Dokumen tersebut membahas tentang penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi. Metode yang digunakan adalah metode lempeng silinder dan turbidimetri untuk menentukan kadar hambatan minimum (KHM) antibiotik terhadap mikroba patogen. Dokumen ini juga menjelaskan prosedur pengujian potensi antibiotik secara mikrobiologi mulai dari persiapan bahan sampai perhitungan hasil.
Penyakit autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh sendiri, menyebabkan kerusakan jaringan atau gangguan fisiologis. Gangguan autoimun dapat menyerang satu organ tertentu atau beberapa organ secara sistemik. Artritis reumatoid adalah contoh penyakit autoimun sistemik yang menyebabkan peradangan sendi kronis.
Imunitas terhadap parasit kompleks dan bervariasi bergantung pada jenis parasitnya. Imunitas bawaan melibatkan fagositosis namun parasit dapat resisten. Imunitas dapatan melibatkan respons Th1 dan Th2 serta antibodi tetapi seringkali tidak mampu mengeliminasi parasit secara utuh sehingga menyebabkan infeksi kronis.
Ilmu yang mempelajari kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi (yakni, ekskresi dan metabolisme) obat pada manusia atau hewan dan menggunakan informasi ini untuk meramalkan efek perubahan-perubahan dalam takaran, rejimen takaran, rute pemberian, dan keadaan fisiologis pada penimbunan dan disposisi obat.
Dokumen tersebut membahas tentang antibiotika, termasuk definisi, penggolongan, mekanisme kerja, dan contoh antibiotika dari berbagai golongan seperti penisilin, sefalosporin, aminoglikosida, dan lainnya. Dokumen ini juga menjelaskan indikasi, efek samping, dan peringatan penggunaan antibiotika.
Dokumen tersebut membahas tentang toleransi imunologik dan autoimunitas. Toleransi imunologik adalah ketika sistem kekebalan tubuh tidak bereaksi terhadap antigen diri sendiri, sementara autoimunitas terjadi ketika sistem kekebalan malah menyerang sel dan jaringan tubuh sendiri. Dokumen ini menjelaskan berbagai mekanisme toleransi limfosit T dan B baik secara sentral maupun perifer, seperti anergi, delesi, dan regulasi oleh sel T
Resep tersebut mengandung 3 obat yaitu metronidazol, amoxan, dan ostelox untuk mengobati infeksi periodontitis. Analisis menunjukkan ketiga obat tersebut sesuai secara administrasi, farmaseutik, dan klinis untuk pengobatan pasien tanpa interaksi antar obat.
Dokumen tersebut membahas tentang penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi. Metode yang digunakan adalah metode lempeng silinder dan turbidimetri untuk menentukan kadar hambatan minimum (KHM) antibiotik terhadap mikroba patogen. Dokumen ini juga menjelaskan prosedur pengujian potensi antibiotik secara mikrobiologi mulai dari persiapan bahan sampai perhitungan hasil.
Penyakit autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh sendiri, menyebabkan kerusakan jaringan atau gangguan fisiologis. Gangguan autoimun dapat menyerang satu organ tertentu atau beberapa organ secara sistemik. Artritis reumatoid adalah contoh penyakit autoimun sistemik yang menyebabkan peradangan sendi kronis.
Imunitas terhadap parasit kompleks dan bervariasi bergantung pada jenis parasitnya. Imunitas bawaan melibatkan fagositosis namun parasit dapat resisten. Imunitas dapatan melibatkan respons Th1 dan Th2 serta antibodi tetapi seringkali tidak mampu mengeliminasi parasit secara utuh sehingga menyebabkan infeksi kronis.
Ilmu yang mempelajari kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi (yakni, ekskresi dan metabolisme) obat pada manusia atau hewan dan menggunakan informasi ini untuk meramalkan efek perubahan-perubahan dalam takaran, rejimen takaran, rute pemberian, dan keadaan fisiologis pada penimbunan dan disposisi obat.
Dokumen tersebut membahas tentang antibiotika, termasuk definisi, penggolongan, mekanisme kerja, dan contoh antibiotika dari berbagai golongan seperti penisilin, sefalosporin, aminoglikosida, dan lainnya. Dokumen ini juga menjelaskan indikasi, efek samping, dan peringatan penggunaan antibiotika.
