Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Pembuatan Nata dari Kulit Singkong
1. LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI INDUSTRI
Disusun Oleh:
Ria Anggun T 15308141009
Kelompok 5
Biologi B 2015
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMTIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
2. TOPIK 2
PEMBUATAN NATA DE CASSAVA
A. Latar Belakang
Produksi tanaman singkong di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan
Badan Litbang Pertanian Republik Indonesia pada Juli 2011, produksi singkong
sebanyak 18,9 juta ton per tahun dengan limbah kulit dalam yang berwarna putih
mencapai 1,5-2,8 juta ton sedangkan limbah kulit luar yang berwarna coklat
mencapai 0,04-0,09 juta ton.
Tingginya produksi singkong sebanding dengan pemanfaatannya yang
biasa digunakan sebagai bahan pangan. Bagian utama yang digunakan dari
singkong yaitu daging umbi, sedangkan untuk kulit singkongnya dibuang begitu
saja. Padahal kulit singkong masih mempunyai potensi untuk digunakan sebagai
pangan karena adanya kandungan karbohidrat .
Menurut Harsoelistyorini (2010) kandungan karbohidrat dalam kulit
singkong sebanyak 4,55 %. Hal ini berarti bahwa kulit singkong masih dapat
dikonsumsi oleh manusia. Salah satunya yaitu dengan dibuatnya nata dari kulit
singkong. Karbohidrat dalam kulit singkong akan digunakan oleh Acetobacter
xylinum menjadi nata. Nata adalah produk fermentasi oleh bakteri Acetobacter
xylinum pada substrat yang mengandung gula. Bakteri tersebut menyukai
kondisi asam dan memerlukan nitrogen untuk stimulasi aktifitasnya. Glukosa
substrat sebagian akan digunakan bakteri untuk aktivitas metabolisme dan
sebagian lagi diuraikan menjadi suatu polisakarida yang dikenal dengan
“extracelluler selulose” berbentuk gel. Polisakarida inilah yang dinamakan nata (
Suarsini, 2010).
Untuk meningkatakan potensi dari singkong itu sendiri dan mengurangi
limbah dari kulit singkong yang berwarna putih maka di lakukan praktikum
pembuatan nata dari kulit singkong.
B. Tujuan
1. Memperkenalkan mahasiswa pada fermentasi air rebusan kulit singkong oleh
bakteri Acetobacter xylinum
2. Mempelajari peranan bakteri Acetobacter xylinum dalam proses fermentasi
air rebusan kulit singkong
3. Menganalisis kualitas hasil fermentasi air rebusan kulit singkong
3. C. Metode
1. Alat dan Bahan
Alat = Gelas beaker, pipet tetes, kompor, saringan, gelas benda
dan gelas penutup, pH stick, gelas ukur, pisau, botol
jam, stirer, timbangan analitik, alumunium foil, kertas,
karet gelang, kertas saring, bunsen.
Bahan = Kulit singkong, aquades, gula pasir, taoge, reagen kimia
2. Cara Kerja
Pembuatan Nata
Pengukuran Tebal Nata dan Berat nbasah yang dihasilkan
Botol jam ditutup menggunakan alumunium foil dan kertas kemudian
diinkubasi dalam suhu ruangan selama 21 hari,
Setelah homogen campuran dimasukkan ke dalam 7 botol jam masing-
masing sebanyak 100 ml
Campuran tersebut kemudian dihomogenkan dengan stirer
Air saringan ditambah dengan ekstrak taoge sebanyak 70 ml dan gula
pasir sebanyak 70 gram
Kulit singkong sebanyak 70 gram direbus dalam 700 ml aquades hingga
mendidih kemudian disaring
Hasil saringan ditimbang menggunakan timbangan analitik
Nata dan substrat disaring menggunakan corong yang telah dilapisi
kertas saring
Nata yang dihasilkan diukur menggunakan jangka sorong
2 botol nata hasil inkubasi diambil
4. Pengukuran Sisa Substrat dan pH
Pengamatan Organoleptik
Pengukuran Asam Asetat
Pengecetan Bakteri
Diukur pHnya menggunkan pH stick
Substrat hasil saringan diukur volumenya menggunakan gelas ukur
Substrat hasil inkubasi dicium baunya dan diamati warnannya
Persentase asam asetat diukur dengan rumus
% asam asetat = ml alkali x normalitas alkali x 6 ml sampel
Dicampur hingga homogen kemudian dititrasi dengan 0,1 NaOH hingga
warnanya berubah menjadi merah muda
Campuran ditambah dengan 5 tetes indicator phenolphtalein 1%
Diambil 10 ml substrat fermentasi kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer yang sudah berisi 10 ml aquades
Tambahkan larutan iodin (gram B), biarkan 30 detik, cuci dengan air
mengalir hingga tetesan airnya jernih dan kering anginkan
Olesan ditambah dengan kristal violet (gram A) hingga merata, biarkan 30
