SlideShare a Scribd company logo
Laporan Praktikum
FARMASI FISIKA
“DISOLUSI OBAT”
(Diajukan untuk Memenuhi Nilai Laporan Praktikum Farmasi Fisika)
V
OLEH
NAMA : REZKY NUR AZIZ
NIM : 821420008
KELAS : A-S1 FARMASI 2020
KELOMPOK : II (DUA)
ASISTEN : LIDYA ANGELINA ROTUA
LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
Lembar Pengesahan
FARMASI FISIKA
“DISOLUSI OBAT”
OLEH
NAMA : REZKY NUR AZIZ
NIM : 821420008
KELAS : A-S1 FARMASI 2020
KELOMPOK : II (DUA)
Gorontalo, 31 Oktober 2021
Mengetahui
Asisten
LIDYA ANGELINA ROTUA
NILAI
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga dapat menyelesaikan laporan praktikum Farmasi Fisika yang berjudul
“Disolusi Obat”.
Sholawat serta salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah memberikan tauladan terbaik bagi umatnya sehingga bisa meniru kegigihan
dan kesungguhan beliau dalam berjuang. Ungkapan terima kasih semua pihak
yang telah membimbing kami, kepada dosen penanggung jawab, kepada
koordinator laboratorium dan kepada asisten penanggung jawab yang telah
membimbing kami sehingga laporan ini dapat selesai dengan baik.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami memohon
kritik dan saran dari asisten agar laporan ini menjadi laporan yang lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Gorontalo, Oktober 2021
Rezky Nur Aziz
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan..................................................................2
1.3 Manfaat Percobaan.....................................................................................3
1.4 Prinsip Percobaan.......................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................4
2.1 Dasar Teori.................................................................................................4
2.1.1 Disolusi ......................................................................................................3
2.1.2 Uji Disolusi ................................................................................................8
2.1.3 Syarat Penerimaan Uji Disolusi Obat ......................................................13
2.1.4 Spektrofotometer Uv-Vis.........................................................................14
2.1.5 Asam Mefenamat .....................................................................................15
2.2 Uraian Bahan............................................................................................15
BAB III METODE PRAKTIKUM.....................................................................18
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ..............................................................18
3.2 Alat dan Bahan.........................................................................................18
3.3 Cara Kerja ................................................................................................19
BAB IV HASIL PENGAMATAN.......................................................................20
4.1 Tabel Hasil Pengamatan ..........................................................................20
4.2 Perhitungan ..............................................................................................20
BAB V PEMBAHASAN .....................................................................................28
BAB VI PENUTUP...............................................................................................30
5.1 Kesimpulan ..............................................................................................30
5.2 Saran.........................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah profesi kesehatan yang meliputi seni dan ilmu pengetahuan
dari sumber alam atau sintetik menjadi material dan produk yang cocok dipakai
untuk mencegah dan mendiagnosa penyakit. Dengan kata lain, farmasi ini
merupakan profesi yang berkaitan dengan pembuatan dan distribusi dari produk
obat. Cabang ilmu farmasi yaitu mempelajari berbagai ilmu terapan, diantaranya
adalah biofarmasi, kimia farmasi dan farmasi fisika.
Farmasi Fisika merupakan suatu ilmu yang menggabungkan antara ilmu
Fisika dengan ilmu Farmasi. Ilmu Fisika mempelajari tentang sifat-sifat fisika
suatu zat baik berupa sifat molekul maupun tentang sifat turunan suatu zat.
Sedangkan ilmu Farmasi adalah ilmu tentang obat-obat yang mempelajari cara
membuat, memformulasi senyawa obat menjadi sebuah sediaan jadi yang dapat
beredar di pasaran. Gabungan kedua ilmu tersebut akan menghasilkan suatu
sediaan farmasi yang berstandar baik, berefek baik, dan mempunyai disolusi obat
yang baik pula.
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pecegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Sediaan obat
sebelum diedarkan pada masyarakat, harus memenuhi beberapa persyaratan salah
satunya uji disolusi. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk
padat atau semi padat yaitu bentuk tablet, kapsul dan salep (Martin,et al.,1993).
Uji disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk padat
ke dalam larutan suatu media (cairan tubuh), pada saat obat melarut partikel-
partikel padat memisah dari molekul demi molekul yang akan bercampur dengan
cairan dan tampak menjadi bagian dari cairan tersebut. Proses disolusi terjadi
ketika molekul obat dibebaskan dari fase padat (bentuk sediaan) dan akan masuk
ke dalam fase larutan (cairan tubuh), secara fisikokimia disolusi merupakan
proses zat padat memasuki fasa pelarut melewati proses multi langkah yang
2
melibatkan berbagai reaksi heterogen antara fasa solut-solut (zat terlarut-zat
terlarut) dan fasa pelarut pada antarmuka solut dan pelarut. Disolusi ini
dipengaruhi oleh kecepatan disolusi dari suatu sediaan (Kurniawan, 2013).
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk
sediaan utuh atau partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri. Kecepatan
disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan sebagai
jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar permukaan
padat-cair, suhu dan kompisisi media yang dibakukan. Kecepatan pelarutan
memberikan informasi tentang profil proses pelarutan persatuan waktu (Martin,
2006).
Salah satu obat yang dapat lakukan pengujian disolusi obat yaitu kapsul
asam mefenamat. Kapsul asam mefenamat digunakan sebagai analgesic dan
sebagai anti inflamasi. Asam mefenamat terikat sangat kuat pada protein plasma.
Dengan demikian interaksi terhadap obat antikoagulan harus diperhatikan.
(Wilmana dan Gan, 2012).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukanlah percobaan untuk
mementukan laju disolusi obat dengan menggunakan sampel kapsul asam
mefenamat dan asam klorida sebagai medium disolusi.
1.2 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan “Uji Disolusi Obat” ini yaitu mengetahui dan
memahami proses disolusi obat, cara uji disolusi dengan menggunakan alat
disolusi, dan menentukan persen terdisolusi obat yang terdisolusi.
1.3 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan “Uji Disolusi Obat” ini yaitu :
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara uji disolusi menggunakan alat disolusi
yang baik dan benar
2. Mahasiswa dapat mengetahui persen terdisolusi dari sampel obat yang
terdisolusi
1.4 Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan “Uji Disolusi Obat” ini yaitu :
1. Untuk mengetahui proses disolusi suatu obat.
3
2. Untuk mengetahui cara uji disolusi menggunakan alat disolusi
3. Untuk mengetahui konsentrasi dari sampel obat yang terdisolusi.
1.5 Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan ini yaitu didasarkan pada penentuan kecepatan disolusi
dari kapsul Asam Mefenamat berdasarkan kadar obat yang terdisolusi dalam
media disolusi yaitu asam klorida 900 mL 0,01 N dengan menggunakan alat
disolusi tipe 1 dengan kecepatan 100 rpm serta menentukan kadarnya
menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Disolusi
1. Definisi Disolusi
Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat
menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Disolusi secara singkat didefinisikan sebagai
proses melarutnya suatu solid. Bentuk sediaan farmasetik padat terdispersi dalam
cairan setelah dikonsumsi seseorang kemudian akan terlepas dari sediaannya dan
mengalami disolusi dalam media biologis, diikuti dengan absorpsi zat aktif ke
dalam sirkulasi sistemik dan akhirnya menunjukkan respons klinis (Siregar,
2010).
Disolusi merupakan suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk
padat ke dalam larutan suatu media (cairan tubuh), pada saat obat melarut
partikel-partikel padat memisah dari molekul demi molekul yang akan bercampur
dengan cairan dan tampak menjadi bagian dari cairan tersebut. Proses disolusi
terjadi ketika molekul obat dibebaskan dari fase padat (bentuk sediaan) dan akan
masuk ke dalam fase larutan (cairan tubuh), secara fisikokimia disolusi
merupakan proses zat padat memasuki fasa pelarut melewati proses multi langkah
yang melibatkan berbagai reaksi heterogen antara fasa solut-solut (zat terlarut-zat
terlarut) dan fasa pelarut pada antarmuka solut dan pelarut (Kurniawan, 2013).
Disolusi adalah suatu proses melarutnya zat kimia atau senyawa obat dari
sediaan padat ke dalam suatu medium tertentu. Proses ini dikendalikan oleh
afinitas zat padat terhadap larutan. Selain itu disolusi juga dikatakan sebagai
hilangnya kohesi suatu padatan karena aksi dari cairan yang menghasilkan suatu
dispersi homogen untuk ion atau molekuler. Kecepatan pelarutan atau laju
pelarutan adalah kecepatan melarutnya zat kimia atau senyawa obat dalam suatu
medium tertentu dari suatu padatan (Wagner, 1971).
5
2. Kecepatan Disolusi
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk
sediaan utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri.
Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan
sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar
permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang dibakukan. Kecepatan
pelarutan memberikan informasi tentang profil proses pelarutan persatuan waktu
(Martin, 2006).
Kecepatan suatu padatan melarut dalam suatu pelarut dinyatakan secara
kuantitatif oleh Noyes dan Whitney pada tahun 1897, persamaan tersebut ialah :
dM
dt
=
DS
h
( Cs - C )Atau
dC
dt
=
DS
Vh
( Cs - C )
Keterangan :
M = Massa zat terlarut yang terlarut selama waktu t.
dM/dt = Kecepatan disolusi massa (massa/waktu).
D = Koefisien difusi zat terlarut dalam larutan.
S = Luas permukaan padatan yang terpajan.
h = Tebal lapisan difusi.
Cs = Kelarutan padatan (konsentrasi senyawa dalam larutan jenuh
pada permukaan padatan dan pada temperatur percobaan).
C = Konsentrasi zat terlarut dalam larutan bulk pada waktu t.
dC/dt = Kecepatan disolusi dan V adalah volume larutan, (Sinko, 2006).
Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari
kelayakan sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada
zat aktif yang dikandung oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap
kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin
cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari sediaan padat (tablet, kapsul,
serbuk, seppositoria), sediaan sistem terdispersi (suspensi dan emulsi), atau
sediaan-sediaan semisolid (salep, krim, pasta) mengalami disolusi dalam
6
media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi
sistemik (Voigt, 1995).
3. Proses Disolusi
Agar suatu obat diabsorpsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam
cairan pada tempat absorpsi. Dalam hal ini dimana kelarutan suatuobat tergantung
dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan
berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat
disebut disolusi (Anief, 2000).
Pada saat partikel obat mengalami disolusi, molekul-molekul obatpada
permukaan mula-mula masuk kedalam larutan menciptakan suatu lapisan jenuh
obat larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat yang dikenal
lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati
cairan yang melarut dan berhubungan dengan membran biologis serta absorpsi
terjadi (Anief, 2000).
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat atau jika
obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju
obat yang terabsorpsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus
pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat,
proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam
proses absorpsi (Anief,2000).
Setelah terjadi pelepasan yang bersifat setempat, maka tahap kedua adalah
pelarutan zat aktif yang terjadi secara progresif, yaitu pembentukan dispersi
molekuler dalam air. Tahap kedua ini merupakan keharusan agar selanjutnya
terjadi penyerapan. Tahap ini juga ditetapkan pada obat-obatan yang dibuat dalam
bentuk larutan zat aktif dalam minyak tetapi yang terjadi disini adalah proses
ekstraksi (penyaringan). Setelah pemberian sediaan larutan, secara in vitro timbul
endapan zat aktif yang biasanya berbentuk amorf sebagai akibat perubahan pH
dan endapan tersebut, selanjutnya akan melarut lagi. Dengan demikian pemberian
sediaan larutan tidak selalu dapat mengakibatkan penyerapan segera (Aiache,
1993).
7
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Disolusi
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju disolusi zat aktif adalah :
a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia zat aktif.
Sifat – sifat fisikokimia zat aktif memiliki peranan dalam pengendalian
disolusinya dari bentuk sediaan. Kelarutan zat aktif dalam air diketahui sebagai
salah satu dari berbagai faktor yang menentukan laju disolusi. Faktor ini meliputi :
1) Faktor kelarutan obat, dimana kelarutan obat dalam air merupakan faktor
utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan
laju disolusi yang cepat (Siregar, 2010).
2) Faktor ukuran partikel, dimana jika ukuran partikel berkurang dapat
memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium,
sehingga laju disolusi meningkat (Shargel dan Andrew, 1988).
b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan.
Menurut Shargel dan Andrew (1998), beberapa faktor yang berkaitan
dengan formulasi sediaan yang mempengaruhi laju disolusi meliputi :
1) Faktor formulasi.
Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila dicampur dengan
bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang bersifat hidrofil
dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu
disolusi bertambah, sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi
laju disolusi.
2) Faktor pembuatan sediaan.
Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang
larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat
menambah hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi.
c. Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan.
Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan solid yang mempengaruhi
proses disolusi meliputi metode granulasi atau prosedur pembuatan, ukuran
granul, interaksi zat aktif dan eksipien, pengaruh gaya kempa, pengaruh
penyimpanan pada laju disolusi (Siregar, 2010).
8
d. Faktor yang berkaitan dengan alat disolusi
Menurut Gennaro (2000), faktor yang berkaitan dengan alat disolusi dapat
menyebabkan hasil disolusi berubah – ubah dari uji ke uji pada semua teknik
pengujian yang digunakan. Faktor ini meliputi :
1. Tegangan permukaan medium disolusi
Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi
bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat
meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan
kapsul konvensional juga menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang
sukar larut dengan penambahan surfaktan kedalam medium disolusi.
2. Viskositas medium
Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi suatu zat
sesuai dengan persamaan Einstein. Meningginya suhu juga menurunkan viskositas
dan memperbesar kecepatan disolusi.Semakin tinggi viskositas medium, semakin
kecil laju disolusi bahan obat.
3. pH medium disolusi
Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat dibandingkan
dengan air, oleh karena itu mempercepat laju disolusi. Obat-obat asam lemah
