1. JURUSAN MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MERCU BUANA
Nama : Royhan Jamaan
NIM : 55118110087
Mata Kuliah : Business Ethic and Good Governance
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, Ir, MM, CMA, MPM
TEORI DAN PRAKTEK TATA KELOLA PERUSAHAAN
1. Teori Tata Kelola Perusahaan
Tata Kelola Perusahaan (corporate governance) merupakan sebuah rangkaian proses,
kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta
pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup
hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan
pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang
saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan,
pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.
Penerapan Corporate Governance merupakan salah satu faktor yang penting
diterapkan untuk menjaga keberlangsungan usaha perusahaan. Penerapan GCG juga secara
konsisten dapat menciptakan stabilitas perusahaan yang kondusif, dapat meningkatkan
performa perusahaan, serta dapat mengoptimalkan nilai – nilai pemegang saham dengan
tetap memperhatikan pemenuhan kewajiban terhadap pemangku kepentingan.
Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa
manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan
mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak
menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan
berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer. Dengan kata lain
corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya
keagenan (agency cost).
Shleifer dan Vishny dalam Hapzi (2019) menyatakan bahwa corporate governance
yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi
sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan
menerima return atas dana yang telah mereka investasikan.
Teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah Agency Theory,
Stewardship Theory dan Stakeholder Theory.
2. 1) Agenchy Theory
Perkembangan tata kelola perusahaan yang berangkat dari teori kegenan (Agency
Theory) dikembangkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Teori tersebut
mendasarkan pada konflik yang timbul antara principal dan agen. Principal merupakan pihak
yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen
merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan.
Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan
oleh prinsipal kepadanya. Manajemen sebagai „agents” dianggap akan bertindak untuk
kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap
Pemegang Saham. Adanya pemisahan kepemilikan dan perbedaan kepentingan antara
prinsipal dan agen menimbulkan agency problem (konflik kepentingan).
Sebagai pihak yang mengelola perusahaan, agen mempunyai lebih banyak informasi
mengenai kapasitas perusahaan, lingkungan kerja dan perusahaan secara keseluruhan. Disisi
lain prisipal tidak mempunyai informasi cukup tentang kinerja agen. Hal ini mengakibatkan
ketimpangan informasi antara prinsipal dan agen yang disebut dengan aymmetric
information. Hal tersebut dapat menimbulkan dua permasalahan (Jensen dan Meckling,
1976), yaitu :
a. Moral Hazard yaitu permasalahan yang terjadi jika agen tidak melaksanakan
bersama apa yang telah disepakati dalam kontrak kerja.
b. Adverse selection yaitu prinsipal tidak dapat mengetahui apakah keputusan yang
diambil oleh agen didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya atau terjadi
kelalaian dalam tugas.
2) Stewardship Theory
Tidak seperti teori keagenan, teori stewardship mengasumsikan bahwa manajer
adalah pengelola dengan perilaku yang selaras dengan tujuan principal mereka. Teori ini
mendasarkan pada adanya toleransi yang baik dalam diri seorang manajer. Manajer
dipandang setia kepada perusahaan dan tertarik dalam pencapaian kinerja yang tinggi. Motif
dominan, yang mengarahkan para manajer untuk menyelesaikan pekerjaan mereka, adalah
keinginan mereka untuk melakukan tugas dengan sangat baik.
Dengan kata lain, Stewardship theory memandang manajemen sebagai pihak yang
dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun
stakeholder.
3) Stakeholders Theory
Stake holder Theory atau Teori Pemangku Kepentingan memposisikan Pemeganag
Saham/Pemilik Modal hanya merupakan salah satu dari sejumlah kelompok stakeholder yang
penting. Sama seperti pelanggan, pemasok, karyawan dan masyarakat lokat. Pemegang
saham memiliki saham di dan dipengaruhi oleh keberhasilan atau kegagalan perusahaan.
Dalam kasus dimana ada konflik kepentingan antara Pemilik Modal/Pemegang saham
dengan stakeholder lainnya, maka kepentingan para Pemilik Modal/Pemegang Saham, harus
dimoderasi atau dikorbankan untuk memenuhi kewajiban dasar bagi pemangku kepentingan
lainnya.
Dalam hukum perusahaan, Pemilik Modal/Pemegang saham diberi status unggulan
sebagai pemilik perusahaan. Mereka mampu memilih semua atau sebagian besar anggota
Direksi, memiliki hak untuk mempekerjakan dan memecat para eksekutif senior dan
menyetujui atau menolak kebijakan penting dan strategi perusahaan.
