LAPORAN KERJA PRAKTEK MENENTUKAN BEBAN KERJA PADA DEPARTEMEN LOGISTIK BAGIAN ...Agam Real
PT. Ebako Nusantara adalah suatu perusahaan yang dimiliki oleh orang Singapure Mr. Lee Wo Fun yang bergerak didalam bidang high end furniture manufacturing berupa pembuatan kursi, meja, lemari, tempat tidur. Terletak di Jl. Terboyo Industri Barat Dalam II Blok N No.3c Kawasan Indutri Terboyo Semarang, berdiri sejak tahun 1996. PT. Ebako Nusantara banyak memiliki konsumen dari luar, sehingga produk-produk PT. Ebako Nusantara diekspor ke berbagai Negara, diantaranya yaitu Amerika, Australia, Afrika, Hongkong dan Singapura. Dan sekarang memiliki 850 karyawan yang terdiri dari 760 pekerja produksi dan 90 karyawan kantor. PT. Ebako Nusantara memiliki berbagai fasilitas, yaitu lumberyard, machinery, assembly, sanding, veneering, finishing, research and development, chemical storage,dan production office
Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang bekerja dengan efektif dan efisien maka diperlukan pengelolaan sumber daya manusia yang tepat. Perencanaan dan pengelolaan sumber daya manusia dapat dilakukan melalui analisis beban kerja workload, dalam hal ini sumber daya manusia melakukan penelitian di Departemen Logistik papa bagian Purchasing. Pada perhitungan beban kerja atau workload ini menggunakan metode FTE ( Full Time Equivalent), dengan menentukan Allowence, Total Waktu Aktivitas dan Total Waktu Tersedia sehingga di dapatkan beban kerja dalam setahun. Beban kerja tersebut dapat di gunakan untuk menentukan Kebutuhan Tenaga Kerja serta mengoptimalkan kinerja dengan merubah komposisi jumlah tenaga kerja sesuai perhitungan jumlah tenaga kerja optimal atau melakukan penyusuanan kembali job description
Kata kunci : PT. Ebako Nusantara, workload, Full Time Equivalent
File presentasi job evaluation ini merupakan materi pendukung dalam software points rating system yang saya design. Untuk memiliki software & file presentasi, silahkan email ke iman_bayu_adji@yahoo.co.id
Gugus kendali mutu, merupakan mekanisme formal dan dilembagakan guna mencari pemecahan persoalan dengan memberikan tekanan pada partisipasi dan kretivitas di antara SDM sebagai karyawan/pegawai baik dalam organisasi pemerintah maupun swasta. Kelompok kecil pegawai terlibat dalam suatu proses pengkajian bersama untuk menyikapinya, dan memecahkan persoalan yang berkaitan dengan pekerjaan. Setiap gugus juga bertindak sebagai mekanisme pemantau yang membantu organisasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan memantau kesempatan. Mekanisme tersebut meneliti lingkungan sekitarnya untuk melihat kesempatan,tidak menunggu bergerak kalau persoalan timbul, dan tidak menunggu bergerak kalau persoalan timbul,dan tidak menghentikan kegiatannya kalau persoalan telah ditemukan dan dipercahkan. Itu berarti bahwa, untuk kebaikan organisasi sebesar-besarnya, gugus kendali mutu harus bekerja terus-menerus dan tidak tergantung pada proses produksi.
Upaya untuk meingkatkan mutu dan produktivitas serta kinerja suatu satuan kerja naik dunia usaha maupun birokrasi,perlu dilaksanakan terus menerus sedemikian sehingga dapat berfungsi dan mencapai tujuan secara optimal. Sejak dahulu,terutama di Eropa dan Amerika Serikat dikembangkan konsep manajemen dan organisasi yang bertujuan menungkatkan kinerja organisasi. Antara lain dapat dikemukakan adalah konsep Max Weber tentang birokrasi. Konsep Taylor tentang Manajemen Ilmiah,Fanyol dengan empat belas prinsip,serta konsep perilaku manusia yang mengutamakan motivasi dan pendekatan demokrasi. Konsep serta prinsip organisasi dan manajemen ini, telah mampu menungkatkan efisiensi dan organisasi baik pada perusahaan, pemerintah, dan organisasi sosial. Total Quality Control (pengendalian mutu terpadu) diprakrasai oleh Dr.J.M. Juran dan Dr.E.W. deming dan dikembangkan di Jepang oleh Kaora Ishitawa dengan menerapkan Quality Control Circle (QCC) atau Gugus Kendali Mutu.
LAPORAN KERJA PRAKTEK MENENTUKAN BEBAN KERJA PADA DEPARTEMEN LOGISTIK BAGIAN ...Agam Real
PT. Ebako Nusantara adalah suatu perusahaan yang dimiliki oleh orang Singapure Mr. Lee Wo Fun yang bergerak didalam bidang high end furniture manufacturing berupa pembuatan kursi, meja, lemari, tempat tidur. Terletak di Jl. Terboyo Industri Barat Dalam II Blok N No.3c Kawasan Indutri Terboyo Semarang, berdiri sejak tahun 1996. PT. Ebako Nusantara banyak memiliki konsumen dari luar, sehingga produk-produk PT. Ebako Nusantara diekspor ke berbagai Negara, diantaranya yaitu Amerika, Australia, Afrika, Hongkong dan Singapura. Dan sekarang memiliki 850 karyawan yang terdiri dari 760 pekerja produksi dan 90 karyawan kantor. PT. Ebako Nusantara memiliki berbagai fasilitas, yaitu lumberyard, machinery, assembly, sanding, veneering, finishing, research and development, chemical storage,dan production office
Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang bekerja dengan efektif dan efisien maka diperlukan pengelolaan sumber daya manusia yang tepat. Perencanaan dan pengelolaan sumber daya manusia dapat dilakukan melalui analisis beban kerja workload, dalam hal ini sumber daya manusia melakukan penelitian di Departemen Logistik papa bagian Purchasing. Pada perhitungan beban kerja atau workload ini menggunakan metode FTE ( Full Time Equivalent), dengan menentukan Allowence, Total Waktu Aktivitas dan Total Waktu Tersedia sehingga di dapatkan beban kerja dalam setahun. Beban kerja tersebut dapat di gunakan untuk menentukan Kebutuhan Tenaga Kerja serta mengoptimalkan kinerja dengan merubah komposisi jumlah tenaga kerja sesuai perhitungan jumlah tenaga kerja optimal atau melakukan penyusuanan kembali job description
Kata kunci : PT. Ebako Nusantara, workload, Full Time Equivalent
File presentasi job evaluation ini merupakan materi pendukung dalam software points rating system yang saya design. Untuk memiliki software & file presentasi, silahkan email ke iman_bayu_adji@yahoo.co.id
Gugus kendali mutu, merupakan mekanisme formal dan dilembagakan guna mencari pemecahan persoalan dengan memberikan tekanan pada partisipasi dan kretivitas di antara SDM sebagai karyawan/pegawai baik dalam organisasi pemerintah maupun swasta. Kelompok kecil pegawai terlibat dalam suatu proses pengkajian bersama untuk menyikapinya, dan memecahkan persoalan yang berkaitan dengan pekerjaan. Setiap gugus juga bertindak sebagai mekanisme pemantau yang membantu organisasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan memantau kesempatan. Mekanisme tersebut meneliti lingkungan sekitarnya untuk melihat kesempatan,tidak menunggu bergerak kalau persoalan timbul, dan tidak menunggu bergerak kalau persoalan timbul,dan tidak menghentikan kegiatannya kalau persoalan telah ditemukan dan dipercahkan. Itu berarti bahwa, untuk kebaikan organisasi sebesar-besarnya, gugus kendali mutu harus bekerja terus-menerus dan tidak tergantung pada proses produksi.
Upaya untuk meingkatkan mutu dan produktivitas serta kinerja suatu satuan kerja naik dunia usaha maupun birokrasi,perlu dilaksanakan terus menerus sedemikian sehingga dapat berfungsi dan mencapai tujuan secara optimal. Sejak dahulu,terutama di Eropa dan Amerika Serikat dikembangkan konsep manajemen dan organisasi yang bertujuan menungkatkan kinerja organisasi. Antara lain dapat dikemukakan adalah konsep Max Weber tentang birokrasi. Konsep Taylor tentang Manajemen Ilmiah,Fanyol dengan empat belas prinsip,serta konsep perilaku manusia yang mengutamakan motivasi dan pendekatan demokrasi. Konsep serta prinsip organisasi dan manajemen ini, telah mampu menungkatkan efisiensi dan organisasi baik pada perusahaan, pemerintah, dan organisasi sosial. Total Quality Control (pengendalian mutu terpadu) diprakrasai oleh Dr.J.M. Juran dan Dr.E.W. deming dan dikembangkan di Jepang oleh Kaora Ishitawa dengan menerapkan Quality Control Circle (QCC) atau Gugus Kendali Mutu.
Pertanyaan yang sering muncul ketika suatu perusahaan terhimpit kerugian atau berusaha memperkuat kemampuan bersaingnya adalah bagaimana cara mengefisienkan perusahaan. apakah jumlah SDM/karyawan yang ada sekarang ini berlebih, kurang atau sudah optimum dengan kebutuhan perusahaan, dan bagaimana cara mengetahui atau mengukur hal-hal tersebut?
Kaizen adalah pondasi awal sebuah perusahaan yang ingin berkembang dan berorientasi maju.Sistem dimana jika dapat berjalan dengan konsisten diterapkan akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Pun dapat diterapkan dalamkehidupan kita sehari2 misalnya,di rumah, di sekolah, di lingkungan RT dll.
Pertanyaan yang sering muncul ketika suatu perusahaan terhimpit kerugian atau berusaha memperkuat kemampuan bersaingnya adalah bagaimana cara mengefisienkan perusahaan. apakah jumlah SDM/karyawan yang ada sekarang ini berlebih, kurang atau sudah optimum dengan kebutuhan perusahaan, dan bagaimana cara mengetahui atau mengukur hal-hal tersebut?
Kaizen adalah pondasi awal sebuah perusahaan yang ingin berkembang dan berorientasi maju.Sistem dimana jika dapat berjalan dengan konsisten diterapkan akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Pun dapat diterapkan dalamkehidupan kita sehari2 misalnya,di rumah, di sekolah, di lingkungan RT dll.
Tugas fajar riyawan makalah sebelum uts, ditujukan untuk tugas ujian akhir semester mata kuliah evaluasi kinerja dan kompensasi dosen pengampu Dosen Ade Fauji SE, MM.
Similar to MAKALAH EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI (UTS) (20)
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
1. MAKALAH
“MATERI MATA KULIAH EVALUASI KINERJA”
DISUSUN OLEH
NAMA: SURYANTI
NIM: 11150936
KELAS: 7H-MSDM
DOSEN PENGAMPU: ADE FAUJI SE., M.M
MATA KULIAH: EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BINA BANGSA
2018
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala karunia
dan nikmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “Materi Mata Kuliah Evaluasi
Kinerja” ini dapat diselesaikan dengan maksimal, tanpa ada halangan yang berarti.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah
Evaluasi Kinerja dan Kompensasi yang diampu oleh Bapak Ade Fauji SE., M.M.
Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Untuk
itu kami ucapkan terima kasih.
Serang, 20 November 2018
Penulis
3. iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................ iii
MATERI 2. PENGERTIAN DAN FUNGSI EVALUASI KINERJA..............................................1
A. Pengertian Manajemen Kinerja............................................................................1
B. Fungsi Manajemen Kinerja...................................................................................2
C. Tujuan Pelaksanaan Manajemen Kinerja...............................................................2
D. Standar Kinerja...................................................................................................3
MATERI 3. HUMAN RESOURCES SCORECARD(PENGUKURAN KINERJA SUMBER DAYA
MANUSIA)..................................................................................................................7
A. Pengertian Human Resource Scorecard................................................................7
B. Perancangan dan Penerapan Human Resources Scorecard dalam Organisasi ..........8
C. Manfaat Human Resource Scorecard..................................................................13
MATERI 4. MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA..............................................................16
A. Pengertian Motivasi ..........................................................................................16
B. Tujuan Motivasi Kerja........................................................................................21
C. Faktor-faktor Motivasi Kerja...............................................................................24
D. Teknik Pemberian Motivasi Kerja.......................................................................30
E. Pengertian Kepuasan Kerja.................................................................................33
F. Indikator Kepuasan Kerja...................................................................................35
G. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja.......................................................36
H. Respon Terhadap Kepuasan Kerja/ Job Satisfaction.............................................37
I. Cara Meningkatkan Kepuasan Kerja Karyawan.....................................................38
MATERI 5. MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN EMOSIONAL SDM .......................40
A . Kecerdasan Intelektual...............................................................................40
B. Kecerdasan Emosional................................................................................41
D. HubunganAntara IQ, EQ dan SQ........................................................................45
E. Penerapan IQ, EQ da SQ Dalam Kehidupan..........................................................46
MATERI 6. MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI SUMBERDAYA MANUSIA ....48
4. iv
A . Pengertian Kapabilitas dan Kompetensi.......................................................48
B. Karakteristik Kompetensi...................................................................................51
C. Kompetensi Generik..........................................................................................52
D. Upaya Pengembangan Kompetensi Pegawai.......................................................63
D. Komponen Utama MSDM-BK.............................................................................66
E. Langkah-Langkah Pengembangan SDM...............................................................68
F. Aspek-Aspek Pengembangan MSDM-BK..............................................................68
MATERI 7. KONSEP AUDIT KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA......................................69
A. Audit Sumber Daya Manusia..............................................................................69
B. Ruang Lingkup Audit SDM..................................................................................70
C. Instrumen-InstrumenAudit Sumber Daya Manusia .............................................71
D. Kerangka Kerja Audit Sumber Daya Manusia.......................................................74
E. Daftar Periksa Sumber Daya Manusia .................................................................74
F. TujuanAudit Sumber Daya Manusia ...................................................................75
G. Manfaat Audit Sumber Daya Manusia................................................................76
H. Pendekatan Audit Sumber Daya Manusia...........................................................76
I. Proses Audit Sumber Daya Manusia ....................................................................77
KESIMPULAN............................................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................94
5. 1
MATERI 2. PENGERTIAN DAN FUNGSI EVALUASI KINERJA
A. Pengertian Manajemen Kinerja
Manajemen Kinerja adalah suatu proses manajerial mengenai
perencanaan, evaluasi dan penilaian kinerja perangkat organisasi untuk
mewujudkan tujuan organisasi. Dengan penerapan manajemen kinerja kita dapat
mengetahui apakah pekerjaan yang dilakukan selama ini sudah berada pada jalur
yang seharusnya. Atau dengan kata lain, manajemen kinerja tidak hanya terkait
dengan kinerja karyawan secara individu, tetapi juga kinerja organisasi secara
keseluruhan. Penerapan manajemen kinerja akan menyediakan kerangka kerja
bagi pegawai baik tingkat manajerial maupun staff untuk bekerjasama sehingga
pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai akan terdefinisi secara jelas serta
berkontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi. Manajemen kinerja
merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari perencanaan kinerja,
pemantauan / peninjauan kinerja, penilaian kinerja dan tindak lanjut berupa
pemberian penghargaan dan hukuman. Rangkaian kegiatan tersebut haruslah
dijalankan secara berkelanjutan.