disolusinya kecil dalam medium asam, karena bersifat nonionik, tetapidisolusinya
besar pada medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut.
e. Faktor yang berkaitan dengan parameter uji
Beberapa faktor parameter uji disolusi mempengaruhi karakteristik disolusi
zat aktif. Faktor – faktor tersebut seperti sifat dan karakteristik media disolusi, pH,
lingkungan dan suhu sekeliling telah mempengaruhi daya guna disolusi suatu zat
aktif (Siregar, 2010).
2.1.2 Uji Disolusi
1. Definisi Uji Disolusi
Uji disolusi merupakan salah satu uji yang paling utama digunakan dalam
karakterisasi obat dan kontrol kualitas pada beberapa bentuk sediaan. Sejak tahun
1960, telah disetujui bahwa data disolusi ditentukan dengan studi laju saat bentuk
sediaan melepaskan obatnya untuk terlarut. Dalam perspektif kontrol kualitas, uji
9
disolusi utamanya digunakan untuk mengkonfirmasi kualitas produk dan
konsistensnya dari batch ke batch serta identifikasi formula yang baik (Swarbrick,
2007).
Uji disolusi yang diterapkan pada sediaan obat bertujuan untuk mengukur
serta mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam media pelarut yang
diketahui volumenya pada waktu dan suhu tertentu, menggunakan alat tertentu
yang didesain untuk uji parameter disolusi (Santi, 2016).
2. Peranan Uji Disolusi
Dikutip dari Santi (2016), uji disolusi dalam bidang farmasi memegang
peranan penting, diantaranya :
a. Uji disolusi digunakan untuk dalam bidang industri; dalam pengembangan
produk baru, untuk pengawasan mutu, dan untuk membantu menentukan
kesetersediaan hayati.
b. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan, seperti adanya aturan
biofarmasetika, telah menegaskan pentingnya disolusi.
c. Karakteristik disolusi biasa merupakan sifat yang penting dari produk obat
yang memuaskan.
d. Uji disolusi digunakan untuk mengontrol kualitas dan menjaga terjaminnya
standar dalam produksi tablet.
e. Uji disolusi untuk mengetahui terlarutnya zat aktif dalam waktu tertentu
menggunakan alat disolution tester sehingga bisa menentukan waktu paruh
dari sediaan tersebut.
3. Alat Uji Disolusi
Dalam pengujiannya, terdapat beberapa tipe dari alat uji disolusi. Tipe-tipe
alat uji disolusi yaitu :
a. Alat uji disolusi (USP, 2006)
1) Alat uji pelepasan obat berupa keranjang (basket)
2) Alat uji pelepasan obat berupa dayung (paddle)
3) Alat uji pelepasan obat berupa reciprocating cylinder
4) Alat uji pelepasan obat berupa flow through cell
5) Alat uji pelepasan obat berupa paddle over disk
10
6) Alat uji pelepasan obat berupa silinder (cylinder)
7) Alat uji pelepasan obat berupa reciprocating holder
Metode keranjang dan dayung USP merupakan metode pilihan untuk uji
disolusi bentuk sediaan oral padat. Penggunaan metode disolusi lain hanya boleh
dipertimbangkan jika metode I dan II USP diketahui tidak memuaskan (Santi S.,
2016).
b. Alat uji disolusi (Depkes RI, 1995)
1) Alat tipe I (Keranjang)
Gambar 1. Alat Tipe Keranjang
Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan
transparan lain yang inert, sebuah motor, suatu batang logam yang digerakkan
oleh motor, dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam
suatu tangas air yang sesuai, berukuran sedemikian sehingga dapat
mempertahankan suhu di dalam wadah pada 37o±0,5o C selama pengujian
berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap.
Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak boleh
menimbulkan gerakan, goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan
akibat perputaran alat pengaduk. Akan lebih baik apabila alat yang digunakan
memungkinkan pengamatan contoh dan alat pengaduk selama pengujian
berlangsung. Wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola
dengan dimensi dan kapasitas sebagai berikut: untuk kapasitas nominal 1000 mL,
tinggi 160 mm hingga 210 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm; untuk
yang berkapasitas nominal 2000 mL, tinggi 280 mm hingga 300 mm, diameter
dalam 98 mm hingga 106 mm; untuk kapasitas nominal 4000 mL, tinggi 280 mm
hingga 300 mm dan diameter dalam 145 mm hingga 155 mm. Tepi bagian atas
wadah melebar. Untuk mencegah penguapan dapat digunakan suatu penutup yang
11
cocok. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak
lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertikal wadah, berputar dengan halus
dan tanpa goyangan yang berarti yang dapat mempengaruhi hasil uji. Suatu alat
pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan
putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti tertera dalam
masing-masing monografi dalam batas lebih kurang 4%.
Komponen batang logam dan keranjang yang merupakan bagian dari
pengaduk terbuat dari baja tahan karat tipe 316 atau bahan lain yang inert sesuai
dengan spesifikasi. Dapat juga digunakan keranjang berlapis emas setebal 0,0001
inci (2,5 μm). Sediaan dimasukkan ke dalam keranjang yang kering pada tiap
awal pengujian. Selama pengujian berlangsung jarak antara bagian dasar dalam
wadah dan keranjang adalah 25 mm ± 2 mm.
2) Alat tipe II (Dayung)
Gambar 2. Alat Tipe Dayung
Pada alat tipe II ini sama seperti alat pada tipe I, kecuali pada alat ini
digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang
berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada
setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan
yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata.
Dayung memenuhi spesifikasi. Jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian
dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan
batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut
inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung
mulai diputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat
berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan. Alat
12
lain yang dapat mencegah mengapungnya sediaan dan telah divalidasi dapat
digunakan.
3) Alat tipe III (Silinder kaca bolak-balik)
Alat terdiri dari satu rangkaian labu kaca beralas rata berbentuk silinder;
rangkaian silinder kaca yang bergerak bolak balik; penyambung inert dari baja
tahan karat (tipe 316 atau yang setara) dan kasa polipropilen yang terbuat dari
bahan yang sesuai, inert dan tidak mengabsorbsi, dirancang untuk
menyambungkan bagian atas dan alas silinder yang bergerak bolak balik; dan
sebuah motor serta sebuah kemudi untuk menggerakkan silinder bolak balik
secara vertikal dalam labu dan, jika perlu silinder dapat digeser secara horizontal
dan diarahkan ke deretan labu yang lain. Labu tercelup sebagian didalam suatu
tangas air yang sesuai dengan ukuran sedemikian sehingga dapat
mempertahankan suhu di dalam wadah pada 37o± 0,5oC selama pengujian
berlangsung. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak
boleh menimbulkan gerakan, goncangan atau getaran signifikan di luar yang
disebabkan oleh gerakan halus silinder yang bergerak turun-naik. Suatu alat
pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih dan
mempertahankan kecepatan bolak balik seperti tertera dalam monografi dalam
batas lebih kurang 5%. Akan lebih baik apabila alat yang digunakan
memungkinkan pengamatan contoh dan silinder selama pengujian berlangsung.
Wadah dilengkapi dengan penutup yang berada tetap pada tempatnya untuk
mencegah penguapan selama pengujian dilakukan. Setiap komponen harus
memenuhi ukuran seperti yang tertera, kecuali dinyatakan lain dalam masing-
masing monografi.
4) Alat tipe IV (Sel yang dapat dialiri)
Alat terdiri dari sebuah wadah dan sebuah pompa untuk media disolusi,
sebuah sel yang dapat dialiri, sebuah tangas air yang dapat mempertahankan suhu
Media disolusi pada 37º ± 0,5º C. Ukuran sel dinyatakan dalam masing-masing
monografi. Pompa mendorong Media disolusi ke atas melalui pompa sel. Pompa
memiliki kapasitas aliran antara 240 ml per jam dan 960 ml per jam, dengan laju
alir baku 4 ml, 8 ml, dan 16 ml per menit. Alat memberikan aliran konstan (± 5%
13
dari laju alir), profil aliran adalah sinusoidal dengan 120 ± 10 pulsa/denyut per
menit. Pompa tanpa denyut juga dapat digunakan. Bagaimanapun juga, uji
disolusi menggunakan sel yang dapat dialiri harus memperhatikan laju aliran dan
denyut.
Alat menggunakan mekanisme penjepit dan dua cincin bentuk O untuk
menahan sel. Pompa terpisah dari unit disolusi untuk melindungi unit disolusi dari
getaran yang berasal dari pompa. Posisi pompa tidak boleh lebih tinggi dari posisi
labu penampung. Sambungan pipa harus sependek mungkin. Gunakan pipa politef
dengan diameter dalam 1,6 mm dan sambungan yang ujungnya melebar dan inert
secara kimia.
2.1.3 Syarat Penerimaan Uji Disolusi Obat
Menurut Dirjem POM (1995), Kecuali dinyatakan lain dalam masing-
masing monografi, persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dalam
sediaan yang di uji sesuai tabel penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai tiga
tahap kecuali bila hasil pengujian memenuhi tahap 2 atau S2. Harga Q adalah
jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi, dinyatakan dalam presentase kadar pada etiket, angka 5%, dan 15%
dalam tabel adalah presentase kadar dalam etiket, dengan demikian mempunyai
arti yang sama dengan Q.
Berikut dibawah ini adalah tabel penerimaan :
Tahap Jumlah yang
diuji
Kriteria Penerimaan
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%
S2 6 Rata-rata dari 12 unit (S1 + S2) adalah sama dengan
atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan
yang lebih kecil dari Q–15%.
S3 12 Rata-rata dari 24 unit (S1 + S2 + S3) adalah sama
dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2
unit sediaan yang lebih kecil dari Q-15% dan tidak
satu unit pun yang lebih kecil dari Q-25%.
14
2.1.4 Spektrofotometer UV-VIS
Spektrofotometri sesuai seperti namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan
untuk mengukur energi relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan
atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer
dengan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih di
deteksi dan cara ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau
celah optis. Pada fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi
melewatkan trayek pada panjang gelombang tertentu (Gandjar, 2007).
Spektrofotometer UV-Vis adalah gabungan dari prinsip spektrofotometri
UV dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya
UV dan sumber cahaya visible Spektrofotometer UV-Vis mengarah kepada
hukum Lambert-Beer. Apabila cahaya monokromatik melewati media (larutan
sampel), maka cahaya sebagian larutan sampel (media) tersebut akan diabsorbsi,
dan sebagian lagi akan dipantulkan serta sebagiannya yang lain akan dipancarkan.
Sinar yang didapat dari sumber cahaya akan dibagi menjadi 2 berkas oleh cermin
yang berputar dibagian dalam spektrofotometer. Dimana bekas pertama akan
melalui kuvet yang berisi blanko, sedangkan berkas kedua akan melalui kuvet
yang berisi sampel. Sampel dan blanko akan dicek dalam waktu bersamaan.
Adapun fungsi blanko disini suntuk memberikan kondisi stabil penyerapan karena
perubahan voltase dari sumber cahaya (Nazar, 2018; Sembiring, 2019).
Prinsip kerja dalam spektrofotometri UV sinar tampak yaitu menggunakan
sumber cahaya dari sinar UV dan sinar tampak dengan pengaturan berkas cahaya
menggunakan monokromator. Berkas sinar selanjutnya masuk ke dalam sampel,
sinar yang tidak diserap dan disebar oleh sampel akan masuk ke detektor dan akan
diolah sehingga muncul nilai absorbansi pada layar (Fessenden, 1997).
15
2.1.5 Asam Mefenamat
Asam mefenamat yang merupakan salah satu Obat Wajib Apotik banyak
digunakan oleh masyarakat pada nyeri ringan sampai sedang, misalnya nyeri
kepala, gigi, otot atau sendi (rema, encok), perut nyeri haid (dysmenorrae), nyeri
akibat benturan atau kecelakaan (trauma). Pada nyeri berat seperti pembedahan
atau fraktur (tulang patah) kerjanya kurang efektif. Efek samping yang sering
terjadi yaitu menimbulkan gangguan lambung usus, reaksi-reaksi alergi kulit dan
tidak dianjurkan untuk anak-anak (Tjay TH, Raharja K, 2010).
Asam mefenamat merupakan analgetik yang praktis tidak larut dalam air
sehingga mempengaruhi kecepatan obat melarut di dalam tubuh, dan dapat
mempengaruhi kecepatan absorbsi obat (Rao & Nagabhushanam, 2003). Menurut
Katzung (2011), Asam mefenamat memiliki mekanisme kerja asam mefenamat
yaitu dengan cara menghalangi efek enzim yang disebut cyclooxygenase (COX).
Enzim ini membantu tubuh untuk memproduksi bahan kimia yang disebut
prostaglandin. Prostaglandin ini yang menyebabkan rasa sakit dan peradangan.
Dengan menghalangi efek enzim COX, maka prostaglandin yang diproduksi akan
lebih sedikit, sehingga rasa sakit dan peradangan akan mereda atau membaik.
Dalam sistem klasifikasi asam mefenamat termasuk dalam kategori kedua
yaitu kelarutan rendah dengan pemeabilitas yang tinggi. Menurut Flower (1980)
mengatakan bahwa kelarutan asam mefenamat dalam air sangat kecil, pada pH 7,1
temperatur 25oC adalah 0,00041% dan pada temperatur 37oC adalah 0,008%.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Depkes RI, 1979; Rowe et al, 2009)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol, metanol, etanol, isopropil alkohol
Rumus molekul : C2H5OH
Rumus struktur :
Berat molekul : 46,07 g/mol
16
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah terbakar, berbau khas panas, memberikan
nyala biru yang tidak berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform
dan dalam eter P.
Kegunaan : Sebagai zat tambahan, juga pembersih alat
praktikum yang dapat membunuh kuman.
Khasiat : Sebagai antiseptik (menghambat pertumbuhan dan
membunuh mikroorganisme).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, yaitu terhindar dari
cahaya,ditempat sejuk jauh dari nyala api.
2.2.2 Aqua Destilata (Depkes RI, 1979; Rowe et al, 2009)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA.
Nama lain : Air suling.
Nama kimia : Hidrogen Oksida
Rumus struktur :
Rumus Molekul : H2O.
Berat Molekul : 18,02 g/mol.
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak mempunya
rasa, tidak berbau.
Khasiat : Pelarut.
Kegunaan : Sebagai pembersih
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.2.3 Asam Mefenamat (Depkes RI, 1979)
Nama resmi : ACIDUM MAFENAMICUM
Nama lain : Asam mefenamat
Rumus molekul : C15H15NO2
17
Rumus struktur :
Berat molekul : 41,29 g/mol
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hamper putih; melebur
pada suhu lebih kurang 230 disertai peruraian.
Kelarutan : larut dalam alkali hidroksida; agak sukar larut
dalam kloroform; sukar larut dalam etanol dan
dalam metanol; praktis tidak larut dalam air.
Kegunaan : Sebagai sampel pengujian disolusi
Khasiat : Sebagai obat analgetik (pereda nyeri).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
18
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Farmasi Fisika “Uji Disolusi Obat” dilaksanakan pada hari Rabu,
27 Oktober 2021 pukul 13.00 sampai dengan 15.00 WITA bertempat di
Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan
Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu alat uji disolusi tipe I, botol
vial, dispo 5ml, kalkulator, spektrofotometer UV-VIS, dan stopwatch.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu alkohol 70%, aquadest,
asam klorida 0,01 N, membran filter, dan kapsul asam mefenamat.
3.3 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan Alkohol 70%
3. Dimasukkan aquadest ke dalam bejana
4. Dimasukkan labu disolusi
5. Dipasang paddle tipe 1
6. Dimasukkan media disolusi berupa asam klorida 0,01 N sebanyak 900 mL
ke dalam labu disolusi.
7. Dimasukkan kapsul asam mefenamat ke dalam keranjang dari paddle.
8. Dinyalakan alat disolusi, ditunggu hingga mencapai suhu 37o C dengan
kecepatan 50 rpm dan 100 rpm waktu 60 menit.
9. Diturunkan paddle dengan jarak 2,5 cm dari dasar bejana.
10. Disampling 5 ml cairan pada labu disolusi setiap 10 menit (10, 20, 30, 40,
50, 60) menit menggunakan dispo.
11. Dimasukkan hasil sampel ke dalam vial
12. Ditambahkan kembali 5 mL media disolusi untuk mencapai kondisi sink
13. Dianalisis nilai absorbansi cairan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS.
19
14. Dihitung konsentrasi, kadar, dan persen terdisolusi
