Dokumen tersebut membahas tentang proses pembuatan abon dari daging, mulai dari persiapan bahan, tahapan pembuatan, hingga pengemasan hasil akhir. Proses pembuatan abon meliputi perebusan, penghalusan, pembumbuan, penggorengan, dan pengepresan daging.
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
abon ayam pengol daging
1. BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Daging merupakan sumber protein. Sayangnya, daging bersifat mudah
rusak. Penyebabnya, kontaminasi mikroorganisme pembusuk atau karena proses
autolisis oleh aktivitas enzim yang secara alami terdapat di dalam daging. Untuk
memperpanjang daya simpannya, maka daging harus dipertahankan pada suhu
rendah (pendinginan atau pembekuan). Selain itu, daging juga dapat ditingkatkan
daya awetnya dengan pengolahan menjadi berbagai produk. Proses penambahan
bumbu dan pengurangan kadar air (seperti pengeringan dan penggorengan) juga
dapat memperpanjang daya awet dan daya guna daging.
Abon adalah sejenis makanan kering terbentuk dari
diberi bumbu kemudian digoreng. Abon biasanya berwarna
coklat kehitaman. Abon tampak seperti serat karena
didominasi oleh serat-serat otot yang mengering dan
mempunyai daya simpan lebih lama disamping menambah
variasi rasa dalam menu atau hidangan sehari-hari. Proses
pengolahan daging menjadi abon melibatkan banyak proses
serpihan daging yang
coklat terang hingga
antara lain perebusan daging, penyayatan, pembumbuan, penggorengan, dan
pengepresan.
Proses pembuatan abon ini sudah lama dikenal oleh masyarakat karena dalam
proses pembuatannya dapat dibuat dengan cara yang tradisional. Pembuatan abon
secara tradisional ini adalah dengan menggunakan garpu untuk menyayat daging
menjadi ukuran-ukuran yang lebih kecil dan seragam. Sementara itu, seiring
dengan perkembangan teknologi ditemukan alat yang lebih canggih yang mampu
membantu dalam proses pembuatan abon yaitu Food procesor. Alat ini digunakan
untuk mempermudah dan mempercepat proses pembuatan abon.
2. Diskripsi Singkat
Mata diklat ini membahas tentang pengawetan daging dengan pengeringan
serta peran dari setiap bahan yang terlibat dalam proses pembuatan abon. Materi
2. 1
disajikan melalui pendekatan orang dewasa, ceramah, ungkapan pengalaman,
diskusi, tanya jawab, presentasi, dan penugasan / praktek.
3. Manfaat Bahan Ajar
Dengan mempelajari bahan ajar ini diharapkan peserta dapat mengetahui
cara pengawetan daging dengan pengeringan, sehingga dapat memperpanjang umur
simpan produk ternak, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan nilai
ekonomis produk ternak disamping dapat menganeka ragamkan menu pangan
untuk kebutuhan keluarga.
4. Tujuan Pembelajaran
a. Kompetensi dasar
Setelah menyelesaikan bahan ajar ini diharapkan peserta dapat membuat
abon dari bahan yang aman sesuai prosedur dengan benar.
b. Indikator Keberhasilan
Setelah menyelesaikan bahan ajar ini, peserta dapat:
a. menjelaskan cara-cara pengawetan daging
b. membuat abon sesuai prosedur dengan hasil benar
5. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
BAB I
BAB II
: Pendahuluan memaparkan gambaran umum tentang daging dan
sifat-sifat nya serta mengapa diperlukan pengawetan.
: Pengawetan Daging
Pada bab ini dibahas mengenai:
a. Abon
b. Penggunaan Bumbu pada Proses Pembuatan Abon
c. Tahapan pembuatan abon ayam
3. 2
BAB II
PENGAWETAN DAGING
2.1. ABON
Dalam SNI 01-3707-1995, abon adalah suatu jenis makanan kering
berbentuk khas, dibuat dari daging, disayat-sayat, dibumbui, digoreng, dan dipres.
Sedangkan menurut Direktorat Evaluasi dan Standardisasi, Departemen
Perindustrian (1980), yang dimaksud dengan abon adalah hasil olahan yang
berbentuk gumpalan serat daging yang halus dan kering yang dibuat melalui proses
penggorengan dan penambahan bumbu-bumbu.
Winarno et al. (1982) menyatakan bahwa pembuatan abon merupakan salah
satu cara pengeringan dalam pengolahan bahan pangan yang bertujuan untuk
memperpanjang masa simpan, memperkecil volume dan berat bahan, sehingga
dapat mengurangi biaya pengangkutan dan pengepakan.
Menurut Wisena (1988) pada pembuatan abon akan terjadi penurunan kadar
protein sedangkan kadar lemak, abu, dan serat kasar mengalami peningkatan. Hal
ini disebabkan oleh adanya penambahan dari luar berupa penambahan santan,
rempah-rempah dan minyak goreng yang digunakan sehingga kandungan lemak,
abu, serat kasar menjadi meningkat. Sedangkan kandungan protein mengalami
penurunan akibat proses pemasakan yang dilakukan.