detik, cuci dengan air mengalir hingga tetesan airnya jernih dan kering
anginkan
Satu ose bakteri dioleskan ke gelas benda yang telah diberi satu ose
aquades steril, kemudian suspensi, kering anginkan kemudian fiksasi
dengan melewatkannya beberapa kali diatas api bunsen
Gelas benda dibersihkan dengan alkoho, kemudian dilewatkan beberapa
kali diatas api bunsen hingga kering
5. D. Hasil dan Pembahasan
1. Pembuatan nara dari kulit singkon
Pembuatan nata dari kulit singkong ini dilakukan karena didalam
kulit singkong masih mengandung sedikit karbohidrat. Menurut Turyoni
dalam Hersoelistyorini (2010) menyatakan bahwa kandungan karbohidrat
yang terdapat dalam kulit singkong sebesar 4,55%. Mikroorganisme yang
digunakan dalam pembuatan nata ini yaitu Acetobacter xylinum. Acetobacter
xylinum yang dimasukkan kedalam media ekstrak kulit singkong akan
mengkonsumsi glukosa sebagai energi untuk pertumbuhan, kemudian
bakteri yang ada pada media tersebut akan memproduksi serat selulosa
dengan bantuan enzim-enzim yang diproduksi sendiri oleh bakteri tersebut.
Enzim yang berperan dalam pembentukan selulosa adalah sintetase selulosa
( UDP-glukosa : 1,4-β-D glukan 4-β-D-glukosiltransferase) (Darmansyah,
2010). Selulosa tersebut membentuk benang-benang serat yang terus
menebal membentuk jaringan kuat yang disebut nata (Nainggolan, 2009).
Menurut Saragih (2004), ciri-ciri nata yang bermutu baik bila ditinjau dari
Bakteri gram positif berwarna ungu/biru sedangkan bakteri gram negaif
berwarna merah
Amati hasil pengecatan dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x
Cuci dengan air mengalir selama beberapa detik untuk membersihkan
semua sisa-sisa cat, air yang tersisa dihisap menggunakan tisu, kering
anginkan
Bubuhi olesan bakteri dengan safranin selama 20-30 detik
Dekolorisasi dengan menambahkan etil alkohol 95% selama 10-20 detik,
aliri dengan air selama beberapa detik untuk mengakhiri dekolorisasi
6. aspek kekenyalan adalah nata yang memiliki tekstur kenyal dan tidak tembus
jika ditekan dengan jari. Selain itu nata yang bermutu baik berwarna putih
bersih, tampak licin, agak mengkilap dan memiliki aroma yang masam.
2. Analisis Kualitas nata
Tabel 1. Kualitas nata
Parameter
Pengamatan hari ke-
0 7 14 21
U1 U1 U2 U1 U2 U1 U2
Ketebalan - 0 cm 0 cm 0 cm 0 cm 0 cm 0 cm
Berat
basah
- 0 gr 0 gr 0 gr 0 gr 0 gr 0 gr
Sisa
substrat
100
ml
100
ml
100
ml
100
ml
100 ml
100
ml
100 ml
Gambar 1. Analisis Ketebalan
Gambar 2. Analisis berat basah
0
1
2
3
4
5
0 7 14 21
Ketebalan(cm)
Hari ke-
u2
u1
0
1
2
3
4
5
0 7 14 21
Berat(gr)
Hari ke-
u2
u1
7. Gambar 3. Analisis sisa substrat
Pada pembuatan nata selama 21 hari, ketebalan nata yang dihasilkan 0
cm atau sama sekali tidak dihasilkan nata. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa semakin lama fermentasi maka lapisan gel semakin tebal dan
sangat jelas terlihat, sedangkan jumlah cairan pada media tersebut semakin lama
semakin sedikit (Darmansyah, 2010). Kemungkinan ketidaksesuaian ini dapat
terjadi karena beberapa hal yaitu sumber nitrogen yang terlalu tinggi atau
rendah. Menurut Ekataw dalam Souisa (2006) kandungan nitrogen yang tinggi
dalam media pertumbuhan Acetobacter xylinum tidak selamanya
mengoptimalkan pertumbuhan bakteri tersebut. Bila ketersediaan nutrisi dalam
media tersebut terlalu banyak akan menghambat pertumbuhan bakteri sehinngga
produksi nata yang dihasilkan tidak optimal. Sebaliknya jika ketersediaan nutrisi
kurang akan menyebabkan bakteri mengalami kelaparan yang menyebabkan
produksi nata tidak optimal. Seperti pada penelitian Setyaningtyas dimana
penambahan ekstrak kacang hijau 25% menghasilkan ketebalan nata terendah
karena kandungan nitrogennya sedikit. Suhu optimum untuk pertumbuhan
Acetobacter xylinum adalah 28-31ºC (Indriana, 2015), sedangkan laboratorium
mikrobiologi mempunyai suhu dingin yang diduga kurang dari 28ºC. Selain itu
juga dapat disebabkan karena media fermentasi yang sudah tua mudah
kontaminasi sehingga produk nata relatif sedikit atau tidak ada (Hartati dan
Muhiddin, 2010). Menurut Yusmarini dkk (2004), nata yang tebal berarti
kandungan polisakaridanya tinggi dan kemampuan mengikat air juga tinggi.