20
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel Absorbansi
Waktu (Menit)
Absorbansi
50 (rpm) 100 (rpm)
10 0,130 0,219
20 0,225 0,313
30 0,291 0,411
40 0,327 0,437
50 0,376 0,560
60 0,463 0,636
4.2 Perhitungan
4.1.1 Kecepatan 50 rpm
a = 0,0866
b = 0,0061
a. Waktu 10 menit ; y = 0,130
1. Konsentrasi
y = bx + a
0,130 = 0,0061x + 0,0866
x =
0,130-0,0866
0,0061
= 7,11 g/ml
2. Kadar = C  FP  V
= 7,11 g/ml x 10 x 900 ml
= 63.990 g
= 63,99 mg
3. % Terdisolusi =
kadar
bobot zat awal
x 100%
=
63,99 mg
500
x 100 %
21
= 12,88 %
b. Waktu 20 menit ; y = 0,225
1. Konsentrasi
y = bx + a
0,225 = 0,0061x + 0,0866
x =
0,225-0,0866
0,0061
= 22,68 g/ml
2. Kadar = C  FP  V
= 22,68 g/ml x 10 x 900 ml
= 204.120g
= 204,12 mg
3. % Terdisolusi =
b
bobot zat awal
x 100%
=
204,12 mg
500
= 40,82 %
c. Waktu 30 Menit ; y = 0,291
1. Konsentrasi
y = bx + a
0,291 = 0,0061x + 0,0866
x =
0,291-0,0866
0,0061
= 33,50 g/ml
2. Kadar = C  FP  V
= 33,50 g/ml x 10 x 900 ml
= 301.500 g
= 301,5 mg
3. % Terdisolusi =
b
bobot zat awal
x 100%
22
=
301,5 mg
500
= 60,3 %
d. Waktu 40 menit ; y = 0,327
1. Konsentrasi
y = bx + a
0,327 = 0,0061x + 0,0866
x =
0,327-0,0866
0,0061
= 39,40 g/ml
2. Kadar = C  FP  V
= 39,40 g/ml x 10 x 900 ml
= 354.600 g
= 354,6 mg
3. % Terdisolusi =
kadar
bobot zat awal
x 100%
=
354,6 mg
500
x 100 %
= 70, 92 %
e. Waktu 50 menit ; y = 0,376
1. Konsentrasi
y = bx + a
0,376 = 0,0061x + 0,0866
x =
0,376-0,0866
0,0061
= 47,44 g/ml
2. Kadar = C  FP  V
= 47,44 g/ml x 10 x 900 ml
= 426.960 g
= 426,9 mg
23
3. % Terdisolusi =
kadar
bobot zat awal
x 100%
=
426,9 mg
500
x 100 %
= 85,3 %
f. 60 Menit ; y = 0,463
1. Konsentrasi
y = bx + a
0,463 = 0,0061x + 0,0866
x =
0,463-0,0866
0,0061
= 61,70 g/ml
2. Kadar = C  FP  V
= 61,70 g/ml x 10 x 900 ml
= 555.300 g
= 555,3 mg
3. % Terdisolusi =
kadar
bobot zat awal
x 100%
=
555,3 mg
500
x 100 %
= 111,06 %
4.1.2 Kecepatan 100 rpm
a. Waktu 10 Menit
1. Konsentrasi
y = bx + a
0,219 = 0,0081x + 0,1441
x =
0,219-0,1441
0,0081
= 9,24 g/ml
24
2. Kadar = C  FP  V
= 9,24 g/ml x 10 x 900 ml
= 83.160 g
= 83,16 mg
3. % Terdisolusi =
kadar
bobot zat awal
x 100%
=
83,16 mg
500
x 100 %
= 16,6 %
b. Waktu 20 Menit
1. Konsentrasi
y = bx + a
0,313 = 0,0081x + 0,1441
x =
0,313-0,1441
0,0081
= 20,85 g/ml
2. Kadar = C  FP  V
= 20,85 g/ml x 10 x 900 ml
= 187.650 g
= 187,6 mg
3. % Terdisolusi =
kadar
bobot zat awal
x 100%
=
187,6 mg
500
x 100 %
= 37,52 %
c. Waktu 30 Menit
y = bx + a
0,411 = 0,0081x + 0,1441
x =
0,411-0,1441
0,0081
= 32,95 g/ml
25
2. Kadar = C  FP  V
= 32,95 g/ml x 10 x 900 ml
= 296.550 g
= 296,55 mg
3. % Terdisolusi =
kadar
bobot zat awal
x 100%
=
296,55 mg
500
x 100 %
= 59,31 %
d. Waktu 40 Menit
1. Konsentrasi
y = bx + a
0,437 = 0,0081x + 0,1441
x =
0,437-0,1441
0,0081
= 36,16 g/ml
2. Kadar = C  FP  V
= 36,16 g/ml x 10 x 900 ml
= 325.440 g
= 325,4 mg
3. % Terdisolusi =
kadar
bobot zat awal
x 100%
=
325,4 mg
500
x 100 %
= 65,08 %
e. Waktu 50 menit
1. Konsentrasi
y = bx + a
0,560 = 0,0081x + 0,1441
x =
0,560-0,1441
0,0081
26
= 51,34 g/ml
2. Kadar = C  FP  V
= 51,34 g/ml x 10 x 900 ml
= 462.060 g
= 462,06 mg
3. % Terdisolusi =
kadar
bobot zat awal
x 100%
=
462,06 mg
500
x 100 %
= 92,41 %
f. Waktu 60 Menit
Y = bx + a
0,636 = 0,0081x + 0,1441
X =
0,636-0,1441
0,0081
= 60,72 g/ml
2. Kadar = C  FP  V
= 60,72 g/ml x 10 x 900 ml
= 546.480 g
= 546,48 mg
3. % Terdisolusi =
kadar
bobot zat awal
x 100%
=
546,48 mg
500
x 100 %
= 109,29 %
27
4.2 Tabel Hasil Pengamatan
4.2.1 Hasil Perhitungan 50 rpm
4.2.2 Hasil perhitungan 100 rpm
Waktu Absorbansi Konsentrasi Kadar(mg) % Terdisolusi
5 0,130 7,11 63,99 12,88%
10 0,225 22,68 204,12 40,82%
15 0,291 33,50 301,5 60,3%
20 0,327 39,40 354,6 70,9%
25 0,376 47,44 462,9 85,3%
30 0,463 61,70 555,3 111,06%
Waktu Absorbansi Konsentrasi Kadar % Terdisolusi
5 0,219 9,24 83,16 16,6 %
10 0,313 20,85 187,6 37,5 %
15 0,411 32,95 296,5 59,3 %
20 0,437 36,16 325,4 65,08 %
25 0,560 51,34 462,06 92,41 %
30 0,636 60,72 546,48 109,29 %
28
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan uji disolusi. Uji disolusi
dilakukan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan yang tertera dalam
masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket
dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk
kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan lain dalam monografi (Dirjen POM,
1995).
Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah kapsul asam mefenamat.
Ini sesuai dengan persyaratan Depkes RI (1995), bahwa sediaan obat yang harus
diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau
salep. Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik, sebagai anti inflamasi, asam
mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin (Wilmana dan Gan, 2012).
Pada percobaan uji disolusi, hal pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan, dan membersihkan alat menggunakan
alkohol 70% hal ini karena menurut Rowe et al. (2009), alkohol 70% berfungsi
sebagai antimikroba dan desinfektan. Kemudian dimasukkan air ke dalam vessel.
Setelah itu diletakkan labu disolusi pada alat disolusi dan dipasang paddle dengan
alat tipe 1 (keranjang), hal ini sesuai dengan persyaratan Dirjen POM (1979),
bahwa alat tipe keranjang terdiri dari wadah tertutup dari kaca, suatu batang
logam yang digerakkan oleh mesin dan wadah disolusi (keranjang). Dimana
sebuah kapsul atau tablet diletakkan dalam keranjang saringan kawat kecil yang
diikatkan pada bagian bawah batang logam kemudian digerakkan oleh motor yang
kecepatannya dapat diatur.
Media disolusi yaitu asam klorida sebanyak 900 ml dimasukkan pada labu
disolusi, hal ini karena menurut Nasution (2016), penggunaan volume media
disolusi harus disesuaikan dengan masing-masing monografi yang tertera dalam
Farmakope Indonesia. Dalam buku Farmakope Indonesia, volume media disolusi
yang harus digunakan dalam pengujian disolusi kapsul asam mefenamat yaitu 900
ml asam klorida. Media yang digunakan mempengaruhi uji disolusi, kelarutan dan
jumlah obat dalam sediaan harus dipertimbangkan. Media yang digunakan
29
hendaknya tidak jenuh dengan obat, biasanya digunakan suatu volume media yang
lebih besar dari volume yang diperlukan untuk melarutkan obat secara sempurna
dan dinyalakan alat disolusi.
Sampel yaitu kapsul asam mefenamat dimasukkan ke dalam keranjang dari
paddle dan diatur suhu sebesar 370C dengan waktu 60 menit dengan kecepatan 50
rpm dan 100 rpm. Hal ini karena menurut Depkes (2010), dengan kecepatan
putaran 100 rpm setara dengan kecepatan gerak peristaltik usus dan lambung
sedangkan penggunaan kecepatan 50 rpm digunakan sebagai perbandingan.
Apabila suhu telah mencapai 370C maka diturunkan paddle alat disolus tipe 1
dengan diatur jarak paddle 2,5 cm dari dasar vessel hal ini dilakukan karena
menurut Nurrachmah (2015), tinggi dasar paddle ke dasar labu adalah 2,5 cm
yang tujuannya untuk memperkecil kemungkinan kapsul melayang-layang antara
dasar labu dengan dasar paddle bergesekan dengan alat disolusi tipe dayung.
Menurut Manik (2017), yang mengatakan bahwa posisi paddle dengan dasar labu
tersebut dilakukan karena pada posisi sampling ini terjadi pengadukan paling baik
sehingga dapat mempresentasikan jumlah disolusi obat.
Penyamplingan sampel dilakukan sebanyak 5 mL dengan selang waktu
setiap 10 menit, disaring dengan membran filter kemudian dimasukkan ke dalam
vial. Setiap pengambilan larutan diganti dengan medium disolusi sebanyak 5 mL
sehingga volumenya tetap sama. Membran filter bertindak sebagai penghalang
untuk memisahkan kontaminan dari air dan menghilangkan partikel yang dapat
mencemari air. Selanjutnya ditambahkan media pengganti disolusi sebanyak 5 ml
untuk membuat kondisi sink. Kondisi sink adalah kondisi dimana konsentrasi
larutan jenuh atau volumenya di dalam medium berlebih sehingga menyebabkan
zat padat melarut terus-menerus (Shargel danYu,1988; Sunaryo, 2004).
Sampel yang telah disampling akan dianalisis absorbansinya untuk
mengetahui konsentrasinya tiap selang waktu 10 menit menggunakan alat
spektrofotometer Uv-Vis. Spektrofotometer UV-Vis adalah salah satu dari sekian
banyak instrumen yang digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia.
Spektrofotometer umumnya digunakan karena kemampuannya dalam
menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal
30
preparasi sampel apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa. Dihitung
nilai absorbansi, konsentrasi, kadar, dan persen (%) terdisolusi (Suharman, 1995).
Berdasarkan pengujian yang dilakukan hasil yang didapatkan memenuhi
syarat penerimaan uji disolusi dengan ketentuan Q + 5%. Q adalah monografi dari
sediaan yaitu 60. Jadi, 60 + 5% = 65%. Sehingga, Sediaan yang di uji persen
terdisolusi tidak boleh kurang dari 65%. Adapun hasil persen terdisolusi dari
sediaan kapsul asam mefenamat pada kecepatan 50 rpm yaitu 111,06% dan pada
kecepatan 100 rpm untuk persen terdisolusi yaitu 109,29%. Karena hasil yang
didapatkan tidak kurang dari 65% jadi persen terdisolusi sediaan kapsul asam
mefenamat memenuhi syarat penerimaan uji disolusi obat.
31
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
6.1.1 Cara pengujian disolusi dilakukan dengan meninjau profil disolusi dari
sampel pada buku Farmakope Indonesia. Untuk sampel kapsul asam
mefenamat, dilakukan uji disolusi menggunakan alat tipe 1 pada suhu
370C dengan kecepatan 100 rpm dalam 60 menit. Disampling 5 mL cairan
pada labu disolusi setiap selang waktu 10 menit menggunakan dispo.
Dianalisis nilai absorbansi menggunakan alat spektrofotometer Uv-Vis.
6.1.2 Pada percobaan uji disolusi kapsul asam mefenamat didapatkan hasil
persen terdisolusi dalam waktu 60 menit pada kecepatan 50 rpm sebesar
111,06% dan pada kecepatan 100 rpm yaitu 109,29%.
6.2 Saran
6.2.1 Untuk Asisten
Untuk asisten, diharapkan agar kiranya asisten dan praktikan saling
berkomunikasi dengan baik agar proses praktikum dapat berjalan dengan baik dan
selalu memperhatikan praktikan pada saat praktikum.
6.2.2 Untuk Jurusan
Untuk jurusan, diharapkan dapat lebih memperhatikan infrastruktur yang a
da pada laboratorium agar praktikan lebih nyaman dalam melaksanakan kegiatan
praktikum
6.2.3 Untuk Laboratorium
Untuk laboratorium, diharapkan dapat untuk melengkapi peralatan atau
bahan yang akan digunakan untuk kegiatan praktikum, agar kegiatan bisa berjalan
dengan lancar dan ruangan laboratorium lebih diperluas
6.3.4 Untuk Praktikan
Untuk praktikan, diharapkan pada saat melaksanakan praktikum harus lebih
berhati-hati dalam menggunakan alat laboratorium, dan lebih teliti dan serius saat
melakukan praktikum, agar diperoleh hasil sesuai dengan keinginan.
DAFTAR PUSTAKA
Anief. M. 1987. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Penerbit University. Press
Jakarta.
Ansel.H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700, UI
Press. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2010. Pemerintah lakukan Revitalisasi Penggunaan
Obat Generik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga.Departemen Kesehatan
RI. Hal. 32-33. Jakarta
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke IV .Penerbit Depkes RI.
Jakarta.
Fessenden, Ralp J dan Joan S. Fessenden. 1997. Kimia Organik, Jilid 2, Edisi Ke-
3, terjemahan. Aloysius Hadyana Putjaatmaka, Jakarta: Erlangga.
Gandjar, I. G. dan Rohman.A.. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Gennaro.A.R. 1990. Remingtons Pharmaceuticals Sciences. 18th ed. Mack Publ.
Co, Easton.
Grace. P.T. Sri.Sudewi. Widya. Astuty L. 2015. Validasi Metode Analisis Untuk
Penetapan Kadar Parasetamol Dalam Sediaan Tablet Secara
Spektrofotometri Ultraviolet. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT.
Vol. 4. 2302 – 2493.
Hapsari. D. N. 2015. Pemanfaatan Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle Linn) Sebagai
Hand Sanitizer. Skripsi. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Ike Susanti. 2019. Pengaruh Medium Disolusi dan Upaya Peningkatan
Permeabilitas Metformin, Farmaka Volume 17 Nomor 1.
Khan.G. and Hayer.B.A. 1973. Physic Chemical Basis of the Buffered
Acetylsalicylic Acid Controversy. 262. 1053-1058. New England. J. Med.
Kurniawan.2013. Pengaruh Kompetensi Pedagogik, dan Kompetensi Professional
Guru: Universitas Pendidikan Indonesia. Pustaka Belajar.
Lachman.L. & Lieberman. H. A.. 1994.Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi
Kedua. 1091-1098. UI Press. Jakarta.
Lesson, L.J. dan Cartensen.J.T. 1974.Dissolution Technology, 3-22, the Ind Pharm
Techn Section of the Acad of Pharm Scrences, Washington.
Martin. A. Bustamante P. and Chun A. H. C. 1993. Physical Pharmacy Fourth
Edition. 331-336. Lea & Febiger. Philadelphia. London.
Martin. A. Swarbrick.J. & Cammarata. A. 2008. Farmasi Fisik Edisi Ketiga
Penerbit UI Press Jakarta.
Mulja. M. Suharman. 1995. Analisis Instrumen. Cetakan 1.26-32. Airlangga
University Press. Surabaya
Nazar. M. R..& Kurnia. 2018. Pengaruh Profitabilitas, Dividend Payout Ratio
dan Ukuran Perusahaan Terhadap Perataan Laba (Studi Pada Perusahaan
Dalam Indeks JII BEI Tahun 2015-2017). e-Proceeding of Management :
Vol.5, No.3 Desember 2018 ISSN : 2355-9357.
Rowe. R.C. et Al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Sembiring, T. Dayana.I. dan Rianna. M. 2019. Alat Penguji Material. Bogor
Guepedia.
Shargel, L.Yu.A. and Wu. S. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan, Edisi kedua, Airlangga University Press. Surabaya. 167 – 187.
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Pendidikan. EGC :Jakarta
Syamsuni.H.A. 2007. Ilmu Resep. Kedokteran EGC : Jakarta.
Syukri. Y. 2002. Biofarmasetika. Cetakan pertama. 31 – 38, 85 – 86. UII press
Yogjakarta.
USP.2005.The United States Pharmacopeia, 28th ed. Elektronic Version. United
States. 1369.
Wagner.J.G. 1971. Biopharmaceutics and Relevant Pharmacokinetics. Edisi I98-
157. Drug Intellegen Publication. Hamilton.
Wilmana.P.F. 1995. Analgesik-Antipiretik. Analgesik-Antiinflamasi Nonsteroid
dan Obat Piral.dalam Ganiswara. S.G. Setiabudy.R.. Suyatna. F. D.
Purwantyastuti.Nafrialdi.Farmakologi dan Terapi Edisi 4, Bagian
Farmakologi, Fakultas Kedokteran.Universitas Indonesia. Jakarta.207-220.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 : Alat dan Bahan
1. Alat
No Nama Bahan Gambar Fungsi
1. Dissolution Tester
tipe 1
Sebagai alat untuk mengetahui
proses melarutnya senyawa
aktif
2. Dispo Untuk memindahkan cairan
dari labu disolusi kedalam vial
3. Gelas Ukur Digunakan untuk mengukur
cairan yang akan di masukkan
kedalam vessel
4. Labu Disolusi Sebagai tempat/wadah media
disolusi dan sampel obat
diletakan
5. Spektrofotometer
UV-VIS
Sebagai alat ukur untuk
mengukur absorbansi atau
serapan dari sampel
6. Vial Sebagai wadah cairan disolusi
7. Kalkulator Untuk menghitung
konsentrasi, kadar, dan
persen terdisolusi obat
8. Stopwatch Untuk menghitung waktu
2. Bahan
No Nama Bahan Gambar Fungsi
1. Alkohol 70% Untuk membersihkan alat
2. Asam Klorida Sebagai media disolusi
3. Membran filter Sebagai penghalang untuk
memisahkan kontaminan dari
air dan menghilangkan partikel
yang dapat mencemari air.
4. Paracetamol Sebagai sampel
5. Tisu Untuk membersihkan alat
6. Aquadest Sebagai zat tambahan dalam
bejana
Lampiran 2: Diagram alir
 Disiapkan alat dan bahan
 Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
 Dimasukkan aquadest kedalam bejana
 Diletakkan labu disolusi pada alat disolusi
 Dipasang paddle pada alat disolusi
 Dimasukkan media disolusi berupa asam klorida 0,01 N
sebanyak 900 mL pada labu disolusi
 Dimasukkan kapsul asam mefenamat ke dalam keranjang
paddle
 Dinyalakan alat disolusi
 Diukur suhu 370C, waktu 60 menit dengan kecepatan 50 rpm,
dan 100 rpm
 Diturunkan paddle dengan jarak 2,5 cm dari dasar bejana
setelah suhu mencapai 370C
 Disampling 5 ml dengan selang waktu setiap 10 menit
menggunakan dispo
 Dimasukkan kedalam vial
 Ditambahkan kembali 5 ml medium disolusi untuk mencapai
kondisi sink
 Dianalisis absorbansi sampel menggunakan spektrofotometer
Uv-Vis
 Dihitung kosentrasi, kadar dan persen terdisolusi
Kapsul Asam Mefenamat
% Terdisolusi :
50 rpm : 111,06%
100 rpm : 109,29%

