2. Full Costing Vs Variable Costing
Variable Costing
Menurut variable costing,
biaya overhead tetap bukan
merupakan biaya produksi.
Biaya produk menurut
metode ini hanya meliputi
biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung, dan
biaya overhead variabel.
Full Costing
Menurut full costing
(absorption costing), biaya
produk meliputi seluruh
komponen biaya untuk
membuat produk. Biaya
produk menurut metode ini
meliputi biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja langsung,
biaya overhead variabel, dan
biaya overhead tetap.
3. Perbedaan Full Costing dan Variable Costing
Biaya per Unit
dan Total
Pembedaan
Overhead Lebih
(Kurang)
Penyajian di
Laporan Laba-
Rugi
Jumlah Laba
Periodik
1 2
3 4
4. 1) Biaya per Unit dan Total
Perbedaan pertama terletak pada jumlah biaya produksi.
Anggaplah sebagai contoh, kapasitas produksi normal
Pabrik Kaleng “DOIKU” adalah 10.000 kaleng. Untuk tahun
2020, pabrik ini berencana memproduksi 10.000 kaleng
dengan taksiran biaya sebagai berikut.
“
Elemen Biaya Total Per Unit
Bahan Baku Rp 100.000 Rp 10
Upah Langsung 200.000 20
300.000 30
Overhead (kapasitas normal 10.000 kaleng)
- Variabel 150.000 15
- Tetap 250.000 25
400.000 40
5. Taksiran biaya per unit dan total dengan
menggunakan dua metode tersebut adalah sebagai
berikut.
Elemen Biaya
Variable Costing Full Costing
Per Unit Total Per Unit Total
Bahan baku 10 100.000 10 100.000
Upah langsung 20 200.000 20 200.000
Overhead Variabel 15 150.000 15 150.000
Overhead Tetap - - 25 250.000
Jumlah 45 450.000 70 700.000
6. • Tabel diatas menunjukkan bahwa biaya produk taksiran
menurut variable costing adalah Rp45 per unit (Rp
450.000 total) dan menurut full costing adalah Rp70 per
unit (Rp 700.000 total).
• Selisih Rp25 per unit produk terjadi karena variable
costing tidak memasukkan overhead tetap, sedangkan
full costing memasukkannya. Oleh karena biaya per
unitnya berbeda, biaya totalnya juga berbeda dengan
selisih Rp 250.000. Selisih ini tidak lain merupakan biaya
overhead tetap total tahun 2020.
• Jumlah tersebut, untuk kepentingan laba-rugi periodik,
diakui oleh variable costing sebagai biaya periode (period
cost) yakni pada tahun 2020. oleh full costing, jumlah
tersebut diakui sebagai bagian dari harga pokok
penjualan yang akan ditandingkan dengan pendapatan
periode penandingannya bergantung pada kapan produk
dijual.
7. 2) Pembebanan Overhead Lebih (Kurang)
Perbedaan kedua terletak pada adanya overhead lebih
(kurang) dibebankan yang mungkin terjadi pada full costing
jika pembebanan overhead ke produk menggunakan tarif
standar atau tarif yang ditentukan di muka (predetermined
overhead rate, selanjutnya disebut tarif). Penentuan tarif
menggunakan rumus berikut.
“
Tarif overhead
per unit =
Anggaran Biaya Overhead pada
Kapasitas Normal
Kapasitas Normal
8. Pembebanan Overhead Lebih (Kurang)
“ Setelah tarif ditentukan, berikutnya overhead
diperhitungkan ke produk sebesar perkalian antara tarif
dan jumlah produk yang sesungguhnya diproduksi.
Pembebanan lebih (kurang) terjadi jika jumlah produk yang
sesungguhnya diproduksi berbeda dari jumlah produk
menurut rencana, yaitu sesuai kapasitas yang digunakan
untuk menentukan tarif.
Contoh
Dengan menggunakan data Pabrik Kaleng “DOIKU” pada
contoh sebelumnya, kita mengetahui bahwa tarif
overhead pabrik per unit adalah Rp 40, terdiri atas tarif
overhead variabel dan tetap masing-masing Rp 15 dan Rp
25.
9. Jika jumlah produksi yang sesungguhnya ternyata hanya
9.000 kaleng, biaya overhead yang diperhitungkan
(dibebankan) ke produk adalah 9.000 x Rp40 = Rp360.000.
