Dokumen tersebut menjelaskan metodologi pengujian audit atas saldo piutang usaha yang mencakup 6 tahapan yaitu: 1) mengidentifikasi risiko bisnis, 2) menetapkan materialitas dan risiko inheren, 3) menilai risiko pengendalian, 4) pengujian transaksi, 5) prosedur analitis, dan 6) pengujian saldo. Tahapan tersebut bertujuan untuk memenuhi 8 tujuan audit terkait saldo piutang usaha seperti keberadaan
1. Menyelesaikan Pengujian Audit dalam Siklus Penjualan dan Penagihan : Piutang Usaha
Metodologi untuk merancang pengujian atas rincian saldo
Dalam merancangpengujian atas rincian saldo untuk piutang usaha, auditor harus memenuhi masing-masing
dari delapan tujuan audit terkait saldo. Apabila tujuan audit tersebut diterapkan dalam akun piutang usaha,
disebut (Account Receivable balance-related audit objective) sebagai berikut :
(a) Detail tie-in : piutang usaha dalam neraca sama dengan jumlah file induk terkait dan totalnya
telah ditambahkan dengan benar serta sama dengan buku besar.
(b) Existence : Piutang usaha yang dicatat ada
(c) Completeness: Piutang usaha yang ada telah dicantumkan
(d) Accuracy : Piutang usaha sudah akurat
(e) Classification : Piutang usaha telah diklasifikasikan dengan benar
(f) Cutoff : Pisah batas piutang usaha sudah benar
(g) Realizable Value : Piutang usaha dinyatakan dalam nilai realisasi
(h) Right : Klien memiliki hak atas piutang usaha
Tahapan dalam merancang metodologi pengujian rincian saldo
(1) Mengidentifikasi risiko bisnis klien yang mempengaruhi piutang usaha (Tahap 1)
Pengujian piutang usaha didasarkan pada prosedur penilaian risiko oleh auditor. Auditor mempelajari
industri dan lingkungan bisnis klien serta mengevaluasi tujuan manajemen dan proses bisnis untuk
mengidentifikasi risiko bisnis klien yang signifikan terhadap laporan keuangan (Piutang Usaha). Dari situ
auditor melakukan prosedur analitis pendahuluan terhadap piutang usaha.
(2) Menetapkan materialitas kinerja dan menilai risiko inheren (Tahap 1)
Auditor memutuskan pertimbangan pendahuluan mengenai materialitas laporan keuangan secara
keseluruhan, kemudian mengalokasikannya ke akun-akun signifikan di neraca (termasuk piutang usaha).
Dalam menilai risiko inheren, auditor menggunakan bisnis klien, sifat klien, dan industrinya.
(3) Menilai risiko pengendalian untuk siklus penjualan dan penagihan (Tahap 1)
Aspek pengendalian internal yang harus diperhatikan oleh auditor :
(a) Pengendalian yang mencegah atau mendeteksi penggelapan
(b) Pengendalian terhadap pisah batas
(c) Pengendalian yang terkait dengan penyisihan piutang tak tertagih
Auditor harus menghubungkan risiko pengendalian untuk tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi
dengan tujuan audit terkait saldo dalam memutuskan deteksi yang direncanakan (PDR) dan bukti yang
direncanakan bagi pengujian saldo akun.
Untuk penjualan, tujuan keterjadian (transaksi) mempengaruhi tujuan keberadaan (saldo). Hal ini
disebabkan karena kenaikan penjualan akan meningkatkan saldo piutang usaha.
Untuk penerimaan kas, tujuan keterjadian (transaksi) mempengaruhi tujuan kelengkapan (saldo). Hal
ini disebabkan karena kenaikan penerimaan kas akan mengurangi saldo piutang usaha.
(4) Merancang dan melaksanakan pengujian pengendalian dan substantive atas transaksi (Tahap 2)
Hasil pengujian pengendalian digunakan untuk menilai risiko pengendalian atas penjualan dan
penerimaan kas
Hasil pengujian substantive atas transaksi digunakan untuk menentukan sejauh mana risiko deteksi
(PDR) akan dipenuhi untuk tujuan audit berkaitan dengan saldo piutang usaha.
(5) Merancang dan Melaksanakan Prosedur Analitis (Tahap 3)
Prosedur analitis dilakukan di tahap perencanaan, tahap pengujian, dan tahap penyelesaian. Pada siklus
penjualan dan penagihan, auditor melakukan prosedur analitis terhadap keseluruhan, bukan hanya piutang
usaha saja. Hal ini karena adanya hubungan yang erat antara akun laporan laba rugi dan neraca.
2. Contoh prosedur analitis membandingkan persentase marjin kotor dengan tahun sebelumnya,
kemungkinan salah saji yang muncul adalah lebih saji/kurang saji pada penjualan dan piutang usaha.