More Related Content

What's hot

Pembuatan amilum
Pembuatan amilumPembuatan amilum
Pembuatan amilum
Herni Yunita
 
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap  Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap  Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
Surya Amal
 
Pasta asam salisilat BY citra
Pasta asam salisilat BY citraPasta asam salisilat BY citra
Pasta asam salisilat BY citra
Citra pharmacist
 
Laporan resmi elixir paracetamol
Laporan resmi elixir paracetamolLaporan resmi elixir paracetamol
Laporan resmi elixir paracetamolKezia Hani Novita
 
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pewarnaan Mikroorganisme
Laporan Mikrobiologi -  Teknik Pewarnaan MikroorganismeLaporan Mikrobiologi -  Teknik Pewarnaan Mikroorganisme
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pewarnaan Mikroorganisme
Rukmana Suharta
 
Laporan praktikum kromatografi 4 (klt)
Laporan praktikum kromatografi 4 (klt)Laporan praktikum kromatografi 4 (klt)
Laporan praktikum kromatografi 4 (klt)
aufia w
 
Laporan farmakologi (1)
Laporan farmakologi (1)Laporan farmakologi (1)
Laporan farmakologi (1)
ilmi nur hafizah
 
Uji Disolusi
Uji DisolusiUji Disolusi
Uji Disolusi
Ilma Nurhidayati
 
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUANlaporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
srinova uli
 
Sediaan solida bu neni
Sediaan solida bu neniSediaan solida bu neni
Sediaan solida bu neni
Dokter Tekno
 
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Sapan Nada
 
Laporan Farmasi Fisika Kelarutan
Laporan Farmasi Fisika KelarutanLaporan Farmasi Fisika Kelarutan
Laporan Farmasi Fisika Kelarutan
Mina Audina
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-CLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-CNovi Fachrunnisa
 
Laporan Teknologi Sediaan Steril : Pembuatan Injeksi klorpromazin HCL.
Laporan Teknologi Sediaan Steril : Pembuatan Injeksi klorpromazin HCL.Laporan Teknologi Sediaan Steril : Pembuatan Injeksi klorpromazin HCL.
Laporan Teknologi Sediaan Steril : Pembuatan Injeksi klorpromazin HCL.
Nova Rizky
 
Evaluasi Granul
Evaluasi GranulEvaluasi Granul
Evaluasi Granul
Indra Gunawan
 
30435971 farmasi-fisika-kelarutan
30435971 farmasi-fisika-kelarutan30435971 farmasi-fisika-kelarutan
30435971 farmasi-fisika-kelarutanYaumil Fajri
 
laporan, alkaloid, anstetik, hormon
laporan, alkaloid, anstetik, hormonlaporan, alkaloid, anstetik, hormon
laporan, alkaloid, anstetik, hormon
Andriana Andriana
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet ParasetamolLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet ParasetamolNovi Fachrunnisa
 
Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)
Taofik Rusdiana
 

What's hot (20)

Pembuatan amilum
Pembuatan amilumPembuatan amilum
Pembuatan amilum
 
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap  Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap  Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
 
Pasta asam salisilat BY citra
Pasta asam salisilat BY citraPasta asam salisilat BY citra
Pasta asam salisilat BY citra
 
Laporan resmi elixir paracetamol
Laporan resmi elixir paracetamolLaporan resmi elixir paracetamol
Laporan resmi elixir paracetamol
 
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pewarnaan Mikroorganisme
Laporan Mikrobiologi -  Teknik Pewarnaan MikroorganismeLaporan Mikrobiologi -  Teknik Pewarnaan Mikroorganisme
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pewarnaan Mikroorganisme
 
Laporan praktikum kromatografi 4 (klt)
Laporan praktikum kromatografi 4 (klt)Laporan praktikum kromatografi 4 (klt)
Laporan praktikum kromatografi 4 (klt)
 
Laporan farmakologi (1)
Laporan farmakologi (1)Laporan farmakologi (1)
Laporan farmakologi (1)
 
Uji Disolusi
Uji DisolusiUji Disolusi
Uji Disolusi
 
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUANlaporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
 
Sediaan solida bu neni
Sediaan solida bu neniSediaan solida bu neni
Sediaan solida bu neni
 
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
 
Laporan Farmasi Fisika Kelarutan
Laporan Farmasi Fisika KelarutanLaporan Farmasi Fisika Kelarutan
Laporan Farmasi Fisika Kelarutan
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-CLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
 
Laporan Teknologi Sediaan Steril : Pembuatan Injeksi klorpromazin HCL.
Laporan Teknologi Sediaan Steril : Pembuatan Injeksi klorpromazin HCL.Laporan Teknologi Sediaan Steril : Pembuatan Injeksi klorpromazin HCL.
Laporan Teknologi Sediaan Steril : Pembuatan Injeksi klorpromazin HCL.
 
