Dokumen tersebut membahas tentang korupsi dan penipuan, termasuk penyebab, dampak, dan upaya pemberantasan korupsi. Dibahas pula definisi korupsi, unsur-unsur korupsi, bentuk penyalahgunaan dalam korupsi, serta dasar hukum pemberantasan korupsi.
BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Corruption and Fraud, Universitas Mercubuana, 2017
1. BUSINESS ETHICS AND GOOD GOVERNANCE “Corruption and Fraud”
Universitas Mercubuana
Senin, 04 Desember 2017
Nama : Rudy Harland Seniang Sakti
NIM : 55117110019
Fakultas : Magister Management
Mata Kuliah : Business Ethics and Good Governance “Corruption and Fraud”
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, MM
Konsep untuk Mengurangi Tindak Pidana Korupsi dan Penipuan di Segala Aspek Kehidupan di
Indonesia
Menurut Ermansjah Djaja dalam buku Memberantas korupsi Bersama KPK menyebutkan
terdapat berbagai faktor seseorang melakukan korupsi. Berikut adalah beberapa penyebab
korupsi dan cara mengatasinya :
1. Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru
Sebagai negara yang berkembang seharusnya pemerintah memperioritaskan pembangunan
di bidang pendidikan. Tetapi selama puluhan tahun mulai dari Orde Lama,Orde Baru sampai
dengan era Reformasi, pembangunan difokuskan di bidang ekonomi. Padahal setiap negara
berkembang memiliki keterbatasan jumlah SDM, uang, manajemen dan tekhnologi.
konsekuensinya, semua diimpor dari luar negeri.
2. Kompensasi PNS yang Rendah
Karena gaji yang rendah, banyak anggota PNS yang melakukan tindakan korupsi. Rendahnya
gaji tindak diimbangi dengan pola hidup yang sederhana, karena sebagian besar pegawai
memiliki gaya hidup yang konsumtif.
3. Pejabat yang Serakah
Karena memiliki pola hidup yang konsumtif, timbul keinginan dalam diri pejabat untuk
memperkaya diri secara instan. Kemudian lahirlah sikap serakah dimana pejabat
menyalahgunakan wewenang dan jabatannya dan menjadi penyebab terciptaanya
masyarakat majemuk dan multikultural.
4. Law Enforcement Tidak Berjalan
Penegakkan hukum di Indonesia sangatlah bobrok. penegakkan hukum tidak berjalan hampir
di seluruh lini kehidupan, baik di instasi pemerintahan maupun di lembaga kemasyarakatan
karena segala sesuatu diukur dengan uang.
2. 5. Hukuman yang RinganTerhadap Koruptor
Karena para koruptor mendapat hukuman yang ringan, maka tidak menimbulkan efek jera
bagi mereka yang melakukan korupsi. Bahkan tidak menimbulkan rasa takut dalam
masyarakat, sehingga para pejabat tetap melakukan KKN.
6. Tidak ada Keteladanan Pemimpin
Minimnya pemimpin yang dapat dijadikan teladan, menyebabkan Indonesia sulit untuk
terbebas dari jerat korupsi. Hal ini menyebabkan kehidupan berbangsa dan bernegara
mendekati jurang kehancurannya.
7. Pengawasan yang Tidak Efektif
8. Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN
Dalam Negara agraris seperti Indonesia, masyarakatnya cenderung peternalistik. Dengan
demikian, mereka turut melakukan KKN dalam urusan sehari-hari. Misal mengurus KTP, SIM,
PBB dan masih banyak lagi. Hal tersebut mereka lakukan karena meniru apa yang dilakukan
oleh pejabat, elit politik, tokoh masyarakat, pemuka agama, yang oleh masyarakat diyakini
sebagai tindakan yang wajar.
