2. Kasus
▪ Bukan pasien langsung yang menebus obat ke apotek, melainkan
supir si pasien.
▪ Apotek X melayani resep tersebut melalui TTK, resep aslinya diminta
oleh supir tersebut dan diberikan oleh TTK, resep asli difotokopi dan
hasil fotokopi disimpan di apotek.
▪ Setelah beberapa minggu keluarga pasien melapor kepada dokter
yang menulis resep bahwa pasien telah koma karena mengkonsumsi
obat tersebut.
▪ Keluarga pasien menunjukkan obat yang diberikan dan dokter
menyatakan obat tersebut bukan yang tertulis di resep.
▪ Obat yang diberikan Amaryl M 2, seharusnya Methylprednisolone 8
mg.
3. Kasus (Lanjutan)
▪ Keluarga pasien melaporkan kejadian ke Polisi dan Dinkes Kota
Medan.
▪ Polisi menyerahkan kasus kepada MEDAI SUMUT, MEDAI SUMUT telah
memanggil para pihak (TTK, APA, Investor).
▪ APA meyakini bahwa obat yang tertulis di resep adalah Amaryl M 2.
4. Identifikasi Obat dalam Resep
Diovan 160 mg
s 1 dd 1
Natrium Diklofenak 50 mg
s 3 dd 1
Osteocal
s 1 dd 1
?
2 dd 1
Betason-N Cream
sue
5. Identifikasi Masalah
▪ Penulisan resep dokter yang sulit dibaca.
▪ TTK yang melakukan pelayanan kefarmasian tanpa didampingi
langsung oleh apoteker.
▪ Apoteker absen pada saat TTK melakukan pelayanan resep.
▪ Tidak dilakukan verifikasi kajian atau skrining resep oleh TTK.
▪ Resep asli dikembalikan ke pihak pasien oleh TTK, dan yang disimpan
di apotek berupa fotokopi resep asli.
6. Penulisan resep
dokter yang sulit
dibaca.
▪ Kode etik kedokteran pasal 7c,
“Seorang dokter harus menghormati
hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya,
dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan
harus menjaga kepercayaan pasien”.
▪ Pasal 1367 KHUP Perdata,
“Seorang tidak saja bertanggungjawab
untuk kerugian yang disebabkan
perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk
kerugian yang disebabkan perbuatan
orang-orang yang menjadi
tanggungannya atau disebabkan oleh
barang-barang yang berada di bawah
pengawasannya”.
8. Apoteker absen
pada saat TTK
melakukan
pelayanan resep.
▪ KMK Nomor. 1332/MENKES/SK/X/2002,
Pasal 14 dan Pasal 19
9. Tidak dilakukan
verifikasi kajian
atau skrining
resep oleh TTK
▪ Lampiran PMK Nomor 72, 73, 74 Tahun
2016 tentang Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, Apotek, dan Puskesmas,
BAB III tentang Pelayanan Farmasi Klinik,
“Pada setiap tahap alur pelayanan Resep
dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian Obat (medication
error).”
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan
diatur sesuai tempat pelayanannya
masing-masing.
10. Resep asli
dikembalikan ke
pihak pasien oleh
TTK, dan yang
disimpan di apotek
berupa fotokopi
resep asli
▪ PMK Nomor 73 Tahun 2016 tentang
Pelayanan Kefarmasian di Apotek
11. Sanksi
Sesuai dengan UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan,
Bab XIV tentang Ketentuan Pidana Pasal 84,
12. Kesimpulan
▪ Salah satu faktor penyebab terjadinya ME adalah kegagalan
komunikasi (salah interpretasi) antara prescriber dengan dispenser
(Rahmawati dan Oetari, 2002).
▪ Dokter bertanggung jawab terhadap pelayanan resep tahapan
prescribing, menyangkut segala permintaan dalam resep dan
penulisannya.
▪ APA bertanggung jawab terhadap transcribing, dispensing, dan
administration pada pelayana resep.
▪ Tanggung jawab nakes dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada
tanggung jawab norma, etik, wewenang, dan keterampilan serta
Batasan hokum yang berlaku.
13. Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan
kefarmasian harus mengutamakan kepentingan
masyarakat dan menghormati hak asazi
penderita dan melindungi makhluk hidup insani.
- Kode Etik Apoteker, Bab 2 Pasal 9
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan
kewajiban melindungi hidup makhuk insani.
- Kode Etik Kedokteran, BabKewajiban Umum
Pasal 7d
14. Kesimpulan
▪ Untuk menghindari kesalahan pengobatan, Apoteker dapat berperan
nyata dalam pencegahan terjadinya kesalahan pengobatan melalui
kolaborasi dengan dokter, pasien, serta tenaga kesehatan lainnya.
Mengamalkan pedoman Pelayanan Farmasi Klinik.
▪ Dokter ikut bertanggung jawab ketika terjadi kesalahan pada
pemberiaan obat oleh apoteker. Ini sesuai juga dengan asas vicarius
liability.
▪ Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)
melakukan hubungan kerjasama yang baik dan konsisten,
berhubungan penulisan resep oleh dokter dan pelayanan obat oleh
apoteker agar dapat berjalan semestinya.
Berdasarkan Iwan Dwiprahasto pada seminar penulisan resep dokter yang rasional di RSUD Saras Husada Purworejo, selama ini banyak terjadi medication error akibat kesalahan membaca resep disebabkan oleh penulisan resep yang terlalu jelek, mengakibatkan petugas apotek salah membaca. Banyak terjadi kasus seperti ini tetapi dokter tidak menyadarinya karena mengira petugas apotek pasti bisa membaca.
Fungsi TTK sendiri terbatas pada membantu pekerjaan kefarmasian yang menjadi tugas pokok seorang apoteker. Kesalahan yang dilakukan oleh TTK sepenuhnya tanggung jawab APA, khususnya pada pelayanan resep di apotek.
KMK Nomor. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas PMK Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993, tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, BAB VII tentan Pelayanan, Pasal 14 dan Pasal 19
Lampiran PMK Nomor 73 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kefarmasian di Apotek, BAB III tentang Pelayanan Farmasi Klinik
Dengan Batasan pengetuan terhadap kasus bahwa pasien mengalami koma dan kerusakan otak akibat kesalahan pemberian obat.
Kesalahan ini dapat dipertanggung jawabkan oleh dokter ketika apoteker telah menjalankan profesinya sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian khususnya pada standar pelayanan resep di apotek. Dengan cara, apoteker harus melakukan kajian resep setelah menerima resep dari pasien, jika ada kekeliruaan atau tulisan tidak dapat terbaca, maka harus mengkonfirmasi pada dokter. Jika dokter tidak dapat dihubungi maka pelayanan resep harus ditunda, dan tidak dapat melakukan penafsiran sendiri. Apabila apoteker telah mengkonfirmasi dan dokter tetap pada pendiriannya maka dokter wajib menandatangani resep obat yang dosisnya berlebih tersebut, artinya tanggung jawab jika terjadi kesalahan berada pada dokternya.
Ada sanksi etik yang dapat dilakukan, tanpa membiarkan penulisan resep yang tidak mudah terbaca berlangsung secara terus menerus, dan apoteker tidak atau enggan untuk mengkonfirmasi resep yang tidak dapat dibaca kepada dokter. Apoteker sering menolak resep karena resep obat yang tertera tidak dapat terbaca.