Dokumen tersebut membahas tentang toleransi imunologik dan autoimunitas. Toleransi imunologik adalah ketika sistem kekebalan tubuh tidak bereaksi terhadap antigen diri sendiri, sementara autoimunitas terjadi ketika sistem kekebalan malah menyerang sel dan jaringan tubuh sendiri. Dokumen ini menjelaskan berbagai mekanisme toleransi limfosit T dan B baik secara sentral maupun perifer, seperti anergi, delesi, dan regulasi oleh sel T
Resep tersebut mengandung 3 obat yaitu metronidazol, amoxan, dan ostelox untuk mengobati infeksi periodontitis. Analisis menunjukkan ketiga obat tersebut sesuai secara administrasi, farmaseutik, dan klinis untuk pengobatan pasien tanpa interaksi antar obat.
Dokumen tersebut membahas tentang farmakokinetik nonlinier yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenuhnya sistem enzim dan pembawa, serta adanya perubahan patologis dalam proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat. Dokumen ini juga menjelaskan beberapa contoh perhitungan waktu eliminasi obat dengan menggunakan persamaan Michaelis-Menten dan kapasitas terbatas.
Antibiotik adalah senyawa alami atau sintetik yang menghambat proses infeksi bakteri dengan mengganggu metabolisme, dinding sel, membran, atau sintesis protein bakteri. Ada beberapa golongan utama antibiotik seperti beta-laktam, kuionolon, dan tetrasiklin yang bekerja melalui mekanisme yang berbeda-beda.
Biofarmasetika mempelajari hubungan antara sifat fisika kimia obat, bentuk sediaan, dan rute pemberian yang mempengaruhi kecepatan dan derajat absorpsi obat. Faktor-faktor seperti kelarutan, hidrofilisitas, bentuk garam, dan polimorfisme mempengaruhi proses disolusi dan absorpsi obat. Uji biofarmasetika penting untuk memprediksi bioavailabilitas dan memilih formulasi terbaik.
Dokumen tersebut membahas tentang pembuatan sirup parasetamol. Secara singkat, dokumen tersebut menjelaskan tentang latar belakang parasetamol dan sirup, dasar teori pembuatan sirup, preformulasi parasetamol, analisis permasalahan dalam pembuatan sirup parasetamol, dan pendekatan formula pembuatan sirup parasetamol.
1. Terdapat perubahan fisiologi, farmakokinetik, dan farmakodinamik pada lansia yang mempengaruhi penggunaan obat. Perubahan ini terjadi karena proses penuaan.
2. Perubahan farmakokinetik meliputi penurunan absorpsi, distribusi, dan metabolisme obat di tubuh. Perubahan farmakodinamik menyebabkan ketergantungan obat meningkat.
3. Penggunaan obat pada lansia perlu memperhatikan perubahan fisiolog
Dokumen tersebut membahas tentang penentuan dosis obat untuk mencapai kadar dalam rentang terapeutik. Secara singkat, dokumen menjelaskan bahwa (1) tujuan penetapan dosis adalah mencapai kadar dalam rentang terapeutik, (2) asumsi farmakokinetik diperlukan bila informasi terbatas, dan (3) pemberian obat jangka panjang harus menjaga kadar steady state dalam rentang tersebut.
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...Surya Amal
Absorpsi obat adaah peran yang terpenting untuk akhirnya menentukan efektifitas obat. Sebelum obat diabsorpsi,terlebih dahulu obat itu larut dalam cairan biologis. Kelarutan (serta cepat lambatnya melarut) menentukan banyaknya obat terabsorpsi.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai pembuatan tablet vitamin C menggunakan metode cetak langsung. Metode ini digunakan karena vitamin C tidak stabil pada pemanasan dan cepat teroksidasi, sehingga tidak cocok dengan metode granulasi basah. Tablet dibuat menggunakan campuran vitamin C, amprotab, pati, avicel, magnesium stearat, dan talk sebagai bahan pengisi. Evaluasi granul dan tablet dilakukan untuk mengetahui sifat alir, organoleptik
Dokumen tersebut membahas kelas-kelas sistem klasifikasi Biopharmaceutics Classification System (BCS) yang digunakan untuk memprediksi kelarutan dan permeabilitas obat-obatan. Terdapat empat kelas BCS yang masing-masing merepresentasikan kombinasi tingkat permeabilitas dan kelarutan obat tertentu.
