Laporan ini membahas proses penepungan singkong untuk menghasilkan tepung singkong. Tahapan prosesnya meliputi sortasi, pencucian, reduksi ukuran, blanching, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan. Hasilnya adalah tepung singkong dengan berat 69 gram dan kadar air 34,5% yang memiliki warna putih kekuningan, rasa hambar, aroma khas singkong, dan tekstur kasar.
1. Food Processing Technology Laboratory Report, Modul I, No.1, 2018
1
PENGERINGAN DAN PENEPUNGAN SINGKONG (Manihot esculenta)
Rahma Sagistiva Sari1
Yunika Rahayu2
1)Praktikan TPP Kelompok E Meja 4
2)Asisten LaboratoriumTPP
Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Program Studi Teknologi Pangan Universitas Pasundan, Bandung.
E-mail : rahmasagistiva@gmail.com
Praktikum : 07 Maret 2018; Pengumpulan : 09 Maret 2018
Abstrak
Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan atau penepungan. Tujuan dari percobaan
penepungan umbi-umbian adalah untuk menurunkan kadar air dalam bahan pangan sampai batas tertentu sehingga
meminimalkan serangan mikroba dan insekta perusak, mengetahui cara penanganan bahan baku yang efektif sebelum
pengeringan sehingga menghasilkan tepung yang siap diolah lebih lanjut. Prinsip dari percobaan penenpungan umbi-
umbian yaitu berdasarkan perpindahan panas secara konduksi dan konveksi serta berdasarkan pengurangan kadar air
sampai batas tertentu dan dilanjutkan dengan proses pengayakan dengan ukuran mesh 100 sehingga berbentuk tepung.
Berdasarkan hasil pengamatan penepungan singkong dengan basis 200 gram(34,5%) dengan sifat organoleptik meliputi
warna putih kekuningan, rasa hambar atau tidak berasa, aroma khas singkong, tekstur kasar dan kenampaka tidak
menarik.
Abstract
Flour is a form of processing of materials by grinding or siege. The objective of the tuber bulb trial is to reduce the
water content in the food to a certain extent so as to minimize microbial and destructive insects attacks, knowing how to
handle the effective feedstock before drying to produce further prepared flour. The principle of tuber harvesting
experiment is based on conduction and convection heat transfer and based on the reduction of moisture content to a
certain extent and followed by sieving process with mesh size 100 so that the form of flour. Based on observation of
cassava cultivation on the basis of 200 gram (34,5%) with organoleptic properties include yellowish white color, bland
or tasteless taste, typical aroma of cassava, coarse texture and kenampaka unattractive.
Keyword : Flour, Cassava, Tubers
1. Bahan, Alat dan Metode Percobaan
Pada percobaan ini, bahan yang digunakan yaitu
singkong dan air.
Peralatan yang digunakan adalah pisau stainless,
panci, pengering, talenan, penggiling, saringan, loyang,
timbangan.
Pada penepungan singkong mula-mula dilakukan
sortasi singkong. Setelah itu dilakukan penimbangan
bahan. Kemudian dilakukan trimming untuk
memisahkan daging dari kulitnya setelah itu dicuci
sampai bersih lalu ditimbang sebagai berat basis
sebanyak 200 gram. Setelah itu dilakukan reduksi
ukuran menggunakan parutan lalu dilanjutkan dengan
blanching pada suhu 70°C selama 5 menit. Sebelum
dilakukan pengeringan, perlu dilakukan penirisan
terlebih dahulu, pengeringan dilakukan pada suhu 70°C
selama 6 jam. Setelah pengeringan perlu dilakukan
penimbangan sebaai berat bahan kering. Lalu dilakukan
penggilingan dan pengayakan yang setelah itu dilakukan
penimbangan sebagai berat tepung halus dan tepung
kasar. Lalu dilanjutkan dengan pengamatan
organoleptik dan perhitungan dengan rumus sebagai
berikut :
Keterangan :
W tepung halus = Berat tepung halus (gram)
W tepung kasar = Berat tepung kasar (gram)
W bahan kering = Berat bahan kering (gram)
W awal = Berat basis (gram)
% Tepung Halus =
W tepung halus
W awal
× 100
% Tepung Kasar =
W tepung kasar
W awal
× 100
W lost Produk = W bahan halus − W tepung kasar
+ W tepung kasar
% Lost Produk =
W lost Produk
W bahan kering
× 100
% Produk = 100% − %Lost Produk
2. Food Processing Technology Laboratory Report, Modul I, No.1, 2018
2
Gambar 1. Diagram Alir Penepungan Singkong
2. Hasil dan Pembahasan
Data hasil percobaan dan dokumentasi proses
penepungan singkong dapat dilihat pada Tabel 1 dan
Lampiran 1.
