Dokumen tersebut membahas tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik di Indonesia, termasuk pembahasan mengenai budaya etika, lima pilar GCG, perbedaan antara dewan direksi, komite dewan, kekuasaan dewan, dan komposisi dewan, serta implementasinya di Indonesia.
1. BUSINESS ETHICS AND GOOD GOVERNANCE“The Corporate Culture: imfact and implications”
Universitas Mercubuana
Senin, 18 September 2017
Nama : Rudy Harland Seniang Sakti
NIM : 55117110019
Fakultas : Magister Management
Mata Kuliah : Business Ethics and Good Governance“The Corporate Culture: imfact
and implications”
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, MM
Penerapan Good Governance (GCG & GGG ) di Indonesia, kaitannya bahwa Negara Indonesia
adalah Negara yang sedang berkembang, multi etnis, multi suku dan budaya, Negara
kepulauan dan lain sebagainya, serta konsep yang efektif dan efisien untuk penerapannya.
Menurut Pendapat Saya, bahwa Faktor Negara Indonesia yang sedang berkembang,
Multi Etnis, Multi Suku dan Budaya, Negara Kepulauan, dan lain sebagainya bukan merupakan
kendala untuk penerapan Good Governance (GCG & GGG). Dikarenakan pada dasarnya Bangsa
Indonesia adalah Bangsa yang berbudaya Etis, memiliki norma-norma yang santun, dan tata
krama yang baik. Serta didalam kemajemukan tersebut manusia Indonesia pada dasarnya
diajarkan untuk selalu memperhatikan etika dalam hubungan sosialnya.
Kita ketahui bersama bahwa Good Governance (GCG & GGG) dapat terwujud jika
penerapan peraturan-peraturan dilakukan dengan etika yang baik. Etika personal dan etika
bisnis merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi
dalam mempengaruhi perilaku manajer yang terinternalisasi menjadi perilaku organisasi yang
selanjutnya mempengaruhi budaya perusahaan.
Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan,
maka hal tersebut berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan yang pada gilirannya
berpotensi menjadi sarana peningkatan kinerja. Terdapat pengaruh yang kuat antara etika
personal dari manajer tingkah laku etis dalam pengambilan keputusan.Budaya perusahaan
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perilaku etis. Perusahaan akan menjadi lebih
baik jika mereka membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
Konsep yang efisien dan efektif untuk hal tersebut diatas, yaitu tiap perusahaan harus
menerapkan 5 pilar sebagai berikut :
1. Transparansi, konsep ini diperlukan dalam menjaga objektivitas suatu organisasi atau
perusahaan dalam menjalankan suatu bisnis dengan memberikan informasi-informasi yang
jelas, akurat, mudah diakses dan dipahami serta dapat dipertanggung jawabkan oleh semua
pemangku kepentingan dalam organisasi atau perusahaan tersebut. Dengan semakin
berkembangnya teknologi dewasa ini, tidak menjadi suatu alasan bagi suatu organisasi atau
2. perusahaan untuk tidak dapat melakukan inisiatif untuk mengungkapkan berbagai informasi
yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan atau kebijakan yang sangat diperlukan
oleh para pemangku kepentingan.
2. Accountability, konsep ini diperlukan untuk melihat sejauh mana kinerja yang telah
dihasilkan oleh suatu organisasi dan perusahaan. Dalam hal ini suatu kinerja haruslah dapat
dikelola dengan tepat dan terukur untuk melihat seberapa jauh kesinambungan antara proses
perencanaan, organisir, pelaksanaan serta evaluasi yang dilakukan dengan tujuan organisasi
atau perusahaan itu sendiri. Dalam konsep ini pula, organisasi dan perusahaan harus mampu
menjawab segala pertanyaan yang akan diajukan oleh para pemangku kepentingan atas apa
yang telah diperbuat dan hasil yang dicapai oleh organisasi atau perusahaan itu sendiri.
3. Responsibility, konsep ini merefleksikan tanggung jawab setiap individu maupun organisasi
atau perusahaan dalam mematuhi segala tugas-tugas dalam pekerjaan, aturan-aturan serta
kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kegiatan bisnis suatu organisasi atau
perusahaan. Dalam hal ini, bukan hanya terbatas pada tanggung jawab dalam melaksanakan
pekerjaan antara atasan dengan bawahan, namun tanggung jawab organisasi atau perusahaan
kepada para pemangku kepentingan hingga masyarakat sekitar. Sehingga dalam konsep ini,
organisasi atau perusahaan harus mampu mempertanggung jawabkan segala hal yang bekaitan
dengan aturan, hukum dan peraturan yang berlaku sebagai kontribusi hubungan hirarki internal
perusahaan, pemangku kepentingan, masyarakat serta stakeholders lainnya.