Dokumen tersebut membahas diagnosis dan terapi untuk intoksikasi salisilat dan parasetamol. Salisilat dan parasetamol merupakan obat yang sering digunakan namun dapat menyebabkan intoksikasi jika dosisnya berlebihan. Gejala intoksikasi salisilat antara lain muntah, hiperpnea, dan koma, sedangkan parasetamol dapat menyebabkan nekrosis hati. Penanganannya meliputi dekontaminasi, penyeimbangan cairan dan ele
Dokumen tersebut membahas tentang farmakokinetik nonlinier yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenuhnya sistem enzim dan pembawa, serta adanya perubahan patologis dalam proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat. Dokumen ini juga menjelaskan beberapa contoh perhitungan waktu eliminasi obat dengan menggunakan persamaan Michaelis-Menten dan kapasitas terbatas.
Antibiotik adalah senyawa alami atau sintetik yang menghambat proses infeksi bakteri dengan mengganggu metabolisme, dinding sel, membran, atau sintesis protein bakteri. Ada beberapa golongan utama antibiotik seperti beta-laktam, kuionolon, dan tetrasiklin yang bekerja melalui mekanisme yang berbeda-beda.
Biofarmasetika mempelajari hubungan antara sifat fisika kimia obat, bentuk sediaan, dan rute pemberian yang mempengaruhi kecepatan dan derajat absorpsi obat. Faktor-faktor seperti kelarutan, hidrofilisitas, bentuk garam, dan polimorfisme mempengaruhi proses disolusi dan absorpsi obat. Uji biofarmasetika penting untuk memprediksi bioavailabilitas dan memilih formulasi terbaik.
Dokumen tersebut membahas tentang pembuatan sirup parasetamol. Secara singkat, dokumen tersebut menjelaskan tentang latar belakang parasetamol dan sirup, dasar teori pembuatan sirup, preformulasi parasetamol, analisis permasalahan dalam pembuatan sirup parasetamol, dan pendekatan formula pembuatan sirup parasetamol.
1. Terdapat perubahan fisiologi, farmakokinetik, dan farmakodinamik pada lansia yang mempengaruhi penggunaan obat. Perubahan ini terjadi karena proses penuaan.
2. Perubahan farmakokinetik meliputi penurunan absorpsi, distribusi, dan metabolisme obat di tubuh. Perubahan farmakodinamik menyebabkan ketergantungan obat meningkat.
3. Penggunaan obat pada lansia perlu memperhatikan perubahan fisiolog
Dokumen tersebut membahas tentang penentuan dosis obat untuk mencapai kadar dalam rentang terapeutik. Secara singkat, dokumen menjelaskan bahwa (1) tujuan penetapan dosis adalah mencapai kadar dalam rentang terapeutik, (2) asumsi farmakokinetik diperlukan bila informasi terbatas, dan (3) pemberian obat jangka panjang harus menjaga kadar steady state dalam rentang tersebut.
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...Surya Amal
Absorpsi obat adaah peran yang terpenting untuk akhirnya menentukan efektifitas obat. Sebelum obat diabsorpsi,terlebih dahulu obat itu larut dalam cairan biologis. Kelarutan (serta cepat lambatnya melarut) menentukan banyaknya obat terabsorpsi.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai pembuatan tablet vitamin C menggunakan metode cetak langsung. Metode ini digunakan karena vitamin C tidak stabil pada pemanasan dan cepat teroksidasi, sehingga tidak cocok dengan metode granulasi basah. Tablet dibuat menggunakan campuran vitamin C, amprotab, pati, avicel, magnesium stearat, dan talk sebagai bahan pengisi. Evaluasi granul dan tablet dilakukan untuk mengetahui sifat alir, organoleptik
Dokumen tersebut membahas kelas-kelas sistem klasifikasi Biopharmaceutics Classification System (BCS) yang digunakan untuk memprediksi kelarutan dan permeabilitas obat-obatan. Terdapat empat kelas BCS yang masing-masing merepresentasikan kombinasi tingkat permeabilitas dan kelarutan obat tertentu.