Abon yang baik harus terbuat dari bahan yang baik pula mutunya, terutama
bahan bakunya yaitu daging. Daging harus baru dan segar, sebaiknya dipilih bagian
daging yang berserat panjang tebal dan tidak berurat (Soeparno, 1994). Menurut
Teguh (1995), ciri-ciri daging yang baik mempunyai penampakan yang mengkilap,
berwarna merah dan tidak pucat, tidak berbau asam atau busuk, keadaan masih
elastis dan tidak kaku, jika dipegang masih terasa kebasahannya namun tidak
lengket ditangan, tidak mengandung jaringan ikat dan lemak. Bagian penutup, paha
depan, paha atas, dan paha belakang dari seekor sapi cocok digunakan untuk
pembuatan abon.
1. Penggunaan Bumbu pada Proses Pembuatan Abon
Dalam pembuatan abon, dilakukan penambahan bumbu-bumbu yang terdiri
dari bawang putih, bawang merah, ketumbar, kemiri, gula merah, dan garam.
4. 3
Penambahan ini mengakibatkan cita rasa dan aroma yang positif sehingga makanan
menjadi lebih disukai (Agustini, 1987). Rempah-rempah selain memberikan aroma
yang khas pada makanan, juga memberikan manfaat bagi pemakainya, yaitu
berpengaruh positif terhadap kesehatan dan dapat memberikan sifat-sifat ketahanan
(Somaatmadja, 1985). Secara alamiah, rempah-rempah mengandung antioksidan
yaitu zat yang dalam jumlah kecil dapat menghambat atau menekan terjadinya
proses oksidasi pada bahan-bahan yang mudah teroksidasi.
Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa garam merupakan bahan yang
sangat penting dalam pengawetan daging di Indonesia. Garam digunakan sebagai
salah satu metode pengawetan pangan yang pertama dan masih digunakan sampai
sekarang termasuk pada pembuatan abon. Selain garam, gula juga terlibat dalam
pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk makanan, pemberian gula akan
melembutkan produk dan mengurangi penguapan air.
Ketumbar (Coriandrum sativum Linn) banyak digunakan sebagai bumbu
masak dengan digerus terlebih dahulu. Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap
dan rasa sedap yang gurih, komponen lain dari ketumbar adalah 26% lemak, 17%
protein, 10% pati, dan 20% gula (Purnomo, 1997).
Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) berfungsi sebagai pemberi
aroma pada makanan (Winarno, 1984). Bawang putih (Alium sativum linn)
mengandung zat hara belerang, besi, kalsium, fosfat disamping lemak, protein, dan
karbohidrat (Purnomo, 1997).
Asam dikenal sebagai daging buah dari tanaman Tamaricus indica linn di
daerah tropis. Buah asam mengandung 1,4-3,7% protein; 0,71-0,81% lemak; 1,8-
3,2% selulosa, 8,4-12,4% asam tartarat dan 21,4-30,8% gula. Asam dapat
menurunkan pH makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk, disamping mengurangi rasa manis, menambah rasa, memperbaiki
tekstur, dan sebagai bahan pengawet.
Santan yang berasal dari daging buah kelapa tua mengandung lemak dan
karbohidrat yang cukup tinggi dan kadar air rendah, sedangkan nilai protein yang
paling tinggi terdapat pada daging buah kelapa yang setengah tua (Ketaren, 1986).
Lengkuas atau laos (Alpinia galanga, L.) mengandung minyak atsiri
galangol berwarna kuning dan bersifat larut dalam alkohol dan tidak larut dalam
5. 4
air. Galangol menyebabkan rasa pedas pada laos. Daun salam (Laurus nobilis, L.)
memberi aroma yang khas pada hati sapi, ikan, sup, dan lain-lain. Minyak atsiri
daun salam digunakan untuk pengharum sabun, lilin, dan minuman non alkohol
(Farrel, 1985 dalam Marliyati, 1995).
Dalam pembuatan abon dilakukan penggorengan yang merupakan proses
terakhir dari pengolahan. Penggorengan dimaksudkan untuk mengurangi kadar air,
dimana dalam penggorengan sebagian air yang terdapat dalam bahan akan
menguap akibat penetrasi minyak panas. Minyak goreng berfungsi pula sebagai
penambah rasa gurih nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan.
2. Tahapan Pembuatan Abon ayam
Proses pembuatan abon dimulai daging segar di trimming (pemisahan
daging dengan lemak subkutan), kemudian dilakukan perebusan daging sapi
dengan suhu 65-700
C terlebih dahulu sampai menjadi lunak selama 20 menit
sedangkan daging ayam dan kelinci suhu 45-500
C selama 15 menit. Selanjutnya,
daging disuir-suir/potong-potong (peremahan daging), kemudian dicampur dengan
bumbu (dimasak selama 15 menit) hingga air habis dan masak dengan santan
sampai kering dan berminya (selama 10 menit). Langkah selanjutnya adalah
ditumbuk dengan lumpang sampai berupa sabut dan digoreng dengan minyak
goreng hingga masak dan berwarna kekuningan (selama 10 menit). Setelah itu,
dipres dengan pres abon sampai minyaknya sedikit. Terakhir dilakukan proses
pengemasan.
