Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN TEMPE
1. LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI INDUSTRI
Disusun Oleh:
Ria Anggun T 15308141009
Kelompok 5
Biologi B 2015
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMTIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
2. TOPIK 3
PEMBUATAN TEMPE
A. Latar Belakang
Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang dikonsumsi
hampir semua lapisan masyarakat. Tempe berbahan dasar kacang kedelai
(Glycine max) yang diolah melalui fermentasi oleh kapang. Di Indonesia
pembuatan tempe sudah menjadi industri rakyat.
Secara umum tempe memliki penampakan berwarna putih yang
disebabkan oleh miselia kapang yang menghubungkan biji-biji kedelai sehingga
terbentuk tekstur yang kompak. Kapang yang tumbuh pada kedelai akan
mendegradasi senyawa-senyawa kompleks pada kedelai menjadi senyawa-
senyawa sederhana yang lebih mudah dicerna oleh manusia ( Syarief, et al.
1999)
Salah satu yang menyebabkan banyaknya masyarakat membuat tempe
yaitu banyaknya kedelai yang ada di Indonesia. Selain itu tempe ternyata
mengandung banyak gizi. Tempe mengandung banyak nutrisi yang diperlukan
oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat dan mineral. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap dan
dimanfaatkan oleh tubuh ( Kasmidjo, 1990).
Oleh karena itu, mengkonsumsi tempe merupakan hal yang baik untuk
masyarakat Indonesia. Selain itu untuk mengetahui proses pembuatan tempe
yaitu dilakukan praktikum mengenai pembuatan tempe.
B. Tujuan
1. Memperkenalkan mahasiswa pada pembuatan tempe melalui proses
fermentasi oleh ragi (Rhizopus sp.)
2. Memperkenalkan peran sel ragi dalam proses fermentasi tempe
3. Menganalisis kualitas hasil fermentasi tempe
C. Metode
1. Alat dan Bahan
Pembuatan Tempe
Alat = Timbangan, aluminium foil, daun pisang, karet gelang
baskom
Bahan = Kedelai, ragi
Pengukuran Kadar Protein
Alat = Mortar, tabung reaksi, spektrofotometer, pipet tetes
Bahan = Kedelai, lawry A, lawry B
Pengamatan Bakteri
Alat = Gelas benda, gelas penutup, mikroskop, piper tetes, ose
Bahan = sedikit hifa tempe, metilen Blue
3. 2. Cara Kerja
Pembuatan Tempe
Analisis Protein
Pengamatan Bakteri
D. Hasil dan Pembahasan
1. Pembuatan Tempe
Pada praktikum yang telah dilakukan, tempe dibungkus dengan
menggunakan daun pisang. Dalam pembuatan tempe, kedelai dicampur
dengan ragi yang didalamnya terdapat kapang Rhizopus sp. Kapang yang
Bungkus masing-masing tempe dengan daun pisang dan diamkan pada
suhu ruangan
Dibuat 6 bungkus tempe dengan masing-masing tempe seberat 100 gr
Diambil 600 gram kedelai dan campurkan dengan ragi
Disiapkan alat dan bahan
hasil percobaan dicatat
Ukur kadar protein dengan spektofotometer
Ditambahkan 0,5 ml lowry A, kemudian gojok dan diamkan selama 20
menit
Diambil 1 ml larutan protein dan tambahkan 5 ml reagen lowry B,
kocok dan diamkan selama 10 menit
tetesi dengan metilen blue dan amati dibawah mikroskop
letakan hifa tersebut diatas gelas benda
hifa tempe diambil sedikit menggunakan ose
4. yang tumbuh pada kedelai akan mendegradasi senyawa-senyawa kompleks
pada kedelai menjadi senyawa-senyawa sederhana yang lebih mudah
dicerna oleh manusia (Syarief et al., 1999). Kapang tempe menghasilkan
enzim protease yang dapat menghidrolisis ikatan peptida pada protein dan
senyawa peptida lainnya menjadi asam amino bebas (Kemala, 2006).
Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986) dalam Pangastutu
(1996), Rhizopus sp. tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian
semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH
8,4, sehingga jamur semakin menurun karena pH tinggi kuran sesuai untuk
pertumbuhan jamur. Menurut Mujianto (2013), tempe yang berkualitas baik
akan menghasilkan tempe yang berbentuk padatan kompak dan miselium
yang tumbuh merata pada tempe berwarna putih.
