Makalah ini membahas mengenai evaluasi kinerja dan kompensasi SDM yang meliputi pengertian, tujuan, dan fungsi evaluasi kinerja, pengukuran kinerja menggunakan HR scorecard, motivasi dan kepuasan kerja, pengelolaan potensi kecerdasan dan emosional SDM, pembangunan kapabilitas dan kompetensi SDM, serta konsep dan pelaksanaan audit kinerja."
1. MAKALAH
EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
di ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evaluasi Kinerja dan Kompensasi
Disusun oleh :
MAHSUSI LIDYAWATI
Kelas : 7 I - MSDM
NPM: 11150676
Dosen Mata Kuliah :
Bp. Ade Fauji, S.E.,M.M.
UNIVERSITAS BINA BANGSA BANTEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PRODI MANAJEMEN
TAHUN 2018
2. i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT.Yang senantiasa memberikan petunjuk,
bimbingan dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Evaluasi Kinerja dan Kompensasi”.
Sholawat serta salam keharibaan Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan
umatnya untuk mengajar, belajar dan mendengar serta menekankan bahwa menuntut
ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
Dengan terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ade Fauji, S.E.,M.M selaku dosen pengampu.
2. Orang tua kami yang senantiasa memberi do’a serta dukungan kepada kami.
3. Pihak-pihak lain yang turut membantu terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Serang, November 2018
Penulis
3. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii
BAB I ............................................................................................................................ 1
Pendahuluan.................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2
D. Manfaat ................................................................................................... 3
BAB II........................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 4
PENGERTIAN , FUNGSI EVALUASI KINERJA SDM............................................ 4
A. Tujuan dan Pengertian Evaluasi/Penilaian kinerja .............................. 4
B. Tujuan Penilaian/Evaluasi Kinerja ................................................... 5
BAB III ......................................................................................................................... 8
PENGUKURAN KINERJA SDM (HR SCORECARD) ............................................. 8
A. Pengertian ..................................................................................... 8
B. Manfaat Human Resource Scorecard ......................................... 10
BAB IV ....................................................................................................................... 13
MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA.................................................................... 13
A. Pengertian Motivasi Kerja dan Kepuasan kerja.......................... 13
KEPUASAN KERJA ........................................................................ 14
Teori – teori tentang Motivasi Kerja ................................................. 15
TEORI KOGNITIF MOTIVASI KERJA ......................................... 18
Faktor – Faktor yang mempengaruhi Motivasi dan Kepuasan Kerja 19
BAB V......................................................................................................................... 20
MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN EMOSIONAL SDM .................. 20
Pengukuran Potensi ........................................................................... 22
BAB VI ....................................................................................................................... 23
4. iii
MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI SDM ................................. 23
Kompetensi SDM berkarier di Bidang Sumber Daya Manusia ........ 24
BAB VII...................................................................................................................... 25
KONSEP DAN PELAKSANAAN AUDIT KINERJA.............................................. 25
Prosedur Pelaksanaan........................................................................ 25
Perencanaan Audit Kinerja................................................................ 25
Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja ................................................. 25
Persiapan Audit Kinerja .................................................................... 26
Pengujian Pengendalian Manajemen................................................. 26
Pengukuran dan Pengujian Indikator Kinerja Kunci......................... 27
Review Operasional........................................................................... 28
Kertas Kerja Audit............................................................................. 29
Pelaporan Hasil Audit........................................................................ 30
Pemantauan Tindak Lanjut hasil Audit Kinerja ................................ 30
BAB VIII..................................................................................................................... 32
PENUTUP................................................................................................................... 32
A. KESIMPULAN........................................................................... 32
B. SARAN....................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
5. 1
BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (dalam
tulisan ini disebut juga dengan istilah pegawai) dalam organisasi adalah evaluasi kinerja
pegawai dan pemberian kompensasi. Ketidak tepatan dalam melakukan evaluasi kinerja
akan berdampak pada pemberian kompensasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi
perilaku dan sikap karyawan, karyawan akan merasa tidak puas dengan kompensasi
yang didapat sehingga akan berdampak terbalik pada kinerja pegawai yang menurun
dan bahkan karyawan akan mencoba mencari pekerjaan lain yang memberi kompensasi
baik.
Hal ini cukup berbahaya bagi perusahaan apabila pesaing merekrut atau membajak
karyawan yang merasa tidak puas tersebut karena dapat membocorkan rahasia
perusahaan atau organisasi.
Kompensasi dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk melamar sebuah
pekerjaan, tetap bersama perusahaan, atau bekerja lebih produktif.Jika dikelola secara
pantas, gaji dapat menyebabkan karyawan mengurangi upaya mereka untuk mencari
pekerjaan alternatif.kompensasi mempengaruhi sikap dan perilaku kerja karyawan ini
adalah alasan yang mendorong untuk memastikan bahwa sistem gaji dirancang dan
dilaksanakan secara wajar dan adil. Evaluasi kinerja pada dasarnya dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana kadar profesionalisme karyawan serta seberapa tepat pegawai
telah menjalankan fungsinya. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menilai dan mencari
jenis perlakuan yang tepat sehingga karyawan dapat berkembang lebih cepat sesuai
dengan harapan. Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan sangat
berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan.
Tidak sedikit di perusahaan-perusahaan swasta maupun negeri yang melakukan
evaluasi kinerja pegawai tidak tepat, tidak sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada,
6. 2
pada akhirnya akan berdampak pada pemberian kompensasi. Oleh karena itu,
banyak para karyawan yang kinerjanya menurun dan pada akhirnya harus
mengundurkan diri karena kompensasi yang tidak sesuai. Dengan adanya kasus seperti
inilah bagi instansi pemerintahan, maupun perusahaan swasta, evaluasi kinerja sangat
berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, efisiensi perubahan, motivasi para aparatur
serta melakukan pengawasan dan perbaikan. Kinerja aparatur yang optimal sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga kelangsungan hidup instansi
ini. Setiap instansi tidak akan pernah luput dari hal pemberian balas jasa atau
kompensasi yang merupakan salah satu masalah penting dalam menciptakan motivasi
kerja aparatur, karena untuk meningkatkan kinerja aparatur dibutuhkan pemenuhan
kompensasi untuk mendukung motivasi para aparatur. Dengan terbentuknya motivasi
yang kuat, maka akan dapat membuahkan hasil atau kinerja yang baik sekaligus
berkualitas dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, rumusan masalah makalah
adalah sebagai berikut:
1. Pengertian, Fungsi Evaluasi Kinerja SDM
2. Pengukuran Kinerja SDM (HR Scorecard)
3. Motivasi dan Kepuasan Kerja
4. Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM
5. Membangun Kapablitas dan Kompetensi SDM
6. Konsep dan Pelaksanaan Audit Kinerja
Tujuan Penulisan
Untuk Mengetahui Mengenai :
1. Pengertian, Fungsi Evaluasi Kinerja SDM
2. Pengukuran Kinerja SDM (HR Scorecard)
3. Motivasi dan Kepuasan Kerja
4. Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM
5. Membangun Kapablitas dan Kompetensi SDM
6. Konsep dan Pelaksanaan Audit Kinerja
7. 3
A. Manfaat
Dari hasil kajian yang telah di laksanakan oleh penulis, maka penulis berharap untuk
memberikan manfaat bagi proses evaluasi kinerja, penetapan, fungsi dan tujuan
adanya kompensi bagi pegawai/karyawan.