Manajemen Kinerja adalah proses berorientasi tujuan yang diarahkan
untuk memastikan bahwa proses-proses organisasi ada pada tempatnya guna
memaksimalkan produktivitas para karyawan, tim, dan akhirnya organisasi itu
sendiri, Mondy (2008). Menurut Dessler (2003:322) definisi Manajemen Kinerja
adalah: Proses mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian, dan
pengembangan kinerja ke dalam satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan
memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan. Ada dua
komponen manajemen kinerja menurut Schuler dan Jackson (2006), yaitu:
1. Pengukuran dan umpan balik kinerja
2. Komponen imbalan dari kompensasi total
6. 2
B. Fungsi Manajemen Kinerja
Fungsi manajemen kinerja adalah untuk penentuan sasaran yang jelas dan
terarah. Di dalamnya terdapat tujuan organisasi yang ingin dicapai, strategi,
rencana kerja dan saluran komunikasi atasan dan bawahan untuk memastikan
pencapaian kinerja yang diharapkan. Manajemen kinerja, pada kenyataannya
ditentukan oleh atasan berupa strategi yang harus dilaksanakan oleh bawahan
guna mencapai tujuan organisasi, tidak hanya bermanfaat bagi salah satu pihak
saja namun juga akan bermanfaat bagi seluruh pihak terkait, antara lain:
Bagi atasan, manajemen kinerja mempermudah penyelesaian pekerjaan
bawahan sehingga atasan tidak perlu lagi repot mengarahkan kegiatan
sehari-hari karena bawahan sudah memahami apa yang harus dilakukan
dan apa yang harus dicapai serta mengantisipasi kemungkinan hambatan
yang muncul.
Bagi bawahan, manajemen kinerja membuka kesempatan diskusi dan
dialog dengan atasan berkaitan dengan kemajuan pekerjaannya. Adanya
diskusi dan dialog memberikan umpan balik untuk memperbaiki kinerja
sekaligus meningkatkan keahliannya dalam menyelesaikan pekerjaan.
Selain itu, manajemen kinerja juga memberdayakan bawahan karena ia
tidak harus selalu meminta arahan kepada atasan.
Bagi organisasi, manajemen kinerja memungkinkan timbulnya kejelasan
keterkaitan antara tujuan organisasi dan tujuan pekerjaan masing-masing
pegawai.
C. Tujuan Pelaksanaan Manajemen Kinerja
Bagi Pimpinan dan Manajer, tujuan pelaksanaan manajemen kinerja adalah :
1. Menguraikan keterlibatan dalam semua hal
2. Menghemat waktu, karena para pegawai dapat mengambil berbagai
keputusan sendiri dengan memastikan bahwa mereka memiliki
7. 3
pengetahuan serta pemahaman yang diperlukan untuk mengambil
keputusan yang benar.
3. Adanya kesatuan pendapat dan mengurangi kesalah pahaman diantara
pegawai tentang siapa yang mengerjakan dan siapa yang bertanggung
jawab.
4. Mengurangi frekuensi situasi di mana atasan tidak memiliki informasi
pada saat dibutuhkan.
5. Pegawai mampu memperbaiki kesalahannya dan mengidentifikasi sebab-
sebab terjadinya kesalahan ataupun efesiensi.
Adapun bagi para pegawai, tujuan pelaksanaan manajemen kinerja adalah :
a. Membantu para pegawai untuk mengerti apa yangseharusnya mereka
kerjakan dan mengapa hal tersebut harus dikerjakan serta memberikan
kewenangan dalam mengambil keputusan.
b. Memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk mengembangkan
keahlian dan kemampuan baru.
c. Mengenali rintangan-rintangan peningkatan kinerjadan kebutuhan sumber
daya yang memadai.
d. Pegawai memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai pekerjaan
dan tanggung jawab kerja mereka.
D. Standar Kinerja
Standar kinerja (performance standard) adalah persyaratan tugas, fungsi
atau perilaku yang ditetapkan oleh pemberi kerja sebagai sasaran yang harus
dicapai oleh seorang karyawan. Dibutuhkan penilaian kinerja untuk menetapkan
tingkat kinerja karyawan yang berstandar. Semakin jelas standar kinerjanya,
semakin akurat tingkat penilaian kinerjanya. Banyak masalah yang dihadapi
operasional perusahaan adalah adanya para penyelia maupun karyawan belum
seluruhnya mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan. Mungkin, standar
kinerja tersebut belum pernah disusun. Karena itu, langkah pertama adalah
8. 4
meninjau standar kinerja yang ada dan menyusun standar yang baru jika
diperlukan. Banyak hal yang dapat diukur untuk menentukan kinerja. Banyak
literatur, menyebutkan bahwa kinerja merupakan keterkaitan unsur motivasi,
kemampuan individu, serta faktor organisasi yang menghasilkan perilaku.
Perilaku (behavior) merupakan proses cara seseorang mengerjakan
sesuatu. Perilaku merupakan sebuah unsur yang menjadi pusat perbedaan manusia
antar individu. Dalam pekerjaan, dapat dibayangkan jika tanpa perilaku, pasti
tidak akan ada produksi yang dihasilkan. Perilaku merupa-kan kata kunci, sebab
dalam pekerjaan sangat banyak perilaku yang muncul yang menyebabkan sebuah
hasil tertentu. Perilaku dapat diobservasi yang memungkinkan kita dapat
membetulkan, menjumlah dan menilai dan selanjutnya kita dapat mengelolanya.
Apa yang akan terjadi, jika seorang manajer menaruh perhatiannya hanya pada
pengelolaan hasil saja? Tidak akan selalu efektif, karena perilaku merupakan
bagian dari keseluruhan proses dan hasil itu adalah keluaran dari perilaku.
Perilaku yang tepat akan membuahkan hasil yang merefleksikan gabungan upaya
banyak individu. Perilaku mencerminkan usaha seseorang untuk melakukan
sesuatu. Dalam evaluasi kinerja, ada standar yang disebut sebagai standar kinerja
(performance stardard).
Para pakar telah mengemukakan definisi mengenai standar kinerja,
diantaranya yaitu:
• Menurut Randall S. Schular & Susan E. Jackson (1999) “Ada tiga jenis dasar
kriteria kinerja”, yaitu:
1. Kriteria berdasarkan sifat (memusatkan diri pada karakteristik pribadi
seorang karyawan).
2. Kriteria berdasarkan perilaku (kriteria yang penting bagi pekerjaan yang
membutuhkan hubungan antar personal).
3. Kriteria berdasarkan hasil (kriteria yang fokus pada apa yang telah dicapai
atau dihasilkan).
• Richard I. Henderson (1984) mendefinisikan standar kinerja sebagai berikut:
“A set performance standards describes the results that should exist upon the
satisfactory completion of a job.”
9. 5
[‘‘Satu set standard kinerja melukiskan hasil-hasil yang harus ada setelah
penyelesaian suatu pekerjaan dengan memuaskan.”]
• William B. Werther, Jr. dan Keith Davis (1993) mendefinisikan standar kinerja
sebagai berikut: “Perfomance evaluation requires performance standards,
which are the bench-marks against which performance is measured.”
[“Standard kinerja merupakan benchmark atau tolak ukur untuk mengukur
kinerja karyawan.”]
• Sementara itu, Performance Appraisal Handbook US Departement of the
Interior(1995) mendefinisikan standard kinerja sebagai berikut:“The
Performance standards are expression of the performance threshold(s),
requirement(s), or expectation(s) that must be met for each element at
particular level performance.”
[“Standar kinerja merupakan ekspresi mengenai ambang kinerja, persyaratan,
atau harapan yang harus dicapai untuk setiap elemen pada level kinerja
tertentu.”]
Standar kinerja adalah tolak ukur minimal kinerja yang harus dicapai
karyawan secara individual atau kelompok pada semua indikator kinerjanya.
Dalam definisi ini, standar kinerja adalah tolak ukur minimal, artinya jika prestasi
kinerja karyawan dibawah standar kinerja minimal tersebut, maka kiner-janya
tidak dapat diterima, buruk atau sangat buruk. Jika prestasi kinerja seorang
pegawai berada tepat atau diatas ketentuan staandar minimal kinerjanya, maka
kinerjanya dapat diterima dengan predikat sedang, baik, atau sangat baik. Standar
kinerja meliputi standar untuk semua indikator kinerja. Misalnya, jika indikator
kinerja seorang pegawai – kuantitas hasil kerja, kualitas hasil kerja, kedisiplinan,
kejujuran dan loyalitas – maka standar kinerja menentukan tolak ukur keempat
indikator kinerja tersebut. Nilai keempat indikator tersebut paling tidak mencapai
nilai minimal yang ditetapkan orbanisasi.
Standar kinerja dapat menentukan standar kinerja untuk individu karyawan
atau standar kinerja untuk sekelompok karyawan atau tim kerja yang bekerja sama
dalam satu tim kerja. Di sejumlah perusahaan perusahaan seperti PT PLN, kinerja
unit kerja juga dinilai disamping kinerja individu karyawan. Dalam sistem
10. 6
evaluasi kinerja MBO, standar kinerja mencerminkan objektif dari pegawai
karena objektif merupakan tolak ukur hasil kerja yang diukur pada akhir tahun.
Sementara itu, standar dapat melukiskan bagian dari objektif pegawai.
Misalnya, standar kinerja seorang mekanik, otomotif dalam mengganti sebuah
knalpot mobil ialah dua jam. Jika tugasnya hanya mangganti knalpot, maka ia
dapat menyelesaikan minimal tiga knalpot dalam satu hari. Dengan demikian, ia
dapat menyelesaikan minimal 930 knalpot dalam satu tahun. Minimal sebuah
standar kinerja, harus berisi dua jenis informasi dasar tentang apa yang harus
dilakukan dan seberapa baik harus melakukannya. Standar kinerja merupakan
identifikasi tugas pekerjaan, kewajiban, dan elemen kritis yang menggambarkan
apa yang harus dilakukan. Standar kinerja terfokus pada seberapa baik tugas akan
dilaksanakan.
Agar berdaya guna, setiap standar/kriteria harus dinyatakan secara cukup
jelas sehingga manajer dan bawahan atau kelompok kerja mengeta-hui apa yang
diharapkan dan apakah telah tercapai atau tidak. Standar haruslah dinyatakan
secara tertulis dalam upaya menggambarkan kinerja yang sungguh-sungguh
memuaskan untuk tugas yang kritis maupun yang tidak kritis. Hal ini dikarenakan
bahwa tugas pekerjaan dan standar kiner-ja saling berkaitan, adalah praktik yang
lazim mengembangkannya pada waktu yang bersamaan. Apapun metode analisis
pekerjaan yang digunakan haruslah memperhitungkan aspek kuantitatif kinerja.
Lebih lanjut, setiap standar harus menunjuk pada aspek spesifik pekerjaan.
11. 7
MATERI 3. HUMAN RESOURCES SCORECARD (PENGUKURAN
KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA)
A. Pengertian Human Resource Scorecard
Human Resource Scorecard, sebuah bentuk pengukuran Human Resources
yang mencoba memperjelas peran sumber daya manusia sebagai sesuatu yang
selama ini dianggap intangible untuk diukur perannya terhadap pencapaian misi,
visi dan strategi perusahaan “What Gets Measured, Get Managed, Gets Done”,
itulah dasar pemikiran dari konsep HR Scorecard.
Becker, Huselid dan Ulrich (2001) telah mengembangkan suatu sistem
pengukuran yang dinamakan Human Resource (HR) Scorecard. Pengukuran ini
merupakan pengembangan dari konsep Balanced Scorecard, dimana
pengukuran Human Resource Scorecard lebih menfokuskan pada kegiatan SDM
atau menilai kontribusi strategik yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi rantai nilai yang
diwakili oleh Fungsi SDM, Sistem SDM dan Perilaku karyawan yang strategik.
Karakteristik manusia pada dasarnya sulit dipahami, sulit dikelola, apalagi
diukur. Padahal kita tahu, sumber daya manusia adalah asset terpenting yang
sangat powerfull dan penuh misteri dari sebuah perusahaan. Oleh karena itu. HR
Scorecard mencoba mengukur sumber daya manusia dengan mengkaitkan antara
orang-strategi-kinerja untuk menghasilkan perusahaan terbaik dan juga
menjabarkan misi, visi dan strategi, menjadi aksi HR yang dapat diukur
kontribusinya. Keduanya menggambarkan hubungan sebab (leading/intangible)
dan akibat (lagging/tangible), yang kuncinya adalah disatu sisi ingin
menggambarkan manusia dengan segala potensinya dan disisi lain ada kontribusi
yang bisa diberikan dalam pencapaian sasaran perusahaan.
Human Resource Scorecard merupakan salah satu mekanisme yang secara
komprehensif mampu mengambarkan dan mengukur bagaimana sistem
pengelolaan SDM dapat menciptakan value atau kontribusi bagi organisasi.
Becker et.al (2001) mengungkapkan beberapa manfaat HR Scorecard bagi
perusahaan sebagai berikut :
12. 8
1. Memperjelas perbedaan antara HR Doables (kinerja) SDM yang tidak
mempengaruhi implementasi strategi perusahaan dengan HRD
Deliverable (kinerja SDM yang mempunyai pengaruh terhadap
implementasi strategi perusahaan).
2. Menyeimbangkan proses penciptaan nilai (HR Value proposition) dengan
pengendalian biaya disatu sisi dan investasi yang diperlukan disisi lainnya.
3. Menggunakan leading indikator (indikator yang menilai status faktor kunci
kesuksesan yang mendorong implementasi strategi perusahaan). Model
SDM strategik memberi kontribusi yang menghubungkan keputusan SDM
dan sistim dengan HR Deliverable, dimana mempengaruhi key performance
driver dalam implementasi strtaegi perusahaan (misalnya: kepuasan
pelanggan atau fokus peningkatan kompetensi karyawan).
4. Menilai kontribusi SDM terhadap implementasi strategi.
5. Mengarahkan profesional SDM secara aktif mengelola tanggung jawab
terhadap implementasi strategi perusahaan.
6. Mendukung perubahan dan fleksibilitas.
B. Perancangan dan Penerapan Human Resources Scorecard dalam
Organisasi
Model 7 (tujuh) langkah dalam merancang suatu sistem pengukuran Human
Resource Scorecard, yaitu :
1) Mendefinisikan strategi bisnis perusahaan dengan jelas.
