negara R] dari pemindahtanganan saham yang
memperoleh lebih dari 50 persen nilainya secara langsung atau tidak langsung dari properti
tidak bergerak yang terletak di [Negara S] dapat dikenakan pajak di [Negara S]
Pada dasarnya, ketentuan ini lebih mengacu pada substansi ekonomi daripada substansi hukum: ia
melihat(look-through)melalui sisi perusahaandanmenyimpulkanbahwa jikaresidenNegaraRdalam
substansi memperoleh keuntungan yang sama pada pemindahtanganan properti nyata secara
langsung sendiri atau melalui satu atau lebih perusahaan yang dimasukkan, maka perlakuan pajak
yangsama berdasarkanDTA harus berlaku. Secarakonseptual,inimasukakal ketika residen NegaraR
memiliki 100% saham di perusahaan milik real estat. Pasal 7(2) Perjanjian CARICOM menegaskan
situasi ini dengan mengacu pada aset entitas terkait yang seluruhnya terdiri dari harta tak
bergerak. Perhatikan bahwa pasal 13(4) mengharuskan terpenuhinya, bahwa lebih dari 50% nilai
saham dapat diatribusikan pada properti tidak bergerak yang terletak di Negara S. Situs lagi-lagi
penting. Tidakmasalahentitasmacam apa yang menerbitkansaham, ataudi negara mana (R, S atau
negara lain) entitas penerbitnya adalah residen.
Seperti yang kita lihat dalam Bab 12 tentang persentase ambang batas kepemilikan saham yang
diperlukan untuk mengakui kepemilikan saham partisipatif dalam tujuan pengenaan pajak atas
dividen berdasarkan pasal 10(2) OECD Model DTA, ambang batas kompromi yang ditetapkan untuk
tujuanaturan look-throughdalamPasal 13(4) adalah50% dari nilai sahamyangdikaitkandenganaset
properti tak bergerak yang mendasari perusahaan.
Demikianpula,PerjanjianCARICOMmemungkinkanuntukambangyanglebihrendahdari asetentitas
yang seluruhnya terdiri dari properti tidak bergerak dengan referensi dalam pasal 7(2) menjadi
"seluruhnya atau terutama". "Pada prinsipnya" adalah konsep subyektif,terutama ketika Pasal itu
tidak menyebutkan bagaimana aset akan diukur, lebih lanjut dalam OECD Model DTA ini terdapat
"beright-line test” 50% dari nilai saham.
UN Model DTA mengadopsi ketentuan hybrid dari dua pendekatanini. Pertama, Pasal 13(4) dari UN
Model DTA menyatakan bahwa:
keuntungan dari pemindahtanganan modal saham suatu perusahaan, atau interest
(kepentingan) dalam kemitraan, kepercayaan atau estate, property yang terdiri
langsung maupun tidak langsung atas property tidak bergerak yang terletak di [Negara S]
dapat dikenakan pajak (may be taxed) di [Country S] ... (penekanan ditambahkan)
Pasal 13(4) mengecualikan perusahaan, kemitraan, perwalian, dan perkebunan yang bergerak di
bidang bisnis pengelolaan properti tidak bergerak; properti yang terdiri secara langsung atau tidak
langsung, terutama properti tidak bergerak yang digunakan oleh entitas dalam aktivitas
bisnisnya. Keuntungantersebutakan dikenakan pajak dalam pasal 7 (business profit) - lihat Bab 10.
Seperti Perjanjian CARICOM, Pasal 13(4) UN Model DTA mewujudkan tes "prinsipal". Namun, tidak
seperti PerjanjianCARICOM, pasal 13(4) UN Model DTA memang mendefinisikan "prinsipnya" dan
menghubungkanke konsepdalam Pasal 13(4) OECDModel DTA dalammelakukannya. UN Model DTA
mengatakan:
Untuk keperluan [Pasal 13(4)], "pada prinsipnya" sehubungan dengan kepemilikan properti
tidak bergerak berarti nilai properti tidak bergerak tersebut melebihi lima puluh persen dari
nilai agregatsemua asetyang dimiliki oleh perusahaan,kemitraan,kepercayaanatau tanah .
Jika negara sumber gagal untuk menganakan hak perpajakan sesuai Pasal 13(4), UN Model DTA
menawarkannya kesempatan kedua. Pasal 13(5) menyatakan bahwa:
keuntungan dari pemindahtanganan saham selain dari yang disebutkan dalam paragraf 4
yang mewakili partisipasi ... persen (persentase akan ditetapkan melalui negosiasi bilateral)
di perusahaan yang merupakan residen [Negara S] dapat dikenakan pajak di [ Negara S].
(penekanan ditambahkan)
Alienation properti bergerak (terkait BUT dan fixed base)
Hak perpajakan negara sumber diperluas tidak hanya atas property tidak bergerak saja (tidak ada
kaitannya dengan PE atau fixed base) tetapi juga keuntungan atas pemindahtanganan properti
bergerakyangmerupakanbagiandari bentukusahatetap non-residendi negarasumber. Pasal 13(2)
dari OECD Model DTA menyatakan bahwa:
keuntungan daripemindahtanganan propertibergerakyang merupakan bagian dariproperti
bisnis dari suatu permanentestablishment yang dimilikioleh suatu perusahaan [Negara R] di
[Negara S], termasuk keuntungan dari pemindahtanganan dari suatu bentuk usaha tetap
(sendiri atau dengan keseluruhan perusahaan), dapat dikenakan pajak(may be taxed) di
[Negara S] . (penekanan ditambahkan)
UN Model DTA, memperluas ketentuan ini di luar hanya permanent establishment tetapi juga fixed
base di Negara S untuk keperluan layanan independen, dalam hal ini keuntungan yang timbul dari
pemindahtangananproperti bergerakyangsecaraefektif terhubungdengan suatufixed base dikenai
pajak sesuai dengan pasal 13(2) UN Model DTA.
Dari perspektif kebijakan pajak, Pasal 13(2) cukup kompatibel dengan Pasal 13(1) dalam hal, sejauh
adahubunganyangcukupantaraproperti (bergerakatautidakbergerak) denganNegaraS,ditentukan
olehsitusdi NegaraS, keuntungandari pelepasanproperti timbul di NegaraS dapat dikenakanpajak
disana. Perhatikan pasal 13(2) menangkaptidakhanya keuntungandari pelepasanproperti bergerak
yang merupakan bagian dari bentuk usaha tetap di Negara S, tetapi juga keuntungan dari transfer
bentuk usaha tetap itu sendiri. Properti tidak bergerak yang merupakan bagian dari bentuk usaha
tetap, dan berlokasi di Negara S, sudah akan dikenakan pajak di Negara S dalam
Pasal 13(1). Sebaliknya, jikasuatubentukusahatetapdari seorang residen NegaraR,yangterletakdi
Negara S, memiliki properti tidak bergerak di Negara R atau di negara bagian ketiga, Negara S tidak
dapat mengenakan pajak atas keuntungan yang diperoleh melalui bentuk usaha tetap, meskipun
demikian bentuk usaha tetap tersebut itu sendiri ada di Negara S. Cukup sederhana, properti tidak
bergerak tidak terletak di sana.
Sekali lagi, Negara S tidak harus mengenakan pajak atas gains, tetapi dapat melakukannya jika
diinginkan. Selain itu, tidak ada Pasal 13(2) atau ketentuan lain dalam Pasal 13 membatasi hak
perpajakan negara R, berdasarkan ketentuan domestiknya, keuntungan yang berasal dari
pemindahtanganan property bergerak yang diperoleh residennya. Dalam hal ini, penjelasan di atas
sehubungan dengan Pasal 13(1) berlaku untuk Pasal 13(2).
Hasilnya Pasal 13(1) dan 13(2), secara bersama-sama, adalah bahwa tidak ada batasan pada hak
negara tempat tinggal dari para pelepas properti bergerak atau tidak bergerak untuk mengenakan
pajak berdasarkan hukum nasionalnya, keuntungan yang diperoleh oleh para pelepas dari
pemindahtangananproperti bergerakatautidakbergerakyangterletakdi negara sumber.Selainitu,
negara sumber memiliki hak untuk mengenakan pajak atas capital gain yang diperoleholeh residen
