SlideShare a Scribd company logo
1 of 9
Download to read offline
Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol
Lusiana Darsono
Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung
Pendahuluan
Intoksikasi / keracunan me-
rupakan permasalahan serius
yang perlu ditangani secara baik.
Insidensi keracunan di dunia
secara pasti tidak diketahui,
diperkirakan 500.000 orang
meninggal setiap tahun akibat
berbagai macam keracunan.
WHO secara konservatif
memperkirakan bahwa kasus
keracunan paling tinggi terjadi di
negara-negara sedang berkem-
bang dan meningkat hampir dua
kali lipat dalam sepuluh tahun
terakhir ini.
Dari laporan tahunan Sentra
Informasi Keracunan Depkes RI
terlihat peningkatan informasi
yang berkaitan dengan
keracunan yaitu dari 265 tahun
1996 menjadi 463 tahun 1997.
Keadaan sesungguhnya
mengenai berbagai kasus
keracunan mungkin jauh lebih
banyak lagi sejalan dengan
bertambahnya penggunaan obat-
obat bebas di masyarakat.
Melihat kejadian keracunan
yang terjadi di Indonesia ini
maka telah dibentuk suatu Sentra
Informasi Keracunan (SIKer)
dalam rangka meningkatkan
pencegahan dan penanggulang-
an akibat keracunan.
Tujuan penulisan ini adalah
memberi informasi dan
diharapkan dapat membantu
meningkatkan manajemen kera-
cunan terutama salisilat dan
parasetamol, merupakan obat
yang banyak digunakan oleh
masyarakat secara bebas dan
tidak terkendali. Menurut hasil
statistik mortalitas di Inggris
tahun 1992, parasetamol
menduduki urutan ketiga dan
salisilat urutan ketujuh terbesar
penyebab kematian akibat
kelebihan dosis.
Salisilat / Asam Asetisalisilat /
C9H8O4
Salisilat termasuk dalam
golongan obat anti inflamasi non
steroid ( AINS).
Mekanisme kerja adalah
menghambat sintesis Prostaglan-
din dengan menghambat kerja
enzim siklooksigenase pada
pusat termoregulator di
hipothalamus dan perifer.
Salisilat sudah digunakan lebih
dari 100 tahun. Salisilat
30
Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol
(Lusiana Darsono.)
digunakan sebagai analgetik,
antipiretik, anti inflamasi, anti
fungi.
Farmakokinetik :
Pemberian secara per oral,
salisilat akan di absorpsi di
dalam lambung dan usus halus
melalui cara difusi pasif.
Mencapai plasma dalam waktu
30 menit dan mencapai
konsentrasi puncak setelah 1 -2
jam. Pada dosis kecil ,
mempunyai waktu paruh kira-
kira 4 jam. Pada dosis yang
digunakan sebagai antiinflamasi
(4-6 g /hari) dengan kadar
salisilat serum mencapai 200-300
mg/L, menunjukkan waktu
paruh 12-25 jam.
Kecepatan absorpsi dan ekskresi
bergantung pada jenis preparat,
besarnya dosis dan individu.
Distribusi melalui difusi pasif ke
hampir semua jaringan dan
cairan tubuh.
Salisilat dapat melewati sawar
darah otak dan sawar uri.
Metabolisme berlangsung di hati,
dengan cara hidrolisa oleh enzim
esterase menjadi asam salisilat
dan asam asetat, suatu konjugat
yang larut dalam air dan dengan
cepat diekskresi melalui ginjal.
Plasma Protein Binding : 50 - 80%
Salisilat banyak dijumpai sebagai
salah satu komponen dalam
sediaan obat flu antara lain
digunakan sebagai efek
analgesik-antipiretik dan dapat
dijumpai dalam bentuk preparat
topikal karena mempunyai efek
keratolitik dan keratoplastik.
Toksisitas :
Salisilat menyebabkan efek toksik
yang bervariasi, dari intoksikasi
sedang sampai berat. Gejala
intoksikasi salisilat bergantung
pada penggunaan akut atau
kronik.
Biasanya intoksikasi terjadi pada
pemberian dosis besar yang
berulangkali.
Gejala-gejala intoksikasi salisilat
disebabkan oleh :
1. Perangsangan pusat pernafas-
an sehingga timbul hiper-
ventilasi, respirasi alkalosis,
asidosis metabolik dan
dehidrasi.
2. Terganggunya proses oksi-
dasi fosforilasi intraseluler
dan metabolisme glukosa dan
asam lemak terganggu.
3. Perubahan integritas kapiler
yang dapat menyebabkan
terjadinya edem otak dan
pulmonal .
4. Terganggunya fungsi platelet
dan menyebabkan perpan-
jangan waktu protombin.
Dosis :
Pengobatan tunggal rata-rata : 10
mg/KBB.
Dosis lazim harian : 40 - 60
mg/KBB/hari.
31
JKM
Vol. 2, No., 1, Juli 2002
Tablet aspirin mengandung 325 -
650 mg asam salisilat.
Pada dosis 150 - 200mg /KBB
dapat terjadi Intoksikasi akut