8. 4
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN , FUNGSI EVALUASI KINERJA SDM
Tujuan dan Pengertian Evaluasi/Penilaian kinerja
Pengertian Evaluasi/Penilaian kinerja
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan Leon
C. Menggison (1981:310) dalam Mangkunegara (2000:69) adalah sebagai berikut:
”penilaian prestasi kerja (Performance Appraisal) adalah suatu proses yang digunakan
pimpinan untuk menentukkan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai
dengan tugas dan tanggng jawabnya”. Selanjutnya Andrew E. Sikula (1981:2005) yang
dikutip oleh Mangkunegara (2000:69) mengemukakan bahwa ”penilaian pegawai
merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat
dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau
status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang)”. Selanjutnya Menurut
Siswanto (2001:35) penilaian kinerja adalah: ” suatu kegiatan yang dilakukan oleh
Manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara
membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian / deskripsi pekerjaan dalam suatu
periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.” Anderson dan Clancy (1991) sendiri
mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: “Feedback from the accountant to
management that provides information about how well the actions represent the plans;
it also identifies where managers may need to make corrections or adjustments in future
planning andcontrolling activities” sedangkan Anthony, Banker, Kaplan, dan Young
(1997) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: “the activity of measuring the
performance of an activity or the value chain”. Dari kedua definisi terakhir
Mangkunegara (2005:47) menyimpulkan bahwa pengukuran atau penilaian kinerja
adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai
nilai yang ada pada peruisahaan. Hasil pengukuran tersebut digunakan sebagai umpan
9. 5
balik yang memberikan informasi tentang prestasi, pelaksanaan suatu
rencana dan apa yang diperlukan perusahaan dalam penyesuaian-penyesuaian dan
pengendalian.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil
pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi.Disamping itu, juga untuk menentukan
kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada
karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang
dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau
penentuan imbalan.
A. Tujuan Penilaian/Evaluasi Kinerja
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja
organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik,
tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto (1999:1) yang dikutip
oleh Mangkunegara (2005:10) adalah:
1. Meningkatkan Saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi
sama dengan prestasi yang terdahulu.
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan
aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau pekerjaan yang di
embannya sekarang.
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana
itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
10. 6
Kegiatan penilaian kinerja sendiri dimaksudkan untuk mengukur kinerja masing-
masing tenaga kerja dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas kerja, sehingga
dapat diambil tindakan yang efektif semisal pembinaan berkelanjutan maupun tindakan
koreksi atau perbaikan atas pekerjaan yang dirasa kurang sesuai dengan deskripsi
pekerjaan. Penilaian kinerja terhadap tenaga kerja biasanya dilakukan oleh pihak
manajemen atau pegawai yang berwenang untuk memberikan penilaian terhadap tenaga
kerja yang bersangkutan dan biasanya merupakan atasan langsung secara hierarkis atau
juga bisa dari pihak lain yang diberikan wewenang atau ditunjuk langsung untuk
memberikan penilaian. Hasil penilaian kinerja tersebut disampaikan kepada pihak
manajemen tenaga kerja untuk mendapatkan kajian dalam rangka keperluan selanjutnya,
baik yang berhubungan dengan pribadi tenaga kerja yang bersangkutan maupun yang
berhubungan dengan perusahaan.
Dalam melakukan penilaian kinerja terhadap seorang tenaga kerja, pihak yang
berwenang dalam memberikan penilaian seringkali menghadapi dua alternatif pilihan
yang harus diambil: pertama, dengan cara memberikan penilaian kinerja berdasarkan
deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan sebelumnya; kedua, dengan cara menilai
kinerja berdasarkan harapan-harapan pribadinya mengenai pekerjaan tersebut. Kedua
alternatif diatas seringkali membingungkan pihak yang berwenang dalam memberikan
penilaian karena besarnya kesenjangan yang ada diantara kedua alternatif tersebut
sehingga besar kemungkinan hanya satu pilihan alternatif yang bisa dipergunakan oleh
pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian
Penentuan pilihan yang sederhana adalah menilai kinerja yang dihasilkan tenaga
kerja berdasarkan deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan pada saat melaksanakan
kegiatan analisis pekerjaan. Meskipun kenyataannya, cara ini jarang diperoleh kepastian
antara pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh seorang tenaga kerja dengan deskripsi
pekerjaan yang telah ditetapkan. Karena seringkali deskripsi pekerjaan yang etrtulis
dalam perusahaan kurang mencerminkan karakteristik seluruh persoalan yang ada.
Kebiasaan yang sering dialami tenaga kerja adalah meskipun penilaian kinerja
telah selesai dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian, tenaga
kerja yang bersangkutan tetap kurang mengetahui seberapa jauh mereka telah
11. 7
memenuhi apa yang mereka harapkan. Seluruh proses tersebut (penilaian kinerja)
analisis dan perencanaan diliputi oleh kondisi yang tidak realistis semisal permaian,
improvisasi, dan sebagainya. Jalan yang lebih berat bagi pihak yang berwenang dalam
melakukan penilaian adalah menentukan hal-hal yang sebenarnya diharapkan tenaga
kerja dalam pekerjaan saat itu.
Cara menghindarkan hal tersebut biasa dilakukan manajemen adalah dengan cara
menanyakan pada masing-masing tenaga kerja untuk merumuskan pekerjaanya.
Meskipun cara ini sebenarnya agak bertentangan dengan literatur ketenaga kerjaan yang
ada. Dengan alasan para tenaga kerja cenderung merumuskan pekerjaan mereka dalam
arti apa yang telah mereka kerjakan, bukannya apa yang diperlukan oleh perusahaan.
Hal ini bukan berarti tenaga kerja tidak memiliki hak suara dalam merumuskan
deskripsi pekerjaan mereka.Mereka juga membantu merumuskan pekerjaan secara
konstruktif, karena kesalahan bukan karena tenaga kerja tidak diminta untuk membantu
merumuskan pekerjaan, tetapi karena seluruh beban pekerjaan dilimpahkan diatas
pundak mereka.
12. 8
BAB III
PENGUKURAN KINERJA SDM (HR SCORECARD)
A. Pengertian
Human Resources Scorecard adalah suatu alat untuk mengukur dan
mengelola kontribusi stategik dari peran human resources dalam menciptakan nilai
untuk mencapai strategi perusahaan.