3. Dari ketiga uraian konsep yang mendasari Good Corporate Governance terlihat
bahwa kesamaannya terletak pada pengamatan pola hubungan atau interaksi antara pemilik
modal/pemegang saham/Dewas/Bawas/Dekom dengan Direksi dalam pemenuhan
kepentingan masing masing pihak. Efektivitas interakti tersebut menciptakan sinergitas
hubungan yang memengaruhi laju pertumbuhan nilai perusahaan secara positif dengan
mempertimbangkan kepentingan stakeholders lainnya.
Prinsip dan Aturan Mengenai GCG di Indonesia (Prifat)
Dalam penerapan praktik Tata Kelola Perusahaan yang baik, perlu disepakati konsep/prinsip
yang mendasari pemahaman terhadap Good Governance. Prinsip merupakan suatu pernyataan
fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan oleh seseorang/kelompok
sebagai sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak. Sebuah prinsip merupakan roh dari sebuah
perkembangan ataupun perubahan dan merupakan akumulasi dari pengalaman ataupun pemaknaan
oleh sebuah obyek atau subyek tertentu. Tujuan penetapan prinsip-prinsip tersebut adalah untuk
meletakkan landasan bagi pengembangan pelaksanaan Good Corporate Governance di Lingkungan
perusahaan secara umum.
Prinsip-prinsip dan asumsi dasar dimaksud akan menjadi pegangan dalam penjabaran
tindakan dan langkah-langkah yang hendak dilakukan untuk mewujudkan GCG dan akan menjadi
patokan dalam pengujian keberhasilan aplikasi GCG pada suatu organisasi. Nilai-nilai yang dikandung
dalam prinsip tentunya dapat bervariasi sesuai dengan keyakinan individu, maupun organisasi serta
lingkungan tempat seseorang/organisasi berkegiatan.
Secara umum terdapat enam prinsip corporate governance dalam Prinsip-prinsip
Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) 2004 mengenai corporate
governance. Keenam prinsip ini menjelaskan hal-hal yang mencakup: kerangka dasar corporate
governance, hak pemegang saham, kesetaraan perlakuan Pemilik Modal/Pemegang Saham, peranan
stakeholders, keterbukaan dan transparansi serta tanggung jawab Dewas/Bawas/Dekom.
Dengan memperhatikan kesesuaian perangkat hukum dan lingkungan BUMD dengan BUMN,
penerapan Praktik Tata Kelola mengacu pada prinsip dasar yang telah dikembangkan oleh BPKP
dengan akronim PRIFAT sebagai berikut :
1. Participation (Partisipasi)
Partisipasi yang dimaksud disini adalah pemenuhan tanggung jawab, hak dan wewenang serta
tindakan-tindakan lain yang patut diambil sesuai dengan posisinya.
Menurut kamus Collins “Participate means to become actively involve in”. Jadi partisipasi
merupakan keterlibatan yang aktif, kalau pada suatu perusahaan tentunya dari setiap
4. pelaku/organ perusahaan dalam menunjang peningkatan nilai perusahaan. Eksistensi
keberadaan badan usahandiakui dan difasilitasi, baik secara langsung atau tidak langsung oelh
masyarakat umum lainnya. Karena itu, perusahaan semestinya memperhatikan kepentingan
masyarakat dalam tindakan-tindakannya.
Penerapan prinsip ini akan membantu kelanggengan perusahaan dan menciptakan “sense of
belonging” dari banyak pihak. Perusahaan perlu pula membina hubungan dengan semua
karyawan maupun anggota masyarakat sekitar melalui hubungan bisnis yang langsung atau
tidak langsung sehingga perusahaan menjadi bagian dari masyarakat (corporate citizenship).
Perlu dihindari terjadinya ketimpangan yang mencolok dengan keadaan sekitar sehingga
mengundang kecemburuan sosial. Selain itu upaya pemeliharaan lingkungan serta kesehatan
wilayah sekitar lokasi usaha juga tidak boleh diabaikan. Beban sosial (Social cost) yang terkait
pada umumnya dapat diperhitungkan dan dimasukkan sebagai unsur biaya produksi.
Faktor-faktor yang memengaruhi Prinsip Partisipasi meliputi :
a. Kapabilitas
Seorang yang berada pada posisi tertentu tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan
pasti apa sebabnya. Salah satu sebab seseorang tidak melakukan partisipasi adalah karena dia
tidak mampu (capable) untuk melaksanakan apa yang seharusnya dilakukan tersebut.
b. Budaya/Nilai-nilai pada Perusahaan
Partisipasi dalam kegiatan-kegiatan perusahaan dipengaruhi oleh budaya atau nilai-nilai yang
berkembang di perusahaan
c. Sistem Penghargaan
Penghargaan merupakan salah satu kebutuhan manusia, baik secara materi maupun non
materi. Apabila setiap partisipasi dari setiap orang dihargai, maka akan timbul kepuasan.
d. Kontrol dari masyarakat/Pemerintah
Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa perusahaan harus berpartisipasi untuk peningkatan
kemakmuran masyarakat sekitar. Disisi lain tekanan masyarakat mengenai kepedulian
perusahaan dalam memenuhi hak-haknya misalnya agar ada operasi yang ramah lingkungan
atau agar dilakukan pembinaan kepada pengusaha ekonomi lemah, jelas memengaruhi
kemauan perusahaan untuk berpartisipasi memperhatikan kepentingan stakeholders
tersebut.
