Dokumen tersebut membahas tentang patofisiologi kelainan darah dan gangguan akomodasi. Pertama, dijelaskan bahwa darah berperan penting dalam transportasi zat dan homeostatis tubuh. Kemudian dibahas mengenai penyakit-penyakit yang mempengaruhi komponen darah seperti sel darah merah, putih, dan keping darah. Selanjutnya diuraikan gangguan akomodasi mata seperti hiperopia dan miopia beserta penyebabnya
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
Patofisiologi Kelainan Darah dan Gangguan Akomodasi
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Darah adalah kendaraan atau medium untuk transportasi massal jarak jauh
berbagai bahan antara sel dan lingkungan eksternal atau antara sel-sel itu sendiri.
Transportasi semacam itu penting untuk memelihara homeostatis. Darah berperan
dalam homeostatis berfungsi sebagai medium untuk membawa berbagai bahan ke
dan dari sel, menyangga perubahan pH, mengangkut kelebihan panas ke permukaan
tubuh untuk di keluarkan, berperan penting dalam sistem perubahan tubuh, dan
memperkecil kehilangan darah apabila terjadi kerusakan pada pembuluh darah.
Darah membentuk sekitar 8% berat tubuh total dan memiliki volume rata-
rata 5 liter pada wanita dan 5,5 liter pada pria. Darah manusia berwarna merah,
antara merah terang apabila mengandung banyak oksigen sampai merah tua, apabila
kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein
pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang
merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Karena darah sangat
penting, harus terdapat mekanisme yang dapat memperkecil kehilangan darah
apabila terjadi kerusakan pembuluh darah. Tanpa darah, manusia tidak dapat
melawan infeksi atau kuman penyakit dan bahan-bahan sisa yang dihasilkan tubuh
tidak dapat dibuang.
Manusia memiliki mata disebelah kiri dan kanan. Kehilangan atau
kerusakan salah satu bola mata dapat mengganggu penglihatan. Berdasarkan data
WHO (2012) terdapat 285 juta orang di dunia yang mengalami gangguan
penglihatan, dimana 39 juta orang mengalami kebutaan dan 246 juta orang
mengalami penglihatan kurang (low vision). Tajam penglihatan sudah dikatakan
low vision dengan visus 6/18. Secara global, gangguan penglihatan tersebut
disebabkan oleh kelainan refraksi 43%, katarak 33% dan glaukoma 2%. Meskipun
demikian, bila dikoreksi dini sekitar 80% gangguan penglihatan dapat dicegah
maupun diobati.
Berdasarkan uraian di atas penulis merangkum tentang patofisiologi
kelainan darah dan gangguan akomodasi sebagai tugas mata kuliah Patofisiologi
semester ganjil.
2. 2
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:
a. Untuk mengetahui secara umum patofisiologi kelainan darah.
b. Untuk mengetahui secara umum patofisiologi gangguan akomodasi.
3. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Patofisiologi Kelainan Darah
Terdapat dua jenis pembuluh darah, yang mengalirkan darah ke seluruh
tubuh, yaitu arteri dan vena. Arteri adalah pembuluh yang membawa darah, yang
mengandung oksigen dari jantung dan paru-paru menuju ke seluruh tubuh.
Sedangkan vena adalah pembuluh yang membawa darah mengalir kembali ke
jantung dan paru-paru. Darah yang mengalir melalui kedua pembuluh tersebut
terdiri atas tiga jenis sel darah, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit), dan keping darah (trombosit) yang terendam dalam cairan kompleks.
plasma sendiri berupa cairan, 90% terdiri dari air yang berfungsi sebagai medium
untuk mengangkut berbagai bahan dalam darah.
Darah akan menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda tergantung pada
kondisi tubuh, sehingga darah dapat menjadi pendeteksi keadaan tubuh terutama
saat tubuh dalam keadaan sakit. Penyakit tertentu memiliki kondisi darah tertentu
pula, berdasarkan perubahan susunan kimiawi atau sel-sel darah yang merupakan
sebagai petunjuk adanya penyakit darah atau dapat pula sebagai petunjuk adanya
penyakit lain. Beberapa penyakit dan kondisi yang mempengaruhi darah dapat
diklasifikasikan berdasarkan jenis sel darah, yaitu sel darah merah, sel darah putih,
dan keping darah juga ada penyakit sistem pembekuan darah.
2.1.1 Penyakit Sel Darah Merah
Penurunan jumlah sel darah merah memacu sumsum tulang untuk
meningkatkan pelepasan sel-sel darah merah abnormal yang berukuran kecil dan
kekurangan hemoglobin. Kondisi yang paling umum yang mempengaruhi sel darah
merah adalah anemia. Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan
jumlah massa sel darah merah, sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan
oxygen carrying capacity). Secara praktis, anemia ditunjukkan oleh penurunan
kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung sel darah merah.
Penyebab-penyebab anemia dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
anemia yang disebabkan gangguan akibat berkurangnya pembentukan sel darah
4. 4
merah dan anemia, yang disebabkan oleh adanya peningkatan penghancuran sel
darah merah.