Berat basah yang dihasilkan seiring dengan nata yang dihasilkan, apabila
nata yang dihasilkan banyak maka berat basah yang dihasilkan juga banyak.
Pada praktikum ini tidak dihasilkan adanya nata sehingga berat basah yang
dihasilkan yaitu 0.
Sisa substrat yang dihasilkan juga tidak mengalami perubahan selama
proses fermentasi yaitu 100 ml. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa semakin lama fermentasi sisa substrat semakin sedikit
(Darmansyah, 2010).
0
50
100
150
0 7 14 21sisasubstrat(ml)
hari ke-
u1
u2
8. 3. Analisis pH
Tabel 2. Pengukuran pH nata
Hari ke
pH
Ulangan 1 Ulangan 2
0 5,5 -
7 4 3,5
14 3 3
21 3 3
Gambar 4. Analisis pH nata
Pada praktikum yang telah dilakukan semakin lama fermentasi, pH
yang dihasilkan semakin turun. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa semakin lama fermentasi, maka nilai pH akan semakin
turun. Proses terjadinya penurunan pH dapat terjadi dari awal fermentasi
diakibatkan terbentuknya asam-asam selama proses fermentasi berlangsung.
Asam-asam yang terbentuk seperti asam asetat, asam piruvat dan asam laktat
dapat menurunkan pH (Muljono, 1990). Menurut Widia dalam Manoi (2007)
pembentukkan nata hanya terjadi pada pH antara 3,5-7,5. Acetobacter
xylinum tidak mampu tumbuh pada pH yang terlalu rendah, hal ini karena
menyebabkan bakteri ini mengeluarkan energi berlebihan untuk menghindari
stress akibat kondisi pH yang terlalu asam (Atlas, 1984).
4. Analisis Organoleptik
Tabel 3. Analisis organoleptik
Parameter
Pengamatan hari ke-
0 7 14 21
U1 U1 U2 U1 U2 U1 U2
Organole
ptik
Coklat,
Asam
(+)
Cokl
at
Asam
(+)
Cokl
at
Asam
(+)
Cokla
t,
Asam
(++)
Cokl
at,
Asa
m
(++)
Coklat
agak
keruh
asam
(+++)
Cokl
at
agak
keruh
asam
(+++
)
0
2
4
6
0 7 14 21
pH
hari ke-
u1
u2
9. Pada praktikum ini yang diamati adalah warna substratnya karena
tidak dihasilkan nata. Semakin lama proses fermentasi maka warna dari
substrat semakin coklat dan keruh. Hal ini dapat disebabkan karena adanya
aktivitas konsumsi glukosa sebagai energi untuk pertumbuhan oleh bakteri.
Untuk aroma yang dihasilkan, semakin lama fermentasi
mengakibatkan aroma dari substrat semakin masam. Hal ini sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa media yang digunakan bersifat masam dan
dalam aktivitasnya bakteri Acetobacter xylinum menghasilkan asam cuka
atau asam asetat ( Saragih, 2004).
5. Pengecetan Gram
Bakteri yang didapatkan dari penegecetan gram yaitu bakteri gram
negatif (-) berupa Streptobacil. Bakteri yang ditemukan berupa Acetobacter
xylinum. Menurut Pelczar dan Chan (1988) : sel bulat panjang – batang
(seperti kapsul), tidak mempunyai endospora, bersifat gram negatif,
bernafas secara aerob dalam kadar yang kecil, serta membentuk rantai
pendek dengan satuan 6-8 sel.