Evaluasi Granul
Evaluasi GranulEvaluasi Granul
Evaluasi Granul
 
Obat antidiare
Obat antidiareObat antidiare
Obat antidiare
 
30435971 farmasi-fisika-kelarutan
30435971 farmasi-fisika-kelarutan30435971 farmasi-fisika-kelarutan
30435971 farmasi-fisika-kelarutan
 
laporan, alkaloid, anstetik, hormon
laporan, alkaloid, anstetik, hormonlaporan, alkaloid, anstetik, hormon
laporan, alkaloid, anstetik, hormon
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet ParasetamolLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
 
Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)
 

Similar to LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA

Lkpd 04 ulfiyah copy
Lkpd 04 ulfiyah   copyLkpd 04 ulfiyah   copy
Lkpd 04 ulfiyah copy
Ulfiyah1
 
Review Jurnal Sifat Material Pada Obat Asam Mefenamat dan Amoksisilin yang Di...
Review Jurnal Sifat Material Pada Obat Asam Mefenamat dan Amoksisilin yang Di...Review Jurnal Sifat Material Pada Obat Asam Mefenamat dan Amoksisilin yang Di...
Review Jurnal Sifat Material Pada Obat Asam Mefenamat dan Amoksisilin yang Di...
Salsabila Azzahra
 
Makalah Difusivitas Integral
Makalah Difusivitas IntegralMakalah Difusivitas Integral
Makalah Difusivitas IntegralYogi Tampubolon
 
Kelompok vi b fister
Kelompok vi b fisterKelompok vi b fister
Kelompok vi b fister
Dewi Purwati
 
Laporan farmasi fisika rheologi
Laporan farmasi fisika rheologiLaporan farmasi fisika rheologi
Laporan farmasi fisika rheologi
Mina Audina
 
2.Pendahuluan.pptx
2.Pendahuluan.pptx2.Pendahuluan.pptx
2.Pendahuluan.pptx
ssuser8cafc5
 
Bioanalisis - Penentuan Bioekivalensi Obat Sulfametoksazol
Bioanalisis - Penentuan Bioekivalensi Obat SulfametoksazolBioanalisis - Penentuan Bioekivalensi Obat Sulfametoksazol
Bioanalisis - Penentuan Bioekivalensi Obat Sulfametoksazol
Nesha Mutiara
 
Praktek patologi
Praktek patologiPraktek patologi
Praktek patologi
pjj_kemenkes
 
Modul 4 patologi praktek
Modul 4 patologi praktekModul 4 patologi praktek
Modul 4 patologi praktek
pjj_kemenkes
 
Laporan praktikum 2 kelompok 18
Laporan praktikum 2 kelompok 18Laporan praktikum 2 kelompok 18
Laporan praktikum 2 kelompok 18
Heri Abrianto
 
Laporanpraktikum2kelompok18 121030235028-phpapp01
Laporanpraktikum2kelompok18 121030235028-phpapp01Laporanpraktikum2kelompok18 121030235028-phpapp01
Laporanpraktikum2kelompok18 121030235028-phpapp01Rahul Ustad
 
BCS kelas 1
BCS kelas 1BCS kelas 1
BCS kelas 1
Apriska Noviarni
 
Laporan disolusi partikulat
Laporan disolusi partikulatLaporan disolusi partikulat
Laporan disolusi partikulat
Nurlina Manik
 
Laporan fixaa
Laporan fixaaLaporan fixaa
Laporan fixaa
Farhan Yuzevan
 
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Novi Fachrunnisa
 
Fisiologi sistem respirasi
Fisiologi sistem respirasiFisiologi sistem respirasi
Fisiologi sistem respirasi
Amee Hidayat
 
ketersediaan hayati materi .bioavaibilitas senyawabioaktif
ketersediaan hayati materi .bioavaibilitas senyawabioaktifketersediaan hayati materi .bioavaibilitas senyawabioaktif
ketersediaan hayati materi .bioavaibilitas senyawabioaktif
UmiLaitifa
 
Disolusi.pptx
Disolusi.pptxDisolusi.pptx
Disolusi.pptx
TheraskinRiantiSusil
 
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi ObatLaporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
Vina Widya Putri
 

Similar to LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA (20)

Lkpd 04 ulfiyah copy
Lkpd 04 ulfiyah   copyLkpd 04 ulfiyah   copy
Lkpd 04 ulfiyah copy
 
Review Jurnal Sifat Material Pada Obat Asam Mefenamat dan Amoksisilin yang Di...
Review Jurnal Sifat Material Pada Obat Asam Mefenamat dan Amoksisilin yang Di...Review Jurnal Sifat Material Pada Obat Asam Mefenamat dan Amoksisilin yang Di...
Review Jurnal Sifat Material Pada Obat Asam Mefenamat dan Amoksisilin yang Di...
 
Makalah Difusivitas Integral
Makalah Difusivitas IntegralMakalah Difusivitas Integral
Makalah Difusivitas Integral
 
Kelompok vi b fister
Kelompok vi b fisterKelompok vi b fister
Kelompok vi b fister
 
Laporan farmasi fisika rheologi
Laporan farmasi fisika rheologiLaporan farmasi fisika rheologi
Laporan farmasi fisika rheologi
 
2.Pendahuluan.pptx
2.Pendahuluan.pptx2.Pendahuluan.pptx
2.Pendahuluan.pptx
 
Bioanalisis - Penentuan Bioekivalensi Obat Sulfametoksazol
Bioanalisis - Penentuan Bioekivalensi Obat SulfametoksazolBioanalisis - Penentuan Bioekivalensi Obat Sulfametoksazol
Bioanalisis - Penentuan Bioekivalensi Obat Sulfametoksazol
 
Praktek patologi
Praktek patologiPraktek patologi
Praktek patologi
 
Modul 4 patologi praktek
Modul 4 patologi praktekModul 4 patologi praktek
Modul 4 patologi praktek
 
Laporan praktikum 2 kelompok 18
Laporan praktikum 2 kelompok 18Laporan praktikum 2 kelompok 18
Laporan praktikum 2 kelompok 18
 
Laporanpraktikum2kelompok18 121030235028-phpapp01
Laporanpraktikum2kelompok18 121030235028-phpapp01Laporanpraktikum2kelompok18 121030235028-phpapp01
Laporanpraktikum2kelompok18 121030235028-phpapp01
 
BCS kelas 1
BCS kelas 1BCS kelas 1
BCS kelas 1
 
Laporan disolusi partikulat
Laporan disolusi partikulatLaporan disolusi partikulat
Laporan disolusi partikulat
 
Laporan fixaa
Laporan fixaaLaporan fixaa
Laporan fixaa
 
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
 
Fisiologi sistem respirasi
Fisiologi sistem respirasiFisiologi sistem respirasi
Fisiologi sistem respirasi
 
ketersediaan hayati materi .bioavaibilitas senyawabioaktif
ketersediaan hayati materi .bioavaibilitas senyawabioaktifketersediaan hayati materi .bioavaibilitas senyawabioaktif
ketersediaan hayati materi .bioavaibilitas senyawabioaktif
 
Rheologi
RheologiRheologi
Rheologi
 
Disolusi.pptx
Disolusi.pptxDisolusi.pptx
Disolusi.pptx
 
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi ObatLaporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
 

Recently uploaded

KEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.ppt
KEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.pptKEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.ppt
KEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.ppt
gerald rundengan
 
tiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppt
tiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppttiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppt
tiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppt
HanifaYR
 
Kelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FK
Kelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FKKelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FK
Kelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FK
pinkhocun
 
PEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdf
PEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdfPEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdf
PEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdf
celli4
 
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
YernimaDaeli1
 
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
jualobat34
 
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptxMalpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
LyanNurse1
 
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdfPresentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
AFMLS
 
TM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptx
TM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptxTM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptx
TM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptx
rifdahatikah1
 
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.pptAskep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
fitrianakartikasari5
 
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.pptPERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
Jumainmain1
 
Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...
Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...
Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...
Cara Menggugurkan Kandungan 087776558899
 
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasiVolumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
hannanbmq1
 
Manajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwa
Manajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwaManajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwa
Manajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwa
iskandar186656
 
Definisi dan Ruang Lingkup Farmakovigilans.pptx
Definisi dan Ruang Lingkup Farmakovigilans.pptxDefinisi dan Ruang Lingkup Farmakovigilans.pptx
Definisi dan Ruang Lingkup Farmakovigilans.pptx
meta emilia surya dharma
 
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptxRUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
nadyahermawan
 
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxxCBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
MuhammadAlFarizi88
 
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan txPRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
rrherningputriganisw
 
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptxPPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
EmohAsJohn
 
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejoaudit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
ReniAnjarwati
 

Recently uploaded (20)

KEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.ppt
KEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.pptKEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.ppt
KEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.ppt
 
tiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppt
tiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppttiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppt
tiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppt
 
Kelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FK
Kelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FKKelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FK
Kelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FK
 
PEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdf
PEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdfPEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdf
PEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdf
 
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
 
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
 
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptxMalpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
 
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdfPresentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
 
TM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptx
TM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptxTM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptx
TM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptx
 
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.pptAskep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
 
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.pptPERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
 
Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...
Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...
Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...
 
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasiVolumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
 
Manajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwa
Manajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwaManajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwa
Manajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwa
 
Definisi dan Ruang Lingkup Farmakovigilans.pptx
Definisi dan Ruang Lingkup Farmakovigilans.pptxDefinisi dan Ruang Lingkup Farmakovigilans.pptx
Definisi dan Ruang Lingkup Farmakovigilans.pptx
 
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptxRUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
 
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxxCBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
 
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan txPRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
 
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptxPPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
 
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejoaudit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
 

LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA

  • 1. Laporan Praktikum FARMASI FISIKA “DISOLUSI OBAT” (Diajukan untuk Memenuhi Nilai Laporan Praktikum Farmasi Fisika) V OLEH NAMA : REZKY NUR AZIZ NIM : 821420008 KELAS : A-S1 FARMASI 2020 KELOMPOK : II (DUA) ASISTEN : LIDYA ANGELINA ROTUA LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI JURUSAN FARMASI FAKULTAS OLAHRAGA KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2021
  • 2. Lembar Pengesahan FARMASI FISIKA “DISOLUSI OBAT” OLEH NAMA : REZKY NUR AZIZ NIM : 821420008 KELAS : A-S1 FARMASI 2020 KELOMPOK : II (DUA) Gorontalo, 31 Oktober 2021 Mengetahui Asisten LIDYA ANGELINA ROTUA NILAI
  • 3. i KATA PENGANTAR Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan laporan praktikum Farmasi Fisika yang berjudul “Disolusi Obat”. Sholawat serta salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan tauladan terbaik bagi umatnya sehingga bisa meniru kegigihan dan kesungguhan beliau dalam berjuang. Ungkapan terima kasih semua pihak yang telah membimbing kami, kepada dosen penanggung jawab, kepada koordinator laboratorium dan kepada asisten penanggung jawab yang telah membimbing kami sehingga laporan ini dapat selesai dengan baik. Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami memohon kritik dan saran dari asisten agar laporan ini menjadi laporan yang lebih baik lagi. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Gorontalo, Oktober 2021 Rezky Nur Aziz
  • 4. ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................i DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1 1.1 Latar Belakang...........................................................................................1 1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan..................................................................2 1.3 Manfaat Percobaan.....................................................................................3 1.4 Prinsip Percobaan.......................................................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................4 2.1 Dasar Teori.................................................................................................4 2.1.1 Disolusi ......................................................................................................3 2.1.2 Uji Disolusi ................................................................................................8 2.1.3 Syarat Penerimaan Uji Disolusi Obat ......................................................13 2.1.4 Spektrofotometer Uv-Vis.........................................................................14 2.1.5 Asam Mefenamat .....................................................................................15 2.2 Uraian Bahan............................................................................................15 BAB III METODE PRAKTIKUM.....................................................................18 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ..............................................................18 3.2 Alat dan Bahan.........................................................................................18 3.3 Cara Kerja ................................................................................................19 BAB IV HASIL PENGAMATAN.......................................................................20 4.1 Tabel Hasil Pengamatan ..........................................................................20 4.2 Perhitungan ..............................................................................................20 BAB V PEMBAHASAN .....................................................................................28 BAB VI PENUTUP...............................................................................................30 5.1 Kesimpulan ..............................................................................................30 5.2 Saran.........................................................................................................30 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
  • 5. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Farmasi adalah profesi kesehatan yang meliputi seni dan ilmu pengetahuan dari sumber alam atau sintetik menjadi material dan produk yang cocok dipakai untuk mencegah dan mendiagnosa penyakit. Dengan kata lain, farmasi ini merupakan profesi yang berkaitan dengan pembuatan dan distribusi dari produk obat. Cabang ilmu farmasi yaitu mempelajari berbagai ilmu terapan, diantaranya adalah biofarmasi, kimia farmasi dan farmasi fisika. Farmasi Fisika merupakan suatu ilmu yang menggabungkan antara ilmu Fisika dengan ilmu Farmasi. Ilmu Fisika mempelajari tentang sifat-sifat fisika suatu zat baik berupa sifat molekul maupun tentang sifat turunan suatu zat. Sedangkan ilmu Farmasi adalah ilmu tentang obat-obat yang mempelajari cara membuat, memformulasi senyawa obat menjadi sebuah sediaan jadi yang dapat beredar di pasaran. Gabungan kedua ilmu tersebut akan menghasilkan suatu sediaan farmasi yang berstandar baik, berefek baik, dan mempunyai disolusi obat yang baik pula. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pecegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Sediaan obat sebelum diedarkan pada masyarakat, harus memenuhi beberapa persyaratan salah satunya uji disolusi. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat yaitu bentuk tablet, kapsul dan salep (Martin,et al.,1993). Uji disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan suatu media (cairan tubuh), pada saat obat melarut partikel- partikel padat memisah dari molekul demi molekul yang akan bercampur dengan cairan dan tampak menjadi bagian dari cairan tersebut. Proses disolusi terjadi ketika molekul obat dibebaskan dari fase padat (bentuk sediaan) dan akan masuk ke dalam fase larutan (cairan tubuh), secara fisikokimia disolusi merupakan proses zat padat memasuki fasa pelarut melewati proses multi langkah yang
  • 6. 2 melibatkan berbagai reaksi heterogen antara fasa solut-solut (zat terlarut-zat terlarut) dan fasa pelarut pada antarmuka solut dan pelarut. Disolusi ini dipengaruhi oleh kecepatan disolusi dari suatu sediaan (Kurniawan, 2013). Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk sediaan utuh atau partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri. Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang dibakukan. Kecepatan pelarutan memberikan informasi tentang profil proses pelarutan persatuan waktu (Martin, 2006). Salah satu obat yang dapat lakukan pengujian disolusi obat yaitu kapsul asam mefenamat. Kapsul asam mefenamat digunakan sebagai analgesic dan sebagai anti inflamasi. Asam mefenamat terikat sangat kuat pada protein plasma. Dengan demikian interaksi terhadap obat antikoagulan harus diperhatikan. (Wilmana dan Gan, 2012). Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukanlah percobaan untuk mementukan laju disolusi obat dengan menggunakan sampel kapsul asam mefenamat dan asam klorida sebagai medium disolusi. 1.2 Maksud Percobaan Maksud dari percobaan “Uji Disolusi Obat” ini yaitu mengetahui dan memahami proses disolusi obat, cara uji disolusi dengan menggunakan alat disolusi, dan menentukan persen terdisolusi obat yang terdisolusi. 1.3 Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan “Uji Disolusi Obat” ini yaitu : 1. Mahasiswa dapat mengetahui cara uji disolusi menggunakan alat disolusi yang baik dan benar 2. Mahasiswa dapat mengetahui persen terdisolusi dari sampel obat yang terdisolusi 1.4 Manfaat Percobaan Manfaat dari percobaan “Uji Disolusi Obat” ini yaitu : 1. Untuk mengetahui proses disolusi suatu obat.
  • 7. 3 2. Untuk mengetahui cara uji disolusi menggunakan alat disolusi 3. Untuk mengetahui konsentrasi dari sampel obat yang terdisolusi. 1.5 Prinsip Percobaan Prinsip percobaan ini yaitu didasarkan pada penentuan kecepatan disolusi dari kapsul Asam Mefenamat berdasarkan kadar obat yang terdisolusi dalam media disolusi yaitu asam klorida 900 mL 0,01 N dengan menggunakan alat disolusi tipe 1 dengan kecepatan 100 rpm serta menentukan kadarnya menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
  • 8. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Disolusi 1. Definisi Disolusi Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Disolusi secara singkat didefinisikan sebagai proses melarutnya suatu solid. Bentuk sediaan farmasetik padat terdispersi dalam cairan setelah dikonsumsi seseorang kemudian akan terlepas dari sediaannya dan mengalami disolusi dalam media biologis, diikuti dengan absorpsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik dan akhirnya menunjukkan respons klinis (Siregar, 2010). Disolusi merupakan suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan suatu media (cairan tubuh), pada saat obat melarut partikel-partikel padat memisah dari molekul demi molekul yang akan bercampur dengan cairan dan tampak menjadi bagian dari cairan tersebut. Proses disolusi terjadi ketika molekul obat dibebaskan dari fase padat (bentuk sediaan) dan akan masuk ke dalam fase larutan (cairan tubuh), secara fisikokimia disolusi merupakan proses zat padat memasuki fasa pelarut melewati proses multi langkah yang melibatkan berbagai reaksi heterogen antara fasa solut-solut (zat terlarut-zat terlarut) dan fasa pelarut pada antarmuka solut dan pelarut (Kurniawan, 2013). Disolusi adalah suatu proses melarutnya zat kimia atau senyawa obat dari sediaan padat ke dalam suatu medium tertentu. Proses ini dikendalikan oleh afinitas zat padat terhadap larutan. Selain itu disolusi juga dikatakan sebagai hilangnya kohesi suatu padatan karena aksi dari cairan yang menghasilkan suatu dispersi homogen untuk ion atau molekuler. Kecepatan pelarutan atau laju pelarutan adalah kecepatan melarutnya zat kimia atau senyawa obat dalam suatu medium tertentu dari suatu padatan (Wagner, 1971).
  • 9. 5 2. Kecepatan Disolusi Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk sediaan utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri. Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang dibakukan. Kecepatan pelarutan memberikan informasi tentang profil proses pelarutan persatuan waktu (Martin, 2006). Kecepatan suatu padatan melarut dalam suatu pelarut dinyatakan secara kuantitatif oleh Noyes dan Whitney pada tahun 1897, persamaan tersebut ialah : dM dt = DS h ( Cs - C )Atau dC dt = DS Vh ( Cs - C ) Keterangan : M = Massa zat terlarut yang terlarut selama waktu t. dM/dt = Kecepatan disolusi massa (massa/waktu). D = Koefisien difusi zat terlarut dalam larutan. S = Luas permukaan padatan yang terpajan. h = Tebal lapisan difusi. Cs = Kelarutan padatan (konsentrasi senyawa dalam larutan jenuh pada permukaan padatan dan pada temperatur percobaan). C = Konsentrasi zat terlarut dalam larutan bulk pada waktu t. dC/dt = Kecepatan disolusi dan V adalah volume larutan, (Sinko, 2006). Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari kelayakan sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada zat aktif yang dikandung oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari sediaan padat (tablet, kapsul, serbuk, seppositoria), sediaan sistem terdispersi (suspensi dan emulsi), atau sediaan-sediaan semisolid (salep, krim, pasta) mengalami disolusi dalam
  • 10. 6 media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik (Voigt, 1995). 3. Proses Disolusi Agar suatu obat diabsorpsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam cairan pada tempat absorpsi. Dalam hal ini dimana kelarutan suatuobat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Anief, 2000). Pada saat partikel obat mengalami disolusi, molekul-molekul obatpada permukaan mula-mula masuk kedalam larutan menciptakan suatu lapisan jenuh obat larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat yang dikenal lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan berhubungan dengan membran biologis serta absorpsi terjadi (Anief, 2000). Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat atau jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang terabsorpsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat, proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorpsi (Anief,2000). Setelah terjadi pelepasan yang bersifat setempat, maka tahap kedua adalah pelarutan zat aktif yang terjadi secara progresif, yaitu pembentukan dispersi molekuler dalam air. Tahap kedua ini merupakan keharusan agar selanjutnya terjadi penyerapan. Tahap ini juga ditetapkan pada obat-obatan yang dibuat dalam bentuk larutan zat aktif dalam minyak tetapi yang terjadi disini adalah proses ekstraksi (penyaringan). Setelah pemberian sediaan larutan, secara in vitro timbul endapan zat aktif yang biasanya berbentuk amorf sebagai akibat perubahan pH dan endapan tersebut, selanjutnya akan melarut lagi. Dengan demikian pemberian sediaan larutan tidak selalu dapat mengakibatkan penyerapan segera (Aiache, 1993).
  • 11. 7 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Disolusi Beberapa faktor yang mempengaruhi laju disolusi zat aktif adalah : a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia zat aktif. Sifat – sifat fisikokimia zat aktif memiliki peranan dalam pengendalian disolusinya dari bentuk sediaan. Kelarutan zat aktif dalam air diketahui sebagai salah satu dari berbagai faktor yang menentukan laju disolusi. Faktor ini meliputi : 1) Faktor kelarutan obat, dimana kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat (Siregar, 2010). 2) Faktor ukuran partikel, dimana jika ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi meningkat (Shargel dan Andrew, 1988). b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan. Menurut Shargel dan Andrew (1998), beberapa faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan yang mempengaruhi laju disolusi meliputi : 1) Faktor formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah, sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju disolusi. 2) Faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi. c. Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan. Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan solid yang mempengaruhi proses disolusi meliputi metode granulasi atau prosedur pembuatan, ukuran granul, interaksi zat aktif dan eksipien, pengaruh gaya kempa, pengaruh penyimpanan pada laju disolusi (Siregar, 2010).
  • 12. 8 d. Faktor yang berkaitan dengan alat disolusi Menurut Gennaro (2000), faktor yang berkaitan dengan alat disolusi dapat menyebabkan hasil disolusi berubah – ubah dari uji ke uji pada semua teknik pengujian yang digunakan. Faktor ini meliputi : 1. Tegangan permukaan medium disolusi Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan penambahan surfaktan kedalam medium disolusi. 2. Viskositas medium Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi suatu zat sesuai dengan persamaan Einstein. Meningginya suhu juga menurunkan viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi.Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat. 3. pH medium disolusi Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu mempercepat laju disolusi. Obat-obat asam lemah disolusinya kecil dalam medium asam, karena bersifat nonionik, tetapidisolusinya besar pada medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut. e. Faktor yang berkaitan dengan parameter uji Beberapa faktor parameter uji disolusi mempengaruhi karakteristik disolusi zat aktif. Faktor – faktor tersebut seperti sifat dan karakteristik media disolusi, pH, lingkungan dan suhu sekeliling telah mempengaruhi daya guna disolusi suatu zat aktif (Siregar, 2010). 2.1.2 Uji Disolusi 1. Definisi Uji Disolusi Uji disolusi merupakan salah satu uji yang paling utama digunakan dalam karakterisasi obat dan kontrol kualitas pada beberapa bentuk sediaan. Sejak tahun 1960, telah disetujui bahwa data disolusi ditentukan dengan studi laju saat bentuk sediaan melepaskan obatnya untuk terlarut. Dalam perspektif kontrol kualitas, uji