sedang, dan dosis 300-500 mg /
KBB akan menyebabkan
intoksikasi berat.
Intoksikasi kronik dapat terjadi
pada pemberian dosis lebih dari
100 mg/KBB selama 2 hari atau
lebih.
Gejala klinik
1. Intoksikasi akut : nausea dan
vomitus yang timbul segera
setelah termakan, diikuti
dengan hiperpnea, tinnitus,
ketulian dan letargi. Gejala
Intoksikasi berat : koma ,
kejang, hipoglikemi, hiper-
termi bahkan edema
pulmonal, perdarahan
pulmonal, ARF, oliguria.
Edema serebral dan pulmonal
lebih sering terjadi pada
intoksikasi akut. Dapat terjadi
kematian akibat kegagalan
saraf pusat dan kolaps
kardiovaskuler.
2. Intoksikasi kronik. Korban
umumnya anak kecil dapat
pula dewasa muda. Diagnosis
sering terlewat karena gejala
tidak spesifik seperti bingung,
dehidrasi dan metabolik
asidosis menyeru-pai sepsis,
pneumonia dan
gastroenteritis. Mortalitas dan
morbiditas lebih tinggi
daripada intoksikasi akut.
Keracunan berat dapat timbul
pada kadar salisilat yang
lebih rendah.
Diagnosis :
Tidak sulit, adanya riwayat
penggunaan salisilat akut, tanda
dan gejala khusus.
Jika tidak didapat riwayat
kelebihan dosis, dapat diketahui
dengan :
1. Uji kualitatif
Sampel diambil dari urin, isi
lambung dan residu dari
tempat kejadian. 2 ml sampel
ditambah 0,1 ml pereaksi
Trinder campur selama 5 detik,
jika didapatkan warna violet
tua menunjukkan adanya
salisilat dan turunnya.
2.Analisis kuantitatif : analisis
kadar gas darah arteri.
Pemeriksaan konsentrasi
salisilat serum dilakukan secara
berkala dan sewaktu.
Intoksikasi dapat diperkirakan
berdasarkan kadar salisilat
dalam serum, jika kadar
50 mg/dl kemungkinan
intoksikasi sedang, 50-100
mg/dl akan menyebabkan
hiperpnea, kadar 100-150
mg/dl bersifat letal.
1. Intoksikasi akut : untuk
menentukan toksisitas,
kadar salisilat digambar-
kan pada normogram.
Penentuan normogram
32
Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol
(Lusiana Darsono.)
tunggal tidak berarti
karena kemungkinan
absorbsi yang lambat atau
panjang akibat tablet lepas
lambat atau massa tablet.
Pengambilan sampel
darah sebaiknya kurang
dari 6 jam setelah
termakan.
2. Intoksikasi kronik.
Gambaran normogram
tidak dapat digunakan
untuk menentukan tingkat
toksisitas.
Pemeriksaan lain yang
dibutuhkan adalah pemeriksaan
laboratorium seperti :
Kadar elektrolit, glukosa, BUN,
kreatinin, waktu prothrombin, gas
darah arteri dan pemeriksaan
radiologi.
Penanganan :
A. Keadaan darurat.
1. Pertahankan jalan nafas dan
respirasi, bila perlu oksigen.
Pemeriksaan gas darah
arteri dan X-ray untuk
memantau adanya edema
pulmonal.
2. Tangani koma, kejang,
edema pulmonal dan
hipertermi jika terjadi.
3. Terapi asidosis metabolik
dengan infus sodium
bikarbonat intravena.
Pemberian infus di stop
jika pH darah < 7,4
4. Ganti kekurangan cairan
dan elektrolit akibat
muntah dan hiperventilasi
dengan cairan kristaloid
intravena. Hati-hati jangan
sampai terjadi edema
pulmonal.
5. Monitor penderita
asimptomatis minimum
dalam 6 jam (atau lebih
lama terutama jika
disebabkan oleh tablet
salut enterik atau dosis
besar). Penderita dengan
gejala intoksikasi sebaik-
nya dimasukkan dalam
ICU
B. Antidotum dan obat khusus
Antidotum spesifik tidak
ada. Dapat diberikan sodium
bikarbonat untuk mencegah
terjadinya asidemia dan
untuk meningkatkan
eliminasi melalui ginjal.
C. Dekontaminasi
Dekontaminasi tidak di-
perlukan pada penderita
intoksikasi kronik.
1. Sebelum RS : beri karbon
aktif (dewasa : 50-100 g;
anak-anak 15-30 g /
1g/KBB), Ipekak (15 – 30
ml) untuk menginduksi
muntah, sebagai terapi
awal pada anak-anak
terutama diberikan dalam
30 menit setelah paparan.
33
JKM
Vol. 2, No., 1, Juli 2002
2. RS : beri karbon aktif dan
katartik secara oral atau
dengan gastric tube/lavage.
Jika dosis <200-300
mg/KBB dan telah diberi
karbon aktif tidak perlu
dilakukan bilas lambung.
3. Catatan : Dosis salisilat yang
sangat besar (30-60 g),
memerlukan dosis aktif
karbon sangat besar untuk
mengabsorpsi salisilat dan
mencegah desorpsi. Pada
kasus demikian perlu aktif
karbon 25-50 g tiap 3-5 jam.
Pemberian aktif karbon
harus diteruskan sampai
kadar salisilat dalam serum
benar-benar turun.