Sebelum membangun strategi pengembangan SDM yang perlu dilaksanakan
adalah mengklarifikasi kembali kebijakan dan strategi pengembangan perusahaan
secara keseluruhan. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana
perusahaan perusahaan menciptakan nilai, strategi-strategi apa yang dapat
membuat perusahaan sukses, ukuran-ukuran apa yang bias menunjukkan
kesuksesan perusahaan harus sudah terformulasi dengan jelas dan sudah
terkomunikasikan dengan baik keseluruh lapisan karyawan atau Organisasi.
13. 9
Departemen SDM sebagai bagian dari perusahaan, mutlak dalam
mengembangkan strateginya harus mengacu pada arah dan strategi yang telah
ditetapkan perusahaan. Jadi strategi bisnis harus diklarifikasi dengan terminology
yang detail dan dapat dilaksanakan oleh pelakunya. Kuncinya adalah membuat
sasaran perusahaan dimana karyawan memahami peran mereka dan organisasi
mengetahui bagaimana mengukur kesuksesan meraka (kinerja karyawan) dalam
mencapai sasaran tersebut
2) Membangun kasus bisnis untuk SDM sebagai sebuah modal strategis.
Professional SDM perlu membangun kasus bisnis untuk mengetahui mengapa dan
bagaimana SDM dapat mendukung pencapaian strategi tersebut. Departemen
SDM dapat menjadi model strategi, apalagi bila manager lini dan manager SDM
mau berbagi tanggung jawab dalam poses implementasi strategi tersebut. Dalam
proses perumusan kasus bisnis, perlu dilakukan suatu observasi pendahuluan
untuk menyusun rekomendasi yang akan diberikan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kesuksesan perusahaan pada akhirnya bagaimana oraganisasi
mengeksekusi strateginya secara efektif, bukan sekedar isi dari strategi itu sendiri.
3) Menciptakan Peta Strategi.
Setiap organisasi dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan selalu melakukan
serangkaian aktivitas spesifik yang bila digambarkan akan membentuk suatu
proses rantai penciptaan nilai. Proses penciptaan nilai bagi pelanggan inilah yang
disebut dengan model rantai nilai, meski belum terartikulasi sepenuhnya. Peta
strategi membagi proses penciptaan nilai menjadi empat pespektip, yaitu
pertumbuhan dan pembelajaran, proses internal, pelanggan dan financial.
4) Mengindentifikasikan HR Deliverable dalam Peta Strategi.
Peran strategis departemen SDM terjadi ketika terjadi titik temu antara strategi
bisnis perusahaan dengan programprogram yang dijalankan oleh department
SDM. Semakin sering titik temu diantara keduanya terjadi, maka semakin
strtaegis pula peran SDM dalam perusahaan tersebut..Untuk merealisasikan hal
ini, para professional di departemen SDM harus mampu memahami aspek bisnis
14. 10
perusahaan secara keseluruhan. Bila hal ini tidak terpenuhi, para manajer dari
fungsi lain tidak akan menghargai kebijakan yang diambil oleh departemen SDM.
Berdasarkan strategi perusahaan, department SDM kemudian membuat HR
Deliverables yang dirancang untuk mendukung realisasi dari strategi dan kinerja
perusahaan seperti apa yang memerlukan kompetensi, reward dan tugas organisasi
yang tepat.
5) Menyelaraskan Arsitektur SDM dengan HR Deliverables.
Setelah HR Deliverables ditentukan, maka tahap selanjutnya adalah
menyesuaikanHR Deliverables tersebut dengan arsitektur SDM yang dimilki oleh
departemen SDM yakni Fungsi, Sistem, dan Perilaku karyawan.
6) Merancang Sistim Pengukuran Strategik.
Setelah tercipta keselarasan antara HR Deliverables dengan arsitektur SDM, maka
langkah selanjutnya adalah menetapkan ukuran-ukuran strategis (key performance
indicator) untuk tiap HR Deliverables. Dalam proses penyusunan HR
Scorecard, HR deliverabales merupakan sasaran strategis yang harus dicapai oleh
departemen SDM.
7) Mengelola Implementasi melalui pengukuran
Setelah HR Scorecard dikembangkan berdasarkan prinsip yang digambarkan
dalam model diatas, hasilnya menjadi alat yang sangat berguna untuk menjaga
skor pengaruh SDM terhadap kinerja organisasi.
Dalam melakukan proses implementasinya berdasarkan langkah satu
sampai dengan enam diatas, diperlukan pertimbangan atas perubahan dan
fleksibilitas. Proses tersebut merupakan proses yang berkelanjutan, dimana
manajer SDM harus selalu memperhatikan HR deliverables yang telah
didefinisikan sebelumnya untuk memastikan bahwa HR performance driver dan
HR enablers senantiasa sesuai dan selaras dengan strategi, terutama HR enablers
yang memiliki hubungan langsung pada tujuan bisnis yang spesifik. Manajer
SDM harus dapat mengidentifikasikan kapan suatu HR enablers tidak lagi
memainkan peranan yang stratejik dan harus diganti. Upaya menunjukan
15. 11
kontribusi stratejik, SDM memerlukan sistem pengukuran yang memfokuskan
pada 2 dimensi :
1.Pengendalian biaya (mengelola biaya dalam fungsi SDM dan
meningkatkan efisiensi operasional selain SDM)
2. Penciptaan nilai (menjamin bahwa arsitektur SDM memenuhi proses
implementasi strategi).
HRSc diharapkan dapat memaksimalkan kontribusi stratejik unit SDM
pada unit yang lebih besar dan mengoptimalkan alokasi SDM-nya dengan
keputusan yang secara langsung berhubungan pada tujuan unit bisnis dan
perusahaan/organisasi. HRSc lebih memfokuskan pada peran manajer SDM.
Dijelaskan Anthony (1996) bahwa, ada lima tahapan dalam implementasinya
HRSc, yaitu :
1. Mendefiniskan strategi HRSc membangun hubungan yang erat antara
strategi organisasi dengan kegiatan operasional. Dengan demikian, perlu adanya
penjabaran strategis organisasi kedalam perencanaan operasional. Dengan
demikian mengitegrasikan pengukuran dalam sistem manajemen.
2. Mendefiniskan pengukuran Pengukuran yang akan dilakukan perlu
didefiniskan secara operasional. Dalam mendefiniskan pengukuran ini perlu
dilakukan antara lain : merancang dan menentukan pengukuran yang bersifat
individual yang dapat mendukung strategi organisasi serta mengintegrasikan
pengukuran dalam sistem manajemen.
3. Mengitegrasikan pengukuran kinerja ke dalam sistem manajemen
sehingga pengukuran kinerja bukan hanya menjadi bagian yang parsial, atau
hanya dilakukan sesaat, tanpa perencanaan, tanpa tindak lanjut, dan hasilnya
diabaikan begitu saja. Pengukuran kinerja harus menjadi bagian dari suatu sistem
manajemen yang dilakukan secara sistematis, periodik, dan digunakan sebagai
upaya peningkatan kinerja individu dan organisasi.
4. Meninjau kembali hasil penilaian kinerja secara terus menerus dan
dampaknya terhadap organisasi
16. 12
Beberapa pertanyaan yang akan diajukan antara lain :
a) Bagaimana perubahan strategi pengembangan strategi,
b) Bagaimana cara organisasi memperbaiki proses pengukuran kinerja,
c) Bagaimana dampak pengukuran kinerja terhadap layanan pelanggan,
d) Bagaimana komitmen SDM terhadap organisasi.
5. Menyusun laporan secara periodik.
Laporan periodik perlu disusun sehingga dapat diketahui grafik perkembangan
kinerja SDM dan organisasi secara keseluruhan. Pengukuran kinerja SDM yang
menggunakan kelima pendekatan tersebut sangat berkaitan dengan pemberdayaan
pegawai (employee empowerment).
Pemimpin hendaknya memberikan perhatian dan keleluasaan terhadap
hubungan antara pegawai dan keseluruhan proses organisasi, pelanggan dan
pembuatan keputusan. Pegawai diberikan wewenang untuk memecahkan masalah
dan diberikan fasilitas untuk pengembangan dan pendekatan baru yang kreatif,
dalam rangka kinerja pekerjaan dan kepuasan pelanggan (Anthony, 1996).
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, perancangan Human
resources scorecard perlu memenuhi tujuh langkah, yakni : mendefinisikan
strategi bisnis secara jelas, membuat suatu kasus bisnis dalam manajemen SDM
sebagai suatu aset strategis, menciptakan suatu peta strategi, mengidentifikasikan
HR deliverable dengan peta strategi yang telah dibuat, menghubungkan arsitektur
SDM dengan HR deliverables, membuat sistem pengukuran SDM yang strategis,
dan melakukan implementasi dengan pengukuran yang telah dibuat.
Penerapan Human resources scorecard perlu memenuhi lima langkah,
yakni : mendefiniskan strategi, mendefiniskan pengukuran, mengitegrasikan
pengukuran kinerja ke dalam sistem manajemen, meninjau kembali hasil penilaian
kinerja secara terus menerus dan dampaknya terhadap organisasi, dan menyusun
laporan secara periodik.
17. 13
C. Manfaat Human Resource Scorecard
Human resources scorecard memberikan manfaat yaitu menggambarkan
peran dan kontribusi sumber daya manusia kepada pencapaian visi perusahaan
secara jelas dan terukur, agar profesional sumber daya manusia mampu dalam
mengendalikan biaya yang dikeluarkan dan nilai yang dikontribusikan dan
memberikan gambaran hubungan sebab akibat. Adapun menurut Bryan E. Becker
(2009, p80-82) sebagai berikut:
1. Memperkuat perbedaan antara HR do able dan HR deliverable
Sistem pengukuran SDM harus membedakan secara jelas antara deliverable, yang
mempengaruhi implementasi strategi, dan do able yang tidak. Sebagai contoh,
implementasi kebijakan bukan suatu deliverable hingga ia menciptakan perilaku
karyawan yang mendorong implementasi strategi. Suatu sistem pengukuran SDM
tepat secara kontinu mendorong professional SDM untuk berfikir secara strategis
serta secara operasional.
2. Mengendalikan biaya dan menciptakan nilai
SDM selalu di harapkan mengendalikan biaya bagi perusahaan. Pada saat yang
sama, memainkan peran strategis berarti SDM harus pula menciptakan nilai. HR
Scorecard membantu para manajemen sumber daya manusia untuk
menyeimbangkan secara efektif kedua tujuan tersebut. Hal itu bukan saja
mendorong para praktisi untuk menghapus biaya yang tidak tepat, tetapi juga
membantu mereka mempertahankan “investasi” dengan menguraikan
manfaatpotensial dalam pengertian kongkrit.
3. HR Scorecard mengukur leading indicators
Model kontribusi strategis SDM kami menghubungkan keputusan-keputusan dan
sistem SDM dengan HR deliverable, yang selanjutnya mempengarui pendorong
kinerja kunci dalam implementasi perusahaan. Sebagaimana terdapat leading dan
lagging indicator dalam sistem pengukuran kinerja seimbang keseluruhan
18. 14
perusahaan, di dalam rantai nilai SDM terdapat pendorong (deliver) dan hasil
(outcome). Hal ini bersifat essensial untuk memantau keselarasan antara
keputusan-keputusan SDM dan unsur-unsur sistem yang mendorong HR
deliverable. Menilai keselarasan ini memberikan umpan balik mengenai kemajuan
SDM menuju deliverable tersebut dan meletakan fondasi bagi pengaruh strategi
SDM.
Human Resource Scorecard menilai kontribusi SDM dalam implementasi
strategi dan pada akhirnya kepada “bottom line”. Sistem pengukuran kinerja
strategi apapun harus memberikan jawaban bagi chief HR officer atas
pertanyaannya, “apa kontribusi SDM terhadap kinerja perusahaan?” efek
kumulatif ukuran - ukuran HR deliverable pada scorecard harus memberikan
jawaban itu. Para manajer SDM harus memiliki alasan strategi yang ringkas,
kredibel dan jelas, untuk semua ukuran deliverable. Jika alasan itu tidak ada,
begitu pula pada ukuran itu tidak ada. Pada manajer lini harus menemukan ukuran
deliverable ini sekredibel seperti yang dilakukan manajer SDM, sebab matrik-
matriks itu merepresentasikan solusi - solusi bagi persoalan bisnis, bukan
persoalan SDM.
4. HR Scorecard memungkinkan professional SDM mengelola secara
efektiftanggung jawab strategi mereka.
HR Scorecard mendorong sumber daya manusia untuk fokus secara tepat pada
bagaimana keputusan mereka mempengaruhi keberhasilan implementasi strategi
perusahaan. Sebagaimana kami menyoroti pentingnya “fokus strategis karyawan”
bagi keseluruhan perusahaan, HR Scorecard harus memperkuat focus strategis
para manajer SDM dan karena para professional SDM dapat mencapai pengaruh
strategis itu sebagian besar dengan cara mengadopsi perspektif sistemik dari pada
dengan cara memainkan kebijakan individual, scorecard mendorong mereka lebih
jauh untuk berfikir secara sistematis mengenai strategi SDM.
19. 15
5. HR Scorecard mendorong Fleksibilitas dan perubahan.
Kritik yang umum terhadap sistem pengukuran kinerja ialah sistem ini menjadi
terlembagakan dan secara actual merintangi perubahan. Strategi - strategi tumbuh,
organisasi perlu bergerak dalam arah yang berbeda, namun sasaran - sasaran
kinerja yang sudah tertinggal menyebabkan manajer dan karyawan ingin
memelihara status quo. Memang, salah satu kritik terhadap manajemen
berdasarkan pengukuran ini ialah bahwa orang-orang menjadi trampil dalam
mencapai angka-angka yang diisyaratkan dalam sistem nama dan mengubah
pendekatan manajemen mereka ketika kondisi yang bergeser menuntutnya. HR
Scorecard memunculkan fleksibilitas dan perubahan, sebab ia fokus pada
implementasi strategi perusahaan, yang akan secara konstan menuntut perubahan.
Dengan pendekatan ini, ukuran-ukuran mendapat makna yang baru.
20. 16
MATERI 4. MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
A. Pengertian Motivasi
Dalam istilah motivasi tercakup berbagai aspek tingkah manusia yang
mendorongnya untuk berbuat atau tidak berbuat. Namun dalam uraian berikut,
motivasi berarti pendorong manusia untuk bertindak dan berbuat. Sedangkan
pengertian motivasi dalam kehidupan kita sehari-hari, motivasi diartikan sebagai
keseluruhan proses pemberian dorongan atau rangsangan kepada para karyawan
sehingga mereka bersedia bekerja dengan rela tanpa dipaksa (Saydam, 2000:326).
Organisasi akan berhasil melaksanakan program-programnya bila orang-orang
yang bekerja dalam organisasi dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai
dengan bidang dan tanggung jawabnya masing-masing. Dalam melaksanakan
tugas tersebut, para pegawai perlu diberikan arahan dan dorongan sehingga
potensi yang ada dalam dirinya dapat diubah menjadi potensi yang
menguntungkan organisasi.