4. Independensi, konsep ini dapat dijadikan sebagai aktualisasi diri untuk organisasi dan
perusahaan yang dapat berdiri sendiri dan memiliki daya saing dengan lingkungan bisnisnya.
Dalam hal ini, organisasi atau perusahaan harus memiliki tata kelola yang efektif dan efisien dan
mampu melakukannya sendiri tanpa ada dominasi atau intervensi dari pihak lain, serta mampu
dalam menggunakan dan memanfaatkan nilai-nilai (values) yang ada pada organisasi atau
perusahaan itu sendiri untuk dapat dijadikan unique point diantara organisasi dan perusahaan
lainnya, sehingga mampu bersaing dalam bidang bisnis yang serupa.
5. Fairness, konsep ini diperlukan untuk menjaga stabilitas perusahaan dengan menjaga
kewajaran dan kesetaraan bagi setiap anggota, pemangku kepentingan dan stakeholders
lainnya dalam suatu organisasi atau perusahaan dengan porsinya masing-masing. Hakikatnya
setiap bagian dalam organisasi atau perusahaan memiliki kesempatan yang sama untuk
berkembang dan berkontribusi untuk organisasi atau perusahaan. Sehingga, konsep ini menjadi
sangat penting untuk mendapatkan kepercayaan atau sebagai motivasi bagi setiap bagian dari
organisasi atau perusahaan, karena mereka akan memiliki rasa dan kesempatan yang sama
dalam memberikan kontribusi kepada organisasi atau perusahaan, sehingga akan memacu
setiap individu dalam berkompetisi untuk memberikan yang terbaik kepada organisasi atau
perusahaan tersebut.
Diharapkan dengan mengaplikasikan kelima konsep diatas dan didasari oleh individu
manusia yg berbudaya etika, maka akan terwujudnya Good Governance (GCG & GGG) di
Indonesia.
3. Perbedaan antara Board of Director, Board Committes, Board Power dan Board Composition,
serta implementasinya dalam konteks Good Corporate Governance di Indonesia
Perbedaan antara Board of Director, Board Committes, Board Power dan Board Composition
Board of Director & Board Committes
Board of Director dinegara-negara Barat adalah sekelompok orang yang dipilih atau
ditunjuk untuk mengawasi kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. Di negara-negara Eropa
dan Asia, biasanya ada dua dewan; dewan eksekutif, yang bertugas menjalankan kegiatan bisnis
sehari-hari, dan dewan pengawasyang bertugas mengawasi dewan eksekutif. Dewan pengawas
biasanya dipilih oleh pemegang saham atau pemilik perusahaan.
Di Indonesia, istilah dewan direksi memiliki makna yang berbeda dari board of directors
tergantung dari istilah yang digunakan. Umumnya, di Indonesia dewan direksi adalah dewan
eksekutif, sedangkan di negara barat, board of directors adalah dewan pengawas. Sebagai
contoh, di Bank OCBC NISP, dewan pengawas dinamakan dewan komisaris, sedangkan dewan
eksekutif dinamakan dewan direksi. Namun, Pertamina menggunakan istilah board of
commissioners (sebagai pengawas) dan board of directors (sebagai eksekutif). Untuk keperluan
artikel ini, istilah yang akan digunakan adalah dewan pengawas (biasanya disebut dewan
komisaris) dan dewan eksekutif (biasanya disebut dewan direksi) untuk menghindari kekeliruan
karena penggunaan istilah dewan direksi di Indonesia bisa mengacu ke salah satu fungsi dari
kedua dewan tersebut.
Di beberapa perusahaan di Amerika Serikat yang memiliki satu dewan saja, biasanya
tugas dan tanggung jawab kedua dewan tersebut dijadikan satu dalam dewan direksi, yang
beranggotakan direksi dalam (di Indonesia dinamakan komisaris) dan direksi luar (di Indonesia
dinamakan komisaris independen).