Selain itu, auditor juga mereview piutang usaha yang memiliki saldo besar dan tidak biasa.
Jika hasil prosedur analitis sudah menguntungkan, maka auditor akan mengurangi pengujian yang
terincin atas saldo
Jika hasil prosedur analitis menunjukkan fluktiasi atau tidak biasa, maka auditor akan mengajukan
pertanyaan tambahan kepada manajemen
(6) Merancang dan melaksanakan Pengujian atas rincian saldo Piutang Usaha (Tahap 3)
Berkaitan dengan risiko deteksi yang direncanakan dan sangat dipengaruhi oleh Risiko Inheren serta
Risiko Pengendalian (RMM).
Jika RMM tinggi, maka auditor akan menurunkan PDR dengan melakukan pengujian substantive yang
ekstensif.
Jika RMM rendah, maka auditor akan meningkatkan PDR dengan melakukan pengujian substantive
yang sedikit.
Jumlah bukti audit yang direncanakan adalah kebilikan dari PDR.
Kemudian auditor harus menentukan prosedur audit, ukuran sampel, item yang pilih, dan penetapan waktu.
Pengujian atas Rincian Saldo
Sesuai dengan Account Receivable balance-related audit objective sebagai berikut :
(a) Piutang usaha dalam neraca sama dengan jumlah file induk terkait dan totalnya telah ditambahkan
dengan benar serta sama dengan buku besar. (Detail tie-in)
Auditor dapat menggunakan Aged Trial Balance sebagai dasar dan harus dipastikan bahwa Aged Trial
Balance tersebut telah memenuhi detail tie-in.
(b) Piutang usaha yang dicatat ada (Existence)
Auditor dapat menggunakan konfirmasi saldo kepada pelanggan untuk memastikan eksistensi piutang
yang dicatat. Apabila pelanggan tidak merespon, auditor dapat menggunakan dokumen pendukung seperti
pengiriman barang dan penerimaan kas.
(c) Piutang usaha yang ada telah dicantumkan (Completeness)
Auditor dapat menggunakan Aged Trial Balance untuk menyeimbangkan rekonsiliasi antara piutang
usaha dengan akun pengendali buku besar. Pengujian substantive atas transaksi pengiriman yang telah
dilakukan tapi belum dicatat juga dapat dilakukan.
(d) Piutang usaha sudah akurat (Accuracy)
Auditor dapat menggunakan konfirmasi piutang usaha kepada pelanggan untuk memastikan akurasi
saldo piutang usaha.
(e) Piutang usaha telah diklasifikasikan dengan benar (Classification)
Pemisahan klasifikasi harus ditentukan sesuai sifat piutang usaha (lancer aau tidak lancer). Kemudian
untuk piutang usaha kepada pihak terafiliasi harus dipisahkan terutama yang sifatnya material.
(f) Pisah batas piutang usaha sudah benar (Cutoff)
Cutoff bertujuan untuk memverifikasi apakah transaksi yang mendekati akhir periode akuntansi dicatat
pada periode yang tepat karena dapat mempengaruhi laba/rugi periode berjalan. Salah saji cutoff dapat
terjadi pada akun berikut :
Penjualan – klien biasanya menggunakan kriteria pengiriman barang, faktur peralihan hak atas barang
sebagai cutoff penjualan telah terjadi dan diakui sebagai piutang. Hal ini bergantung pada efektivitas
pengendalian klien, auditor dapat menggunakan dokumen pengiriman akhir periode dan
membandingkannya dengan penjualan pada periode berjalan.
Retun dan pengurangan penjualan – klien biasanya menyandingkan retur dan pengurangan
penjualan yang ada dengan penjualan yang terkait jika jumlahnya material, tetapi apabila tidak material
retur dan pengurangan penjualan dapat dicatat pada periode berjalan. Selain itu adapula yang
3. menggunakan metode pencadangan. Auditor dapat memeriksa dokumen return dan pengurangan
penjualan yang terjadi setelah akhir periode.
Penerimaan kas – auditor dapat menelusuri penerimaan kas yang dicatat ke setoran bank periode
selanjutnya. Jika terjadi penundaan, kemungkinan merupakan salah saji cutoff.
Permasalahan yang sering muncul adalah sulitnya membedakan salah saji cutoff dengan perbedaan
waktu seperti pengiriman dan penjualan dalam perjalanan.
(g) Piutang usaha dinyatakan dalam nilai realisasi (Realizable Value)
Klien diharuskan untuk mencatat saldo piutang pada nilai yang mungkin dapat direalisasikan, yaitu
piutang dikurangi penyisihan piutang tak tertagih. Auditor dapat me-review kebijakan penyisihan apakah
masuk akal atau tidak sesuai dengan jumlah dan umur piutang.