Dalam pemberian motivasi sebenarnya terkandung makna bahwa setiap
manusia perlu diperlakukan dengan segala kelebihan, keterbatasan dan
kekurangan-kekurangannyaa (Saydam, 2000:327). Dalam melakukan pekerjaan,
seseorang berbuat tidak berbuat bukanlah semata-mata didorong oleh faktor-
faktor ratio (pikiran), tetapi juga kadang-kadang dipengaruhi oleh faktor emosi
(perasaan). Oleh karena itu, faktor-faktor ini perlu mendapat perhatian dalam
pemberian motivasi, supaya motivasi tersebut betul-betul menjadi tepat sasaran.
Selanjutnya, Rivai menyatakan: “motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai
yang memengaruhi individu untuk mencapai hal spesifik sesuai dengan tujuan
individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu invisible yang memberikan
kekuatan untuk mendorong individu untuk bertingkah laku dalam mencapai
tujuan.”
Dengan demikian, motivasi sebagai pendorong atau penggerak perilaku ke
arah pencapaian tujuan merupakan suatu siklus yang terdiri dari tiga elemen, yaitu
adanya kebutuhan (needs), dorongan untuk berbuat dan bertindak (drives), dan
21. 17
tujuan yang diinginkan (gools). Dorongan tersebut komponennya berupa arah
perilaku (seberapa kuat usaha individu dalam bekerja). Atas dasar uraian diatas,
berikut ini dikemukakan bahwa proses motivasi dimulai dari adanya tujuan yang
ingin dicapai. Kebutuhan (needs), ini mengakibatkan munculnya dorongan untuk
memenuhi kebutuhan tertentu yang diinginkan. Kebutuhan adalah suatu keinginan
yang kurang dirasakan oleh seorang pegawai pada waktu tertentu.
Gibson, et al. (1589:94) menyatakan kebutuhan menunjukkan kekurangan
yang dialami seseorang pada suatu waktu tertentu. Dari pernyataan ini dapat
dikemukakan bahwa kebutuhan tersebut mungkin bersifat fisiologis (kebutuhan
sandang, pangan, papan), bersifat psikologis (kebutuhan akan harga diri), atau
sosiologis (kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain). Akibat kekurangan
yang dirasakan karyawan, membuat karyawan berusaha untuk memenuhinya.
Tugas pimpinanlah untuk berusaha memahami jenis kebutuhan mana yang
lebih menonjol dan paling diinginkan oleh bawahan untuk mengarahkan
perilakunya ke arah pencapaian tujuan yang diinginkan. Hal ini dapat dipahami
perbedaan individual dan latar belakang individu, mengakibatkan perbedaan
kebutuhan/keinginan yang paling diinginkan. Proses motivasi dimulai dari adanya
kebutuhan yang tidak terpenuhi. Kebutuhan yang tidak terpenuhi menyebabkan
karyawan mencari jalan untuk berusaha memenuhi kebutuhan, antara lain dengan
memasuki organisasi baik organisasi pemerintah maupun swasta. Di dalam
organisasi, muncullah perilaku karyawan yang diarahkan kepada perilaku untuk
pencapaian tujuan. Kemudian, setelah beberapa waktu, para atasan melakukan
penilaian (evaluasi) perilaku karyawan, evaluasi prestasi menghasilkan beberapa
akibat, yaitu imbalan atau hukuman.
Hasil diatas dinilai oleh karyawan dan kebutuhan yang tidak terpenuhi
ditinjau kembali, demikian seterusnya proses motivasi ini berjalan mengikuti
siklus arah jarum jam. Dengan demikian, motivasi kerja adalah suatu yang
menimbulkan semangat atau dorongan dalam diri seseorang untuk mau bekerja
dengan giat dan baik. Kuat atau lemahnya motivasi kerja sangat ditentukan oleh
terpenuhinya harapan-harapan, keinginan atau kebutuhannya. Stoke (1966:92)
22. 18
dalam konsepnya mengemukakan: “Motivasi kerja adalah sebagai pendorong bagi
seseorang untuk melakukan pekerjaannya dengan baik, juga merupakan faktor
yang membuat perbedaan antara sukses dan gagalnya dalam banyak hal dan
merupakan tenaga emosional yang sangat penting untuk sesuatu pekerjaan baru.”
Berdasakan pengertian diatas, maka dapat dinyatakan bahwa motivasi
kerja adalah penggerak atau pendorong dalam diri seseorang untuk mau
berperilaku dan bekerja dengan giat dan baik sesuai dengan tugas dan kewajiban
yang telah diberikan kepadanya. Ahli manajemen yaitu Dharma mengemukakan
sebagai berikut: “mengelompokkan teori motivasi ke dalam dua sisi pandang,
yaitu teori kepuasan, dan teori proses.”
Teori Kepuasan terdiri dari:
1. Teori Hierarki Kebutuhan dan Maslow (Maslow’s Need Hierarchy
Theory)
Menurut teori ini tingkah laku manusia pada waktu tertentu diarahkan oleh
kebutuhan paling kuat yang muncul pada waktu itu. Ada lima tingkat kebutuhan
manusia, dan bila tingkat kebutuhan pertama belum terpenuhi, maka segala usaha
manusia ditujukan untuk memenuhi kebutuhan itu lebih dahulu, itulah yang
merupakan motivator aktif. Bila kebutuhan tingkat pertama ini telah terpenuhi
sampai batas tertentu, barulah muncul kebutuhan tingkat kedua sebagai kebutuhan
terkuat, dan ini pula sekarang yang menjadi motivator aktif, sedangkan kebutuhan
tingkat pertama sudah terpenuhi tidak lagi menjadi motivator aktif. Begitulah
seterusnya sampai pada kebutuhan tingkat ketiga, tingkat keempat dan tingkat
kelima. Adapun jika diuraikan lima tingkatan kebutuhan menurut Maslow adalah
sebagai berikut:
a. kebutuhan yang bersifat fisiologis (physiological needs),
b. kebutuhan rasa aman (safety needs),
c. kebutuhan sosial (social needs) yang meliputi kebutuhan perasaan
diterima oleh orang lain, perasaan ingin dihormati, perasaan maju dan
tidak gagal, kebutuhan untuk ikut serta dalam organisasi.
23. 19
d. kebutuhan akan prestise (esteem needs) yaitu kebutuhan akan status yang
diduduki oleh seseorang,
e. kebutuhan aktualisasi diri atau mempertinggi kapasitas kerja (self
aktualization) yaitu kebutuhan untuk mengembangkan kapasitas mental
karyawan melalui on the job training, seminar, lokakarya.
2. Teori ERG dari Alderfer (Alderfer’s ERG Theory)
Teori ini mengemukakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan yang utama yaitu
kebutuhan akan keberadaan, kebutuhan akan afilliasi, dan kebutuhan akan
kemajuan.
3. Teori Motivasi Prestasi dari Clelland
Lain lagi yang dikemukakan oleh Clellan dalam teorinya Achievement
Motivation. Clelland (dalam Gibson, et al 1989:111) mengatakan: “bahwa
seorang pekerja memiliki energi potensial yang dapat dimanfaatkan tergantung
pada dorongan motivasi, situasi, dan peluang yang ada. Kebutuhan pekerja yang
dapat memotivasi gairah kerja adalah kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan
afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan.”
4. Teori Proses terdiri dari:
1. Teori Pengharapan (Expectancy Theory)
Vroom mengatakan bahwa “seorang bekerja untuk merealisasikan harapan-
harapan dari pekerjaan itu”. Selanjutnya, Vroom mengatakan teori ini didasarkan
pada tiga komponen utama, yakni:
a) Harapan (expectency), adalah suatu kesempatan yang disediakan dan akan
terjadi karena berperilaku;
b) Pertautan (instrumentality), yakni besarnya kemungkinan jika bekerja secara
efektif apakah akan terpenuhi keinginan dan kebutuhan yang diharapkan;
c) Valensi (valence), yakni mencerminkan referensi-referensi pribadi.”
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa teori ini berpendapat
pegawai akan termotivasi untuk bekerja dengan giat dan baik, jika mereka yakin
24. 20
dari prestasinya mereka akan mengharapkan imbalan yang besar. Seseorang
mungkin melihat kemungkinan adanya suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji,
pangkat, atau jabatan, jika pegawai bekerja dengan giat. Kenaikan gaji, pangkat
atau kenaikan jabatan inilah yang menjadi perangsang (stimulus) pegawai dalam
bekerja giat.
2. Teori Pembentukan Perilaku
Teori pembentukan perilaku berasumsi bahwa perilaku pegawai dapat dibentuk
dan diarahkan ke aktivitas pencapaian tujuan. Skinner mengemukakan pendapat
bahwa teori pembentukan perilaku sering disebut dengan istilah-istilah lain,
seperti Behavioral Modification, Positive Reinforcement, dan Skinnerian
Conditioning. Pendekatan perilaku ini didasarkan atas hukum pengaruh (law
effect), yaitu perilaku yang diikuti konsekuensi pemuasan cenderung diulang,
sedangkan perilaku dengan konsekuensi hukuman tidak akan diulang. Perilaku
pegawai di masa yang akan datang dapat diperkirakan dan dipelajari berdasarkan
pengalaman-pengalaman di waktu lalu. Menurut teoei ini, perilaku pegawai
dipengaruhi kejadian-kejadian atau situasi masa lalu. Apabila konsekuensi
perilaku tersebut positif, maka pegawai akan memberikan tanggapan yang sama
terhadap situasi yang lama, tetapi apabila konsekuensi itu tidak menyenangkan,
maka pegawai cenderung mengubah perilakunya untuk menghindar dari
konsekuensi tersebut.
3. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori motivasi keadilan didasarkan pada asumsi bahwa pegawai akan termotivasi
untuk bekerja dengan giat, apabila ia diperlakukan secara adil dalam
pekerjaannya. Dharma menyatakan:
“Keadilan adalan suatu yang muncul dalam pikiran seseorang jika ia merasa
bahwa rasio antara usaha dan imbalan adalah seimbang dengan rasio seseorang
yang dibandingkan. Keridakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam
perilaku yang menyimpang dari aktivitas pencapaian tujuan misalnya menurunkan
prestasi, mogok, malas, dan sebagainya.” Inti dari teori keadilan adalah pegawai
25. 21
akan membandingkan usaha mereka terhadap imbalan yang diberikan dengan
imbalan yang diterima oleh pegawai lainnya dalam situasi kerja yang relatif sama.
Selain itu juga membandingkan imbalan dengan pengorbanan yang diberikan.
Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, mereka akan
termotivasi untuk meningkatkan hasil kerjanya. Kelemahan teori ini, terletak
padak ketidakjelasan mengenai orang yang dijadikan pembanding. Apakah orang
yang dijadikan pembanding itu berada pada organisasi yan sama atau pembanding
tersebut berganti selama masa karier kerja yang bersangkutan.
B. Tujuan Motivasi Kerja
Berkaitan dengan bahasan tentang tujuan motivasi kerja ini, berikut ini
dikemukakan pendapat seorang ahli di bidang manajemen. Saydam
mengemukakan sebagai berikut. Pada hakikatnya tujuan pemberian motivasi kerja
kepada para karyawan adalah untuk:
a) mengubah perilaku karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan;
b) meningkatkan gairah dan semangat kerja;
c) meningkatkan disiplin kerja;
d) meningkatkan prestasi kerja;
e) meningkatkan rasa tanggung jawab;
f) meningkatkan produktivitas dan efisiensi; dan
g) menumbuhkan loyalitas karyawan pada perusahaan.”
Berdasarkan uraian tersebut di atas, berikut ini dikemukakan tujuan
pemberian motivasi kerja kepada karyawan adalah untuk mengubah perilaku
karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, berikut
dapat dikemukakan bahwa dalam pemberian motivasi, sebenarnya terkandung
makna bahwa setiap pegawai perlu diperlukan dengan segala kelebihan,
keterbatasan, dan kekurangan-kekurangannya. Menjadi salah satu tugas pimpinan
26. 22
perusahaan untuk dapat memberikan motivasi (dorongan) kepada bawahannya
agar dapat bekerja sesuai dengan pengarahan yang diberikan. Oleh sebab itu
pengetahuan tentang motivasi perlu diketahui oleh setiap pimpinan, setiap orang
yang bekerja dengan orang lain.
Dalam melakukan pekerjaan, seorang pegawai berbuat atau tidak berbuat
bukanlah semata-mata didorong oleh faktor-faktor ratio (pikiran), tetapi juga
kadang-kadang dipengaruhi oleh faktor emosi (perasaan). Oleh karena itu, faktor-
faktor ini perlu mendapat perhatian dalam pemberian motivasi, supaya motivasi
itu betuk-betul tepat sasaran. Jadi, perubahan perilaku disini adalah perilaku kerja,
dalam arti bahwa pemberian motivasi kepada para pegawai, agar mereka tetap
bersedia melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kecakapan yang mereka miliki.
Oleh karena itu, diharapkan mereka bukan saja asal mau bekerja, tetapi
yang terpenting adalah pekerjaan itu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
organisasi. Selanjutnya, tujuan pemberian motivasi adalah meningkatkan gairah
dan semangat kerja. Artinya segala permasalahan manusia hanya dapat
diselesaikan oleh manusia pula dengan menggunakan data dan lata-alat
kemanusiaan. Pada dasarnya kondisi mental dan perilaku baik atau buruknya
karyawan dapat menyebabkan permasalahan-permasalahan dalam
pekerjaan. Tingkat semangat kerja pegawai dapat di lihat dari tingkat kehadiran,
kegelisahan kerja, tingkat perpindahan, dan banyak tuntutan kerja pegawai.
Perhatian serta perlakuan terhadap unsure kemanusiaan dalam pekerjaan
lebih menuntut pemecahan yang tinggi daripada pengoperasian perangkat-
perangkat canggih sekalipun. Tujuan pemberian motivasi kepada para karyawan
berikutnya adalah meningkatkan disiplin kerja, hal ini dimaksudnkan bahwa
disiplin kerja pegawai dapat ditumbuhkan karena motivasi yang diberikan
organisasi atau pimpinan pada diri pegawai tersebut. Dengan demikian, pimpinan
organisasi sebelum memberikan motivasi kepada pegawainya, harus terlebih
dahulu memahami apa yang menjadi motif pegawai sehingga mau bekerja dengan
baik. Apa yang mendorong supaya pegawai bersedia memberikan waktunya,
tenaganya, dan pikirannya untuk melaksanakan pekerjaan dalam organisasi yang
27. 23
menjadi tempat kerjanya. Diketahui bahwa tidak semua pimpinan mampu atau
berhasil dalam melakukan pemberian motivasi kepada pegawainya.