D. Mempengaruhi eliminasi
I. Alkalinisasi urin / mening-
katkan pH urin efektif
mempengaruhi ekskresi
salisilat urin. Dengan cara :
1. Tambahkan 100 meq
sodium bikarbonat
dalam 1 L dekstrose 5 %
dan beri secara infus
intravena 200 ml/jam (3-
4 ml/Kg/jam ). Jika
terjadi dehidrasi , awali
dengan bolus 10-20
ml/KBB. Hati-hati pem-
berian cairan dan
bikarbonat dapat
berbahaya terutama
pada penderita berisiko
tinggi misalnya:
intoksikasi kronik .
2. Jika terjadi kegagalan
ginjal, tambahkan pula
30-40 meq Potasium tiap
satu liter cairan intavena.
(Kekurangan potasium
menghambat alkalinisasi
urin )
Catatan : Alkalemia bukan
merupakan kontraindikasi
terapi bikarbonat.
II. Hemodialisis.
Sangat efektif mengeluar-
kan salisilat dengan cepat,
koreksi keseimbangan
cairan dan asam basa.
Indikasi Hemodialisis :
a. Penderita intoksikasi
akut, dengan kadar
serum >1200 mg/L
(120 mg/dL) atau
asidosis berat.
b. Penderita intoksikasi
kronik dengan kadar
serum > 600 mg/L ( 60
mg/dL), ditambah
asidosis, bingung,
letargi terutama
penderita muda dan
debil.
c. Penderita intoksikasi
berat.
III. Hemoperfusi
Sangat efektif tapi tidak
dapat mengkoreksi
gangguan asam basa dan
cairan.
34
Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol
(Lusiana Darsono.)
IV. Ulangi terapi karbon aktif
untuk mengurangi waktu
paruh salisilat serum.
PARASETAMOL
(asetaminofen) {N-asetil-
p.aminofenol} [C8H9NO2]
Parasetamol merupakan obat
analgesik non narkotik dengan
cara kerja menghambat sintesis
prostaglandin terutama di SSP .
Parasetamol digunakan secara
luas di berbagai negara baik
dalam bentuk sediaan tunggal
sebagai analgetik-antipiretik
maupun kombinasi dengan
obat lain dalam sediaan obat
flu, melalui resep dokter atau
yang dijual bebas. Keracunan
parasetamol terutama me-
nimbulkan nekrosis hati yang
disebabkan oleh metabolitnya
Farmakokinetik
Parasetamol cepat diabsorbsi
dari saluran pencernaan,
dengan kadar serum puncak
dicapai dalam 30-60 menit.
Waktu paruh kira-kira 2 jam.
Metabolisme di hati, sekitar 3 %
diekskresi dalam bentuk tidak
berubah melalui urin dan 80-90
% dikonjugasi dengan asam
glukoronik atau asam sulfurik
kemudian diekskresi melalui
urin dalam satu hari pertama;
sebagian dihidroksilasi menjadi
N asetil benzokuinon yang
sangat reaktif dan berpotensi
menjadi metabolit berbahaya.
Pada dosis normal bereaksi
dengan gugus sulfhidril dari
glutation menjadi substansi
nontoksik. Pada dosis besar
akan berikatan dengan
sulfhidril dari protein hati.
Mekanisme toksisitas
Pada dosis terapi, salah satu
metabolit parasetamol bersifat
hepatotoksik, didetoksifikasi
oleh glutation membentuk
asam merkapturi yang bersifat
non toksik dan diekskresikan
melalui urin, tetapi pada dosis
berlebih produksi metabolit
hepatotoksik meningkat mele-
bihi kemampuan glutation
untuk mendetoksifikasi, se-
hingga metabolit tsb bereaksi
dengan sel-sel hepar dan
timbulah nekrosis sentro-
lobuler. Oleh karena itu pada
penanggulangan keracunan pa-
rasetamol terapi ditujukan
untuk menstimulasi sintesa
glutation. Dengan proses yang
sama parasetamol juga bersifat
nefrotoksik.
Dosis Toksik
Parasetamol dosis 140 mg/kg
pada anak-anak dan 6 gram
pada orang dewasa berpotensi
hepatotoksik. Dosis 4g pada
anak-anak dan 15 g pada
dewasa dapat menyebabkan
hepatotoksitas berat sehingga
35
JKM
Vol. 2, No., 1, Juli 2002
terjadi nekrosis sentrolobuler
hati. Dosis lebih dari 20 g
bersifat fatal. Pada alkoholisme,
penderita yang mengkonsumsi
obat-obat yang menginduksi
enzim hati, kerusakan hati lebih
berat, hepatotoksik meningkat
karena produksi metabolit
meningkat.
Gambaran klinis
Gejala keracunan parasetamol
dapat dibedakan atas 3 stadium :
1. Stadium I (0-24 jam)
asimptomatis atau gangguan
sistim pencernaan berupa
mual, muntah, pucat,
berkeringat. Pada anak-anak
lebih sering terjadi muntah-
muntah tanpa berkeringat.
2. Stadium II (24-48 jam)
Peningkatan SGOT-SGPT.
Gejala sistim pencernaan
menghilang dan muncul
ikterus, nyeri perut kanan
atas, meningkatnya bilirubin
dan waktu protombin. Terjadi
pula gangguan faal ginjal
berupa oliguria, disuria,
hematuria atau proteinuria.