dari negara pihaklainnyadari pemindahtangananhartatak bergerakyang terletakdi negara sumber
dan dari pemindahtanganan properti bergerak dari permanent establishment milik non-residen di
negara sumber.
Kapal dan pesawat terbang
Untuk mencapai kompatibilitasdengan Pasal 8,aturankhususdalam Pasal 13(3) OECD danUN Model
DTA berlaku untuk keuntungan yang diperoleh dari pemindahtangan kapal dan pesawat:
Keuntungan dari pemindahtanganan kapal atau pesawat udara yang dioperasikan dalam
jalurlalu lintasinternasional,kapalyang bergerakdalampengangkutan perairan pedalaman
atau properti bergerak yang berkaitan dengan pengoperasian kapal, pesawat udara atau
kapal tersebut, hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana
tempatmanajemenyangefektif dariperusahaantersebutterletak.(penekananditambahkan)
Pasal 13(3) hanya berkaitan dengan properti bergerak, seperti kapal, pesawat terbang, dan perahu,
baiksecara hukummaupundalamarti kata sehari-hari.Selainkapal,pesawatterbangdankapal yang
dioperasikan atau terlibat dalam kegiatan yang ditentukan, Pasal 13(3) juga membahas properti
bergerak lainnya yang berkaitan dengan operasi tersebut. Singkatnya, ia memberikan hak pajak
eksklusif atas keuntungan dari pemindahtanganan properti bergerak ke negara dimana tempat
manajemen efektif perusahaan yang melakukan operasi transportasi berada.
Pasal 13(3) mencerminkan tujuan kebijakan pajak bahwa semua pendapatan sehubungan dengan
operasi transportasi internasional harus dikenai pajak di satu negara yang tidak terbantahkan,
keadaan lokasi tempat manajemen transportasi yang efektif dari operator transportasi
internasional. Pendekatan itu secara konsisten diterapkan dalam OECD Model DTA sehubungan
denganbusinessprofit operatortransportasiinternasional(Pasal8dan7(7)),capital gain(Pasal 13(3))
dan modal (Pasal 22(4)) .
Perjanjian CARICOMmemberikan hak perpajakan dalam keadaan ini bukan kepada negara di mana
manajemen transportasi yang efektif terletak, tetapi pada negara tempat tinggal perusahaan yang
memperoleh keuntungan. Pasal 7 (3) Perjanjian CARICOMmenyatakan bahwa:
keuntungan yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari Negara Anggota dari
pemindahtanganan kapal, pesawatterbang,atau peti kemas yang dioperasikan dalam jalur
lalu lintasinternasionalhanya akan dikenakanpajakdiNegara Anggota tersebut. (penekanan
ditambahkan)
Perhatikanbahwakeuntunganyangdiperolehdari pengasingan kontainerjugasecara khusus masuk
dalamPasal 7(3) - sesuatuyangtidakdianutoleh Pasal 13(3) OECDdan UN Model DTA. Pasal 7(3) dari
PerjanjianCARICOMadalahtidakbiasa(untukPerjanjianitu)dalamhal itu(seperti Pasal9(Pengiriman
dan transportasi udara)) mengalokasikan hak perpajakan bukan untuk negara sumber tetapi untuk
keadaantempattinggalperusahaanyangberoperasikapal ataupesawatterbangdalamjalurlalulintas
internasional.
Perhatikan juga bahwa, karena letak geografisnegara-negara anggota Komunitas Karibia, Perjanjian
CARICOM tidak diperlukan (seperti banyak DTA aktual) terkait dengan kapal yang bergerak dalam
transportasi perairan pedalaman (yang merupakan fenomena Eropa) .
Keuntungan lainnya
Pasal 13(5) OECD Model DTA adalah ketentuan "catch-all" yang berkaitan dengan pengenaan pajak
keuntungan dari pemindahtanganan properti apapun, yang belum secara khusus dibahas dalam
paragraf pasal 13 lainnnya, Keuntungantersebut hanyaakandikenakanpajakdi negaratempattinggal
pihak yang memindahtangankan (penjual):
Keuntungan daripemindahtanganan propertiapa pun,selain yang disebutdalamparagraf 1,
2, 3 dan 4, hanya akan dikenakan pajak (taxable only) di Negara pihak pada Persetujuan di
mana alienator tersebut merupakan residen [yaitu hanya di Negara ].
Perhatikan, seperti yang kita amati dalam Bab 14 tentang pemajakan royalti di bawah OECD Model
DTA, bahwa kata "shall" dalam Pasal 13(5) tidak boleh dibaca secara terpisah untuk menyimpulkan
(secara keliru) bahwa Negara tersebut harus mengenakan pajak atas capital gain. Kita telah melihat
bahwa di dunia nyata beberapa negara tidak mengenakan pajak atas keuntungan tersebut. "shall"
harus dibaca dalam hubungannya dengan "only" sehingga Negara R tidak harus mengenakan pajak
atas keuntungan tetapi jika itu dilakukan, itu adalah satu-satunya negara yang dapat
melakukannya; sebaliknya, di bawah Pasal 13(5) OECD dan UN Model DTA, Negara S dilarang
memajaki keuntungantersebutbaikNegaraRmengenakanpajakatautidak. Inipadagilirannyaberarti
bahwaNegaraR tidakdiharuskanuntukmenyerahkanpajakapapunberdasarkanketentuanbantuan
kreditluarnegerinyakepadaresidennya,yangmembuangpropertidi NegaraS,karenatidakadapajak
yang dibayarkan oleh residennya kepada Negara S.
Olehkarenaitu, NegaraR tidakharus mengenakanpajakatas keuntunganyangdiperolehArt. 13 (5)
prihatin, tetapi dapat melakukannya jika diinginkan; dengan kata lain, jika, di bawah hukum
domestiknya,Negara R memungut keuntungan modal asing yang diperoleh residennya, DTA antara
Negara R dan Negara S tidak akan menghentikan Negara R. untuk melakukan hal itu.
Seperti yang Anda harapkan sekarang, Perjanjian CARICOMmengambil posisi sebaliknya. Pasal 7 (4)
dari Perjanjiantersebutmenyatakanbahwakeuntungandari pemindahtangananproperti selaindari
properti dankapal,pesawatterbangataupeti kemasyangdioperasikandalamlalulintasinternasional
(khususnya yang diatur dalam Pasal 7 (1) dan 7 (3)) hanya akan dikenakan pajak di status sumber.
Tabel ringkasan
Pengoperasian Pasal 13 dari OECD Model DTA dapat diringkas dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Kesimpulan
Kami telahmenganalisisperlakuanpajakinternasionalatascapital gain,yangtimbuldari keterasingan
berbagai jenis properti tak bergerak dan bergerak. Gagasan tentang keterasingan properti dibahas,
sertaaturankhusus,tetapi konsisten,yangberlakuuntukpembuangankepemilikansahampartisipatif
dalam entitas yang memiliki properti.
Kita telah melihat bahwa perbedaan antara ( i ) properti tidak bergerak, (ii) properti bergerak yang
terdiri dari properti bisnis dari suatu bentuk usaha tetap, dan (iii) properti bergerak yang terkait
dengan kapal atau pesawat udara yang dioperasikan dalam lalu lintas internasional atau kapal yang
bergerak dalam transportasi perairan pedalaman adalah kritis dalam menentukan perlakuan pajak
atas pendapatan dan capital gain di bawah Pasal 13 dan 21 dari model DTA OECD dan PBB.
Bab ini jugamembahasketeganganketikacapitalgainmuncul dalamkonteksbisnis.Ini jugamencatat
kohesi kebijakanpajak antara perpajakan properti tidak bergerak berdasarkan Pasal 6, perpajakan
pendapatandari pengiriman,transportasisaluranairinternal dantransportasiudaradi bawah Pasal8,
dan pajak atas capital gain menurut Art. 13.
Seperti pada bab-bab sebelumnya kita menarik keluar perbandingan dari pengobatan macam atas
pendapatandan keuntungandi bawahOECD Model DTA, PBB Model DTA dan sumber - berdasarkan
Perjanjian CARICOM.

