Daya kembang pati (swelling power) didefinisikan sebagai pertambahan pertambahan volume dan berat maksimum yang dialami pati dalam air (Balagopan et al., 1988).
1. 0
MAKALAH PENGETAHUAN BAHAN AGROINDUSTRI
PROSES PERUBAHAN PADA PATI
(SWELLING)
DISUSUN OLEH
MILA ARMIATI 155100300111002
ANWAR MAULANA S. 155100300111003
M. LUKMAN KHAK 155100300111007
OKTAVIANA SRI R. 155100300111010
JUPRIHANI 155100300111012
ANJAR PUJI ASTUTI 155100300111014
M. FAHRUDI H. 155100300111016
RIYADLOTUL ULA 155100300111018
AHMAD SULTONUL F. 155100300111019
M. MIFTACHUS S. 155100300111020
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
2. 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan rahmat, taufik dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ilmiah Proses Perubahan Pada Pati
(Swelling) ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Kami berterima kasih
kepada Ibu Ir. Maimunah Hindun Pulungan, MS selaku dosen pengampu mata kuliah
Pengetahuan Bahan Agroindustri Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.
Kami sangat berharap makalah ini berguna dan bermanfaat dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai proses dan perubahan yang terjadi pada tepung pati.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami mengharap kritik dan saran demi perbaikan
makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang.
Semoga makalah yang kami susun dapat berguna bagi diri sendiri dan orang lain yang
membacanya. Sebelumnya kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.
Malang, 07 Maret 2016
Tim Penyusun
3. 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................. 1
DAFTAR ISI................................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang........................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................... 3
1.3 Tujuan......................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................. 5
2.1 Definisi Swelling........................................................................................................ 5
2.2 Perbandingan Pati dan Air dalam Swelling................................................................ 5
2.3 Faktor yang mempengaruhi Swelling......................................................................... 6
1. Pengaruh Suhu Pemanasan...................................................................................... 6
2. Pengaruh Lama Pemanasan..................................................................................... 7
3. Kandungan Amilosa dalam Pati............................................................................... 8
2.4 Manfaat Analisis Menggunakan Swelling.................................................................. 8
BAB III KESIMPULAN.............................................................................................................. 9
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................. 9
3.1 Saran.......................................................................................................................... 9
4. 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Starch atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau melalui
proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak larut dalam air pada
temperatur ruangan. Ukuran dan morfologi granula pati bergantung pada jenis tanamannya,
bentuknya dapat berupa lingkaran, elips, lonjong, polihedral atau poligonal, dan bentuk yang
tidak teratur. Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil dalam makanan. Pati
mengandung 10% air pada RH 54% dan 20 oC. Pada umumya pati tersusun dari 25%
amylose dan 75% amylopectin. Amylose merupakan polimer berbentuk panjang dan lurus
dan sedikit cabang (kurang dari 1%) dengan berat molekul 500.000 g/mol. Unit-unit glukosa
terhubung oleh ikatan Ξ±-1,4 pada molekul amylose. Molekul amylose berbentuk helix dan
bersifat hidrofobik. Amylopectin memiliki bentuk yang bercabang dan memiliki berat
molukul 107-109 g/mol bergantung pada jenis tanamannya (Nwokocha, 2008).
Pati alami (native) yang belum dimodifikasi memiliki beberapa kekurangan pada
karakteristiknya yaitu membutuhkan waktu yang lama dalam pemasakan sehingga
membutuhkan energi tinggi, pasta yang terbentuk keras dan tidak bening, selain itu sifatnya
terlalu lengket dan tidak tahan perlakuan dengan asam. Oleh karena itu, maka dikembangkan
berbagai modifikasi terhadap tepung tapioka yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
industri baik dalam skala nasional maupun internasional. Cara modifikasi pati dapat
dilakukan dengan menggunakan proses hidrolisa parsial secara enzimatis. Selanjutnya pati
yang telah termodifikasi dapat dianalisis dengan parameter swelling power dan solubility.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai parameter swelling dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya serta manfaat melakukan analisis dengan menggunakan swelling.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Swelling?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi Swelling?
3. Apakah manfaat dari analisis menggunakan Swelling?
5. 4
1.3.Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Swelling
2. Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi Swelling
3. Mengetahui manfaat dari analisis menggunakan Swelling
6. 5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Daya kembang pati (swelling power) didefinisikan sebagai pertambahan pertambahan
volume dan berat maksimum yang dialami pati dalam air (Balagopan et al., 1988). Swelling
power dan kelarutan terjadi karena adanya ikatan non-kovalen antara molekul-molekul pati.