Dokumen tersebut membahas diagnosis dan terapi untuk intoksikasi salisilat dan parasetamol. Salisilat dan parasetamol merupakan obat yang sering digunakan namun dapat menyebabkan intoksikasi jika dosisnya berlebihan. Gejala intoksikasi salisilat antara lain muntah, hiperpnea, dan koma, sedangkan parasetamol dapat menyebabkan nekrosis hati. Penanganannya meliputi dekontaminasi, penyeimbangan cairan dan ele
Dokumen tersebut membahas tentang antibiotik amoksisilin, termasuk struktur kimia, indikasi, dosis, interaksi, dan efek sampingnya. Juga membahas tentang antibiotik lain seperti ampisilin dan flukloksasilin."
Dokumen tersebut membahas tentang penghambat pompa proton (PPI) dan antihistamin. PPI bekerja dengan menghambat enzim pompa proton pada sel parietal lambung untuk menghambat sekresi asam lambung, sedangkan antihistamin bekerja dengan menghambat reseptor histamin. Dokumen ini juga menjelaskan mekanisme kerja, indikasi, efek samping, dan interaksi obat dari beberapa jenis PPI seperti omeprazol, ranitidin,
Terapi antidot bertujuan untuk membatasi efek toksik zat kimia atau menyembuhkannya. Terapi dapat berupa nonspesifik seperti menghambat absorpsi atau mempercepat eliminasi, atau spesifik seperti membentuk kelat, bekerja pada reseptor, atau menetralisir enzim. Pelaksanaannya bergantung pada jenis zat beracun dan sasaran terapinya.
21. dr. iit farmakologi obat topikal mataDede Basofi
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
(1) Dokumen tersebut membahas tentang farmakologi obat-obat topikal mata dan penggunaannya, (2) Mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati obat mata, formulasi, dan farmakokinetik obat topikal mata, (3) Juga membahas penggunaan berbagai jenis obat topikal mata seperti anestesi, anti-glaukoma, antibiotik, antivirus, dan
Kemoterapeutika didefinisikan sebagai obat-obat kimiawi yang digunakan untuk memberantas penyakit infeksi akibat mikroorganisme, seperti bakteri, virus, dan protozoa (plasmodium, amuba, trichomonas, dan lain-lain) juga terhadap infeksi oleh cacing.
Dokumen tersebut membahas tentang infeksi pernafasan dan penggunaan antibiotik, termasuk jenis infeksi pernafasan seperti ISPA, AOM, sinusitis, faringitis, bronkitis akut dan kronis. Juga dibahas tentang terapi antibiotik untuk masing-masing jenis infeksi berdasarkan kondisi pasien dan alergi antibiotik.
Dokumen tersebut membahas tentang golongan antibiotika makrolida, yang merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman. Makrolida pertama kali ditemukan adalah eritromisin, diikuti oleh klaritromisin dan azitromisin yang merupakan turunannya. Makrolida bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya.
Dokumen tersebut membahas tentang farmakologi sistem pencernaan, termasuk obat-obat yang bekerja pada lambung dan usus besar. Dibahas mengenai mekanisme kerja dan penggunaan klinis antagonis H2-reseptor, proton pump inhibitor, dan antasida dalam pengobatan ulkus peptik dan refluks esofagus. Juga dibahas mengenai obat-obat yang bekerja pada usus besar untuk mengobati konstipasi dan diare.
Interaksi obat dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu interaksi secara farmasetik, farmakokinetik, dan farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat, yang dapat mempengaruhi kadar obat dalam darah dan efektivitas atau toksisitasnya. Sedangkan interaksi farmakodinamik terjadi pada tempat kerja obat sehingga dapat menimbulkan e
Pneumonia adalah infeksi paru yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Gejala klinis umumnya meliputi demam, batuk, dan nyeri dada. Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik, hasil rontgen dada, dan riwayat pasien. Pneumonia dapat dibedakan menjadi komunitas dan nosokomial berdasarkan lokasi perolehan infeksinya.
Dokumen tersebut membahas tentang transfusi darah dan reaksi transfusi. Terdapat beberapa komponen darah yang dapat ditransfusikan seperti eritrosit, leukosit, trombosit, dan plasma. Reaksi transfusi dapat terjadi secara imunologis maupun non-imunologis, dengan manifestasi yang bervariasi dari ringan hingga fatal. Pencegahan dan penatalaksanaan reaksi transfusi perlu dilakukan.