Beberapa kondisi dapat menyebabkan berkurangnya pembentukan sel darah
merah, di antaranya: (a) Anemia Defisiensi Besi, (b) Anemia Pernisiosa, (c)
Anemia Defisiensi Asam Folat, (d) Anemia karena penyakit kronis, dan (e) Anemia
Sideroblastik.
Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup 120 hari.
Jika menjadi tua, sel pemakan dalam sumsum tulang, limpa dan hati dapat
mengetahuinya dan merusaknya. Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah
merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya
dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali
kecepatan normal. Tetapi jika sel darah merah dihancurkan jauh lebih cepat
daripada penggantiannya, orang tersebut akan mengidap anemia.
Beberapa penyebab dari meningkatnya penghancuran sel darah merah,
diantaranya: (a) Kekurangan G6PD, (b) Anemia hemolotik, (c) Pembesaran limpa,
(d) Kerusakan mekanik pada sel darah merah, dan (e) Reaksi autoimun terhadap sel
darah merah.
2.1.2 Penyakit Sel Darah Putih
Beberapa jenis penyakit yang disebabkan adanya kelainan pada sel darah
putih, antara lain: (a) Leukimia, (b) Burkitts Lympoma, (c) Neutropenia, dan (d)
HIV.
Leukimia adalah kanker salah satu jenis sel darah putih di sum-sum tulang.
Leukimia terjadi pada penderita yang ditemukan banyak sel darah putih, dimana sel
darah putih yang tampak banyak merupakan sel muda yang muda, misalnya
promielosit. Jumlah yang semakin meninggi ini dapat mengganggu fungsi normal
dari sel lainnya. Leukimia dapat diklasifikasikan berdasarkan prevalensi empat tipe
utama, diantaranya: (a) Leukimia limfositik akut, (b) Leukimia mielositik akut, (c)
Leukimia limfositik kronis, dan (d) Leukimia mielositik kronis.
Burkitts Lympoma adalah jenis penyakit non-Hodgkin Lymphoma (NHL)
yang paling sering terjadi pada anak-anak muda berusia sekitar 12 dan 30 tahun.
Neutropenia adalah penurunan jumlah sel darah putih neutrofil.
Neutropenia terjadi saat tidak terdapat sel darah putih jenis tertentu yang cukup
5. 5
untuk melindungi tubuh melawan infeksi bakteri. Orang-orang yang meminum
obat-obat kemoterapi untuk membunuh kanker mungkin dapat menjangkit
neutropenia.
Human Immunideficiency Virus (HIV) menyerang sel-sel darah putih jenis
ertentu (limfosit), yang bekerja melawan infeksi. Infeksi karena virus dapat
menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), menyebabkan
tubuh mudah terserang infeksi dan beberapa penyakit lain. Remaja dan orang
dewasa dapat terjangkit penyakit ini, melalui hubungan seksual dengan orang yang
terinfeksi atau dari penggunaan bersama jarum yang terkontaminasi yang
digunakan untuk menyuntikkan obat, narkoba atau tinta tato.
2.1.3 Penyakit Keping Darah
Salah satu jenis penyakit yang disebabkan oleh adanya kelainan pada
keeping darah adalah Thrombocytopenia atau jumlah keping darah yang lebih
rendah dari seharusnya. Biasanya didiagnosa karena seseorang mengalami
pendarahan atau pembengkakan yang tidak normal. Thrombocytopenia dapat
terjadi saat seseorang mengkonsumsi obat-obatan tertentu, terjangkit infeksi atau
leukemia, atau saat tubuh menggunakan keping darah terlalu banyak. Idiopathic
Thrombocytopenia Purpura (ITP) adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh
menyerang dan menghancurkan keping darah.
2.1.4 Penyakit Sistem Pembekuan Darah
Sistem pembekuan darah bergantung pada keping darah dan juga seberapa
banyak jumlah faktor pembeku dan komponen darah lain. Jika cacat turunan
mempengaruhi salah satu komponen ini, seseorang dapat mengalami kelainan
pendarahan. Kelainan pendarahan yang umum terdiri dari: (a) Hemofilia, dan (b)
Penyakit Von Willeberd.
Kondisi turunan yang khususnya hampir hanya dialami oleh pria,
menyebabkan kekurangan faktor-faktor pembeku tertentu dalam darah. Orang-
orang dengan hemofilia parah berada dalam resiko pendarahan berlebihan dan
pembengkakan setelah pemeriksaan gigi, operasi, dan trauma. Selama hidupnya,
mereka mungkin seringkali mengalami pendarahan dalam, walaupun saat mereka
sedang tidak terluka. Pada penyakit Von Willeberd, penderita mengalami kelainan
6. 6
pendarahan turunan yang paling umum, juga melibatkan penurunan faktor
pembeku. Ini terjadi baik pada pria maupun wanita.
2.2 Gangguan Akomodasi
Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar pada mata, sehingga
sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di
belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik fokus (Hartanto
& Inakawati, 2010). Kelainan refraksi memiliki prevalensi cukup tinggi di
Indonesia, yaitu sebesar 24,7 dan pada anak-anak usia sekolah dasar sebesar 10%
dari 66 juta anak Indonesia.