Tabel 1. Hasil Percobaan Penepungan Singkong
No Analisa Hasil pengamatan
1. Nama Produk Tepung Singkong
2. Basis 200 gram
3. Bahan Utama Singkong
4. Bahan Tambahan -
5. Berat Produk 69 gram
6. % produk 34,5%
7. Organoleptik :
Warna
Rasa
Aroma
Tekstur
Kenampakan
Putih kekuningan
Tidak berasa
Khas tepung singkong
Kasar
Tidak menarik
(Rahma Sagistiva S., Kelompok E, Meja 4, 2018)
Berdasarkan hasil pengamatan penepungan umbi-
umbian pada sampel singkong dengan berat basis 200
gram dapat disimpulkan bahwa didapatkan hasil dengan
berat bahan kering 84,62 gram, berat tepung kasar 15,45
gram, berat tepung halus 69 gram, berat lost produk
0,08 gram sehingga didapatkan persen tepung kasar
7,77% , persen tepung halus 34,5%, persen lost product
0,095%, dan persen produk sebesar 34,5%. Dilihat dari
organoleptik warna tepung halus dan kasar berwarna
putih kekuningan, memiliki rasa yang hambar atau tidak
berasa, aroma khas ubi jalar, tektstur tepung halus dan
tepung kasar sama sama kasar namun tepung kasar
teksturnya lebih kasar dari tepung halus, sedangkan
kenampakannya sama sama tidak menarik.
Pada saat percobaan penepungan umbi-umbian
meliputi beberapa tahapan yang memiliki peran yang
berbeda-beda diantaranya yaitu sortasi, penimbangan,
trimming, pencucian, penimbangan, reduksi ukuran,
blanching, penirisan, pengeringan, penimbangan,
penggilingan, pengayakan, penimbangan, dan dilakukan
pengamatan.
Sortasi merupakan kegiatan dalam penanganan
pasca panen yang bertujuan untuk memisahkan bahan
utama dengan bahan. Sortasi adalah pemisahan bahan
baku ke dalam kategori-kategori yang berbeda
karakteristik fisiknya seperti ukuran, bentuk, dan warna
(Wirakartakusumah, 1992). Setelah dilakukan sortasi
bahan, kemudian dilakukan proses penimbangan
terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan trimming yaitu
pembersihan bahan pangan dari kotoran dan bagian
yang tidak diperlukan lainnya. Kemudian dilakukan
pencucian dengan air bersih agar bahan terbebas dari
kotoran yang menempel. Lalu dilakukan penimbangan
basis awal sebanyak 200 gram. Reduksi ukuran
dilakukan setelah penimbangan, reduksi ukuran
bertujuan untuk memperbesar luas permukaan bahan
sehingga mempercepat waktu pengeringan dan
mempercepat proses blanching. Setelah itu dilakukan
blanching yang merupakan suatu cara pemanasan
pendahuluan, tujuan utamanya ialah menginaktifan
enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase,
memunculkan warna, memperlunak jaringan
(Henderson, 1982). Penirisan bertujuan agar
memisahkan air yang terdapat dalam bahan setelah
dilakukan blanching. Pengeringan merupakan metode
untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air
dari suatu bahan dengan cara menguapkannya sehingga
kadar air memiliki keseimbangan dengan kondisi udara
normal atau kadar air yang setara dengan nilai aktivitas
air yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis,
dan kimiawi. Penimbangan setelah pengeringan
dilakukan untuk mendapatkan berat bhan kering.