2. Analisis Organoleptik
Tabel 1. Analisis Organoleptik
Hari
ke
U1 U2 U3
1 Warna (Putih
kekuningan)
Bau (bau kedelai)
Rasa (kedelai)
Kenampakan produk
(belum ada hifa)
Warna (Putih
kekuningan)
Bau (bau kedelai)
Rasa (kedelai)
Kenampakan produk
(belum ada hifa)
Warna (Putih
kekuningan)
Bau (bau kedelai)
Rasa (kedelai)
Kenampakan
produk (belum ada
hifa)
4 Warna (Putih cream)
Bau (khas tempe)
Rasa (hambar)
Kenampakan produk
(Ada hifa)
Warna (Putih cream)
Bau (khas tempe)
Rasa (hambar)
Kenampakan produk
(Ada hifa)
Warna (Putih
cream)
Bau (khas tempe)
Rasa (hambar)
Kenampakan
produk (Ada hifa)
Pada praktikum yang telah dilakukan analisis organoleptik
menunjukkan warna tempe yang awalnya berwarna putih kekuningan
menjadi putih dengan ada warna creamnya. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa secara umum, tempe memiliki kenampakan berwarna
putih yang disebabkan oleh miselia kapang yang menghubungkan biji-biji
kedelai sehingga terbentuk tekstur yang kompak (Syarief et al., 1999). Rasa
yang khas pada tempe dipengaruhi oleh terjadinya degredasi komponen-
komponen kedelai oleh kapang selama fermentasi ( Kemala, 2006). Bau
langu pada kacang kedelai menjadi hilang dan menyebabkan bau khas
tempe, hal ini disebabkan karena proses fermentasi (Puji. 2009). Selain itu
fermentasi pada tempe dapat menghilangkan bau langu dari kedelai yang
disebabkan aktivitas dari enzim lipoksigenase (Kasdmidjo, 1990).
5. Adanya hifa pada tempe menunjukkan bahwa proses fermentasi
telah berjalan dan menandakkan bahwa pembuatan tempe berhasil. Hifa
yang terlihat adalah tidak bersekat. Hifa kapang juga mampu menembus
permukaan kedelai sehingga dapat menggunakan nutrisi yang ada pada biji
kedelai sehingga nilai gizi tempe lebih baik dari dari kacang kedelai.
Perubahan fisik lainnya yaitu peningkatan jumlah hifa kapang yang
menyelubungi kedelai yang satu dengan lainnya menjadi satu kesatuan
(Hidayat, et al., 2006).
3. Analisis Berat Basah dan Berat kering
Tabel 2. Berat basah dan kering tempe
Hari
ke
U1 U2 U3
Berat
basah
Berat
kering
Berat
basah
Berat
kering
Berat
basah
Berat
kering
1
105,016
gr
39,357 gr
101,88
gr
37,509
gr
83,484
gr
31,35 gr
4
106,508
gr
37,494 gr 85,11 gr 30,34 gr
90,223
gr
32,223gr
Gambar 1. Berat basah dan kering pada ulangan 1
Gambar 2. Berat basah dan kering pada ulangan 2
105.016 106.508
39.357 37.494
0
50
100
150
1 4
BB
BK
101.886
85.111
37.509 30.34
0
50
100
150
1 4
BB
BK
6. Gambar 3. Berat basah dan kering pada ulangan 3
Pada praktikum yang telah dilakukan, semakin lama fermentasi berat
basah pada tempe ada yang semakin meningkat dan menurun. Seharusnya
berat basah yang dihasilkan semakin meningkat karena semakin padatnya
tempe yang terbentuk akibat aktifitas khamir. Sedangkan berat kering yang
dihasilkan pada praktikum ini menunjukkan semakin lama waktu fermentasi
berat keringnya berkurang namun ada juga yang mengalami peningkatan
berat kering. Seharusnya berat kering yang dihasilkan berkurang, karena
berbanding terbalik dengan berat basahnya. Selain itu juga dikarenakan
bertambahnya kadar air, sehingga berat keringnya menurun. Menurut teori
Suharto (1991) menyatakan bahwa kadar air adalah adalah persentasi
kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah
dan berat kering.
4. Analisis Protein ( hasil spektrofotometer)
Tabel 3. Analisis protein ( hasil spektrofotometer)
Hari ke U1 U2 U3
1 2,755 A 2,214A 2,567A
4 3,875 A 4,719 2,610 A
Pada praktikum ini semakin lama fermentasi protein yang dihasilkan
( masih dalam hasil spektrofotometer) mengalami peningkatan. Hal ini
tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kapang tempe
menghidrolisis ikatan peptida pada protein dan senyawa peptida lainnya
menjadi asam amino bebas (Kemala, 2006). Seharusnya adar proteinnya
semakin berkurang. Seperti teori yang dikemukakan oleh Cahyadi (2006)
dalam tempe, kadar nitrogen totalnya sedikit bertambah, kadar proteinnya
berkurang. Ketidaksesuaian ini kemungkinan disebabkan oleh kesalahan
dalam pengambilan tempe yang dihancurkan pada mortar, kemungkinan
tempe yang diambil pada hari ke empat lebih banyak daripada hari ke satu.