Langkah Pemberantasan Korupsi
Banyak cara yang dapat kita terapkan untuk dapat memberantas korupsi. Mulai dari hal
yang paling kecil yaitu diri sendiri, sampai ke tingkat Negara. Beberapa langkah untuk
memberantas korupsi :
1. Membangun Supremasi Hukum dengan Kuat
Hukum adalah pilar keadilan. Ketika hukum tak sanggup lagi menegakkan sendi-sendi
keadilan, maka runtuhlah kepercayaan publik pada institusi ini. Ketidak jelasan kinerja para
pelaku hukum akan memberi ruang pada tipikor untuk berkembang dengan leluasa. Untuk
itu sangat oerlu dilakukan membangun supremasi hukum yang kuat. Tidak ada manusia yang
kebal hukum, serta penegak hukum tidak tebang pilih dalam mengadili.
2. Menciptakan Kondisifitas Nyata di Semua Daerah
Salah satu rangsangan tumbuhnya tipikor dengan subur adalah kondisifitas semu di suatu
wilayah otonom. Kondusifitas yang selama ini dielu-elukan adalah kondusifitas semu belaka.
kejahatan korup terus tumbuh dengan subur tanpa ada yang menghentikannya. bagaimana
suatu otonomi daerah semestinya dikatakan kondusif? yakni daerah yang terbebas dari
penyakit tipikor , bersih penyelewengan serta tidak ada lagi tindak kejahatan yang merugikan
bangsa dan negara.
3. Eksistensi Para Aktivis
Para aktifis seperti LSM harus gencar menyerukan suaranya untuk melawan korupsi. Disini,
peran aktif para aktifis sangat diharapkan.
4. Menciptakan Pendidikan Anti Korupsi
Upaya pemberantasan korupsi melalui jalur pendidikan harus dilaksanakan karena tidak bisa
dipungkiri bahwa pendidikan merupakan wahana yang sangat startegis untuk membina
generasi muda agar menanamkan nilai-nilai kehidupan termasuk antikorupsi.
3. 5. Membangun Pendidikan Moral Sedini Mungkin
Mengapa banyak pejabat Negara ini yang korupsi? Salah satu jawabannya karena mereka
bermoral miskin, bertabiat penjahat dan tidak bermartabat. Jika seseorang memiliki moral
yang rendah, maka setiap gerak langkahnya akan merugikan orang. oleh karena itu sangat
penting sekali membekali pendidikan moral pada generasi muda.
6. Pembekalan Pendidikan Religi yang Intensif
Semua agama mengajarkan pada kebaikan. Tidak ada satupun agama yang menyuruh kita
berbuat untuk merugikan orang lin, seperti korupsi. Peran orang tua sangat berpengaruf
untuk menumbuhkan kesadaran religi pada anak agar kelak saat dewasa memiliki moral dan
mentalitas yang baik.
Daftar Pustaka :
https://guruppkn.com/penyebab-korupsi-dan-cara-mengatasinya
4. Corruption dan Fraud
Corruption
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna
busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik
politisi maupunpegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak
wajar dan tidaklegal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka
untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Menurut Ibnu Santoso dalam buku Memburu Tikus-tikus Otonom, korupsi adalah sebuah
tindakan yang salah serta merugikan baik orang lain maupun negara. Dari segi semantik, kata
korupsi berasal dari bahasa inggris ‘Corrupt’, dari perpaduan dua kata dalam bahasa latin yaitu
Com yang berarti bersama-sama dan Rumpere yang berarti pecah atau jebol.
Istilah ini juga dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak jujur atau
penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Pada praktiknya, korupsi dapat
dilihat sebagai penerimaan uang yang berhubungan dengan jabatan tanpa tercatat dalam
administrasi. Berdasarkan Transperency international, korupsi adalah perilaku pejabat publik,
atau pemain politik, atau para Pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau golongan yang ada hubungan kedekatan dengan dirinya. Ia melakukan
tindakan tersebut dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik atau wewenang yang
dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-
unsur sebagai berikut :
• Perbuatan melawan hukum,
• Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
• Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
• Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Kondisi yang mendukung munculnya korupsi, yaitu :
1. Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung
kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
2. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
3. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan
politik yang normal.
4. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
5. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
6. Lemahnya ketertiban hukum.
7. Lemahnya profesi hukum.
8. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
9. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
10. Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian
yang cukup ke pemilihan umum.
5. 11. Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan
kampanye".
Dampak negative dari korupsi, yaitu :
1. Demokrasi
Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik
(good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum
dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan
kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di
pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat.
Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan
karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan
dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
2. Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi
dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga
karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat
korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Dimana korupsi
menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan".
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya
mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi
(kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek
masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah
kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktik korupsi, yang akhirnya
menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat
keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi
kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan
terhadap anggaran pemerintah.
3. Kesejahteraan Umum Negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.
Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok,
bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang
melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME).
Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan
besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
Bentuk-bentuk penyalahgunaan, diantaranya yaitu :
1) Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima
sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari,
meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
6. 2) Sumbangan kampanye dan "uang haram"
Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk
membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan
keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi
keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan
munculnya tuduhan korupsi politis.
Dasar Hukum Pemberantasan Korupsi
Begitu merebaknya korupsi, maka Pemerintah sudah mengeluarkan beberapa ketentuan
untuk mencegah dan memberantas korupsi. Dasar hukum pencegahan dan pemberantasan
korusi adalah :
1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana;
2. UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN;
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;
4. Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan
Korupsi;
5. Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2012 tentang Strategi Nasional (stranas) Pencegahan
dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang 2012-2025 dan Jangka Menengah 2012-2014.
Dalam pasal 5 UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas
KKN diatur antara lain bahwa setiap penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak
melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan demikian, setiap aparatur
Negara tidak boleh melakukan korupsi.
Selanjutnya dalam pasal 2 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, ditegaskan bahwa:
1. Setiap orang yang secara sadar melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah).
2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam
keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Khusus materi UU No. 30 tahun 2002,
berikut ini akan dikutip beberapa pasal yang secara spesifik berkaitan dengan penanganan
korupsi yaitu pasal 6, pasal 11 dan pasal 13.
Salah satu langkah nyata yang dilakukan pemerintah dalam mencegah terjadinya korupsi
adalah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2012 tentang strategi
nasional (stranas) pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka panjang 2012-2025 dan jangka
menengah 2012-2014 (untuk selanjutnya disingkat Stranas PPK). Perpres 55 tahun 2012
7. merupakan landasan kebijakan pemberantasan korupsi dalam merumuskan rencana aksi
tahunan. Konsep Stranas PPK tersebut disusun oleh Kantor Wakil Presiden, UKP4 dan Bappenas.
Ada 6 fokus kegiatan strategi nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yaitu :
1. Pencegahan;
2. Penegakan hukum;
3. Harmonisasi peraturan perundang-undangan;
4. Kerjasama internasional dan penyelamatan asset hasil tipikor;
5. Pendidikan dan budaya antikorupsi; dan
6. Mekanisme pelaporan pelaksanaan pemberantasan korupsi.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam strategi pencegahan untuk program jangka
panjang adalah :
1. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam administrasi dan layanan publik,
pengelolaan keuangan negara, penanganan perkara berbasis teknologi informasi (TI), serta
pengadaan barang dan jasa berbasis TI baik di pusat maupun daerah.
2. Peningkatan efektivitas sistem pengawasan dan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan keuangan negara, serta memasukkan nilai integritas
dalam sistem penilaian kinerjanya.
3. Peningkatan efektivitas pemberian izin terkait kegiatan usaha, ketenagakerjaan, dan
pertanahan yang bebas korupsi.
4. Peningkatan efektivitas pelayanan pajak dan bea cukai yang bebas korupsi.
5. Penguatan komitmen anti korupsi di semua elemen pemerintahan (eksekutif), yudikatif,
maupun legislatif.