Bila pati dimasukkan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan membengkak.
Swelling menghasilkan massa kental terdiri dari fasa kontinyu dari amilosa terlarut dan amilopektin
(An, 2005). Namun demikian, jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas
hanya mencapai 30% (Winarno, 2002). Swelling merupakan sifat yang dipengaruhi oleh
amilopektin (Li dan Yeh, 2001). Swinkles (1985) menyatakan bahwa nilai swelling power
dapat diukur pada kisaran suhu terbentuknya pasta pati, yaitu sekitar 50-95 C dengan
interval 5 C.
Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi bagian amorfus pada granula pati dapat
menyerap air sampai 30% tanpa merusak struktur misel. Jika suspensi dipanaskan maka
akan terjadi pembengkakan granula. Pada mulanya pembengkakan granula bersifat
reversibel tetapi jika pemanasan telah mencapai suhu tertentu pengembangan granula
menjadi irreversibel dan terjadi perubahan struktur granula. Peningkatan volume granula
pati yang terjadi di dalam air pada suhu 55-65 oC merupakan pembengkakan sesungguhnya.
Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa tetapi bersifat tidak dapat kembali ke
kondisi semula. Perubahan tersebut dinamakan gelatinisasi. Gugus hidroksil bebas yang
terdapat pada proses gelatinisasi akan menyerap molekul air, sehingga selanjutnya terjadi
pembengkakan granula pati. Karena jumlah gugus hidroksil dari molekul pati sangat besar,
maka kemampuan menyerap air juga sangat besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi
gelatinisasi adalah kandungan amilosa dan ukuran granula pati.
2.2. Perbandingan Pati dan Air dalam Swelling
Semakin kecil perbandingan pati dengan air maka nilai swelling power dan nilai
kelarutan semakin besar (Adity, 2009). Peningkatan swelling power akibat pemanasan
suspensi pati pada suhu yang semakin tinggi disebabkan kadar amilosa yang semakin
rendah atau amilopektin dalam pati lebih tinggi. Amilopektin berada pada daerah amorf
7. 6
granula pati. Rahman (2007) menyatakan bahwa daerah amorf merupakan daerah yang
renggang dan kurang padat, sehingga mudah dimasuki air. Bagian amorf merupakan
bagian yang lebih mudah menyerap air (Hood, 1982 dalam Haryadi, 2006). Semakin
banyak amilopektin pada pati, maka daerah amorf akan semakin luas, sehingga
penyerapan air akan semakin besar. Menurut Jading dkk. (2011), swelling power pada
pati dipengaruhi oleh daya serap terhadap air. Menurut Katekhong and Charoenrein
(2012), dalam artikel ilmiahnya, sweeling power dapat dihitung dengan rumus persentasi.
ππ€ππππππ πππ€ππ =
ππππβπ‘ ππ π‘βπ π€ππ‘ π πππππππ‘ ( π)
ππππβπ‘ ππ π‘βπ πππ¦ ππππ’π ( π)
π₯ 100%
Swelling power menunjukkan kemampuan pati untuk mengembang dalam air.
Swelling power yang tinggi berarti semakin tinggi pula kemampuan pati mengembang
dalam air (Suriani, 2008). Nilai swelling power pati tapioka tinggi amilosa pada berbagai
kombinasi perlakuan tidak berbeda nyata. Nilai swelling power pati tinggi amilosa
berkisar antara 3,56 sampai 11,56%. Peningkatan suhu, lama waktu pemanasan pati
menghasilkan pati tinggi amilosa yang didominasi oleh fraksi amilosa dengan bobot
molekul rendah. Hal ini mengakibatkan tidak terjadinya peningkatan kemampuan pati
untuk mengembang lebih besar. Kong dkk. (2009) menyatakan bahwa swelling power
pati tergantung pada komponen amilosanya. Hasil penelitian Yuliasih dkk. (2007) juga
menyatakan bahwa komponen pati mempengaruhi kemampuan penyerapan air dan daya
pengembangan pati.
2.3. Faktor yang mempengaruhi Swelling
Menurut (Miller dkk., 2008) bahwa hal yang memengaruhi terjadinya swelling
pada pati adalah suhu pemanasan suspensi pati, lama pemanasan suspensi pati, kandungan
amilosa dalam pati.