Oleh karena jumlah yang diproduksi lebih kecil daripada
jumlah menurut anggaran atau taksiran mula-mula,
terjadilah pembebanan kurang. Sedangkan biaya
overhead yang sesungguhnya terjadi adalah:
Overhead variabel 9.000 x Rp15 Rp 135.000
Overhead tetap 250.000
Rp 385.000
10. Jika diteliti secara seksama, overhead kurang-dibebankan
terjadi hanya pada overhead tetap sebagai akibat dari selisih
kapasitas antara kapasitas sesungguhnya dan kapasitas
menurut anggaran. Rumus untuk menghitung selisih
kapasitas adalah sebagai berikut.
SK = (KS – KN) x TT
SK = Selisih Kapasitas
KS = Kapasitas Sesungguhnya
KN = Kapasitas Normal (yang digunakan untuk menghitung tarif BOP)
TT = Tarif Overhead Tetap per Unit yang ditentukan di muka.
11. Dengan rumus sebelumnya, selisih overhead kurang-
dibebankan (selisih kapasitas) dapat dihitung sebagai
berikut:
SK = (9.000 – 10.000) x Rp25
= - 1.000 x Rp 25
= - Rp 25.000
Jumlah overhead yang kurang dibebankan adalah
sebesar Rp25.000 (Rp385.000-Rp360.000). Selisih sebesar
ini merupakan selisih tidak menguntungkan karena
jumlah produksi menurut anggaran atau taksiran semula
lebih kecil daripada jumlah produksi sesungguhnya.
12. Di laporan laba-rugi, selisih karena lebih-
dibebankan atau kurang-dibebankan
diperlakukan sebagai pengurang (penambah)
beban pokok penjualan. Pembebanan kurang
(under-applied) atau lebih (over-applied) hanya
terjadi pada full costing. Pada variable costing,
tidak ada selisih pembebanan overhead. Inilah
perbedaan kedua antara variable costing dan
full costing jika overhead menggunakan tarif
(yang ditentukan di muka).
13. 3) Penyajian Laporan Keuangan
Full Costing
Penyajian laporan laba-rugi menurut full
costing menggunakan pendekatan fungsional,
yakni mengurangkan seluruh biaya produksi
(variabel dan tetap) dari penjualan dan
kemudian mengurangkannya dengan biaya
operasi yang diklasifikasikan menurut fungsi-
fungsi pokok perusahaan.
Laporan dengan format inilah yang
diperbolehkan untuk pihak eksternal karena
sesuai dengan prinsip akuntansi yg berlaku
umum.
14. Penyajian Laporan Keuangan
Variabel Costing
Penyajian laporan laba-rugi menurut variable
costing menggunakan format margin
kontribusi, yakni menyajikan informasi dengan
mengurangkan lebih dahulu seluruh biaya
variabel dari penjualan, baru kemudian
mengurangkannya dengan seluruh biaya tetap.
Laporan dengan format ini hanya
dipergunakan untuk internal saja, bukan
laporan eksternal karena tidak sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
15. Penyajian Laporan Keuangan
Variable Costing
Full Costing
Penjualan xxx
Harga Pokok
Penjualan
xxx
(-)
Laba Kotor xxx
B. Pemasaran xxx
B. Adm & Umum xxx (+)
xxx (-)
Laba Bersih xxx
Penjualan xxx
Harga Pokok
Penjualan variabel xxx (-)
Manufacturing Margin xxx
B. Adm & pemasaran
variabel xxx (-)
Margin Kontribusi xxx
B. Tetap (BOP, adm,
pemasran) xxx
Laba Bersih xxx
16. Contoh
KETERANGAN JUMLAH
Biaya bahan baku per unit Rp10
Biaya tenaga kerja langsung per unit 20
Biaya overhead variabel per unit 15
Biaya administrasi variabel per unit 5
Biaya penjualan variabel per unit 3
Biaya penjualan tetap total Rp1.000.000
Biaya administrasi tetap total 500.000
Jumlah produksi 9.000 kaleng
Jumlah penjualan 8.000 kaleng
Pabrik Kaleng “DOIKU” sebagaimana tabel diatas
menganggarkan biaya overhead tetap total tahun 2015 sebesar
Rp250.000 dan biaya overhead variabel total Rp150.000. Jadi,
anggaran biaya overhead totalnya adalah Rp400.000. ini
didasarkan pada kapasitas normal 10.000 kaleng.