Penggilingan, proses ini bertujuan untuk mendapatkan
hasil ukuran bahan lebih kecil dari ukuran sebelumnya
dan agar mencampurkan semua bahan yang telah
dikeringkan. Pengayakan, merupakan proses dimana
suatu campuran dari berbagai ukuran partikel padat
dengan proses pemisahan sehingga bahan yang
memiliki ukuran partikel kecil akan lolos melewati
screen dan partikel yang memiliki partikel besar akan
tertahan dalam mesh. Kemudain dilakukan
3. Food Processing Technology Laboratory Report, Modul I, No.1, 2018
3
penimbangan kembali untuk mendapatkan berat tepung
halus dan berat tepung kasar.
Natrium metabisulfit merupakan suatu senyawa
yang mempunyai sifat daapat memperlambat oksidasi
dalam bahan pangan dan merupakan senyawa yang
mempunyai sifat mudah teroksidasi sehingga jika
ditambahkan dalam makanan dapat mencegah
kerusakan akibat oksidasi (Septiyani, 2012).
Natrium metabisulfit mempunyai sifat kimia
diantaranya adalah penampilan dari natrium metabisulfit
berupa bubuk putih, bau yang timbul dari saat natrium
metabisulfit bereaksi adalah bau samar yang berasal dari
SO2. Kepadatan natrium metabisulfit sekitar 1,48
g/cm3. Padatan natrium metabisulfit yang dilarutkan
sebanyak 20 % akan tampak berwarna kuning pucat
sampai jernih. Titik lebur natrium metabisulfit yaitu >
170⁰C (dimulai dari 150⁰ C). Kelarutan natrium
metabisulfit dalam air yaitu 54 g/100 ml (20⁰ C) dan
81,7 g/100ml (100⁰ C). Natrium metabisulfit sangat
larut dalam gliserol dan larut dalam etanol. Natrium
metabisulfit disimpan di tempat sejuk, dalam wadah
tertutup dan di area yang mempunyai ventilasi baik,
karena natrium metabisulfit termasuk senyawa yang
sensitif terhadap kelembaban tinggi (Septiyani, 2012).
Pengeringan merupakan suatu metode untuk
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari
suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar
air memiliki keseimbangan dengan kondisi udara
normal atau kadar air yang setara dengan nilai aktivitas
air (Aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis,
enzimatis dan kimiawi (Wirakartakusumah, 1992).
Faktor yang mempengaruhi kecepatan pengringan
yaitu faktor internal antara lain sifat bahan, ukuran, unit
permuatan, dan faktor eksternal antara lain depresi bola
basah, suhu udara, kecepatan aliran udara
(Wirakartakusumah, 1992).
Blanching merupakan pemanasan pendahuluan
yang lajim dilakukan terhadap bahan pangan sebelum
proses pengeringan, tujuan perlakuan ini antara lain agar
udara yang terdapat dalam jaringan keluar,
menginaktifkan enzim-enzim phenol oksidase,
menghilangkan bau dan flavour yang tidak dikehendaki
(Marslilia, 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu
blanching diantaranya yaitu : (1) Tipe dari buah-buahan
dan sayuran. (2) Besarnya ukuran potongan makanan.
(3) Temperatur blanching. (4) Metode Pemanasan
(Marslilia,2013).
Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan
dengan cara penggilingan atau penepungan. Tepung
memiliki kadar air yang rendah, hal tersebut
berpengaruh terhadap keawetan tepung. Jumlah air yang
terkandung dalam tepung dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain sifat dan jenis atau asal bahan baku
pembuatan tepung, perlakuan yang telah dialami oleh
tepung, kelembaban udara, tempat penyimpanan dan
jenis pengemasan (Wirakartakusumah, 1992).
Mekanisme pengeringan pada prinsipnya
menyangkut proses pindah panas dan pindah massa
yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama
panas harus di transfer dari medium pemanas ke bahan.
Selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap air yang
terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke
medium sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran
fluida di mana cairan harus di transfer melalui struktur
bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi
panas harus di sediakan untuk menguapkan air dan air
harus mendifusi melalui berbagai macam tahanan agar
supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air
yang bebas (Tindaon, 2013).
Case hardening merupakan keadaan yang terjadi
pada bahan pangan dimana pada permukaan berada
dalam keadaan kering sedangkan pada bagian dalam
masih berada dalam keadaan basah. Hal ini disebabkan
karena terjadinya perbedaan kecepatan difusi dari dalam
bahan dan penguapan air dari permukaan bahan
(Wirakartakusumah, 1992).
Pengaruh pengeringan terhadap bahan makanan
yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang lebih
rendah dibandingkan dengan bahan segarnya selama
pengeringan juga dapat terjadi perubahan warna,
tekstur, aroma, dan lain-lain, biasanya untuk
mengurangi hal tersebut dilakukan perlakuan
pendahuluan terhadap bahan yang akan dikeringkan
(Tindaon, 2013).
Indeks glikemik merupakan pengukuran kecepatan
penyerapan karbohidrat serta kemampuan karbohidrat
untuk menaikkan konsentrasi glukosa darah dalam
waktu tertentu. Definisi lain indeks glikemik adalah
sebagai respon glukosa darah terhadap makanan yang
mengandung karbohidrat dalam takaran dan waktu
tertentu Indeks glikemik diukur dengan menghitung luas
kurva kenaikan dan penurunan kadar gula darah setelah
mengkonsumsi makanan tertentu yang dibandingkan
dengan suatu standar (glukosa murni) (Kusnandar,
2010).
Menurut SNI tepung singkong seharusnya
berwarna putih dan memiliki rasa juga aroma khas
singkong, namun pada penelitian yang dilakukan di
laboratorium, warna pada tepung singkong berwarna
putih kekuningan namun rasa dan aromanya khas
singkong.
Critical Control Point (CCP) adalah langkah-
langkah dalam penyusunan makanan yang harus
dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya pada tingkat yang memadai. Titik Pengendalian
Kritis (Critical Control Point, CCP): suatu titik, tahap,
atau prosedurdimana bahaya yang berhubungan dengan
pangan dapat dicegah, dieliminasi, atau dikurangi
hingga ke titik yang dapat diterima (diperbolehkan atau
titik aman). Terdapat dua titik pengendalian kritis yaitu
Titik Pengendalian Kritis 1 sebagai titik dimana bahaya
dapat dihilangkan, dan Titik Pengendalian Kritis 2
dimana bahaya dapat dikurangi (Amaliya, 2012).
4. Food Processing Technology Laboratory Report, Modul I, No.1, 2018
4
Proses penepungan umbi-umbian yang menjadi
Critical Control Point (CCP) yaitu proses pengeringan,
penggilingan dan pengayakan. Dalam proses
pengeringan tidak boleh terlalu lama karena hal ini
dapat menyebabkan kandungan gizi pada produk
berkurang bersama uap yang dikeluarkan. Proses
penggilingan yang tepat akan mempengaruhi hasil
tepung yang akan diperoleh. Dalampengayakan, ukuran
ayakan mempengaruhi banyaknya tepung yang
dihasilkan. Dalam setiap prosesnya harus diperhatikan
alat yang digunakan dimana alat tersebut harus berada
dalam keadaan bersih agar terhindar dari kontaminan
yang nantinya dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh
(Amaliya, 2012).
3. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan penepungan
singkong dengan basis 200 gram (34,5%) dengan sifat
organoleptik meliputi warna putih kekuningan, rasa
hambar atau tidak berasa, aroma khas singkong, tekstur
kasar dan kenampaka tidak menarik.
4. Saran
Sebaiknya praktikan lebih memahami prosedur
percobaan sehingga tidak terjadi kesalahan pada saat
melakukan percobaan. Selain itu, dalam mengerjakan
setiap proses pengolahan, praktikan harus lebih
memperhatikan kebersihan bahan dan alat yang
digunakan.
