Dokumen tersebut membahas produksi zat pewarna alami dari mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Jenis mikroorganisme penghasil zat pewarna yang disebutkan meliputi bakteri Bacillus megaterium dan berbagai jamur seperti Monascus purpureus, Neurospora sp., dan kapang lainnya. Proses produksi zat pewarna dapat dilakukan melalui fermentasi cair menggunakan bakteri atau fermentasi padat menggunakan jamur. Con
3. kelebihan
•proses produksi yang lebih cepat, mudah,
murah, tetapi memiliki tingkat efisiensi
ekstraksi yang tinggi (Kasiri & Safapour,
2013).
Zat pewarna alami dapat diperoleh dari
berbagai jenis mikroorganisme
( jamur, khamir dan bakteri)
4. Proses produksi zat warna oleh mikroorganisme
fermentasi cair
fermentasi padat menggunakan jasad bakteri
menggunakan jamur
Kelebihan
jumlah biomassa yang dihasilkan lebih besar,
proses fermentasi yang lebih mudah, murah,
tingkat konsumsi air dan pembuangan limbah
yang rendah, serta memiliki efisiensi tinggi
dalam proses ekstraksi produk (Couto &
Sanroman, 2006; Ali & Zukali, 2011).
9. β-karoten
• Ketersediaan β-karoten sebagai sumber vitamin A. Sumber
vitamin A dapat diperoleh dengan menggunakan
mikroorganisme, yang mempunyai beberapa keuntungan
antara lain tidak tergantung iklim, dan dapat memanfaatkan
limbah hasil pertanian sebagai substrat (Nuraida, Sihombing
dan Fardiaz, 1996).
• Menurut Ninet dan Renaut (1979), kapang Phycomyces
blakesleeanus, Penicilium sclerotiorum dan khamir
Rhodotorula glutinis dapat digunakan dalam produksi β-
karoten. Kebanyakan dari mikroorganisme tersebut sulit
didapatkan, oleh karenanya dalam penelitian ini digunakan
kapang Neurospora sp.
• Dapat digunakan untuk pewarna margarine dan minyak dll
10. PRODUKSI β KAROTEN PADA LIMBAH PADAT TEMPE
: KAJIAN JENIS KAPANG DAN KONSENTRASI EKSTRAK
KECAMBAH KEDELAI
Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
Penelitian ini bertujuan mendapatkan kombinasi perlakuan
antara jenis kapang dan konsentrasi ekstrak kecambah kedelai
terhadap produksi karoten β karoten yang maksimal.
11. Alat : autoklaf, Cawan Petri,tabung reaksi, erlenmeyer,
gelas beaker, gelas ukur, pipet volume, pengaduk, jarum
ose, karet penghisap, bunsen, timbangan, mortar, stirer,
sentrifuse, pH-meter dan spektrofotometer.
Bahan : sampel tanah (berasal dari daerah Jakarta,
Yogyakarta, Semarang, Tuban, Batu, Bali dan Mojokerto),
biakan kapang Neurospora sp., limbah padat tempe dari
daerah Sanan Kotamadya Malang, PDA. medium Czapek,
ekstrak kecambah kacang kedelai, aquades, kapas, kertas
perkamen, etanol 96%, dan spiritus.
METODE PENELITIAN
Waktu : Januari sampai Mei 2003
Tempat : Laboratorium Bioindustri dan Pengelolaan
Limbah, Universitas Brawijaya Malang
12. Rancangan Penelitian
• Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK), yang terdiri dari dua faktor dengan tiga kali
ulangan. Faktor I adalah jenis kapang yang terdiri dari dua
jenis, yaitu Neurospora sp dan isolat Mj 403. Faktor II adalah
penambahan nutrisi berupa ekstrak kecambah kacang kedelai,
yang terdiri dari lima level (20% v/b, 30% v/b, 40% v/b, 50%
v/b, 60% v/b).
13. pembuatan medium Potato Dextrose Agar
(PDA) dan Czapek
isolasi kapang dan pemurnian isolat kapang
seleksi isolat kapang
pembuatan starter
inokulasi pada medium limbah padat tempe
dan analisis kimia.