  • 13. 9 disolusi utamanya digunakan untuk mengkonfirmasi kualitas produk dan konsistensnya dari batch ke batch serta identifikasi formula yang baik (Swarbrick, 2007). Uji disolusi yang diterapkan pada sediaan obat bertujuan untuk mengukur serta mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam media pelarut yang diketahui volumenya pada waktu dan suhu tertentu, menggunakan alat tertentu yang didesain untuk uji parameter disolusi (Santi, 2016). 2. Peranan Uji Disolusi Dikutip dari Santi (2016), uji disolusi dalam bidang farmasi memegang peranan penting, diantaranya : a. Uji disolusi digunakan untuk dalam bidang industri; dalam pengembangan produk baru, untuk pengawasan mutu, dan untuk membantu menentukan kesetersediaan hayati. b. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan, seperti adanya aturan biofarmasetika, telah menegaskan pentingnya disolusi. c. Karakteristik disolusi biasa merupakan sifat yang penting dari produk obat yang memuaskan. d. Uji disolusi digunakan untuk mengontrol kualitas dan menjaga terjaminnya standar dalam produksi tablet. e. Uji disolusi untuk mengetahui terlarutnya zat aktif dalam waktu tertentu menggunakan alat disolution tester sehingga bisa menentukan waktu paruh dari sediaan tersebut. 3. Alat Uji Disolusi Dalam pengujiannya, terdapat beberapa tipe dari alat uji disolusi. Tipe-tipe alat uji disolusi yaitu : a. Alat uji disolusi (USP, 2006) 1) Alat uji pelepasan obat berupa keranjang (basket) 2) Alat uji pelepasan obat berupa dayung (paddle) 3) Alat uji pelepasan obat berupa reciprocating cylinder 4) Alat uji pelepasan obat berupa flow through cell 5) Alat uji pelepasan obat berupa paddle over disk
  • 14. 10 6) Alat uji pelepasan obat berupa silinder (cylinder) 7) Alat uji pelepasan obat berupa reciprocating holder Metode keranjang dan dayung USP merupakan metode pilihan untuk uji disolusi bentuk sediaan oral padat. Penggunaan metode disolusi lain hanya boleh dipertimbangkan jika metode I dan II USP diketahui tidak memuaskan (Santi S., 2016). b. Alat uji disolusi (Depkes RI, 1995) 1) Alat tipe I (Keranjang) Gambar 1. Alat Tipe Keranjang Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, sebuah motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor, dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai, berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu di dalam wadah pada 37o±0,5o C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak boleh menimbulkan gerakan, goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Akan lebih baik apabila alat yang digunakan memungkinkan pengamatan contoh dan alat pengaduk selama pengujian berlangsung. Wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola dengan dimensi dan kapasitas sebagai berikut: untuk kapasitas nominal 1000 mL, tinggi 160 mm hingga 210 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm; untuk yang berkapasitas nominal 2000 mL, tinggi 280 mm hingga 300 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm; untuk kapasitas nominal 4000 mL, tinggi 280 mm hingga 300 mm dan diameter dalam 145 mm hingga 155 mm. Tepi bagian atas wadah melebar. Untuk mencegah penguapan dapat digunakan suatu penutup yang
  • 15. 11 cocok. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertikal wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti yang dapat mempengaruhi hasil uji. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti tertera dalam masing-masing monografi dalam batas lebih kurang 4%. Komponen batang logam dan keranjang yang merupakan bagian dari pengaduk terbuat dari baja tahan karat tipe 316 atau bahan lain yang inert sesuai dengan spesifikasi. Dapat juga digunakan keranjang berlapis emas setebal 0,0001 inci (2,5 μm). Sediaan dimasukkan ke dalam keranjang yang kering pada tiap awal pengujian. Selama pengujian berlangsung jarak antara bagian dasar dalam wadah dan keranjang adalah 25 mm ± 2 mm. 2) Alat tipe II (Dayung) Gambar 2. Alat Tipe Dayung Pada alat tipe II ini sama seperti alat pada tipe I, kecuali pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi. Jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai diputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan. Alat
  • 16. 12 lain yang dapat mencegah mengapungnya sediaan dan telah divalidasi dapat digunakan. 3) Alat tipe III (Silinder kaca bolak-balik) Alat terdiri dari satu rangkaian labu kaca beralas rata berbentuk silinder; rangkaian silinder kaca yang bergerak bolak balik; penyambung inert dari baja tahan karat (tipe 316 atau yang setara) dan kasa polipropilen yang terbuat dari bahan yang sesuai, inert dan tidak mengabsorbsi, dirancang untuk menyambungkan bagian atas dan alas silinder yang bergerak bolak balik; dan sebuah motor serta sebuah kemudi untuk menggerakkan silinder bolak balik secara vertikal dalam labu dan, jika perlu silinder dapat digeser secara horizontal dan diarahkan ke deretan labu yang lain. Labu tercelup sebagian didalam suatu tangas air yang sesuai dengan ukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu di dalam wadah pada 37o± 0,5oC selama pengujian berlangsung. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak boleh menimbulkan gerakan, goncangan atau getaran signifikan di luar yang disebabkan oleh gerakan halus silinder yang bergerak turun-naik. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih dan mempertahankan kecepatan bolak balik seperti tertera dalam monografi dalam batas lebih kurang 5%. Akan lebih baik apabila alat yang digunakan memungkinkan pengamatan contoh dan silinder selama pengujian berlangsung. Wadah dilengkapi dengan penutup yang berada tetap pada tempatnya untuk mencegah penguapan selama pengujian dilakukan. Setiap komponen harus memenuhi ukuran seperti yang tertera, kecuali dinyatakan lain dalam masing- masing monografi. 4) Alat tipe IV (Sel yang dapat dialiri) Alat terdiri dari sebuah wadah dan sebuah pompa untuk media disolusi, sebuah sel yang dapat dialiri, sebuah tangas air yang dapat mempertahankan suhu Media disolusi pada 37º ± 0,5º C. Ukuran sel dinyatakan dalam masing-masing monografi. Pompa mendorong Media disolusi ke atas melalui pompa sel. Pompa memiliki kapasitas aliran antara 240 ml per jam dan 960 ml per jam, dengan laju alir baku 4 ml, 8 ml, dan 16 ml per menit. Alat memberikan aliran konstan (± 5%
  • 17. 13 dari laju alir), profil aliran adalah sinusoidal dengan 120 ± 10 pulsa/denyut per menit. Pompa tanpa denyut juga dapat digunakan. Bagaimanapun juga, uji disolusi menggunakan sel yang dapat dialiri harus memperhatikan laju aliran dan denyut. Alat menggunakan mekanisme penjepit dan dua cincin bentuk O untuk menahan sel. Pompa terpisah dari unit disolusi untuk melindungi unit disolusi dari getaran yang berasal dari pompa. Posisi pompa tidak boleh lebih tinggi dari posisi labu penampung. Sambungan pipa harus sependek mungkin. Gunakan pipa politef dengan diameter dalam 1,6 mm dan sambungan yang ujungnya melebar dan inert secara kimia. 2.1.3 Syarat Penerimaan Uji Disolusi Obat Menurut Dirjem POM (1995), Kecuali dinyatakan lain dalam masing- masing monografi, persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dalam sediaan yang di uji sesuai tabel penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai tiga tahap kecuali bila hasil pengujian memenuhi tahap 2 atau S2. Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, dinyatakan dalam presentase kadar pada etiket, angka 5%, dan 15% dalam tabel adalah presentase kadar dalam etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q. Berikut dibawah ini adalah tabel penerimaan : Tahap Jumlah yang diuji Kriteria Penerimaan S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5% S2 6 Rata-rata dari 12 unit (S1 + S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q–15%. S3 12 Rata-rata dari 24 unit (S1 + S2 + S3) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q-15% dan tidak satu unit pun yang lebih kecil dari Q-25%.
  • 18. 14 2.1.4 Spektrofotometer UV-VIS Spektrofotometri sesuai seperti namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dengan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih di deteksi dan cara ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau celah optis. Pada fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek pada panjang gelombang tertentu (Gandjar, 2007). Spektrofotometer UV-Vis adalah gabungan dari prinsip spektrofotometri UV dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible Spektrofotometer UV-Vis mengarah kepada hukum Lambert-Beer. Apabila cahaya monokromatik melewati media (larutan sampel), maka cahaya sebagian larutan sampel (media) tersebut akan diabsorbsi, dan sebagian lagi akan dipantulkan serta sebagiannya yang lain akan dipancarkan. Sinar yang didapat dari sumber cahaya akan dibagi menjadi 2 berkas oleh cermin yang berputar dibagian dalam spektrofotometer. Dimana bekas pertama akan melalui kuvet yang berisi blanko, sedangkan berkas kedua akan melalui kuvet yang berisi sampel. Sampel dan blanko akan dicek dalam waktu bersamaan. Adapun fungsi blanko disini suntuk memberikan kondisi stabil penyerapan karena perubahan voltase dari sumber cahaya (Nazar, 2018; Sembiring, 2019). Prinsip kerja dalam spektrofotometri UV sinar tampak yaitu menggunakan sumber cahaya dari sinar UV dan sinar tampak dengan pengaturan berkas cahaya menggunakan monokromator. Berkas sinar selanjutnya masuk ke dalam sampel, sinar yang tidak diserap dan disebar oleh sampel akan masuk ke detektor dan akan diolah sehingga muncul nilai absorbansi pada layar (Fessenden, 1997).
  • 19. 15 2.1.5 Asam Mefenamat Asam mefenamat yang merupakan salah satu Obat Wajib Apotik banyak digunakan oleh masyarakat pada nyeri ringan sampai sedang, misalnya nyeri kepala, gigi, otot atau sendi (rema, encok), perut nyeri haid (dysmenorrae), nyeri akibat benturan atau kecelakaan (trauma). Pada nyeri berat seperti pembedahan atau fraktur (tulang patah) kerjanya kurang efektif. Efek samping yang sering terjadi yaitu menimbulkan gangguan lambung usus, reaksi-reaksi alergi kulit dan tidak dianjurkan untuk anak-anak (Tjay TH, Raharja K, 2010). Asam mefenamat merupakan analgetik yang praktis tidak larut dalam air sehingga mempengaruhi kecepatan obat melarut di dalam tubuh, dan dapat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat (Rao & Nagabhushanam, 2003). Menurut Katzung (2011), Asam mefenamat memiliki mekanisme kerja asam mefenamat yaitu dengan cara menghalangi efek enzim yang disebut cyclooxygenase (COX). Enzim ini membantu tubuh untuk memproduksi bahan kimia yang disebut prostaglandin. Prostaglandin ini yang menyebabkan rasa sakit dan peradangan. Dengan menghalangi efek enzim COX, maka prostaglandin yang diproduksi akan lebih sedikit, sehingga rasa sakit dan peradangan akan mereda atau membaik. Dalam sistem klasifikasi asam mefenamat termasuk dalam kategori kedua yaitu kelarutan rendah dengan pemeabilitas yang tinggi. Menurut Flower (1980) mengatakan bahwa kelarutan asam mefenamat dalam air sangat kecil, pada pH 7,1 temperatur 25oC adalah 0,00041% dan pada temperatur 37oC adalah 0,008%. 2.2 Uraian Bahan 2.2.1 Alkohol (Depkes RI, 1979; Rowe et al, 2009) Nama resmi : AETHANOLUM Nama lain : Alkohol, metanol, etanol, isopropil alkohol Rumus molekul : C2H5OH Rumus struktur : Berat molekul : 46,07 g/mol
  • 20. 16 Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah terbakar, berbau khas panas, memberikan nyala biru yang tidak berasap Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform dan dalam eter P. Kegunaan : Sebagai zat tambahan, juga pembersih alat praktikum yang dapat membunuh kuman. Khasiat : Sebagai antiseptik (menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme). Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, yaitu terhindar dari cahaya,ditempat sejuk jauh dari nyala api. 2.2.2 Aqua Destilata (Depkes RI, 1979; Rowe et al, 2009) Nama resmi : AQUA DESTILLATA. Nama lain : Air suling. Nama kimia : Hidrogen Oksida Rumus struktur : Rumus Molekul : H2O. Berat Molekul : 18,02 g/mol. Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak mempunya rasa, tidak berbau. Khasiat : Pelarut. Kegunaan : Sebagai pembersih Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik 2.2.3 Asam Mefenamat (Depkes RI, 1979) Nama resmi : ACIDUM MAFENAMICUM Nama lain : Asam mefenamat Rumus molekul : C15H15NO2
  • 21. 17 Rumus struktur : Berat molekul : 41,29 g/mol Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hamper putih; melebur pada suhu lebih kurang 230 disertai peruraian. Kelarutan : larut dalam alkali hidroksida; agak sukar larut dalam kloroform; sukar larut dalam etanol dan dalam metanol; praktis tidak larut dalam air. Kegunaan : Sebagai sampel pengujian disolusi Khasiat : Sebagai obat analgetik (pereda nyeri). Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
  • 22. 18 BAB III METODE PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum Farmasi Fisika “Uji Disolusi Obat” dilaksanakan pada hari Rabu, 27 Oktober 2021 pukul 13.00 sampai dengan 15.00 WITA bertempat di Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu alat uji disolusi tipe I, botol vial, dispo 5ml, kalkulator, spektrofotometer UV-VIS, dan stopwatch. 3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu alkohol 70%, aquadest, asam klorida 0,01 N, membran filter, dan kapsul asam mefenamat. 3.3 Cara Kerja 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan 2. Dibersihkan alat menggunakan Alkohol 70% 3. Dimasukkan aquadest ke dalam bejana 4. Dimasukkan labu disolusi 5. Dipasang paddle tipe 1 6. Dimasukkan media disolusi berupa asam klorida 0,01 N sebanyak 900 mL ke dalam labu disolusi. 7. Dimasukkan kapsul asam mefenamat ke dalam keranjang dari paddle. 8. Dinyalakan alat disolusi, ditunggu hingga mencapai suhu 37o C dengan kecepatan 50 rpm dan 100 rpm waktu 60 menit. 9. Diturunkan paddle dengan jarak 2,5 cm dari dasar bejana. 10. Disampling 5 ml cairan pada labu disolusi setiap 10 menit (10, 20, 30, 40, 50, 60) menit menggunakan dispo. 11. Dimasukkan hasil sampel ke dalam vial 12. Ditambahkan kembali 5 mL media disolusi untuk mencapai kondisi sink 13. Dianalisis nilai absorbansi cairan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS.
  • 23. 19 14. Dihitung konsentrasi, kadar, dan persen terdisolusi
  • 24. 20 BAB IV HASIL PENGAMATAN 4.1 Hasil Pengamatan Tabel Absorbansi Waktu (Menit) Absorbansi 50 (rpm) 100 (rpm) 10 0,130 0,219 20 0,225 0,313 30 0,291 0,411 40 0,327 0,437 50 0,376 0,560 60 0,463 0,636 4.2 Perhitungan 4.1.1 Kecepatan 50 rpm a = 0,0866 b = 0,0061 a. Waktu 10 menit ; y = 0,130 1. Konsentrasi y = bx + a 0,130 = 0,0061x + 0,0866 x = 0,130-0,0866 0,0061 = 7,11 g/ml 2. Kadar = C  FP  V = 7,11 g/ml x 10 x 900 ml = 63.990 g = 63,99 mg 3. % Terdisolusi = kadar bobot zat awal x 100% = 63,99 mg 500 x 100 %