Selanjunya yang keempat tujuan pemberian motivasi kepada pegawai
adalah menigkatkan prestasi kerja. Pegawai sebagai manusia, tentunya
mempunyai keinginan atau dambaan untuk berprestasi, inilah yang dapat
mendorong pegawai yang bersangkutan melakukan pekerjaan. Dengan prestasi
kerja yang dicapai akan menimbulkan sikap positif, sikap yang selalu ingin
melakukan pekerjaan dengan penuh tantangan. Sebaliknya, jika seseorang
pegawai gagal meraih prestasi, akan menimbulkan frustasi dan tidak puas dalam
dirinya. Oleh karena itu, pimpinan harus selalu mencoba mendorong bawahannya
agar mempunyai prestasi kerja yang baik untuk kepentingan dirinya maupun
untuk kepentingan organisasi atau perusahaan tertentu dalam usaha meningkatkan
produktivitas.
Tujuan pemberian motivasi yang selanjutnya adalah meningkatkan rasa
tanggungjawab, dalam kaitan ini dapat dikemukakan bahwa seorang pegawai
yang bekerja dalam organisasi pada suatu waktu ingin dipercaya memegang
tanggungjawab yang lebih besar. Tanggung jawab tersebut bukan saja atas hasil
pekerjaan yang baik, tetapi juga tanggung jawab berupa kepercayaan yang
diberikan sebagai orang yang mempunyai potensi. Dalam tanggung jawab ini
tercakup pengertian apa yang disebut sense of participation dan sense of belong.
Setiap pegawai ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang
mempunyai potensi. Pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap
untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar dalam unit kerja atau dalam
kelompoknya. Bentuk tanggung jawab yang banyak diberikan organisasi kepada
pegawainya antara lain adalah membentuk gugus dalam meningkatkan mutu
kualitas kerja.
Tujuan pemberian motivasi selanjutnya adalah meningkatkan
produktivitas dan efisiensi. Dalam kaitan ini dapat dikemukakan bahwa tidak ada
pegawai yang senang bekerja di tempat yang membosankan, meresahkan, serta
yang membahayakan kondisi jiwa. Kondisi tempat kerja akan menentukan gairah
28. 24
kerja para pegawai. Jika kondisinya menyenangkan, interaktif, sejuk, tidak bising
akan menimbulkan para pegawai semangat dalam bekerja tapi sebaliknya jika
bising, membosankan, pengap dapat menurunkan kinerja pegawai yang nantinya
mneurunkan produktivitas dan efiektivitas organisasi.
Tujuan pemberian motivasi selanjutnya adalah menumbuhkan loyalitas
karyawan pada perusahaan atau organisasi. Motivasi merupakan modal utama
timbulnya loyalitas pegawai terhadap organisasi. Jika motivasi lemah, maka
loyalitas juga akan merosot begitu sebaliknya jika motivasi tinggi maka loyalitas
pegawai juga akan tinggi. Motivasi erat kaitannya dengan loyalitas pegawai
terhadap organisasi. Ada berbagai sebab rendahnya loyalitas pegawai, antara lain:
1. Rendahnya motivasi kerja
2. Struktur organisasi kurang jelas
3. Rancangan pekerjaan kurang baik
4. Rendahnya kualitas manajemen
5. Rendahnya kemampuan kerja atasan
6. Kurang terbukanya kesempatan untuk mengembangkan karier
7. Sistem kompensasi yang kurang menjamin ketenangan kerja
8. Waktu kerja yang kurang fleksibel
C. Faktor-faktor Motivasi Kerja
Berkaitan dengan bahasan tentang faktor-faktor motivasi kerja ini, berikut
dikemukakan beberapa pendapat dari para ahli dibidang manajemen sumber daya
manusia. Saydam mengemukakan sebagai berikut: “motivasi sebagai proses
psikologis dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-
faktor tersebut dapat dibedakan atas:
1. Faktor intern yang terdapat pada diri karyawan itu sendiri
2. Faktor ekstern yang berasal dari luar diri karyawan
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa faktor intern yang terdapat
pada diri karyawan itu sendiri misalnya dapat terlihat pada sering resahnya atau
29. 25
bergejolaknya pegawai. Akhir-akhir ini banyak terjadi pergolakan pegawai
diberbagai instansi. Munculnya unjuk rasa, pemogokan, dan lain-lain. Semua ini
telah menunjukan terjadinya ketidak seimbangan dan ketidak harmonisan
hubungan kerja antara organisasi dengan pegawainya.
Ketidak harmonisan tersebut merupakan gambaran adanya sesuatu yang
tidak beres dalam organisasi, yaitu adanya rasa ketidak puasan pegawai terhadap
perlakuan buruk pimpinan organisasi. Bila organisasi tetep konsisten
memperlakukan pegawai dengan baik, memberikan hak-hak mereka dengan baik,
tentu tidak timbul keresahan demikian yang bisa menimbulkan kerugian bagi
kedua belah pihak. Oleh karena itu, organisasi harus dapat menciptakan kepuasan
kerja bagi pegawainya dengan tetap memberikan segala hak-hak mereka sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Begitu pula, dengan ketidakpuasan tersebut akan
menimbulkan stress atau tekanan batin dan goncangan mental yang besar bagi
para pegawai. Selanjutnya, dari sisi lain dapat dikemukakan bahwa faktor intern
yang mempengaruhi pemberian motivasi pada seseorang tersebut antara lain:
kematangan pribadi, tingkat pendidikan, keinginan dan harapan pribadi,
kebutuhan, kelemahan dan kebosanan, dan kepuasan kerja.
Kematangan pribadi seseorang amat berpengaruh pada motivasi dalam
melaksanakan pekerjaan. Orang bersifat egois dan kemanja-manjaan biasanya
akan kurang peka dalam menerima motivasi yang diberikan, sehingga agak susah
bekerja sama dalam membuat pretasi kerja. Mungkin saja ia dapat dan mampu
bekerja sendiri, tetapi belum tentu cocok bila yang bersangkutan berdampingan
dengan orang lain dalam memproses hasil akhir. Sebaliknya, orang yang tingkat
kematangan pribadinya lebih tinggi, akan lebih mudah termotivasi, bahkan tanpa
dimotivasi pun yang bersangkutan mau bekerja tekun dengan membuat prestasi.
Seorang pegawai yang mempunyai pendidikan lebih tinggi biasanya akan lebih
mudah termotivasi, Karena ia sudah mempunyai pengetahuan dan wawasan yang
lebih luas dibandingkan dengan pegawai yang berpendidikan rendah. Dengan
pengetahuan dan wawasan lebih luas itu, ia akan lebih mudah mengerti dan
30. 26
memahami serta mengantisipasi perkembangan organisasi dan tahu apa yang
dibutuhkan organisasi pada dirinya.
Seseorang mau bekerja keras bila ada keinginan dan harapan pribadi yang
hendak diwujudkan menjadi kenyataan ia akan dapat bekerja lebih optimal bila
keinginan dan harapannya itu dapat dipenuhi. Selanjutnya, kelelahan serta
kebosanan juga merupakan factor yang mempengaruhi semangat dan kegairahan
kerja seseorang. Berkurangnya semangat dan kegairahan kerja akan mengurangi
tingkat prestasi yang dapat dicapai seseorang dalam melakukan pekerjaan.
Karyawan yang berada pada tingkat kelemahan dan kebosanan, akan
memperlihatkan gejala-gejala turunnya produktivitas kerja dan mulai terjadi
berbagai kesalahan dalam bekerja. Semua ini muncul akibat konsentrasi fisik dan
pikiran yang sudah menurun, dan tidak mungkin dapat menerima motivasi lagi.
Menurut hasil penelitian para ahli, terdapat berbagai penyebab kelelahan dan
kebosenan dalam melakukan pekerjaan.
Hal tersebut dapat bersumber antara lain dari faktor makanan dan
minuman yang tidak teratur, gizi, dan kesehatan, rokok dan alkohol, kondisi
lingkungan kerja yang buruk, metode kerja yang kaku, suasana kerja yang penuh
konflik, lamanya kerja tanpa istirahat, dan pekerjaan yang monoton tanpa variasi.
Sedangkan cara terbaik untuk mengatasi kelelahan dan kebosanan adalah dengan
motivasi berupa pemberian waktu istirahat yang cukup, menghindari mereka dari
bekerja secara rutin, tetapi melakukan pergiliran dalam melakukan tugas,
memperbaiki lingkungan kerja yang buruk dengan menciptakan lingkungan kerja
yang menyenangkan, memperbaiki hubungan kerja kea rah yang lenih harmonis
dan bersahabat, serta mengusahakan terpenuhinya kebutuhan jasmani dan rohani
dalam bekerja.
Kepuasan kerja merupakan kondisi lahir dan batin seseorang dalam
melakukan pekerjaan. Walaupun kadar kemampuan kerja tersebut berbeda-beda
untuk setiap orang, tetapi pada dasarnya ada hal-hal umum yang harus dipenuhi
untuk terdapatnya kepuasan kerja bagi para pegawai. Pada umumnya, seorang
pegawai akan dapat merasa puas apabila dalam pekerjaannnya terdapat
31. 27
kesempatan memperoleh umpan balik tentang hasil pekerjaan yang tekah
dilakukan.
Sedangkan factor ekstern yang berasal dari luar diri karyawan juga dapat
mempengaruhi motivasi. Factor lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana
dan prasarana kerja yang ada disekitar pegawai yang sedang melakukan pekerjaan
yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Lingkungan kerja
tersebut meliputi tempat bekerja, fasilitas, dan alat bantu pekerjaan, kebersihan,
penerangan, ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara orang-orang yang
ada ditempat kerja. Tempat kerja yang baik dan bersih, mendapat cahaya yang
cukup, bebas dari kebisingan dan gangguan, jelas akan memberikan motivasi bagi
pegawai dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Tetapi lingkungan kerja yang
buruk, kotor, gelap, pengap, lembab dan sebaiknya, akan menimbulkan cepat
lelah dan menurunkan daya kreativitas.
Oleh sebab itu, pimpinan organisasi yang mempunyai kreativitas tinggi,
akan dapat menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi pegawai.
Terkait dengan bahasa tentang factor-faktor motivasi tersebut, berikut
dikemukakan pendapat dari beberapa ahli dibidang motivasi ini. Faustino
(2003:180-181) mengemukakan sebagai berikut : “ motivasi seorang pekerja
untuk bekerja biasanya merupakan hal yang rumit, karena motivasi ini melibatkan
faktor-faktor organisasional, yang tergolong pada faktor-faktor yang sifatnya
individual adalah kebutuhan (needs), tujuan (goals), sikap (attitudes), dan
kemampuan (abilities). Sedangkan yang tergolong pada faktor-faktor yang berasal
dari organisasi meliputi pembayaran atau gaji (pay), keamanan pekerjaan (job
security), sesame pekerja (co-workers), pengawasan (supervision), pujian
(praise), dan pekerjaan itu sendiri (job it self).”
Berdasarkan uraian tersebut diatas, berikut dikemukakan bahwa pekerjaan
yang menantangg merupakan dambaan setiap orang. Karena pekerjaan yang
menantang dapat memberikan motivasi untuk melakukan kerja yang serius dan
menggali potensinya dalam menyeleaikan pekerjaan tersebut. Pegawai yang
potensial biasanya suka melakukan pekerjaan yang menantang kemampuasn fisik
32. 28
dan mental yang optimal untuk melakukan kerja tersebut. Dan jika pekerjaan
tersebut diselesaikan dengan baik maka akan tercipta rasa kepuasan yang sukar
diceritakan kepada orang lain. Oleh sebab itu pemimpin organisasi harus
memberikan pekerjaan yang menantang sehingga tujuan organisasi cepat tercapai.
Lingkungan kerja yang diharapkan yaitu lingkungan yang baik lahir dan mental.
Setiap pegawai adalah manusia biasa yang memerlukan kebersihan,
kenyamanan, indah, tidak bising, aman, pencahayaan yang cukup. Hal tersebut
adalah harapan setiap pegawai. Seorang pemimpin akan berhasil lebih tepat dalam
tugas bila ia mampu meningkatkan partisipasi bawahannya. Dalam kesempatan ini
juga para pegawai diberi peluang untuk menyampaikan usul-usul, gagasan yang
dapat dijadikan bahan sebagi bahan pembuat keputusan oleh pemimpin. Dengan
memintanya keputusan bawahan dalam membuat keputusan, maka rasa tanggung
jawab mereka untuk melaksanakan pekerjaan tersebut semakin besar,
dibandingkan dengan mereka yang hanya dianggap sebagai pelaksana saja.
Selanjutnya, untuk meningkatkan partisipasi pegawai dapat dilakukan dengan cara
antara lain:
a. Mengikutsertakan mereka dalam pengambilan keputusan
b. Meminta tanggapan atas program yang telkah disusun
c. Menginformasikan imbal balik atas pekerjaan yang mereka lakukan
d. Meningktkan pelimphan pekerjaan dalam bidang masing-maing
e. Memberi kesempatan kepada mereka untuk memiliki saham dalam
perusahaan (perusahaan swasta)
Nitisemito mengemukaan pendapatnya sebagai berikut, ada beberapa keuntungan
yang dapat diraih organisasi dengan partisipasi pegawai antara lain:
a) Dapat informasi yang berharga yang dapat digunakan dalam pengambilan
keputusan,
b) Kesalahpahaman dalam menafsirkan suatu keputusan dapat diperkecil,
c) Konsep yang disusun dapat mendekati kebenaran dilapangan, dan
d) Para pegawai merasa komit dengan keputusan yang akan dijalankan.
33. 29
Selanjutnya, hubungan kerja dalam kelompok organisasi perlu dibina dengan
baik, baik antara para pegawai maupun antara atasan. Hubungan kerja ini dapat
dicapai melaui dengan berbagi cara antara lainmelaui upacara upacara resmi,
mengadakan pertandingan olahraga, memberikan fasilitas seperti seragam,
melakukan rekreasi atau buka puasa bersama serta mencitakan kegiatan
pengendalian mutu terpadu (PMT) atau gugus kendali mutu dalam unit kerja.
Pemberian penghargaan atas kerja yang dilakukan oleh pegawai dan diberikan
secara tulus oleh perusahaan atas keberhasilan tugas yang telah dilakukan. Dengan
memberikan penghargaan atas prestasi yang diraih pegawai maka organisasi
mendorong setiap pegawai unuk mencapai prestasi, sesuai dengan bidang masing-
masing. Selanjutnya bagaimana harapan pegawai terhadap penerapan disiplin
kerja.