83.484 90.223
31.35 32.223
0
20
40
60
80
100
1 4
BB
BK
7. E. Kesimpulan
1. Pada praktikum ini, Rhizopus sp.yang diperoleh dari ragi dapat digunakan
untuk fermentasi tempe.
2. Kapang tempe (Rhizopus sp.) menghasilkan enzim protease yang dapat
menghidrolisis ikatan peptida pada protein dan senyawa peptida lainnya
menjadi asam amino bebas
3. Hasil kualitas fermentasi tempe yang baik yaitu tidak terkontaminasi, tempe
berbentuk padatan kompak dan miselium yang tumbuh merata pada tempe
berwarna putih.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bandung : Bumi Aksara.
Hidayat. 2006. Analisis Perbandingan Teknologi Pembuatan Tempe. Laporan Penelitian
Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Univrsitas Brawijaya.
Kasmidjo, R.B. 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. Yogyakarta : PAU Pangan dan Gizi UGM.
Kemala, S. 2006. Upaya Memperpanjang Umur Simpan Tempe Dengan Metode
Pengeringan dan Sterilisasi.Bogor : Departemen Teknologii Pangan dan Gizi
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Mujianto. 2013. “Analisis Faktor yang mempengaruhi Proses Produksi Tempe Produk
UMKM di Kabupaten Sidoharjo”. Jurnal REKA agroindustri Media Teknologi dan
Manajemen Agro Industri. 1:1.
Pangastuti dan Triwibowo. 1996. Proses Pembuatan Tempe Kedelai dengan Analisis
Mikrobiologi. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Puji Astuti, Nurita. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai. Surakarta : Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Syarief, R. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Surabaya : Universitas Katolik Widya
Mandala Press.
8. KUNJUNGAN INDUSTRI
PAPA YOGURT
A. Latar Belakang
Semakin berkembangnya industri-industri fermentasi di era modern ini,
dapat mempermudah semua kalangan masyarakat untuk mendapatkan produk
fermentasi dan sekaligus ilmu pengetahuan. Salah satunya yaitu dengan
melakukan kunjungan industri ke tempat tersebut. Industri fermentasi yang ada
baik untuk makanan, minuman, pakan ternak dll.
Seiring dengan perkembangnya waktu masyarakat menyadari akan
pentingnya kesehatan. Mereka menyadari bahwa sehat itu mahal dan
mempunyai keinginan untuk hidup sehat. Sekarang ini banyak makanan
minuman fermentasi yang mudah ditemukan dan mempunyai manfaat yang baik
untuk kesehatan, salah satunya yaitu yogurt. Yogurt adalah bahan makanan yang
terbuat darisusu yang difermentasikan oleh bakteri asam laktat. Yogurt
mempunyai rasa yang unik yaitu rasa yang asam dan memiliki khasiat bagi
kesehatan (Harsono, 2004).
Banyaknya Industri yogurt di Yogyakarta dan proses pembuatannya
yang relatif mudah membuat kami memilih untuk melakukan kunjungan ke
industri yogurt yaitu Papa Yogurt.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara memproduksi yogurt
2. Untuk mengetahui bakteri yang digunakan dalam produksi yogurt
3. Untuk mengetahui peran bakteri dalam pembuatan yogurt
C. Metode
1. Kunjungan Industri Papa Yogurt
Alat = motor, kamera, list pertanyaan
Cara kerja
D. Hasil dan Pembahasan
1. Pembuatan Yogurt
a. Alat dan Bahan
Kunjungan indutri ke Papa Yogurt
Melakukan perjanjian untuk waktu kunjungan
Menghubungi pemilik Papa Yogurt
9. Alat = Mesin mixer, alat pasteurisasi susu ukuran 10 liter,
Container pengisian botol, gelas takar, termometer, panci
besar dan kecil, botol, masker dan sarung tangan,
termometer.
Bahan = Susu dari Cangkringan, Starter yogurt berupa Starter
yogourment (L. Bulgaricus, S. Thermophilus, L.