More Related Content

What's hot

Konstruksi Teori Akuntansi
Konstruksi Teori AkuntansiKonstruksi Teori Akuntansi
Konstruksi Teori AkuntansiSujatmiko Wibowo
 
Presentasi Sewa Guna Usaha (leasing)
Presentasi Sewa Guna Usaha (leasing)Presentasi Sewa Guna Usaha (leasing)
Presentasi Sewa Guna Usaha (leasing)Rose Meea
 
Penentuan Harga Transfer
Penentuan Harga TransferPenentuan Harga Transfer
Penentuan Harga Transferwidya adhy
 
Psak 66 pengaturan bersama 170202015
Psak 66 pengaturan bersama 170202015Psak 66 pengaturan bersama 170202015
Psak 66 pengaturan bersama 170202015PPA FEUI
 
10. Audit Kewajiban jangka panjang.pptx
10. Audit Kewajiban jangka panjang.pptx10. Audit Kewajiban jangka panjang.pptx
10. Audit Kewajiban jangka panjang.pptxRuthPurba2
 
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
Kerangka Konseptual Akuntansi PemerintahanKerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
Kerangka Konseptual Akuntansi PemerintahanSujatmiko Wibowo
 
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahan
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahanKebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahan
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahanGendro Budi Purnomo
 
rmk TEKNIK AKUNTANSI KEUANGAN SEKTOR PUBLIK
rmk TEKNIK AKUNTANSI KEUANGAN SEKTOR PUBLIKrmk TEKNIK AKUNTANSI KEUANGAN SEKTOR PUBLIK
rmk TEKNIK AKUNTANSI KEUANGAN SEKTOR PUBLIKastri keu
 
sistem pengendalian sektor publik
sistem pengendalian sektor publiksistem pengendalian sektor publik
sistem pengendalian sektor publikRadel Dyla
 
Akuntansi internasional rangkuman
Akuntansi internasional rangkumanAkuntansi internasional rangkuman
Akuntansi internasional rangkumanAmrul Rizal
 
pemeriksaan liabilitas jangka pendek AUDITING 2
pemeriksaan liabilitas jangka pendek AUDITING 2pemeriksaan liabilitas jangka pendek AUDITING 2
pemeriksaan liabilitas jangka pendek AUDITING 2Ratih Anjilni
 
Akuntansi pajak penghasilan
Akuntansi pajak penghasilanAkuntansi pajak penghasilan
Akuntansi pajak penghasilansellyhood
 
Makalah segmen operasi psak 5
Makalah segmen operasi psak 5Makalah segmen operasi psak 5
Makalah segmen operasi psak 5Diah Fitri
 
Akuntansi Kas dan Setara Kas PEMDA
Akuntansi Kas dan Setara Kas PEMDAAkuntansi Kas dan Setara Kas PEMDA
Akuntansi Kas dan Setara Kas PEMDAMahyuni Bjm
 
Kompensasi manajemen
Kompensasi manajemenKompensasi manajemen
Kompensasi manajemenanggibert
 
Hubungan kantor pusat dan cabang
Hubungan kantor pusat dan cabangHubungan kantor pusat dan cabang
Hubungan kantor pusat dan cabangahmad aniq azharoni
 

What's hot (20)

Konstruksi Teori Akuntansi
Konstruksi Teori AkuntansiKonstruksi Teori Akuntansi
Konstruksi Teori Akuntansi
 
Presentasi Sewa Guna Usaha (leasing)
Presentasi Sewa Guna Usaha (leasing)Presentasi Sewa Guna Usaha (leasing)
Presentasi Sewa Guna Usaha (leasing)
 
Penentuan Harga Transfer
Penentuan Harga TransferPenentuan Harga Transfer
Penentuan Harga Transfer
 
Kel. 2
Kel. 2Kel. 2
Kel. 2
 
Ch 07 kas & piutang
Ch 07 kas & piutangCh 07 kas & piutang
Ch 07 kas & piutang
 
Psak 66 pengaturan bersama 170202015
Psak 66 pengaturan bersama 170202015Psak 66 pengaturan bersama 170202015
Psak 66 pengaturan bersama 170202015
 
10. Audit Kewajiban jangka panjang.pptx
10. Audit Kewajiban jangka panjang.pptx10. Audit Kewajiban jangka panjang.pptx
10. Audit Kewajiban jangka panjang.pptx
 
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
Kerangka Konseptual Akuntansi PemerintahanKerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
 
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahan
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahanKebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahan
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahan
 
rmk TEKNIK AKUNTANSI KEUANGAN SEKTOR PUBLIK
rmk TEKNIK AKUNTANSI KEUANGAN SEKTOR PUBLIKrmk TEKNIK AKUNTANSI KEUANGAN SEKTOR PUBLIK
rmk TEKNIK AKUNTANSI KEUANGAN SEKTOR PUBLIK
 
sistem pengendalian sektor publik
sistem pengendalian sektor publiksistem pengendalian sektor publik
sistem pengendalian sektor publik
 
Akuntansi internasional rangkuman
Akuntansi internasional rangkumanAkuntansi internasional rangkuman
Akuntansi internasional rangkuman
 
pemeriksaan liabilitas jangka pendek AUDITING 2
pemeriksaan liabilitas jangka pendek AUDITING 2pemeriksaan liabilitas jangka pendek AUDITING 2
pemeriksaan liabilitas jangka pendek AUDITING 2
 
Akuntansi pajak penghasilan
Akuntansi pajak penghasilanAkuntansi pajak penghasilan
Akuntansi pajak penghasilan
 
Eva dan roi
Eva dan roiEva dan roi
Eva dan roi
 
Makalah segmen operasi psak 5
Makalah segmen operasi psak 5Makalah segmen operasi psak 5
Makalah segmen operasi psak 5
 
Akuntansi Kas dan Setara Kas PEMDA
Akuntansi Kas dan Setara Kas PEMDAAkuntansi Kas dan Setara Kas PEMDA
Akuntansi Kas dan Setara Kas PEMDA
 
Kompensasi manajemen
Kompensasi manajemenKompensasi manajemen
Kompensasi manajemen
 
Akuntansi komparatif
Akuntansi komparatifAkuntansi komparatif
Akuntansi komparatif
 
Hubungan kantor pusat dan cabang
Hubungan kantor pusat dan cabangHubungan kantor pusat dan cabang
Hubungan kantor pusat dan cabang
 

Similar to CG_TakBergerak

Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak Bergerak
Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak BergerakPajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak Bergerak
Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak BergerakIlham Sousuke
 
Pajak Internasional atas Dividen
Pajak Internasional atas DividenPajak Internasional atas Dividen
Pajak Internasional atas DividenIlham Sousuke
 