5. 2. Responsibility (Responsibilitas)
Prinsip responsibilitas adalah kesesuaian atau kepatuhan di daam pengelolaan perusahaan
terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
3. Independen merupakan suatu keadaan atau posisi dimana kita tidak terikat dengan pihak
manapun. Independen menunjukkan sikap bebas yang tidak terpengaruhi oleh kepentingan
pihak tertentu atau kelompok/organisasi tertentu.
4. Fairness (Keadilan)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder desuai
dengan oeraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat menjadi faktor
pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil diantara
beragam kepentingan dalam perusahaan.
5. Accountability (Akuntabilitas)
Segala kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik sehingga
masyarakat dapat memberikan penilaian dan evaluasi. Melalui oenerapan prinsip ini, suatu
proses pengambilan keputusan atau kinerja dapat dimonitor, dinilai dan dikritisi. Akuntabilitas
juga menunjukkan adanya traceableness yang berarti dapat ditelusuri ampai ke bukti
dasarnya, serta reasonbleness yang berarti dapat diterima secara logis.
6. Transparancy (Transparansi)
Secara sederhana transparansi dapat diartikan sebagai keterbukaan. Transparansi akan
mendorong diungkapknnya kondisi yang sebenarnya sehingga pihak yang berkepentingan
(stakeholders) dapat mengukur dan mengentisipasi segala sesuatu yang menyangkut
perusahaan. Dengan adanya transparansi di setiap kebijakan dan keputusan di lingkungan
korporasi, maka keadilan (fairness) dapat ditumbuhkan.
2. Praktek Tata Kelola Perusahaan
Tujuan penerapan GCG yang baik di lingkungan Perusahaan, di antaranya :
• Mengendalikan dan mengarahkan hubungan antara pemegang saham, Dewan
Komisaris,Direksi, karyawan, klien, mitra kerja, serta masyarakat dan lingkungan.
• Mendorong dan mendukung perkembangan Perusahaan.
6. • Mengelola sumber daya secara lebih baik.
• Mengelola risiko secara lebih baik.
• Meningkatkan pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan.
• Mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan Perusahaan.
• Meningkatkan citra Perusahaan menjadi lebih baik.
Di Indonesia, struktur Corporate Governance diatur dalam UU PT no 40 tahun 2007.
Secara umum, perusahaan-perusahaan di Indonesia struktur CG berbasis two board system
(Miqdad :2012). Dalam two board system secara tegas adanya pemisahan keanggotaan dewan
yaitu keanggotaan dewan komisaris sebagai pengawas dan dewan direksi selaku pihak yang
mengelola perusahaan (eksekutif). RUPS adalah struktur tertinggi yang mengangkat dan
member-hentikan dewan komisaris. Dewan komisaris me-miliki kewenangan untuk
mengangkat dan mem-berhentikan dewan direksi serta melakukan fungsi pengawasan
terhadap direksi dalam mengelola perusahaan. Berikut adalah struktur corporate governance
dengan two board system (Tjager et al., 2003 dalam Miqdad, 2012) :
Gambar 1. Struktur Corporate Governance- Two Board System
Manfaat yang diperoleh dalam melaksanakan Tata kelola perusahaan yang baik, diantaranya
adalah sebagai berikut :
• Meningkatkan kinerja organisasi melalui terciptanya proses pengambilan keputusan
yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional organisasi, serta lebih
meningkatkan pelayanan kepada pihak yang berkepentingan (stakeholder)
• Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid
(karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai organisasi
(corporate value)
• Meningkatkan kepercayaan investor/donator untuk menanamkan modalnya.
General Meeting of
Shareholders (RUPS)
Board of
Commisioners
(Dewan Komisaris)
Management
7. Implementasi Corporate Governance di Cimb Niaga
Penerapan GCG di CIMB Niaga merujuk pada beberapa ketentuan yang berlaku, baik dalam
skala nasional maupun internasional antara lain meliputi:
1. Beberapa Undang-undang Republik Indonesia, khususnya mengenai Pasar Modal, Perbankan dan
Perseroan Terbatas;
2. Berbagai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), khususnya mengenai Penerapan dan Pedoman
Tata Kelola, Laporan Tahunan, dan lain-lain;
3. Roadmap Tata Kelola Perusahaan Indonesia yang disampaikan melalui siaran pers OJK tanggal 4
Februari 2014;
4. ASEAN Corporate Governance (CG) Scorecard yang dikeluarkan oleh ASEAN Capital Market Forum
(ACMF);
5. Anggaran Dasar Perusahaan dan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
6. Kebijakan Bank (Kebijakan Pokok Perusahaan, Kode Etik & Perilaku Kepegawaian, Kebijakan, dan
Standar Prosedur Operasional).