Untuk memperoleh hasil abon yang baik perlu diperhatikan beberapa hal
antara lain: potongan daging yang diperoleh dari pemisahan tulang dan kulit adalah
tidak terlalu pendek agar diperoleh serat yang panjang, suwiran hendaknya panjang
dan halus. Api untuk menggoreng hendaknya kecil agar abon yang dihasilkan
masak, kering dan tidak gosong serta dalam penyimpanan hendaknya abon benar-
benar dalam kondisi dingin sebelum dikemas dalam tempat tertutup dan kering.
Sebagaimana halnya dengan dendeng, pembuatan abon belum dibakukan
sehingga terdapat variasi jumlah bumbu yang dipakai dan mutu produk yang juga
beraneka ragam. Proses pembuatan abon terdiri dari proses perebusan
penggorengan, pengepresan dan pengemasan
6. 5
Hasil penelitian pembuatan abon daging sapi menunjukkan lama perebusan
dan penggorengan sangat berpengaruh terhadap sifat organoleptik, terutama warna,
bau dan rasa. Berdasarkan uji organoleptik terhadap abon daging sapi, lama
perebusan daging sapi dan penggorengan 60 dan 30 menit merupakan perlakuan
terbaik untuk menghasilkan abon dengan rasa dan warna yang paling disukai
(Purnomo, H. 1996).
Kerusakan abon sebagian besar ditandai dengan adanya bau tengik.
Keadaan ini sebagai akibat vitamin yang larut dalam lemak mengalami kerusakan
dan asam lemak tidak jenuh teroksidasi oleh oksigen. Pengurangan kadar oksigen
dalam lemak akan mengakibatkan abon menjadi lebih awet.
Penggunaan pengemas terbaik untuk abon adalah polietilen, hal ini jika
ditinjau dari perubahan ketengikan, aktivitas air (Aw) dan kadar air abon. Masa
simpan abon dapat berlangsung selama 2-3 bulan, bahkan ada yang mencapai 6
bulan. Hal ini sangat bervariasi tergantung kepada kadar air, kadar lemak, kemasan,
dan cara penyimpanannya. Penambahan bahan penyerap oksigen juga akan
meningkatkan perlindungan terhadap kecepatan ketengikan. Mempertahankan
kadar air dan Aw produk sangat penting artinya dalam mempertahankan tekstur
dan daya awet produk (Purnomo, 1996).
2.2. PROSES PEMBUATAN ABON AYAM
a. Alat dan Bahan
1. Alat
Pengepres abon
Panci
Penggorengan
Kompor
Loyang
Talenan
Pisau dapur
2. Bahan
Daging dada ayam 1kg
Gula merah 200-250 gram
Bawang merah 30-50 gram
Bawang putih 20-30 gram
Ketumbar 10 gram
Serai 20-30 gram
Daun salam 5 lembar
Garam 30 gram
Lengkuas 40 gram
Santan ½ butir kelapa
Minyak goreng
7. 6
Prosedur pembuatan abon ayam
Bersihkan daging ayam dari kulit, lemak dan tulang
Rebus daging bersama serai dan daun salam sampai empuk.
Daging disuir-suir
Haluskan bawang merah, bawang putih, ketumbar, garam
Goreng bumbu yang telah halus dengan sedikit minyak
Masukkan Gula merah yang telah diiris tipis dan lengkuas
dipukul-pukul.
Tambahkan santan cair dan daging suiran, aduk-aduk
Tambahkan santan kental dan rebus dengan api kecil hingga agak kering,
Angkat dan sisihkan.
Tumbuk daging dengan lumpang hingga berserabut.
Goreng dalam minyak panas dengan api kecil sampai kering.
Pres abon dengan pengepres atau kain sampai habis minyaknya.
Dinginkan dengan mengurai gumpalan abon
Kemas abon yang telah dingin dan tutup dengan rapat
Evaluasi
1. Jelaskan langkah yang harus dilakukan agar mendapatkan abon yang
berkualitas baik
2. Sebutkan tahapan pembuatan abon
3. Jelaskan proses terjadinya kerusakan (ketengikan) pada abon
8. 7
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wotton. 1986. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono, U.I. Press. Jakarta
Margono, T., D. Suryati. dan S.Hartinah, Buku Panduan Teknologi Pangan,
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI . Jakarta
Purnomo, H., 1996. Dasar-Dasar Pengolahan dan Pengawetan Daging. PT
Grasindo. Jakarta.
Soeparno. 1996. Pengolahan Hasil Ternak. UT. Depdikbud. Jakarta.
Winarno, F. G., D. Fardiaz dan S. Fardiaz. 1982. Pengantar Teknologi Pangan.
Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.