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)Ilham Sousuke
 
Pajak Internasional atas Bunga
Pajak Internasional atas BungaPajak Internasional atas Bunga
Pajak Internasional atas BungaIlham Sousuke
 
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak Internasional
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak InternasionalKeringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak Internasional
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
STUDI KASUS UMUM PERPAJAKAN
STUDI KASUS UMUM PERPAJAKANSTUDI KASUS UMUM PERPAJAKAN
STUDI KASUS UMUM PERPAJAKANhendri van jr
 
Pajak Internasional atas Royalti
Pajak Internasional atas RoyaltiPajak Internasional atas Royalti
Pajak Internasional atas RoyaltiIlham Sousuke
 
PPh Pasal 26 - Pengertian, Subjek, Objek, Tarif dan Perhitungannya - Riki Ardoni
PPh Pasal 26 - Pengertian, Subjek, Objek, Tarif dan Perhitungannya - Riki ArdoniPPh Pasal 26 - Pengertian, Subjek, Objek, Tarif dan Perhitungannya - Riki Ardoni
PPh Pasal 26 - Pengertian, Subjek, Objek, Tarif dan Perhitungannya - Riki ArdoniRiki Ardoni
 
Slide pph orang pribadi
Slide pph orang pribadiSlide pph orang pribadi
Slide pph orang pribadiNaila Karima
 
Deductible expense dan non deductible expense - RIKI ARDONI
Deductible expense dan non deductible expense - RIKI ARDONIDeductible expense dan non deductible expense - RIKI ARDONI
Deductible expense dan non deductible expense - RIKI ARDONIRiki Ardoni
 
Tax Treaty Indonesia - Korea Selatan
Tax Treaty Indonesia  - Korea SelatanTax Treaty Indonesia  - Korea Selatan
Tax Treaty Indonesia - Korea SelatanRina Noviyanti
 
Tax treaty indonesia korea selatan
Tax treaty indonesia   korea selatanTax treaty indonesia   korea selatan
Tax treaty indonesia korea selatanRina Noviyanti
 
(Pert 14) chapter 20
(Pert 14) chapter 20(Pert 14) chapter 20
(Pert 14) chapter 20Ilham Sousuke
 
Uu no.36 tahun 2008 tentang pph
Uu no.36 tahun 2008 tentang  pphUu no.36 tahun 2008 tentang  pph
Uu no.36 tahun 2008 tentang pphRoko Subagya
 
Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...
Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...
Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...BillyReihan
 
Pajak Internasional atas Jasa Independen
Pajak Internasional atas Jasa IndependenPajak Internasional atas Jasa Independen
Pajak Internasional atas Jasa IndependenIlham Sousuke
 
Kebijakan penerimaan pemerintah
Kebijakan penerimaan pemerintahKebijakan penerimaan pemerintah
Kebijakan penerimaan pemerintahMulyadi Yusuf
 

Similar to CG_TakBergerak (20)

Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak Bergerak
Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak BergerakPajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak Bergerak
Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak Bergerak
 
Pajak Internasional atas Dividen
Pajak Internasional atas DividenPajak Internasional atas Dividen
Pajak Internasional atas Dividen
 
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
 
Pajak Internasional atas Bunga
Pajak Internasional atas BungaPajak Internasional atas Bunga
Pajak Internasional atas Bunga
 
Stuktur P3B
Stuktur P3BStuktur P3B
Stuktur P3B
 
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak Internasional
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak InternasionalKeringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak Internasional
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak Internasional
 
STUDI KASUS UMUM PERPAJAKAN
STUDI KASUS UMUM PERPAJAKANSTUDI KASUS UMUM PERPAJAKAN
STUDI KASUS UMUM PERPAJAKAN
 
Pajak Internasional atas Royalti
Pajak Internasional atas RoyaltiPajak Internasional atas Royalti
Pajak Internasional atas Royalti
 
PPh Pasal 26 - Pengertian, Subjek, Objek, Tarif dan Perhitungannya - Riki Ardoni
PPh Pasal 26 - Pengertian, Subjek, Objek, Tarif dan Perhitungannya - Riki ArdoniPPh Pasal 26 - Pengertian, Subjek, Objek, Tarif dan Perhitungannya - Riki Ardoni
PPh Pasal 26 - Pengertian, Subjek, Objek, Tarif dan Perhitungannya - Riki Ardoni
 
P3 b presentation h
P3 b presentation hP3 b presentation h
P3 b presentation h
 
Slide pph orang pribadi
Slide pph orang pribadiSlide pph orang pribadi
Slide pph orang pribadi
 
Deductible expense dan non deductible expense - RIKI ARDONI
Deductible expense dan non deductible expense - RIKI ARDONIDeductible expense dan non deductible expense - RIKI ARDONI
Deductible expense dan non deductible expense - RIKI ARDONI
 
Tm 2-jenis-asas-teori-syarat
Tm 2-jenis-asas-teori-syaratTm 2-jenis-asas-teori-syarat
Tm 2-jenis-asas-teori-syarat
 
Tax Treaty Indonesia - Korea Selatan
Tax Treaty Indonesia  - Korea SelatanTax Treaty Indonesia  - Korea Selatan
Tax Treaty Indonesia - Korea Selatan
 
Tax treaty indonesia korea selatan
Tax treaty indonesia   korea selatanTax treaty indonesia   korea selatan
Tax treaty indonesia korea selatan
 
(Pert 14) chapter 20
(Pert 14) chapter 20(Pert 14) chapter 20
(Pert 14) chapter 20
 
Uu no.36 tahun 2008 tentang pph
Uu no.36 tahun 2008 tentang  pphUu no.36 tahun 2008 tentang  pph
Uu no.36 tahun 2008 tentang pph
 
Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...
Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...
Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...
 
Pajak Internasional atas Jasa Independen
Pajak Internasional atas Jasa IndependenPajak Internasional atas Jasa Independen
Pajak Internasional atas Jasa Independen
 
Kebijakan penerimaan pemerintah
Kebijakan penerimaan pemerintahKebijakan penerimaan pemerintah
Kebijakan penerimaan pemerintah
 

More from Ilham Sousuke

Hubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak Internasional
Hubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak InternasionalHubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak Internasional
Hubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)Ilham Sousuke
 
Residensi dalam Pajak Internasional
Residensi dalam Pajak InternasionalResidensi dalam Pajak Internasional
Residensi dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
Lingkup Material dalam Pajak Internasional
Lingkup Material dalam Pajak InternasionalLingkup Material dalam Pajak Internasional
Lingkup Material dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Perjanjian Penghindaran Pajak BergandaPerjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Perjanjian Penghindaran Pajak BergandaIlham Sousuke
 
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3B
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3BKedudukan Hukum dan Interpretasi P3B
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3BIlham Sousuke
 
Pajak Berganda dalam Pajak Internasional
Pajak Berganda dalam Pajak InternasionalPajak Berganda dalam Pajak Internasional
Pajak Berganda dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
Mengenal Pajak Internasional
Mengenal Pajak InternasionalMengenal Pajak Internasional
Mengenal Pajak InternasionalIlham Sousuke
 
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cyclesIlham Sousuke
 
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repaymentIlham Sousuke
 
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousingIlham Sousuke
 
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaranIlham Sousuke
 
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihanIlham Sousuke
 
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaranIlham Sousuke
 
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan test of control & substa...
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan   test of control & substa...(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan   test of control & substa...
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan test of control & substa...Ilham Sousuke
 
(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit
(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit
(Pert 3) bab 24 penyelesaian auditIlham Sousuke
 
(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitis
(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitis(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitis
(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitisIlham Sousuke
 
(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program audit
(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program audit(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program audit
(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program auditIlham Sousuke
 