1. Pengaruh Suhu Pemanasan
Suhu pemanasan suspensi pati berpengaruh terhadap kadar amilosa dan swelling
power. Dari hasil penelitian yang dilakukan Haryati dkk (2014), karakteristik pati tapioka
tinggi amilosa pada varisasi suhu pemanasan suspensi pati dapat dilihat pada Gambar 1.
8. 7
Gambar 1 menunjukkan bahwa peningkatan suhu pemanasan pati mengakibatkan
penurunan kadar amilosa dan kejernihan pasta pati namun meningkatkan kelarutan dan
swelling power. Peningkatan swelling power akibat pemanasan suspensi pati pada suhu
yang semakin tinggi disebabkan kadar amilosa yang semakin rendah atau amilopektin
dalam pati lebih tinggi. Menurut Jading dkk. (2011), swelling power pada pati
dipengaruhi oleh daya serap air. Semakin besar daya serap air menyebabkan swelling
power meningkat.
2. Pengaruh Lama Pemanasan
Lama waktu pemanasan suspensi pati tidak berpengaruh nyata terhadap swelling
power. Dari hasil penelitian yang dilakukan Haryati dkk (2014), semakin lama waktu
pemanasan suspensi pati dan semakin tinggi kadar amilosa pada pati tapioka, tinggi
amilosa semakin menurun. Karakteristik pati tinggi amilosa pada variasi lama waktu
pemanasan suspensi pati terhadap karakteristik pati tinggi amilosa dapat dilihat pada
Gambar 2.
.
Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama pemanasan, kadar amilosa pada pati
semakin menurun. Semakin lama pemanasan suspensi pati mengakibatkan proses
9. 8
gelatinisasi berjalan terlalu lama, sehingga amilosa yang meluruh memiliki berat molekul
rendah.
3. Kandungan Amilosa dalam Pati
Pati tinggi amilosa memiliki nilai rata-rata swelling power yang lebih rendah
dibandingkan dengan tapioka alami. Rendahnya swelling power disebabkan karena
tingginya amilosa dalam pati. Menurut Fatchuri dan Wijayatiningrum (2009) pati dengan
amilosa yang tinggi akan menghalangi swelling, sehingga semakin tinggi amilosa maka
swellingnya semakin rendah.
2.4. Manfaat Analisis Menggunakan Swelling
Patimerupakan zat gizi yang penting dalam diet sehari-hari, dan sekitar 80% kebutuhan energi
manusia di dunia dipenuhi oleh karbohidrat (Greenwood dan Munro,1979). Swelling Power
berfungsi untuk melihat daya pembengkakan pada pati serta dapat digunakan untuk melihat
gambaran dan arah pengembangan produk yang mengandung bahan karbohidrat cukup tinggi. Sasaki
& Matsuki (1998), bahwa nilai swelling power yang tinggi menunjukkan bahwa kandungan
amilopektin yang tinggi juga. Daya pembengkakan pati adalah kekuatan tepung untuk mengembang,
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain perbandingan amilosa-amilopektin, panjang rantai
dan distribusi berat molekul.
Penelitian yang menggunakan swelling power ada beberapa keuntungan, antara lain
lebih mudah apabila digunakan dalam industri pangan dan waktu yang dibutuhkan relatif
sedikit (Nur Hidayat, 2010).
10. 9
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan
kelebihan glukosa sebagai produk fotosintesis dalam jangka panjang. Pati digunakan
sebagai pengental dan penstabil dalam makanan. Pada umumya pati tersusun dari 25%
amilosa dan 75% amilopektin. Pati alami yang belum dimodifikasi memiliki beberapa
kekurangan pada karakteristiknya. Pati yang telah termodifikasi dapat dianalisis dengan
parameter swelling power dan solubility. Swelling power didefinisikan sebagai
pertambahan volume dan berat maksimum yang dialami pati dalam air. Swelling power
dan kelarutan terjadi karena adanya ikatan non-kovalen antara molekul-molekul pati.
Swelling power dapat diukur pada kisaran suhu terbentuknya pasta pati, yaitu sekitar 50-
95 oC dengan interval 5 oC. Semakin kecil perbandingan pati dengan air maka nilai
swelling power dan nilai kelarutan semakin besar. Swelling power menunjukkan
kemampuan pati untuk mengembang dalam air. Swelling power yang tinggi berarti
semakin tinggi pula kemampuan pati mengembang dalam air. Faktor yang mempengaruhi
swelling power yaitu suhu pemanasan suspensi pati, lama pemanasan suspensi pati,
kandungan amilosa dalam pati. Peningkatan suhu pemanasan pati mengakibatkan
penurunan kadar amilosa dan kejernihan pasta pati namun meningkatkan kelarutan dan
swelling power. Semakin lama pemasakan menunjukkan kadar amilosa pada pati semakin
menurun. Semakin lama pemanasan suspensi pati mengakibatkan proses gelatinisasi
berjalan terlalu lama, sehingga amilosa yang meluruh memiliki berat molekul rendah.