Penerapan disiplin kerja yang fleksibel dapat memberi motivasi untuk
bekerja denga lebih giat. Berikutnya mengapa tingkat kompensasi dapat
memberikan motivasi yang baik, karena kompensasi yang baik dapat memberikan
dampak semangat kerja yang baik serta kompensasi tersebut merupakan harapan
pegawai. Jika kompensasi terssebut tidak sesuai dengan harapan pegawai maka
akan menimbulkan keresahan didalam diri pegawai yang berujung pada sikap
pemogokan dan unjuk rasa. Apa kaitan antara motivasi dengan loyalitas, berikut
dikemukakan bahwa motivasi merupakan modal utama untuk timbulnya rasa
loyalitas pegawai terhadap organisasi. Bila motivasi rendah maka akan
menyebabkan menurunnya tingkat loyalitas, karena pada hakikatnya motivasi
akan berbandung lurus dengan loyalitas pegawai. Dengan kata lain loyalitas tidak
dapat diwujudkan bila pegawai tidak mendapat metivasi untuk bekerja giat dalam
organisasi. Selanjutnya, apa penyebab dari lemahnya loyalitas pegawai terhadap
organisasi? Berikut dikemukakan penyebabnya antara lain:
1) Rendahnya kualitas manajemen yang terlihat pada kurangnya perhatian
terhadap kepuasan masyarakat
2) Rendahnya motivasi pegawai dan fungsinya kabur
34. 30
3) Rancangan pekerjaan yang kurang baiak sehingga dirasa kurang
menantang
4) Rendahnya kekmpuan kerja atasan, yang tidak dapat mendukung kerja
sama tim
5) Kurang terbukanya keempatan untuk mengembangkan karier
6) System kompensasi yang kurang menjamin ketenangan dan waktu kerja
yang kurang fleksibel
Untuk memperbaiki atau meningkatkan loyalitas pegawai, dapat dilakukan cara-
cara sebagai berikut:
1) Mengkaji ulang seluruh pekerjaan dan menyusun ulang pekerjaan yang
benar
2) Pimpinan organisasi harus memperhatikan kepuasan setiap pegawai
3) Melibatkan pegawai dalam pelatihan sesuai dengan bidangnya masing-
masing
4) Meningkatkan kualitas system penilaian kinerja pegawai
5) Meningkatkan keterbukaan pengembangan karier
6) Penyempurnaan system kompensasi, sehingga mencerminkan keadilan
eksternal
D. Teknik Pemberian Motivasi Kerja
Berkaitan dengan teknik pemberian motivasi kerja tersebut,berikut di
kemukakan pendapat ahli di bidang manajemen. Saydam mengemukakan:
“Teknik pemberian motivasi kerja adalah cara-cara atau kiat-kiat yang di anggap
paling tepatuntuk memberikan motivasi kerja, sehingga pegawai yang
bersangkutan mau bekerja sesuai dengan yang di harapkan organisasi. Teknik
tersebut bergantung pada kemampuan setiap pemimpin dan amat di tentukan oleh
kondisi dan situasi operasional di lapangan serta sasaran di berikannya motivasi
itu sendiri. Oleh sebab itu setiap pimpinan akan melaksanakan teknik motivasi
yang berbeda satu sama lain.
35. 31
Menurut Ranuandoyo mengemukakan tentang macam-macam teknik pemberian
motivasi yang dapat diberikan pada pegawai,yaitu:
1) Teknik motivasi positif merupakan kegiatan pemberian motivasi kerja
kepada para pegawai dengan cara mempengaruhi mereka untuk
melaksanakan pekerjaan. Teknik ini digunakan melalui pemberian semua
imbalan (reward) yang menguntungkan pegawai,sehingga dapat
menimbulkan gairah dan semangat kerja.
2) Teknik motivasi negative adalah sebaliknya dari motivasi positif.
Disini para pegawai di pengaruhi untuk melaksanakan pekerjaan melalui
penggunaan kekuasaan (power) yang menakutkan pegawai. Motivasi
berupa ancaman dengan pemberian sanksi bagi siapa yang tidak mau
bekrja dengan giat.
Dalam situasi seperti ini semangat dan gairah kerja karyawan sangat menurun.
mereka bekerja hanya karena terpaksa, selama sumber ancaman ada, apabila
sumber ancaman tersebut sirna atau tidak ada, maka prestasi akan menurun lagi.
Perlu di kemukakan bahwa teori yang membedakan manusia atas beberapa tipe itu
adalah tipe X dan teori Y nya Douglas McGregor. Ia mengatakan bahwa tingkat
kematangan manusia itu berbeda satu sama lain, sehingga pemberian motivasi
kerja pun berbeda satu sama lain. Suatu pemberian motivasi kepada seseorang
mungkin gagal, karena salah dalam memperhatikan tingkat kematangan masing-
masing.
Menurut Wahjusumidjo ditinjau dari tingkat kematangannya, para pegawai itu
dapat dibedakan atas :
1) Pegawai masih mentah (pegawai belum matang)
2) Pegawai sedikit matang
3) Pegawai yang cukup matang
4) Pegawai yang sudah matang (matured)
Pegawai mentah dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Belum mampu dalam bekerja
36. 32
2) Tidak dapat di memotivasi diri sendiri
3) Enggan dan tidak mampu memikul tanggung jawab
4) Pemberian motivasi harus di arahkan dan di perintahkan.
5) Sangat memerlukan motivasi yang tinggi
Ciri-ciri penerapan teknik motivasi positif terlihat pada adanya :
1) Pemberian erhatian yang tulus kepada para pegawai sebagai individu.
2) Penghargaan terhadap prestsi yang di lakukan
3) Pemberian informasi yang jelas tentang tujuan pekerjaan dan umpan
balik terhadap hasil pekerjaan
4) Persaingan sehat dalam berprestasi
5) Pemberian kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan
6) Pemberian kompensasi yang wajar keada pegawai
7) Kesempatan untuk maju dan pengembangan potensi diri.
Faktor yang mempengaruhi motivasi adalah kewibawaan (authority) Pimpinan
yang bersangkutan. Berhasil tidaknya seorang pemimpin yang bersangkutan.
Berhasil tidaknya seorang pimpinan dalam memberi motivasi kepada bawahan,
amat di pengaruhi oleh kewibawaan menurut French ada lima
macam power yaitu:
1) Legitimate Power adalah kekuasaan formal yang dimiliki oleh seorang
pemimpin. Dengan kekuasaan itu ia dapat berbuat untuk menegakkan
kehendaknya terhadap para karyawan. Misalnya ia berhak memberikan
teguran, hukuman, dan sebagainya.
2) Coercive Power (kekuasaan untuk memaksa) melalui cara pemaksaan
dan ancaman kepada karyawan,artinya dalam memberikan motivasi sang
pemimpin melakukan paksaan sesuai dengan kekuasaan yang ada
padanya (teknik pemberian motivasi negative)
3) Reward Power kekuasaan untuk memberi imbalan(Reward)pemimpin
dapat memotivasi para karyawan dengan gaya gaya pemberian imbalan.
37. 33
4) Referent Power adalah gaya kekuasaan seorang pemimpin dalam
memberikan motivasi bawahan,sehingga karyawan terdorong untuk
mengikutinya.
5) Expert Power (kekuasaan yang dimiliki berdasarkan keahlian)
merupakan gaya pemberian motivasi oleh pemimpin dengan
menggunakan keahlian dan pengalamannya, sehingga para karyawan
termotivasi untuk melakukan pekerjaan. Pemimpin yang menggunakan
keahlian ini biasanya di segani dan di hormati oleh para bawahan dan
dijadikan tempat bertanya dalam melakukan pekerjaan.
E. Pengertian Kepuasan Kerja
Pengertian Kepuasan Kerja adalah Kondisi psikis yang menyenangkan
yang dirasakan oleh pekerja/ pegawai di dalam suatu lingkungan pekerjaan atas
peranannya dalam organisasi dan kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Menurut
Robins, kepuasan kerja atau job satisfaction diidentikkan dengan hal-hal yang
bersifat individual. Karena itu, tingkat kepuasan setiap orang berbeda-beda dan
hal ini terjadi apa bila beberapa faktor terpenuhi yaitu kebutuhan individu serta
kaitannya dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan pekerja (Robins, 1999). Di
dalam lingkungan perusahaan dan bisnis job satisfaction ini juga memiliki
dimensi yang berbeda. Dimensinya yaitu jenis pekerjaan yang digeluti, kepuasan
pada kompensasi, kepuasan pada supervisi, kepuasan pada aspek promosi hingga
rekan kerja. Perbedaan aspek inilah yang menyebabkan tingkat job
satisfaction setiap orang akan selalu berbeda. Hal ini karena berhubungan pada
keadaan emosi seseorang; senang atau tidak senang.
Para ahli pernah menjelaskan tentang definisi kepuasan kerja, diantaranya adalah:
1. S. P. Hasibuan
Menurut Hasibuan pengertian kepuasan kerja adalah kondisi emosional pada
seorang pegawai yang senang dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini terlihat dari
38. 34
moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Hal ini dapat dinikmati dalam
pekerjaan, di luar pekerjaan, dan kombinasi dari keduanya.
2. Stephen P. Robbins
Menurut Stephen P. Robbins pengertian kepuasan kerja adalah sikap umum
seseorang terhadap pekerjaannya, selisih antara banyaknya penghasilan yang
diterima seorang pegawai dan banyaknya yang mereka yakini apa yang
seharusnya mereka terima.
3. Davis
Menurut Davis, pengertian kepuasan kerja adalah perasaan puas seorang pegawai
terhadap pekerjaannya antara apa yang diharapkan pegawai dari pekerjaan/
kantornya dan yang diterimanya.
4. Susilo Martoyo
Menurut Susilo Martoyo arti kepuasan kerja adalah salah satu aspek psikologis
yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, rasa puas
terhadap kesesuaian antara kemampuan, keterampilan, dan harapannya dengan
pekerjaan yang ia hadapi.
5. Setiawan dan Ghozali
Menurut Setiawan dan Ghozali, pengertian kepuasan kerja merupakan kondisi
menyenangkan atau secara emosional positif yang berasal dari penilaian seseorang
atas pekerjaannya atau pengalamannya dalam bekerja.
6. Mila Badriyah
Menurut Mila Badriyah, definisi job satisfaction adalah perasaan atau sikap
karyawan terhadap aspek-aspek yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
tentang pekerjaan yang sesuai dengan penilaian masing-masing pekerja.
39. 35
7. T. Hani Handoko
Menurut T. Hani Handoko pengertian kepuasan kerja adalah keadaan emosional
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan para pegawai dalam memandang
pekerjaan mereka.
8. Robbins dan Judge
Menurut Robbins dan Judge pengertian kepuasan kerja adalah suatu perasaan
positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi
karakteristiknya.
9. Tiffin
Menurut Tiffin pengertian kepuasan kerja adalah hubungan antara sikap dari
karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, dan kerjasama antara
pimpinan dengan pegawai.
10. Gibson Ivanicevic Donely
Menurut Gibson pengertian kepuasan kerja adalah tingkat di mana seseorang
merasa positif atau negatif tentang berbagai segi dari pekerjaan, tempat kerja, dan
hubungan dengan teman kerja.
F. Indikator Kepuasan Kerja
Seperti disebutkan di atas bahwa pengertian kepuasan kerja merupakan
bentuk sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaanya yang
ditunjukkan dengan moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Menurut
Hasibuan indikator kepuasan kerja seorang pegawai dapat dilihat dari beberapa
hal berikut ini:
1. Menyenangi Pekerjaannya
Pegawai sadar arah yang ditujunya, punya alasan memilih tujuannya, dan
mengerti cara dalam bekerja. Dengan kata lain, seorang pegawai menyenangi
pekerjaannya karena ia bisa mengerjakannya dengan baik.
40. 36
2. Mencintai Pekerjaannya
Dalam hal ini pegawai tidak sekedar menyukai pekerjaannya tapi juga sadar
bahwa pekerjaan tersebut sesuai dengan keinginannya.
3. Moral Kerja Positif
Ini merupakan kesepakatan batiniah yang muncul dari dalam diri seseorang atau
organisasi untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan mutu yang ditetapkan.
4. Disiplin Kerja
Kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang
menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau
ketertiban.
5. Prestasi Kerja
Hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan dan kesungguhan serta
waktu.
G. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Setelah memahami pengertian kepuasan kerja dan indikatornya,
selanjutnya kita juga perlu mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhinya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pekerja, antara lain;
1. Faktor Individu
Faktor ini meliputi usia pegawai, kesehatan, kercerdasan (IQ), latar belakang
pendidikan, emosi, sikap kerja, pola pikir, dan kepribadian.
2. Faktor Intrinsik Pekerjaan
Faktor ini meliputi atribut kerja yang mengharuskan pegawai memiliki skill
khusus, tingkat kesulitan pekerjaan, kebanggaan atas suatu pekerjaan.
41. 37
3. Gaji dan Fasilitas
Faktor penghasilan seringkali berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja seorang
pegawai. Selain itu, fasilitas jaminan kesehatan, jaminan hari tua, dan rumah, juga
menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerja.
4. Pengawasan/ Penyeliaan
Pengawasan dan supervisi sangat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja
seorang pekerja. Supervisi yang buruk dapat mengakibatkan hasil kerja yang tidak
maksimal dan tingginya turnover.
5. Rekan Kerja dan Sosial
Hubungan dengan rekan kerja sejawat juga berperan terhadap tingkat kepuasan
kerja seseorang. Seringkali kualitas hubungan dengan rekan kerja berpengaruh
pada hasil kerja para pegawai. Selain itu, faktor sosial di perusahaan dan di luar
juga mempengaruhi job satisfaction. Misalnya kegiatan perserikatan pekerja,
kebebasan berpolitik, hubungan keluarga, dan lain-lain.
6. Kondisi Kerja
Faktor ini meliputi situasi dan kondisi kerja, ventilasi, kantin, tempat parkir, dan
lain-lain. Keamanan kerja juga menjadi faktor penting dalam menunjang kepuasan
kerja karena mempengaruhi perasaan selama bekerja di suatu tempat.
H. Respon Terhadap Kepuasan Kerja/ Job Satisfaction
Merujuk kembali pada pengertian kepuasan kerja, respon terhadap ketidakpuasan
ini akan bermacam-macam. Robins dan Judge menjabarkan ada 4 respon dengan
dua dimensi; konstruktif/ destruktif dan aktif/pasif yang dijelaskan sebagai
berikut:
1. Keluar (Exit)
Ketidakpuasan ditampilkan dengan meninggalkan organisasi atau mencari
posisi baru. Bisa juga dalam bentuk pengunduran diri.
42. 38
2. Menyatakan Pendapat (Voice)
Ketidakpuasan kerja kadang juga ditunjukkan dengan cara berusaha secara aktif
dan juga kostruktif. Karyawan akan secara aktif memperbaiki diri baik dengan
meminta saran, berdiskusi akan masalah yang dihadapi dengan atasannya dan juga
aktifitas perserikatan lainnya.
3. Kesetiaan (Loyalty)
Ketidakpuasan terhadap pekerjaan bisa ditunjukkan secara pasif dengan cara
menunggu kondisi yang pas untuk memperbaiki diri.
4. Mengabaikan (Neglect)
Kadang kala karyawan membiarkan ketidakpuasan dengan membiarkannya saja
sehingga semakin buruk. Kemangkiran mulai terjadi sampai keterlambatan yang
kronis, tidak ada antusiasme, malas berusaha bila bertemu hambatan sampai
mencari dan meningkatkan kesalahan.
