1. Tinjauan Prosedur Pembebasan
Hog Cholera di Indonesia
Drh. Tri Satya Putri Naipospos, MPhil, PhD
Workshop Penyakit Hog Cholera Tahun 2018 - Balai Veteriner Bukittinggi
Pekanbaru, 14 Februari 2018
2. Klasifikasi wilayah Hog Cholera
Bebas (#1) Tidak diketahui
statusnya (#15)
Tertular (#17)
Sumbar (1995) Aceh
Sumsel
Babel
DIY
NTB
Kalteng
Kalsel
Kaltara
Sultra
Sulteng
Sulbar
Maluku
Malut
Papua Barat
Sumut (1995)
Riau (1995)
Jambi (1995)
Kepri
Bengkulu
Lampung
Banten
DKI (1995)
Jateng (1995)
Jabar
Jatim
Bali (1995)
Kabar (1995)
Kaltim
Sulut (1995)
Sulsel (1995)
NTT (1995)
Papua
3. Persyaratan bebas Hog Cholera
(Artikel 15.2.3.)
1. Telah dilaksanakan surveilans sesuai ketentuan OIE;
2. Tidak ada kejadian wabah minimal 12 bulan terakhir;
3. Tidak ada bukti infeksi minimal 12 bulan terakhir;
4. Tidak dilakukan vaksinasi selama minimal 12 bulan
terakhir, kecuali bila hasil vaksinasi dapat dibedakan
dari kejadian infeksi (DIVA);
5. Importasi ternak babi dan produk babi dilaksanakan
sesuai ketentuan OIE.
4. Definisi ‘infeksi’ virus CSF
(Artikel 15.2.1.)
1) strain virus CSF (tidak termasuk strain vaksin) yang diisolasi
dari sampel seekor babi; ATAU
2) antigen (tidak termasuk strain vaksin) yang berhasil
diidentifikasi, atau asam ribonukleik (RNA) yang spesifik
terhadap strain virus CSF, yang dibuktikan dalam sampel
dari satu atau lebih babi yang secara epidemiologik terkait
dengan suatu wabah CSF, ATAU
3) antibodi spesifik terhadap virus CSF yang bukan
merupakan konsekuensi dari vaksinasi atau infeksi dengan
pestivirus lainnya, yang berhasil diidentifikasi pada sampel
dari satu atau lebih babi dalam satu kelompok yang
menunjukkan gejala klinis konsisten dengan CSF, atau
secara epidemiologik terkait dengan suatu wabah CSF.
5. Surveilans CSF (Artikel 15.2.26.)
▪ Surveilans harus dalam bentuk suatu program
berkelanjutan yang dirancang untuk:
◆ mendeklarasikan populasi babi di suatu negara, zona
atau kompartemen bebas dari infeksi virus CSF; atau
◆ mendeteksi introduksi virus CSF ke dalam suatu
populasi yang telah dinyatakan bebas.
6. Karakteristik spesifik epidemiologi
CSF (Artikel 15.2.26.)
▪ Peran pemberian pakan kepada babi (swill feeding),
dampak sistim produksi yang berbeda dan peran babi
liar (wild pigs) dan babi berkeliaran (feral pigs) terhadap
penyebaran penyakit;
▪ Peran semen dalam penularan virus CSF;
▪ Kurang terlihat adanya gross lesi dan gejala-gejala klinis
yang patognomonis;
▪ Frekuensi infeksi klinis yang tidak terlihat jelas;
▪ Kejadian infeksi yang persisten dan kronis;
▪ Keragaman genotipe, antigenik, dan virulensi yang
diperlihatkan oleh strain-strain CSF yang berbeda.
7. Strategi surveilans untuk deklarasi
bebas CSF (Artikel 15.2.28.)
▪ Strategi surveilans untuk mendemonstrasikan bebas
CSF dengan suatu tingkat kepercayaan yang dapat
diterima harus diadaptasikan pada situasi lokal.
▪ Pendekatan surveilans harus memperhatikan
keberadaan babi-babi liar ataupun babi-babi tidak
berpemilik yang berpotensi menjadi ‘reservoir’
infeksi, atau apabila CSF ada di negara/zona yang
berdekatan.
▪ Metoda surveilans harus memeriksa epidemiologi
CSF di wilayah yang akan dibebaskan dan
adaptasinya terhadap faktor-faktor risiko spesifik.