17. PABRIK KALENG “DOIKU”
LAPORAN LABA-RUGI PERIODE 2015
(Dengan format margin kontribusi)
Penjualan 8.000 kaleng @Rp300 Rp2.400.000
HPP variabel 8.000 kaleng @Rp45 360.000 (-)
Manufacturing Margin 2.040.000
B. Adm & pemasaran variabel 8.000
kaleng @Rp8 (Rp5 +Rp3) 64.000 (-)
Margin Kontribusi 1.976.000
B. Tetap:
Administrasi Rp1.000.000
Penjualan 500.000
Overhead Pabrik 250.000 1.750.000
Laba (sebelum pajak) Rp226.000
18. Perhitungan Harga Pokok Penjualan
(format margin kontribusi)
Persediaan awal Rp 0
Beban Produksi :
Bahan 9.000 x Rp10 Rp 90.000
Upah langsung 9.000 x Rp20 180.000
Overhead variabel 9.000 x Rp15 135.000 Rp 405.000
Persediaan tersedia dijual 9.000 x Rp45 Rp 405.000
Persediaan akhir 1.000 x Rp45 45.000
Harga pokok penjualan variabel Rp 360.000
19. PABRIK KALENG “DOIKU”
LAPORAN LABA-RUGI PERIODE 2015
(pendekatan fungsional, full costing)
Penjualan 8.000 kaleng @Rp300 Rp2.400.000
HPP variabel 8.000 kaleng @Rp70 560.000
Overhead Tetap Kurang-Dibebankan
(9.000 – 10.000) x Rp25 25.000 (+)
Harga Pokok Penjualan
sesungguhnya Rp 585.000
(-
)
Laba Bruto Rp 1.815.000
Beban Operasi:
Administrasi Rp 540.000
Penjualan 1.024.000 (+)
Total Beban Operasi
Rp 1.564.000
(-
)
20. Perhitungan Harga Pokok Penjualan
(metode full costing)
Persediaan awal Rp 0
Beban Produksi :
Bahan 9.000 x Rp10 Rp 90.000
Upah langsung 9.000 x Rp20 180.000
Overhead variabel 9.000 x Rp15 135.000
Overhead tetap 9.000 x Rp 25 225.000 (+)
Total Beban Produksi Rp 630.000 (+)
Persediaan siap dijual 630.000
Persediaan akhir 1.000 x Rp70 70.000 (-)
Harga pokok penjualan variabel Rp 560.000
21. Perhitungan Beban Administrasi:
B. Adm Variabel 8.000 x Rp5 Rp 40.000
B. Adm Tetap 500.0000 (+)
B. Administrasi Total Rp 540.000
Perhitungan Beban Penjualan:
B. Penjualan Variabel 8.000 x Rp5 Rp 24.000
B. Penjualan Tetap 1.000.0000 (+)
B. Penjualan Total Rp 1.024.000
22. • Pada format margin kontribusi (variable costing),
terdapat istilah manufacturing margin, yakni
penjualan dikurangi harga pokok penjualan
variabel.
• Manufacturing margin dikurangi biaya non
produksi variabel adalah margin kontribusi. Margin
kontribusi dapat dihitung secara langsung dengan
mengurangkan seluruh biaya variabel dari hasil
penjualan.
• Pembedaan manufacturing margin dan margin
kontribusi penting untuk mempermudah
pengevaluasian secara terpisah antara prestasi
kegiatan berproduksi dan fungsi penjualan dan
Manufacturing Margin
23. • Format margin kontribusi, menurut para
pendukungnya, dapat membedakan antara cost of
doing business dan cost of being in business.
• Cost of doing business tampak pada harga pokok
penjualan variabel yang dikurangkan dari
penjualan, yang naik-turun sebanding dengan naik-
turunnya tingkat kegiatan.
• Sebaliknya, cost of being in business tampak pada
biaya tetap yang dikurangkan dari margin
kontribusi. Biaya tetap ini menunjukkan biaya
kapasitas yang dibutuhkan tanpa mengacuhkan
volume kegiatan.