  • 25. 21 = 12,88 % b. Waktu 20 menit ; y = 0,225 1. Konsentrasi y = bx + a 0,225 = 0,0061x + 0,0866 x = 0,225-0,0866 0,0061 = 22,68 g/ml 2. Kadar = C  FP  V = 22,68 g/ml x 10 x 900 ml = 204.120g = 204,12 mg 3. % Terdisolusi = b bobot zat awal x 100% = 204,12 mg 500 = 40,82 % c. Waktu 30 Menit ; y = 0,291 1. Konsentrasi y = bx + a 0,291 = 0,0061x + 0,0866 x = 0,291-0,0866 0,0061 = 33,50 g/ml 2. Kadar = C  FP  V = 33,50 g/ml x 10 x 900 ml = 301.500 g = 301,5 mg 3. % Terdisolusi = b bobot zat awal x 100%
  • 26. 22 = 301,5 mg 500 = 60,3 % d. Waktu 40 menit ; y = 0,327 1. Konsentrasi y = bx + a 0,327 = 0,0061x + 0,0866 x = 0,327-0,0866 0,0061 = 39,40 g/ml 2. Kadar = C  FP  V = 39,40 g/ml x 10 x 900 ml = 354.600 g = 354,6 mg 3. % Terdisolusi = kadar bobot zat awal x 100% = 354,6 mg 500 x 100 % = 70, 92 % e. Waktu 50 menit ; y = 0,376 1. Konsentrasi y = bx + a 0,376 = 0,0061x + 0,0866 x = 0,376-0,0866 0,0061 = 47,44 g/ml 2. Kadar = C  FP  V = 47,44 g/ml x 10 x 900 ml = 426.960 g = 426,9 mg
  • 27. 23 3. % Terdisolusi = kadar bobot zat awal x 100% = 426,9 mg 500 x 100 % = 85,3 % f. 60 Menit ; y = 0,463 1. Konsentrasi y = bx + a 0,463 = 0,0061x + 0,0866 x = 0,463-0,0866 0,0061 = 61,70 g/ml 2. Kadar = C  FP  V = 61,70 g/ml x 10 x 900 ml = 555.300 g = 555,3 mg 3. % Terdisolusi = kadar bobot zat awal x 100% = 555,3 mg 500 x 100 % = 111,06 % 4.1.2 Kecepatan 100 rpm a. Waktu 10 Menit 1. Konsentrasi y = bx + a 0,219 = 0,0081x + 0,1441 x = 0,219-0,1441 0,0081 = 9,24 g/ml
  • 28. 24 2. Kadar = C  FP  V = 9,24 g/ml x 10 x 900 ml = 83.160 g = 83,16 mg 3. % Terdisolusi = kadar bobot zat awal x 100% = 83,16 mg 500 x 100 % = 16,6 % b. Waktu 20 Menit 1. Konsentrasi y = bx + a 0,313 = 0,0081x + 0,1441 x = 0,313-0,1441 0,0081 = 20,85 g/ml 2. Kadar = C  FP  V = 20,85 g/ml x 10 x 900 ml = 187.650 g = 187,6 mg 3. % Terdisolusi = kadar bobot zat awal x 100% = 187,6 mg 500 x 100 % = 37,52 % c. Waktu 30 Menit y = bx + a 0,411 = 0,0081x + 0,1441 x = 0,411-0,1441 0,0081 = 32,95 g/ml
  • 29. 25 2. Kadar = C  FP  V = 32,95 g/ml x 10 x 900 ml = 296.550 g = 296,55 mg 3. % Terdisolusi = kadar bobot zat awal x 100% = 296,55 mg 500 x 100 % = 59,31 % d. Waktu 40 Menit 1. Konsentrasi y = bx + a 0,437 = 0,0081x + 0,1441 x = 0,437-0,1441 0,0081 = 36,16 g/ml 2. Kadar = C  FP  V = 36,16 g/ml x 10 x 900 ml = 325.440 g = 325,4 mg 3. % Terdisolusi = kadar bobot zat awal x 100% = 325,4 mg 500 x 100 % = 65,08 % e. Waktu 50 menit 1. Konsentrasi y = bx + a 0,560 = 0,0081x + 0,1441 x = 0,560-0,1441 0,0081
  • 30. 26 = 51,34 g/ml 2. Kadar = C  FP  V = 51,34 g/ml x 10 x 900 ml = 462.060 g = 462,06 mg 3. % Terdisolusi = kadar bobot zat awal x 100% = 462,06 mg 500 x 100 % = 92,41 % f. Waktu 60 Menit Y = bx + a 0,636 = 0,0081x + 0,1441 X = 0,636-0,1441 0,0081 = 60,72 g/ml 2. Kadar = C  FP  V = 60,72 g/ml x 10 x 900 ml = 546.480 g = 546,48 mg 3. % Terdisolusi = kadar bobot zat awal x 100% = 546,48 mg 500 x 100 % = 109,29 %
  • 31. 27 4.2 Tabel Hasil Pengamatan 4.2.1 Hasil Perhitungan 50 rpm 4.2.2 Hasil perhitungan 100 rpm Waktu Absorbansi Konsentrasi Kadar(mg) % Terdisolusi 5 0,130 7,11 63,99 12,88% 10 0,225 22,68 204,12 40,82% 15 0,291 33,50 301,5 60,3% 20 0,327 39,40 354,6 70,9% 25 0,376 47,44 462,9 85,3% 30 0,463 61,70 555,3 111,06% Waktu Absorbansi Konsentrasi Kadar % Terdisolusi 5 0,219 9,24 83,16 16,6 % 10 0,313 20,85 187,6 37,5 % 15 0,411 32,95 296,5 59,3 % 20 0,437 36,16 325,4 65,08 % 25 0,560 51,34 462,06 92,41 % 30 0,636 60,72 546,48 109,29 %
  • 32. 28 BAB V PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan uji disolusi. Uji disolusi dilakukan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan lain dalam monografi (Dirjen POM, 1995). Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah kapsul asam mefenamat. Ini sesuai dengan persyaratan Depkes RI (1995), bahwa sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep. Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik, sebagai anti inflamasi, asam mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin (Wilmana dan Gan, 2012). Pada percobaan uji disolusi, hal pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, dan membersihkan alat menggunakan alkohol 70% hal ini karena menurut Rowe et al. (2009), alkohol 70% berfungsi sebagai antimikroba dan desinfektan. Kemudian dimasukkan air ke dalam vessel. Setelah itu diletakkan labu disolusi pada alat disolusi dan dipasang paddle dengan alat tipe 1 (keranjang), hal ini sesuai dengan persyaratan Dirjen POM (1979), bahwa alat tipe keranjang terdiri dari wadah tertutup dari kaca, suatu batang logam yang digerakkan oleh mesin dan wadah disolusi (keranjang). Dimana sebuah kapsul atau tablet diletakkan dalam keranjang saringan kawat kecil yang diikatkan pada bagian bawah batang logam kemudian digerakkan oleh motor yang kecepatannya dapat diatur. Media disolusi yaitu asam klorida sebanyak 900 ml dimasukkan pada labu disolusi, hal ini karena menurut Nasution (2016), penggunaan volume media disolusi harus disesuaikan dengan masing-masing monografi yang tertera dalam Farmakope Indonesia. Dalam buku Farmakope Indonesia, volume media disolusi yang harus digunakan dalam pengujian disolusi kapsul asam mefenamat yaitu 900 ml asam klorida. Media yang digunakan mempengaruhi uji disolusi, kelarutan dan jumlah obat dalam sediaan harus dipertimbangkan. Media yang digunakan
  • 33. 29 hendaknya tidak jenuh dengan obat, biasanya digunakan suatu volume media yang lebih besar dari volume yang diperlukan untuk melarutkan obat secara sempurna dan dinyalakan alat disolusi. Sampel yaitu kapsul asam mefenamat dimasukkan ke dalam keranjang dari paddle dan diatur suhu sebesar 370C dengan waktu 60 menit dengan kecepatan 50 rpm dan 100 rpm. Hal ini karena menurut Depkes (2010), dengan kecepatan putaran 100 rpm setara dengan kecepatan gerak peristaltik usus dan lambung sedangkan penggunaan kecepatan 50 rpm digunakan sebagai perbandingan. Apabila suhu telah mencapai 370C maka diturunkan paddle alat disolus tipe 1 dengan diatur jarak paddle 2,5 cm dari dasar vessel hal ini dilakukan karena menurut Nurrachmah (2015), tinggi dasar paddle ke dasar labu adalah 2,5 cm yang tujuannya untuk memperkecil kemungkinan kapsul melayang-layang antara dasar labu dengan dasar paddle bergesekan dengan alat disolusi tipe dayung. Menurut Manik (2017), yang mengatakan bahwa posisi paddle dengan dasar labu tersebut dilakukan karena pada posisi sampling ini terjadi pengadukan paling baik sehingga dapat mempresentasikan jumlah disolusi obat. Penyamplingan sampel dilakukan sebanyak 5 mL dengan selang waktu setiap 10 menit, disaring dengan membran filter kemudian dimasukkan ke dalam vial. Setiap pengambilan larutan diganti dengan medium disolusi sebanyak 5 mL sehingga volumenya tetap sama. Membran filter bertindak sebagai penghalang untuk memisahkan kontaminan dari air dan menghilangkan partikel yang dapat mencemari air. Selanjutnya ditambahkan media pengganti disolusi sebanyak 5 ml untuk membuat kondisi sink. Kondisi sink adalah kondisi dimana konsentrasi larutan jenuh atau volumenya di dalam medium berlebih sehingga menyebabkan zat padat melarut terus-menerus (Shargel danYu,1988; Sunaryo, 2004). Sampel yang telah disampling akan dianalisis absorbansinya untuk mengetahui konsentrasinya tiap selang waktu 10 menit menggunakan alat spektrofotometer Uv-Vis. Spektrofotometer UV-Vis adalah salah satu dari sekian banyak instrumen yang digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia. Spektrofotometer umumnya digunakan karena kemampuannya dalam menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal
  • 34. 30 preparasi sampel apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa. Dihitung nilai absorbansi, konsentrasi, kadar, dan persen (%) terdisolusi (Suharman, 1995). Berdasarkan pengujian yang dilakukan hasil yang didapatkan memenuhi syarat penerimaan uji disolusi dengan ketentuan Q + 5%. Q adalah monografi dari sediaan yaitu 60. Jadi, 60 + 5% = 65%. Sehingga, Sediaan yang di uji persen terdisolusi tidak boleh kurang dari 65%. Adapun hasil persen terdisolusi dari sediaan kapsul asam mefenamat pada kecepatan 50 rpm yaitu 111,06% dan pada kecepatan 100 rpm untuk persen terdisolusi yaitu 109,29%. Karena hasil yang didapatkan tidak kurang dari 65% jadi persen terdisolusi sediaan kapsul asam mefenamat memenuhi syarat penerimaan uji disolusi obat.
  • 35. 31 BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan 6.1.1 Cara pengujian disolusi dilakukan dengan meninjau profil disolusi dari sampel pada buku Farmakope Indonesia. Untuk sampel kapsul asam mefenamat, dilakukan uji disolusi menggunakan alat tipe 1 pada suhu 370C dengan kecepatan 100 rpm dalam 60 menit. Disampling 5 mL cairan pada labu disolusi setiap selang waktu 10 menit menggunakan dispo. Dianalisis nilai absorbansi menggunakan alat spektrofotometer Uv-Vis. 6.1.2 Pada percobaan uji disolusi kapsul asam mefenamat didapatkan hasil persen terdisolusi dalam waktu 60 menit pada kecepatan 50 rpm sebesar 111,06% dan pada kecepatan 100 rpm yaitu 109,29%. 6.2 Saran 6.2.1 Untuk Asisten Untuk asisten, diharapkan agar kiranya asisten dan praktikan saling berkomunikasi dengan baik agar proses praktikum dapat berjalan dengan baik dan selalu memperhatikan praktikan pada saat praktikum. 6.2.2 Untuk Jurusan Untuk jurusan, diharapkan dapat lebih memperhatikan infrastruktur yang a da pada laboratorium agar praktikan lebih nyaman dalam melaksanakan kegiatan praktikum 6.2.3 Untuk Laboratorium Untuk laboratorium, diharapkan dapat untuk melengkapi peralatan atau bahan yang akan digunakan untuk kegiatan praktikum, agar kegiatan bisa berjalan dengan lancar dan ruangan laboratorium lebih diperluas 6.3.4 Untuk Praktikan Untuk praktikan, diharapkan pada saat melaksanakan praktikum harus lebih berhati-hati dalam menggunakan alat laboratorium, dan lebih teliti dan serius saat melakukan praktikum, agar diperoleh hasil sesuai dengan keinginan.
  • 36. DAFTAR PUSTAKA Anief. M. 1987. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Penerbit University. Press Jakarta. Ansel.H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700, UI Press. Jakarta Departemen Kesehatan RI. 2010. Pemerintah lakukan Revitalisasi Penggunaan Obat Generik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga.Departemen Kesehatan RI. Hal. 32-33. Jakarta Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke IV .Penerbit Depkes RI. Jakarta. Fessenden, Ralp J dan Joan S. Fessenden. 1997. Kimia Organik, Jilid 2, Edisi Ke- 3, terjemahan. Aloysius Hadyana Putjaatmaka, Jakarta: Erlangga. Gandjar, I. G. dan Rohman.A.. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Gennaro.A.R. 1990. Remingtons Pharmaceuticals Sciences. 18th ed. Mack Publ. Co, Easton. Grace. P.T. Sri.Sudewi. Widya. Astuty L. 2015. Validasi Metode Analisis Untuk Penetapan Kadar Parasetamol Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT. Vol. 4. 2302 – 2493. Hapsari. D. N. 2015. Pemanfaatan Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle Linn) Sebagai Hand Sanitizer. Skripsi. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Ike Susanti. 2019. Pengaruh Medium Disolusi dan Upaya Peningkatan Permeabilitas Metformin, Farmaka Volume 17 Nomor 1. Khan.G. and Hayer.B.A. 1973. Physic Chemical Basis of the Buffered Acetylsalicylic Acid Controversy. 262. 1053-1058. New England. J. Med. Kurniawan.2013. Pengaruh Kompetensi Pedagogik, dan Kompetensi Professional Guru: Universitas Pendidikan Indonesia. Pustaka Belajar. Lachman.L. & Lieberman. H. A.. 1994.Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi Kedua. 1091-1098. UI Press. Jakarta.
  • 37. Lesson, L.J. dan Cartensen.J.T. 1974.Dissolution Technology, 3-22, the Ind Pharm Techn Section of the Acad of Pharm Scrences, Washington. Martin. A. Bustamante P. and Chun A. H. C. 1993. Physical Pharmacy Fourth Edition. 331-336. Lea & Febiger. Philadelphia. London. Martin. A. Swarbrick.J. & Cammarata. A. 2008. Farmasi Fisik Edisi Ketiga Penerbit UI Press Jakarta. Mulja. M. Suharman. 1995. Analisis Instrumen. Cetakan 1.26-32. Airlangga University Press. Surabaya Nazar. M. R..& Kurnia. 2018. Pengaruh Profitabilitas, Dividend Payout Ratio dan Ukuran Perusahaan Terhadap Perataan Laba (Studi Pada Perusahaan Dalam Indeks JII BEI Tahun 2015-2017). e-Proceeding of Management : Vol.5, No.3 Desember 2018 ISSN : 2355-9357. Rowe. R.C. et Al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The Pharmaceutical Press, London. Sembiring, T. Dayana.I. dan Rianna. M. 2019. Alat Penguji Material. Bogor Guepedia. Shargel, L.Yu.A. and Wu. S. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Edisi kedua, Airlangga University Press. Surabaya. 167 – 187. Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Pendidikan. EGC :Jakarta Syamsuni.H.A. 2007. Ilmu Resep. Kedokteran EGC : Jakarta. Syukri. Y. 2002. Biofarmasetika. Cetakan pertama. 31 – 38, 85 – 86. UII press Yogjakarta. USP.2005.The United States Pharmacopeia, 28th ed. Elektronic Version. United States. 1369. Wagner.J.G. 1971. Biopharmaceutics and Relevant Pharmacokinetics. Edisi I98- 157. Drug Intellegen Publication. Hamilton. Wilmana.P.F. 1995. Analgesik-Antipiretik. Analgesik-Antiinflamasi Nonsteroid dan Obat Piral.dalam Ganiswara. S.G. Setiabudy.R.. Suyatna. F. D. Purwantyastuti.Nafrialdi.Farmakologi dan Terapi Edisi 4, Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran.Universitas Indonesia. Jakarta.207-220.
  • 38. LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1 : Alat dan Bahan 1. Alat No Nama Bahan Gambar Fungsi 1. Dissolution Tester tipe 1 Sebagai alat untuk mengetahui proses melarutnya senyawa aktif 2. Dispo Untuk memindahkan cairan dari labu disolusi kedalam vial 3. Gelas Ukur Digunakan untuk mengukur cairan yang akan di masukkan kedalam vessel 4. Labu Disolusi Sebagai tempat/wadah media disolusi dan sampel obat diletakan 5. Spektrofotometer UV-VIS Sebagai alat ukur untuk mengukur absorbansi atau serapan dari sampel 6. Vial Sebagai wadah cairan disolusi
  • 39. 7. Kalkulator Untuk menghitung konsentrasi, kadar, dan persen terdisolusi obat 8. Stopwatch Untuk menghitung waktu 2. Bahan No Nama Bahan Gambar Fungsi 1. Alkohol 70% Untuk membersihkan alat 2. Asam Klorida Sebagai media disolusi 3. Membran filter Sebagai penghalang untuk memisahkan kontaminan dari air dan menghilangkan partikel yang dapat mencemari air. 4. Paracetamol Sebagai sampel 5. Tisu Untuk membersihkan alat
  • 40. 6. Aquadest Sebagai zat tambahan dalam bejana
  • 41. Lampiran 2: Diagram alir  Disiapkan alat dan bahan  Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%  Dimasukkan aquadest kedalam bejana  Diletakkan labu disolusi pada alat disolusi  Dipasang paddle pada alat disolusi  Dimasukkan media disolusi berupa asam klorida 0,01 N sebanyak 900 mL pada labu disolusi  Dimasukkan kapsul asam mefenamat ke dalam keranjang paddle  Dinyalakan alat disolusi  Diukur suhu 370C, waktu 60 menit dengan kecepatan 50 rpm, dan 100 rpm  Diturunkan paddle dengan jarak 2,5 cm dari dasar bejana setelah suhu mencapai 370C  Disampling 5 ml dengan selang waktu setiap 10 menit menggunakan dispo  Dimasukkan kedalam vial  Ditambahkan kembali 5 ml medium disolusi untuk mencapai kondisi sink  Dianalisis absorbansi sampel menggunakan spektrofotometer Uv-Vis  Dihitung kosentrasi, kadar dan persen terdisolusi Kapsul Asam Mefenamat % Terdisolusi : 50 rpm : 111,06% 100 rpm : 109,29%