Daftar Pustaka
1. Amaliya, Fida Suci. 2012. Hazard Analysis and
Critical Control Point.
<http://vhyda15.blogspot.co.id>
Diakses : 8 Maret 2018
2. Henderson, S.M. Agricultural Process Engineering.
Inc. Westport : The AVI Publishing Company, 1982
3. Marsilia, Yuyun. 2013. Blanching dan Pengeringan.
<yuyumarslilia.blogspot.co.id>
Diakses : 8 Maret 2018
4. Septiyani, Naning. 2012. Natrium Metabisulfit.
<naningseptiyani.blogspot.co.id>
Diakses : 8 Maret 2018
5. Tindaon, Westryan. 2013. Pengeringan.
<http://westryantindaon.blogspot.co.id>
Diakses : 8 Maret 2018
6. Wirakartakusumah, Aman. 1992. Peralatan dan
Unit Proses Industri Pangan. Bogor : Institut
Pertanian Bogor
5. Food Processing Technology Laboratory Report, Modul I, No.1, 2018
5
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Proses Penepungan Singkong
6. Food Processing Technology Laboratory Report, Modul I, No.1, 2018
6
Lampiran 2. Tabel SNI
Syarat Mutu Tepung Singkong
7. Food Processing Technology Laboratory Report, Modul I, No.1, 2018
7
Lampiran 3. Tugas Diskusi
1. Jelaskan tujuan blanching dalam pembuatan tepung !
Jawab : Untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan, untuk melunakan jaringan bahan,
untuk mengeluarkan udara pada bahan, untuk mencegah terjadinya browning, untuk menurunkan
jumlah mikroorganisme, untuk mencegah terjadinya oksidasi
2. Jelaskan mengenai mekanisme terjadinya reaksi browning enzimatis atau browning non enzimatis !
Jawab :
Pencoklatan enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung substrat fenolik,
di samping katekin dan turunnya seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta
leukoantosiain dapat menjadi substrat proses pencoklatan. Senyawa fenolik dengan jenis
ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan merupakan substrat yang baik untuk
proses pencoklatan. Proses pencoklatan enzimatik memerlukan adanya enzim fenol oksidase
dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim-enzim yang dapat
mengkatilis oksidasi dalam proses pencoklatan dikenal dengan berbagai nama, yaitu fenol
oksidase, polifenol oksidase, fenolase, atau polifenolase; masing-masing bekerja secara
spesifik untuk substrat tertentu.
Ada tiga macam reaksi pencoklatan nonenzimatik yaitu karamelisasi, reaksi Maillard, dan
pencoklatan akibat vitamin C.
Karamelisasi. Bila suatu larutan sukrosa diuapkan maka konsentrasinya akan
meningkat, demikian juga titik didihnya. Keadaan ini akan terus berlangsung
sehingga seluruh air menguap semua. Bila keadaan tersebut telah tercapai dan
pemanasan diteruskan, maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan
sukrosa yang lebur. Titik lebur sukrosa adalah 160°C. Bila gula yang telah mencair
tersebut dipanaskan terus sehingga suhunya melampaui titik leburnya, misalnya
pada suhu 170°C, maka mulailah terjadi karamelisasi sukrosa.
Reaksi Maillard, adalah reaksi yang terjadi antara karbohidrat, khususnya gula
pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan
berwarna cokelat, yang sering disebut dikehendaki atau kadang-kadang malahan
menjadi pertanda penurunan mutu.
Pencoklatan Akibat Vitamin C. Vitamin C ( asam askorbat) merupakan suatu
senyawa reduktor dan juga dapat bertindak sebagai precursor untuk pembentukan
warna cokelat nonenzimatik. Asam-asam askorbat berada dalam keseimbangan
denga asam dehidrokaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton asam
dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa
diketogulonati kemudian berlangsung reaksi Maillard dan proses pencoklatan.