I. Cara Meningkatkan Kepuasan Kerja Karyawan
Ketika berbicara tentang pengertian kepuasan kerja dalam lingkup bisnis
yang baru berkembang, tentu ini jadi sedikit lebih sulit. Segalanya masih
berkembang atau bahkan masih kecil. Ini juga erat hubungannya dengan
antusiasme pekerja dengan karirnya. Kepuasan kerja karyawan sangat penting
dalam produktifitas bisnis. Karyawan Anda tidak puas bekerja di tempat Anda
berarti kemungkinan motivasi untuk berinovasi dan meningkatkan profit jadi
berkurang. Nah, ada beberapa cara yang bisa dipakai untuk meningkatkan
efektifitas kerja karyawan, diantaranya adalah:
1. Menjadi Pendengar yang Baik
Hal ini memang terdengar sederhana. Namun saat atasan melakukan hal ini,
karyawan akan sangat merasa dihargai karena bisa mencurahkan kesulitan yang
dihadapi ketika bekerja. Tidak hanya itu, Anda juga bisa memberikan solusi
43. 39
terkait masalah yang dihadapi. Hal ini juga bisa meningkatkan komunikasi antara
atasan dan bawahan.
2. Prioritaskan Kesehatan
Kesehatan merupakan hal penting. Berilah karyawan istirahat yang cukup ketika
kondisi kesehatan mereka kurang baik. Ketika badan kurang sehat akan
menurunkan produktifitas kerja, sehingga mengganggu kinerja perusahaan.
3. Reward Sangat Perlu
Reward tidak melulu soal gaji dan kenaikan pangkat. Bisa juga memberikan
tambahan jatah cuti atau liburan bersama tim. Penghargaan atasan pada bawahan
soal kinerjanya sangat diperlukan karena bisa menaikkan motivasi. Jangan
sungkan-sungkan memberikan pujian saat mereka bisa menyelesaikan tugas yang
berat. Jangan lupa ucapkan terimakasih.
4. Berikan Tantangan
Saat Anda memiliki tim yang cukup banyak, tidak ada salahnya membaginya
dalam beberapa tim dan ajak mereka berkompetisi mengerjakan sebuah proyek.
Tentu saja cara ini memberikan keuntungan ganda; motivasi tinggi dan proyek
selesai tepat waktu.
44. 40
MATERI 5. MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN EMOSIONAL
SDM
A. Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan pikiran atau mental (Intelectual Quotient: IQ): Kemampuan
manusia untuk menganalisis, berpikir, dan menentukan hubungan sebab-akibat,
berpikir secara abstrak, menggunakan bahasa, memvisualisasikan sesuatu dan
memahami sesuatu. Kecerdasan ini menghasilkan pola pikir yang berdasarkan
logika, tepat, akurat, dan dapat dipercaya. Orang dengan kecerdasan ini akan
mampu memiliki analisis yang tajam dan memiliki kemampuan untuk menyusun
strategi bisnis yang baik. Namun, kecerdasan intelektual tidak melibatkan emosi
dalam memproses informasi. Sir Francis Galton ilmuwan yang memelopori studi
IQ dengan mengembangkan tes sensori (1883). Galton berpendapat bahwa makin
bagus sensori seseorang makin cerdas dia. Dalam bukunya Heredity Genius
(1869) yang kemudian disempurnakan oleh Alfred Binet dan Simon.
Dengan kecerdasan intelektual atau rasional kita mampu memahami,
menganalisa, membandingkan, dan mengambil hikmah dari setiap masalah,
peristiwa, dan kejadian yang terjadi pada masa lalu, saat ini, dan masa yang akan
datang. Dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya kita menggunakan cara
berpikir seperti ini. Bahkan konon, perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat
pesat sebagian besar terjadi karena berfungsinya secara optimal cara berpikir
rasional. IQ pada umumnya mengukur kemampuan yang berkaitan dengan
pengetahuan praktis, daya ingat (memory), daya nalar (reasoning),
perbendaharaan kata, dan pemecahan masalah. Mitos ini dipatahkan oleh Daniel
Goleman yang memperkenalkan kecerdasan emosional atau disingkat EQ
(emotional quotient) dalam bukunya Working with Emotional Intelligence (1990)
dengan menunjukkan bukti empirik dari hasil penelitiannya yang menunjukkan
bahwa orang-orang yang IQnya tinggi tidak terjamin hidupnya akan sukses.
45. 41
Sebaliknya orang yang memiliki EQ tinggi, banyak yang menempati posisi
kunci di dunia eksekutif. Asumsi ini diperkuat oleh Danah Zohar, sarjana fisika
dan filsafat di MIT (Massachussetts Institute of Technology) yang memelopori
munculnya kecerdasan spiritual atau disingkat SQ (spiritual quotient) dalam
bukunya Spiritual Intelligence – The Ultimate Intelligence (2000).
B. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional atau hati (Emotional Quotient, EQ) : Kemampuan
untuk mengenal diri sendiri, kesadaran diri, kepekaan sosial, empati dan
kemampauan untuk berkomunikasi secara baik dengan orang lain. Termasuk
kepekaan mengenai waktu yang tepat, kepatutan secara sosial, keberanian
mengakui kelemahan, serta menyatakan dan menghormati perbedaan. Kecerdasan
emosional menjadikan seseorang mampu mengelola emosi dan mengenali
perasaan diri sendiri dan orang lain. Termasuk di antaranya kemampuan
memotivasi diri sendiri, kemampuan mengelola emosi pribadi, dan kemampuan
berinteraksi sosial. Orang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik mampu
secara tepat mengelola ekspresi wajah seperti tersenyum, cemberut, gembira dan
sedih, serta mampu mengatur volume dan intonasi suara sesuai kebutuhan dan
kondisi lingkungan.
Emotional Quotient (EQ) merupakan kemampuan merasakan, memahami,
dan secara efektif menerapkan daya serta kepekaan emosi sebagai sumber energi,
informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi (Cooper dan Sawaf, dalam
Armansyah, 2002). Peter Salovey dan Jack Mayer (dalam Armansyah, 2002)
mendefenisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk mengenali
perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran,
memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara
mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual.
Goleman (Armansyah, 2002) mempopulerkan pendapat para pakar teori
kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara
46. 42
aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan
kecerdasan yang konvensional tersebut. Ia menyebutnya dengan istilah kecerdasan
emosional dan mengkaitkannya dengan kemampuan untuk mengelola perasaan,
yakni kemampuan untuk mempersepsi situasi, bertindak sesuai dengan persepsi
tersebut, kemampuan untuk berempati, dan lain-lain. Jika kita tidak mampu
mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk
menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif.
Penerapan kecerdasan emosional dapat menjadi salah satu cara menjadi
sukses jika diterapkan dalam empat aspek kecerdasan emosional, yaitu:
1) Kesadaran Diri
Kesadaran diri tidak hanya tentang mengetahui kekuatan dan kelemahan diri
sendiri saja, tapi juga mampu memahami pemikiran dan perasaan orang lain dan
menjadikannya pertimbangan dalam membangun strategi yang baik.
Kesadaran diri yang baik, secara lebih lanjut dapat mempengaruhi pandangan
lawan bicara atau klien secara positif terhadap sesuatu yang ditawarkan.
2) Pengaturan Diri
Semakin Anda memahami apa yang Anda rasakan dalam berbagai macam
kondisi, Anda akan semakin mampu mengelola emosi Anda dan memberikan
respon secara tepat dalam berbagai kondisi yang anda hadapi.
Mengelola emosi berbeda dengan menahan emosi. Berinteraksi dengan orang lain
menggunakan senyum palsu tidak dapat dikatakan sebagai pengelolaan emosi.
Mengelola emosi adalah meningkatkan kepekaan terhadap kata hati, menunda
kenikmatan untuk meraih sasaran yang diharapkan, serta kemampuan untuk pulih
dari tekanan emosi yang dirasakan.
3) Empati
Empati kadangkala disebut sebagai kesadaran sosial, yaitu kemampuan
memahami perasaan orang lain. Dengan adanya empati, seseorang dapat
terhubung dengan orang lainnya. Di samping itu, memiliki empati juga membantu
47. 43
anda untuk mengantisipasi perubahan emosi orang lain. Pada dasarnya, empati
merupakan sesuatu yang dapat dilatih dengan meningkatkan interaksi dan
membaca kondisi emosi dari orang-orang yang berada di sekitar Anda. Salah satu
cara berlatih memahami perasaan orang lain adalah dengan mengkonfirmasi
pemahaman anda dengan menanyakan langsung kepada orang tersebut.
4) Keterampilan Sosial
Setelah Anda menguasai tiga aspek kecerdasan emosional tersebut, Anda akan
memiliki keterampilan untuk menyikapi seseorang dengan cara yang lebih baik.
Keterampilan sosial dapat dilatih dengan meningkatkan rasa ingin tahu terhadap
alasan seseorang melakukan sesuatu, mempercayai maksud baik yang dimiliki
orang lain, dan terbuka terhadap perasaan dan pemikiran orang lain. Meskipun
tidak selamanya lawan bicara anda memiliki keterampilan sosial yang sama, atau
kadangkala Anda bisa saja menemukan orang yang hanya mencari keuntungan
saja, namun memiliki pikiran positif terhadap orang lain membuat Anda menjadi
orang yang lebih baik.
C. Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan Spiritual adalah keyakinan yang berhubungan dengan Yang
Maha Kuasa dan Maha Pencipta, contohnya seseorang yang percaya kepada Allah
sebagai pencipta atau Penguasa (Achir Yani S. Hamid,1999). Spiritual Quotient
(SQ) adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
menarik makna dari setiap kejadian yang dialaminya. Kecerdasan spiritual
merupakan kemampuan mengerti dan memberikan makna spiritual atas kehidupan
Anda. Selain itu, dengan kecerdasan spiritual yang baik, seseorang akan memiliki
tekad yang kuat sehingga memiliki keberanian untuk melawan arus atau tradisi
selama hal itu sejalan dengan apa yang menjadi keyakinannya. Mereka juga
berani mengambil risiko karena kesabaran dan keteguhan hati yang diiringi
kepercayaan kepada Tuhannya.
48. 44
Orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang baik mampu bersikap
tenang dan mengambil keputusan secara bijak yang didasarkan pada analisis
menyeluruh terhadap seluruh aspek yang berkaitan dengan masalah tersebut.
Seorang pemimpin atau manager dengan kecerdasan spiritual yang tinggi akan
menyenangkan bagi karyawannya karena memiliki kesadaran yang tinggi
terhadap diri dan lingkungannya, memiliki sifat sabar dan tenang, serta tidak
bersikap sombong atau arogan. Kecerdasan spiritual dapat diasah dan ditingkatkan
dengan beberapa cara, di antaranya dengan meningkatkan pemahaman terhadap
ajaran agama, melakukan perenungan terhadap berbagai peristiwa kehidupan,
mengenali tujuan hidup dan tantangan yang dihadapinya, menumbuhkan kasih
sayang, meningkatkan kepekaan terhadap intuisi, serta dengan melayani orang
lain dengan sikap rendah hati.
Spiritual Quotien (SQ) merupakan temuan mutakhir secara ilmiah yang
digagas oleh Dahar Zohar dan Ian Marshall masing –masing dari University dan
Oxford University. Dalam bukunya yang sangat terkenal SQ: Spiritual
Intelligence–The Ultimate Intelligence, Dahar Zohar dan Ian Marshall
menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual adalah “kecerdasan untuk menghadapi
dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk
menempatkan prilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan
kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermakna dibandingkan dengan yang lain”.
Kecerdasan spiritual melibatkan kemampuan menghidupkan kebenaran
yang paling dalam. Kecerdasan spiritual menjadi pengayatan hidup yang sejati.
Artinya, mewujudkan hal yang baik, utuh dan bermanusiawi. Orang yang
memiliki SQ yang tinggi memiliki ciri-ciri tertentu. Mereka adalah orang
fleksibel. Tidak ada orang yang dapat mengubah paradigma yang mereka miliki
tanpa fleksibel internal. Kecerdasan spiritual merupakan salah satu kecerdasan
yang menjadi puncak kecerdasan atau menjadi kecerdasan tertinggi. Artinya,
kecerdasan spiritual lebih tinggi daripada kecerdasan emosional dan kecerdasan
intelektual. Seperti yang dikatakan oleh Zohar dan Marshall bahwa kecerdasan
49. 45
spiritual adalah landasan untuk menjalankan atau memfungsikan IQ dan EQ
secara efektif.
Terdapat alasan mengapa SQ lebih tinggi daripada EQ dan IQ terlihat dari
argumen tentang kecerdasan spiritual. Enam argumen tersebut yaitu, Segi perenial
SQ, Mind Body Soul, kesehatan spiritual, kedamaian spiritual, kebahagiaan
spiritual dan kearifan spiritual. Terlihat jelas bahwa kecerdasan spiritual lebih
tinggi, dan memfungsikan kecerdasan yang lain. Untuk melahirkan manusia yang
memiliki SQ tinggi, dibutuhkan pendidikan yang tidak hanya memperhatikan
pengembangan IQ melainkan pengembangan EQ dan SQ sekaligus.
D. Hubungan Antara IQ, EQ dan SQ
Daniel Goleman dalam bukunya yang berjudul Emotional Intellience
menjelaskan bahwa kunci sukses seseorag ternyata tidak hanya disebabkan
tingginya IQ (Intelctuale Quotient) saja, ada faktor lain yang dapat membawa
seseorang menuju kesuksesan, yaitu EQ (Emotional Quotient) atau kecerdasan
emosional. Di dalam buku itu diceritakan yang pada intinya bahwa ada percobaan
yang dilakukan terhadap anak kecil, dimana untuk mendapatkan sebuah kue yang
enak, seorang anak harus berusaha dan menunggu terlebih dahulu. Dari sekitar
banyak anak, terdapat sedikit sekali yang akhirnya yang mendapat kue itu setelah
berusaha dan menunggu. Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata anak-anak
yang sabar ini meraih kesuksesan lebih dibanding teman-temannya yang lain,
setelah beberapa pengkajian dan penelitian lebih dalam, para penelitipun
berkesimpulan bahwa kecerdasan emosionalnya yang dimiliki oleh seseorang
menjadi kunci dalam keberhasilan seseorang.
Dewasa ini, ada perkembangan terbaru dalam menentukan faktor kunci
keberhasilan seseorang, yaitu Spiritual Quation (SQ). Teori ini berkembang
setelah didapat banyak orang-orang yang sukses ternyata mempunyai rohani yang
kering. Mereka kehausan spiritual, setelah mendapatkan apa yang mereka impikan
bahkan apa yang semua di dunia ini impikan, yaitu kekayaan berlimpah,
50. 46
ketenaran, kekuasaan, kedudukan yang tinggi. Mobil-mobil lux mereka berjejer
rapi di dalam rumah bak istana yang megah dan luas. Tetapi justru disitulah
mereka menemukan neraka di dalamnya, suami dan istri yang bertikai sepanjang
hari, anak-anak yang terbius oleh dunia kelamnya. Tidak ada kedamaian di saat
yang ada hanyalah detik-detik penantian menuju kehancuran penghuninya. Oleh
karena itu selai IQ dan EQ yang tinggi, dibutuhkan apa yang dinamakan
kecerdasan spiritual (QS).