HR Scorecard Sebagai Model Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia
Human resources scorecard mengukur keefektifan dan efisiensi fungsi sumber
daya manusia dalam mengerahkan perilaku karyawan untuk mencapai tujuan strategis
perusahaan sehingga dapat membantu menunjukan bagaimana sumber daya manusia
memberikan kontribusi dalam kesuksesan keuangan dan strategi perusahaan. Human
Resources Scorecard merupakan bagian dari perusahaan. Human resources scorecard
ibarat sebuah bangunan, yang menjadi bagian dari apa yang kita turunkan dari strategi
perusahaan.
Menurut Becker et al. (2001), dasar dari peran sumber daya manusia yang
strategis terdiri dari tiga dimensi rantai nilai (value chain) yang dikembangkan oleh
arsitektur sumber daya manusia perusahaan, yaitu fungsi, sistem dan perilaku karyawan.
Arsitektur SDM dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :
Gambar 2.1 Arsitektur Strategi Sumber Daya Manusia
13. 9
1. Fungsi sumberdaya manusia (The HR Function).
Dasar penciptaan nilai strategi sumber daya manusia adalah mengelola
infrastruktur untuk memahami dan mengimplementasikan strategi perusahaan.
Biasanya profesi dalam fungsi sumber daya manusia diharapkan dapat
mengarahkan usaha ini.Becker et al (2001) menemukan bahwa kebanyakan manajer
sumberdaya manusia lebih memusatkan kegiatannya pada penyampaian (delivery) yang
tradisional atau kegiatan manajemen sumber daya manajemen teknis, dan kurang
memperhatikan pada dimensi manajemen sumber daya manusia yang stratejik.
Kompetensi yang perlu dikembangkan bagi manajer sumber daya manusia masa depan
dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja organisasi adalah kompetensi
manajemen sumber daya manusia stratejik dan bisnis.
2. Sistem sumber daya manusia (The HR System).
Sistem sumber daya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh dalam
sumber daya manusia stratejik.Model sistem ini yang disebut sebagai High performance
work system (HPWS).Dalam HPWS setiap elemen pada sistem The HR Functin sumber
daya manusia dirancang untuk memaksimalkan seluruh kualitas human capital melalui
organisasi. Untuk membangun dan memelihara persediaan human capital yang
berkualitas, HPWS melakukan hal-hal sebagai berikut :
Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi model
kompetensi.
Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang efektif
untuk ketermpilan yang dituntut oleh implementasi strategi organisasi.
Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan manajemen kinerja yang menarik,
mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang tinggi.
Hal diatas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan peningkatan
kualitas karyawan dalam organisasi, sehingga memungkinkan kinerja organisasi
berkualitas. Agar sumber daya manusia mampu menciptakan value, organisasi perlu
14. 10
membuat struktur untuk setiap elemen dari sistem sumber daya manusia dengan cara
menekankan, mendukung HPWS.
3. Perilaku karyawan (Employee Behaviour).
Peran sumber daya manusia yang stratejik akan memfokuskan pada
produktivitas perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku stratejik adalah perilaku
produktif yang secara langsung mengimplementasikan strategi organisasi. Strategi ini
terdiri dari dua kategori umum seperti :
Perilaku inti (core behaviour) adalah alur yang langsung berasal dari kompetensi
inti perilaku yang didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat fundamental
untuk keberhasilan organisasi.
Perilaku spesifik yang situasional yang essential sebagai key point dalam organisasi
atau rantai nilai dari suatu bisnis. Mengintegrasikan perhatian pada perilaku
kedalam keseluruhan usaha untuk mempengaruhi dan mengukur kontribusi sumber
daya manusia terhadap organisasi merupakan suatu tantangan.
B. Manfaat Human Resource Scorecard
Human resources scorecard memberikan manfaat yaitu menggambarkan peran
dan kontribusi sumber daya manusia kepada pencapaian visi perusahaan secara jelas
dan terukur, agar profesional sumber daya manusia mampu dalam mengendalikan biaya
yang dikeluarkan dan nilai yang dikontribusikan dan memberikan gambaran hubungan
sebab akibat. Adapun menurut Bryan E.Becker (2009,p80-82) sebagai
berikut :
1. Memperkuat perbedaan antara HR do able dan HR deliverable
Sistem pengukuran SDM harus membedakan secara jelas antara deliverable,
yang mempengaruhi implementasi strategi, dan do able yang tidak. Sebagai contoh,
implementasi kebijakan bukan suatu deliverable hingga ia menciptakan perilaku
karyawan yang mendorong implementasi strategi. Suatu sistem pengukuran SDM tepat
secara kontinu mendorong professional SDM untuk berfikir secara strategis serta secara
operasional.
15. 11
2. Mengendalikan biaya dan menciptakan nilai
SDM selalu di harapkan mengendalikan biaya bagi perusahaan. Pada saat yang
sama, memainkan peran strategis berarti SDM harus pula menciptakan nilai. HR
Scorecard membantu para manajemen sumber daya manusia untuk menyeimbangkan
secara efektif kedua tujuan tersebut.Hal itu bukan saja mendorong para praktisi untuk
menghapus biaya yang tidak tepat, tetapi juga membantu mereka mempertahankan
“investasi” dengan menguraikan manfaatpotensial dalam pengertian kongkrit.
3. HR Scorecard mengukur leading indicators
Model kontribusi strategis SDM kami menghubungkan keputusan-keputusan
dan sistem SDM dengan HR deliverable, yang selanjutnya mempengarui pendorong
kinerja kunci dalam implementasi perusahaan.Sebagaimana terdapat leading dan
lagging indicator dalam sistem pengukuran kinerja seimbang keseluruhanperusahaan, di
dalam rantai nilai SDM terdapat pendorong (deliver) dan hasil (outcome).Hal ini
bersifat essensial untuk memantau keselarasan antara keputusan-keputusan SDM dan
unsur-unsur sistem yang mendorong HR deliverable.Menilai keselarasan ini
memberikan umpan balik mengenai kemajuan SDM menuju deliverable tersebut dan
meletakan fondasi bagi pengaruh strategi SDM.
HR Scorecard menilai kontribusi SDM dalam implementasi strategi dan pada
akhirnya kepada “bottom line”. Sistem pengukuran kinerja strategi apapun harus
memberikan jawaban bagi chief HR officer atas pertanyaannya, “apa kontribusi SDM
terhadap kinerja perusahaan?” efek kumulatif ukuran - ukuran HRdeliverable pada
scorecard harus memberikan jawaban itu.Para manajer SDM harus memiliki alasan
strategi yang ringkas, kredibel dan jelas, untuk semua ukuran deliverable.Jika alasan itu
tidak ada, begitu pula pada ukuran itu tidak ada.Pada manajer lini harus menemukan
ukuran deliverable ini sekredibel seperti yang dilakukan manajer SDM, sebab matrik-
matriks itu merepresentasikan solusi - solusi bagi persoalan bisnis, bukan persoalan
SDM.
16. 12
4. HR Scorecard memungkinkan professional SDM mengelola secara efektiftanggung
jawab strategi mereka.