8. Tiga tipe surveilans CSF (Artikel 15.2.28.)
1) Surveilans serologik;
2) Surveilans klinis;
3) Surveilans virulogik.
9. Surveilans serologik (Artikel 15.2.28.)
▪ Tujuan: mendeteksi antibodi terhadap virus CSF.
▪ Uji antibodi positif terhadap virus CSF dapat
disebabkan oleh lima kemungkinan penyebab:
a) infeksi alam;
b) vaksinasi;
c) antibodi maternal;
d) reaksi silang dengan pestivirus lainnya;
e) reaktor non-spesifik.
10. Surveilans virulogik (Artikel 15.2.28.)
▪ Tujuan:
a) memonitor populasi ‘at risk’;
b) menginvestigasi dugaan kasus-kasus klinis;
c) menindaklanjuti hasil serologik positif;
d) menginvestigasi kenaikan jumlah kematian babi.
▪ Metoda deteksi molekuler (PCR) dapat
diaplikasikan untuk skrining skala besar
terhadap keberadaan virus dalam populasi.
11. Surveilans klinis (Artikel 15.2.28.)
▪ Surveilans klinis harus dibarengi dengan surveilans
serologik dan virulogik.
▪ Setiap kali ditemukan gejala-gejala klinis dan
temuan patologik yang menciri terhadap CSF,
terutama pada kasus dimana angka kesakitan atau
kematian yang tinggi, maka harus dilakukan
penyidikan/surveilans klinis untuk deteksi dini.
▪ Pada infeksi dengan strain virus CSF yang
virulensinya rendah, kematian yang tinggi dapat
terlihat pada babi-babi muda tetapi tidak terlihat
gejala klinis pada babi-babi dewasa.
12. Surveilans serologik
▪ Menggunakan teknik ELISA, sangat berguna dalam
program eradikasi penyakit, karena membantu skrining
masal dan efektif sebagai diagnosis awal pada kejadian
wabah.
▪ Alat surveilans yang baik untuk membuktikan adanya
kelompok babi yang negatif CSF dalam suatu negara
dimana diterapkan program monitoring.
13. Prevalensi antigen
▪ Prevalensi berdasarkan keberadaan antigen dalam
sampel umumnya digunakan memperkirakan insidensi
penyakit dan apabila suatu kelompok babi yang tidak
divaksinasi menunjukkan hasil positif terhadap antibodi
spesifik terhadap CSF, sehingga dapat dianggap
sebagai suatu indikasi adanya wabah CSF.
14. Populasi Babi di Provinsi SUMBAR (2017)
KABUPATEN/KOTA POPULASI
SISTEM
BUDIDAYA
1. Kab. Padang Pariaman 341 Tradisional
2. Kab. Pasaman 110 Tradisional
3. Kab. Kep. Mentawai 31.168 Tradisional
Jumlah 31.619
Sumber: Term of References (TOR) Kegiatan Monitoring dan Diagnosa Hog Cholera di
Wilayah Regional II Tahun Anggaran 2018
15. Seroprevalensi di Provinsi SUMBAR
KABUPATEN/KOTA 2013 2014 2015 2016 2017
1. Kab. Padang Pariaman
0/42
(0,0%)
0/56
(0,0%)
1/148
(0.7%)
- -
2. Kab. Pasaman
0/40
(0,0%)
0/49
(0,0%)
0/26
(0,0%)
0/6
(0,0%)
-
3. Kab. Kep. Mentawai
0/139
(0,0%)
0/35
(0,0%)
0/100
(0,0%)
- -
Jumlah
0/221
(0,0%)
0/140
(0,0%)
1/274
(0.4%)
0/6
(0,0%)
-
Sumber: Laporan Kegiatan Pemberantasan Hog Cholera di Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi
Tahun 2016.
16. Prevalensi antigen di Provinsi SUMBAR
KABUPATEN/KOTA 2013 2014 2015 2016 2017
1. Kab. Padang Pariaman - -
0/1
(0,0%)
- -
2. Kab. Pasaman - - - - -
3. Kab. Kep. Mentawai -
0/9
(0,0%)
- - -
Jumlah -
0/9
(0,0%)
0/1
(0,0%)
- -
Status: DAERAH BEBAS (penetapan resmi
melalui Kepmentan)
Sumber: Laporan Kegiatan Pemberantasan Hog Cholera di Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi
Tahun 2016.