Manufacturing Margin
24. “
4) Jumlah Laba Periodik
Melanjutkan data contoh sebelumnya, diketahui data
pabrik kaleng “DOIKU” sebagai berikut:
Perbedaan keempat antara variable costing dan full costing
terletak pada jumlah laba periodik. Jumlah laba periodik
kedua metode itu berbeda ketika jumlah unit yang
diproduksi berbeda dari jumlah unit yang terjual.
Contoh:
Dalam unit produk
Tahun
2015
Tahun
2016
Tahun
2017
Persediaan awal
Produksi
Penjualan
Persediaan akhir
0
9.000
8.000
1.000
1.000
10.000
10.200
800
800
10.000
10.000
800
*Tahun 2015, telah dihitung di pembahasan sebelumnya
25. PABRIK KALENG “DOIKU”
LAPORAN LABA-RUGI PERIODE 2016
(Dengan format margin kontribusi)
Penjualan 10.200 kaleng @Rp300 Rp3.400.000
HPP variabel 10.200 kaleng @Rp45 459.000 (-)
Manufacturing Margin 2.601.000
B. Adm & pemasaran variabel 10.200
kaleng @Rp8 (Rp5 +Rp3) 81.600 (-)
Margin Kontribusi 2.519.000
B. Tetap:
Administrasi Rp1.000.000
Penjualan 500.000
Overhead Pabrik 250.000 1.750.000
Laba (sebelum pajak) Rp 769.000
26. PABRIK KALENG “DOIKU”
LAPORAN LABA-RUGI PERIODE 2016
(pendekatan fungsional, full costing)
Penjualan 10.200 kaleng @Rp300 Rp3.060.000
HPP variabel 10.200 kaleng @Rp70 714.000
Overhead Tetap Kurang-Dibebankan
(10.000 – 10.000) x Rp25 0 (+)
Harga Pokok Penjualan
sesungguhnya Rp 714.000
(-
)
Laba Bruto Rp 2.346.000
Beban Operasi:
Administrasi Rp 551.000
Penjualan 1.030.600 (+)
Total Beban Operasi
Rp 1.581.600
(-
)
27. • Jika diperhatikan, laba menurut variable costing
adalah Rp5.000 lebih besar daripada laba menurut full
costing. Selisih ini dapat ditelusuri dari jumlah
persediaan awal dan juga persediaan akhir.
• Persediaan awal sebanyak 1.000 unit, sedangkan
persediaan akhir sebanyak 800 unit. kita dapat
menganggap bahwa 1.000 unit persediaan awal
semuanya terjual tahun sekarang dan 800 unit
produksi tahun ini belum terjual.
Perbedaan Jumlah Laba Tahun 2016
28. • Full costing membebankan overhead tetap yang
melekat pada 1.000 unit persediaan awal, sebagai beban
tahun ini sebesar Rp25.000 (1.000 x Rp25).
• Disisi lain, full costing menunda pembebanan overhead
tetap yang melekat pada persediaan akhir 800 unit, ke
tahun berikutnya. Besarnya overhead tetap yang
ditunda ke tahun berikutnya adalah Rp 20.000 (atau
800 x Rp25).
• Jadi, secara neto, terdapat pembebanan overhead tetap
tambahan ke tahun ini sebesar Rp500. oleh karena hal-
hal di atas tidak dilakukan oleh variable costing,
perbedaan labanya adalah Rp5.000.
Perbedaan Jumlah Laba Tahun 2016
29. PABRIK KALENG “DOIKU”
LAPORAN LABA-RUGI PERIODE 2017
(Dengan format margin kontribusi)
Penjualan 10.000 kaleng @Rp300 Rp3.000.000
HPP variabel 10.000 kaleng @Rp45 450.000 (-)
Manufacturing Margin 2.550.000
B. Adm & pemasaran variabel 10.000
kaleng @Rp8 (Rp5 +Rp3) 80.000 (-)
Margin Kontribusi 2.470.000
B. Tetap:
Administrasi Rp1.000.000
Penjualan 500.000
Overhead Pabrik 250.000 1.750.000
Laba (sebelum pajak) Rp 720.000
30. PABRIK KALENG “DOIKU”
LAPORAN LABA-RUGI PERIODE 2017
(pendekatan fungsional, full costing)
Penjualan 10.000 kaleng @Rp300 Rp3.000.000
HPP variabel 10.000 kaleng @Rp70 700.000
Overhead Tetap Kurang-Dibebankan
(10.000 – 10.000) x Rp25 0 (+)
Harga Pokok Penjualan
sesungguhnya Rp 700.000
(-
)
Laba Bruto Rp 2.300.000
Beban Operasi:
Administrasi Rp 550.000
Penjualan 1.030.000 (+)
Total Beban Operasi
Rp 1.580.000
(-
)
31. • Jumlah laba pada tahun 2017 menurut variable costing
adalah sama dengan laba menurut full costing.