Dokumen tersebut membahas toksoplasmosis, termasuk siklus hidup parasit Toxoplasma gondii, epidemiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya pada berbagai kondisi seperti infeksi akut, infeksi kongenital, dan pasien imunokompromais."
Dokumen tersebut membahas tentang penyakit rabies, termasuk penyebabnya (virus rabies), gejalanya, diagnosis, pemeriksaan laboratorium, pengobatannya, dan pencegahannya. Penyakit ini sangat berbahaya dan hampir selalu berakibat kematian jika tidak ditangani dengan tepat. Vaksinasi merupakan cara utama untuk mencegah penularan penyakit ini.
Demam reumatik adalah penyakit inflamasi sistemik yang disebabkan oleh infeksi streptokokus yang dapat menyerang jantung, sendi, dan sistem saraf pusat. Gejalanya meliputi karditis, artritis, dan korea. Diagnosa didasarkan pada kriteria Jones yang memerlukan bukti infeksi streptokokus dan gejala klinis. Pengobatannya meliputi antibiotik untuk menghilangkan infeksi streptokokus dan obat antiinflamasi untuk m
Dokumen ini membahas tentang askariasis, infeksi cacing Ascaris lumbricoides. Cacing dewasa hidup di usus halus manusia dan bertelur, telur tersebar lewat kontaminasi makanan atau air minum. Siklus hidupnya meliputi telur, larva yang bermigrasi, dan cacing dewasa di usus. Gejalanya bervariasi mulai dari tidak bergejala hingga gangguan pencernaan, infeksi paru, atau komplikasi lain. Diagnosa didasarkan p
Ankylostomiasis disebabkan oleh cacing tambang yang menginfeksi usus halus manusia. Cacing betina mengeluarkan telur yang menjadi larva di lingkungan basah dan hangat sebelum menginfeksi manusia melalui kulit atau mulut. Gejalanya bervariasi mulai dari ruam kulit hingga anemia berat tergantung jumlah cacing dewasa. Diagnosis didasarkan pada temuan telur cacing dalam tinja dan pengobatan spesifik menggunakan obat-
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFratnawulokt
Peningkatan status kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu hal prioritas di Indonesia. Status derajat kesehatan ibu dan anak sendiri dapat dinilai dari jumlah AKI dan AKB. Pemerintah berupaya menerapkan program Sustainable Development Goals (SDGs) dengan harapan dapat menekan AKI dan AKB, tetapi kenyataannya masih tinggi sehingga tujuan dari penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif dari ibu hamil trimester III sampai KB.
Metode penelitian menggunakan Continuity of Care dengan pendokumentasian SOAP Notes. Subjek penelitian Ny. “H” usia 34 tahun masa kehamilan Trimester III hingga KB di PMB E Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.
Hasil asuhan selama masa kehamilan trimester III tidak ada komplikasi pada Ny. “E”. Masa persalinan berjalan lancar meskipun terdapat kesenjangan dimana IMD dilakukan kurang dari 1 jam. Kunjungan neonatus hingga nifas normal tidak ada komplikasi, metode kontrasepsi memilih KB implant.
Kesimpulan asuhan pada Ny. “H” ditemukan kesenjangan antara kenyataan dan teori di penatalaksanaan, tetapi dalam pemberian asuhan ini kesenjangan masih dalam batas normal. Asuhan kebidanan ini diberikan untuk membantu mengurangi kemungkinan terjadi komplikasi pada saat masa kehamilan hingga KB.
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
Ab tetrasiklin 2, power point presentation
1.
2. O + R/ O-R/
Obat Akan Mempunyai Efek Apabila Bereaksi Dengan Reseptor
Dengan Dosis Yang Tepat
Cara Pemberian Obat :
Oral Mulut Lambung Usus Hati
Parenteral (SC , IM , IV)
Sublingual , Inhalasi , Rektal Sirkulasi
FPE
Topikal
R/ Efek
4. FARMAKOKINETIK
Obat terdiri dari Bahan Aktif dan Bahan Pembantu
Memberikan Efek adalah Bahan Aktif Obat yang Bebas untuk dapat
bereaksi dengan R/ (Reseptor)
Obat akan mengalami :
LIBERASI Pelepasan Bahan Aktif
ABSORBSI Bahan Aktif Obat masuk Sirkulasi
DISTRIBUSI Bahan Aktif Obat beredar dalam Sirkulasi
untuk bereaksi dengan R/ (Reseptor)
METABOLISME Bahan Aktif di Non aktifkan
EKSKRESI Bahan Aktif di keluarkan dari Tubuh
5. AM AM
M H
H Keadaan Fisik Host
M Sifat Sifat Mikroba
AM Mekanisme Kerja Anti Mikroba
Dosis Anti Mikroba
Waktu Pemberian Anti Mikroba
Cara Pemberian Anti Mikroba
Lama Pemberian Anti Mikroba
6.