(Pert 2) bab 10 pengendalian internal
(Pert 2) bab 10 pengendalian internal(Pert 2) bab 10 pengendalian internal
(Pert 2) bab 10 pengendalian internalIlham Sousuke
 
(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko audit
(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko audit(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko audit
(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko auditIlham Sousuke
 

More from Ilham Sousuke (20)

Hubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak Internasional
Hubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak InternasionalHubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak Internasional
Hubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak Internasional
 
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)
 
Residensi dalam Pajak Internasional
Residensi dalam Pajak InternasionalResidensi dalam Pajak Internasional
Residensi dalam Pajak Internasional
 
Lingkup Material dalam Pajak Internasional
Lingkup Material dalam Pajak InternasionalLingkup Material dalam Pajak Internasional
Lingkup Material dalam Pajak Internasional
 
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Perjanjian Penghindaran Pajak BergandaPerjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
 
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3B
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3BKedudukan Hukum dan Interpretasi P3B
Kedudukan Hukum dan Interpretasi P3B
 
Pajak Berganda dalam Pajak Internasional
Pajak Berganda dalam Pajak InternasionalPajak Berganda dalam Pajak Internasional
Pajak Berganda dalam Pajak Internasional
 
Mengenal Pajak Internasional
Mengenal Pajak InternasionalMengenal Pajak Internasional
Mengenal Pajak Internasional
 
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cycles
 
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repayment
 
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousing
 
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaran
 
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihan
 
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaran
 
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan test of control & substa...
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan   test of control & substa...(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan   test of control & substa...
(Pert 4) bab 14 siklus penjualan dan penagihan test of control & substa...
 
(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit
(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit
(Pert 3) bab 24 penyelesaian audit
 
(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitis
(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitis(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitis
(Pert 3) bab 8 perencanaan audit dan prosedur analitis
 
(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program audit
(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program audit(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program audit
(Pert 3) bab 13 strategi audit dan program audit
 
(Pert 2) bab 10 pengendalian internal
(Pert 2) bab 10 pengendalian internal(Pert 2) bab 10 pengendalian internal
(Pert 2) bab 10 pengendalian internal
 
(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko audit
(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko audit(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko audit
(Pert 2) bab 9 materialitas dan risiko audit
 

Recently uploaded

tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 

Recently uploaded (20)

tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 

CG_TakBergerak

  • 1. Pengenalan Dalam bab ini, kita akan memeriksa perlakuan pajak atas transaksi lintas batas yang menghasilkan capital gain, yang timbul dari transfer properti. Ketika capital gain diperoleh oleh residen satu negara dari pembuangan properti yang terletak di negara lain, DTA lagi-lagi mengalokasikan hak untuk mengenakan pajak atas keuntungan tersebut di antara negara-negara tersebut. Dalam melakukan hal itu,sebagian besar DTA, mengikuti OECD atau UN Model DTA,yangmembedakanantarakeuntungandari properti tidakbergerak;propertibergerak yang merupakan bagian dari properti bisnis PE yang terletak di salah satu negara; properti dalam bentuk kapal atau pesawat terbang yang digunakan dalam lalu lintas internasional, atau kapal yang bergerak dalam transportasi perairan internal; dan properti "lainnya". Hukum domestik perpajakan atas capital gain Sebagianbesarnegara mengenakanpajakataspelepasanataupemindahtangananasetdanliabilitas lainnya. Namun, beberapa negara tidak melakukannya. Negara-negara Anggota OECD yang paling terkenal yang tidak mengenakan pajak capital gain adalah Belanda (sehubungandengan capital gain yang dibuatolehperorangan) danSelandiaBaru(sehubungandengansemuacapital gain,tergantung pada beberapa perkecualiankasus khusus terbatas). Jika properti yang memunculkan keuntungan terletakdi salahsatunegara tersebutatauorang yangmemperolehkeuntunganadalah residen salah satu negara tersebut, juridical double taxation tidak akan muncul. Oleh karena itu, dalam kasus- kasus tersebut tidak diperlukan mekanisme pembebasan double taxation sehubungan dengan keuntungan tersebut baik secara sepihak maupun dalam DTA; Negara-negara yang mengenakan pajak atas capital gains dapat dilakukan dengan cara pajak capital gains yang terpisah dan independen dari pajak penghasilan (misalnya Inggris) atau dengan cara memasukkan keuntungan dalam pendapatan yang dikenakan pajak penghasilan (mis. Amerika Serikat). Dalam kedua kasus tersebut, undang-undang pajak domestik negara tempat keuntungan diperoleh(Negara S) biasanya akan mencakupkeuntungan pajak yang diperoleh oleh bukan residen Negara S, serta residennya. Secara umum, tidak praktis bagi suatu negara untuk memungut withholdingtax padasumberatas capital gain yangdiperoleholeh residendanbukanresiden karena pembayar pajak yang berbeda akan memiliki jumlah pengeluaran yang berbeda, yang telah mereka keluarkan dalam menghasilkan capital gain, yang dapat dikurangkan dalam menghitung laba bersih yang menjadi dasar pengenaan pajak penghasilan. Oleh karena itu, capital gain biasanya dikenakan pajak berdasarkan SPT tahunan. Hukum domestik banyak negara memuat definisi luas tentang "keuntungan" yang dikenakan pajak capital gain atau pajak penghasilan. Keuntungan tersebut tidak terbatas aset berwujud tetapi juga kadang mencakup aset atau liabilitas tidak berwujud. Secara konseptual, pendekatan ini mencakup interpretasi luas tentang pendapatan, dimana pembuat kebijakan berusaha supaya dikenakan pajak. Dalam transaksi antara pihak-pihak terkait tertentu, atau ketika aset pengganti (quickly) diperoleh, ketentuan bantuan rollover berlaku, yang memiliki efek menunda pajak hingga item tersebut dilepas ke pihak ketiga atau dilepas dan tidak diganti. Ketika capital gains diperoleh dari pelepasan properti di satu negara (Negara S) oleh orang yang merupakan residen negara lain (Negara R), double taxation atas keuntungan tersebut dapat muncul jika Negara S menerapkan ketentuan pajaknya (source-based) terhadap capital gains dan Negara R menerapkan pajakjuga(residence-based) (yaituNegaraRmengenakanpajak residennyaatasworld- wide income) atas capital gains. Kemudian hukum domestik Negara R secara sepihak atau artikel dalamDTA antara NegaraRdanNegaraS sesuai pasal 23OECDModel DTA untukmembebaskanwajib pajak dari beban double taxation yang dikenakan pada capital gain-nya. Seperti halnyakasuspendapatandari hartatakbergerakyangdibahasdi atas, NegaraSbiasanyatidak akan mengenakan pajak final non-residen atas capital gains yang diperoleh oleh bukan residen di
  • 2. wilayahyurisdiksinya. Wajibpajakakan dimintauntukmelaporkanSPTtahunan di NegaraS di mana keuntungan bersihnya ditentukan setelah dikurangi biaya dan pengeluaran yang dikeluarkan untuk mendapatkan jumlahbrutodari keuntungannya. Demikianpula, wajibpajakbiasanyaakanmembayar pajakatas capital gain luar negeri di NegaraR atas dasar pendapatanbersih,yaituNegaraRbiasanya akan mengizinkan pengurangan yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam memperoleh jumlah kotor dari keuntungan tersebut. Oleh karena itu, ketika Negara R memberikan tax relief atas pajak yang dibayarnya di Negara S atas laba bersihnya, sehingga ada keselarasan antara jumlah pajak yang dibayarkan di Negara S dan jumlah ordinary credit yang diizinkan oleh Negara R, karena keduanya ditentukan capital gains bersih. Sekali lagi, ketidaksesuaian yang muncul disebabkan pengakuan keuntungan yang berbeda dan aturan pengeluaran yang dapat dikurangkan dalam masing-masing undang-undang pajak domestik Negara R dan Negara S. Hak perpajakan berdasarkan perjanjian double taxation Pasal 13 OECD dan UN Model DTA membahas pengenaan pajak atas capital gain, yang timbul di Negara S olehseseorangyangmerupakan residen NegaraR. Prinsipumumyang diadopsi oleh OECD dan UN Model DTA adalah untuk memberikan hak pajak atas capital gains atas transfer property tertentu ke negara yang berhak dimana pajak properti dan penghasilan berasal dari negara itu. Pasal 13 dibangun di atas premis ini. Jadi, Pasal 13 menetapkan ketentuan pajak yang berbeda tergantung pada apakah capital gain muncul dalam kaitannya dengan harta bergerak, harta tidak bergerak, shares in certain real property-owning entities, atau kapal dan pesawat. Apa yang dimaksud dengan "alienation" properti? Pasal 13 OECD Model DTA tidak mendefinisikan"capital gain" atau "alienasi properti". "Keuntungan dari pemindahtangananproperti"umumnyadianggapsebagaikeuntunganmodalyangdihasilkandari disposisi properti melalui pertukaran atau penjualannya. Istilah ini juga mencakup keuntungan dari pemindahtanganan sebagian harta, penyitaan properti, pengalihan properti ke perusahaan dengan imbalan saham, penjualan hak, pemberian properti, dan transmisi properti setelah mati. "Properti" dalam pengertian ini termasuk liabilitas dan juga aset. Alienation harta tak gerak Mengambil properti tak bergerak terlebih dahulu, Pasal 13(1) memberikanNegara S hak atas pajak, berdasarkan hukum nasionalnya, terhadap keuntungan diperoleh oleh residen Negara R dari pemindahtanganan harta tak bergerak yang terletak di Negara S: Keuntungan yang diperoleh oleh residen [Negara R] dari pemindahtanganan harta tak bergerakyang disebutdalam Pasal6 dan terletak di [Negara S] dapatdikenakan pajak (may be taxed) di [Negara S]. (penekanan ditambahkan) Ketentuan ini membuatpengenaanpajakatascapital gainyangdiperolehdari propertitidakbergerak yang terletak di Negara S kompatibel dengan perlakuan pajak atas pendapatansewa yang diperoleh dari properti tidak bergerak menurut Pasal 6. Seperti halnya pasal 6(1), Negara S juga tidak harus mengenakan pajak atas penghasilan itu tetapi dapat melakukannya jika diinginkan; dengan kata lain, jika Negara S mengenakan pajak atas capital gain yang diperoleh residen Negara R, berdasarkan hukum domestikNegara S, DTA antara Negara R dan Negara S tidak akan menghentikan Negara S untuk melakukan hal itu. MeskipunBelanda(dalamkaitannyadenganindividu)danSelandiaBarutidakmengenakanpajakatas capital gain dalam ketentuan domestik mereka, Psl. 13(1) umumnya tetap muncul dalam DTA mereka. Meskipundenganketattidakharusselalumemilikipasal13dalamDTA untukmengalokasikan antara negara-negara yang mengenakan pajak atas capital gains dimana salah satu negara tidak mengenakan pajak atas capital gain dalam hal apa pun, tidak ada yang tidak konsisten tentang memasukkan Pasal tersebut. Sederhananya, Belanda dan Selandia Baru tidak memanfaatkan hak