3.2. Saran
Seharusnya dalam pengerjaan makalah ini, dibutuhkan kerjasama dalam tim dan
pembagian tugas yang merata. Pembagian tugas yang kurang merata dapat memberatkan
anggota kelompok yang lain. Dengan adanya pembagian tugas yang merata, makalah ini
dapat diselesaikan dengan baik.
11. 10
Daftar Pustaka
Adity. 2009. Analisis pati termodifikasi dengan proximate. Semarang: UNDIP.
An, Hee-Young. 2005. Effects of Ozonation and Addition of Amino acids on Properties of Rice
Starches. Seoul: A Dissertation Submitted to the Graduate Faculty of the Louisiana state
University and Agricultural and Mechanical College.
Balogopalan, C. G. Patmaja, S. K. Nanda & S. N. Moorthy. 1988. Cassava in food, feed and
industry. CRC. Press, Inc., Boc Raton Florida.
Fatchuri, A. dan Wijayatiningrum, F.N. (2009). Modiο¬ kasi Cassava starch dengan proses
oksidasi sodium hypoclorite untuk industri kertas. Makalah disampaikan dalam Seminar
Penelitian Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.
Greenwood, C.T. dan D.N. Munro.1979. Carbohydrates di dalam R.J. Priestley,ed. Effects of
Heat on Foodstufs. Applied Seience Publ. Ltd. London.
Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta: UGM.
Haryanti, Pepita, Retno Setyawati dan Rumpoko Wicaksono. 2014. Pengaruh Suhu dan Lama
Pemanasan Suspensi Pati serta konsentrasi butanol terhadap karakteristik fisikokimia pati
tinggi amilosa. AGRITECH, Vol. 34 (3): 308-315.
Hidayat, Nur. 2010. Pati Ganyong: Potensi Lokal yang Belum Termanfaatkan.
http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id/2010/04/16/pati-ganyong-potensi-lokal-yang-belum-
termanfaatkan/, Diakses 9 Maret 2015.
Jading dkk. 2011. Karakteristik fi sikokimia pati sagu hasil pengeringan secara fluidisasi
menggunakan alat pengering cross flow fluidized bed bertenaga surya dan biomassa
Reaktor 13 (3): 155-164.
Katekhong, Wattinee and Sanguansri Charoenrein.2011. Effect of rice storage on pasting
properties, swelling and granular morphology of rice flour, As. J. Food Ag-Ind. 2012,
5(04), 315-321.
Kong, X, dkk. 2009. Physical Properties of Amaranthus Strach. Food Chemistry 113: 371-376.
Li, J. Y., & Yeh, A. I. 2001. Relationship between thermal, rheological characteristics, and
swelling power for various straches. J. Food Engineering Vol. 50 : 141-148.
Miller. 2008. Starch Modification : Challenges and Prospects. New York: Review 127-131.
Nwokocha, L. M., A comparative study of some properties of cassava (Manihot esculenta,
Crantz) Carbohydrate Polymers (2009), doi:10.1016/j.carbol.2008.10.034.
12. 11
Rahman, A.M. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka dan Mocal
sebagai Penyalut Kacang pada Produk Kacang Salut. Bogor: IPB.
Sasaki dan Matsuki. 1998. Effect Wheat Starch Structure on Swelling Power. Jurnal Cereal
Chemistry vol. 75 No.4. American.
Suriani, A.I. (2008). Mempelajari Pengaruh Pemanasan dan Pendinginan Berulang terhadap
Karakteristik Sifat Fisik dan Fungsional Pati Garut (Marantha Arundinacea) Termodiο¬
kasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Swinkels, J. J. M. 1985. Source of starch, its chemistry and physics. Di dalam: G. M. A. V.
Beynum dan J. A. Roels (eds). Strach Convesion Technology. Marcel Dekker, Inc., New
York.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.
Yuliasih dkk. 2007. Pengaruh Proses Fraksinasi Pati Sagu Terhadap Karakteristik Fraksi
Amilosanya. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 17 (1): 29-36.