17. Populasi Babi di Provinsi JAMBI (2017)
KABUPATEN/KOTA POPULASI
SISTEM
BUDIDAYA
1. Kab. Muaro Jambi 5.440 Tradisional, Modern
2. Kota Jambi 1.000 Tradisional
3. Kab. Batanghari 50 Tradisional
4. Kab. Bungo 100 Tradisional
5. Kab. Tanjung Jabung Barat 15 Tradisional
Jumlah 2.665
2018: Jumlah sampel yang dibutuhkan dengan tingkat
prevalensi yang diharapkan10%, tingkat konfidensi 95%,
dan galat (random error) 5% = 138 ekor.
Sumber: Term of References (TOR) Kegiatan Monitoring dan Diagnosa Hog Cholera di
Wilayah Regional II Tahun Anggaran 2018
18. Seroprevalensi CSF di Provinsi JAMBI
KABUPATEN/KOTA 2013 2014 2015 2016 2017
1. Kab. Muaro Jambi
5/43
(11,6%)
21/55
(38,2%)
7/30
(23,3%)
-
41/79
(51,9%)
2. Kota Jambi
2/15
(13,3%)
0/17
(0,0%)
5/16
(31,3%)
4/22
(18,2%)
-
3. Kab. Batanghari
0/18
(0,0%)
0/7
(0,0%)
-
0/23
(0,0%)
4/50
(8,0%)
4. Kab. Bungo - - -
6/12
(50,0%)
19/31
(61,3%)
5. Kab. Tanjung Jabung Barat - - - - -
Rata-rata prevalensi
7/76
(9,2%)
21/79
(26,6%)
12/46
(26,1%)
10/57
(17,5%)
64/160
(40,0%)
Sumber: Laporan Kegiatan Pemberantasan Hog Cholera di Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi
Tahun 2016.
19. Prevalensi antigen CSF di Provinsi JAMBI
KABUPATEN/KOTA 2013 2014 2015 2016 2017
1. Kab. Muaro Jambi
0/14
(0,0%)
0/2
(0,0%)
3/3
(100%)
- -
2. Kota Jambi
0/15
(0,0%)
-
4/5
(80,0%)
4/4
(100%)
-
3. Kab. Batanghari
0/20
(0,0%)
- - -
3/3
(100%)
4. Kab. Bungo - - -
5/5
(100%)
14/14
(100%)
5. Kab. Tanjung Jabung Barat - - - - -
Rata-rata prevalensi
0/49
(0,0%)
0/2
(0,0%)
7/8
(87,5%)
9/9
(100%)
17/17
(100%)
Status: DAERAH TERTULAR
Sumber: Laporan Kegiatan Pemberantasan Hog Cholera di Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi
Tahun 2016.
20. Populasi Babi di Provinsi RIAU (2017)
KABUPATEN/KOTA POPULASI SISTIM BUDIDAYA
1. Kota Pekanbaru 13.692 Tradisional, Modern
2. Kota Dumai 6.882 Tradisional, Modern
3. Kab. Kampar 2.291 Tradisional
4. Kab. Pelalawan 893 Tradisional
5. Kab. Bengkalis 5.238 Tradisional
6. Kab. Rokan Hilir 8.595 Tradisional
7. Kab. Rokan Hulu 5.013 Tradisional
8. Kab. Siak 2.294 Tradisional
9. Indragiri Hulu 2.518 Tradisional
10. Kep. Meranti 2.457 Tradisional
Jumlah 49.873
2018: Jumlah
sampel yang
dibutuhkan
dengan tingkat
prevalensi yang
diharapkan 5%,
tingkat
konfidensi 95%,
dan galat
(random error)
5% = 586 ekor.
Sumber: Term of References (TOR) Kegiatan Monitoring dan Diagnosa Hog Cholera di
Wilayah Regional II Tahun Anggaran 2018
23. Seroprevalensi dan prevalensi
antigen di Provinsi RIAU (2013-2017)
Sumber: Laporan Kegiatan Pemberantasan Hog Cholera di
Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2016.