HR Scorecard mendorong sumber daya manusia untuk fokus secara tepat pada
bagaimana keputusan mereka mempengaruhi keberhasilan implementasi strategi
perusahaan. Sebagaimana kami menyoroti pentingnya “fokus strategis karyawan” bagi
keseluruhan perusahaan, HR Scorecard harus memperkuat focus strategis para manajer
SDM dan karena para professional SDM dapat mencapai pengaruh strategis itu sebagian
besar dengan cara mengadopsi perspektif sistemik dari pada dengan cara memainkan
kebijakan individual, scorecard mendorong mereka lebih jauh untuk berfikir secara
sistematis mengenai strategi SDM.
5. HR Scorecard mendorong Fleksibilitas dan perubahan.
Kritik yang umum terhadap sistem pengukuran kinerja ialah sistem ini menjadi
terlembagakan dan secara actual merintangi perubahan.Strategi - strategi tumbuh,
organisasi perlu bergerak dalam arah yang berbeda, namun sasaran - sasaran kinerja
yang sudah tertinggal menyebabkan manajer dan karyawan ingin memelihara status
quo. Memang, salah satu kritik terhadap manajemen berdasarkan pengukuran ini ialah
bahwa orang-orang menjadi trampil dalam mencapai angka-angka yang diisyaratkan
dalam sistem nama dan mengubah pendekatan manajemen mereka ketika kondisi yang
bergeser menuntutnya. HR Scorecard memunculkan fleksibilitas dan perubahan, sebab
ia fokus pada implementasi strategi perusahaan, yang akan secara konstan menuntut
perubahan. Dengan pendekatan ini, ukuran-ukuran mendapat makna yang baru.
17. 13
BAB IV
MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
A. Pengertian Motivasi Kerja dan Kepuasan kerja
MOTIVASI KERJA
Menurut Luthan (1992) Motivasi berasal dari kata latin movere, artinya
“bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya kekurangan
psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan maksud mencapai
suatu tujuan atau insentif. Pengertian proses motivasi ini dapat dipahami melalui
hubungan antara kebutuhan, dorongan dan insentif (tujuan). Motivasi dalam dunia kerja
adalahsuatu yang dapat menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Menurut As’ad
(2004) motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja.
Kuat dan lemahnya motivasi seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya
prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi
kerja. Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi anatar motivasi kerja, kemampuan, dan
peluang.Bila kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun kemampuannya
ada dan baik, serta memiliki peluang. Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif
atau reaktif. Pada motivasi yang proaktif à seseorang akan berusaha meningkatkan
kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaanya atau akan
berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan peluang dimana ia akan
menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat berprestasi tinggi. Sebaliknya
motivasi yang bersifat reaktif à cenderung menunggu upaya ata tawaran dari
lingkunganya
Menurut Martoyo (2000) motivasi kerja adalah suatu yang menimbulkan
dorongan atau semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999) motivasi
18. 14
adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu
perbuatan atau kegiatan tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula
sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Motivasi dan dorongan kepada karyawan
untuk bersedia bekerja bersama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua
macam yaitu :
1. Motivasi Finansial atau dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan
finansial kepada karyawan.
2. Motivasi nonfinansial à dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti penghargaan, pendekatan
manusia dan lain – lain.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi
mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities)dan
memberikan kekuatan yang mengarahkan kepada pencapaian kebutuhan, memberi
kepuasan ataupun mengurai ketidakseimbangan.
KEPUASAN KERJA
Dikemukan oleh Robbin (2001) bahwa kepuasan kerja adalah sikap yang umum
terhadap suatu pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima
seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Pendapat lain bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para
individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan mereka (Winardi,1992). Selain itu
pendapat Indrawidjaja (2000) bahwa kepuasan kerja secar umum menyangkut berbagai
hal seperti kognisi, emosi, dan kecenderungan perilaku seseorang. Adapun yang
menentukan kepuasan kerja adalah :
1. Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cenderung menyukai
pekerjaan yang memberikan kesempatan menggunakan keterampilan dan
kemampuan dalam bekerja
19. 15
2. Gagasan yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan kebijakan
promosi yang asil, tidak meragukan san sesuai dengan pengharapan mereka.
3. Kondisi kerja mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk
kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik
4. Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara sesama pegawai
yang saling mendukung meningkatkan kepuasan kerja
5. Jangan melupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan, Holand dalam
Robbin (2001) mengungkapkan bahwa kecocokan yang tinggi antara
kepribadian seorang pegawai dan pengharapan akan menghasilkan individual
yang lebih terpuaskan
6. Ada dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat dijelaskan oelh
keturunan.
Dalam mengelola personalia (Kepegawaian) harus senantiasa memonitor
kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja,
semangat kerja, keluhan dan masalah personalia vital lainnya (Handoko,2000). Oleh
karena itu fungsi personalia emmpunyai pengaruh baik langsung maupun tidak
langsung, selain itu berbagai kebijakan dalam kegiatan personalia berdampak pada
iklim organisasi memberikan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan maupun tidak
menyenangkan bagi anggota organisasiyang akhirnya memenuhi kepuasan kerja
anggota organisasi.
Teori – teori tentang Motivasi Kerja
Adapun ulasan teorinya adalah sebagai berikut :
Teori Disposisional Motivasi Kerja
a. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Menurut teori Maslow, setiap kebutuhan harus dipenuhi sebelum memotivasi
perilaku berikutnya; dalam situasi kerja, ini berarti bahwa orang-orang mengerahkan
usaha untuk mengisi kepuasan kebutuhan yang terendah.
20. 16
1. Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis) àsuatu kebutuhan yang sangat
mendasar. Contohnya: kita memerlukan makan, air, dan udara untuk hidup.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang sangat primer, karena kebutuhan ini
telah ada sejak lahir. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti
eksistensinya.
2. Safety needs (kebutuhan rasa aman) àkebutuhan untuk merasa aman baik secara
fisik maupun psikologis dari gangguan. Apabila kebutuhan ini diterapkan dalam
dunia kerja maka individu membutuhkan keamanan jiwanya ketika bekerja.
3. Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial) àManusia pada dasarnya adalah
makhluk sosial, sehingga mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan social
4. Esteem needs (kebutuhan akan harga diri) àPenghargaan meliputi faktor internal,
sebagai contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan prestasi; dan faktor
eksternal. Dalam dunia kerja, kebutuhan harga diri dapat terungkap dalam
keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya.
5. Self Actualization àKebutuhan akan aktualisasi diri, termasuk kemampuan
berkembang, kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan mencukupi diri
sendiri. pada tingkatan ini, contohnya karyawan cenderung untuk selalu
mengembangkan diri dan berbuat yang terbaik.
Teori Maslow telah dipublikasikan lebih dari setengah abad yang.Itu adalah penelitian
yang cukup menarik minat pada saat itu, namun ketertarikan ini hampir seluruhnya mati
beberapa tahun lalu disebabkan adanya nonsupport untuk proposisi dasar.Di antara
praktisi manajer, mahasiswa, dan banyak konsultan manajemen, bagaimanapun,
"segitiga Maslow" telah sangat influental.