Acidophilus), pewarna makanan dan perasa buah, air.
b. Cara Kerja
Ditambahkan 5 gram/ liter yogourment kedalam susu tersebut
Suhunya diturunkan sampai 40-45 ⁰C
Susu dipasteurisasi dengan suhu 70-80 ºC
selama 20-30 menit
Yogurt dimasukkan kedalam botol sesuai dengan ukuran
Yogurt dimasukan dalam container pengisi botol
Tambahkan essence dan di mixer lagi
Yogurt dipindahkandari panci besar ke beberapa panci kecil
Ditambahkan air sebanyak 50% dan gula 10%, campur hingga
homogen
Hasil inkubasi dimasukkan ke dalam panci besar dan dimixer
Diinkubasi selama 12-24 jam
10. Pada industri Papa Yogurt ini menggunakan bakteri yang diperoleh
dari starter yogourment. Bakterinya ada tiga yaitu L. Bulgaricus, S.
Thermophilus, L. Acidophilus. Bakteri ini akan yang akan memicu proses
fermentasi dari susu, mengubah laktosa pada susu menjadi asam laktat.
Menurut Helferich dan Westhoff (1980), selama proses fermentasi terbentuk
asam laktat hasil metabolisme laktosa susu oleh starter bakteri menjadi
glukosa atau galaktosa-6-fosfat. Selanjutnya melalui rantai glikolisis glukosa
diubah menjadi asam laktat melalui siklus Krebs. Efek lain dari proses
fermentasi adalah pencahaya protein pada susu yang menyebabkan susu
menjadi kental. Hasil akhirnya susu akan terasa asam dan kental, inilah
bentuk yogurt dasar yang telah terjadi.
Menurut Lempert (1975) dua mikroorganisme Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus tumbuh bersama-sama secara
simbiosis adalah yang bertanggungjawab selama fermentasi asam laktat
dalam pembuatan yogurt. Dalam hal ini simbiosis Lactobacillus bulgaricus
dapat menghasilkan glisin dan histidin sebagai hasil dari pemecahan protein
yang dapat menstimulasi pertumbuhan Streptococcus thermophillus (Wittier
dan Webb, 1970).
Aroma dan rasa yogurt dipengaruhi oleh karena adanya senyawa
tertentu dalam yogurt seperti senyawa asetaldehida, diasetil, asam asetatdan
asam-asam lain yang jumlahnya sangat sedikit. Senyawa ini dibentuk oleh
bakteri Streptococcus thermophilis dari laktosa susu, diproduksi oleh
beberapa strain bakteri Lactobacillus bulgaricus (Friend, dkk.1985).
Beberapa manfaat dari yogurt anatara lain adalah dapat menghambat
pertumbuhan bakteri patogen, meningkatkan sistem imun dan mengurangi
kolesterol pada darah (Mitsuoka, 1989)
2. Industri Papa Yogurt
Latar belakang di bentuknya Industri Papa yogurt yaitu ibu pemilik
Papa yogurt sakit, kemudian si pemilik ini ingin menerapkan hidup sehat
kepada keluarganya dengan meminum yogurt, setelah itu timbullah
pemikiran untuk membuat yogurt, namun setelah pemilik membuat yogurt
ibunya meninggal dan dia tetap meneruskan usahanya.
Usaha Papa Yogurt ini merupakan usaha Home Industry yang
pemiliknya bernama Nico Abdullah. Tempat usaha di awalnya di Jl. Jogja
11. Solo No. 11 Kalitirto, Berbah, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta kemudian pindah ke Pakem. Pegawai masih dalam lingkup
keluarga yaitu istri dan adiknya.
Yogurt dalam Papa yogurt ini diproduksi 3 kali setiap minggunya.
Dalam 1 kali produksi biasanya dibutuhkan 30 liter susu. Yogurt ini dikemas
dengan botol 500 ml dan botol 250 ml.
E. Kesimpulan
1. Produksi yogurt relatif mudah dan menggunakan alat dan bahan yang relatif
mudah digunakan
2. Bakteri yang digunakan untuk yogurt diperoleh dari starter yaitu bakteri L.
Bulgaricus, S. Thermophilus, L. Acidophilus.
3. Bakteri dalam pembuatan yogurt akan memicu proses fermentasi dari susu,
mengubah laktosa pada susu menjadi asam laktat.
DAFTAR PUSTAKA
Friend, B.A. and K.M. Shahani. 1985. Fermented dairy products. In. The Practice
of Biotechnology Current Comodity Products. New York : Perganon
Press.
Helferich, W. And D,.C. Westhoff.1980. All About Yogurt. New York :
Prentice;Hall Inc.
Lempert, L.M., 1975. Modern Dairy Products. New York : Chemichal Publishing
Company.
Mitsuoka, T. 1989. Microbes in the Intestine. Japan : Yakul Honsha Co., Ltd.
Witter, E. O. dan B.H. Webb., 1970. By Product Farm Milk, West Port.
Conecticut, Inc : Modern Dairy Products. New York : Chemichal
Publishing Company.