3. Stadium III ( 72 - 96 jam )
Merupakan puncak gangguan
faal hati, mual dan muntah
muncul kembali, ikterus dan
terjadi penurunan kesadaran,
ensefalopati hepatikum
4. Stadium IV ( 7- 10 hari)
Terjadi proses penyembuhan,
tetapi jika kerusakan hati luas
dan progresif dapat terjadi
sepsis, Disseminated
Intravascular Coagulation
(DIC) dan kematian.
Diagnosis :
Ditegakkan berdasarkan :
a. adanya riwayat penggunaan
obat,
b. Uji kualitatif : sampel diambil
dari urin, isi lambung atau
residu di tempat kejadian.
Caranya : 0,5 ml sampel + 0,5
ml HCl pekat, didihkan
kemudian dinginkan ;
tambahkan 1 ml larutan O-
Kresol pada 0,2 ml hidrolisat,
tambahkan 2 ml larutan
amonium hidroksida dan
aduk 5 menit, hasil positip
timbul warna biru dengan
cepat. Uji ini sangat sensitif.
c. Kuantitatif :
Kadar dalam plasma
diperiksa dalam 4 jam setelah
paparan dan dapat dibuat
normogram untuk
memperkirakan beratnya
paparan.
Pemeriksaan laboratorium :
elektrolit, glukosa, BUN,
kreatinin, transaminase hati
dan prothrombin time.
Penanganan :
I. Dekontaminasi
36
Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol
(Lusiana Darsono.)
Sebelum RS
Dapat diberikan karbon aktif
atau sirup ipekak untuk
menginduksi muntah pada
anak-anak dengan waktu
paparan 30 menit.
RS
Pemberian karbon aktif, jika
terjadi penurunan kesadaran
karbon aktif diberikan melalui
pipa nasogastrik. Jika dipilih
pemberian metionin sebagai
antidotum untuk
menstimulasi glutation,
karbon aktif tidak boleh
diberikan karena akan
mengikat dan menghambat
metionin.
II. Antidotum
1. N-asetilsistein
merupakan antidotum
terpilih untuk keracunan
parasetamol. N-asetil-
sistein bekerja
mensubstitusi glutation,
meningkatkan sintesis
glutation dan mening-
katkan konjugasi sulfat
pada parasetamol. N
asetil sistein sangat efektif
bila diberikan segera 8-10
jam yaitu sebelum terjadi
akumulasi metabolit.
2. Methionin per oral, suatu
antidotum yang efektif,
sangat aman dan murah
tetapi absorbsi lebih
lambat dibandingkan
dengan N asetilsistein.
Dosis - Cara pemberian N-
asetilsistein
• Bolus 150 mg /KBB dalam
200 ml dextrose 5 % : secara
perlahan selama 15 menit,
dilanjutkan 50 mg/KBB
dalam 500 ml dextrose 5 %
selama 4 jam, kemudian 100
mg/KBB dalam 1000 ml
dextrose melalui IV perlahan
selama 16 jam berikut.
• oral atau pipa nasogatrik
Dosis awal 140 mg/ kgBB 4
jam kemudian, diberi dosis
pemeliharaan 70 mg / kg BB
setiap 4 jam sebanyak 17
dosis. Pemberian secara oral
dapat menyebabkan mual
dan muntah. Jika muntah
dapat diberikan
metoklopropamid ( 60-70 mg
IV pada dewasa )
Larutan N asetil sistein dapat
dilarutkan dalam larutan 5 %
jus atau air dan diberikan
sebagai cairan yang dingin.
Keberhasilan terapi bergantung
pada terapi dini, sebelum
metabolit terakumulasi
Kesimpulan
Yang perlu diperhatikan dalam
penanganan keracunan adalah :
1. Menyelamatkan jiwa
dengan mempertahankan
tanda-tanda vital.
37
JKM
Vol. 2, No., 1, Juli 2002
38
2. Mengurangi absorbsi lebih
lanjut dari bahan toksis
dengan terapi dini.
3. Mencegah efek samping yang
lebih berat dengan
monitoring dan terapi
suportif.
Daftar Pustaka
Brody TM, 1998. Pain and Inflammation
Control With Nonsteroidal
Antiinflammatory Drugs. Dalam :
Human Pharmacology Moleculer to
Clinical. Bab 31. Hal 409-418
Flanagan RJ , et al. 1995. Analisis Toksikologi
Dasar. WHO. Hal 265-269, 292- 297.
Kim Susan , 1994. Salicylates. Dalam :
Poisoning & Drug Overdose.
(Olson K R, Eds). Hal 277-280
Leonard S J. 1966. Poison and Antidotes.
Dalam : Pharmacology ( William
and Wilkins, eds ). Bab 14 .Hal
199,342
Mycek MJ, Gertner SB, Perper MM, 1992.
Anti-inflammatory Drugs. Dalam :
Pharmacology. Lippincott’s
Illustrated Reviews ( Harvey RA,
Eds). Hal 361-368, 371-372
Ritter JM, Lewis LD, Mant TGK. 1999. Drug
Overdose and Poisoning. Dalam : A
Textbook of Clinical Pharmacology.
Bab 53. Hal 658- 665.
Rumack BH, Peterson RG. 1980. Clinical
Toxicology. Dalam : Toxicology. Bab
27. Hal 682-683, 693-695
Shlotzhauer TL, Lambert RE, McGuireJL,
1992. .Metabolic and Degenerative
Disorders of Connective Tissue and
Bone. Dalam : Clinical
Pharmacology ( Melmon and
Morrelli, Eds) Bab 20. Hal 491-492.