Selain itu, Ary Ginanjar Agustian seorang dosen, pengusaha, dan penulis
buku Emotional dan Spiritual Quotient (ESQ) dan ESQ power yang terkenal
dengan pemikirannya yang diberi nama ESQ, sebuah pemikiran yang menguak
adanya kolerasi yang sangat kuat antara dunia usaha, profesionalisme dan
manajemen modern, dalam hubungannya dengan intisari Al-Islam: rukun Islam
dan rukun Iman. IQ terletak pada fungsi otak neocortex, EQ terletak pada fungsi
otak lymbic system, sedangkan SQ pada fungsi otak godsport atau terletak pada
temporallobe.
Penemuan IQ, EQ dan SQ menjadi syarat ilmiah bahwa kecerdasan
spiritual sudah ada dalam fungsi neroscience otak manusia. Namun kecerdasan
intelektual saja tak cukup, masih dibutuhkan apa yang disebut EQ, EQ
menunjukkan bukti bahwa sangat berperan penting didalam keberhasilan kita.
Sebuah lembaga pernah membuat penelitian, Mereka melihat data bank raksasa
bernama EQ inventory. Di sini dikumpulkan data-data seluruh orang sukses di
muka bumi. Hasilnya, ditemukan bukti bahwa kecerdasan intelektual hanya 6%
membawa keberhasilan, bahkan maksimum hanya 20 %.
E. Penerapan IQ, EQ da SQ Dalam Kehidupan
IQ, EQ dan SQ bisa digunakan dalam mengambil keputusan tentang hidup
kita. Seperti yang kita alami setiap hari, keputusan yang kita buat, berasal
dari proses:
51. 47
1. Merumuskan keputusan atau eksekusi
2. Menjalankan keputusan atau eksekusi
3. Menyikapi keputusan atau eksekusi
Rumusan keputusan itu seharusnya didasarkan pada fakta yang kita termuka di
lapangan realita (apa yang terjadi) bukan berdasarkan pada kebiasaan atau
preferensi pribadi suka atau tidak suka. Kita bisa menggunakan IQ yang
menonjolkan kemampuan logika berpikir untuk menemukan fakta obyektif,
akurat, dan untuk memprediksi resiko, melihat konsekuensi dari setiap pilihan
keputusan yang ada.
Rencana keputusan yang hendak diambil merupakan hasil dari
penyaringan logika, juga tidak bisa begitu saja diterapkan, semata-mata demi
kepentingan dan keuntungan diri kita sendiri. Bagaimanapun, kita hidup bersama
dan dalam proses interaksi yang konstan dengan oran lain. Oleh sebab itu, salah
satu kemampuan EQ yaitu kemampuan memahami (empati) kebutuhan dan
perasaan orang lain menjadi faktor penting dalam membimbing dan memutuskan.
Banyak fakta dan dinamika dalam hidup ini, yang harus dipertimbangkan,
sehingga kita tidak bisa menggunakan rumus logika matematis untung rugi. Kita
pun sering menjumpai kenyataan bahwa faktor human tosch turut mempengaruhi
penerimaan atau pendakan seseorang terhadap kita-salah satu contoh kongkrit di
Indonesia budaya “kekurangan” sangat ketal mendominasi dan mempengaruhi
perjanjian bisnis atau bahkan penyelesaian konflik.
52. 48
MATERI 6. MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI
SUMBERDAYA MANUSIA
A. Pengertian Kapabilitas dan Kompetensi
Pengertian kapabilitas menurut kamus bahasa Indonesia (2014) adalah
Kapabilitas artinya juga sama dengan Kompetensi, yaitu Kemampuan. Namun
pemaknaan kapabilitas tidak sebatas memiliki keterampilan (skill) saja namun
lebih dari itu, yaitu lebih paham secara mendetail sehingga benar benar menguasai
kemampuannya dari titik kelemahan hingga cara mengatasinya. Pengertian
kapabilitas menurut Baker dan Sinkula (2005) adalah kapabilitas adalah kumpulan
keterampilan yang lebih spesifik, prosedur, dan proses yang dapat memanfaatkan
sumber daya ke keunggulan kompetitif. Berdasarkan pengertian kapabilitas yang
telah diungkapkan, maka dapat didefinisikan sebagai sebuah kemampuan yang
memiliki lebih dari hanya keterampilan pada suatu hal yang menjadi keunggulan
bersaing dan menguasai kemampuan dari titik kelemahan.
Seseorang dalam menyelesaiakan suatu pekerjaan banyak dipengaruhi
oleh kemampuannya dalam bidang pekerjaan tersebut. Oleh karena itu agar
pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan baik harus dikerjakan oleh orang
yang memiliki kompetensi di bidang pekerjaan yang dimaksud. Ada beberapa
perbedaan yang dimaksud dengan kompetensi. Organisasi yang berbeda akan
mendefinisikan kompetensi secara berbeda pula. Seperti Kantor Manajemen
Personalia Amerika, menggunakan kompetensi sebagai sinonim dari pengetahuan,
keahlian, ketrampilan, dan kemampuan tertentu yang menjadi persyaratan untuk
melakukan pekerjaan (Dessler, 2004:70).
Menurut Muhaimin (2004: 151) kompetensi adalah seperangkat tindakan
intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat
untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan
tertentu. Kompetensi menurut Spencer (1993) dalam Pfeffer, dkk (2003:109)
yaitu: Karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas
kinerja individu dalam pekerjaanya (an underlying characteristi`s of an individual
53. 49
which is causally related to criterion referenced effective and or superior
performance in a job or situation). Berdasarkan definisi tersebut kata an
underlying characteristi`s mengandung makna kompetensi adalah bagian
kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang
dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Sedangkan kata
causally related berarti kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan atau
memprediksi perilaku dan kinerja. Dan kata criterion referenced mengandung
makna bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa yang berkinerja baik
dan kurang baik, diukur dari kriteria atau standar yang digunakan.
Gulo (2004: 34) berpendapat bahwa “kompetensi terdiri dari dua aspek
yang saling berinteraksi, yaitu:
1) aspek yang tampak atau yang disebut performance (penampilan) dan
2) aspek yang tidak tampak atau yang disebut aspek rasional.
Performance ditunjukan dalam bentuk tingkah laku yang dapat didemonstrasikan
sehingga dapat dilihat, diamati dan dirasakan. Sedangkan aspek rasional tidak
dapat diamati karena tidak tampil dalam bentuk prilaku empiris. Mc.Ahsan
(1981:45), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa
kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person
achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can
satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor
behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi
bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif,
afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of skill,
knowledge and attitude, but in particular the consistent applications of those skill,
knowledge and attitude to the standard of performance required in employment”.
Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan
54. 50
dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan.
Menurut Prihadi (2004: 45-48), ada dua penggunaan istilah kompetensi, yaitu:
1. Untuk merujuk pada area pekerjaan atau peranan yang mampu dilakukan
oleh seseorang dengan kompeten. Makna ini bertumpu pada pemahaman
yang lebih umum menurut kamus bahasa dan berkaitan dengan jabatan,
yang berisi deskripsi tugas pekerjaan dan out put jabatan. Tema dalam
difinisi jenis ini lazim berisi deskripsi tugas-tugas pekerjaan dan out put
jabatan.
2. Untuk merujuk pada dimensi perilaku yang terIetak di balik kinerja yang
kompeten (efficiency oreentation, result driven). Tema dari definisi ini
lazim berisi deskripsi mengenai perilaku, sikap dan karakteristik orang
dalam melakukan berbagai tugas pekerjaan untuk menghasilkan out put
jabatan yang efektif, outstanding atau superior.
Senada dengan pendapat Suprapto, Puslitbang BKN (2004), mengatakan
bahwa kompetensi pada dasarnya terdiri dari tiga unsur utama yaitu pengetahuan
(cognitive domain), keahlian dan keterampilan (psychomotor domain), perilaku
dan sikap (affective domain). Ketiga unsur itu secara langsung mempengaruhi
perilaku (behaviour) pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu,
Lasmahadi (Puslitbang BKN, 2004) menegaskan bahwa kompetensi didefinisikan
sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pegawai yang memungkinkannya untuk
mencapai kinerja yang superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat,
motifmotif, sistem nilai, sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi-
kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan
menghasilkan kinerja.
Berdasarkan definisi tersebut, maka tidak semua aspek pribadi dari
seorang pegawai itu merupakan kompetensi. Hanya aspek-aspek pribadi yang
mendorong dirinya untuk mencapai kinerja yang superiorlah yang merupakan
kompetensi yang dimilikinya. Model kompetensi ini memberikan sebuah peta
55. 51
yang membantu seseorang memahami cara terbaik mencapai keberhasilan dalam
pekerjaan atau memahami cara mengatasi suatu situasi tertentu.
B. Karakteristik Kompetensi
Faktor dalam diri dan luar yang membangun kompetensi individu, yaitu:
1. Bakat
2. Motivasi
3. Sikap, nilai, cara pandang
4. Pengetahuan
5. Keterampilan
6. Lingkungan
Menurut Mitrani, et.al (1995) dalam Pfeffer, dkk (2003:110) terdapat 5
karakteristik kompetensi yaitu:
1. Motif (Motives) Motif adalah sesuatu di mana seseorang secara konsisten
berfikir sehingga ia melakukan tindakan.
2. Perangai (Traits) Perangai adalah watak yang membuat orang untuk
berprilaku atau bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara
tertentu.
3. Konsep Diri (Self Concept) Konsep diri adalah sikap atau nilai yang
diukur dengan tes responden untuk mengetahui apa yang dinilai baik oleh
seseorang, apa yang pernah dilakukan atau apa yang ingin mereka
lakukan.
4. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki
seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (Knowledge) merupakan
kompetensi yang kompleks.
5. Kemampuan (Skills) Skills adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu
tugas tertentu baik secara fisik maupun mental.
56. 52
C. Kompetensi Generik
Kompetensi itu sendiri menurut Lyle M. Spencer dan Signe M. Spencer,
disebutkan bahwa kompetensi merupakan bagian dalam dan selamanya ada pada
kepribadian seseorang dan dapat memprediksikan tingkah laku dan performansi
secara luas pada semua situasi dan job tasks. Ada 20 generic competencies dari
Competence at Work, (Spencer & Spencer 1993) yaitu:
1. Kemampuan merencanakan untuk peningkatan prestasi dan
mengimplementasikan (achievement & action)
Achievement Orientation (ACH)
Concern for Order, Quality and Accuracy (CO)
Initiative (INT)
Information Seeking (INF)
2. Kemampuan melayani (helping & human service)
Interpersonal Understanding (IU)
Customer Service Orientation (CSO)
3. Kemampuan memimpin (impact & influence)
Impact and Influence (IMP)
Organizational Awareness (OA)
Relationship Building (RB)
4. Kemampuan mengelola (managerial)
Developing Other (DEV)
Directiveness (DIR)
Teamwork and Cooperation (TW)
Team Leadership (TL)
57. 53
5. Kemampuan berpikir (cognitive)
Analitical Thinking (AT)
Conceptual Thinking (CT)
Technical/Professional/Managerial Expertise (EXP)
6. Kemampuan bersikap dewasa (personal effectiveness)
Self-control (SCT)
Self-confidence (SCF)
Flexibility (FLX)
Organizational Commitment (OC)
Penjelasan mengenai 20 Generik Kompetensi sebagai berikut ini:
1. Achievement Orientation, Ach (Kompetensi Semangat Untuk Beprestasi
Atau Untuk Mencapai Target Kerja)
Definisi: Derajat kepedulian seseorang terhadap pekerjaannya sehingga ia
terdorong berusaha untuk bekerja dengan lebih baik atau di atas standar
Mencakup:
1. Bekerja untuk memenuhi standar yang ditetapkan oleh manajemen
2. Menetapkan dan bertindak dalam meraih sasaran diri sendiri dan orang lain
3. Fokus pada perbaikan
4. Pengoptimalan dalam penggunaan sumber daya
5. Melakukan perhitungan terhadap resiko entrepreneurial
2. Concern for Order, CO (Kompetensi Perhatian Terhadap Kejelasan Tugas
Kualitas Dan Ketelitian Kerja)
58. 54
Definisi: Dorongan dalam diri seseorang untuk memastikan / mengurangi
ketidakpastian khususnya berkaitan dengan penugasan, kualitas dan ketepatan /
ketelitian data dan informasi di tempat kerja.
Terdiri dari:
1. Mengawasi & memeriksa informasi
2. Perhatian terhadap kejelasan, kepastian
3. Keinginan untuk mengurangi ketidakpastian
3. Initiative, INT (Kompetensi Proaktif)
Definisi: Dorongan bertindak untuk melebihi yang dibutuhkan atau yang dituntut
oleh pekerjaan / lingkungan melakukan sesuatu tanpa menunggu perintah lebih
dahulu, tindakan ini dilakukan untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil
pekerjaan atau menghindari timbulnya masalah atau menciptakan peluang baru.
Terdiri dari:
1. Tidak menyerah terhadap suatu penolakan
2. Mengenali & memanfaatkan peluang – peluang
3. Memiliki performansi lebih dari yang diharapkan pekerjaan
4. Mengantisipasi dan meyiapkan peluang & masalah
4. Information Seeking, INFO (Kompetensi Mencari Informasi)
Definisi: Besarnya usaha tambahan yang dikeluarkan untuk mengumpulkan
informasi lebih banyak sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan dan
pengambilan keputusan.
59. 55
Mencakup:
1. Mencari informasi yang tepat
2. Memilih peluang-peluang potensial yang mungkin berguna dimasa yang akan
datang, berkeliling melihat situasi kerja
5. Interpersonal Understanding, IU (Kompetensi Empati)
Definisi: Kemampuan untuk memahami hal hal yang tidak diungkapkan dengan
perkataan yang bisa berupa atas pemahaman perasaaan, keinginan atau
pemikiran dari orang lain.
Mencakup:
1. Mendengarkan
2. Respon dengan orang lain
3. Sadar perasaan orang lain
4. Cara Pemahaman.
6. Customer service orientation, CSO (Kompetensi Berorientasi Kepada
Pelanggan)
Definisi: Keinginan untuk membantu atau melayani pelanggan / orang lain.
Pelanggan adalah pelanggan yang sesungguhnya atau rekan pemakai hasil kerja
kita.
Mencakup:
1. Mencari informasi kebutuhan pelanggan dan menyesuaikan dengan
produk atau jasa