7. R1 R2 OH R3 N(CH3)2
C C CH CH
CH C CH CH C – OH
CH C C C C – CO – NH2
C C C OH C
OH O OH O
R1 R2 R3
Klortetrasklin Cl CH3 , OH H
Oksitetrasiklin H CH3 , OH OH
Tetrasiklin H CH3 , OH H
Demeklosiklin Cl H , OH H
Doksisiklin H CH3 , H OH
Minosiklin N(CH3)2 H , H H
8. Klortetrasiklin HCl
Klortetrasiklin yg pertama ditemukan, diisolasi dari Streptomyces
aureofaciens .
AM, bakteriostatik
Larut dalam air (1 : 75), larutan 1 % (pH 2,3 -3,3)
Larutan dalam air (370C) hilang potensinya 50% selama 24 jam
dan pada pH netral dan alkalis cepat diinaktifasi.
Waktu paruh (t½) Klortetrasiklin 5,6 jam
Ikatan dengan protein 47 % ,
Ekskresi lebih banyak melalui Empedu, melalui urin 15 - 18 % ,
tidak dianjurkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
Bentuk sediaan obat, Oral, injeksi, mata, kulit.
9. Oksitetrasiklin HCl
Diisolasi dari streptomyces rimosus
Larut dalam air, larutan 1 % (pH 2,3-2,9)
Larutan dalam air menjadi keruh karena endapan oksitetrasiklin.
Kurang suka berikatan dengan gigi anak
AM, Bakteriostatik, aktifitasnya lebih besar terhadap
Pseudomonas aeruginosa, dan kurang terhadap beberapa Proteus
Waktu paruh (t½) Oksitetrasiklin 9,5 jam
Ikatan protein 20 – 35 % . Ekskresi 70 % melalui Urin
Bentuk sediaan obat, Oral, injeksi, kulit.
10. Tetrasiklin HCl (semisintetik)
Larut dalam air (1 : 10), Larutan air 1 % (pH 1,8-2,8), larutan dalam
air menjadi keruh, pada pH < 2,0 potensinya berkurang dan pada
pH > 7,0 rusak secara lambat, Absorbsinya tidak komplit dan
berkurang dgn adanya logam valensi 2 dan 3 serta membentuk
kompleks yang stabil dan inaktif dgn susu atau makanan
AM, bakteriostatik , Aktif terhdp bakteri Gram pos dan neg, aerob
dan anaerob . Juga aktif terhadap Spirochaeta, Mikoplasma,
Riketsia, Klamidia, Entamoeba histolytica, Tri chomonas
vaginalis, Treponema pallidum, Virus dan Protozoa tertentu serta
sensitif untuk N gonorhoe yang tidak menghasilkan penisilinase
Dapat digunakan sebagai pengganti Penisilin terhadap B antrhacis
Clostridium tetanie, Listeria monocytogenes.
Tetrasiklin tidak digunakan untuk Streptokokus yang aktif dengan
Penisilin G, Eritromisin, Sefalosporin kecuali Doksisiklin
11. Tetrasiklin resisten terhadap E coli, Klebsiella, Enterobacter,
Proteus indol pos, Pseudomonas, strepto β-hemolitikus, Streptok
pneumonie, Stafilok aureus, Shigella, Bacteriodes
Proses resisten bakteri terhadap tetrasiklin relative lambat.
Resisten terhadap strain Stafilokokus, Koliform basili Haemolitik,
Streptokokus,dan Pneumokokus adalah umum.
Bakteri yang resisten dengan satu tetrasiklin umumnya resisten
dengan tetrasiklin yang lain meskipun ada beberapa Stafilokok,
Streptokok dan koliform yang resisten tetrasiklin tetapi sensitive
dengan Minosiklin
Sintesis protein (dalam Ribosom) akan bekerjasama dgn mRNA
dan tRNA. Ribosom ada 2 subunit yaitu Ribosom 30 S dan 50 S,
kedua komponen ini akan berikatan dengan rantai mRNA
menjadi ribosom 70 S.