More Related Content

Similar to 31 89-1-pb

Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Sapan Nada
 
Presentation FARMAKOLOGI GASTRITIS.pptx
Presentation FARMAKOLOGI GASTRITIS.pptxPresentation FARMAKOLOGI GASTRITIS.pptx
Presentation FARMAKOLOGI GASTRITIS.pptx
ElisWijayani
 
INFLAMMATORY_BOWEL_DISEASE.ppt
INFLAMMATORY_BOWEL_DISEASE.pptINFLAMMATORY_BOWEL_DISEASE.ppt
INFLAMMATORY_BOWEL_DISEASE.ppt
HengkyWijaya11
 
05tbc1
05tbc105tbc1
05tbc1
teput
 

Similar to 31 89-1-pb (20)

Laktulosa.pdf
Laktulosa.pdfLaktulosa.pdf
Laktulosa.pdf
 
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
 
Terapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologi
Terapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologiTerapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologi
Terapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologi
 
Asites pada ca colon
Asites pada ca colonAsites pada ca colon
Asites pada ca colon
 
236122612 makalah-aspirin
236122612 makalah-aspirin236122612 makalah-aspirin
236122612 makalah-aspirin
 
Tumor lysis syndrome.pptx
Tumor lysis syndrome.pptxTumor lysis syndrome.pptx
Tumor lysis syndrome.pptx
 
Presentation FARMAKOLOGI GASTRITIS.pptx
Presentation FARMAKOLOGI GASTRITIS.pptxPresentation FARMAKOLOGI GASTRITIS.pptx
Presentation FARMAKOLOGI GASTRITIS.pptx
 
Presentation FARMAKOLOGI GASTRITIS.pptx
Presentation FARMAKOLOGI GASTRITIS.pptxPresentation FARMAKOLOGI GASTRITIS.pptx
Presentation FARMAKOLOGI GASTRITIS.pptx
 
INFLAMMATORY_BOWEL_DISEASE.ppt
INFLAMMATORY_BOWEL_DISEASE.pptINFLAMMATORY_BOWEL_DISEASE.ppt
INFLAMMATORY_BOWEL_DISEASE.ppt
 
05tbc1
05tbc105tbc1
05tbc1
 
Farmakologi di blok nefrouropoetika
Farmakologi di blok nefrouropoetikaFarmakologi di blok nefrouropoetika
Farmakologi di blok nefrouropoetika
 
treatment of dhiarrea MHS.pptx
treatment of dhiarrea MHS.pptxtreatment of dhiarrea MHS.pptx
treatment of dhiarrea MHS.pptx
 
Antidotum.pptx
Antidotum.pptxAntidotum.pptx
Antidotum.pptx
 
Asam Urat
Asam UratAsam Urat
Asam Urat
 
ekstrak bawang merah
ekstrak bawang merahekstrak bawang merah
ekstrak bawang merah
 
Toxicology
ToxicologyToxicology
Toxicology
 
materi ajar keselamatan kerja_Batu Ginjal.pdf
materi ajar keselamatan kerja_Batu Ginjal.pdfmateri ajar keselamatan kerja_Batu Ginjal.pdf
materi ajar keselamatan kerja_Batu Ginjal.pdf
 
Analisis resep
Analisis resepAnalisis resep
Analisis resep
 
Learning Objective Skenario 1 Blok 20 Herbal.pptx
Learning Objective Skenario 1 Blok 20 Herbal.pptxLearning Objective Skenario 1 Blok 20 Herbal.pptx
Learning Objective Skenario 1 Blok 20 Herbal.pptx
 
tugas sepsis.pptx
tugas sepsis.pptxtugas sepsis.pptx
tugas sepsis.pptx
 

Recently uploaded

443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
ErikaPutriJayantini
 
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptxMateri Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
AvivThea
 
Power point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsurPower point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsur
DoddiKELAS7A
 
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuPenjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Khiyaroh1
 
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaanprinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
aji guru
 
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptxPPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
iwidyastama85
 

Recently uploaded (20)

METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptxMETODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
 
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup bP5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
 
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
 
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptxMateri Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
 
Power point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsurPower point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsur
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuPenjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
 
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaanprinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
 
Informatika Latihan Soal Kelas Tujuh.pptx
Informatika Latihan Soal Kelas Tujuh.pptxInformatika Latihan Soal Kelas Tujuh.pptx
Informatika Latihan Soal Kelas Tujuh.pptx
 
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptxPPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
 
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerakAksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
 
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan Anak
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan AnakPWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan Anak
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan Anak
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi kwn ppt.ppt
Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi kwn ppt.pptDemokrasi dan Pendidikan Demokrasi kwn ppt.ppt
Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi kwn ppt.ppt
 
Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8
Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8
Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 