6. Penerapan sistem seleksi/penempatan/promosi pejabat publik melalui assesment integritas
(tax clearance, clearance atas transaksi keuangan, dll) dan pakta integritas.
7. Mekanisme penanganan keluhan/pengaduan anti korupsi secara nasional.
8. Peningkatan pengawasan internal dan eksternal, serta memasukkan nilai integritas ke dalam
sistem penilaian kinerja.
9. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan serta kinerja menuju opini
audit Wajar Tanpa Pengecualian dengan Kinerja Prima.
10. Pembenahan sistem kepemerintahan melalui Reformasi Birokrasi.
11. Pelaksanaan e-government.
Di bidang strategi penegakan hukum, kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah :
1. Memperkuat mekanisme kelembagaan dan kerja sama antar lembaga penegak hukum dalam
rangka mengoptimalkan proses penegakan hukum terhadap tipikor.
2. Memperkuat sarana pendukung berbasis TI untuk koordinasi antar lembaga penegak hukum
dalam penanganan kasus dan proses peradilan(e-law enforcement).
3. Penerapan zero tolerance pada tipikor dan sanksi hukum yang lebih tegas di semua strata
pemerintahan (eksekutif), legislatif, dan yudikatif.
8. Selanjutnya dibidang harmonisasi peraturan di bidang perundang-undangan, kegiatan
strategis yang akan dilaksanakan adalah :
1. Harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan sesuai dengan kebijakan
nasional dan kebutuhan daerah yang berhubungan dengan sumber daya alam.
2. Harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan dan penyusunannya dalam
rangka modernisasi penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana.
3. Mekanisme monitoring (pemantauan) dan evaluasi peraturan perundang-undangan
terhadap pelaksanaan peraturan perundangundangan yang tumpang tindih dan tidak
konsisten.
4. Melakukan pemetaan dan revisi peraturan perundang-undangan terkait proses penegakan
hukum, antara lain; perlindungan saksi dan pelaku yang bekerja sama (justice collaborator),
serta menghalangi proses hukum (obstruction of justice).
5. Harmonisasi berikut penyusunan peraturan perundang-undangan dalam rangka
implementasi UNCAC dan peraturan pendukung lainnya.
6. Penyederhanaan jumlah dan jenis perizinan dalam kapasitas daerah.
7. Harmonisasi terhadap pengawasan atas pelaksanaan regulasi terkait pelimpahan
kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.
Kegiatan yang akan dilakukan dalam strategi pendidikan dan budidaya anti korupsi adalah
: (1) pengembangan sistem nilai dan sikap anti korupsi dalam berbagai aktivitas kehidupan di
masyarakat, sektor swasta, dan aparat pemerintah. (2) Pengembangan dan penerapan nilai-nilai
anti korupsi, kejujuran, keterbukaan, dan integritas di berbagai aktivitas di sekolah, perguruan
tinggi, dan lingkup sosial dalam rangka menciptakan karakter bangsa yang berintegritas. (3)
Kampanye anti korupsi secara menyeluruh dan terencana. (4) Memperluas ruang partisipasi
masyarakat dalam rangka PPK.
Kegiatan yang dilakukan dalam mekanisme pelaporan pelaksanaan pemberantasan
korupsi adalah sebagai berikut :
1. Penyusunan dan penerapan standar informasi, dokumentasi, dan pelaporan para pihak
terkait, khususnya sistem pelaporan yang berbasis TI.
2. Mekanisme pelaporan PPK Nasional secara terpadu.
3. Keterbukaan dan komunikasi upaya-upaya PPK, serta partisipasi masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pelaporan.
4. Pengawasan dan pelaksanaan implementasi UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, termasuk mekanisme verifikasi dan klarifikasi dalam pelaksanaan PPK.