21. 17
b. Teori ERG Alderfer
Sebuah teori motivasi kerja didasarkan pada hirarki kebutuhan Maslow, tetapi
menggabungkan perubahan penting, diusulkan oleh Alderfer. Teori ERG mengadakan
hipotesis tiga set kebutuhan mulai dari yang paling tinggi ke paling konkret (dasar).
Existence (E)àmerupakan kebutuhan akan substansi material, seperti keinginan
untuk memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan mobil. Kebutuhan ini
merupakan kebutuhan fisiological dan rasa aman dari Maslow.
Relatedness (R)àmerupakan kebutuhan untuk memelihara hubungan antarpribadi
yang penting. Individu berkeinginan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang
lain yang dianggap penting dalam kehidupan mereka dan mempunyai hubungan yang
bermakna dengan keluarga, teman dan rekan kerja. Growth (G) àmerupakan kebutuhan-
kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara
penuh. Selain kebutuhan aktualisasi, juga termasuk bagian intrinsik dari kebutuhan
harga diri Maslow.
Menurut ERG Theory, jika upaya untuk memenuhi kebutuhan pada satu level itu
secara terus menerus mengalami frustasi, individu mungkin mengalami kemunduran
(jatuh lagi) kepada perilaku kebutuhan yang lebih konkret.
c. Teori Dua Faktor Herzberg
Penelitian Herzberg menghasilkan dua kesimpulan khusus mengenai teori tersebut
yaitu:
1. Serangkaian kondisi ekstrinsik àkondisi kerja ekstrinsik seperti upah dan
kondisi kerja tersebut bersifat ekstren tehadap pekerjaan sepeti: jaminan status,
prosedur, perusahaan, mutu supervisi dan mutu hubungan antara pribadi diantara
rekan kerja, atasan dengan bawahan.
2. Serangkaian kondisi intrinsik àkondisi kerja intrinsik seperti tantangan pekerjaan
atau rasa berprestasi, melakukan pekerjaan yang baik, terbentuk dalam pekerjaan
itu sendiri. Faktor-faktor dari rangkaian kondisi intrinsik dsebut pemuas atau
motivator yang meliputi: prestasi (achivement), pengakuan (recognation),
tanggung jawab (responsibility), kemajuan (advencement), dan kemungkinan
berkembang (the possibility of growth).
22. 18
d. Teori Motivasi Berprestasi McClelland
Menurut David McClelland (dalam Anoraga & Suyati, 1995) ada tiga macam
motif atau kebutuhan yang relevan dengan situasi kerja, yaitu:
1. The need for achievement (nAch), yaitu kebutuhan untuk berprestasi, untuk
mencapai sukses.
2. The need for power (nPow), kebutuhan untuk dapat memerintah orang lain.
3. The need for affiliation (nAff), kebutuhan akan kawan, hubungan akrab antar
pribadi.
Karyawan yang memiliki nAch tinggi lebih senang menghadapi tantangan untuk
berprestasi dari pada imbalannya. Perilaku diarahkan ke tujuan dengan kesukaran
menengah. Karyawan yang memiliki nPow tinggi, punya semangat kompetisi lebih pada
jabatan dari pada prestasi. Ia adalah tipe seorang yang senang apabila diberi jabatan
yang dapat memerintah orang lain. Sedangkan pada karyawan yang memiliki nAff
tinggi, kurang kompetitif. Mereka lebih senang berkawan, kooperatif dan hubungan
antar personal yang akrab.
TEORI KOGNITIF MOTIVASI KERJA
a. Teori Penetapan Tujuan
Teori ini dikemukakan oleh Locke (dalam Berry, 1998). Locke berpendapat
bahwa maksud-maksud untuk bekerja kearah suatu tujuan merupakan sumber utama
dari motivasi kerja. Artinya, tujuan memberitahukan karyawan apa yang perlu
dikerjakan dan betapa banyak upaya akan dihabiskan.
Lima komponen dasar tujuan untuk meningkatkan tingkat motivasi karyawan,
yaitu:
1. tujuan harus jelas (misalnya jumlah unit yang harus diselesaikan)
2. tujuan harus mempunyai tingkat kesulitan menengah sampai tinggi
3. karyawan harus menerima tujuan itu
4. karyawan harus menerima umpan balik mengenai kemajuannya dalam usaha
mencapai tujuan tersebut
23. 19
5. tujuan yang ditentukan secara partisipasif lebih baik dari pada tujuan yang
ditentukan begitu saja.
b. Teori Keadilan (Equilty Theory)
Teori keadilan dari Adam menunjukkan bagaimana upah dapat memotivasi. Individu
dalam dunia kerja akan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain. Apabila
terdapat ketidakwajaran akan mempengaruhi tingkat usahanya untuk bekerja dengan
baik. Ia membuat perbandingan sosial dengan orang lain dalam pekerjaan yang dapat
menyebabkan mereka merasa dibayar wajar atau tidak wajar. Perasaan ketidakadilan
mengakibatkan perubahan kinerja. Menurut Adam, bahwa keadaan tegangan negatif
akan memberikan motivasi untuk melakukan sesuatu dalam mengoreksinya.
Faktor – Faktor yang mempengaruhi Motivasi dan Kepuasan Kerja
Adapun yang menjadi faktornya adalah sebagai berikut :
a. Pekerja itu sendiri( Work It Self)à setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing
b. Atasan (Supervisor)à atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan
bawahannya
c. Teman sekerja (Workers)àfaktor yang menghubungkan pegawai dengan
pegawai atau pegawai dengan atasannya, baik yang sama ataupun yang beda
pekerjaannya
d. Promosi (Promotion) àfaktor yang berhubungan dengan ada tidaknya
kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selam bekerja
e. Gaji/upah (Pay) à aktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap
layak atau tidak
24. 20
BAB V
MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN EMOSIONAL SDM
Setiap manusia memiliki bermacam-macam potensi diri yang dapat
dikembangkan. Tidak sedikit manusia belum sepenuhnya mengembangkan dan
menggunakan potensi yang ada pada dirinya. Hal ini terjadi dikarenakan mereka belum
atau bahkan tidak mengenal potensi dirinya dan hambatan-hambatan dalam
pengembangan potensi diri tersebut. Mampu mengembangkan potensi diri merupakan
dambaan setiap individu. Mampukan seseorang mengembangkan potensi dirinya secara
efektif? Itu bergantung pada motivasi diri, karena pengembangan potensi diri
merupakan suatu proses yang sistematis dan bertahap.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian kecerdasan akhlaq mulia, dan keterampilan yang dibutuhkan. Dengan
demikian, tugas seorang guru bukanlah memberikan sebanyak-banyaknya ilmu
pengetahuan kepada anak didiknya, melainkan membimbing mereka untuk tumbuh dan
berkembang.