6. Analisis Asam Asetat
Tabel 4. Analisis Asam Asetat
Hari ke
Asam asetat
U1 U2
0 0,075% -
7 0.57% 0,45%
14 0,76% 0,78%
21 1% 1,05%
Gambar 5. Analisis Asam asetat
0
0.5
1
1.5
0 7 14 21
Keasaman(%)
Hari ke-
u1
u2
10. Semakin lama fermentasi, maka asam asetat yang dihasilkan semakin
banyak. Semakin banyaknya asam ini akan menghambat pertumbuhan dari
bakteri. Asam asetat diperoleh dari oksidasi alkohol yang akan menghasilkan
asam asetat. Menurut Mappiratu dan Bakhri (2013) tahap awal oksidasi
alkohol akan dihasilkan asetatdehid dan tahap selanjutnya menjadi asam
cuka atau asam asetat
E. Kesimpulan
1. Kulit singkong seharusnya dapat digunakan sebagai media pertumbuhan
Acetobacter xylinum
2. Acetobacter xylinum akan mengubah glukosa menjadi selulosa oleh sintetase
selulosa.
3. Kualitas hasil fermentasi yang baik yaitu yang tidak mengalami kontaminasi,
memiliki tekstur kenyal dan tidak tembus jika ditekan dengan jari, berwarna
putih bersih, tampak licin, agak mengkilap dan memiliki aroma yang masam
11. DAFTAR PUSTAKA
Atlas, R.M. 1984. Microbiology Fundamental And Aplications. New York : Mc
Miland Publishing Company.
Badan Litbang Pertanian. 2011. Proses Pengolahan Tepung Tapioka. Sinartani
Edisi 4-10 Mei 2011 No. 3404 Tahun XLI. 10 hlm.
Darmansyah. 2010. Evaluasi Sifat Analisis. Jakarta : Fakultas Teknik
Universitas Indonesia.
Harsoelistyorini, W.,Dkk (2010). Pengaruh Lama Simpan pada Suhu Ruang
terhadap Kadar Protein Dodol Tape Kulit Umbi Ubi Kayu. Jurnal Pangan
dan Gizi, 01, (01), 24-34.
Hartati dan Muhiddin Palennari. 2010. Pengaruh Umur Biakan Acetobacter
xylinum terhadap Rendemen Nata Ren. Jurnal Chemica Vo. 11, 65-70.
Indriana, Anisa. 2015. Pengaruh Lama Fermentasi & Jenis Sumber Nitrogen
terhadap Produktivitas dan Sifat Fisik Nata De Lontar. Surakarta :
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nainggolan, J. 2009. Kajian Pertumbuhan Bakteri Acetobacter sp. Dalam
Kombucha-Rosela Merah ( Hibiscus Sabdariffa) pada Kadar Gula dan Lama
Fermentasi Yang Berbeda. Tesis. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Manoi, F. (2007). Penambahan Ekstrak Ampas Nanas sebagai Mmedium
Campuran Pada Pembuatan Nata De Cashew. Bul. Litro. XVIII. (I). 107-
116.
Mappiratu, dan Bakhri, S.2013. Penuntun Praktikum Bioteknologi. Palu :
Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Tadulako.
Muljono, J.,dan A.A Daewis. 1990. Teknologi Fermentasi. Bogor : Pusat Antar
Universitas Bioteknologi IPB.
Pelczar. M.J, Chan, E.C.S. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta :
Universitas Indonesia Press.
Saragih, Y.P. 2004. Membuat Nata De Coco. Jakarta : Puspa Swara.
Souisa, M.G, dkk (2006). “Pengaruh Acetobacter xylinum dan Ekstrak Kacang
Hijau ( Phaseolus radiates L.) terhadap Produksi Nata dari Substrat Limbah
Cair Tahu “. Biota ISSN 0853-8670, XI, (1), 27-33.
Suarsini, Endang. 2010. Bioremediasi Limbah Air Kelapa sebagai Bahan Baku
Pembuatan Nata de Coco. Malang : FMIPA UM.
Yusmarini, Usman Pato., Vonny Setiaries Johan. 2004. Pengaruh Pemberian
Beberapa Jenis Gula dan Sumber Nitrogen terhadapa Produksi Nata de
Pina. SAGU, Maret 2004. ISSN 1412-4424. Vol. 3 No. 1 : 20-27.