  • 3. mereka di bawah DTA yang relevan untuk mengenakan pajak atas capital gains menurut hukum domestik mereka karena hukum domestik mereka tidak mengabadikan hak semacam itu. Alasan selanjutnyamengapaPasal 13 mungkinmasihsesuai dalamkeadaanini adalahsalah satu kebijakan: jikanegarayangmenerapkan non-taxationatascapital gains inginmemperkenalkanpajakatascapital gain (terutama dengan memasukkan keuntungan dalam pendapatan kena pajak) di masa depan, negara itu tidak perlu menegosiasikan ulang DTA-nya karena capital gain sudah tercakup. Syarat utama bagi negara S untuk dapat mengenakan pajak atas capital gains adalah seperti pasal 6 adalah tesSitus,yaituproperti tidakbergerakyang menghasilkankeuntungan,yangdikenakanpajak NegaraS, harus berada di NegaraS. Implikasi dari Pasal 13(1) dalam konteksseluruh Pasal 13 adalah bahwa jika properti tidak bergerak yang dimaksud tidak terletak di Negara S, Negara S tidak dapat mengenakanpajakatas keuntunganyangdiperolehdari pengasingannya,meskipunpemilikproperti tersebut adalah residen Negara R. Selain itu, tidak ada Pasal 13(1) atau ketentuan lain dalam Pasal 13 membatasi hak Negara R untuk mengenakan pajak, berdasarkan hukum nasionalnya, keuntungan diperoleh dari pemindahtanganan harta tak bergerak yang diperoleh residennya. Sekali lagi, Pasal 13 bekerja untuk Negara S, sumber keuntungan dari pemindahtanganan harta tak bergerak. Seperti pendapatandari hartatakbergerak, OECDdan UN model DTA tidakmembatasi hak perpajakan Negara S (yaitu mereka tidak membatasi jumlah pajak yang dapat dikenakan Negara S pada pendapatan itu), yang pada gilirannya berarti bahwa semakin tinggi pajak yang dikenakan oleh Negara S, semakin banyak hak yang direlakanoleh negara R ketika memberikan credit relief kepada residennya, yang melakukan transfer properti tak bergerak di Negara S. Seperti yang kita lihat sebelumnya, Perjanjian CARICOMhanya mengizinkan negara-negara sumber untukmengenakanpajakpendapatanlintasbatas.Karenaitu,sehubungandengancapitalgain,Art. 7 (1) Perjanjian itu menyatakan bahwa: Kecuali sebagaimana ditentukan dalam Pasal ini, keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan properti nyata yang terletak di Negara Anggota hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut. Perjanjian CARICOMmendefinisikan "properti nyata" lebih luas daripada OECD dan UN Model DTA mendefinisikan "properti tidak bergerak". Pasal 7(2) Perjanjian CARICOMsecara efektif merupakan ketentuan "lihat-lihat". Ini menentukan bahwa: untuk keperluan [Pasal 7] real properti meliputi: (i) properti tidak bergerak yang disebut dalam Art. 6; (ii) saham atau hak-hak serupa dalamsuatu perusahaan,yang asetnya terdiri dari seluruh atau sebagian dari properti tidak bergerak; dan (iii) minat dalam kemitraan, perwalian atau tanah, aset yang seluruhnya atau sebagian besar terdiri dari harta tak gerak. Saham di perusahaan yang memiliki properti nyata Dalam kondisi yang mirip dengan Pasal 7(2) CARICOM Agreement. Pasal 13(4) OECD Model DTA memperluas prinsip Pasal 13(1) dengan memperluas aturan pajak negara sumber atas hak pajak terhadap transfer saham di perusahaan yang terutama memiliki properti tidak bergerak. Keuntungan yang diperoleh residen [Negara R] dari pemindahtanganan saham yang memperoleh lebih dari 50 persen nilainya secara langsung atau tidak langsung dari properti tidak bergerak yang terletak di [Negara S] dapat dikenakan pajak di [Negara S]
  • 4. Pada dasarnya, ketentuan ini lebih mengacu pada substansi ekonomi daripada substansi hukum: ia melihat(look-through)melalui sisi perusahaandanmenyimpulkanbahwa jikaresidenNegaraRdalam substansi memperoleh keuntungan yang sama pada pemindahtanganan properti nyata secara langsung sendiri atau melalui satu atau lebih perusahaan yang dimasukkan, maka perlakuan pajak yangsama berdasarkanDTA harus berlaku. Secarakonseptual,inimasukakal ketika residen NegaraR memiliki 100% saham di perusahaan milik real estat. Pasal 7(2) Perjanjian CARICOM menegaskan situasi ini dengan mengacu pada aset entitas terkait yang seluruhnya terdiri dari harta tak bergerak. Perhatikan bahwa pasal 13(4) mengharuskan terpenuhinya, bahwa lebih dari 50% nilai saham dapat diatribusikan pada properti tidak bergerak yang terletak di Negara S. Situs lagi-lagi penting. Tidakmasalahentitasmacam apa yang menerbitkansaham, ataudi negara mana (R, S atau negara lain) entitas penerbitnya adalah residen. Seperti yang kita lihat dalam Bab 12 tentang persentase ambang batas kepemilikan saham yang diperlukan untuk mengakui kepemilikan saham partisipatif dalam tujuan pengenaan pajak atas dividen berdasarkan pasal 10(2) OECD Model DTA, ambang batas kompromi yang ditetapkan untuk tujuanaturan look-throughdalamPasal 13(4) adalah50% dari nilai sahamyangdikaitkandenganaset properti tak bergerak yang mendasari perusahaan. Demikianpula,PerjanjianCARICOMmemungkinkanuntukambangyanglebihrendahdari asetentitas yang seluruhnya terdiri dari properti tidak bergerak dengan referensi dalam pasal 7(2) menjadi "seluruhnya atau terutama". "Pada prinsipnya" adalah konsep subyektif,terutama ketika Pasal itu tidak menyebutkan bagaimana aset akan diukur, lebih lanjut dalam OECD Model DTA ini terdapat "beright-line test” 50% dari nilai saham. UN Model DTA mengadopsi ketentuan hybrid dari dua pendekatanini. Pertama, Pasal 13(4) dari UN Model DTA menyatakan bahwa: keuntungan dari pemindahtanganan modal saham suatu perusahaan, atau interest (kepentingan) dalam kemitraan, kepercayaan atau estate, property yang terdiri langsung maupun tidak langsung atas property tidak bergerak yang terletak di [Negara S] dapat dikenakan pajak (may be taxed) di [Country S] ... (penekanan ditambahkan) Pasal 13(4) mengecualikan perusahaan, kemitraan, perwalian, dan perkebunan yang bergerak di bidang bisnis pengelolaan properti tidak bergerak; properti yang terdiri secara langsung atau tidak langsung, terutama properti tidak bergerak yang digunakan oleh entitas dalam aktivitas bisnisnya. Keuntungantersebutakan dikenakan pajak dalam pasal 7 (business profit) - lihat Bab 10. Seperti Perjanjian CARICOM, Pasal 13(4) UN Model DTA mewujudkan tes "prinsipal". Namun, tidak seperti PerjanjianCARICOM, pasal 13(4) UN Model DTA memang mendefinisikan "prinsipnya" dan menghubungkanke konsepdalam Pasal 13(4) OECDModel DTA dalammelakukannya. UN Model DTA mengatakan: Untuk keperluan [Pasal 13(4)], "pada prinsipnya" sehubungan dengan kepemilikan properti tidak bergerak berarti nilai properti tidak bergerak tersebut melebihi lima puluh persen dari nilai agregatsemua asetyang dimiliki oleh perusahaan,kemitraan,kepercayaanatau tanah . Jika negara sumber gagal untuk menganakan hak perpajakan sesuai Pasal 13(4), UN Model DTA menawarkannya kesempatan kedua. Pasal 13(5) menyatakan bahwa: keuntungan dari pemindahtanganan saham selain dari yang disebutkan dalam paragraf 4 yang mewakili partisipasi ... persen (persentase akan ditetapkan melalui negosiasi bilateral) di perusahaan yang merupakan residen [Negara S] dapat dikenakan pajak di [ Negara S]. (penekanan ditambahkan)
  • 5. Alienation properti bergerak (terkait BUT dan fixed base) Hak perpajakan negara sumber diperluas tidak hanya atas property tidak bergerak saja (tidak ada kaitannya dengan PE atau fixed base) tetapi juga keuntungan atas pemindahtanganan properti bergerakyangmerupakanbagiandari bentukusahatetap non-residendi negarasumber. Pasal 13(2) dari OECD Model DTA menyatakan bahwa: keuntungan daripemindahtanganan propertibergerakyang merupakan bagian dariproperti bisnis dari suatu permanentestablishment yang dimilikioleh suatu perusahaan [Negara R] di [Negara S], termasuk keuntungan dari pemindahtanganan dari suatu bentuk usaha tetap (sendiri atau dengan keseluruhan perusahaan), dapat dikenakan pajak(may be taxed) di [Negara S] . (penekanan ditambahkan) UN Model DTA, memperluas ketentuan ini di luar hanya permanent establishment tetapi juga fixed base di Negara S untuk keperluan layanan independen, dalam hal ini keuntungan yang timbul dari pemindahtangananproperti bergerakyangsecaraefektif terhubungdengan suatufixed base dikenai pajak sesuai dengan pasal 13(2) UN Model DTA. Dari perspektif kebijakan pajak, Pasal 13(2) cukup kompatibel dengan Pasal 13(1) dalam hal, sejauh adahubunganyangcukupantaraproperti (bergerakatautidakbergerak) denganNegaraS,ditentukan olehsitusdi NegaraS, keuntungandari pelepasanproperti timbul di NegaraS dapat dikenakanpajak disana. Perhatikan pasal 13(2) menangkaptidakhanya keuntungandari pelepasanproperti bergerak yang merupakan bagian dari bentuk usaha tetap di Negara S, tetapi juga keuntungan dari transfer