Menurut Charles Handy ada tujuh potensi kecerdasan yang dimiliki dan bisa
dikembangkan oleh manusia, yakni :
1. Kecerdasan logika, kecerdasan ini sangat terkait dengan kemampuan manusia
dalam menalar dan menghitung.
2. Kecerdasan verbal, kemampuan manusia dalam menjalin hubungan dengan
orang lain.
3. Kecerdasan praktik, kemempuan manusia untuk mempraktikkan ide yang ada
dalam pikirannya.
4. Kecerdasan dalam bidang musik, kecerdasan ini terkait erat dengan bagaimana
seseorang bisa merasakan nada dan irama.
25. 21
5. Kecerdasan intrapersonal, kecerdasan ini berkaitan erat dengan kemempuan
seseorang untuk bisa memahami segala sesutau yang terkait dengan diri pribadi.
6. Kecerdasan interpersonal, kecerdasan ini berkaitan erat dengan kemampuan
seseorang dalam memahami dan menjalin hubungan dengan orang lain.
7. Kecerdasan spasial, kemampuan seseorang dalam mengenali ruang atau dimensi,
termasuk di dalamnya bagaimana mengenali warna, bentuk, maupun garis.
Secara garis besar, kecerdasan yang dimiliki manusia ada tiga macam, yaitu : 1).
Kecerdasan intelektual(IQ), 2). Kecerdasan emosional (EQ), 3). Kecerdasan
spiritual(SQ). Ketiga kecerdasan tersebut hendaknya menjadi perhatian utama dalam
proses belajar mengajar agar potensi yang dimiliki setiap anak didik bisa berkembang
dengan baik.
Kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan dengan kemempuan potensi manusia
dalam mempelajari sesuatu dengan alat-alat berfikirnya. Kecerdasan ini bisa diketahui
atau diukur dengan kekuatan verbal dan logika yang ditunjukkan oleh seseorang.
Kecerdasan inilah yang tampaknya menjadi hal utama dalam pendidikan saat ini.
Potensi kecerdasan selanjutnya yang dimiliki setiap manusia yaitu Kecerdasan
emosional (EQ). Setidaknya ada lima komponen pokok yang termasuk kecerdasan
emosional, yakni kesadaran diri, manajemen emosi, motivasi, empati, dan mengelola
sebuah hubungan sosial.
Kecerdasan yang ketiga adalah kecerdasan spiritual(SQ), kecerdasan ini
mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan
kepekaan dalam melihat makna yang ada dibalik sebuah kenyataan atau kejadaian
tertentu.
Ketiga potensi kecerdasan yang dimiliki oleh anak didik sebagaimana tersebut
harus dikembangkan oleh sekolah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan bagi para muridnya. Lebih khusus lagi, jika terjadi
permasalahan pada diri anak didik terkait dengan pengenalan sekaligus pengembangan
26. 22
potensi ini maka bimbingan dan konseling harus dilakukan kepadanya, dimana ketiga
kecerdasan tersebut harus seimbang untuk potensi anak tersebut.
Pengukuran Potensi
Pengukuran potensi diri untuk mengetahui sejauh manakah potensi-potensi yang
dimiliki oleh seorang individu, baik yang diperoleh melalui introspeksi diri maupun
melalui feed back dari orang lain serta tes psikologis (kepribadian):
1) Penilaian diri
Yang dimaksud dengan penilaian diri ini adalah menilai diri sendiri. Ada juga
yang mengatakan instropeksi. Sebagian orang mengatakan bahwa dengan cara ini
penilaian yang dilakukan sangat subyektif, karena orang umumnya tidak mau melihat
kelemahan-kelemahan yang dimilikinya. Tapi pendapat lain mengatakan bahwa yang
paling kenal diri anda adalah anda sendiri.
2) Pengukuran diri melalui feed back orang lain
Feed back (umpan balik) merupakan komunikasi yang ditujukan kepada
seseorang yang akan memberikan informasi kepada orang yang bersangkutan,
bagaimana orang lain terkena dampak olehnya, bagaimana kesan yang ditimbulkan pada
orang lain dengan tingkah laku yang ditunjukkannya. Feed back membantu seseorang
untuk menelaah dan memperbaiki tingkah lakunya dan dengan demikian ia akan lebih
mudah mencapai hal-hal yang diinginkannya.
3) Tes kepribadian
Tes kepribadian merupakan salah satu instrumen untuk pengenalan diri sendiri,
beberapa tes kepribadian untuk pengukuran potensi diri, yaitu: kepercayaan terhadap
diri sendiri, tingkat kehati-hatian, daya tahan menghadapi cobaan, tingkat toleransi, dan
pengukuran ambisi.
27. 23
BAB VI
MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI SDM
Kapabilitas adalah ukuran dari kemampuan suatu entitas (departemen,
organisasi, orang, sistem) untuk meraih tujuan-tujuannya, khususnya dalam
hubungannya dengan misi secara keseluruhan.
Kapabilitas bisnis mendefinisikan “apa” yang bisnis lakukan pada intinya. Ini
berbeda dari “bagaimana” hal-hal dilakukan atau dimana mereka melakukannya.
Kapabilitas bisnis adalah inti dari arsitektur bisnis. Kapabilitas bisnis adalah ekspresi
dari kapasitas, material dan keterampilan yang dibutuhkan oleh organisasi agar bisa
menampilkan fungsi intinya.
Kompetensi SDM~ Kompetensi adalah seperangkat tingkah laku, keterampilan
dan pengetahuan tertentu yang menjadi syarat utama dan elemen kunci bagi lahirnya
kepemimpinan yang efektif dan efisien (Siagian,1997).
Secara umum kompetensi dipahami sebagai sebuah kombinasi antara
keterampilan (skill), atribut personal dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin
melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi.
Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang berupa
pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan
tugas jabatannya, sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif dan
efisien serta sesuai dengan standar kinerja yang diisyaratkan.
Barney (1991) mengemukakan empat kondisi yang harus dipenuhi sebelum
suatu sumber daya dapat disebut sebagai sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan
sebagai berikut:
1. Merupakan sumber daya organisasional yang sangat berharga (valuable),
terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk mengeksploitasi
kesempatan dan atau menetralisasi ancaman dari lingkungan perusahaan.
2. Relative sulit untuk dikembangkan, sehingga menjadi langka di
lingkungan kompetitif.
3. Sangat sulit untuk ditiru atau diimitasi.
28. 24
4. Tidak dapat dengan muddah digantikan substitute yang secara strategis
signifikan. masalahnya adalah bagaimana “menterjemahkan” berbagai
strategi, kebijakan dan praktik MSDM menjadi keunggulan kompetitif
berkelanjutan.
Kompetensi SDM berkarier di Bidang Sumber Daya Manusia
Menurut Covey, Roger dan Rebecca Merrill (1994), kompetensi tersebut mencakup:
a. Kompetensi teknis : pengetahuan dan keahlian untuk mencapai hasil- hasil yang
telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan persoalan dan mencari
alternatif- alternatif baru
b. Kompetensi Konseptual: kemampuan untuk melihat gambar besar, untuk
menguji berbagai pengandaian dan pengubah prespektif
c. Kompetensi untuk hidup : dan saling ketergantungan kemampuan secara efektif
dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk mendengar, berkomunikasi,
mendapat alternatif ketiga.