Kegiatan dewan pengawas ditentukan oleh kekuasaan, tugas-tugas, dan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya oleh suatu otoritas yang berada diluarnya. Biasanya, hal-hal ini
dijelaskan dalam anggaran dasar (AD) organisasi tersebut.Anggaran dasar biasanya juga
menyebutkan jumlah anggota dewan, bagaimana mereka dipilih, dan kapan mereka
mengadakan pertemuan.
Dalam organisasi yang anggotanya memiliki hak pilih (voting rights), dewan pengawas
bergerak atas nama, dan tunduk kepada, quorum. Quorumlah yang biasanya memilih anggota
dewan pengawas. Dalam perusahaan terbuka (dengan saham), dewan dipilih oleh pemegang
saham, dan dewan merupakan otoritas tertinggi dalam manajemen perusahaan. Dalam sebuah
perusahaan tanpa saham, tanpa anggota yang memiliki hak pilih, misalnya universitas di
Amerika Serikat, dewan biasanya merupakan kekuasaan tertinggi institusi tersebut; yang mana
anggotanya terkadang dipilih oleh oleh dewan itu sendiri.
Pada umumnya dewan pengawas memiliki tugasantara lain :
• Memerintah (to govern) organisasi dengan menetapkan kebijakan-kebijakan dan tujuan-
tujuan luas dari perusahaan tersebut
• Memilih, mengangkat, mendukung, dan menilai kinerja dewan eksekutif
4. • Memastikan keberadaan dan kecukupan sumber keuangan
• Mengesahkan anggaran tahunan
• Bertanggung jawab atas kinerja perusahaan kepada para anggota pemegang saham
• Menentukan gaji dan kompensasi mereka sendiri
Biasanya dewan memilih satu orang anggotanya untuk menjadi ketua dewan, yang memiliki
tugas-tugas seperti yang sudah disebutkan dalam anggaran dasar.
Board Power
Tugas utama board adalah melakukan pengawasan (supervising) dan memberi nasehat
(advising) pada eksekutif perusahaan. Namun secara lebih luas, tugas boards tidak sekedar
pengawasan dan pemberian nasihat kepada eksekutif, tetapi masih ada tugas-tugas penting
yang perlu dilakukan oleh boards. Patrick (2001) mendefinisikan enam tugas utama boards :
1. Anticipation
Boards harus mampu, dengan metoda tertentu, melakukan antisipasi, apa yang akan terjadi
pada perusahaan kedepan. Analisis tentang problem apa yang mungkin terjadi di masa datang,
harus bisa diantisipasi. Untuk melakukan antisipasi yang baik, maka boards harus bisa
membangun visi dan misi perusahaan yang tepat, dan memastikan orientasi kedepan yang
visioner. Setelah Visi dan misi disusun, maka pada tahap berikutnya, boards harus ikut aktif
membuat program-program perusahaan.
2. Advocacy
Advokasi dapat diartikan sebagai dukungan perorangan dari anggota boards yang diberikan
kepada stakeholders.Anggota boards bisa berkomunikasi dengan pemangku kepentingan
(stakeholders), pemegang saham, dan publik dengan berbagai macam cara. Angota boards bisa
mempengaruhi persepsi tentang perusahaan, pengetahuan dan edukasi masyarakat, dan
pemahaman tentang bisnis perusahaan Dengan cara ini, maka boards tidak saja memberikan
dukungan emosional dan intelektual tetapi juga berbentuk manajemen keuangan dan kebijakan
investasi.
3. Autonomy
Keterlibatan boards dalam memformulasikan dan mengimplementasikan strategi perusahaan
selalu menimbulkan isu yang sensitif. Walaupun boards juga mengarahkan CEO, dalam
menyusun struktur dan strategi perusahaan, akan tetapi selalu dapat dimengerti apabila
masalah ”ownership” dari strategi berada ditangan CEO dan team manajemen mereka. Untuk
tujuan meningkatkan efektivitas tiap organisasi tidak hanya memerlukan strategi yang jelas dan
tidak ambigu tetapi juga keyakinan bahwa manajemen puncak punya otoritas dan kemampuan
untuk menjalankannya.
4. Accountability
Otonomi harus seimbang dengan akuntabilitas, boards harus memastikan bahwa pemberian
otonomi kepada eksekutif dibarengi dengan akuntabilitas yang harus dijalankan oleh para
eksekutif. Dengan pemberian amanah (fiduary), eksekutif harus diawasi bahwa mereka mampu
menjaga public trust, memajukan perusahaan, dan mengemban serta melaksanakan misi
perusahaan.