3. Jelaskan mengenai perbedaan antara proses pengering alami dan pengering buatan, dan jelaskan pula
keuntungan dan kerugian dari pengeringan tersebut !
Jawab :
Pengeringan alami
Kelebihan Pengeringan Alami adalah tidak memerlukan keahlian dan peralatan khusus, serta
biayanya lebih murah. Kelemahan Pengeringan Alami adalah membutuhkan lahan yang luas,
sangat tergantung pada cuaca, dan sanitasi hygiene sulit dikendalikan.
Pengeringan Buatan
8. Food Processing Technology Laboratory Report, Modul I, No.1, 2018
8
Kelebihan Pengeringan Buatan adalah suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur
seuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene dapat dikendalikan.
Kelemahan Pengeringan Buatan adalah memerlukan keterampilan dan peralatan khusus,
serta biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami.
4. Adakah pengaruh signifikan dari bahan yang digunakan terhadap kualitas tepung, coba jelaskan !
Jawab : Ada. Penggunaan Asam sitrat pada blanching sampel ubi jalar mempengaruhi rasa tepung
sehingga menghilangkan after taste yang buruk. Sedangkan penggunaan Natrium metabisulfit
mempengaruhi warna, mempertahankan cita rasa dan mempertahankan mutu tepung.
5. Adakah cara lain yang dapat digunakan untuk memperbaiki performence tepung yang dihasilkan?
Jawab : Penggunaan zat pemucat pada tepung dan blanching.
9. Food Processing Technology Laboratory Report, Modul I, No.1, 2018
9
Lampiran 4. Soal Kuis 7 Maret 2018
1. Tujuan dan prinsip foaming?
Jawab : Tujuan dari percobaan pembuatan foaming buah naga adalah untuk mengetahui cara
pembuatan foaming sebagai diversifikasi produk dan meningkatkan nilai ekonomis. Prinsip dari
percobaan pembuatan foaming buah naga yaitu berdasarkan proses pencampuran bubur buah
dengan bahan tambahan berupa albumin yang telah dikocok sebelumnya sehingga membentuk buih
lalu dilakukan pengeringan dan hasilnya digiling hingga membentuk serbuk.
2. Diketahui natrium metabisulfit 500 ppm, dilarutkan dalam labu takar 1500 mL, berapa mg natrium
metabisulfit yang harus ditimbang?
Jawab : 𝑝𝑝𝑚 =
𝑚𝑔
𝐿
𝑚𝑔 = 500 𝑥 1,5 = 750 𝑚𝑔
3. Perbedaan dehidrasi dan pengeringan?
Jawab : Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air
dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air memiliki keseimbangan dengan
kondisi udara normal atau kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air (Aw) yang aman dari
kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi. Sedangkan dehidrasi adalah suatu proses
penguapan air secara berlebihan.
4. Sebutkan fungsi tween 80 pada foaming?
Jawab : Tween 80 dalam konsentrasi tertentu dapat berfungsi sebagai pendorong pembentukan buih
(foam), dalam bentuk buih permukaan partikel membesar dan dapat mempercepat pengeringan.
Jenis-jenis tween yaitu tween 20, 40, 65, dan 80. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda
tergantung pada nilai HLB. Tween 80 memiliki nilai HLB 15 yang dapat berfungsi sebagai bahan
pembentuk buih dan cenderung larut air
5. Diketahui buah 150 gram, tween 80 20%, dekstrin 7%, CMC 5%. Tentukan berat tween 80, dekstrin,
CMC!
Jawab :
%𝑏𝑢𝑎ℎ = 100% − 20% − 7% − 5% = 68%
𝑊𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 = %𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑥 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠
150 =
68
100
𝑥 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠
𝑊𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 =
150 𝑥 100
68
= 220,59 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑊𝑡𝑤𝑒𝑒𝑛 80 =
20
100
𝑥 220,59 = 44,12 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑊𝑑𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑖𝑛 =
7
100
𝑥 220,59 = 15,44 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑊𝑐𝑚𝑐 =
5
100
𝑥 220,59 = 11,03 𝑔𝑟𝑎𝑚