31 89-1-pb

  • 1. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol Lusiana Darsono Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung Pendahuluan Intoksikasi / keracunan me- rupakan permasalahan serius yang perlu ditangani secara baik. Insidensi keracunan di dunia secara pasti tidak diketahui, diperkirakan 500.000 orang meninggal setiap tahun akibat berbagai macam keracunan. WHO secara konservatif memperkirakan bahwa kasus keracunan paling tinggi terjadi di negara-negara sedang berkem- bang dan meningkat hampir dua kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir ini. Dari laporan tahunan Sentra Informasi Keracunan Depkes RI terlihat peningkatan informasi yang berkaitan dengan keracunan yaitu dari 265 tahun 1996 menjadi 463 tahun 1997. Keadaan sesungguhnya mengenai berbagai kasus keracunan mungkin jauh lebih banyak lagi sejalan dengan bertambahnya penggunaan obat- obat bebas di masyarakat. Melihat kejadian keracunan yang terjadi di Indonesia ini maka telah dibentuk suatu Sentra Informasi Keracunan (SIKer) dalam rangka meningkatkan pencegahan dan penanggulang- an akibat keracunan. Tujuan penulisan ini adalah memberi informasi dan diharapkan dapat membantu meningkatkan manajemen kera- cunan terutama salisilat dan parasetamol, merupakan obat yang banyak digunakan oleh masyarakat secara bebas dan tidak terkendali. Menurut hasil statistik mortalitas di Inggris tahun 1992, parasetamol menduduki urutan ketiga dan salisilat urutan ketujuh terbesar penyebab kematian akibat kelebihan dosis. Salisilat / Asam Asetisalisilat / C9H8O4 Salisilat termasuk dalam golongan obat anti inflamasi non steroid ( AINS). Mekanisme kerja adalah menghambat sintesis Prostaglan- din dengan menghambat kerja enzim siklooksigenase pada pusat termoregulator di hipothalamus dan perifer. Salisilat sudah digunakan lebih dari 100 tahun. Salisilat 30
  • 2. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol (Lusiana Darsono.) digunakan sebagai analgetik, antipiretik, anti inflamasi, anti fungi. Farmakokinetik : Pemberian secara per oral, salisilat akan di absorpsi di dalam lambung dan usus halus melalui cara difusi pasif. Mencapai plasma dalam waktu 30 menit dan mencapai konsentrasi puncak setelah 1 -2 jam. Pada dosis kecil , mempunyai waktu paruh kira- kira 4 jam. Pada dosis yang digunakan sebagai antiinflamasi (4-6 g /hari) dengan kadar salisilat serum mencapai 200-300 mg/L, menunjukkan waktu paruh 12-25 jam. Kecepatan absorpsi dan ekskresi bergantung pada jenis preparat, besarnya dosis dan individu. Distribusi melalui difusi pasif ke hampir semua jaringan dan cairan tubuh. Salisilat dapat melewati sawar darah otak dan sawar uri. Metabolisme berlangsung di hati, dengan cara hidrolisa oleh enzim esterase menjadi asam salisilat dan asam asetat, suatu konjugat yang larut dalam air dan dengan cepat diekskresi melalui ginjal. Plasma Protein Binding : 50 - 80% Salisilat banyak dijumpai sebagai salah satu komponen dalam sediaan obat flu antara lain digunakan sebagai efek analgesik-antipiretik dan dapat dijumpai dalam bentuk preparat topikal karena mempunyai efek keratolitik dan keratoplastik. Toksisitas : Salisilat menyebabkan efek toksik yang bervariasi, dari intoksikasi sedang sampai berat. Gejala intoksikasi salisilat bergantung pada penggunaan akut atau kronik. Biasanya intoksikasi terjadi pada pemberian dosis besar yang berulangkali. Gejala-gejala intoksikasi salisilat disebabkan oleh : 1. Perangsangan pusat pernafas- an sehingga timbul hiper- ventilasi, respirasi alkalosis, asidosis metabolik dan dehidrasi. 2. Terganggunya proses oksi- dasi fosforilasi intraseluler dan metabolisme glukosa dan asam lemak terganggu. 3. Perubahan integritas kapiler yang dapat menyebabkan terjadinya edem otak dan pulmonal . 4. Terganggunya fungsi platelet dan menyebabkan perpan- jangan waktu protombin. Dosis : Pengobatan tunggal rata-rata : 10 mg/KBB. Dosis lazim harian : 40 - 60 mg/KBB/hari. 31
  • 3. JKM Vol. 2, No., 1, Juli 2002 Tablet aspirin mengandung 325 - 650 mg asam salisilat. Pada dosis 150 - 200mg /KBB dapat terjadi Intoksikasi akut sedang, dan dosis 300-500 mg / KBB akan menyebabkan intoksikasi berat. Intoksikasi kronik dapat terjadi pada pemberian dosis lebih dari 100 mg/KBB selama 2 hari atau lebih. Gejala klinik 1. Intoksikasi akut : nausea dan vomitus yang timbul segera setelah termakan, diikuti dengan hiperpnea, tinnitus, ketulian dan letargi. Gejala Intoksikasi berat : koma , kejang, hipoglikemi, hiper- termi bahkan edema pulmonal, perdarahan pulmonal, ARF, oliguria. Edema serebral dan pulmonal lebih sering terjadi pada intoksikasi akut. Dapat terjadi kematian akibat kegagalan saraf pusat dan kolaps kardiovaskuler. 2. Intoksikasi kronik. Korban umumnya anak kecil dapat pula dewasa muda. Diagnosis sering terlewat karena gejala tidak spesifik seperti bingung, dehidrasi dan metabolik asidosis menyeru-pai sepsis, pneumonia dan gastroenteritis. Mortalitas dan morbiditas lebih tinggi daripada intoksikasi akut. Keracunan berat dapat timbul pada kadar salisilat yang lebih rendah. Diagnosis : Tidak sulit, adanya riwayat penggunaan salisilat akut, tanda dan gejala khusus. Jika tidak didapat riwayat kelebihan dosis, dapat diketahui dengan : 1. Uji kualitatif Sampel diambil dari urin, isi lambung dan residu dari tempat kejadian. 2 ml sampel ditambah 0,1 ml pereaksi Trinder campur selama 5 detik, jika didapatkan warna violet tua menunjukkan adanya salisilat dan turunnya. 2.Analisis kuantitatif : analisis kadar gas darah arteri. Pemeriksaan konsentrasi salisilat serum dilakukan secara berkala dan sewaktu. Intoksikasi dapat diperkirakan berdasarkan kadar salisilat dalam serum, jika kadar 50 mg/dl kemungkinan intoksikasi sedang, 50-100 mg/dl akan menyebabkan hiperpnea, kadar 100-150 mg/dl bersifat letal. 1. Intoksikasi akut : untuk menentukan toksisitas, kadar salisilat digambar- kan pada normogram. Penentuan normogram 32