5. Perluasan akses informasi menyangkut pelaksanaan PPK dan ketentuan UNCAC.
Fraud (Penipuan)
Penipuan adalah sebuah kebohongan yang dibuat untuk keuntungan pribadi tetapi
merugikan orang lain, meskipun ia memiliki arti hukum yang lebih dalam, detail jelasnya
bervariasi di berbagai wilayah hukum. Fraud juga merupakan sebuah tindakan yang sengaja
dilakukan untuk menipu atau mengelabui pihak-pihak yang terlibat, yang pada akhirnya akan
9. mengakibatkan adanya kerugian di beberapa pihak dan keuntungan bagi si pelaku fraud tersebut.
Tindakan yang dianggap penipuan kriminal termasuk :
1. Bait and switch
2. Trik cofidensi seperti penipuan biaya muka, pengiklanan palsu
3. Pencurian identitas
4. Tagihan palsu
5. Pemalsuan dokumen atau tanda tangan
6. Pembuatan perusahaan palsu
Berikut adalah beberapa jenis fraud menurut ACFE :
1. Korupsi (Corruption)
• Benturan kepentingan (skema pembelian, skema penjualan, dan lainnya)
• Penyuapan (invoice kickback, bid rigging)
• Pemberian ilegal (sering disebut gratifikasi)
• Pemerasan
2. Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation)
Penyalahgunaan aset bisa secara tunai maupun nontunai. Ada tiga bentuk penyalahgunaan
aset, yaitu:
• Larceny, yakni pencurian uang tunai atau deposit perusahaan.
• Skimming, mengambil uang transaksi dan secara resmi melaporkan jumlah penerimaan
yang lebih rendah.
• Fraudulent disbursment, yakni pencurian melalui pengeluaran yang tidak sah karena
melalui beberapa perantara seperti billing shemes, payroll schemes dan lain sebagainya.
3. Pernyataan Palsu (Fraudulent Statement)
Hal ini dilakukan dengan cara merekayasa laporan keuangan perusahaan untuk memperoleh
keuntungan pribadi.
Berikut implementasi Fraud (penipuan) yang terjadi dilapangan :
1. Fraud di Usaha Kecil
Usaha kecil sangat rentan terhadap fraud. Penelitian ACFE menyatakan bahwa sabotase
pemeriksaan dan penagihan fraud adalah sebagian besar skema penipuan umum pada usaha
kecil. Selain itu, dikarenakan memiliki pondasi fraud yang lebih sedikit dibandingkan
perusahaan berskala besar, maka usaha kecil lebih rentan terkena fraud.
2. Pencurian Data (Data Fraud)
Data sensitif seperti data terkait pelanggan kartu kredit sering disasar oleh pelaku data fraud.
Sekitar satu juta merchant diseluruh negara mengalami pencurian data nasabah kartu kredit
(sekitar 4% usaha kecil yang menjadi korban penipuan data). Dari merchant mandiri yang
menyimpan data secara elektronik (digital), hanya 46% yang telah mengambil langkah
afirmatif untuk melindungi data, sisanya masih rentan terhadap pencurian data.
3. Penggelapan (Embezzlement)
Perusahaan sering dijadikan lahan untuk dikuras pelaku penggelapan (biasanya pegawai)
untuk memperkaya diri sendiri. Lebih dari 80% kasus penggelapan terjadi pada bagian
akuntansi, customer service, eksekutif/manajemen, operasional, pembelian dan
penjualan. 31% kasus penggelapan menimpa usaha kecil. ACFE mengatakan bahwa usaha
10. kecil merupakan target “empuk” dikarenakan mereka memiliki sistem pengendalian intern
yang buruk dibandingkan perusahaan besar. Setidaknya 5% dari total pendapatan tahunan
perusahaan menjadi jumlah kerugian yang harus ditanggung untuk kasus tindak penggelapan.
Rata-rata kerugian untuk usaha kecil karena kasus penggelapan setidaknya US$ 155.000.