bentuk usaha tetap itu sendiri. Properti tidak bergerak yang merupakan bagian dari bentuk usaha tetap, dan berlokasi di Negara S, sudah akan dikenakan pajak di Negara S dalam Pasal 13(1). Sebaliknya, jikasuatubentukusahatetapdari seorang residen NegaraR,yangterletakdi Negara S, memiliki properti tidak bergerak di Negara R atau di negara bagian ketiga, Negara S tidak dapat mengenakan pajak atas keuntungan yang diperoleh melalui bentuk usaha tetap, meskipun demikian bentuk usaha tetap tersebut itu sendiri ada di Negara S. Cukup sederhana, properti tidak bergerak tidak terletak di sana. Sekali lagi, Negara S tidak harus mengenakan pajak atas gains, tetapi dapat melakukannya jika diinginkan. Selain itu, tidak ada Pasal 13(2) atau ketentuan lain dalam Pasal 13 membatasi hak perpajakan negara R, berdasarkan ketentuan domestiknya, keuntungan yang berasal dari pemindahtanganan property bergerak yang diperoleh residennya. Dalam hal ini, penjelasan di atas sehubungan dengan Pasal 13(1) berlaku untuk Pasal 13(2). Hasilnya Pasal 13(1) dan 13(2), secara bersama-sama, adalah bahwa tidak ada batasan pada hak negara tempat tinggal dari para pelepas properti bergerak atau tidak bergerak untuk mengenakan pajak berdasarkan hukum nasionalnya, keuntungan yang diperoleh oleh para pelepas dari pemindahtangananproperti bergerakatautidakbergerakyangterletakdi negara sumber.Selainitu, negara sumber memiliki hak untuk mengenakan pajak atas capital gain yang diperoleholeh residen dari negara pihaklainnyadari pemindahtangananhartatak bergerakyang terletakdi negara sumber dan dari pemindahtanganan properti bergerak dari permanent establishment milik non-residen di negara sumber. Kapal dan pesawat terbang Untuk mencapai kompatibilitasdengan Pasal 8,aturankhususdalam Pasal 13(3) OECD danUN Model DTA berlaku untuk keuntungan yang diperoleh dari pemindahtangan kapal dan pesawat: Keuntungan dari pemindahtanganan kapal atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalurlalu lintasinternasional,kapalyang bergerakdalampengangkutan perairan pedalaman atau properti bergerak yang berkaitan dengan pengoperasian kapal, pesawat udara atau
  • 6. kapal tersebut, hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana tempatmanajemenyangefektif dariperusahaantersebutterletak.(penekananditambahkan) Pasal 13(3) hanya berkaitan dengan properti bergerak, seperti kapal, pesawat terbang, dan perahu, baiksecara hukummaupundalamarti kata sehari-hari.Selainkapal,pesawatterbangdankapal yang dioperasikan atau terlibat dalam kegiatan yang ditentukan, Pasal 13(3) juga membahas properti bergerak lainnya yang berkaitan dengan operasi tersebut. Singkatnya, ia memberikan hak pajak eksklusif atas keuntungan dari pemindahtanganan properti bergerak ke negara dimana tempat manajemen efektif perusahaan yang melakukan operasi transportasi berada. Pasal 13(3) mencerminkan tujuan kebijakan pajak bahwa semua pendapatan sehubungan dengan operasi transportasi internasional harus dikenai pajak di satu negara yang tidak terbantahkan, keadaan lokasi tempat manajemen transportasi yang efektif dari operator transportasi internasional. Pendekatan itu secara konsisten diterapkan dalam OECD Model DTA sehubungan denganbusinessprofit operatortransportasiinternasional(Pasal8dan7(7)),capital gain(Pasal 13(3)) dan modal (Pasal 22(4)) . Perjanjian CARICOMmemberikan hak perpajakan dalam keadaan ini bukan kepada negara di mana manajemen transportasi yang efektif terletak, tetapi pada negara tempat tinggal perusahaan yang memperoleh keuntungan. Pasal 7 (3) Perjanjian CARICOMmenyatakan bahwa: keuntungan yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari Negara Anggota dari pemindahtanganan kapal, pesawatterbang,atau peti kemas yang dioperasikan dalam jalur lalu lintasinternasionalhanya akan dikenakanpajakdiNegara Anggota tersebut. (penekanan ditambahkan) Perhatikanbahwakeuntunganyangdiperolehdari pengasingan kontainerjugasecara khusus masuk dalamPasal 7(3) - sesuatuyangtidakdianutoleh Pasal 13(3) OECDdan UN Model DTA. Pasal 7(3) dari PerjanjianCARICOMadalahtidakbiasa(untukPerjanjianitu)dalamhal itu(seperti Pasal9(Pengiriman dan transportasi udara)) mengalokasikan hak perpajakan bukan untuk negara sumber tetapi untuk keadaantempattinggalperusahaanyangberoperasikapal ataupesawatterbangdalamjalurlalulintas internasional. Perhatikan juga bahwa, karena letak geografisnegara-negara anggota Komunitas Karibia, Perjanjian CARICOM tidak diperlukan (seperti banyak DTA aktual) terkait dengan kapal yang bergerak dalam transportasi perairan pedalaman (yang merupakan fenomena Eropa) . Keuntungan lainnya Pasal 13(5) OECD Model DTA adalah ketentuan "catch-all" yang berkaitan dengan pengenaan pajak keuntungan dari pemindahtanganan properti apapun, yang belum secara khusus dibahas dalam paragraf pasal 13 lainnnya, Keuntungantersebut hanyaakandikenakanpajakdi negaratempattinggal pihak yang memindahtangankan (penjual): Keuntungan daripemindahtanganan propertiapa pun,selain yang disebutdalamparagraf 1, 2, 3 dan 4, hanya akan dikenakan pajak (taxable only) di Negara pihak pada Persetujuan di mana alienator tersebut merupakan residen [yaitu hanya di Negara ]. Perhatikan, seperti yang kita amati dalam Bab 14 tentang pemajakan royalti di bawah OECD Model DTA, bahwa kata "shall" dalam Pasal 13(5) tidak boleh dibaca secara terpisah untuk menyimpulkan (secara keliru) bahwa Negara tersebut harus mengenakan pajak atas capital gain. Kita telah melihat bahwa di dunia nyata beberapa negara tidak mengenakan pajak atas keuntungan tersebut. "shall" harus dibaca dalam hubungannya dengan "only" sehingga Negara R tidak harus mengenakan pajak atas keuntungan tetapi jika itu dilakukan, itu adalah satu-satunya negara yang dapat melakukannya; sebaliknya, di bawah Pasal 13(5) OECD dan UN Model DTA, Negara S dilarang memajaki keuntungantersebutbaikNegaraRmengenakanpajakatautidak. Inipadagilirannyaberarti
  • 7. bahwaNegaraR tidakdiharuskanuntukmenyerahkanpajakapapunberdasarkanketentuanbantuan kreditluarnegerinyakepadaresidennya,yangmembuangpropertidi NegaraS,karenatidakadapajak yang dibayarkan oleh residennya kepada Negara S. Olehkarenaitu, NegaraR tidakharus mengenakanpajakatas keuntunganyangdiperolehArt. 13 (5) prihatin, tetapi dapat melakukannya jika diinginkan; dengan kata lain, jika, di bawah hukum domestiknya,Negara R memungut keuntungan modal asing yang diperoleh residennya, DTA antara Negara R dan Negara S tidak akan menghentikan Negara R. untuk melakukan hal itu. Seperti yang Anda harapkan sekarang, Perjanjian CARICOMmengambil posisi sebaliknya. Pasal 7 (4) dari Perjanjiantersebutmenyatakanbahwakeuntungandari pemindahtangananproperti selaindari properti dankapal,pesawatterbangataupeti kemasyangdioperasikandalamlalulintasinternasional (khususnya yang diatur dalam Pasal 7 (1) dan 7 (3)) hanya akan dikenakan pajak di status sumber. Tabel ringkasan Pengoperasian Pasal 13 dari OECD Model DTA dapat diringkas dalam bentuk tabel sebagai berikut: Kesimpulan Kami telahmenganalisisperlakuanpajakinternasionalatascapital gain,yangtimbuldari keterasingan berbagai jenis properti tak bergerak dan bergerak. Gagasan tentang keterasingan properti dibahas, sertaaturankhusus,tetapi konsisten,yangberlakuuntukpembuangankepemilikansahampartisipatif dalam entitas yang memiliki properti. Kita telah melihat bahwa perbedaan antara ( i ) properti tidak bergerak, (ii) properti bergerak yang terdiri dari properti bisnis dari suatu bentuk usaha tetap, dan (iii) properti bergerak yang terkait dengan kapal atau pesawat udara yang dioperasikan dalam lalu lintas internasional atau kapal yang bergerak dalam transportasi perairan pedalaman adalah kritis dalam menentukan perlakuan pajak atas pendapatan dan capital gain di bawah Pasal 13 dan 21 dari model DTA OECD dan PBB. Bab ini jugamembahasketeganganketikacapitalgainmuncul dalamkonteksbisnis.Ini jugamencatat kohesi kebijakanpajak antara perpajakan properti tidak bergerak berdasarkan Pasal 6, perpajakan pendapatandari pengiriman,transportasisaluranairinternal dantransportasiudaradi bawah Pasal8, dan pajak atas capital gain menurut Art. 13. Seperti pada bab-bab sebelumnya kita menarik keluar perbandingan dari pengobatan macam atas pendapatandan keuntungandi bawahOECD Model DTA, PBB Model DTA dan sumber - berdasarkan Perjanjian CARICOM.