Tetrasiklin berikatan dgn ribosom 30 S, akan menghalangi
masuknya tRNA shg ribosom 70 S tdk terbentuk dan sintesis
portein tidak terjadi.
12. Efek Samping tetrasiklin :
GIT (mual, muntah, diare), iritasi mukosa , Anemia hemolitika,
eosinofilia, trombositopenia , defisiensi vitamin, warna gigi.
Fotosensitivitas, terutama dengan Demeklosiklin.
Jangan diberikan pada pasien kelainan ginjal dan ibu hamil
karena dapat merusak hepar secara fatal (pielonefritis) IV
Waktu paruh (t½) Tetrasiklin 8,5 jam
Ikatan protein bervariasi 20 – 90 %
Pengobatan infeksi CNS, Tetrasiklin lebih efektif dari
Klortetrasiklin atau Oksitetrasiklin karena difusi kedlm CSF lebih
baik. Ekskresi tetrasiklin melalui urin dan feces.
Bentuk sediaan obat, Oral, injeksi, mata,
13. Pemberian oral 250–500 mg setiap 6 jam menghasilkan
kadar plasma 1–5 mcg/ml, pemberian IV 250 – 500 mg
menghasilkan kadar plasma 20-30 mcg/ml (0,5 jam),
setelah 2 jam turun menjadi 4–10 mcg/ml dan setelah 12
jam masih ada 1-3 mcg/ml, pemberian IM 100 mg, kadar
plasma sampai 2 mcg/ml dan pemberian IM 250 mg,
kadar plasma 3,6 mcg/ ml dalam waktu 3 – 4 jam.
14. Demekloksiklin HCl
Larut dalam air (1 : 60), larutan 1 % (pH 2,0 – 3,0)
Efek samping : Lebih umum reaksi alergi , lebih sering terjadi
reaksi fototoksik dari tetrasiklin lainnya.
Absorbsi oral lebih cepat dan ekskresi lebih lambat dari
Tetrasiklin HCl, kadar maksimum dalam plasma dicapai 3 -6 jam,
kadar efektif dalam plasma 24–48 jam lebih lama dari Tetrasiklin
Pemberian oral Demekloksiklin HCl 300 mg 2 kali sehari atau
pemberian oral Tetrasiklin HCl 250 mg 4 kali sehari akan
menghasilkan kadar yang sama dalam plasma
Waktu paruh (t½) Demeklosiklin 17 jam
Ikatan Protein 50 %. Ekskresi melalui ginjal, empedu
Bentuk sediaan obat, Oral
15. Doksisiklin HCl
Mudah larut dalam air (1 : 3), larutan 1 % (pH 2,0 – 3,0)
Doksisiklin kurang menyebabkan warna gigi (kurang ber ikatan
dengan Ca).
Absorbsi lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh makanan
menghasilkan kadar plama lebih tinggi dari Tetrasiklin
Ikatan Protein sampai 90 %
Waktu paruh (t½) 15 jam (dosis tunggal) dan 22 jam setelah
pemberian diulang
Ekskresi lambat melalui urin, tidak ada akumulasi dengan adanya
gangguan ginjal dan sampai 25 % di ekskresi melalui feces dalam
bentuk aktif.
Bentuk sediaan obat, Oral, injeksi
16. Minosiklin HCl
Larut dalam air.
AM, aktif terhadap beberapa Stafilokokus, Streptokokus dan
E.coli yang resisten dengan Tetrasiklin (invitro).
Efek Samping : vertigo atau dizziness, sedikit fotosensitif (Jangan
membawa mobil atau mengoperasikan mesin)
Absorbsi oral cepat, pemberian oral 200 mg dan diikuti 100 mg
setiap 12 jam, akan menghasilkan kadar plasma 1–3 mcg/ml
Distribusi luas dalam cairan dan jaringan termasuk CSF
Ikatan Protein 75 %
Ekskresi melalui ginjal 7 – 10 % dan melalui feces 34 %.
Bentuk sediaan obat, Oral, injeksi.
17.