  • 4. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol (Lusiana Darsono.) tunggal tidak berarti karena kemungkinan absorbsi yang lambat atau panjang akibat tablet lepas lambat atau massa tablet. Pengambilan sampel darah sebaiknya kurang dari 6 jam setelah termakan. 2. Intoksikasi kronik. Gambaran normogram tidak dapat digunakan untuk menentukan tingkat toksisitas. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan adalah pemeriksaan laboratorium seperti : Kadar elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, waktu prothrombin, gas darah arteri dan pemeriksaan radiologi. Penanganan : A. Keadaan darurat. 1. Pertahankan jalan nafas dan respirasi, bila perlu oksigen. Pemeriksaan gas darah arteri dan X-ray untuk memantau adanya edema pulmonal. 2. Tangani koma, kejang, edema pulmonal dan hipertermi jika terjadi. 3. Terapi asidosis metabolik dengan infus sodium bikarbonat intravena. Pemberian infus di stop jika pH darah < 7,4 4. Ganti kekurangan cairan dan elektrolit akibat muntah dan hiperventilasi dengan cairan kristaloid intravena. Hati-hati jangan sampai terjadi edema pulmonal. 5. Monitor penderita asimptomatis minimum dalam 6 jam (atau lebih lama terutama jika disebabkan oleh tablet salut enterik atau dosis besar). Penderita dengan gejala intoksikasi sebaik- nya dimasukkan dalam ICU B. Antidotum dan obat khusus Antidotum spesifik tidak ada. Dapat diberikan sodium bikarbonat untuk mencegah terjadinya asidemia dan untuk meningkatkan eliminasi melalui ginjal. C. Dekontaminasi Dekontaminasi tidak di- perlukan pada penderita intoksikasi kronik. 1. Sebelum RS : beri karbon aktif (dewasa : 50-100 g; anak-anak 15-30 g / 1g/KBB), Ipekak (15 – 30 ml) untuk menginduksi muntah, sebagai terapi awal pada anak-anak terutama diberikan dalam 30 menit setelah paparan. 33
  • 5. JKM Vol. 2, No., 1, Juli 2002 2. RS : beri karbon aktif dan katartik secara oral atau dengan gastric tube/lavage. Jika dosis <200-300 mg/KBB dan telah diberi karbon aktif tidak perlu dilakukan bilas lambung. 3. Catatan : Dosis salisilat yang sangat besar (30-60 g), memerlukan dosis aktif karbon sangat besar untuk mengabsorpsi salisilat dan mencegah desorpsi. Pada kasus demikian perlu aktif karbon 25-50 g tiap 3-5 jam. Pemberian aktif karbon harus diteruskan sampai kadar salisilat dalam serum benar-benar turun. D. Mempengaruhi eliminasi I. Alkalinisasi urin / mening- katkan pH urin efektif mempengaruhi ekskresi salisilat urin. Dengan cara : 1. Tambahkan 100 meq sodium bikarbonat dalam 1 L dekstrose 5 % dan beri secara infus intravena 200 ml/jam (3- 4 ml/Kg/jam ). Jika terjadi dehidrasi , awali dengan bolus 10-20 ml/KBB. Hati-hati pem- berian cairan dan bikarbonat dapat berbahaya terutama pada penderita berisiko tinggi misalnya: intoksikasi kronik . 2. Jika terjadi kegagalan ginjal, tambahkan pula 30-40 meq Potasium tiap satu liter cairan intavena. (Kekurangan potasium menghambat alkalinisasi urin ) Catatan : Alkalemia bukan merupakan kontraindikasi terapi bikarbonat. II. Hemodialisis. Sangat efektif mengeluar- kan salisilat dengan cepat, koreksi keseimbangan cairan dan asam basa. Indikasi Hemodialisis : a. Penderita intoksikasi akut, dengan kadar serum >1200 mg/L (120 mg/dL) atau asidosis berat. b. Penderita intoksikasi kronik dengan kadar serum > 600 mg/L ( 60 mg/dL), ditambah asidosis, bingung, letargi terutama penderita muda dan debil. c. Penderita intoksikasi berat. III. Hemoperfusi Sangat efektif tapi tidak dapat mengkoreksi gangguan asam basa dan cairan. 34
  • 6. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol (Lusiana Darsono.) IV. Ulangi terapi karbon aktif untuk mengurangi waktu paruh salisilat serum. PARASETAMOL (asetaminofen) {N-asetil- p.aminofenol} [C8H9NO2] Parasetamol merupakan obat analgesik non narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di SSP . Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas. Keracunan parasetamol terutama me- nimbulkan nekrosis hati yang disebabkan oleh metabolitnya Farmakokinetik Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme di hati, sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi dengan asam glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi melalui urin dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil benzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya. Pada dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi substansi nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari protein hati. Mekanisme toksisitas Pada dosis terapi, salah satu metabolit parasetamol bersifat hepatotoksik, didetoksifikasi oleh glutation membentuk asam merkapturi yang bersifat non toksik dan diekskresikan melalui urin, tetapi pada dosis berlebih produksi metabolit hepatotoksik meningkat mele- bihi kemampuan glutation untuk mendetoksifikasi, se- hingga metabolit tsb bereaksi dengan sel-sel hepar dan timbulah nekrosis sentro- lobuler. Oleh karena itu pada penanggulangan keracunan pa- rasetamol terapi ditujukan untuk menstimulasi sintesa glutation. Dengan proses yang sama parasetamol juga bersifat nefrotoksik. Dosis Toksik Parasetamol dosis 140 mg/kg pada anak-anak dan 6 gram pada orang dewasa berpotensi hepatotoksik. Dosis 4g pada anak-anak dan 15 g pada dewasa dapat menyebabkan hepatotoksitas berat sehingga 35