Rata-rata insiden fraud tersebut terdeteksi sekitar 18 bulan. Langkah afirmatif perusahaan
untuk dapat membentengi diri dari tindakan fraud :
1. 52% Melakukan audit eksternal terhadap Laporan Keuangan
2. 41% Membuat dan menetapkan kode etik karyawan
3. 33% Melakukan manajemen sertifikasi atas Laporan Keuangan
4. 31% Melakukan penelaahan Manajemen keuangan dan karyawan
5. 19% Mengembangkan program dukungan karyawan
6. 16% Memberikan pelatihan mengenai fraud bagi manajemen/eksekutif
7. 15% Menyediakan tips anti-fraud secara online bagi karyawan
8. 13% Memberikan pelatihan anti-fraud bagi karyawan
9. 11% Melakukan audit internal secara mendadak
10. 3% Menyediakan hadiah bagi pelapor tindak penggelapan.
4. Penipuan Atas Jasa Perbankan Online (Online Banking)
Usaha kecil sering disasar oleh pelaku penipuan. 56% usaha kecil pernah dilaporkan
mengalami penipuan perbankan dalam kurun waktu hanya 12 bulan. 61% dari mereka lebih
dari satu kali menjadi korban, 75% usaha kecil dilaporkan mengalami penipuan online. Dari
usaha kecil mengalami penipuan perbankan online: 37%-nya menerima penggantian atas
dana mereka yang hilang dan 31%-nya tidak menerima kompensasi atas dana yang tidak bisa
dikembalikan. Bank (untuk semua skala) rentan terhadap penipuan. Usaha kecil yang
menggunakan jasa perbankan dari lembaga keuangan (bank) kecil sama berisikonya dengan
mereka yang menggunakan jasa perbankan dari institusi keuangan besar. Langkah afirmatif
untuk membentengi diri dari penipuan perbankan online :
1. 78% melakukan rekonsiliasi rekening bank pada setiap akhir bulan.
2. 55% melakukan evaluasi dan persetujuan yang cermat atas seluruh transaksi kas keluar
3. 49% menempatkan lebih lebih dari satu orang untuk mengendalikan akun
4. 26% menggunakan komputer khusus yang didedikasikan untuk online banking
5. 16% mengembangkan pendidikan pencegahan fraud bagi karyawan
5. Penipuan / Penggelapan Atas Cek
Penipuan dilakukan dengan cara mencuri dana rekening milik perusahaan oleh pelaku.
Penipuan cek biasanya dialami perusahaan dengan tindakan penggelapan (oleh pegawai)
maupun penipuan online banking. Sebuah penelitian tahun 2011 tentang tingkat
kepercayaan publik terhadap jasa perbankan baru menunjukkan bahwa 75% dari mereka
yang menjadi korban penipuan menyebutkan tentang penipuan online. Lebih dari sepertiga
dari kasus-kasus ini adalah hasil dari penipuan atas cek (check fraud). 45% kasus penipuan
yang menimpa bisnis besar dan kecil berupa penipuan atas cek. 30% dari kasus penipuan yang
dilakukan di tempat kerja (terjadi pada usaha yang memiliki kurang dari 100 karyawan)
dengan salah satu kasus penipuan yang paling umum adalah penipuan atas cek. Korban
penipuan cek dari kalangan bisnis kecil belum ada jaminan penyelesaian dari pihak
bank. Seringkali tanggung jawab untuk membayar (dari bank) sering mentok pada
11. pertanyaan : apakah korban (usaha) dapat membuktikan bahwa mereka mengambil langkah-
langkah pencegahan yang tepat. Berikut langkah-langkah terbaik yang dapat dilakukan
perusahaan untuk memastikan bahwa mereka benar-benar aman dari tindak kejahatan
penipuan (fraud) atas cek :
1. Cek harus dipastikan memiliki fitur berkemanan tinggi. Disampiang dapat mencegah,
jikapun tetap terjadi perusahaan dapat menunjukkan itu kepada pihak bank sebagai bukti