(h) Klien memiliki hak atas piutang usaha (Rights)
Klien mungkin menggadaikan, membebankan kepada orang lain, menjual, dsb piutang yang ia miliki.
Auditor dapat mereview dokumen-dokumen pendukung seperti notulen rapat, bukti gadai, dan konfirmasi
kepada bank bila memungkinkan.
(i) Pengungkapan dan Penyajian
Auditor dapat mengevaluasi kebijakan pengakuan pendapatan klien untuk menentukan apakah klien
telah mengombinasikan jumlah dan mengungkapkan informasi yang tepat pada laporan keuangan,
terutama bagian yang perlu disajikan secara terpisah seperti piutang terhadap pihak terafiliasi.
Konfirmasi Piutang Usaha
Merupakan respon tertulis langsung dari pihak ketiga dalam wujud kerta atau elektronik, dan dianggap
sebagai bukti yang sangat terpercaya atau andal karena berasal dari pihak independen.
Auditor diharuskan untuk menggunakan konfirmasi eksternal untuk piutang usaha yang material. Tetapi
konfirmasi mungkin kurang tepat dalam kondisi tertentu seperti kemungkinan respon yang rendah dan RMM
yang rendah sehingga bukti substantive dapat diperoleh dengan cara lain.
Jenis Konfirmasi
KonfirmasiPositif – konfirmasi dengan debitur dimana debitur diminta untuk mengonfirmasisecaralangsung
apakah salah yang dinyatakan sudah benar atau salah.
a. Blank Confirmation form – konfirmasi kepada debitur dengan tidak menyatakan jumlah pada konfirmasi
tetapi meminta debitur untuk mengisi saldo atau melengkapi informasi lainnya.
b. Invoice Confirmation – konfirmasi kepada debitur untuk mengonfirmasi setiap faktur bukan saldo
pelanggan secara keseluruhan.
Konfirmasi Negatih – konfirmasi kepada debitur dengan meminta respon jika debitur tidak setuju dengan
saldo yang dinyatakan. Biasa digunakan apabila risiko salah saji rendah, saldo piutang kecil dan homogen,
tingkat pengecualin rendah, dan adanya pertimbangan masuk akal dari debitur.
Konfirmasi positif lebih bisa diandalkan terutama bila tidak ada respon dari debutir, karena auditor dapat
memverifikasi melalui media lain. Tetapi untuk konfirmasi negative, bila tidak ada respon, maka dianggap
sebagai respon benar atas saldo yang dinyatakan.
Timing – Informasi yang dapat diandalkan berasal dari konfirmasi yang diperoleh mendekati tanggal neraca
Ukuran sampel – sangat bergantung pada materialitas kinerja (toleransi), RMM, Detection risk yang tercapai,
dan jenis konfirmasi yang digunakan. Item yang dipilih sebagai sampel biasanya ditentukan dari stratifikasi nilai
dan umur piutang (lebih besar dan lama).
Pengendalian – auditor harus melakukan pengendalian atas konfirmasi sampai dikembalikan oleh pelanggan.
Tindaklanjut nonrespon
4. Nonrespon tidak bisa serta merta dijadikan bukti audit signifikan. Jika konfirmasi positif digunakan dan tidak ada
respon yang diperoleh, maka auditor harus menggunakan prosedur alternative sebagai cara lain untuk
memastikan keberadaan dan akurasi saldo piutang. Dokumen yang dapat digunakan sebagai alternative adalah
Penerimaan kas selanjutnya
Salinan faktur penjualan
Dokumen pengiriman
Korespondensi dengan klien
Analisis perbedaan
Analisis perbedaan dilakukan terhadap konfirmasi yang dikembalikan oleh pelanggan. Auditor harus mampu
menentukan penyebab setiap perbedaan yang dilaporkan.
Jenis perbedaan
Pembayaran telah dilakukan sebelum konfirmasi dan klein belum menerima pembayaran saat melakukan
pencatatan sebelum tanggal konfirmasi
Barang belum diterima karena kebijakan pengakuan hak yang berbeda. (klien menggunakan dasar
pengiriman barang, sedangkan pelanggan menggunakan saat barang diterima)
Barang telah dikembalikan yang disebabkan perbedaan waktu dalam mencatat memo kredit
Kesalahan klerikal dan jumlah yang diperdebatkan
Menarik kesimpulan
Sebelum menarik kesimpulan, auditor harus mengevaluasi ulang pengendalian internal klien terutama untuk
memastikan apakah salah saji yang ada konsisten terhadap risiko pengendalian internal atau tidak. Jika tidak
konsisten, maka auditor harus merevisi penilaian itu. Selain itu juga mengevaluasi sifat kualitatif dari sample
salah saji tanpa memandang nominalnya. Terakhir adalah menentukan apakah bukti audit sudah mencukupi.