  • 7. JKM Vol. 2, No., 1, Juli 2002 terjadi nekrosis sentrolobuler hati. Dosis lebih dari 20 g bersifat fatal. Pada alkoholisme, penderita yang mengkonsumsi obat-obat yang menginduksi enzim hati, kerusakan hati lebih berat, hepatotoksik meningkat karena produksi metabolit meningkat. Gambaran klinis Gejala keracunan parasetamol dapat dibedakan atas 3 stadium : 1. Stadium I (0-24 jam) asimptomatis atau gangguan sistim pencernaan berupa mual, muntah, pucat, berkeringat. Pada anak-anak lebih sering terjadi muntah- muntah tanpa berkeringat. 2. Stadium II (24-48 jam) Peningkatan SGOT-SGPT. Gejala sistim pencernaan menghilang dan muncul ikterus, nyeri perut kanan atas, meningkatnya bilirubin dan waktu protombin. Terjadi pula gangguan faal ginjal berupa oliguria, disuria, hematuria atau proteinuria. 3. Stadium III ( 72 - 96 jam ) Merupakan puncak gangguan faal hati, mual dan muntah muncul kembali, ikterus dan terjadi penurunan kesadaran, ensefalopati hepatikum 4. Stadium IV ( 7- 10 hari) Terjadi proses penyembuhan, tetapi jika kerusakan hati luas dan progresif dapat terjadi sepsis, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan kematian. Diagnosis : Ditegakkan berdasarkan : a. adanya riwayat penggunaan obat, b. Uji kualitatif : sampel diambil dari urin, isi lambung atau residu di tempat kejadian. Caranya : 0,5 ml sampel + 0,5 ml HCl pekat, didihkan kemudian dinginkan ; tambahkan 1 ml larutan O- Kresol pada 0,2 ml hidrolisat, tambahkan 2 ml larutan amonium hidroksida dan aduk 5 menit, hasil positip timbul warna biru dengan cepat. Uji ini sangat sensitif. c. Kuantitatif : Kadar dalam plasma diperiksa dalam 4 jam setelah paparan dan dapat dibuat normogram untuk memperkirakan beratnya paparan. Pemeriksaan laboratorium : elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, transaminase hati dan prothrombin time. Penanganan : I. Dekontaminasi 36
  • 8. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol (Lusiana Darsono.) Sebelum RS Dapat diberikan karbon aktif atau sirup ipekak untuk menginduksi muntah pada anak-anak dengan waktu paparan 30 menit. RS Pemberian karbon aktif, jika terjadi penurunan kesadaran karbon aktif diberikan melalui pipa nasogastrik. Jika dipilih pemberian metionin sebagai antidotum untuk menstimulasi glutation, karbon aktif tidak boleh diberikan karena akan mengikat dan menghambat metionin. II. Antidotum 1. N-asetilsistein merupakan antidotum terpilih untuk keracunan parasetamol. N-asetil- sistein bekerja mensubstitusi glutation, meningkatkan sintesis glutation dan mening- katkan konjugasi sulfat pada parasetamol. N asetil sistein sangat efektif bila diberikan segera 8-10 jam yaitu sebelum terjadi akumulasi metabolit. 2. Methionin per oral, suatu antidotum yang efektif, sangat aman dan murah tetapi absorbsi lebih lambat dibandingkan dengan N asetilsistein. Dosis - Cara pemberian N- asetilsistein • Bolus 150 mg /KBB dalam 200 ml dextrose 5 % : secara perlahan selama 15 menit, dilanjutkan 50 mg/KBB dalam 500 ml dextrose 5 % selama 4 jam, kemudian 100 mg/KBB dalam 1000 ml dextrose melalui IV perlahan selama 16 jam berikut. • oral atau pipa nasogatrik Dosis awal 140 mg/ kgBB 4 jam kemudian, diberi dosis pemeliharaan 70 mg / kg BB setiap 4 jam sebanyak 17 dosis. Pemberian secara oral dapat menyebabkan mual dan muntah. Jika muntah dapat diberikan metoklopropamid ( 60-70 mg IV pada dewasa ) Larutan N asetil sistein dapat dilarutkan dalam larutan 5 % jus atau air dan diberikan sebagai cairan yang dingin. Keberhasilan terapi bergantung pada terapi dini, sebelum metabolit terakumulasi Kesimpulan Yang perlu diperhatikan dalam penanganan keracunan adalah : 1. Menyelamatkan jiwa dengan mempertahankan tanda-tanda vital. 37
  • 9. JKM Vol. 2, No., 1, Juli 2002 38 2. Mengurangi absorbsi lebih lanjut dari bahan toksis dengan terapi dini. 3. Mencegah efek samping yang lebih berat dengan monitoring dan terapi suportif. Daftar Pustaka Brody TM, 1998. Pain and Inflammation Control With Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs. Dalam : Human Pharmacology Moleculer to Clinical. Bab 31. Hal 409-418 Flanagan RJ , et al. 1995. Analisis Toksikologi Dasar. WHO. Hal 265-269, 292- 297. Kim Susan , 1994. Salicylates. Dalam : Poisoning & Drug Overdose. (Olson K R, Eds). Hal 277-280 Leonard S J. 1966. Poison and Antidotes. Dalam : Pharmacology ( William and Wilkins, eds ). Bab 14 .Hal 199,342 Mycek MJ, Gertner SB, Perper MM, 1992. Anti-inflammatory Drugs. Dalam : Pharmacology. Lippincott’s Illustrated Reviews ( Harvey RA, Eds). Hal 361-368, 371-372 Ritter JM, Lewis LD, Mant TGK. 1999. Drug Overdose and Poisoning. Dalam : A Textbook of Clinical Pharmacology. Bab 53. Hal 658- 665. Rumack BH, Peterson RG. 1980. Clinical Toxicology. Dalam : Toxicology. Bab 27. Hal 682-683, 693-695 Shlotzhauer TL, Lambert RE, McGuireJL, 1992. .Metabolic and Degenerative Disorders of Connective Tissue and Bone. Dalam : Clinical Pharmacology ( Melmon and Morrelli, Eds) Bab 20. Hal 491-492.