• Tidak berbedanya laba menurut dua metode tersebut
disebabkan tidak adanya selisih antara jumlah
persediaan awal dan persediaan akhir.
• Dalam hal seperti ini, jumlah overhead tetap yang
dibebankan ke tahun 2017 adalah sama antara full
costing dan variable costing sehingga tidak ada
perbedaan laba antar dua metode.
Perbedaan Jumlah Laba Tahun 2017
32. “
Jumlah Laba Periodik
● Dari kasus selama tiga tahun pada Pabrik Kaleng “DOIKU”
dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab perbedaan laba
antar dua metode adalah selisih volume persediaan.
● Apabila persediaan akhir lebih besar dari persediaan awal,
laba menurut full costing lebih besar daripada laba
menurut variable costing.
● Sebaliknya, apabila persediaan akhir lebih kecil dari
persediaan awal, laba menurut full costing lebih kecil
daripada laba menurut variabel costing.
Rumus untuk menghitung selisih laba adalah sebagai berikut:
Selisih Laba = (Persediaan akhir-Persediaan awal) x
tarif BOP tetap
33. “
Jumlah Laba Periodik
● Meskipun demikian, rumus di atas hanya berlaku jika
jumlah biaya overhead tetap tahun ini tidak berubah dari
tahun sebelumnya.
● Jika berubah, analisis yang tepat adalah mengidentifikasi
berapa overhead tetap yang digeser dari tahun sebelumnya
ke tahun sekarang dan berapa overhead tetap yang digeser
dari tahun ini ke tahun berikutnya.
● Overhead tetap yang digeser dari tahun lalu diidentifikasi
dari persediaan awal, sedangkan yang digeser ke tahun
depan diidentifikasi dari persediaan akhir.
34. • Masalah perbedaan jumlah laba antara metode full
costing dan variable costing akan menjadi berkurang
jika perusahaan menggunakan pendekatan just-in-
time (sebuah pendekatan meminimumkan biaya
persediaan dengan cara meminimumkan tingkat
persediaan).
• Dengan pendekatan just-in-time, perusahaan hanya
akan berproduksi jika terdapat pesanan dari konsumen
sehingga jumlah unit yang diproduksi sesuai dengan
jumlah unit yang dipesan. Perusahaan juga tidak
menimbun bahan baku.
• Secara ideal tingkat persediaan bahan baku, barang
dalam proses, dan barang jadi dalam pendekatan just-
Just in Time
35. • Mendorong managemen untuk mengevaluasi pola
perilaku biaya yang menyadarkannya mengenai
sensitifitas biaya terhadap perubahan tingkat
aktivitas.
• Format margin kontribusi mendekati gagasan
bahwa laba adalah fungsi penjualan, alih-alih
fungsi kombinasi antara produksi dan penjualan.
• Menyediakan informasi untuk analisis biaya-
volume-laba
• Membantu managemen untuk merencanakan laba,
mengendalikan biaya, menentukan harga jual
pesanan khusus, dan alokasi sumber daya.
• Membantu managemen dalam proses
pengevaluasian efisiensi pusat
pertanggungjawaban biaya standar.
Manfaat Utama Variable Costing
36. • Pemisahan pola perilaku biaya menjadi biaya
variabel dan tetap sebenarnya sulit, dan hasilnya
hanya merupakan taksiran.
• Tidak dapat digunakan untuk pelaporan eksternal
atau untuk pelaporan pajak.
• Dapat memberi kesan seakan-akan hanya beban
variabel yang harus dipertimbangkan dalam
penentuan harga jual. Dalam jangka panjang, baik
biaya variabel maupun biaya tetap harus
dipertimbangkan.
• Persediaan di neraca terukur lebih rendah daripada
biaya total yang diperlukan untuk memproduksinya.
Sebagai akibatnya, berbagai ukuran likuiditas seperti
modal kerja (working capital) dan current rasio
menjadi tampak jelek.
Keterbatasan Variable Costing