bahwa perusahaan telah mengambil langkah-langkah pencegahan secara sungguh-
sungguh
2. Implementasi Sistim Pengendalian Intern (SPI) secara ketat diseluruh level operasional
perusahaan. Contoh: pemisahan fungsi penerimaan dan pengeluaran kas
3. Tiadakan cek kosong dari rekening bank yang tidak aktif
4. Gunakan fitur yang dapat mencegah adanya kliring rekening atas cek yang tidak sah
5. Baca dengan seksama kontrak perjanjian dengan pihak bank untuk memahami hak dan
kewajiban jika suatu saat nanti perusahaan mengalami kerugiana akibat tindak penipuan
dari pihak lain
6. Periksa buku cek baru begitu diterima dari bank. Simpan buku cek yang belum dipakai di
tempat yang sungguh-sungguh aman, dalam kondisi terkunci. Jika buku cek diterima
dalam keadaan tersegel, jangan buka segel sampai cek dipakai
7. Selalu jaga keamanan buku cek dan slip (formulir bank) yang tidak terpakai atau
dibatalkan, stempel perusahaan dan stempel tandatangan (jika memakai), dengan
menyimpannya di tempat yang terkunci—hanya bisa diakses oleh orang yang diberi
wewenang
Kondisi di Lingkungan Kerja adakah indikasi Korupsi dan Penipuan, serta jika ada bagaimana
cara perusahaan mengatasinya
Dalam lingkungan kerja di perusahaan saya terdapat indikasi korupsi dan penipuan, untuk
itu perusahaan di tempat saya bekerja telah menetapkan dan mengimplementasikan beberapa
konsep sebagai berikut :
1. Membuat dan menetapkan peraturan perusahaan secara jelas dan terperinci, serta
senantiasa di sosialisasikan oleh departement tenaga kerja di perusahaan kepada karyawan
melalui training, terutama pada saat awal masuk kerja bagi karyawan baru.
2. Membuat sistem atau flow pengklaiman atau penagihan secara online dan melampirkan
bukti terima atau kwitansi yang jelas tidak dibuat-buat (bukti penagihan resmi)
3. Adanya tingkatan approval yang berjenjang di sistem tersebut untuk meminimalisasikan
lalainya pengecekan dari pihak-pihak maupun atasan terkait.
4. Senantiasa melakukan audit internal secara rutin dengan waktu yang tdk bisa diprediksi oleh
semua pihak terhadap kegiatan maupun laporan keuangan dari tiap-tiap departement.
5. Melakukan audit eksternal (independent team) terhadap laporan keuangan perusahaan
6. Memberikan perlindungan terhadap karyawan pelapor dan karyawan terlapor tindak
penggelapan maupun penipuan terhadap perusahaan, serta memberikan perhargaan bagi
karyawan yang merupakan pelapor jika dapat membuktikan laporannya secara valid.
12. 7. Memberikan teladan atau contoh dari manajemen atau direksi mengenai tata cara kerja dan
keuangan yang baik dan benar bagi semua karyawan
8. Dibuatnya perjanjian secara hukum yang ditandatangani oleh perusahaan dan karyawan
bahwa bagi karyawan tidak boleh memiliki perusahaan atau anak perusahaan yang
berhubungan atau melakukan proyek di perusahaan ini. Dan jika ditemukan indikasi akan
ditindak sesuai perjanjian atau hukum yang telah disepakati bersama.
Daftar Pustaka :
1. Modul E-Learning Pertemuan ke-13 Business Ethic and Good Governance "Corruption and
Fraud", Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Mercubuana, 2017
2. https://guruppkn.com/penyebab-korupsi-dan-cara-mengatasinya
3. http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/418-artikel-soft-competency/11886-
upaya-menghilangkan-korupsi
4. https://akuntansipedia.com/berbagai-jenis-fraud/