5. 5. Advice
Boards memiliki otoritas legal dalam pembuatan keputusan dalam perusahaan. Hal ini berarti
boards harus mereview dan menyetujui operasi fundamental, finansial, strategi dan rencana
perusahaan lainnya. Untuk mengurangi masalah moral hazard, boards harus berpartisipasi aktif
dalam pembuatan keputusan. Dalam perannya sebagi penasihat (advisory) boards harus
mengambil berbagai pendekatan. Boards menggunakan keahlian anggotanya untuk
mengarahkan manajemen sesuai dengan arah strategi perusahaan.
6. Assistance
Hal yang lebih penting dalam tugas boards adalah tidak sekedar memberi nasihat, tetapi juga
memberi arahan (assist).
Board Composition
1. Jumlah anggota Dewan Komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan
dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan.
2. Dewan Komisaris dapat terdiri dari Komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi yang
dikenal sebagai Komisaris Independen dan Komisaris yang terafiliasi. Yang dimaksud dengan
terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang
saham pengendali, anggota Direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu
sendiri. Mantan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang terafiliasi serta karyawan
perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi.
3. Jumlah Komisaris Independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan
secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Salah satu dari Komisaris
Independen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan.
4. Anggota dewan komisaris diangkat dan diberhentikan dengan persetujuan dari anggota
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang kemudian dilaporkan kepada Menteri Hukum dan
HAM untuk dicatatkan dalam daftar wajib perusahaan atas pergantian dewan komisaris. Dalam
pengangkatan dewan komisaris diusulkan oleh anggota RUPS yang memiliki wewenang untuk
mengusulkan dewan komisaris.
Implementasinya dalam konteks Good Corporate Governance di Indonesia
Disini dicontohkan pada PT Bank DBS Indonesia, dimana Good Corporate Governance atau
GCG merupakan suatu proses dan struktur untuk mengarahkan dan mengelola usaha serta
urusan-urusan Bank, dan oleh karena itu keberadaan GCG sangat diperlukan untuk mengatur
dan menjaga keseimbangan kepentingan internal dan eksternal. Pelaksanaan GCG bertujuan
untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas Bank, agar secara berkesinambungan dapat
memberikan nilai tambah jangka panjang bagi Pemegang Saham dan Pemangku Kepentingan
lainnya. Pelaksanaan GCG memerlukan komitmen dari top management dan seluruh jajaran
organisasi dan dimulai dari penetapan sejumlah kebijakan yang mendasar dan kode etik yang
harus dipatuhi oleh semua pihak yang ada di dalam perusahaan.
Bagi DBS Indonesia, GCG didefinisikan sebagai pola pikir dan pola kerja di seluruh jajaran
perusahaan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas demi terciptanya sistem
manajemen yang efisien dan efektif. Dalam pengelolaan sumber daya dan usaha, GCG
6. merupakan landasan implementasi tanggung jawab manajemen pada Pemegang Saham dan
Pemangku Kepentingan yang lain. Pelaksanaan GCG di DBS Indonesia diarahkan dan diatur oleh
Direksi dan diawasi pelaksanaannya oleh Dewan Komisaris.
DBS Indonesia dalam upaya mencapai tujuan pelaksanaan GCG yang baik dalam
aktivitasnya sehari-hari senantiasa berpegang teguh pada prinsip Lima Pilar GCG yang
diciptakan untuk melindungi kepentingan seluruh Pemangku Kepentingan. Kelima pilar GCG
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Transparansi.
Terbuka dalam proses pengambilan keputusan dan terbuka dalam menyediakan informasi
material yang relevan dengan Perseroan.
2. Kemandirian
Pengelolaan Perseroan secara profesional, tanpa adanya benturan kepentingan dan tekanan
dari pihak manapun yang tidak sejalan dengan prinsip korporasi yang sehat dan bertentangan
dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku.
3. Akuntabilitas
Fungsi, kewenangan dan tanggung jawab yang jelas dari setiap aspek bisnis Perseroan hingga
tercapailah efektivitas pengelolaan Perseroan.
4. Tanggung Jawab
Pelaksanaan pengelolaan Perseroan sesuai dan sejalan dengan prinsip korporasi yang sehat
serta undang-undang dan peraturan yang berlaku.