29. 25
BAB VII
KONSEP DAN PELAKSANAAN AUDIT KINERJA
Prosedur Pelaksanaan
Secara umum, prosedur pelaksanaan audit adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Audit Kinerja
2. Pengujian Pengendalian Manajemen
3. Pengukuran dan Pengujian Key Performance Indicator (KPI) atau yang disebut
Indikator Kinerja Kunci (IKK).
4. Review Operasional
5. Pembuatan Kertas Kerja Audit (KKA)
6. Pelaporan
7. Pemantauan Tindak Lanjut
Deskripsi Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja BUMN/BUMD
Perencanaan Audit Kinerja
Dalam Pedoman Pelaksanaan Audit Kinerja, Perencanaan audit merupakan
langkah penting yang dilakukan untuk memenuhi standar audit. Dalam perencanaan
audit perlu memperhatikan perkiraan waktu dan petugas audit, selain itu juga
mempertimbangkan perencanaan lainnya yang meliputi:
1. Sumber dan cara memperoleh informasi yang cukup mengenai auditan
2. Hasil audit yang diperoleh pada tahap sebelumnya.
Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja
Pengertian Prosedur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 703) adalah
tahap-tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas.
Menurut Setyawan (1988: 35), prosedur adalah langkah-langkah yang harus
dilaksanakan guna mencapai tujuan pemeriksaan. Pelaksanaan Audit Kinerja oleh
30. 26
kantor akan berdasarkan prosedur yang terdiri dari tahapan Audit Kinerja yang
menguraikan tentang bagaimana langkah kerja Audit Kinerja itu dilakukan.
Persiapan Audit Kinerja
Dalam tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan yang merupakan tahap awal dari rangkaian
Audit Kinerja sebagai dasar penyusunan Program Kerja Audit Tahap berikutnya. Tahap
ini meliputi:
a. Pembicaraan pendahuluan dengan auditan
b. Pengumpulan informasi umum dalam pengenalan terhadap kegiatan yang diaudit
c. Pengidentifikasian aspek manajemen atau bidang masalah yang menunjukkan
kelemahan dan perlu dilakukan pengujian lebih lanjut.
d. Pembuatan ikhtisar hasil persiapan Audit Kinerja.
Dalam pengumpulan informasi kegiatan persiapan Audit Kinerja mencakup:
1. Organisasi
2. Peraturan perundangan yang berlaku
3. Tujuan, Visi, Misi, sasaran, strategi dan kegiatan usaha
4. Sistem dan prosedur
5. Data keuangan
6. Informasi lainnya yang relevan
Simpulan Hasil Persiapan Audit Kinerja yang disusun setelah kegiatan persiapan Audit
Kinerja selesai. Simpulan hasil Audit Kinerja ini antara lain meliputi mengenai
kelemahan-kelemahan yang harus dikembangkan lebih lanjut dalam tahap audit
berikutnya. Dari simpulan tersebut dibuat program audit tahap pengujian pengendalian
manajemen. (Deputi Bidang Akuntan Negara, 2001: 8-15).
Pengujian Pengendalian Manajemen
Pada tahap ini harus dilakukan pengujian atas:
1. Sistem pengendalian manajemen
2. Penerapan good cooperate governance (GCG) oleh manajemen auditan dan
jajarannya.
31. 27
Pengendalian manajemen adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris,
manajemen dan personil lain dalam perusahaan yang dirancang untuk memberikan
keyakinan memadai tentang pencapaian tiga kelompok tujuan utama yaitu:
a. Efektivitas dan efisiensi operasi
b. Keandalan pelaporan keuangan
c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Dalam Pengujian penerapan Good Cooperate Governance (GCG) oleh manajemen,
Auditor wajib melakukan pengujian penerapan prinsip-prinsip GCG oleh manajemen
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Prinsip dasar GCG yang harus diterapkan oleh manajemen auditan sesuai
dengan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-117/M-MBU/2002
tanggal 1 Agustus 2002 adalah sebagai berikut:
1. Transparansi dalam mengemukakan informasi material dan relevan
mengenai perusahaan
2. Kemandirian
3. Akuntabilitas
4. Pertanggungjawaban
5. Kewajaran
b. Dalam melakukan pengujian penerapan GCG oleh manajemen, auditor minimal
perlu memanfaatkan dan mengembangkan indikator/parameter yang relevan.
Dan dari hasil pengujian tersebut kemudian dibuat simpulan mengenai
penerapan GCG.
c. Jika ditemukan kelemahan yang signifikan segera dibuat manajemen letter
(ML). (Deputi Bidang Akuntan Negara: 15-18)
Pengukuran dan Pengujian Indikator Kinerja Kunci
Dalam tahap ini dilakukan penilaian atas proses penetapan indikator kinerja,
juga membandingan antara pencapaiaan indicator kinerja dengan target. Kesenjangan
yang ada harus dianalisis sehingga diperoleh penyebab sebenarnya. Indikator Kinerja
adalah diskripsi kuantitatif dan kualitatif dari kinerja yang dapat digunakan oleh
32. 28
manajemen sebagai salah satu alat untuk menilai dan melihat perkembangan yang
dicapai selama ini atau dalam jangka waktu tertentu.
Tujuan pengujian atas pengukuran capaian indikator kinerja kunci yaitu untuk
menilai efisiensi dan efektifitas beberapa aktivitas utama, guna menyarankan dan
mendorong pengembangan rencana aksi untuk peningkatan kinerja. Rencana aksi
dikembangkan oleh manajemen auditan (Focus Group), dan kemajuan yang dibuat
dalam implementasi rencana akan direview secara periodik.
Diharapkan manajemen auditan mampu meningkatkan kinerja perusahaan.
Tujuan akhir tersebut akan dicapai melalui berbagai tujuan setiap kegiatan review yaitu:
1. Menentukan kekuatan dan kelemahan utama yang dimiliki
perusahaan
2. Menentukan implikasi operasional dan strategis dari kekuatan dan
kelemahan tersebut diatas
3. Mengidentifikasi area-area yang perlu perbaikan
4. Mengembangkan rencana aksi perbaikan atas area-area tersebut diatas.
(Deputi Bidang Akuntan Negara: 20-23)
Review Operasional
Pada tahap ini dilakukan review yang sistematis atas prosedur metode,
organisasi, program atau kegiatan-kegiatan dengan tujuan untuk mengevaluasi sejauh
mana pencapaiaan suatu tujuan/sasaran secara ekonomis, efisien, dan efektif.
Informasi mengenai praktek terbaik (best practice) pada perusahaan sejenis perlu
diperoleh sebagai pembanding (benchmark). Selain itu perlu perlu dilakukannya pula
penilaian tingkat kesehatan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku dan evaluasi
perkembangan usaha perusahaan.