24. Populasi Babi di Provinsi KEPRI (2017)
KABUPATEN/KOTA POPULASI
SISTEM
BUDIDAYA
1. Kab. Bintan 1.602 Tradisional
2. Kab. Karimun 2.126 Tradisional
3. Kab. Lingga 356 Tradisional
4. Kota Tanjung Pinang 750 Tradisional
Jumlah 4.834
2018: Jumlah sampel yang dibutuhkan dengan tingkat
prevalensi yang diharapkan 2% dan tingkat konfidensi 95%
= 163
Sumber: Term of References (TOR) Kegiatan Monitoring dan Diagnosa Hog Cholera di
Wilayah Regional II Tahun Anggaran 2018
25. Seroprevalensi CSF di Provinsi KEPRI
KABUPATEN/KOTA 2013 2014 2015 2016 2017
1. Kota Batam -
97/110
(88,2%)
-
17/30
(56,7%)
-
2. Kab. Bintan
28/29
(96,6%)
1/25
(4,0%)
0/28
(0,0%)
-
0/67
(0,0%)
3. Kab. Karimun
111/130
(85,4%)
-
8/22
(36,4%)
37/44
(84,1%)
-
4. Kab. Lingga
27/27
(100%)
-
0/22
(0,0%)
0/30
(0,0%)
0/10
(0,0%)
5. Kota Tanjung Pinang
20/20
(100%)
-
0/15
(0,0%)
-
0/20
(0,0%)
Rata-rata prevalensi
186/206
(90,3%)
98/135
(72,6%)
8/87
(9,2%)
54/104
(51,9%)
0/97
(0,0%)
Seropositif di Kota Batam dan Kab. Karimun harus dibuktikan lebih
lanjut dengan PCR.
26. Prevalensi antigen CSF di Provinsi KEPRI
KABUPATEN/KOTA 2013 2014 2015 2016 2017
1. Kota Batam - - - - -
2. Kab. Bintan -
0/25
(0,0%)
- - -
3. Kab. Karimun
0/40
(0,0%)
-
1/8
(12,5%)
- -
4. Kab. Lingga
0/17
(0,0%)
-
0/10
(0,0%)
- -
5. Kota Tanjung Pinang
0/15
(0,0%)
- - - -
Rata-rata prevalensi
0/72
(0,0%)
0/25
(0,0%)
1/18
(5,6%)
- -
Status: DAERAH TERSANGKA
Sumber: Laporan Kegiatan Pemberantasan Hog Cholera di Wilayah Kerja
Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2016.
27. Contoh surveilans Bulgaria untuk
mendapatkan status bebas OIE (2016)
Tahun #Peternak # babi Uji serologik* Uji virulogik* Pemeriksaan
klinis**
2009 60.649 627.310 37.996 415 96.160
2010 50.045 583.999 20.925 887 76.668
2011 43.370 573.322 13.783 78 72.896
2012 40.701 531.952 16.257 159 73.897
2013 26.904 517.741 11.059 2 24.136
2014 22.409 501.610 7.227 3 38.393
2015 16.262 588.507 5.970 5 16.571
* Seluruh uji serologik dan virulogik menunjukkan hasil negatif CSF.
** Pemeriksaan klinis Bersama dengan uji serologik dan virulogik menunjukkan
tingkat kepercayaan yang tinggi bebas CSF dengan probabilitas >99%.
Sumber: Dossier of Republic of Bulgaria for the recognition as a CSF free country,
under Chapter 15.2. of the TAHC (September 2016)
28. Catatan surveilans BVet Bukittinggi
▪ Perlu dilakukan surveilans klinis oleh Dinas untuk
membuktikan tidak ada kejadian wabah minimal 12
bulan terakhir.
▪ Seluruh sampel yang menunjukkan hasil serologi
positif ELISA harus dikonfirmasi dengan uji PCR
untuk membuktikan tidak ada infeksi minimal 12 bulan
terakhir.
▪ Data tentang apakah individu babi/kelompok babi telah
divaksinasi atau tidak divaksinasi harus tersedia
untuk membuktikan apakah hasil uji serologi positif
merupakan akibat dari vaksinasi atau infeksi alam.
29. Rekomendasi dan Saran
▪ Surveilans perlu dilakukan dengan mengklasifikasi
ternak babi menjadi tradisional, komersial (skala kecil,
menengah dan besar) dan industri (PT Indotirta Suaka di
Provinsi KEPRI).
▪ Populasi babi di keempat provinsi harus benar-benar
terdata dengan baik, untuk secara akurat menghitung
jumlah sampel yang dibutuhkan.
PROVINSI 2015 2016
SUMBAR 33.871 34.887
JAMBI 26.071 24.889
RIAU 48.003 49.954
KEPRI 305.739 331.574
Sumber: BPS
https://www.bps.go.id/linkTa
bleDinamis/view/id/1026