5. Kewajaran
Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak dan kewajiban para Pemegang Saham yang
sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.
Pelaksanaan GCG di DBS Indonesia selalu berpedoman pada Etika Bisnis dan lima pilar GCG
sehingga Bank dapat mencapai kinerja yang tertinggi. DBS Indonesia berkomitmen
melaksanakan GCG, dan komitmen tersebut diwujudkan dalam kebijakan, peraturan dan kode
etik yang harus dipatuhi oleh seluruh Pemangku Kepentingan.Dalam hubungannya dengan
Pemegang Saham, Perseroan memandang komitmen pelaksanaan GCG sangatlah penting
karena komitmen tersebut menjadi bagian dari nilai tambah baik untuk Perseroan dan
Pemegang Saham maupun para Pemangku Kepentingan. Tujuan untuk memaksimalkan
kepentingan Pemegang Saham dengan antara lain memenuhi kriteria kepuasan masing-masing
Pemangku Kepentingan sebagai berikut.
1. Para Pemegang Saham : Peningkatan nilai Pemegang Saham, perkembangan usaha dan tata
kelola perusahaan.
2. Nasabah : kualitas pelayanan dan produk.
3. Investor : keamanan dan kenyamanan serta keuntungan dalam berinvestasi atau Return on
Investment (ROI).
4. Kreditur dan Bank : 3R (Return, Repayment, Risk Bearing Ability) atau Tingkat Keuntungan,
Pembayaran dan Kemampuan Menanggung Risiko.
5. Kompetitor : persaingan yang wajar.
7. 6. Mitra Usaha Strategis : hubungan kerja sama yang saling menguntungkan.
7. Auditor : kemandirian.
8. Legislatif : kepatuhan pada hukum dan peraturan yang berlaku serta hubungan baik antara
Perseroan dengan lembaga
legislatif dan masyarakat.
9. Pemerintah : kepatuhan pada hukum dan kontribusi pembangunan.
10. Media Massa, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Organisasi Masyarakat: transparansi
penyampaian informasi.
11. Karyawan : kepuasan kerja dan kesejahteraan.
12. Serikat Pekerja : perlakuan yang adil dan setara.
Tata Kelola Perusahaan diupayakan untuk diimplementasikan dengan baik sesuai dengan
undang-undang di Indonesia dan Peraturan Bank Indonesia antara lain Nomor 8/4/PBI/2006
tanggal 30 Januari 2006 mengenai Pelaksanaan GCG oleh Bank Umum serta perubahan
Peraturan GCG No. 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 (selanjutnya disebut sebagai
“Peraturan GCG”), serta peraturan perundang-undangan lainnya dan merujuk kepada praktik
penerapan GCG yang dilakukan oleh Pemegang Saham mayoritas DBS Indonesia, yaitu DBS
Bank Ltd.
Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG oleh Bank telah dilakukan melalui tindakan-tindakan di
bawah ini, antara lain :
1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab oleh Dewan Komisaris dan Direksi
2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas-tugas komite dan unit kerja yang melaksanakan fungsi
internal audit bank
3. Kinerja kepatuhan, fungsi audit internal dan audit eksternal
4. Pelaksanaan risiko manajemen, termasuk pengawasan internal; penyediaan dana kepada
pihak yang mempunyai
hubungan istimewa dan penyediaan dana dalam jumlah besar;
5. Rencana Strategis Bank
6. Transparansi dalam kondisi keuangan dan bukan keuangan Bank.
Self assessment berkala telah dilakukan pada semua unit bisnis dan unit pendukung.
Rencana tindak lanjut untuk setiap bidang yang diawasi yang masih memerlukan perbaikan juga
telah dikaji dan dimonitor untuk memastikan bahwa tindakan perbaikan telah dilaksanakan
dengan baik.
Daftar Pustaka :
1. PPT Business Ethic and Good Governance [TM4], The Corporate Culture : Impact and
Implications, Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-Msc, MM, CMA, Universitas Mercubuana
2. https://medium.com/@muhammadfrayogi/penerapan-konsep-good-corporate-governance-
gcg-dalam-budaya-indonesia-d8cef61009df
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Komisaris#cite_note-2
4. www.lkdi.org/cms/wp-content/uploads/2011/09/Board-Duties-Indonesia.pdf
5. https://farizadlanblog.wordpress.com/2017/03/27/perbedaan-antara-board-of-director-