Tujuan dari fase ini adalah untuk mendapatkan informasi detail/rinci untuk
menguji kinerja dari aktivitas yang direview dibandingkan dengan kriteria yang telah
ditetapkan.
Review operasional dapat mengarah pada beberapa atau seluruh sasaran berikut:
1. kehematan, efisiensi dan/atau efektivitas
2. keandalan dan integritas sistem dan prosedur
33. 29
3. Pengendalian manajemen dan akuntabilitas
4. Perlindungan terhadap aktiva
5. Kepatuhan pada peraturan, kebijakan dan prosedur, dan/atas
6. Aspek-aspek lingkungan
Kertas Kerja Audit
Kertas Kerja Audit adalah catatan yang dibuat dan data yang dikumpulkan
pemeriksa secara sistematis pada saat melaksanakan tugas pemeriksaan. Kertas kerja
audit memuat informasi yang memadai dan bukti yang mendukung kesimpulan dan
pertimbangan auditor.
Manfaat Kertas kerja audit adalah:
1. Memberikan dukungan utama terhadap Laporan Audit Kinerja.
2. Merupakan alat bagi atasan untuk mereview dan mengawasi pekerjaan para
pelaksana audit.
3. Merupakan alat pembuktian yang mendukung kesimpulan dan rekomendasi
signifikan dari auditor.
4. Menyajikan data untuk keperluan referensi.
Syarat pembuatan Kertas kerja audit:
a. Lengkap
b. Bebas dari kesalahan, baik kesalahan hitung/kalimat maupun kesalahan
penyajian informasi.
c. Didasarkan pada fakta dan argumentasi yang rasional.
d. Sistematis, bersih, mudah diikuti, dan rapi.
e. Memuat hal-hal penting yang relevan dengan audit.
f. Dalam kertas kerja audit harus mencantumkan kesimpulan hasil audit
dan komentar atau catatan dari reviewer.
(Deputi Bidang Akuntan Negara: 41-43)
34. 30
Pelaporan Hasil Audit
Laporan hasil Audit Kinerja merupakan laporan hasil analisis dan interprestasi
atas keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya
yang dilaporkan oleh auditor.
Pelaporan Audit Kinerja meliputi:
1. Hasil penilaian atas kewajaran IKK
2. Hasil Review Operasional beserta kelemahan yang ditemukan
3. Rekomendasi yang telah disepakati
4. Hasil pengujian atas laporan (hasil) pengujian tingkat kesehatan perusahaan
5. Analisis perkembangan usaha
Tujuan pelaporan Audit Kinerja:
a. Memberikan informasi yang relevan dan objektif mengenai kinerja auditan
kepada pihak terkait
b. Menyajikan analisis dan interprestasi atas kondisi kinerja auditan serta
memberikan
c. Menyediakan informasi untuk penetapan kebijakan dalam rangka penugasan
berikutnya.
(Deputi Bidang Akuntan Negara: 52-55)
Pemantauan Tindak Lanjut hasil Audit Kinerja
Tindak lanjut adalah pelaksanaan atas rekomendasi hasil Audit Kinerja yang
telah disampaikan dan disetujui oleh manajemen auditan. Suatu hasil Audit Kinerja baru
dikatakan berhasil apabila rekomendasi praktis yang dikembangkan bersama
dilaksanakan oleh manajemen. Pelaksanaan tindak lanjut itu sendiri merupakan
tanggung jawab manajemen, akan tetapi auditor berkewajiban memantau pelaksanaan
rekomendasi yang telah dikembangkan bersama tersebut, guna mendorong percepatan
pelaksanaan tindak lanjut sesuai dengan yang telah rekomendasikan. (Deputi Bidang
Akuntan Negara: 63)
35. 31
Pengendalian Mutu
Pengendalian Mutu merupakan metode yang digunakan untuk memastikan bahwa
kantor akuntan tersebut dapat memenuhi tanggung jawab jabatannya kepada para klien.
Pengendalian Mutu adalah prosedur yang digunakan oleh kantor akuntan tersebut untuk
membantunya menaati standarstandar secara konsisten dalam setiap kontrak kerja yang
mengikatnya. (Loebbecke, 1995:22)
36. 32
BAB VIII
PENUTUP
KESIMPULAN
Penilaian kinerja memang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
pemberian imbalan/kompensasi. Penilaian kinerja dapat merupakan umpan balik atau
masukan bagi organisasi untuk menentukan langkah selanjutnya, misalnya
memberitahukan kepada karyawan tentang pandangan organisasi atas kinerja mereka.
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk mendeteksi kebutuhan pelatihan
karyawan, yakni pelatihan apakah yang sebenarnya dibutuhkan oleh karyawan agar
kenerja organisasi dapat optimal. Penilaian kinerja juga dapat digunakan untyuk menilai
apakah pelatihan yang pernah diadakan efektiv atau tidak. Hasil dari penilaian kinerja
dapat membantu manajer untuk mengambil keputusan siapa yang layak dipromosikan,
dipertahankan, atau bahkan harus dikeluarkan dari organisasi.
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk membuat sebuah perencanaan
(pengembangan) SDM, untuk mengidentifikasi siapa layak duduk dimana, dengan
tingkat gaji berapa. Diluar daripada itu, perusahaan melaksanakan evaluasi/penilaian
kinerja kadang juga bertujuan untuk melaksanakan riset saja.
Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja
karyawan tersebut pada organisasi. Pemberian kompensasi merupakan salah satu
pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan dengan semua jenis pemberian
penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian.
Kompensasi merupakan biaya utama atas keahlian atau pekerjaan dan kesetiaan dalam
bisnis perusahaan pada abad ke-21 ini.
Secara umum tujuan kompensasi adalah untuk membantu perusahaan mencapai
tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan menjamin terciptanya keadilan internal dan
ekternal. Keadilan eksternal menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan akan dikompensasi
secara adil dengan membandingkan pekerjaan yang sama di pasar kerja. Kadang-kadang
37. 33
tujuan ini bisa menimbulkan konflik satu sama lainnya, dan trade-offs harus
terjadi. Misalnya, untuk mempertahankan karyawan dan menjamin keadilan, hasil
analisis upah dan gaji merekomendasikan pembayaran jumlah yang sama untuk
pekerjaan-pekerjaan yang sama.
A. SARAN
Di dalam suatu perusahaan atau organisasi perlu di adakan evaluasi kinerja yang
optimal agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian kompensasi kepada pegawai atau
karyawan. Karena apabila terjadi kesalahan dalam penilaian kinerja yang secara
langsung berdampak pada pemberian kompensasi akan membuat karyawan merasa
tidak betah yang berujung pada penurunan kinerja pegawai, pada akhirnya perusahaan
atau organisasi akan menjadi dirugikan. MSDM sangat diperlukan di dalam suatu
perusahan atau organisasi, termasuk di dalamnya adalah evaluasi kinerja dan pemberian
kompensasi.