CARA KERJA
16. • Berkaitan dengan produksinya, pada lama fermentasi yang
sama (5 hari) isolat kapang Mj 403 menghasilkan beta karoten
dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan
Neurospora sp.. Selain itu juga membutuhkan konsentrasi
ekstrak kecambah kacang kedelai yang lebih besar untuk
mencapai hasil yang maksimum. Kadar beta karoten
maksimum yang dihasilkan isolat kapang Mj 403 adalah 16,03
ppm pada konsentrasi 42,36%, sedangkan dari kapang
Neurospora sp. sebesar 42,14 ppm pada konsentrasi 33,48%.
17. • Jenis kapang dan konsentrasi ekstrak kecambah kacang
kedelai berpengaruh terhadap produksi beta karoten
• Kapang Neurospora sp. menghasilkan beta karoten
maksimum sebesar 42,14 ppm pada konsentrasi ekstrak
kecambah kacang kedelai 33,48%.
• Isolat kapang Mj 403 menghasilkan beta karoten
maksimum sebesar 16,03 ppm pada konsentrasi ekstrak
kecambah kacang kedelai 42,36%.
• Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kecambah kacang
kedelai di dalam medium, semakin meningkatkan nilai
pH, tetapi dapat menurunkan jumlah spora dan beta
karoten dari kedua jenis kapang.
Kesimpulan Penelitian
18. ANGKAK
Angkak atau beras merah adalah produk olahan dari beras
yang difermentasikan oleh kapang Monascus purpureus.
Jamur Monascus purpureus adalah salah satu spesies jamur yang
berwarna merah keunguan
Menurut Astawan (2006), warna merah angkak sangat potensial
sebagai pengganti warna merah sintetis. contoh produk makanan
yang menggunakan pewarna merah angkak adalah anggur, keju,
sayuran, pasta ikan, kecap ikan, minuman beralkohol, aneka
kue, serta produk olahan daging (sosis, ham, dan kornet).
Pigmen merah angkak terbentuk karena keluarnya cairan
granular melewati ujung-ujung hifa Monascus purpureus.
19. Pigmen warna utama yang dihasilkan oleh Monascus
purpureus pada fermentasi angkak adalah monaskorubrin
dan monaskoflavin. Ada tiga warna utama yang dapat
ditimbulkan oleh pigmen pada angkak, yaitu kuning,
oranye, dan merah (Ma et al., 2000).
Secara tradisional, pembuatan angkak umumnya dilakukan
menggunakan beras sebagai substrat melalui sistem
fermentasi padat.
20. PRODUKSI ANGKAK OLEH MONASCUS PURPUREUS
DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA VARIETAS PADI
YANG BERBEDA TINGKAT KEPULENANNYA
Tujuan penelitian ini yaitu dapat diketahui perbandingan
pembentukan warna merah angkak dan persentase hasil panen
angkak dari berbagai varietas beras.
21. • Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi, Fakultas
MIPA UniversitasWidya Mandala Madiun, dimulai bulan
November 2009 s.d. Mei 2010.
• Alat dan Bahan Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan adalah beras putih varietas
Cisadane, IR 64, dan IR 36, agar ekstrak kentang (PDA),
metanol, akuades, kertas saring, sentrifuse, oven, autoklaf,
blender, spektrofotometer, entkas.
• Mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini adalah
Monascus purpureus dari koleksi biakan PAU Bioteknologi
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
METODE PENELITIAN
22. • Fermentasi Beras
Isolat Monascus purpureus ditumbuhkan pada agar miring
PDA dalam tabung reaksi. Kemudian biakan diinkubasi pada
suhu kamar selama 14 hari. Suspensi spora dibuat dengan
pengikisan dan homogenisasi lapisan pertumbuhan jamur
dalam 2,5 ml akuades steril. Pembuatan starter fermentasi
Monascus purpureus dilakukan pada 25 gram nasi dalam botol
gelas secara aseptis. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar
selama 14 hari. Kemudian nasi yang difermentasi dikeringkan
dalam oven pada suhu 45O C selama 1 minggu dan dihaluskan
menjadi serbuk starter inokulum.