Pada implementasinya, CIMB Niaga telah memiliki Pedoman Tata Kelola CIMB Niaga yang
diatur dalam Kebijakan Pokok Perusahaan (Corporate Policy Manual) versi 01 tahun 2016 yang
merupakan kebijakan tertinggi di CIMB Niaga. Sebagaimana tercantum dalam Kebijakan Pokok
Perusahaan, Tata Kelola Perusahaan dijalankan dengan berasaskan Transparansi, Akuntabilitas,
Responsibilitas, Independensi serta Kewajaran dan Kesetaraan (TARIF). Selain itu, Kebijakan Pokok
Perusahaan juga didukung oleh kebijakan-kebijakan lain terkait tata kelola seperti Kode Etik & Perilaku
Kepegawaian, Pedoman dan Tata Tertib Kerja (Piagam), Kebijakan Whistleblowing, Kebijakan Conflict
Management maupun berbagai kebijakan operasional lainnya. Kebijakan-kebijakan tersebut
merupakan pondasi sekaligus menunjukkan omitmen CIMB Niaga dalam penerapan prinsip prinsip
tata kelola secara berkelanjutan.
EMPAT PILAR TATA KELOLA
Governance Commitment
CIMB Niaga menjalankan governance commitment yang diwujudkan dengan komitmen
Dewan Komisaris, Direksi, beserta seluruh unit kerja Bank untuk menerapkan dan menegakkan Tata
Kelola CIMB Niaga.
Governance Structure
Governance structure memiliki keterkaitan dengan struktur dan infrastruktur Tata Kelola yang
memadai agar proses penerapan prinsip GCG menghasilkan pencapaian yang sesuai dengan harapan
para emangku kepentingan (stakeholders). CIMB Niaga memiliki struktur Tata Kelola yang terdiri dari
organ utama, organ pendukung, dan infrastruktur GCG.
Organ utama meliputi Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan Komisaris, dan Direksi.
Sedangkan organ pendukung terdiri dari Komite-Komite Tingkat Dewan Komisaris, Komite-Komite
Tingkat Direksi, Sekretaris Perusahaan, Unit Bisnis/Unit Kerja, serta Unit Independen. Adapun yang
termasuk infrastruktur GCG antara lain Peraturan Perusahaan, Kode Etik & Perilaku Kepegawaian,
Kebijakan dan Prosedur Tata Kelola.
8. Governance Process
CIMB Niaga senantiasa memastikan governance process dilakukan melalui prosedur dan
mekanisme yang terstruktur dan sistematis guna menghasilkan outcome yang memenuhi prinsip Tata
Kelola. Governance process di lingkungan CIMB Niaga didukung oleh kecukupan struktur dan
infrastruktur Tata Kelola untuk menghasilkan outcome yang sesuai dengan harapan pemangku
kepentingan.
Governance Outcome
Komitmen menyeluruh atas penerapan Tata Kelola terlihat dari governance structure dan
governance process yang efektif sehingga memberikan pengaruh positif terhadap penciptaan nilai
(value creation) dan keberlangsungan bisnis Bank (sustainability) dalam jangka panjang yang sejalan
dengan harapan para pemangku kepentingan.
Keberlangsungan usaha Bank yang didukung dengan kepercayaan para pemangku
kepentingan, akan senantiasa meningkatkan kontribusi CIMB Niaga bagi seluruh masyarakat dan
lingkungan. Karena itu, CIMB Niaga berkomitmen untuk senantiasa menempatkan tata kelola sebagai
fondasi utama dalam menjalankan bisnis, serta untuk mempertahankan eksistensi Bank dalam
menghadapi tantangan dan persaingan usaha dalam industri perbankan.
CIMB Niaga juga akan senantiasa menerapkan seluruh prinsip tata kelola yaitu Transparency,
Accountability, Responsibility, Independency dan Fairness (TARIF).
Gambar 2. Penerapan Prinsip Tata Kelola
SUMBER
9. Cimb Niaga. Laporan Keuangan, 2018
Hapzi Ali, 2019. Modul BE & GG, Univeristas Mercu Buana.
Miqdad, Muhammad, 2012, Praktik Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) dan Usefulness
Informasi Akuntansi (Telaah Teoritis dan Empiris), Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.14,
No.2, Universitas Jember, Indonesia.
Suryanto, 2017, http://kap-suryanto.id/2017/04/30/tata-kelola-perusahaan-yang-baikgood-
corporate-governance-gcg/ (diakses pada 14 Juli 16.51)