Kelainan refraksi merupakan kelainan kondisi mata yang paling sering
terjadi. Miopia adalah salah satu kelainan refraksi pada mata yang memiliki
prevalensi tinggi di dunia. Dalam pengamatan selama beberapa dekade terakhir
menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi miopia telah mengalami peningkatan dan
ada epidemi miopia di Asia.
Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat
pengoreksi gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34 juta
orang. Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia.
Jumlah penderita rabun jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7 tahun,
8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahun dan 25% antara usia 12-17
tahun. Pada etnis tertentu, peningkatan angka kejadian juga terjadi walaupun
presentase tiap usia berbeda. Etnis Tiongkok memiliki insiden rabun jauh lebih
tinggi pada seluruh usia. Studi nasional Taiwan menemukan prevalensi sebanyak
12% pada usia 6 tahun dan 84% pada usia 16-18 tahun. Angka yang sama juga
dijumpai di Singapura dan Jepang.
Orang-orang yang mengalami kelainan refraksi tidak saja harus
menanggung beban fisik, melainkan mereka juga memiliki konsekuensi sosial dan
finansial. Penglihatan merupakan suatu yang secara signifikan memberikan
pengaruh dalam pilihan karir dan aktivitas seseorang, contohnya saja pada anak-
anak yang memiliki kelainan refraksi ditemukan 25% dari mereka tidak mampu
menunjukkan performa yang maksimal dalam bidang akademik dibanding degan
anak-anak yang tidak mengalami kelainan refraksi. Selain itu, 60% anak-anak
dengan masalah belajar dilaporkan juga mengalami kelainan pada penglihatannya.
7. 7
2.2.1 Hiperopia (Pengliatan Jauh)
Hiperopia atau dikenal sebagai “Penglihatan Jauh”, biasanya akibat bola
mata terlalu pendek, atau kadang-kadang karena system lensa terlalu lemah. Pada
keadaan ini, cahaya sejajar kurang dibelokkan oleh sistem lensa yang relaks
sehingga tidak terfokus di retina. Untuk mengatasi kelainan ini, otot siliaris
berkontraksi untuk meningkatkan kekuatan lensa. Dengan menggunakan
mekanisme akomodasi, pasien hiperopia dapat memfokuskan bayangan dari objek
jauh di retina. Bila pasien hanya menggunakan sebagian dari kekuatan dari otot
siliarisnya untuk melakukan akomodasi jarak jauh, ia masih memiliki sisa daya
akomodasi, dan objek yang semakin mendekati mata dapat juga terfokus jelas saat
otot silliaris telah berkontraksi maksimum. Pada orang tua, sewaktu lensa menjadi
“presbiop”, seseorang dengan mata jauh sering tidak dapat berakomodasi cukup
kuat untuk memfokuskan objek jauh sekali pun, apalagi untuk objek dekat.
2.2.2 Miopia (Penglihatan Dekat)
Sewaktu otot siliaris relaksasi total, cahaya dari objek jauh difokuskan di
depan retina. Keadaan ini biasanya akibat bola mata terlalu panjang, tapi dapat pula
disebabkan oleh daya bias sistem lensa yang terlalu kuat. Tidak ada mekanisme
bagi mata miopia untuk mengurangi kekuatan lensanya sampai lebih kecil dari
kekuatannya bila otot siliaris dalam keadaan relaksasi sempurna. Pasien miopia
tidak memiliki mekanisme untuk memfokuskan bayangan dari objek jauh dengan
jelas di retina. Namun bila objek didekatkan ke mata, benda tersebut akhirnya
menjadi cukup dekat sehingga bayangannya dapat difokuskan. Kemudian, bila
objek terus didekatkan ke mata, pasien miopia dapat menggunakan mekanisme
akomodasi agar bayangan yang terbentuk tetap tefokus dengan jelas.
2.2.3 Astigmatisma
Astigmatisma adalah kelainan refraksi mata yang menyebabkan bayangan
pada satu bidang difokuskan pada jarak yang berbeda dari bidang yang tegak lurus
terhadap bidang tersebut. Hal ini paling sering disebabkan oleh terlalu besarnya
lengkung kornea pada salah satu bidang mata. Contoh lensa astigmatis adalah
permukaan lensa seperti telur yang terletak pada sisi datangnya cahaya. Derajat
8. 8
kelengkungan bidang yang melalui sumbu panjang telur tidak sama besar dengan
derajat kelengkungan pada bidang yang melalui sumbu pendek.
9. 9
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kelainan Darah
- Penyakit sel darah merah
- Penyakit sel darah putih
- Penyakit keeping darah
- Penyakit system pembekuan darah
3.2 Gangguan Akomodasi
- Hiperopia
- Miopia
- Astigmatisma
10. 10
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. J. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Hedge, S. P., Dayanidhi, V., dan Sriram. 2015. Study of Pattern of Change in
Handwriting Class Characters with Different Grades of Myopia. Journal of
Clinical and Diagnostic Research.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi II. Jakarta: EGC.