Cara Kerja
23. • Fermentasi Beras sebagai Media Padat
Ke dalam setiap botol gelas dimasukkan 25 gram beras,
kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada temperatur 121o C
dan tekanan uap air 1 atm selama 10 menit. Setelah dingin,
nasi diinokulasi dengan 2 gram inokulum. Inkubasi dilakukan
selama 14 hari pada suhu kamar. Kemudian hasil fermentasi
dikering-ovenkan selama 7 hari pada suhu 40-45o C, lalu
dihaluskan sampai menjadi serbuk.
25. 2. Fermentasi Beras sebagai Media Padat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga varietas padi
(Cisadane, IR64, dan IR 36) mampu digunakan oleh Monascus
purpureus sebagai substrat untuk pertumbuhan dan sumber
karbon.
3. Pengukuran Kadar Pigmen
Hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa ketiga
varietas padi (Cisadane, IR 64, dan IR 36) yang difermentasi
oleh Monascus purpureus berwarna merah, namun terlihat juga
warna kuning-kemerahan.
Intensitas pigmen kuning dan pigmen merah dapat diukur
masing-masing Bpada panjang gelombang 390 nm dan 500.
26. Hasil pengukuran intensitas warna (Tabel 1 dan Gambar
2) menunjukkan bahwa Monascus purpureus mampu
menggunakan ekstrak beras dari ketiga varietas padi
dengan baik.
27. Pada media fermentasi dengan substrat beras dari varietas IR 36
menunjukkan intensitas warna merah paling tinggi, yaitu sebesar
0.43. Sedangkan pada media fermentasi dengan subtrat beras dari
varietas Cisadane menunjukkan intensitas warna terendah, yaitu
sebesar 0.20. Intensitas pigmen kuning berkisar antara 0.10 dan
0.17 pada ke tiga varietas padi. Kadar pigmen absorban tertinggi
sebesar 0.17 dihasilkan pada media substrat beras varietas IR 36,
sedangkan kadar pigmen kuning terendah sebesar 0.10 dihasilkan
pada media substrat beras varietas Cisadane.
29. Kesimpulan Penelitian
1. Ketiga varietas padi (Cisadane, IR 64, dan IR 36) dapat
digunakan sebagai substrat untuk pertumbuhan jamur
Monascus purpureus dalam menghasilkan pigmen kuning dan
merah.
2. Media substrat beras dengan tingkat kepulenan rendah, yaitu
varietas padi IR 36 paling baik dalam penghasilan pigmen
merah dan kuning.
3. Varietas padi IR 36 dengan tingkat kepulenan yang lebih
rendah dibandingkan Cisadane dan IR 64 menghasilkan hasil
panen angkak yang paling tinggi.
31. • Zat pewarna alami dapat diperoleh dari berbagai jenis
mikroorganisme ( jamur, khamir dan bakteri)
• Proses produksi zat warna oleh mikroba dapat melalui 2
cara yaitu fermentasi padat dengan menggunakan jamur dan
fermentasi cair dengan mengguakan jasad bakteri
• Bakteri penghasil zat warna : Bacillus megaterium,
Flavobacterium dehydrogenans, Rhodobacter sphaeroides,
Rhodobacter sulfidophilus, Rhodopseudomonas spheroides,
Actinomycetes, Streptomyces sp.
• Kapang : Monascus, Penicillium oxalicum, Chorosplenium
aeroqinascens, Penicillium roaueforti , Ashbya gossypii,
Blakeslea trispora
Jumlah rata-rata beta karoten yang
dihasilkan kapang Neurospora sp
berdasarkan konsentrasi ekstrak kecambah
kacang kedelai (10% - 50%) berturut-turut
adalah 30,153 ppm, 37,609 ppm, 42,555
ppm, 40,718 ppm dan 36,138 ppm. Terlihat
bahwa konsentrasi sampai 30% terus
meningkatkan jumlah beta karoten,
kemudian mengalami penurunan pada
konsentrasi lebih dari 30%.
Jumlah rata-rata beta karoten yang dihasilkan isolat kapang Mj 403 berdasarkan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai (10% - 50%) berturut-turut adalah 7,292 ppm ,10,862 ppm, 14,471 ppm, 15,849 ppm dan 15,232 ppm. Terlihat bahwa konsentrasi sampai 40% terusmeningkatkan jumlah beta karoten, kemudian mengalami penurunan pada konsentrasi lebih dari 40%