18. CH CH OH CH2OH
R – C C – CH – CH – NH – CO – CHCl2
CH CH
Kloramfenikol R = NO2
Tiamfenikol R = CH3SO2
19. Kloramfenikol
Streptomyces venezuelae (1947)
Larut dalam air (1:400), Suspensi 0,5 % (pH 5,0 – 7,5)
Untuk Obat tetes mata dan tetes hidung harus diguna
kan Propilen glikol sebagai pelarut karena pelarut air
akan memberikan rasa terbakar
AM, broad spectrum, Bakteriostatik, efektif terhadap
Bakteri Gram pos., Gram neg.
Mekanisme kerja, menghambat proses sintesis protein
dengan menghambat enzim peptidil transferase sebagai
katalisator pada pembentukan ikatan peptida
20. Efek toksik Kloramfenikol adalah depresi sumsum
tulang belakang, ada 2 bentuk
1. Berhubungan dengan dosis, depresi reversibel terjadi
bila kadar dalam plasma 25 – 35 mcg/ml, terjadi
perobahan morfologi sumsum tulang (spesifik),
kekurangan zat besi, anemia sedang, leukopenia dan
trombositopenia, efek ini menyebabkan hambatan
sintesis protein dlm mitokondria sel sumsum tulang.
2. Tidak berhubungan dengan perobahan morfologi
sumsum tulang, toksiksitasnya berat, Irreversibel dan
sering terjadi anemia aplastik (insidennya 1 : 20.000
sampai 1 : 100.000) dan 80 % dari pasien bisa meninggal
21. Anemia hemolitika terjadi pada pasien kekurangan
enzim glukosa-6-pospat dehidrogenase (Genetik)
Bayi prematur atau baru lahir dapat terjadi Grey
Sindrom pada dosis tinggi (dosis 25 mg/KgBB sehari),
dgn gejala hipotermia, pernafasan irregular, sianosis,
shock dan diikuti dengan kematian dalam beberapa jam
atau hari
Pemberian oral Kloramfenikol dgn waktu yang lama
dapat menimbukan pendarahan karena depresi sumsum
tulang, pengurangan flora usus (kurang sintesis vitamin
K) atau perpanjangan waktu Protrombin.
22. Resisten silang yang lemah terjadi antara
Kloramfenikol–Eritromisin atau Kloramfenikol-
Tetrasiklin.
Ikatan Protein 60 %
Ekskresi utama melalui urine 80 %, empedu , feces
Bentuk sediaan obat, Oral, injeksi, mata
Enzim asetil transferase spesifik yg dibentuk oleh bakteri
(perantaraan faktor R) dapat merusak Kloramfenikol
Absorbsi baik, pemberian oral 1 gram, kadar dalam
darah 10 mcg/ml (2 jam) dan pemberian 500 mg setiap 6
jam kadar dalam darah dapat dipertahankan > 4 mcg/ml
Distribusi luas dalam jaringan tubuh sampai CSF yang
kadarnya 30 – 50 % kadar dalam darah dan dapat difusi
kedalam pleura fluid, masuk plasenta dan masuk
sirkulasi darah janin.
23. Dalam hati Kloramfenikol mengalami konyugasi dengan asam
glukoronat oleh enzim glukuronil transferase.
Waktu paruh kloramfenikol memanjnag pada pasien gangguan
faal hati
Waktu paruh kloramfenikol akan memendek apabila
dikombinasikan dengan Fenobarbital atau Rifampisin
Kloramfenikol dapat menghambat biotransformasi
Tolbutamid, Fenitoin, Dikumarol dan obat lain yang
dimetabolisme oleh enzim Mikrosom hati, sehingga
toksisitas obat ini lebih tinggi
24. Kloramfenikol Palmitat
Tidak larut dlm air, dihidrolisa dlm GIT menjadi Kloramfenik
Kloramfenikol Na Suksinat
Larut dalam air, larutan 25 % (pH 6,4-7,0)
Tidak ada efek AM sampai terbentuk Kloramfenikol
(hidrolisa).
Tiamfenikol
Sukar larut dalam air, larutan jenuh (pH 5,8-7,5)
Tiamfenikol Glisinat HCl
Mudah larut dalam air, larutan 5 % (pH 3,0-4,5).
AM, spektrum luas
Kurang depresi sumsum tulang, aplasi sangat jarang
Absorbsi baik melalui GIT
Ekskresi terutama melalui urin dan sebagian empedu